• Tidak ada hasil yang ditemukan

123573215-Perencanaan-Drainase-Perkotaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "123573215-Perencanaan-Drainase-Perkotaan"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

TUGUREJO, KECAMATAN TUGU, KOTA SEMARANG

Disusun Oleh:

POSO NASUTION

21080110110031

Asisten : Dr. Ing. Sudarno, MSc

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

(2)

129-P), dan diterima sebagai syarat ujian mata kuliah ini, pada Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Pada Tanggal : Januari 2013

Nama : Poso Nasution

NIM : 21080110110031

Dengan Judul :

” PERENCANAAN SALURAN DRAINASE

KELURAHAN TUGUREJO, KECAMATAN TUGU SEMARANG ”

Mengetahui dan Mengesahkan Asisten

Dr. Ing. Sudarno, Msc NIP 19580807 198703 1 001

(3)

dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik. Tugas ini disusun dan diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Drainase Perkotaan, pada Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu, khususnya kepada :

1. Bapak Ir. Syafrudin, CES, MT, selaku Ketua Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Diponegoro

2. Bapak Dr. Ing. Sudarno, MSc selaku Dosen pengampu mata kuliah Drainase Perkotaan yang telah memberikan banyak masukan

3. Orang tua di rumah yang senantiasa memberi dukungan yang tiada henti-hentinya

4. Rekan-rekan mahasiswa Teknik lingkungan angkatan 2010 atas semua bantuan, dukungan, dan hiburan yang diberikan

Penulis menyadari bahwa tugas ini tidak lepas dari berbagai kekurangan, oleh karena itu, kritik dan saran akan diterima dengan senang hati. Akhir kata, semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Semarang, Januari 2013

(4)

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii BAB I PENDAHULUAN ... I-1 1.1 LATAR BELAKANG ... I-1 1.2 RUMUSAN MASALAH ... I-2 1.3 MAKSUD DAN TUJUAN ... I-2 1.4 MANFAAT ... I-2 1.5 RUANG LINGKUP ... I-3 1.6 SISTEMATIKA PENULISAN ... I-4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... II-1 2.1 UMUM ... II-1 2.1.1 Definisi Drainase ... II-1 2.1.2 Jenis Drainase ... II-2 2.2 SISTEM DRAINASE ... II-3 2.3 TATA LETAK SALURAN DRAINASE ... II-8 2.4 BANGUNAN PENUNJANG ... II-11 2.5 ANALISA HIDROLOGI ... II-12 2.6 SUMUR RESAPAN ... II-29 2.7 BIOPORI ... II-35 BAB III METODOLOGI PERENCANAAN ... III-1

(5)

3.3.1 Pengumpulan Data Primer ... III-3 3.3.2 Pengumpulan Data Sekunder ... III-3 3.4 TEKNIK PENGOLAHAN DATA ... III-3 3.5 TEKNIK ANALISIS ... III-4 3.6 DIAGRAM ALIR PERENCANAAN SISTEM DRAINASE ... III-5 BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN ... IV-1 4.1 UMUM ... IV-1 4.2 ASPEK FISIK ... IV-1 4.2.1 ADMINISTRASI ... IV-2 4.2.2 KLIMATOLOGI ... IV-2 4.2.3 GEOLOGI DAN HIDROLOGI ... IV-3 4.2.4 TATA GUNA LAHAN ... IV-3 4.2.5 TOPOGRAFI ... IV-3 4.3 ASPEK SOSIAL ... IV-4 4.3.1. KEPENDUDUKAN ... IV-4 4.3.2. KEPADATAN PENDUDUK ... IV-4 4.4 SARANA DAN PRASARANA ... IV-5 4.4.1 FASILITAS PENDIDIKAN ... IV-5 4.4.2 FASILITAS PERIBADATAN ... IV-5 4.4.3 FASILITAS KESEHATAN ... IV-6 4.4.4 FASILITAS INDUSTRI ... IV-6 BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN ... V-1

(6)

5.2.2 Uji Konsistensi Data Hujan... V-4 5.3 Uji Homogenitas ... V-10 5.4 Penentuan Hujan Wilayah ... V-10 5.5 Pemilihan Jenis Distribusi ... V-12 5.6 Curah Hujan Maksimum ... V-14 5.7 Dimensi Saluran ... V-16 5.8 Analisa Perencanaan ... V-20 BAB VI PENUTUP ... VI-1 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRANError! Bookmark not defined.

DAFTAR GAMBAR

Gambar 5. 1 KONSISTENSI STASIUN A ... V-7 Gambar 5. 2 Uji Konsistensi Stasiun B ... V-8 Gambar 5. 3 Grafik Uji Konsistensi Stasiun C ... V-9 Gambar 5. 4 Daerah Cakupan Wilayah Perencanaan ... V-11 Gambar 5. 5 Grafik Sebaran Distribusi Terpilih ... V-15

(7)

Tabel 2.2 Reduced Variate (Yt) pada PUH t tahun ... II-16 Tabel 2.3 Koefisien Pengaliran berdasarkan Jenis Permukaan ... II-24 Tabel 2.4 Koefisien Kekasaran Manning ... II-27 Tabel 2.5 Hubungan Kemiringan Rara-Rata Dasar Saluran ... II-31 Tabel 2.6 Perbandingan Lebar Dasar Saluran dengan Tinggi Air ... II-34 Tabel 2.7 Kemiringan Dinding Saluran berdasarkan Bahan ... II-35 Tabel 2.8 Koefisien Debit ... II-37 Tabel 2.9 Jarak Minimum Sumur Resapan terhadap Bangunan ... II-43 Tabel 4.1 Jumlah Penduduk DesaTugurejo ... IV-3 Tabel 4.2 Fasilitas Pendidikan Tahun 2009 ... IV-3 Tabel 4.3 Fasilitas Peribadatan Tahun 2009 ... IV-4 Tabel 4.4 Fasilitas Kesehatan Tahun 2009 ... IV-4 Tabel 4.5 Fasilitas Industri dan Niaga Tahun 2009 ... IV-5 Tabel 5.1 Data Curah Hujan Tugurejo ... V-2 Tabel 5.2 Data Curah Hujan Tugurejo ... V-4 Tabel 5.3 Perhitungan Luas Poligon Thiessen ... V-5 Tabel 5.4 Perhitungan Rata-Rata Curah Hujan Wilayah ... V-6 Tabel 5.5 Analisa Frekuensi Curah Hujan ... V-7 Tabel 5.6 Perbandingan Syarat Distribusi dan Hasil Perhitungan ... V-9 Tabel 5.9 Uji Konsistensi Hujan Wilayah... V-14

(8)

2. Perhitungan Rata-Rata Curah Hujan 3. Uji Konsistensi

4. Perhitungan Curah Hujan Wilayah 5. Pemilihan Jenis Sebaran

6. Perhitungan Curah Hujan Maksimum Tahunan 7. Dimensi Saluran

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan daerah beriklim tropis dimana mempunyai dua macam musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Curah hujan yang berlebihan akan menimbulkan masalah bagi manusia jika tidak disediakan suatu sistem saluran yang tepat untuk mengalirkan air hujan tersebut. Ketinggian curah hujan dalam tahun tertentu dapat diperkirakan ketinggiannya, maka dari itu dapat diperkirakan langkah-langkah pencegahannya yaitu dengan adanya suatu sistem perencanaan drainase.

Daerah kecamatan Tugu di Kabupaten Semarang berada pada wilayah dengan sistem drainase perkotaan yang belum tertata dengan baik. Pengembangan sebelumnya masih terkesan konvensional dan masih belum bisa mengatasi banyaknya genangan dan berbagai masalah yang timbul di daerah ini. Selain karena daerah ini berada pada kontur yang sangat landai, juga disebabkan oleh daerah ini merupakan daerah tepi pantai yang banyak dibudidayaka sebagai tempat perikanan. Oleh karena itu perhatian terhadap pembangunan drainase yang baik di daerah Kecamatan Tugu, khususnya di daerah kelurahan Tugurejo masih sangat buruk. Akibatnya air limpasan hujan membuat banyak sekali masalah seperti genangan, dll. Hal ini semakin memperparah adanya potensi rob didaerah tersebut.

Limpasan air hujan yang jatuh dan tidak dimanfaatkan lagi , jika tidak ditangani dengan sistem jaringan air buangan ( dalam hal ini air hujan ) akan menimbulkan masalah , diantaranya :

1. Terjadinya genangan air , banjir

(10)

3. Limpasan air hujan yang tidak terkendali menjadi media penyebaran bibit penyakit

4. Pencemaran terhadap air minum

Dalam merencanakan suatu sistem penyaluran air hujan atau drainase, memerlukan riset dan pengumpulan data-data khusus, seperti : data curah hujan harian, tata guna lahan di wilayah perencanaan, dan peta topografi serta analisa mengenai keadaan hidrologi, keadaan klimatologi, keadaan geografi dan sebagainya.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana jaringan sistem drainase yang ada di Kelurahan Tugurejo, Kecamatan Tugu?

2. Bagaimana alternatif perencanaan jaringan sistem drainase yang dapat diterapkan untuk daerah perencanaan di Kelurahan Tugurejo, Kecamatan Tugu berdasarkan data yang ada dan sesuai dengan kondisi daerah perencanaan ?

3. Bagaimana rancangan bangunan penunjang sistem drainase ?

1.3 MAKSUD DAN TUJUAN

1. Mengetahui jaringan sistem drainase yang ada di Kelurahan Tugurejo, Kecamatan Tugu

2. Menetukan alternatif perencanaan jaringan sistem drainase untuk daerah perencanaan di Kelurahan Tugurejo, Kecamatan Tugu sesuai dengan kondisi daerah perencanaan beserta bangunan pelengkapnya.

3. Menentukan desain bangunan penunjang sistem drainase

1.4 MANFAAT

1..4.1 Manfaat Bagi Penulis

Penulis dapat menentukan dan merencanakan sistem drainase yang dapat berfungsi sebagai pengendali permasalahan lingkungan , terutama banjir. 1.4.2 Manfaat Bagi Pemerintah

(11)

Memberikan alternatif rencana desain sistem drainase bagi masyarakat daerah sasaran

1.4.3 Manfaat Bagi Masyarakat

Sebagai sistem yang direncanakan dapat mengendalikan banjir sehingga dapat meningkatkan kondisi kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat sasaran

1.5 RUANG LINGKUP

Pada dasarnya ada beberapa macam sistem darainase salah satunya adalah drainase daerah pemukiman. Pada tugas perencanaan ini adalah mengenai evaluasi sistem drainase wilayah Kelurahan Tugurejo, Kecamatan Tugu, Kota Semarang.

Berdasarkan data curah hujan yang berasal dari stasiun, harus dibuat perhitungan mengenai analisa hidrologi serta intensitas hujan dengan PUH (Periode Ulang Hujan) yang telah ditetapkan. Dengan diketahui intensitas hujan pada masing-masing PUH, dimensi saluran drainase yang direncanakan dapat dihitung.

Untuk rencana induk sistem drainase ini diberikan beberapa alternatif rencana penyaluran. Pemilihan alternatif yang sesuai harus mempertahankan segi karasteristik daerah (jumlah penduduk, keadaan topografi, tataguna lahan, curah hujan) juga dari segi ekonomis. Demikian juga untuk pemilihan bentuk dan jenisnya.

Secara garis besar lingkup pengerjaan tugas ini meliputi: Ruang lingkup tugas evaluasi system drainase ini adalah:

1. Mengamati dan menganalisa penerapan system drainase di Kelurahan Tugurejo, Kecamatan Tugu, Semarang

2. Melakukan pencatatan dan pengumpulan data-data penunjang untuk penyusunan laporan.

(12)

Data yang diperlukan adalah :

 Beberapa studi literatur mengenai dasar-dasar perencanaan sistem drainase

 Menyusun gambaran dan mengumpulkan data mengenai daeah perencanaan yang berupa :

- Data Primer : survey lapangan ( kondisi sistem drainase wilayah perencanaan )

- Data Sekunder : Peta Administrasi , Peta Topografi, Peta Tata Guna Lahan , Peta Jaringan Jalan, Peta Jaringan sungai

3. Melakukan evaluasi terhadap system drainase di Kelurahan Tugurejo, Kecamatan Tugu, Semarang dengan membandingkan antara penerapan di lapangan dengan kajian teori.

4. Perhitungan system drainase yang sesuai dengan daerah tersebut. 5. Penentuan rencana bangunan penunjang sistem drainase

1.6 SISTEMATIKA PENULISAN

Bab I Pendahuluan

Meliputi latar belakang, tujuan, manfaat , dan ruang lingkup tugas serta sistematika penulisan laporan.

Bab II Tinjauan Pustaka

Meliputi dasar-dasar teori dengan studi literatur yang mendukung perencanaan sistem drainase di suatu kawasan.

Bab III Metode Perencanaan

Metodelogi perecanaan yang berisi tujuan operasional dari perencanaan sistem drainase di daerah perencanaan serta aspek data penunjang yang

(13)

digunakan untuk kebutuhan pengukuran data curah hujan dan aspek perencanaan lainnya.

Bab IV Gambaran Umum Daerah Perencanaan

Meliputi data – data yang bermanfaat dalam evaluasi sistem drainase Wilayah Kelurahan Tugurejo yang berupa gambaran fisik (keadaan geografi, topografi, geologi, hidrologi, tata guna lahan, dan demografi); gambaran sosial ekonomi (jumlah penduduk dan mata pencaharian) serta Fasilitas umum (fasilitas peribadatan, dan kesehatan). Selain itu juga terdapat gambaran tentang system drainase yang sudah diterapkan.

Bab V Analisa dan Pembahasan

Meliputi perencanaan sistem drainase yang sesuai dengan kondisi daerah perencanaan. Meliputi dasar-dasar perencanan system drainase, layout system jaringan drainase, analisa hidrologi, dan perencanaan dimensi saluran.

Bab VI Penutup

Berisikan kesimpulan tentang sistem drainase dari daerah perencanaan dengan sistem drainase yang tepat

(14)
(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 UMUM

2.1.1 Definisi Drainase

Drainase berasal dari bahasa Inggris drainage yang berarti mangalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air (Suripin, 2003). Menurut terminologinya, drainase menyatakan tentang sistem-sistem yang berkaitan dengan penanganan masalah kelebihan air, baik di atas maupun di bawah permukaan tanah.

Definisi drainase secara umum yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari usaha untuk mengalirkan air yang berlebihan dalam suatu konteks pemanfaatan tertentu. Sedangkan drainase perkotaan adalah sistem prasarana drainase dalam wilayah kota yang intinya berfungsi selain untuk mengendalikan dan mengalirkan limpasan air hujan yang berlebihan dengan aman, juga untuk mengendalikan dan mengalirkan kelebihan air lainnya yang mempunyai dampak mengganggu dan /atau mencemari lingkungan perkotaan, yaitu air buangan atau air limbah lainnya (Hardjosuprapto dan.Masduki, 1999).

Pada literatur lain, drainase didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari usaha untuk mengalirkan air yang berlebihan dalam suatu konteks pemanfaatan tertentu. Sedangkan drainase perkotaan adalah ilmu drainase yang mengkhususkan pengkajian pada kawasan perkotaan yang erat kaitannya dengan kondisi lingkungan fisik dan lingkungan sosial budaya yang ada dikawasan kota tersebut. Drainase perkotaan meliputi pemukiman, kawasan industri dan perdagangan, sekolah, rumah sakit, lapangan olah raga, lapangan parkir, pelabuhan udara, serta tempat lainnya yang merupakan bagian dari sarana kota (Tim Penulis Perguran Tinggi Swasta,1997).

(16)

Jaringan drainase perkotaan meliputi seluruh alur, baik alur alam maupun alur buatan yang hulunya terletak di kota dan bermuara di sungai yang melewati kota tersebut atau ke laut di tepi kota tersebut.

Secara umum kegunaan drainase adalah sebagai berikut :

a. Merupakan tindakan teknis untuk memperbaiki daerah becek, genangan air dan banjir.

b. Menurunkan permukaan air tanah yang tinggi. Jadi dalam pengertian umum, perlunya drainase adalah untuk membuang akumulasi air yang berlebihan, baik yang berada di atas maupun di bawah permukaan tanah.

2.1.2 Jenis Drainase

Jenis-jenis drainase digolongkan berdasarkan sudut pandang tertentu dibagi menjadi beberapa jenis sebagai berikut (Tim Penulis Perguruan Tinggi Swasta,1997):

1. Menurut Sejarah Terbentuknya

a. Drainase Alamiah (Natural Drainage)

Drainase yang terbentuk secara alami dan tidak terdapat bangunan-bangunan penunjang seperti bangunan-bangunan pelimpah, pasangan batu/beton, gorong-gorong dan lain-lain. Saluran ini terbentuk oleh gerusan air yang bergerak karena gravitasi yang lambat laun membentuk jalan air yang permanen seperti sungai.

b. Drainase Buatan (Artificial Drainage)

Drainase yang dibuat dengan maksud dan tujuan tertentu sehingga memerlukan bangunan khusus seperti selokan, pasangan batu/beton, gorong-gorong, pipa, dan sebagainya

2. Menurut Letak Bangunan

(17)

Saluran drainase yang berada di atas permukaan tanah yang berfungsi mengalirkan air limpasan permukaan. Analisa alirannya merupakan analisa open channel flow.

b. Drainase Bawah Permukaan Tanah (Subsurface Drainage)

Saluran drainase yang bertujuan mangalirkan air limpasan permukaan melalui media di bawah permukaan tanah (pipa-pipa), dikarenakan suatu alasan-alasan tertentu, antara lain tuntutan artistik, fungsi permukaan yang tidak memperbolehkan adanya saluran di permukaan tanah seperti lapangan sepak bola, lapangan terbang, taman, dan lain-lain.

3. Menurut Fungsi

a. Single Purpose, yaitu saluran yang berfungsi mengalirkan satu jenis air buangan, misalnya air hujan saja atau jenis air buangan yang lain seperti limbah domestik, industri, dan lain-lain.

b. Multi Purpose, yaitu saluran yang berfungsi mengalirkan beberapa jenis air buangan baik secara bercampur atau bergantian.

4. Menurut Kontruksi

a. Saluran terbuka, yaitu saluran yang lebih cocok drainase air hujan yang terletak di daerah yang mempunyai luasan yang cukup, ataupun untuk drainase air non hujan yang tidak mengganggu kesehatan atau lingkungan.

b. Saluran tertutup, yaitu saluran pada umumnya sering dipakai untuk aliran air kotor atau untuk saluran yang di tengah kota.

2.2 SISTEM DRAINASE

Pertumbuhan kota dan perkembangan industri menimbulkan dampak yang cukup besar pada siklus hidrologi sehingga berpengaruh besar terhadap sistem drainase perkotaan. Setiap perkembangan kota harus diikuti dengan perbaikan

(18)

sistem drainase. Jaringan drainase perkotaan meliputi seluruh alur air, baik alur alam maupun alur buatan yang hulunya terletak di kota dan bermuara di sungai yang melewati kota tersebut atau bermuara ke laut di tepi kota tersebut.

2.2.1 Sumber Air Buangan

Secara umum sumber-sumber air buangan kota dibagi dalam kelompok-kelompok (disesuaikan dengan perencanaan air minum yang ada), diantaranya (Tim Penulis Perguran Tinggi Swasta,1997).:

1. Rumah tangga 2. Perdagangan 3. Industri 4. Pendidikan 5. Tempat peribadatan 6. Sarana rekreasi

Untuk menghindari terjadinya pembusukan dalam pengaliran air buangan harus sudah tiba di banguanan pengolahan tidak lebih dari 18 jam untuk daerah tropis.

Dalam perencanaan, estimasi mengenai total aliran air buangan dibagi menjadi 3 (tiga) hal yaitu:

1. Air buangan domestik, yaitu maksimum aliran air buangan domestik untuk daerah yang dilayani pada periode waktu tertentu.

2. Infiltrasi air permukaan (hujan) dan air tanah (pada daerah pelayanan dan sepanjang pipa).

3. Air buangan industri dan komersial, yaitu tambahan aliran maksimum dari daerah-daerah industri dan komersial.

(19)

2.2.2 Fungsi Jaringan

Pada sistem pengumpulan air buangan perlu diperhatikan 2 (dua) macam air buangan, yaitu air hujan dan air kotor (bekas). Tiga cara atau sistem buangan, yaitu (Tim Penulis Perguran Tinggi Swasta, 1997):

1. Sistem Terpisah (Sparate System)

Air kotor dan air hujan dilayani oleh sistem saluran masimg-masing secara terpisah. Pemilihan sistem ini berdasarkan atas beberapa pertimbangan antara lain:

a. Periode musim hujan dan musim kemarau yang terlalu lama. b. Kuantitas yang jauh berbeda antara buangan dan air hujan.

c. Air buangan memerlukan pengolahan terlebih dahulu sedangkan air hujan tidak perlu dan harus secepatnya dibuang ke saluran pembuangan.

Keuntungan dan kerugian dari sistem ini adalah sebagai berikut : a) Keuntungan

 Sistem saluran mempunyai dimensi yang kecil sehingga memudahkan saluran dan operasinya.

 Penggunaan sistem terpisah mengurangi bahaya bagi kesehatan masyarakat.

 Pada instalasi pengolahan air buangan tidak ada tambahan beban kapasitas, karena penambahan air hujan.

 Pada sistem ini untuk saluran air buangan bisa dierencanakan pembilasan sendiri, baik pada musim kemarau maupun pada musim penghujan.

b) Kerugian

Harus membuat dua sistem saluaran sehingga memerlukan tempat yang luas dan biaya yang cukup besar.

(20)

2. Sistem Tercampur (Combined System)

Air kotor dan air hujan disalurkan melalui satu saluran yang sama. Saluran ini harus tertutup. Pemilihan sistem ini didasarkan atas beberapa pertimbangan antara lain:

a. Debit masing-masing buangan relatif kecil sehingga dapat disatukan.

b. Kuantitas air buangan dan air hujan tidak jauh berbeda. c. Frekuensi curah hujan dari tahun ke tahun relative kecil. Keuntungan dan kerugian dari sistem ini adalah sebagai berikut :

a) Keuntungan:

 Hanya diperlukan satu sistem penyaluran air sehingga dalam pemilihannya lebih ekonomis.

 Terjadi pengenceran air buangan oleh air huajan sehingga konsentrasi air buangan menurun.

b) Kerugian

Diperlukan areal yang luas untuk menempatkan instalasi tambahan untuk penanggulangan pada saat-saat tertentu.

3. Sistem Kombinasi

Sistem kombinasi merupakan perpaduan antara saluran air buangan dan air hujan tercampur dalam satu air buangan, sedangkan air hujan berfungsi sebagai pengencer dan penggelontor. Kedua saluran ini tidak bersatu tetapi dihubungkan dengan sistem perpipaan interceptor.

Beberapa faktor yang dapat digunakan dalam menentukan pemilihan sistem adalah:

1. Perbedaan yang cukup besar antara kuantitas air buangan melalui jaringan penyalur air buangan dan kuantitas curah hujan pada daerah pelayanan.

(21)

2. Umumnya dalam kota dilalui sungai-sungai dimana air hujan secepatnya dibuang ke dalam sungai-sungai tersebut.

3. Periode musim kemarau dan musim hujan yang lama dan fluktuasi air hujan yang tidak tetap.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka secara teknis dan ekonomis sistem yang memungkinkan diterapkan adalah sistem terpisah antara air buangan rumah tangga dengan air buangan yang berasal dari air hujan.

2.2.3 Jenis Saluran Air Hujan

Pada sistem penyaluran terpisah, air hujan dialirkan tersendiri dengan menggunakan saluran terbuka. Saluran air hujan terdiri atas tiga jenis, yaitu :

1. Saluran Tertier, yaitu saluran yang terdapat pada jalan-jalan kecil, untuk kemudian menyalurkan air hujan menuju ke saluran yang lebih besar. 2. Saluran Sekunder, yaitu saluran lanjutan dari saluran tertier, dengan

kuantitas air merupakan kumulatif dari saluran-saluran yang kecil, lalu disalurkan menuju saluran utama/saluran primer.

3. Saluran Primer, yaitu saluran yang menampung air hujan dari beberapa daerah pengaliran lewat saluran sekunder.

Untuk saluran air hujan yang melewati daerah ramai dan sibuk seperti daerah pertokoan, pasar, industri, perkantoran, dan rumah sakit umumnya menggunakan saluran tertutup. Hal ini untuk menghindari agar orang tidak terperosok dan pada daerah ramai umumnya lahan sangat diperlukan, sehingga dengan saluran tertutup bagian atas saluran dapat digunakan untuk kepentingan lain, misalkan untuk tempat parkir, trotoir, dan sebagainya (Tim Penulis Perguran Tinggi Swasta,1997).

(22)

2.3 TATA LETAK SALURAN DRAINASE

2.3.1 Alternatif Tata Letak Saluran Drainase.

Beberapa contoh model tata letak saluran yang dapat diterapkan dalam perencanaan sistem saluran drainase adalah :

1. Pola Alamiah

Letak drain (b) ada di bagian terendah (lembah) dari suatu daerah yang secara efektif berfungsi sebagai pengumpul dari anak cabang saluran/collector drain (a), dengan collector dan conveyor drain merupakan saluran alamiah.

a b a

Gambar 2.1

Sumber : Drainase Perkotaan,1997

2. Pola Siku

Conveyor drain (b) terletak di lembah dan merupakan saluran alamiah, sedangkan collector drain (a) dibuat tegak lurus dari conveyor drain.

a

b

Gambar 2.2

(23)

3. Pola Paralel

Collector drain yang menampung debit dari sungai-sungai yang lebih kecil, dibuat sejajar satu sama lain dan kemudian masuk ke dalam conveyor drain.

a

Gambar 2.3

Sumber : Drainase Perkotaan,1997

4. Pola “Grid Iron”

Beberapa interceptor drain (a) dibuat satu sama lain sejajar, kemudian ditampung di collector drain (b) untuk selanjutnya masuk ke dalam conveyor drain (c) a

b c

Gambar 2.4

Sumber : Drainase Perkotaan,1997

5. Pola Radial.

Suatu daerah genangan dikeringkan melalui beberapa collector drain dari satu titik menyebar ke segala arah (sesuai dengan kondisi topografi daerah).

Gambar 2.5

Sumber : Drainase Perkotaan,1997 b

(24)

6. Pola Jaring-jaring

Untuk mencegah terjadinya pembebanan aliran dari suatu daerah terhadap daerah lainnya, maka dapat dibuat beberapa interceptor drain (a) yang kemudian ditampung ke dalam saluran collector (b), dan selanjutnya dialirkan menuju saluran conveyor (c).

Gambar 2.6

Sumber : Drainase Perkotaan,1997

2.3.2 Susunan dan Fungsi Saluran Dalam Jaringan Drainase

Dalam pengertian jaringan drainase, maka sesuai dengan fungsi dan sistem kerjanya, jenis saluran dapat dibedakan menjadi :

1. Interceptor drain, adalah saluran yang berfungsi sebagai pencegah terjadinya pembebanan aliran dari suatu daerah terhadap daerah lain di bawahnya.

2. Collector drain, adalah saluran yang berfungsi sebagai pengumpul debit yang diperoleh dari saluran drainase yang lebih kecil dan akhirnya akan dibuang ke saluran conveyor (pembawa).

3. Conveyor drain, adalah saluran yang berfungsi sebagai pembawa air buangan dari suatu daerah ke lokasi pembuangan tanpa harus membahayakan daerah yang dilalui.

Letak conveyor di bagian terendah lembah dari suatu daerah, sehingga secara efektif dapat berfungsi sebagai pengumpul dari anak saluran yang ada.

a a a b b b c

(25)

Dalam pengertian yang lain, saluran ini berbeda dengan sub surface drainage atau bawah tanah.

2.4 BANGUNAN PENUNJANG

Untuk menjamin berfungsinya saluran drainase secara baik, maka diperlukan bangunan-bangunan pelengkap di tempat-tempat tertentu. Jenis bangunan pelengkap yang dimaksud meliputi:

a. Bangunan silang, misal : gorong-gorong

b. Bangunan pemecah energi, misal : bangunan terjunan dan saluran curam c. Bangunan pengaman, misal : ground sill/leveling structure

d. Bangunan inlet, misal : grill samping/datar e. Bangunan outlet, misal : kolam loncat air

f. Bangunan pintu air, misal : pintu geser, pintu otomatis g. Bangunan rumah pompa

h. Bangunan kolam tandon/pengumpul i. Bangunan lubang kontrol/manhole j. Bangunan instalasi pengolah limbah

k. Peralatan penunjang, berupa : AWLR, ORR, stasiun meteorology, detector kualitas air, dsb.

Semua banguan tersebut di atas tidak selalu harus ada pada setiap jaringan drainase. Keanekaragamannya tergantung pada kebutuhan setempat yang biasanya dipengaruhi oleh fungsi saluran, kondisi lingkungan, dan tuntutan akan kesempurnaan jaringannya.

(26)

2.5 ANALISA HIDROLOGI

Perencanaan sistem drainase perkotaan tidak lepas dari aspek hidrologi, yakni hujan yang terjadi pada kawasan terebut. Aspek hidrologi sangat berpengaruh terutama dalam penentuan dimensi saluran drainase, karena air hujan inilah yang harus segera dibuang atau dialirkan dari permukaan tanah agar tidak menggenang.

Untuk pembangunan sebuah sistem drainase air hujan dalam suatu wilayah diperlukan beberapa macam analisa terhadap berbagai bidang yang terkait dan berpengaruh terhadap sistem perencanaan. Salah satu yang paling penting adalah menganalisa sumber air yang ada terutama air hujan sehingga diketahui distribusi curah hujan. Distribusi curah hujan berbeda-beda sesuai dengan jangka waktu yang kita tinjau, misalnya curah hujan tahunan, harian, dan perjam.

Untuk perencanaan saluran drainase dilakukan analisis terhadap data curah hujan harian maksimum, yaitu data curah hujan yang paling tinggi untuk tahun tertentu. Pengolahan dan analisa data dilakukan terhadap data curah hujan harian maksimum sebanyak 10 tahun terakhir.

2.5.1 Siklus Hidrologi

Dalam siklus hidrologi energi panas matahari menyebabkan terjadinya proses evaporasi di laut atau badan-badan air lainnya. Uap air tesebut akan terbawa oleh angina melintasi daratan yang bergunung maupun datar, dan apabila keadaan atmosfer memungkinkan, sebagian dari uap air tersebut akan turun sebagai hujan.

Air hujan yang dapat mencapai permukaan tanah, sebagian akan turun dan meresap ke dalam tana (infiltration). Sedangkan air hujan yang tidak masuk ke dalam tanah akan tertampung sementara di dalam cekungan-cekungan permukaan tanah (surface detention) untuk kemudian mengalir ke tempat yang lebih rendah

(27)

Gambar 2.7 Siklus Hujan

2.5.2 Karasteristik Hujan

Hujan pada tiap-tiap wilayah memiliki karakteristik masing-masing sesuai dengan kondisi wilayah tersebut. Karakteristik hujan antara lain :

1. Durasi hujan, adalah lama kejadian hujan (menitan, jam-jaman, harian) yang diperoleh dari hasil pencatatan alat pengukur hujan otomatis.

2. Intensitas hujan, adalah jumlah hujan yang dinyatakan dalam tinggi hujan atau volume hujan tiap satuan waktu. Nilai ini tergantung dari lamanya curah hujan dan frekuensi kejadiannya serta diperoleh dengan cara analisis data hujan baik secara statistik maupun empiris.

3. Lengkung intensitas hujan adalah grafik yang menyatakan hubungan antara intensitas hujan dengan durasi hujan.

4. Waktu konsentrasi (tc) adalah waktu yang diperlukan untuk mengalirkan air dari titik yang paling jauh pada daerah aliran ke titik kontrol yang ditentukan di bagian hilir suatu saluran. Rumus untuk menghitung waktu konsentrasi :

tc = to + td………..……….. (2.1) (Suripin, 2003) Waktu konsentrasi terdiri atas dua komponen, yaitu :

a. Inlet time (to), yaitu waktu yang diperlukan air untuk mengalir di atas permukaan tanah menuju saluran drainase. Untuk menghitung

(28)

to pada daerah pengaliran yang kecil dengan panjang limpasan sampai dengan ± 300 meter, menggunakan rumus :

3 / 1 5 . 0 ) 1 , 1 ( 26 , 3 o o S xL C to  ……….……….... (2.2) Keterangan:

to = inlet time (menit) C = koefisien pengaliran

Lo = panjang aliran limpasan (m) So = kemiringan (%)

Atau menggunakan persamaan:     S n L to 3,28 3 2 ...(2.3) Keterangan:

to = inlet time (menit)

n = angka kekasaran Manning S = kemiringan lahan

L = panjang lintasan aliran di atas permukaan lahan (m) (Suripin, 2003) b. Conduit time (td), yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di sepanjang saluran sampai ke titik kontrol yang ditentukan di bagian hilir.

(29)

td =

V Ls

60 ……….…(2.4)

Keterangan:

td = conduit time (menit ) Ls = panjang saluran (m)

Vd = kecepatan air dalam saluran (m/detik)

(Suripin, 2003) Kecepatan air dalam saluran tergantung kepada kondisi salurannya. Untuk saluran alami, sifat-sifat hidroliknya sulit ditentukan sehingga td dapat ditentukan dengan menggunakan perkiraan kecepatan air seperti pada tabel 2.1

Tabel 2.1

Kecepatan untuk Saluran Alami

Kemiringan Rata-rata Dasar Saluran (%)

Kecepatan Rata-rata (m/detik)

<1 1 – 2 2 – 4 4 – 6 6 – 10 10 – 15 0,40 0,60 0,90 1,20 1,50 2,40

(30)

2.5.3 Data Hujan

Data curah hujan yang akan dianalisa berupa array data tinggi hujan harian maksimum dalam setahun, selama paling sedikit 10 tahun pengamatan berturut-turut. Data hujan yang umum menjadi bahan kajian adalah (Asdak, 2003):

1. Jumlah hujan tahunan total untuk luas wilayah tertentu.

2. Variasi hujan musiman dan tahunan serta reabilitasi hujan musiman. 3. Prakiraan besarnya curah hujan rata-rata untuk luas wilayah tertentu atau

penentuan pola spasial dan perubahan kejadian hujan tunggal.

4. Frekuansi kejadian hujan untuk besaran yang berbeda dan untuk mempelajari karakteristik statistik data hujan.

5. Prakiraan besarnya kejadian hujan terbesar untuk suatu wilayah tertentu (Probable Maximum Precipitation).

Untuk menganalisa data curah hujan harian ini, dapat digunakan beberapa metoda analisa distribusi probabilitas yang dipandang sangat berguna bagi perencanaan teknis secara teoritis. Beberapa tahapan dalam menentukan curah hujan maksimum adalah seperti dijelaskan dibawah ini :

a. Melengkapi data curah hujan yang hilang

Hasil pengukuran hujan yang diterima oleh pusat Meteorologi dan Geofisika dari stasiun-stasiun pengamatan hujan kadang-kadang ada yang tidak lengkap, sehingga didalam daftar hujan ada data yang hilang. Untuk melengkapi data yang hilang itu, kit adapt melakukan perkiraan. Sebagai dasar untuk perkiraan ini digunakan data hujan dari data hujan stasiun pengamat yang berdekatan dan mengelilingi stasiun pengamat yang datanya tidak lengkap.

 Jika selisih antara hujan tahunan normal dari stasiun yang datanya tdak lengkap dengan hujan tahunan normal semua stasiun kurang dari 10 %, maka perkiraan data yang hilang bisa mengambil harga rata-rata

(31)

hitung dari stasiun–stasiun yang mengelilinginya atau metode aritmatik .

 Jika selisihnya lebih dari pada 10 %, maka dapat menggunakan metoda perbandingan rasio normal, yaitu :

) ( . ) 1 ( 1 1 Rn rn N Rx rx n i    ……….……….. (2.5) Keterangan :

rx : Curah hujan yang dilengkapi

Rx : Rata-rata curah hujan pada stasiun pengamat yang salah satu tinggi curah hujannya sedang dilengkapi

N : Banyaknya stasiun pengamat hujan untuk perhitungan N > 2

rn : Curah hujan pada tahun yang sama dengan rx pada stasiun pembanding.

Rn : Curah hujan rata-rata tahunan pada stasiun pengamat hujan pembanding.

(Hardjosuprapto dan Masduki, 1999)

b. Uji Konsistensi Data Curah Hujan

Data-data yang dipakai untuk untuk keperluan perencanaan drainase adalah data hujan harian maksimum yang memenuhi persyaratan baik kualitas maupun kuantitas.

Sebelumnya harus ditentukan, apakah terjadi penyimpangan data hujan, atau ketidakkonsistensian, atau non homogenitas yang bisa mengakibatkan hasil perhitungan menjadi tidak tepat. Ketidakkonsistensian data curah hujan ini disebabkan oleh faktor :

 Perubahan mendadak pada sistem lingkungan  Pemindahan alat ukur

(32)

 Perubahan cara pengukuran

Ketidakkonsistensian data hujan ditandai dengan beloknya grafik garis lurus yang terdiri dari :

a) Absis, yaitu oleh harga rata-rata curah hujan dari paling sedikit 5 (lima) stasiun hujan yang datanya dipakai dalam perhitungan perencanaan sistem drainase .

b) Ordinat, yaitu oleh curah hujan dari stasiun yang diuji konsistensiannya. Keduanya harus dalam tahun yang bersamaan dan diplot dalam koordinat

cartesius, yang dimulai dari data pada tahun yang terbaru. Harga rata-rata yang

diplot merupakan harga kumulatif .

Konsistensi data hujan kemudian diuji dengan garis massa ganda (double

mass curves technique). Dengan metoda ini dapat juga dilakukan koreksi datanya.

Dasar metoda ini adalah membandingkan curah hujan tahunan akumulatif dari jaringan stasiun dasar. Curah hujan yang konsisten seharusnya membentuk garis lurus, namun apabila tidak membentuk garis lurus, maka diadakan koreksi sebagai berikut : Fk = TL TB tg tg   ………...………..(2.6) Rk = Fk. R………...……..…(2.7) Keterangan:

,  : sudut kemiringan data hujan dari stasiun yang dicari Fk : faktor koreksi

R : curah hujan asli

(33)

c. Menghitung Hujan Wilayah Rata-rata Daerah Aliran

Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu (Soemarto, 1995). Curah hujan ini disebut curah hujan wilayah/daerah dan dinyatakan dalam mm. Curah hujan daerah ini harus diperkirakan dari beberapa titik pengamatan curah hujan. Cara-cara perhitungan curah hujan daerah dari pengamatan curah hujan di beberapa titik adalah sebagai berikut :

 Metode Rata-rata Aljabar

Metode ini adalah perhitungan rata-rata secara aljabar curah hujan di dalam dan di sekitar daerah yang bersangkutan. Metode ini digunakan untuk dat hujan dengan jumlah stasiun relative banyak, perbedaan stasiun tidak terlalu besar dan selisih rata-rata kurang dari 10%.

R = n

1

(R1 + R2 + R3 + … +Rn)……….(2.8)

Keterangan:

R : curah hujan daerah (mm)

n : jumlah titik (pos-pos) pengamatan

R1 , R2 , R3… Rn : curah hujan di tiap titik pengamatan (mm)

(Tim Penulis Perguran Tinggi Swasta ,1997)  Metode Polygon Thyssen

Jika titik-titik pengamatan di dalam daerah itu tidak tersebar merata dan masing-masing ketinggian terwakili, maka cara perhitungan curah hujan rata-rata dilakukan dengan memperhitungkan daerah pengaruh tiap titik

(34)

pengamatan (Varsheney, 1979). Curah hujan daerah itu dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

n n n n n n n R W R W R W R W R A R A R A R A R A R A A A A R A R A R A R A R                    ... ... ... ... 3 3 2 2 1 1 3 3 2 2 1 1 3 2 1 3 3 2 2 1 1 ………...…………...…(2.9) Keterangan:

R : Curah hujan daerah

R1, R2, R3,…Rn : Curah hujan di tiap titik pengamatan dan n adalah jumlah titik-titik pengamatan

A1, A2, A3,…An : Luas daerah yang mewakili tiap titik pengamatan Gambar dari penentuan curah hujan dengan metode polygon Thiessen adalah sebagai berikut :

Gambar 2.8 Poligon Thiessen

Keterangan:

I : Stasiun I dengan luas Poligon A1 II : Stasiun II dengan luas poligon A2 III : Stasiun III dengan luas poligon A3 A1 : Luas daerah yang dibatasi LON

M L N A1 A2 A3 O

(35)

A3 : Luas daerah yang dibatasi MON

(Varsheney, 1979)  Metode Isohyet

Metode ini digunakan untuk daerah dengan topografi yang tidak rata dan dihitung sesuai ketinggian kontur, tetapi tidak berlaku untuk

masing-masing tahun. Dirumuskan sebagai berikut :

Gambar 2.9 metode Ishoyet

1 2 1 1 1 3 2 2 2 1 1 ... 2 ... 2 2                                n n n n A A A P P A P P A P P A P ……… (2.10) Keterangan:

A1, A2,…An : Luas area

P : Tinggi curah hujan rata-rata areal P1, P2,…Pn : Luas total daerah cakupan

(Suripin, 2003)

(36)

Untuk mencari besar presipitasi harian untuk setiap periode ulang dapat dilakukan dengan berbagai metode, diantaranya:

 Metode Gumbel

Hujan harian maksimum metode Gumbel dirumuskan sebagai berikut :

RT = R + c (Yt /Yn)…..………..…(2.11)

Keterangan:

RT : HHM rencana dengan PUH T tahun

R : Presipitasi rata-rata dalam kisaran data HHMS (mm/24jam)  R : Standard Deviasi

 N : Expected Standard Deviasi Yn : Expected Mean Reduced Variate Yt : Reduced Variated untuk PUH = t tahun

(Loebis, 1992)

Tabel 2.2

Reduced Variate (Yt) pada PUH t tahun

PUH = t TAHUN REDUCED VARIATED

2 0,3665

5 1,4999

10 2,2502

(37)

PUH = t TAHUN REDUCED VARIATED

50 3,9019

100 4,6001

Sumber: Nemec, 1972

Pada metode ini yang perlu dicari adalah rentang keyakinannya

(convidence interval), yaitu keyakinan bahwa harga-harga perkiraan

tersebut mempunyai rentang harga, misal dari 100 mm/24 jam, yang ditulis (105  5) mm/24 jam. Jadi rentang keyakinan adalah  5 mm/24 jam. Persamaannya adalah:

Rk = t(a). Se………...………(2.12)

Keterangan:

Rk : rentang keyakinan (mm/24 jam) T(a) : fungsi a

Untuk a : 90%, t(a) = 1,64 Untuk a : 80%, t(a) = 1,282 Untuk a : 68%, t(a) = 1,00

Se : Probality error (eror deviasi)

Se =

N R

b………...(2.13)

(38)

k = N Yn Yt   ………...………....(2.15)

N : Jumlah data tahun pengamatan

(Loebis, 1992)  Metode Gumbel Termodifikasi

Rumus metode Gumbel termodifikasi adalah: ) ) 45 . 0 1 ln(ln( 78 . 0 ( SD T T R RT      ………...………..(2.16) Keterangan:

R = Rata-rata hujan wilayah terkoreksi T = Periode ulang hujan

SD = Simpangan deviasi

 1 ) ( 2 N R R SD i ………...……….( 2.17) Keterangan:

Ri = Hujan harian maksimum tiap tahun R = Rata-rata hujan wilayah terkoreksi N = Jumlah data curah hujan

(Hardjosuprapto dan Masduki, 1999)

b. Analisa Intensitas Hujan

Curah hujan jangka pendek dinyatakan dalam intensitas per jam yang disebut intensitas curah hujan (mm/jam). Besarnya intensitas curah hujan berbeda-beda yang disebabkan oleh lamanya curah hujan atau frekuensi kejadiannya. Beberapa rumus intensitas curah hujan yang dihubungkan dengan hal-hal ini, telah disusun sebagai rumus-rumus eksperimental. Yang biasanya digunakan antara lain :

(39)

 Metode Thalbott

Rumus ini dikemukakan oleh Prof. Talbott dalam tahun 1881 dan disebut jenis Talbott. Rumus ini banyak digunakan karena mudah diterapkan dimana tetapan-tetapan a dan b ditentukan dengan harga-harga yang diukur. b t a I   …………...……….…(2.40) Keterangan:

I : Intensitas curah hujan (mm/jam) t : Lamanya curah hujan (menit)

 

  

2 2 2 2 ) ( ) ( )( I I N I t I I It a          2 2 2 ) ( ) ( ) ( ) )( ( I I N t I N It I b         (Suripin, 2003)  Metode Sherman

Rumus ini dikemukakan oleh Prof. Sherman dalam tahun 1905 dan disebut jenis Sherman. Rumus ini mungkin cocok untuk jangka waktu curah hujan yang lamanya lebih dari 2 jam

Rumus yang digunakan :

n

t a

I………...……….………(2.41)

Keterangan:

log a = (  log I ) . (  log2t ) – (  log t . log I ) . (  log t) N (  log2t ) – (  log t )2

(40)

n = (  log I .  log t) – N(  log t.log I)

N (  log2t ) – (  log t )2

(Suripin, 2003)  Metode Ishiguro

Rumus ini dikemukakan oleh Dr. Ishiguro dalam tahun 1953. Rumus yang digunakan sebagai berikut :

I = a y ………..…..(2.42) t + b Keterangan: a = (  It .  I2 ) – (  I2t ).(  I ) N  I2 – (  I )2 b = (  I .  It ) – N ( I2t) N  I2 – (  I )2 Keterangan:

I : Intensitas hujan (mm/jam) t : Durasi Hujan (menit) a, b, n : konstanta

n : banyaknya data

(Suripin, 2003)  Metode Mononobe

Menurut Dr. Mononobe intensitas hujan (I) di dalam rumus rasional dapat dihitung dengan rumus :

(41)

jam mm t R I c / 24 24 3 2        ……...………(2.43) Keterangan:

R : curah hujan rancangan setempat dalam mm tc : lama waktu konsentrasi dalam jam

I : intensitas hujan dalam mm/jam

(Tim Penyusun Perguruan Tinggi Swasta, 1997)

c. Debit Rancangan dengan Metode Rasional

Debit rencana untuk daerah perkotaan umumnya dikehendaki pembuangan air secara tepat, agar jangan ada genangan air yang berarti.

Faktor-faktor yang menentukan tinggi genangan air yang diperbolehkan agar tidak menimbulkan kerugian yang berart, adalah:

a. Luas daerah yang akan tergenang. b. Lama waktu penggenangan.

Besarnya debit rencana dapat dihitung dengan metode rasional dan modifikasinya.  Metode rasional

Apabila luas daerah pengaliran lebih kecil dari 0,80 km2 (40-80 Ha), kapasitas pengaliran dapat dihitung dengan rumus:

Q = a x xI A……… (2.44)

Keterangan:

Q : Kapasitas pengaliran (m3/detik) a : Koefisien pengaliran

: Koefisien penyebaran hujan I : Intensitas hujan (mm/jam)

(42)

(Tim Penyusun Perguruan Tinggi Swasta, 1997)  Modifikasi Metode Rasional

Apabila luas daerah pengaliran antara 0,80 – 50 km2 maka metode rasional harus dimodifikasi dengan memperhitungkan efek penampungan saluran. Efek penampungan tersebut dinyatakan dalm bentuk koefisien

penampungan yang berfungsi untuk memperkecil nilai estimasi suatu daerah pengaliran yang relatif besar.

Kapasitas pengaliran dapat dihitung dengan rumus:

Q = f x Cs x C x I x A……….………..(2.45)

Keterangan:

Q : Kapasitas pengaliran (m3/detik) f : Faktor konversi (0,278)

I : Intensitas hujan (mm/jam) C : koefisien pengaliran

A : Luas daerah pengaliran (km2) Cs: koefisien penampungan (Nemec, 1972) Cs = td tc tc  2 2 ………...………..……..(2.46) Keterangan: tc = Waktu konsentrasi td = Waktu pengaliran (Nemec, 1972)

(43)

2.6 SUMUR RESAPAN

Sumur resapan telah banyak digunakan pada jaman dulu, yaitu dengan membuat lubang-lubang galian di kebun halaman serta memanfaatkan sumur-sumur yang tidak dipakai sebagai penampung air hujan.

Konsep sumur resapan adalah member kesempatan dan jalan pada air hujan yang jatuh di atap atau lahan yang kedap air untuk meresap ke dalam tanah denga jalan menampung air pada suatu sistem resapan. Sumur resapan ini merupakan sumur kosong dengan kapasitas tampungan yang cukup besar sebelum air meresap ke dalam tanah.

Berdasarkan konsep tersebut, maka ukuran atau dimensi sumur yang diperlukan untuk suatu lahan tergantung dari beberapa faktor, antara lain:

1. Luas permukaan penutupan,

Yaitu lahan yang airnya akan ditampung dalam sumur resapan, meliputi luas atap, lapangan parker dan perkerasan lain.

2. Karakteristik hujan

Meliputi intensitas hujan, lama hujan, selang waktu hujan. Secara umum dapat dikatakan bahwa makin tinggi hujan maka makin lama berlangsungnya hujan sehingga memerlukan volume sumur resapan yang makin besar. Sementara selang waktu hujan yang sangat besar dapat mengurangi volume sumur yang diperlukan

3. Koefisien permeabilitas tanah

Yaitu kemampuan tanah dalam melewatkan air per satuan waktu. Tanah berpasir mempunyai koefisien permeabilitas lebih tinggi dibandingkan tanah berlempung.

4. Tinggi muka air tanah

Pada kondisi muka air yang dalam, sumur resapan perlu dibuat secara besar-besaran karena tanah benar-benar memerlukan pengisian air melalui sumur-sumur resapan.

(44)

Secara teoritis, volume dan efisiensi sumur resapan dapat dihitung berdasarkan keseimbangan air yang masuk ke dalam sumur dan air meresap ke dalam tanah dan dapat dituliskan sebagai berikut:

( )

Dimana :

H = tinggi muka air dalam sumur (m) F = faktor geometrik (m)

Q = debit air masuk (m3/s) T = waktu pengaliran (sekon)

K = koefisien permeabilitas tanah (m/s) R = Jari-jari sumur (m)

Manfaat:

1. Mengurangi aliran permukaaan dan mencegah terjadinya genangan air 2. Mempertahankan tinggi muka air tanah dan menambah persediaan air

tanah

3. Mengurangi atau menahan terjadinya intrusi air laut bagi daerah yang berdekatan dengan wilayah pantai

4. Mencegah penurunan atau amblasan lahan sebagai akibat pengambilan air tanah yang berlebihan

(45)

Gambar 2.10 Skema Sumur Resapan

Gambar 2.11 Denah Sumur Resapan

Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Tata Cara Perencanaan Sumur Resapan Air Hujan untuk Lahan Pekarangan, menetapkan beberapa persyaratan umum yang harus dipenuhi sebuah sumur resapan yaitu :

1. Sumur resapan harus berada pada lahan yang datar, tidak pada tanah berlereng, curam atau labil.

(46)

2. Sumur resapan harus dijauhklan dari tempat penimbunan sampah, jauh

dari septic tank (minimum lima meter diukur dari tepi), dan berjarak minimum satu meter dari fondasi bangunan.

3. Penggalian sumur resapan bisa sampai tanah berpasir atau maksimal dua

meter di bawah permukaan air tanah. Kedalaman muka air (water table) tanah minimum 1,50 meter pada musim hujan.

4. Struktur tanah harus mempunyai permeabilitas tanah (kemampuan tanah

menyerap air) lebih besar atau sama dengan 2,0 cm per jam (artinya, genagan air setinggi 2 cm akan teresap habis dalam 1 jam), dengan tiga klasifikasi, yaitu :

• Permeabilitas sedang, yaitu 2,0-3,6 cm per jam.

• Permeabilitas tanah agak cepat (pasir halus), yaitu 3,6-36 cm per jam. • Permeabilitas tanah cepat (pasir kasar), yaitu lebih besar dari 36 cm

per jam.

Spesifikasi Sumur Resapan

Sumur resapan dapat dibuat oleh tukang pembuat sumur gali berpengalaman dengan memperhatikan persyaratan teknis tersebut dan spesifikasi

sebagai berikut:

1. Penutup Sumur

Untuk penutup sumur dapat dipilih beragam bahan diantaranya :

• Pelat beton bertulang tebal 10 cm dicampur dengan satu bagian semen, dua bagian pasir, dan tiga bagian kerikil.

• Pelat beton tidak bertulang tebal 10 cm dengan campuran perbandingan yang sama, berbentuk cubung dan tidak di beri beban di atasnya atau,

• Ferocement (setebal 10 cm). 2. Dinding sumur bagian atas dan bawah

Untuk dinding sumur dapat digunakan bis beton. Dinding sumur bagian atas dapat menggunakan batu bata merah, batako, campuran satu bagian semen, empat bagian pasir, diplester dan di aci semen.

(47)

3. Pengisi Sumur

Pengisi sumur dapat berupa batu pecah ukuran 10-20 cm, pecahan bata merah ukuran 5-10 cm, ijuk, serta arang. Pecahan batu tersebut disusun berongga. 4. Saluran air hujan

Dapat digunakan pipa PVC berdiameter 110 mm, pipa beton berdiameter 200 mm, dan pipa beton setengah lingkaran berdiameter 200 mm.

Satu hal yang penting, setelah sumur resapan dibuat, jangan lupakan perawatannya. Cukup dengan memeriksa sumur resapan setiap menjelang musim hujan atau, paling tidak, tiga tahun sekali.

Dengan membuat sumur resapan di pekarangan setiap rumah, maka diharapkan volume banjir dapat diminimumkan dan sekaligus menjaga cadangan air dalam tanah.

Sumur resapan air hujan adalah prasarana untuk menampung dan meresapkan air hujan ke dalam tanah. Sedangkan Lahan pekarangan adalah lahan atau halaman yang dapat difungsikan untuk menempatkan sumur resapan air hujan.

Persyaratan umum yang harus dipenuhi antara lain sebagai berikut:

1) Sumur resapan air hujan ditempatkan pada lahan yang relatif datar; 2) Air yang masuk ke dalam sumur resapan adalah air hujan tidak

tercemar;

3) Penetapan sumur resapan air hujan harus mempertimbangkan keamanan bangunan sekitarnya;

4) Harus memperhatikan peraturan daerah setempat;

5) Hal-hal yang tidak memenuhi ketentuan ini harus disetujui Instansi yang berwenang.

Persyaratan teknis yang harus dipenuhi antara lain adalah sebagai berikut: 1) Ke dalam air tanah minimum 1,50 m pada musin hujan;

2) Struktur tanah yang dapat digunakan harus mempunyai nilai permebilitas tanah ≥ 2,0 cm/jam.

(48)

3) Jarak penempatan sumur resapan air hujan terhadap bangunan, dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1.

Jarak minimum sumur resapan air hujan terhadap bangunan.

Perhitungan Sumur Resapan air Hujan antara lain : 1) Volume andil banjir digunakan Rumus :

Vab =0,855 Ctadah A tadah. R

Dimana;

Vab = Volume banjir yang akan ditampung sumur resapan (M3) Ctadah = Koefesien limpasan dari bidang tadah(tanpa satuan) A tadah = Luas bidang tadah (m2)

R = Tinggi hujan harian rata-rata (L/m2 hari).

2). Volume air hujan yang meresap digunakan rumus :

Vrsp = te/24.Atotal.K.

Dimana:

Vrsp = Volume air hujan yang meresap (m2).

te = durasi hujan efektif (jam).= 0,9.R.0,92/60 (jam).

(49)

K = Koefesien permeabilitas tanah (m/hari).

2.7 BIOPORI

Lubang Resapan Bipori adalah lubang yg dibuat secara tegak lurus (vertikal) kedalam tanah, dengan diameter 10-30 cm dan kedalaman 100 cm atau tidak melebihi muka air tanah dangkal. Lubang perlu diisi sampah organik sebagai sumber makanan fauna tanah dan akar tanaman yang mampu membuat biopori atau liang (terowongan-terowongan kecil) didalam tanah. Lubang Resapan Biopori adalah metode resapan air yg ditujukan untuk mengatasi banjir dengan cara meningkatkan daya resap air pada tanah. Fungsi lubang resapan atau biopori sangat penting bagi lingkungan. Dengan adanya lubang ini, maka air hujan akan langsung terserap ke dalam tanah. Sehingga akan menambah ketersediaan air di dalam tanah.

Gambar 2.12 Biopori

Lubang bioporiLubang resapan biopori adalah lubang silindris yang dibuat secara vertikal ke dalam tanah dengan diameter 10-30 cm dan kedalaman sekira 100 cm, atau dalam kasus tanah dengan permukaan air tanah dangkal, tidak sampai melebihi kedalaman muka air tanah.

(50)

Lubang diisi dengan sampah organik untuk memicu terbentuknya biopori. Biopori adalah pori-pori berbentuk lubang (terowongan kecil) yang dibuat oleh aktivitas fauna tanah atau akar tanaman.

Lubang resapan biopori merupakan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan untuk mengatasi banjir dengan cara meningkatkan daya resapan air. Kehadiran lubang resapan biopori secara langsung akan menambah bidang resapan air, setidaknya sebesar luas kolom atau dinding lubang.

Dengan aktivitas fauna tanah pada lubang resapan maka biopori akan terbentuk dan senantiasa terpelihara keberadaannya. Karena itu bidang resapan ini akan selalu terjaga kemampuannya dalam meresap air. Dengan demikian kombinasi antara luas bidang resapan dengan kehadiran biopori secara bersama-sama akan meningkatkan kemampuan dalam meresapkan air.

Lubang resapan biopori "diaktifkan" dengan memberikan sampah organik ke dalamnya. Sampah ini akan dijadikan sebagai sumber energi bagi organisme tanah untuk melakukan kegiatannya melalui proses dekomposisi. Sampah yang telah didekomposisi ini dikenal dengan kompos.

Melalui proses itu maka lubang resapan biopori selain berfungsi sebagai bidang peresap air juga sekaligus sebagai "pabrik" pembuat kompos. Kompos dapat dipanen pada setiap periode tertentu dan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik pada berbagai jenis tanaman, seperti tanaman hias, sayuran, dan jenis tanaman lainnya.

Untuk membuat biopori ada beberapa lokasi yang dapat dipilih. Pada dasar saluran, di sekeliling pohon, dan pada batas taman. Sementara alat yang digunakan untuk membuat lubang resapan biopori ini dibuat dengan menggunakan bor tanah, yaitu tipe bor LRB.

Adapun cara pembuatan lubang biopori:

1. Buat lubang silindris secara vertikal ke dalam tanah dengan diamater 10 cm. Kedalaman kurang lebih 100 cm atau tidak sampai melampaui muka air tanah bila air tanahnya dangkal. Jarak antarlubang antara 50 - 100 cm.

(51)

2. Mulut lubang dapat diperkuat dengan semen selebar 2-3 cm dengan tebal 2 cm di sekeliling mulut lubang.

3. Isi lubang dengan sampah organik yang berasal dari sampah dapur, sisa tanaman, dedaunan atau pangkasan rumput.

4. Sampah organik perlu selalu ditambahkan kedalam lubang yang isinya sellau berkurang dan menyusup akibat proses pelapukan.

5. Kompos yang terbentuk dalam lubang dapat diambil pada setiap akhir musim kemarau dengan pemeliharaan lubang resapan.

(52)

BAB III

METODOLOGI PERENCANAAN

3.1 TUJUAN PERENCANAAN

Tujuan perancangan sistem drainase di Kelurahan Tugurejo, Kecamatan Tugu, Semarang adalah sebagai berikut :

1. Menganalisis dan mengevaluasi sistem drainase dan permasalahan yang ditimbulkan.

2. Membuat perhitungan teknis yang meliputi debit air bersih dan buangan yang dihasilkan untuk menentuan dimensi saluran.

3. Menentukan rencana penanganan permasalahan dalam sistem drainase.

4. Menentukan bangunan-bangunan pelengkap yang diperlukan untuk menunjang sistem drainase di Kelurahan Tugurejo, Kecamatan Tugu, Kota Semarang.

5. Membuat desain sistem drainase secara utuh dan sistematis.

6. Membandingkan kondisi sistem drainase di lapangan dengan kondisi perancangan sehingga diperoleh sistem yang lebih baik.

3.2 METODE PERENCANAAN

Secara garis besar,sistem perencanan drainase ini merupakan perencanan saluran,baik secara terpisah maupun tercampur.Selain itu juga akan direncanakan bangunan pelengkap dan sistem pemeliharaan saluran drainase.

Metode perencanaan sistem drainase ini meliputi : a. Persiapan

1. Mengumpulkan masalah drainase meliputi data jenis tanah,survei tanah, dan tata guna lahan serta pengembangannya

(53)

2. Mengumpulkan data dan laporan yang berkaitan dengan sistem drainase,antara lain: peta daerah seluas batas administratif kota termasuk catchment area yang mempengaruhi,peta daerah pengaliran dari peta topografi,peta tata guna lahan,peta hidrologi dan hidrogeologi daerah perencanaan studi

3. Menganalisis dan mengevaluasi permasalahan serta memproses data tersebut dalam bentuk perencanaan

b. Pembuatan Outline Plan Drainase 1. Membuat proyeksi pelayanan

2. Membuat rencana penanganan permasalahan serta pentahapan penentuan prioritas dan rencana pelaksanaannya seperti penentuan sistem yang akan digunakan terpisah atau tercampur 3. Membuat perhitungan teknis meliputi limpasan hujan untuk debit

aliran dan juga penentuan dimensi saluran c. Pengerjaan Perencanaan Teknis

1. Mengevaluasi,menganalisis,dan mengolah data derta informasi yang telah dikumpulkan secara sistematik dari berbagai alternatif pemecahan persoalan banjir dan genangan pada daerah yang diidentifikasi

2. Menganalisis secara sistematik penyususnan prioritas dan pentahapan rencana

3. Menganalisis secara sistematik jenis konstruksi yang akan dilaksanakan serta mengadakan perhitungan hidrologi,hidrolika,struktur mekanika untuk menentukan dimensi saluran dan bangunan pelengkap

(54)

3.3.1 Pengumpulan Data Primer

1. Data Literatur, jurnal, makalah dan laporan perencanaan.

2. Data berupa debit air saluran

3. Data dimensi saluran, slope saluran dan kecepatan air saluran yang sesuai data klimatologi Kelurahan Tugurejo, Kecamatan Tugu, Semarang.

4. Data bangunan-bangunan pelengkap yang diperlukan untuk menunjang system Drainase di Kelurahan Tugurejo, Kecamatan Tugu, Semarang.

5. Data kondisi sistem drainase di lapangan untuk dibandingkan dengan kondisi perancangan.

3.3.2 Pengumpulan Data Sekunder

Data-data yang diperoleh dari kantor Bappeda ,kantor BPS Jawa Tengah dan BMKG kemudian diolah dalam bentuk perhitungan dan dianalisa untuk mendapatkan data-data sekunder. Data primer tersebut diantaranya:

a. Data kondisi fisik daerah perencanaan,meliputi posisi geografi, batas administrasi, kondisi iklim, topografi, hidrologi dan hidrogeologi serta tata guna lahan.

b. Data kependudukan c. Data fasilitas yang tersedia

3.4 TEKNIK PENGOLAHAN DATA

Pengolahan data dalam perencanaan sistem drainase Kelurahan Tugurejo, Kecamatan Tugu, Semarang. ini menggunakan beberapa tahap perhitungan yang disesuaikan dengan metode perencanaan. Tahap – tahap perhitungan tersebut meliputi:

(55)

a. Perhitungan limpasan hujan untuk debit aliran b. Perhitungan kecepatan dalam saluran

c. Perhitungan dimensi pada saluran drainase

3.5 TEKNIK ANALISIS

Dalam perencanaan, diperlukan analisis data untuk mengatasi permasalahan yang terjadi dilapangan seperti permasalahan banjir dan genangan air. Analisis data tersebut dilakukan secara sistematis berdasarkan pertimbangan daerah pelayanan.

Sistem Drainase di Kelurahan Tugurejo, Kecamatan Tugu, Semarang

ini direncanakan berdasarkan pengolahan data primer yang diperoleh dari Bappeda , BPS (Badan Pusat Statistik) dan BMKG setempat. Pengolahan data tersebut berupa tahapan perhitungan secara matematis.Perhitungan curah hujan rerata digunakan untuk perhitungan limpasan hujan sehingga didapatkan debit air yang diperoleh.Perhitungan kecepatan dalam saluran diperoleh dari kondisi daerah setempat seperti tata guna lahan dan topografi.Kemudian perhitungan-perhitungan tersebut dapat ditentukan dimensi saluran.Sedangkan dalam menentukan dimensi saluran perlu memperhatikan prioritas daerah perencanaan yang didasarkan ada tingkat pelayanan masing-masing.

Hasil dari perhitungan tersebut dianalisis dengan mempertimbangkan jenis konstruksi bangunan dan membandingkannya dengan eksisting dari sistem drainase Kelurahan Pudak Payung.Pada tahap akhir perencanaan diambil kesimpulan berupa desain saluran yang telah dianalisis dan sesuai dengan daerah pelayanan .

(56)

3.6 DIAGRAM ALIR PERENCANAAN SISTEM DRAINASE

Studi Literatur : Jurnal, Laporan Perencanaan

PenentuanDaerah Perencanaan

Pengumpulan Data

Data Primer :

Survei Lapangan: Survei kondisi wilayah perencanan (menentukan Gambaran Umum Wilayah Perencaan Data Sekunder : Peta Topografi Peta Jaringan Jalan Peta Administrasi Peta Tata Guna Lahan Data Penduduk/ Demografi Data Fasilitas Data Curah Hujan

Pengolahan Data

Analisa Data Curah Hujan Curah Hujan Wilayah Uji Konsistensi Hujan

Penulisan Laporan

Evaluasi dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

(57)

BAB IV

GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN

4.1 UMUM

Dalam merencanakan sistem drainase, kita harus mengetahui terlebih dahulu gambaran umum daerah perencanaan, yaitu Kelurahan Gondang, yang ditinjau dari aspek fisik meliputi batas-batas administrasi, kondisi iklim, topografi, hidrologi dan geohidrologi, tata guna lahan, serta keberadaan sumber mata air yang ada saat ini. Disamping itu juga ditinjau dari aspek sosial ekonomi yang kesemuanya akan diperlukan untuk mendukung perencanaan drainase pada daerah tersebut.

Gambar 4.1 Peta Wilayah Kelurahan Tugurejo

4.2 ASPEK FISIK

Identifikasi potensi dan masalah fisik merupakan penilaian terhadap kemampuan atau daya dukung lahan kota terhadap pengembangan kegiatan perkotaan. Dalam menentukan kesesuaian lahan

(58)

fisik tersebut, faktor-faktor ruang fisik harus diperhitungkan secara komprehensif.

4.2.1 ADMINISTRASI

Kelurahan Tugurejo ini mempunyai batas-batas administrasi wilayah sebagai berikut :

 Utara : Laut Jawa

 Selatan : Kecamatan Ngalian

 Timur : Kecamatan Semarang Barat, Kelurahan  Barat : Kelurahan Karanganyar

4.2.2 KLIMATOLOGI

Kelurahan Tugurejo ini beriklim tropis dengan suhu udara berkisar antara 22ºC - 42ºC. Seperti pada umumnya daerah – daerah lain di Indonesia, Kelurahan Tugurejo memiliki 2 musim, yaitu musim hujan antara bulan November-April dan musim kemarau pada bulan Juni-September.

Tabel 4. 1 Hujan Harian Maksimum

Tahun Stasiun A Stasiun B Stasiun C 1997 141.00 102 161.0 1998 181.00 120.6 226.8 1999 244.90 95.52 219.8 2000 156.80 182.3 201.7 2001 186.20 145.8 226.6 2002 131.40 144.1 182.4 2003 177.00 154.9 238.8 2004 145.30 145.6 215.2 2005 185.70 153.7 214.5 2006 215.00 125.2 203.0 2007 201.00 123.4 219.9 2008 164.00 219.3 222.8 2009 193.30 174.2 224.8 2010 223.30 282.7 267.0 2011 189.20 144.3 221.0

(59)

4.2.3 GEOLOGI DAN HIDROLOGI

Keterdapatan air tanah dan produktivitas akuifer berantung pada keadaan geologi dan jenis tanahnya. Bila dikaitkan dengan infiltrasi, maka daerah perencanaan yang jenis tanhnya lempung, daya infiltrasinya relatif kecil

4.2.4 TATA GUNA LAHAN

Luas Kecamatan Tugu yaitu 609.797 Ha. Penggunaan lahan didominasi oleh perkebunan, pertanian, dan permukiman.

Tabel 4. 2 Tata Guna Lahan Kelurahan Tugurejo

No Kategori Penggunaan Luas (ha)

1 Pemukiman 121.959 2 Perkebunan 182.9391 3 Pertanian 152.4492 4 Rerumputan 60.9797 5 Empang 91.4695 4.2.5 TOPOGRAFI

Wilayah Kelurahan Tugurejo, Kecamatan Tugu ini memiliki topografi rendah dengan ketinggian beragam, ditunjukkan dengan ketinggian wilayah 25 sampai 10 meter di atas permukaan laut.

(60)

4.3 ASPEK SOSIAL

4.3.1. KEPENDUDUKAN

Jumlah penduduk Kelurahan Tugurejo berdasarkan jenis kelamin yang tercatat sampai dengan tahun 2010 adalah 6290 jiwa.

Tabel 4. 3 Jumlah Penduduk Kelurahan Tugurejo

NO TAHUN JUMLAH PENDUDUK (jiwa)

1. 2006 5891

2. 2007 6067

3. 2008 6125

4. 2009 6201

5. 2010 6290

Sumber : Kelurahan Tugurejo dalam Angka

4.3.2. KEPADATAN PENDUDUK

Kepadatan penduduk dapat dikategorikan menjadi 2 kategori, yaitu kepadatan kotor dan kepadatan bersih. Kepadatan kotor, yaitu angka perbandingan antara jumlah penduduk secara total dengan jumlah luas wilayah yang ada, sedangkan kepadatan bersih, yaitu perbandingan antara jumlah penduduk secara total dengan luas pekarangan atau bangunan yang ada.

Kedua kepadatan tersebut pada prinsipnya untuk mengetahui tingkat persebaran penduduk dan luas lahan yang belum atau tidak digunakan untuk wilayah terbangun.

Kepadatan penduduk di Kelurahan Tugurejo, Kecamatan Tugu pada tahun 2010 adalah 5160 orang/km2.

(61)

4.4 SARANA DAN PRASARANA

4.4.1 FASILITAS PENDIDIKAN

Kelurahan Tugurejo telah memiliki fasilitas pendidikan yang memadai. Fasilitas pendidikan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

Sumber : Kelurahan Tugurejo dalam Angka tahun 2009

4.4.2 FASILITAS PERIBADATAN

Di Kelurahan Gondang hanya terdapat fasilitas peribadatan masjid dan mushola, karena sebagian besar penduduk di Kelurahan Tugurejo beragama Islam. Hal ini dapat ditunjukkan dengan tabel berikut ini:

Tabel 4. 5 Fasilitas Peribadatan di Kelurahan Tugurejo

No Fasilitas Peribadatan Jumlah

1 2 3 4 5 Masjid Surau/Mushola Gereja Pura Wihara 5 14 1 - - Sumber : Kelurahan Tugurejo dalam Angka Tahun 2009

Tabel 4. 4 Fasilitas Pendidikan di Kelurahan Tugurejo pada tahun 2009

No Fasilitas Pendidikan Jumlah Gedung Jumlah Guru Jumlah Murid 1 2 3 4 Taman Kanak-kanak Sekolah Dasar/Sederajat SMP/Sederajat SMA/Sederajat 2 4 1 0 22 33 26 0 381 730 357 0

(62)

4.4.3 FASILITAS KESEHATAN

Berdasarkan data yang didapat, fasilitas kesehatan di Kelurahan Tugurejo seperti pada tabel dibawah ini:

Tabel 4. 6 Fasilitas Kesehatan di Kelurahan Tugurejo

No Fasilitas Kesehatan Jumlah

1 2 3 4 5 Rumah Sakit Puskesmas Pembantu Dokter Umum Rumah Bersalin Posyandu - - - - 7 Sumber : Kelurahan Tugurejo dalam Angka Tahun 2009

4.4.4 FASILITAS INDUSTRI

Di Kelurahan Tugurejo , Kecamatan Tugu terdapat area/kawasan perindustrian.

Tabel 4. 7 Fasilitas Industri

No Fasilitas Perekonomian Jumlah

1 2 3

Industri Rumah Tangga Industri Besar dan Sedang Industri Kecil

0 7 3

Gambar

Gambar 2.7 Siklus Hujan  2.5.2  Karasteristik Hujan
Gambar 2.9 metode Ishoyet
Gambar 2.11 Denah Sumur Resapan
Gambar 2.12 Biopori
+7

Referensi

Dokumen terkait