TUGAS AKHIR
SIMULASI TRANSMISI MENGGUNAKAN TEKNIK
MIMO PADA SISTEM KOMUNIKASI NIRKABEL
Diajukan untuk memenuhi salah satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Program Studi Teknik Elektro
Disusun oleh :
YAKOBUS AGUNG PURWANTO NIM : 165114025
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
ii
FINAL PROJECT
Transmission Simulation using MIMO Technique in
Wireless Communication System
In a partial fulfilment of the requirements for the degree of Sarjana Teknik Department of Electrical Engineering
Faculty of Science and Technology, Sanata Dharma University
YAKOBUS AGUNG PURWANTO NIM : 165114025
DEPARTMENT OF ELECTRICAL ENGINEERING FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY
SANATADHARMAUNIVERSITY 2021
vi
MOTTO :
JUST DO IT
Skripsi ini kupersembahkan untuk ...
Yesus Kristus Pembimbingku yang setia,
(alm)Ayah tercinta,
IbU tercinta,
Dosen dan Almamater tercinta Teknik Elektro,
viii
INTISARI
MIMO adalah singkatan dari Multiple Input Multiple Output. Teknologi ini diperkenalkan kali pertama oleh seorang ahli dari Bell Laboratories pada tahun 1984. Dengan teknologi MIMO, sebuah receiver atau transmitter menggunakan lebih dari satu antena, tujuannya adalah untuk menjadikan sinyal pantulan sebagai penguat sinyal utama sehingga tidak saling menggagalkan. MIMO juga memilki kelemahan, yaitu adanya waktu interval yang menyebabkan adanya sedikit delay pada antena saat mengirimkan sinyal, meskipun pengiriman sinyalnya sendiri lebih cepat. Waktu interval ini terjadi karena adanya proses dimana sistem harus membagi sinyal mengikuti jumlah antena yang dimiliki oleh perangkat MIMO yang jumlahnya lebih dari satu.
Dalam sistemnya, MIMO tidak hanya menggunakan satu antena tetapi menggunakan dua atau lebih banyak (jamak) baik pada pemancar maupun penerimanya. Dengan menggunakan antena jamak tersebut mengakibatkan kinerja menjadi lebih baik, hal tersebut dapat dibandingkan dengan sistem Single Input Single Output (SISO).
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai rekomendasi untuk peningkatan efektivitas layanan dan keunggulan layanan komunikasi data dan seluler. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini diadaptasi dari kerangka berpikir metodologi penelitian sistem informasi yaitu dimulai dari tahap eksplorasi konsep, analisis, pengumpulan dan analisis data serta penarikan kesimpulan. Hasil penelitian maka didapatkan bahwa semakin banyak antenna maka kapasitas sistem akan semakin besar pula.
ix
Abstract
MIMO stands for Multiple Input Multiple Output. This technology was introduced first by an expert from Bell Laboratories in 1984. With MIMO technology, a receiver or a transmitter uses more than one antenna; the goal is to make the reflected signal as the main signal amplifier so it does not frustrate each other. MIMO also have the drawback, that is the interval of time which caused a slight delay when sending a signal to the antenna, although the signal itself faster delivery. This time interval is due to the process by which the system must split the signal to follow the number of antennas owned by MIMO devices of more than one.
In the system, not just use a MIMO antenna but using two or more of (plural) both at the transmitter and receiver. By using multiple antennas that results in better performance, it can be compared to the single input single output system (SISO) .
The results of this study can be used as recommendations for improving the effectiveness of service and excellence services and mobile data communications. The method used in this study was adapted from the frame of information systems research methodology that starts from the stage of concept exploration, analysis, collection and analysis of data and drawing conclusions. The results of the study showed that the more antennas the capacity of the system will be greater.
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN JUDUL (BAHASA INGGRIS) ... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ... iii
LEMBAR PENGESAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
INTISARI ... viii
Abstract... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR GAMBAR... xvi
DAFTAR TABEL ... xix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
1.1 Tujuan dan Manfaat ... 3
1.2 Batasan Masalah ... 3 1.3 Metodologi penelitian ... 4 1.4 1.5 Sistematika Penulisan ... 4
BAB II DASAR TEORI ... 6
Sistem Komunikasi Nirkabel ... 6
2.1 2.1.1 Arsitektur ... 6
2.1.2 Diagram blok SKN ... 8
Sistem Multiple Input Multiple Output (MIMO) ... 9
2.2 2.2.1 Prinsip Kerja Multiple Input Multiple Output (MIMO) ... 11
xiii
2.2.2 Teknik MIMO ... 12
Modulasi ... 16
2.3 2.3.1 Modulasi Quadrature Phase Shift Keying (QPSK) ... 17
2.4.1 Demodulasi QPSK ... 19
Additive White Gaussian Noise ... 20
2.4 Signal Noise to Rasio (SNR) ... 23
2.5 Kanal Multipath Rayleigh Fading ... 23
2.6 Hubungan antara AWGN, Kanal Multipath Rayleigh Fading dan Spatial Diversity 2.7 ………...26
Interleaver ... 27
2.8 Bit Error Rate ... 28
2.9 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 29
3.1 Gambaran Sistem ... 29
3.2 Sisi Transmitter ... 30
3.2.1 Pembuatan Data Masukan ... 30
3.2.2 Encoding... 30
3.2.3 Modulasi ... 31
3.2.4 Space Time Block Coding (STBC) ... 31
3.2.5 Guard Interval ... 32
3.2.6 Up Sampling ... 32
3.2.7 Up Conversion... 32
3.3 Representasi kanal MIMO ... 33
3.4 Sisi Receiver ... 33
3.4.1 Down Conversion ... 34
3.4.2 Down Sampling ... 34
3.4.3 Hapus Guard Interval... 34
xiv
3.4.5 Demodulasi... 34
3.4.6 Decoding ... 35
3.5 Perancangan AWGN ... 35
3.6 Menghitung BER pada sistem ... 36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37
4.1 Penjelasan dan Validasi Data dari setiap Syntax Program ... 37
4.1.1 Pembuatan Data Masukan ... 37
4.1.2 Encoding... 38 4.1.3 Modulasi ... 39 4.1.4 STBC Encoder ... 41 4.1.5 Guard Interval ... 42 4.1.6 Up Sampling ... 42 4.1.7 Up Conversion... 43
4.1.8 Model Kanal AWGN ... 44
4.1.9 Down Conversion ... 45
4.1.10 Down Sampling ... 47
4.1.11 Hapus Guard Interval... 48
4.1.12 Alomauti STBC Decoder ... 48
4.1.13 Demodulasi... 49
4.1.14 Decoding ... 49
4.1.15 Pengembalian Data Masukan ... 50
4.2 Bit Error Rate (BER) ... 51
4.3 Perbandingan Grafik pada SNR Vs BER MIMO 2x2 dan 4x4 ... 51
4.4 Tabel perbandingan SNR Vs BER MIMO 2x2 dan MIMO 4x4 ... 54
4.5 Perbandingan Gambar Input dan Gambar Output ... 55
BAB VKESIMPULAN DAN SARAN ... 56
xv
DAFTAR PUSTAKA ... 57 LAMPIRAN ... - 1 -
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Arsitektur PTP dan PTMP[8] ... 6
Gambar 2. 2 Diagram blok SKN[8] ... 8
Gambar 2. 3 MIMO dalam SKN[9]... 9
Gambar 2. 4 Skema input-output komunikasi wireless[10] ... 10
Gambar 2. 5 Sejarah perkembangan input-output komunikasi wireless [11]... 10
Gambar 2. 6 Konsep MIMO[12] ... 11
Gambar 2. 7 Spatial Multiplexing[13] ... 13
Gambar 2. 8 Spatial Diversity[13] ... 14
Gambar 2. 9 Sisi Pengirim[13] ... 14
Gambar 2. 10 Sisi penerima[13] ... 14
Gambar 2. 11 Sistem MIMO 2 × 2 dengan skema Alamouti[14] ... 15
Gambar 2. 12 Diagram blok Modulasi[16] ... 17
Gambar 2. 13 Bandwith sinyal QPSK[17]... 18
Gambar 2. 14 Modulator QPSK[17]... 18
Gambar 2. 15 Diagram fasa modulasi QPSK[17] ... 19
Gambar 2. 16 Demodulator QPSK[17] ... 20
Gambar 2. 17 Model Kanal AWGN[18] ... 21
Gambar 2. 18 Fungsi rapat probabilitas Gaussian dengan σ = 1[18] ... 22
Gambar 2. 19 Effect Multipath fading[19] ... 24
Gambar 2. 20 Ilustrasi penggunaan antena MIMO dalam mengatasi Multipath Fading[19] ... 25
Gambar 2. 21 Diagram blok model kanal Multipath Fading[19] ... 26
Gambar 2. 22 Diagram simulasi AWGN, Kanal Multipath Rayleigh Fading dan Spatial Diversity ... 26
Gambar 2. 23 (a) Contoh original uninterleave codewords[18] ... 27
Gambar 2. 24 (b) interleave code simbol[18]... 27
Gambar 3. 1 Sistem transmisi MIMO ... 29
Gambar 3. 2 Blok diagram sisi pengirim ... 30
xvii
Gambar 3. 4 Blok diagram sisi penerima ... 34
Gambar 3. 5 Demodulator QPSK[17] ... 35
Gambar 4. 1 citra asli ... 38
Gambar 4. 2 Syntax program Pembuatan Data Masukan dan untuk mengubah resolusi .... 38
Gambar 4. 3 Data citra yang di proses ... 38
Gambar 4. 4 Syntax program Encoding ... 39
Gambar 4. 5 Hasil untuk proses Encoding ... 39
Gambar 4. 6 Syntax program Modulasi ... 39
Gambar 4. 7 Hasil simulasi program Modulasi ... 40
Gambar 4. 8 Syntax program STBC ... 41
Gambar 4. 9 Hasil simulasi program STBC h11 ... 41
Gambar 4. 10 Hasil simulasi program STBC h21 ... 42
Gambar 4. 11 Syntax program Up Sampling ... 42
Gambar 4. 12 Hasil simulasi program Up Sampling h11 ... 43
Gambar 4. 13 Hasil simulasi program Up Sampling h21 ... 43
Gambar 4. 14 Syntax program Up Conversion ... 43
Gambar 4. 15 Hasil simulasi program Up Conversion h11 ... 44
Gambar 4. 16 Hasil simulasi program Up Conversion h21 ... 44
Gambar 4. 17 Syntax program AWGN ... 45
Gambar 4. 18 Hasil simulasi program AWGN SNR 6.5 ... 45
Gambar 4. 19 Hasil simulasi program AWGN SNR 6.5 ... 45
Gambar 4. 20 Syntax program Down Conversion ... 46
Gambar 4. 21 Hasil simulasi program Down Conversion h11 ... 46
Gambar 4. 22 Hasil simulasi program Down Conversion h21 ... 46
Gambar 4. 23 Syntax program Down Sampling ... 47
Gambar 4. 24 Hasil simulasi program Down Sampling h11 ... 47
Gambar 4. 25 Hasil simulasi program Down Sampling h21 ... 47
Gambar 4. 26 Syntax program Alamouti STBC Decoder ... 48
Gambar 4. 27 Hasil simulasi program Alamouti STBC Decoder ... 48
Gambar 4. 28 Hasil simulasi program Alamouti STBC Decoder ... 48
xviii
Gambar 4. 30 Hasil simulasi program Demodulasi ... 49
Gambar 4. 31 Syntax program Decoding... 49
Gambar 4. 32 Hasil simulasi program Decoding ... 50
Gambar 4. 33 Syntax program pengembalian data masukan ... 50
Gambar 4. 34 program untuk menggabungkan tiga layer ... 50
Gambar 4. 35 Hasil simulasi program pengembalian data masukan ... 51
Gambar 4. 36 Syntax program Bit Error Rate saat AWGN 0 ... 51
Gambar 4. 37 Hasil simulasi program Bit Error Rate saat AWGN 0 ... 51
Gambar 4. 38 Grafik perbandingan BER dan SNR MIMO 2x2 (a) dan MIMO 4x4 (b) .... 52
Gambar 4. 39 MIMO 2x2 SNR 0……….52
Gambar 4. 40 MIMO 2x2 SNR 1.5 ... 53
Gambar 4. 41 MIMO 2x2 SNR 3 ... ……….52
Gambar 4. 42 MIMO 2x2 SNR 4.5 ... 53
Gambar 4. 43 MIMO 2x2 SNR 6.5 ... 53
Gambar 4. 44 MIMO 4x4 SNR O………52
Gambar 4. 45 MIMO 4x4 SNR 1.5 ... 53
Gambar 4. 46 MIMO 4x4 SNR 3……….53
Gambar 4. 47 MIMO 4x4 SNR 4.5 ... 54
Gambar 4. 48 Perbandingan gambar input (a) dan gambar output (b) ... 55
xix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tabel keadaan sinyal QPSK[17] ..………...18
Tabel 3.1 Model Kanal MIMO ...31
Tabel 4.1 Simbol modulasi QPSK ………..38
Tabel 4.2 pemetaan Simbol Inphase dan Quadrature ………39
1
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
1.1
Tuntutan akan layanan telekomunikasi di Indonesia masih sangat besar[1]. Salah satu cara untuk memenuhi permintaan yang sangat besar itu dengan membangun suatu sistem komunikasi wireless. Sistem ini relatif lebih mudah dibangun dibandingkan dengan sistem wireline terutama pada masalah penyediaan media transmisinya. Transmisi data dalam jaringan baik berupa teks, gambar, video dan audio saat ini sangat dibutuhkan masyarakat dalam berinteraksi di dunia maya[2]. Proses perkembangan jaringan yang sebelumnya menggunakan jaringan Local Area Network (LAN) dengan kabel, sekarang ini mulai beralih menggunakan sistem komunikasi nirkabel
Selain itu, aplikasi layanan teknologi komunikasi juga dituntut untuk dapat dinikmati pengguna yang menggunakan perangkat bergerak seperti laptop dan mobile phone. Untuk memenuhi kebutuhan pengguna, aplikasi layanan teknologi harus memiliki kualitas tinggi dan kapasitas bandwidth yang besar dalam pengiriman informasi. Sistem komunikasi nirkabel mampu membuat masyarakat lebih mudah dan fleksibel dalam penggunaannya dan dengan menggunakan wireless mampu mencangkup area yang cukup luas.
Pada sistem komunikasi wireless, perambatan sinyal antara pemancar dan penerima melewati berbagai lintasan yang berbeda[1]. Dengan adanya lintasan yang berbeda-beda dan kondisi lingkungan yang selalu berubah mengakibatkan sinyal pada sisi penerima mengalami penghamburan. Sinyal yang melalui lintasan yang berbeda-beda dapat mengalami pelemahan, perusakan, waktu tunda, dan pergeseran fasa yang berbeda pula sehingga timbul gejala interferensi. Interferensi dapat bersifat positif dan negatif pada penerima. Bila interferensi bersifat negatif, maka daya sinyal yang diterima mengalami penurunan. Fenomena ini disebut dengan multipath fading. Multipath fading merupakan fenomena yang dapat menurunkan kualitas penerimaan sinyal secara drastis di receiver, sehingga receiver membutuhkan suatu teknik yang dapat mengurangi efek multipath fading dan meningkatkan kualitas sistem.
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut, hadirlah teknologi Multiple Input Multiple Output (MIMO). MIMO adalah sebuah receiver atau transmitter menggunakan lebih dari satu antena [3]. Tujuan dari MIMO adalah untuk menjadikan sinyal pantulan sebagai penguat sinyal utama, sehingga tidak saling menggagalkan.
MIMO juga memilki kelemahan, yaitu adanya interval waktu yang menyebabkan adanya sedikit delay pada antena saat mengirimkan sinyal, meskipun pengiriman sinyalnya sendiri lebih cepat [4]. Interval waktu ini terjadi karena adanya proses sistem harus membagi sinyal mengikuti jumlah antena yang dimiliki oleh perangkat MIMO yang jumlahnya lebih dari satu. Dalam sistemnya, MIMO tidak hanya menggunakan satu antena tetapi menggunakan dua atau lebih banyak (jamak), baik pada pemancar maupun penerimanya. Antena jamak mengakibatkan kinerja transmisi data menjadi lebih baik.
Pada tahun 2014, AE Jayati telah melakukan penelitian tentang demodulasi linier Zero Forcing (ZF) yang diterapkan pada sistem komunikasi nirkabel [5]. Hasil penelitian menunjukkan kinerja bagus ZF untuk mencapai nilai Bit Error Rate (BER) 10-3 dibutuhkan SNR 21 dB. Perbandingan ZF dan Mini Mental State Examination (MMSE) dengan Konfigurasi MIMO setelah terhubung dengan jaringan sensor nirkabel menunjukkan kinerja MMSE lebih bagus dibandingkan ZF, hal ini dikarenakan equalizer MMSE juga mengkompensasi noise sedangkan ZF tidak.
Pada tahun 2018, Atio Hasani juga melakukan penelitian tentang perancangan implementasi sistem komunikasi MIMO 2×2 menggunakan skema Alamouti yang telah disimulasi menggunakan MATLAB [6]. Nilai BER yang diperoleh dari simulasi menunjukkan sistem MIMO 2×2 Alamouti memiliki BER yang lebih kecil dari sistem diversity dua antena pemancar dan satu antena penerima.
Pada tahun 2017, Apriana Toding juga melakukan penelitian tentang menganalisis kinerja dan kapasitas dari sistem MIMO Multi-Relay [7]. Penelitian ini menunjukkan sistem pengiriman informasi dengan metode zero forcing pada MIMO memiliki BER yang sangat kecil yaitu mencapai 10-3. Pada saat SNR sebesar 20 dB akan ada penambahan jumlah pemancar dan penambahan jumlah penerima yang dapat memperbaiki nilai BER karena jumlah antena mempengaruhi jumlah kandidat titik dalam sebuah radius dan adanya diversitas antena.
Beberapa jurnal penelitian di atas menyajikan kinerja MIMO dalam sistem telekomunikasi sangat bermanfaat dan berguna. Pada tugas akhir ini, penulis akan mengevaluasi kinerja transmisi MIMO pada sistem komunikasi nirkabel menggunakan data citra. Data citra akan diproses dahulu melalui proses encoding dan modulasi. Selanjutnya, data akan dikirim untuk dieksekusi pada sistem MIMO. Data yang sudah melewati sistem MIMO akan diberi noise melalui kanal Additive White Gaussian Noise (AWGN). Setelah itu, BER akan dihitung di sisi penerima sebagai hasil final untuk melihat kinerja Sistem MIMO. Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan di atas, penulis memilih judul Tugas Akhir “Simulasi Transmisi Menggunakan Teknik MIMO pada Sistem Komunikasi Nirkabel”
Tujuan dan Manfaat
1.2
Tujuan utama dari penelitian ini adalah menghasilkan simulasi transmisi data menggunakan teknik MIMO pada sistem komunikasi nirkabel.
Manfaat dari adanya penelitian ini adalah :
1. Menerapkan teknologi MIMO dalam sistem komunikasi nirkabel.
2. Digunakan sebagai referensi dalam mata kuliah sistem komunikasi nirkabel tentang simulasi transmisi data menggunakan teknik MIMO.
3. Digunakan sebagai referensi untuk mahasiswa dan mahasiswi yang ingin melanjutkan penelitian tentang MIMO pada sistem komunikasi nirkabel.
Batasan Masalah
1.3
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Single User MIMO pada spatial diversty. 2. MIMO 2x2 dan MIMO 4x4.
3. Jenis data masukan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data citra warna format JPG dengan resolusi 3264 x 1836 dan ukuran sebesar 1.90 MB.
4. Teknik modulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quadrature Phase Shift Keying (QPSK).
5. Model kanal yang dipakai dalam saluran transmisi ini adalah Additive White Gaussian Noise.
Metodologi penelitian
1.4
Metode yang dilakukan untuk penelitian ini adalah : 1. Studi literatur
Mengumpulkan referensi dari berbagai website, jurnal-jurnal, skripsi, dan buku-buku tentang MIMO pada sistem komunikasi nirkabel.
2. Membuat diagram blok sistem komunikasi MIMO
Merancang diagram blok yang akan digunakan sebagai acuan untuk melakukan penelitian.
3. Simulasi sistem
Proses simulasi dilakukan dengan bahasa pemrograman Matlab dengan memasukkan data masukan berupa data citra warna format JPG dengan resolusi 3264 x 1836 dan ukuran sebesar 1.90 MB.
Proses simulasi akan diuji dengan memasukkan data citra sebagai acuan awal untuk melihat simulasi program sebagai perbandingan data awal dan data akhir. Level noise dari data yang dikirimkan akan diubah-ubah, kemudian penerima(receiver) akan menghitung nilai BER untuk simulasi data transmisi.
4. Analisa hasil simulasi dan kesimpulan
Analisa dilakukan berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan dari simulasi sistem yang telah dikerjakan menggunkan bahasa pemrogrman Matlab. Kesimpulan hasil simulasi dapat dilakukan dengan meghitung presentase error yang terjadi pada saat simulasi sistem menggunakan bahasa pemrograman Matlab.
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang masalah, tujuan dan manfaat, batasan masalah , metodologi penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II : DASAR TEORI
Bab ini berisi teori-teori yang mendukung kerja sistem dan teori yang diguankan dalam perancangan.
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisi penjelasan alur perancangan sistem transmisi MIMO.
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi pembahasan program, hasil simulasi, dan pembahasan data yang diperoleh.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi ringkasan hasil penelitian yang telah dilakukan dan usulan yang berupa ide-ide untuk perbaikan dan pengembangan terhadap penelitian yang dilakukan.
6
BAB II
DASAR TEORI
Sistem Komunikasi Nirkabel
2.1
Sistem Komunikasi Nirkabel (SKN) merupakan sistem komunikasi yang berkembang dengan pesat seiring dengan permintaan pelanggan [8]. Akses untuk sistem komunikasi ini ada dua yaitu fixed dan mobile. Masing-masing memiliki teknologi tersendiri seperti untuk fixed: infrared, Lean Daily Management System (LMDS), Multichannel Multipoint Distribution Service (MMDS), DCS1800 dan untuk mobile: Global System for Mobile Communications (GSM), Code Division Multiple Access (CDMA), dan Advanced Mobile Phone System (AMPS) dan masih banyak teknologi yang lainnya.
2.1.1 Arsitektur
Sistem komunikasi ini menggunakan media udara untuk transmisiannya, sehingga tidak terlepas dari teknik propagasi. Sistem komunikasi ini memiliki dua arsitektur yaitu Point-to-Point (PTP) dan Point-to-Multipoint (PMP). PTP dikenal juga dengan nama leased lines, yaitu komunikasi antara dua lokasi misalnya komunikasi antar sebuah kantor cabang dengan kantor perwakilan dalam satu daerah seperti terlihat dalam Gambar 2.1. PMP sering disebut sebagai Access Point (AP) atau Nirkabel Access Point (NAP). PMP merupakan komunikasi antara satu sumber dengan banyak pelanggan, misalnya sebuah Internet Service Provider (ISP) yang mengirimkan akses internet ke berbagai warung internet seperti pada Gambar 2.1.
2.1.2 Diagram blok SKN
Proses perancangan untuk sistem komunikasi nirkabel membutuhkan suatu perencanaan yang rumit dan perhitungan untuk memprediksi kinerja dari sistem itu sendiri sebelum dibangun. Diagram blok ini mungkin dapat digunakan sebagai dasar pengukuran yang akurat, sebagai contoh dalam pengukuran radiasi directional pada antena yang digunakan sampai kepada penerima. Semua sistem komunikasi nirkabel dapat digambarkan melalui diagram blok dasar yang ditunjukkan oleh Gambar 2.2.
Gambar 2. 2Diagram blok SKN[8]
Gambar 2.2 menunjukkan komunikasi dimulai dengan adanya sumber informasi yang dapat berupa suara, video, e-mail, gambar, maupun data dalam berbagai bentuk. Perangkat transmitter mengubah informasi menjadi format signaling (Coding dan Modulasi) dan amplifier untuk menaikkan level daya yang dibutuhkan untuk mencapai penerima dengan baik. Antena transmisi mengubah daya yang keluar dari transmitter menjadi gelombang elektromagnetik yang dipropagasikan ke arah yang diinginkan.
Kanal propagasi bukanlah sebuah kanal fisik tetapi hanya mempresentasikan atenuasi, variasi, dan distorsi lain yang mempengaruhi gelombang elektromagnetik selama dipropagasikan melalui antena transmisi sampai kepada antena penerima. Pada waktu pengiriman informasi dari antena pemancar ke antena penerima, pasti terjadi interferensi yang dapat mengurangi kualitas transmisi. Interferensi bisa saja diakibatkan oleh pengaruh gelombang elektromagnetik, pengaruh frekuensi yang berdekatan dengan sistem itu sendiri dan juga pengaruh penggunaan kanal frekuensi bersama.
Antena penerima akan menerima informasi yang dipancarkan namun tidak sebaik yang dipancarkan oleh pengirim informasi karena pengaruh interferensi tersebut. Antena penerima akan meneruskan ke perangkat penerima, tetapi sinyal itu masih mengandung noise yang diakibatkan oleh interferensi sinyal dan juga noise yang terjadi karena pengaruh temperatur. Sinyal yang masuk ke perangkat penerima masih mengandung noise. Untuk mengurangi pengaruh noise, penguatan dan penapisan perlu dilakukan. Setelah melalui proses tersebut, sinyal akan didemodulasi. Sinyal informasi yang telah didemodulasi akan diteruskan kepada penerima informasi melalui perangkat tertentu, bisa saja berupa speaker atau monitor. Akhirnya penerima informasi akan menerima informasi yang dikirimkan dengan kualitas yang baik.
Sistem Multiple Input Multiple Output (MIMO)
2.2
MIMO menjadi hal yang sangat penting dalam komunikasi wireless atau sistem komunikasi nirkabel seperti Wifi: IEEE 802.11n dan IEEE 802.11ac dan Telekomunikasi: HSPA+, WIMAX dan LTE seperti diperlihatkan pada Gambar 2.3 [9].
Gambar 2. 3MIMO dalam SKN[9]
Pada penerapan pertama kali, MIMO memang berarti menggunakan banyak antena untuk melipatgandakan kapasitas. Pada pengertian yang lebih maju, MIMO berarti kemampuan mengirimkan dan menerima banyak data secara bersamaan pada suatu channel.
Sistem MIMO merupakan sistem yang menggunakan sejumlah M antena pengirim dan sejumlah N antena penerima untuk dapat mentransmisikan sinyal informasi dari beberapa pengirim ke beberapa penerima. Dalam bidang komunikasi wireless, MIMO menggunakan multiple antena pada transmitter (Tx) dan receiver (Rx) untuk
meningkatkan kemampuan komunikasi. Gambar 2.4 menunjukkan ilustrasi jenis skema input-output antena pada komunikasi wireless :
Gambar 2. 4 Skema input-output komunikasi wireless[10]
Gambar 2.5 menunjukkan ilustrasi sejarah perkembangan skema input-output antena pada komunikasi wireless:
Gambar 2. 5 Sejarah perkembangan input-output komunikasi wireless [11]
Untuk meminimalkan atau menghilangkan masalah yang disebabkan oleh perambatan gelombang multipath, teknologi antena pintar (smart antenna) digunakan. Ada tiga bentuk antena pintar, yang dikenal sebagai Single Input Multiple Output (SIMO), Multiple Input Single Output (MISO), dan Multiple Input Multiple Output (MIMO).
1. Single Input Multiple Output (SIMO)
SISO mengacu pada sistem komunikasi nirkabel di mana satu antena digunakan di sumber (pemancar) dan satu antena digunakan di tujuan (penerima). 2. Multiple Input Single Output (MISO)
MISO (multiple input, single output) adalah teknologi antena untuk komunikasi nirkabel di mana beberapa antena digunakan pada sumber (pemancar). Antena digabungkan untuk meminimalkan kesalahan dan mengoptimalkan kecepatan data. Tujuan (penerima) hanya memiliki satu antena.
2.2.1 Prinsip Kerja Multiple Input Multiple Output (MIMO)
Sistem Multiple Input Multiple Output (MIMO) adalah sistem yang menggunakan multi antena pada transmitter dan receiver untuk mengatasi kelemahan pada sistem komunikasi wireless konvensional diantaranya adalah large scale fading, small scale fading, multipath fading serta interferensi dari sinyal lain [12]. Sistem MIMO memberikan penambahan efisiensi spektral yang didasarkan pada penggunaan space diversity pada
transmitter dan receiver.
Gambar 2. 6 Konsep MIMO[12]
Gambar 2.6 menunjukkan sistem MIMO dengan antena pengirim dan penerima yang lebih dari satu. Antena penerima akan menerima sinyal yang dikirimkan oleh antena pengirim setelah sinyal tersebut dikalikan dengan suatu matriks kanal. Koneksi langsung antara antena m1 menuju antena n1 yang selanjutnya dinotasikan sebagai h11, dan seterusnya. Sedangkan koneksi secara tidak langsung antara antena m1 dan n2
dinotasikan sebagai h21, dan seterusnya. Dari semua koneksi ini, matriks transmisi H diperoleh dari semua koneksi ini, yaitu perkalian matriks dari n x m sebagai berikut :
H = [ ] (2.1)
Persamaan matematisnya adalah sebagai berikut :
r(t) = H(t)*s(t) + n(t) (2.2) dengan r(t) adalah sinyal terima, H(t) adalah M x N kanal matriks, s(t) adalah sinyal kirim dan n(t) adalah noise sinyal.
Sistem MIMO memiliki beberapa kelebihan, di antaranya:
1. Sinyal pantulan (multi path) sebagai penguat sinyal utama sehingga tidak saling menggagalkan.
2. Mempercepat koneksi wireless dan memperjauh jarak jangkauan. 3. Menghemat penggunaan bandwidth dan peningkatan kapasitas kanal.
2.2.2 Teknik MIMO
Sistem MIMO dapat memanfaatkan keberadaan multipath untuk menciptakan sejumlah kanal ekuivalen yang seolah-olah terpisah satu sama lain, dimana pada kondisi normal keberadaan multipath justru merugikan karena menimbulkan fading [13]. Dalam aplikasinya, terdapat tiga macam teknik MIMO yang digunakan dalam sistem komunikasi nirkabel dan bergerak yaitu:
2.2.2.1 Spatial Multiplexing
Teknik Spatial Multiplexing mengirimkan data yang berbeda secara paralel dan dikodekan secara paralel pula untuk setiap antena transmisinya. Tujuan utama penggunaan teknik ini adalah untuk mencapai kapasitas kanal yang besar, dengan memecah aliran data berlaju tinggi menjadi sejumlah aliran paralel sesuai dengan jumlah antena transmitter, masing-masing dengan laju yang lebih rendah dari aliran aslinya.
Gambar 2. 7Spatial Multiplexing[13]
Gambar 2.7 menunjukkan aliran-aliran data ini dilewatkan pada matriks khusus yang berfungsi menggabung-gabungkan sinyal dari semua aliran dengan kombinasi tertentu untuk ditransmisikan melalui setiap antena.
Spatial Multiplexing dapat menambah spectrum efisiensi sehingga dapat menambah kecepatan transmisi data. Untuk mengestimasi respon kanal pada sistem ini, suatu saluran informasi umpan balik diterapkan dari antena receiver ke transmitter. Dengan adanya umpan balik ini, transmitter dapat mengetahui nilai matriks multipleks yang optimum untuk mendapatkan kapasitas kanal yang maksimal.
Operasi dekomposisi nilai Singular Value Decomposition ( SVD) merupakan suatu teknik yang digunakan untuk mendiagonalisasi suatu matriks dan menentukan nilai eigennya, hal ini bertujuan untuk mengestimasi matriks respons kanal. Matriks respon kanal yang dihasilkan adalah :
H = U
H∑
*H
(2.3)
Konfigurasi sistem tersebut kemudian menjadi ekuivalen dengan sistem transmitter-receiver yang terhubung melalui sejumlah saluran paralel sebanyak T dan R, tergantung mana yang lebih kecil.
2.2.2.2 Spatial Diversity
Pada teknik ini, setiap antena pengirim pada sistem MIMO mengirimkan data yang sama secara paralel dengan menggunakan coding yang berbeda. Tujuannya adalah mendapatkan kualitas sinyal setinggi mungkin dengan memanfaatkan teknik diversity pada transmitter dan receiver. Teknik diversity merupakan suatu teknik
dimana sinyal informasi dikirim melalui beberapa lintasan yang berbeda. Hal ini dilakukan agar terbentuk informasi redundant yang akan membantu proses deteksi pada destination seperti diperlihatkan pada Gambar 2.8.
Gambar 2. 8Spatial Diversity[13]
Diversity secara konvensional diaplikasikan dengan pemasangan antena array pada sisi receiver, dengan harapan bahwa kualitas sinyal yang diterima dapat ditingkatkan dari sistem satu antena dalam kondisi kanal fading dengan adanya multipath. Receive and transmit diversity dapat menanggulangi fading dan secara signifikan dapat menambah link quality atau dengan kata lain dapat meningkatkan SNR.
Gambar 2. 9Sisi Pengirim[13]
Peningkatan kualitas sinyai dapat dilihat berdasarkan nilai parameter penguatan diversity (diversity qain), yang harganya makin meningkat dengan makin besarnya tingkat diversity R, yaitu jumlah antena yang digunakan pada receiver. Penggunaan Space Time Coding (STC) pada sistem MIMO dengan sejumlah T antena transmitter dan R antena receiver menjanjikan kenaikan tingkat diversity menjadi TxR. Sebagai gambaran, dengan 4 antena pada masing-masing transmitter dan receiver , sistem MIMO dengan STC diharapkan mampu menyediakan tingkat diversity yang setara.
2.2.2.3 Space Time Block Coding
Dengan multi-antena, stream data yang sama dapat dikirimkan melalui antena yang berbeda sehingga menempuh kanal fading masing-masing yang independen [14]. Pengiriman stream (arus) data independen namun dengan tingkat redundancy (duplikasi) tinggi dari antena yang berbeda membuat pendeteksian sinyal asli pada penerima dapat menjadi lebih mudah dan reliable. Hal ini dimungkinkan dan dibuat lebih efisien dengan pengkodean arus data ke antena pemancar dan posisi waktu (time slots) yang berbeda, yang disebut dengan Space Time Block Coding (STBC).
STBC pada dasarnya didesain untuk memanfaatkan antena berbeda untuk mengirimkan data yang sama sehingga meningkatkan diversitas ruang (spatial) yang meningkatkan kekebalan (robustness) sistem, bukan untuk meningkatan data rate atau kapasitas sistem. Performa STBC dikarakterisasikan dengan parameter umumnya yaitu diversity gain dan coding gain, definisinya sebagai berikut :
Diversity Gain (atau order) merupakan ukuran power gain dari sistem dengan diversitas ruang dibandingkan dengan sistem tanpa diversitas pada probabilitas error (Pe) yang sama,
Coding Gain mengukur power gain dari sistem dengan pengkodean dibandingkan dengan sistem tanpa pengkodean pada probabilitas error yang sama.
Terdapat banyak jenis STBC yang telah dikembangkan, di antaranya Delay Diversity, Space Time Trellis Codes (STTC), Space Time Block Codes (STBC), skema Alamouti, Space Time Turbo Codes, dan Linear Dispersive Codes. Salah satu teknik STBC yang paling populer secara sederhana yaitu STBC ortogonal yang dikenal sebagai skema Alamouti.
Skema Orthogonal Space-Time Block Coding oleh Alamouti untuk MIMO diberikan untuk sistem 2 × 2 yang diilustrasikan pada Gambar 2.9. Pada satu periode simbol, dua simbol s dan s02 ditransmisikan pada waktu bersamaan melalui TX1 dan TX2. Pada periode simbol selanjutnya, simbol –s* dikirimkan dari TX1 dan s21* dari TX2 .
Dengan h komponen multipath kondisi line of sight (LOS) dan n(t) noisepada sistem, sinyal pada antena RX ke-l pada waktu simbol 1 dan 2, yaitu yl(1) dan y(2) dapat diberikan dalam fungsi kode matriks ortogonal:
( ) = ( ) ( ) + (
) (2.4) Dengan menghasilkan pembacaan untuk masing-masing sinyal asli:
r11 = h11s1 + h12s2 + n11 r12 = h11s*2 + h12s*1 + n12
r21 = h21s1 + h22s2 + n21 r22 = h21s*2 + h22s*1 + n22 (2.5) Matriks kanal dapat diestimasi sebagai berikut, dengan menganggap n bernilai nol (ideal tanpa noise):
( ) = ( ) ( ) + ( ) ( ) = | | | | ( ) ( ) ( ) = ( ) ( ) + ( ) ( ) = | | | | ( ) ( ) (2.6)
Skema Alamouti ini mencapai order diversitas sebesar 2L (dua kali jumlah antena penerima), tentu saja bergantung kepada keadaan kanal.
Modulasi
2.3
Modulasi adalah proses untuk mengubah sinyal baseband menjadi sinyal bandpass [15]. Diagram blok teknik modulasi dapat dilihat pada Gambar 2.12. Pada proses modulasi terdapat modulator dan demodulator. Pada model modulasi baseband, modulator bertugas untuk memodulasi pulsa digital. Sedangkan demodulator bertindak sebagai detektor.
Gambar 2. 12Diagram blok Modulasi[16]
Pada sistem komunikasi biner, data biner terdiri dari deretan bit „0‟ dan „1‟. Kedua data tersebut ditransmisikan dalam dua bentuk gelombang sinyal s (t) untuk digit „0‟ dan s (t) untuk digit „1‟[15]. Demodulator sinyal yang terdapat pada sisi penerima bertugas memproses sinyal yang telah rusak karena proses di kanal.
2.3.1 Modulasi Quadrature Phase Shift Keying (QPSK)
Modulasi digital merupakan proses penumpangan sinyal digital (bit stream) ke dalam sinyal carrier [17]. Phase Shift Keying (PSK) merupakan salah satu teknik modulasi digital, sinyal informasi digital yang dikirimkan ditumpangkan pada fasa dari sinyal pembawa. Modulasi sinyal digital multilevel, dalam prosesnya akan menyebabkan terjadinya simbolisasi kelompok-kelompok bit (dibit, tribit,…) sehingga bit stream data disimbolkan dalam kelompok n-bit, dan akan diperlukan 2 simbol untuk merepresentasikannya. Selanjutnya simbol-simbol tersebut akan memodulasi kelakuan sinyal pembawa (amplitudo, frekuensi, fasa, atau kombinasinya) tujuannya adalah untuk menghemat penggunaan bandwidth.
Pada modulasi QPSK sinyal pembawa merepresentasikan empat keadaan fasa untuk menyatakan empat simbol. Satu simbol QPSK terdiri dari dua bit (dibit) yaitu „00‟, „01‟, „10‟, „11‟. Setiap dua bit akan mengalami perubahan fasa sebesar 90 sedangkan 15 kecepatan bit informasinya sebesar dua kali kecepatan simbolnya. pada modulasi QPSK, besarnya m=2 (2=4), sehingga bandwidth yang dibutuhkan untuk perubahan fasa setiap detik dapat dilihat pada Gambar 2.13.
Gambar 2. 13 Bandwith sinyal QPSK[17]
QPSK memetakan bit bit informasi menjadi simbol, setiap simbolnya memiliki 2 bit informasi. QPSK dapat diperoleh dengan penggabungan 2 modulasi Binary Phase Shift Keying (BPSK). Bit stream yang masuk pada modulator p(t), dibagi menjadi 2 stream yaitu pt(t) dan pq(t). Bit stream pt(t) akan dimodulasikan dengan cos (ώ0t,) dan pq(t) akan dikalikan dengan sin (ώ0t,) seperti yang terlihat pada Gambar 2.14.
Gambar 2. 14Modulator QPSK[17]
Dua bit stream di atas digabungkan kembali menjadi stream QPSK dengan kondisi seperti yang ditampilkan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Tabel keadaan sinyal QPSK[17]
pt(t) pq(t) QPSK
1 1 Cos(ώ0t)-sin(ώ0t)=√2cos(ώ0t+450) 1 -1 Cos(ώ0t)+sin(ώ0t)=√2cos(ώ0t-450) -1 1 -Cos(ώ0t)-sin(ώ0t)=√2cos(ώ0t+450) -1 -1 -Cos(ώ0t)-sin(ώ0t)=√2cos(ώ0t-450)
Kata Quardrature mengacu kepada empat kemungkinan keadaan fasa carrier (4-PSK) pada satu waktu. Empat fasa tersebut mengacu kepada sudut dari bit yang dimodulasikan, yaitu 0 , 90 , 180 , 270 . Hal ini terlihat pada Gambar 2.15.
Gambar 2. 15Diagram fasa modulasi QPSK[17]
Dengan Demodulasi, simbol ditransformasikan kembali kedalam bentuk bits, tergantung jenis modulasi yang digunakan pada sisi transmitter. Sebelum didemodulasi, terlebih dahulu dilihat konstelasi dari sinyal yang diterima.
2.4.1 Demodulasi QPSK
Proses demodulasi ini merupakan kebalikan dari proses modulasi pada sisi transmitter. Setiap simbol dipetakan kembali menjadi bit informasi, seperti terlihat pada Gambar 2.16.
Gambar 2. 16Demodulator QPSK[17]
Additive White Gaussian Noise
2.4
Additive White Gaussian Noise (AWGN) merupakan noise yang pasti terjadi dalam jaringan nirkabel manapun, memiliki sifat-sifat additive, white, dan gaussian [18]. Sifat additive artinya noise ini dijumlahkan dengan sinyal, sifat white artinya noise tidak bergantung pada frekuensi sistem operasi dan memiliki rapat daya yang konstan, dan sifat gaussian artinya besarnya tegangan noise.
Biasanya white noise dihasilkan dalam simulasi dengan fungsi rand, sedangkan Gaussian noise dihasilkan dengan fungsi randn pada MATLAB. AWGN ini adalah noise alami, yang selalu ada di setiap perangkat. Jadi pada setiap perhitungan komunikasi yang melalui kanal harus ditambahkan AWGN.
Kanal AWGN didefinisikan mempunyai sifat seperti berikut :
1. Kanal menyediakan transmisi bebas error dalam bandwith, dengan memberikan penguat untuk menangani rugi-rugi transmisi.
2. Kanal membatasi input dari sumber sebagai sinyal pita terbatas x(t) dan daya rata-rata s.
3. Sinyal yand diterima pada tujuan terkontaminasi oleh penjumlahan dengan white gaussian noise n(t) dengan bandwith, daya noise N=ղ B, ղ adalah kerapatan spektral daya noise.
4. Sinyal daya noise bersifat independent.
r(t) = x(t) + n(t) dan r2(t) = x2 (t) + n2(t) = S+N White noise dapat dituliskan sebagai berikut [19]:
S
w(f) =
(W/Hz)
(2.7)
Noise akan muncul sesuai dengan distribusi gausssian dengan rataan nol dan variansi yang dimiliki tergantung dari kerapatan daya noise tersebut. Nilai dari variasi itu dapat dituliskan sebagai berikut :
f (x) =
exp (
)
=
, i = 0.1
(2.8) Kanal AWGN dapat dikatakan sebagai media untuk transmisi sinyal dalam sistem telekomunikasi. Output pada kanal AWGN adalah penjumlahan dari input dan noise, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.17.Gambar 2. 17Model Kanal AWGN[18]
Gambar 2.17 menunjukkan, jika sinyal yang kirim STx(t), pada kanal akan dipengaruhi oleh derau n(t) sehingga sinyal yang diterima menjadi:
SRx(t)= STx(t)+ n(t) (2.9)
dengan SRx(t) merupakan sinyal yang diterima, STx(t)merupakan sinyal informasi, dan n(t) merupakan sinyal noise.
Secara teoritis noise kanal sering dimodelkan sebagai AWGN. Noise ini dapat dideskripsikan sebagai proses acak yang terdistribusi Gaussian dengan rata-rata (mean) sama dengan nol. Proses acak Gaussian n(t) merupakan fungsi acak dengan harga n pada saat t, dan dikarakteristikan secara statistik dengan fungsi rapat probabilitas pdf (probability density function) Gaussian sebagai berikut:
Px =
( )
^2
(2.10) Dengan σ2
merupakan varian dari v. Grafik pdf Gaussian ternormalisasi dari suatu proses acak dengan nilai rata-rata nol diperoleh dengan mengasumsikan standar deviasi (σ)
= 1, sehingga nilai normalized Gaussian density function pada zero-mean process dapat diamati dari perhitungan berikut :
1. Jika E[x] = 0 P(x) = = 0.399 2. Jika x = 1 P(x) = ( ) ^2 = 0.242 3. Jika x = 2 P(x) = ( ) ^2 = 0.054
Dari perhitungan nilai pdf Gaussian yang telah didapatkan, dapat dilihat bahwa nilai pdf tertinggi yang diperoleh yaitu pada x = 0. Hal ini menunjukkan rata-rata pada proses acak ini adalah nol. Dengan hasil yang diperoleh dapat digambarkan fungsi kerapatan probabilitas Gaussian dengan σ = 1 seperti ditunjukkan pada Gambar 2.18.
Karakteristik dari spektral White Gaussian Noise adalah bahwa power spectral density (psd)-nya berharga konstan untuk semua nilai frekuensi pada sistem komunikasi. Atau dengan kata lain, sumber noise yang mempunyai psd dengan karakteristik Gaussian dan white memancarkan jumlah daya noise tiap satuan lebar pita yang sama besar pada tiap frekuensi. Oleh karena itu model sederhana dari White Gaussian noise menganggap bahwa power spectral density-nya flat untuk semua frekuensi yang dapat dinyatakan sebagai berikut :
Gn = watt / Hz
Signal Noise to Rasio (SNR)
2.5
SNR adalah perbandingan antara sinyal yang dikirim terhadap noise. SNR digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh redaman sinyal terhadap sinyal yang ditransmisikan. SNR dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
𝑆𝑁𝑅 = 10 𝑙𝑜𝑔 ( 𝑃𝑟 / 𝑁𝑜 ) (2.11) dengan 𝑆𝑁𝑅 adalah Signal to Noise Ratio (dB), 𝑃𝑟 adalah daya yang diterima oleh receiver, dan 𝑁𝑜 adalah noise saluran transmisi.
Pada simulasi ini, pembangkitan AWGN secara teoritis dilakukan dengan menentukan besarnya signal to noise ratio (SNR) dalam bentuk linier terlebih dahulu, dimana SNR ini adalah perbandingan daya sinyal dengan daya noise. Noise yang ada menyebabkan munculnya varian, besarnya varian yang muncul karena nilai SNR tertentu ditulis dalam persamaan 2.12.
Var = (2.12) dengan Es adalah energi sinyal, SNR adalah signal to noise ratio (dalam linier) dan var adalah varian yang muncul.
Setelah mendapatkan varian pada nilai SNR tertentu, dibangkitkan data acak terdistribusi normal untuk bagian real dan imajiner, kemudian masing-masing data acak tersebut dikalikan dengan besarnya standar deviasi yang telah dihitung, yaitu akar dari varian. Noise yang didapat selanjutnya dijumlahkan dengan sinyal. Karena operasi yang digunakan adalah penjumlahan antara noise terdistribusi normal atau Gaussian dengan sinyal informasi, maka dari itu noise ini disebut dengan Additive White Gaussian Noise (AWGN).
AWGN signal level diatur dengan menggunakan SNR yang ditetapkan dalam coding-nya nanti karena AWGN sinyal atau noise itu sendiri tidak dapak diatur sehingga akan digunakan SNR dalam pembuatan program nantinya untuk mengatur AWGN signal dari signal level yang rendah sampai pada signal level yang tinggi.
Kanal Multipath Rayleigh Fading
2.6
Pada sistem telekomunikasi wireless sering kali ditemui banyak gangguan dalam pentransmisian sinyal, seperti adanya fenomena multipath[19]. Multipath adalah suatu bentuk gangguan atau interferensi yang muncul ketika sinyal memiliki lebih dari satu jalur pada saat ditransmisikan. Propagasi dari multipath akan menyebabkan efek yang disebut
dengan ISI (Intersimbol Interference) yang nantinya akan menyebabkan informasi yang diterima menjadi cacat.
Penerima radio akan menerima banyak sinyal yang dihasilkan dari sinyal mengambil sejumlah besar jalan yang berbeda. Jalur ini mungkin hasil dari refleksi dari bangunan, gunung yang mungkin berdekatan dengan jalan utama. Multipath propagasi yang dihasilkan dari berbagai jalur sinyal yang mungkin ada antara pemancar dan penerima dapat menimbulkan gangguan dalam berbagai cara termasuk distorsi sinyal , kehilangan data dan multipath fading. Multipath fading adalah pantulan-pantulan yang saling menggagalkan.
Dalam sistem MIMO, informasi yang sama dapat dikirim dan diterima dari beberapa antena secara bersamaan. Fading antara antena pemancar dan penerima dapat dianggap independen, sehingg probabilitas terdeteksinya informasi yang akurat akan lebih tinggi. Fading sinyal dapat dikurangi dengan teknik diversity yang berbeda, di mana sinyal ditransmisikan melalui beberapa jalur fading yang independen dalam waktu, frekuensi atau ruang yang dikombinasikan secara konstruktif pada penerima.
Skema MIMO menggunakan propagasi multipath untuk meningkatkan kapasitas saluran yang mereka gunakan . Dengan meningkatnya kebutuhan untuk efisiensi spektrum, penggunaan propagasi multipath untuk teknologi seperti MIMO mampu memberikan perbaikan yang signifikan dalam kapasitas saluran yang sangat dibutuhkan.
Gambar 2. 20Ilustrasi penggunaan antena MIMO dalam mengatasi Multipath Fading[19]
Gambar 2.20 menunjukkan bahwa dari sisi transmitter dan receiver digunakan banyak antenna dengan tujuan untuk membuat sinyal pantulan dapat menguatkan sinyal utama sehingga tidak saling menggagalkan. Dengan menggunakan sistem seperti ini, maka tidak hanya data yang dikirim dapat lebih banyak dan cepat bahkan jarak juga dapat diperluas. Karena sinyal yang membawa data dengan MIMO tidak akan saling meniadakan, sebaliknya sinyal pantulan akan menguatkan sinyal utama. Dengan MIMO, kelemahan ini dijadikan alat untuk menduplikasikan bandwidth. Oleh sebab itu, secara teori, bila digunakan jaringan nirkabel dengan standar 802.11g dengan kecepatan efektif 54 Mbps,maka dengan adanya tambahan router MIMO, kecepatan dapat kecepatan dapat mencapai 108 Mbps.
Sistem Multipath Fading Rayleigh dapat dimodelkan seperti pada Gambar 2.21. Dibutuhkan beberapa simulator untuk membangkitkan data fading, parameter gain, dan delay. Sebuah sinyal input diduplikasi sebanyak tap yang ada kemudian dilakukan pen-delay-an sesuai parameter delay masing-masing tap dan dikalikan dengan data fading yang telah dikuatkan oleh parameter gain.
Gambar 2. 21 Diagram blok model kanal Multipath Fading[19]
Hubungan antara AWGN, Kanal Multipath Rayleigh Fading dan
2.7
Spatial Diversity
AWGN dan Multipath Rayleigh fading digunakan untuk mempresentasikan kanal transmisi yang sesuai dengan kanal transmisi sebenarnya[18]. Gangguan AWGN divariasikan SNR dan gangguan Rayleigh fading divariasikan dengan parameter kecepatan gerak relatif mobile station dan base station.
Perancangan sistem simulasi Spatial Diversity meliputi penentuan parameter kanal yang akan digunakan, perancangan komponen – komponen simulasi, kemudian diikuti oleh penulisan script m-file pada program MATLAB. Penyusunan komponen untuk proses simulasi mengikuti blok diagram pada Gambar 2.22.
Gambar 2. 22Diagram simulasi AWGN, Kanal Multipath Rayleigh Fading dan Spatial Diversity
Simulasi Spatial Diversity pada kanal fading ini menggunakan jenis kanal fading dengan parameter yang disesuaikan masing – masing agar perbandingan kinerja antara masing – masing kanal relevan satu dengan lainnya. Simulasi dilakukan secara berulang –
ulang menggunakan antena tanpa diversity, 2 buah antena diversitas dan 4 buah antena diversitas. Hasil simulasi kemudian ditampilkan pada grafik BER terhadap Eb/N0 pada masing – masing kanal, maupun untuk tiap skema Diversity. Hasil simulasi kemudian digunakan untuk menganalisis kinerja dan juga digunakan sebagai referensi untuk simulasi Spatial Diversity pada bagian berikutnya.
Interleaver
2.8
Teknik pengkodean untuk saluran dengan memori memang sudah dikembangkan, namun masalah terbesar dari pengkodean tersebut adalah sulitnya mendapatkan keakuratan dari pengiriman sandi dari saluran tersebut[18]. Teknik yang mengatur durasi dan rentang memori dalam saluran, yaitu time diversity atau interleaving. Interleaver mengacak simbol sandi dengan rentang panjang blok (untuk sandi blok) atau constraight (untuk sandi konvulsi). Rentang yang dibutuhkan ditentukan saat pengiriman. Rincian pola redistribusi bit harus harus diketahui oleh penerima agar arus simbol disisipkan sebelum didekodekan.
Gambar 2. 23 (a) Contoh original uninterleave codewords[18]
Gambar 2. 24 (b) interleave code symbol[18]
Gambar 2.23 dan Gambar 2.24 menunjukkan proses interleaving yang sederhana menggunakan uninterleaved codeword, dari A sampai G. Setiap codeword terdiri dari tujuh simbol sandi. Dianggap memiliki kemampuan mengoreksi kesalahan tunggal dalam setiap urutan tujuh simbol. Jika rentang saluran adalah satu codeword dalam setiap durasi, maka setiap tujuh simbol dalam satu rentang waktu bisa merusak informasi yang terdapat dalam satu atau dua codewords. Gambar 2.24 (b) adalah hasil dari proses interleaving codewords pada Gambar 2.23 (a).
Artinya, setiap simbol sandi dari masing-masing codeword dipisahkan dari sebelahnya yang telah dipisahkan oleh rentang waktu tujuh simbol. Data hasil interleaving kemudian digunakan untuk encoding kemudain memodulasi gelombang yang ditransmisikan melalui saluran. Kemudian sandi diterjemahkan. Karena setiap codewords memiliki capability untuk mengoreksi kesalahan tunggal.
Bit Error Rate
2.9
Kesalahan bit pasti akan muncul pada sistem transmisi suatu informasi yang dilakukan dalam sistem telekomunikasi [18]. Ukuran kesalahan pada bit adalah Bit Error Rate (BER). BER dihitung dengan cara membandingkan bit yang keluar setelah pengiriman dengan bit asli atau bit masukan di awal proses transmisi. Persamaan umum BER tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :
BER =
29
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Gambaran Sistem
Model simulasi sistem komunikasi MIMO Space Time Block Coding (STBC) dengan memakai modulasi Quadrature Phase Shift Keying (QPSK) ditunjukkan dalam Gambar 3.1.
Sistem Transmitter
Sistem Receiver
Gambar 3. 1 Sistem transmisi MIMO
Gambar 3.1 menunjukkan blok diagram secara umum model sistem umum MIMO pada proses simulasi. Input merupakan data input yang akan dimasukkan dalam sistem transmisi. Data dapat berupa random input atau dengan memasukkan input seperti audio, video dan citra. Kemudian data input diencoding dan dimodulasi sesuai dengan modulasi yang digunakan dan masuk dalam sistem MIMO.
Sistem MIMO ini menggunakan Space Time Block Coding (STBC) yang nantinya data input akan menjadi parallel sesuai dengan jumlah antena yang digunakan. Pada antena receiver, data masuk ke sistem MIMO dan dimodulasikan. Kemudian data didemodulasikan dan diproses kebalikannya untuk mendapatkan sinyal seperti data informasi yang dikirim. Kemudian data dilakukan perhitungan parameter performansi dengan membandingkan data yang dikirim dan data yang diterima setelah melewati beberapa proses.
Input Encoding Modulasi
Kanal Transmisi Sistem MIMO Sistem MIMO Demodulasi Decoding Output
3.2 Sisi Transmitter
Antena pengirim berfungsi untuk memproses bagian-bagian pada antena pengirim dengan menggunakan metode yang telah ditentukan. Gambar 3.2 menunjukkan blok digram sisi penerima pada sistem MIMO.
Gambar 3. 2 Blok diagram sisi pengirim 3.2.1 Pembuatan Data Masukan
Penghitungan terhadap atribut-atribut yang melekat pada suatu objek dalam citra digital secara sederhana dapat dilakukan dengan cara mengkonversi citra asli (RGB ataupun grayscale) menjadi citra biner terlebih dahulu. Setelah diperoleh citra biner, selanjutnya atribut-atribut (misalnya luas dan keliling) dapat dihitung. Namun terkadang citra biner tersebut perlu diolah lebih lanjut agar citra biner benar-benar tepat merepresentasikan objek yang dimaksud. Fungsi untuk proses pembuatan data masukan ditunjukkan pada syntax program 3.1.
Img = imread('img.jpg');
figure, imshow(Img); (3.1)
Pembutan data masukkan bertujuan untuk menunjukkan jumlah data yang akan ditransmisikan dalam sistem. Data masukkan menggunkan data citra.
3.2.2 Encoding
Fungsi Encoder pada sistem ini adalah mengubah data masukan yang berupa data biner menjadi data sandi. Satu data biner akan dilakukan penyandian menjadi tiga data
Input Encoding Modulasi STBC
[C1 C2] *𝐶 𝐶 𝐶 𝐶 + Guard Interval Guard Interval Up Sampling Up Sampling Up Conversionn Up Conversionn
baru yang meliputi satu data adalah data asli, dua data adalah data paritas. Fungsi untuk proses encoding ditunjukkan pada syntax program 3.2.
ostbcEnc = comm.OSTBCEncoder;
encData = ostbcEnc(modData) (3.2)
dengan modData adalah input, masukan yang akan dimodulasi.
3.2.3 Modulasi
Setelah data masukan sudah disandikan oleh encoder, maka proses selanjutnya adalah memodulasi bit-bit yang telah menjadi simbol baru dalam proses modulasi sebelum ditransmisikan ke dalam kanal. Modulasi yang digunakan dalam sistem ini adalah QPSK . syntax program 3.2 menunjukkan proses modulasi.
out = ltesymbolModulate(in,mod) (3.3)
dengan in adalah input, masukan yang akan dimodulasikan dan mod adalahmodulasi yang diinginkan QPSK.
Proses modulasi berfungsi untuk memetakan bit-bit informasi yang akan dikirimkan menjadi simbol-simbol sebelum ditumpangkan ke frekuensi pembawa. Berdasarkan Gambar 3.3, bit informasi yang masuk pada modulator QPSK akan dibagi menjadi 2 aliran bit yaitu inphase I(t) dan quadrature Q(t). Aliran bit I(t) akan dimodulasi dengan 𝑐𝑜 𝜔𝑐 𝑡 dan Q(t) akan dimodulasi dengan 𝑖 𝜔𝑐 𝑡. Kemudian kedua aliran bit ini akan digabungkan kembali dengan menjumlahkan kedua hasil perkalian tersebut menjadi isyarat keluaran QPSK.
Gambar 3. 3Modulator QPSK[17] 3.2.4 Space Time Block Coding (STBC)
Teknik penyandi STBC yang digunakan pada simulasi ini menggunakan metode Alamouti 2x2. Simbol akan ditransmisikan melalui dua antena pengirim yang
berbeda dan diterima oleh dua antena penerima secara bersamaan. Pada saat t, antena Tx1 mentransmisikan simbol x1 sedangkan antena Tx2 mentransmisikan simbol x2. Pada saat t+T, saklar masing-masing antena akan bergeser untuk mentransmisikan simbol berikutnya. Saat t+T, antena Tx1 mentransmisikan simbol -x2* sedangkan antena Tx2 mentransmisikan simbol x1*. Fungsi untuk proses STBC ditunjukkan pada syntax program 3.4
sCode = zeros(2,N); (3.4)
3.2.5 Guard Interval
Setelah menjadi aliran data yang independen, kemudian aliran data tersebut diproses menghasilkan simbol yang di antara setiap simbol disisipkan Guard Interval. Penyisipan guardtime dilakukan untuk melindungi sinyal dari efek multipath fading. Guardtime yang disisipkan berupa deretan pulsa bernilai nol (zero stream).
Fungsi untuk proses guard interval ditunjukkan pada syntax program 3.5. Pendekatan yang relatif sering digunakan untuk memecahkan masalah ini adalah dengan menyisipkan guard interval (interval penghalang) secara periodik pada tiap simbol.
z2=zeros(GIlen*Nsym,1);
z3=zeros(GIlen*Nsym,1); (3.5)
3.2.6 Up Sampling
Upsampling merupakan proses peningkatan sampling rate dari sebuah sinyal dengan syntax program. Up-sampling pada sistem MIMO diperlukan untuk meningkatkan akurasi. Berbeda dengan proses upsampling pada umumnya yang menyisipkan zeros diantara bit informasi, pada simulasi ini, upsampling yang digunakan adalah dengan mengulang masing-masing simbol sebanyak n kali, dengan n adalah faktor upsampling.
out=upsamp(in,M) (3.6)
dengan in adalah input, masukkan yang akan dimodulasikan, M adalah Faktor dari Up Sampling.
3.2.7 Up Conversion
Up-conversion bertujuan untuk memudahkan transmisi simbol kompleks. Bagian real dan imajiner di-up-conversi menggunakan dua carrier yang saling ortogonal (sinus
dan cosinus). Sinyal hasil up-conversi terbagi menjadi bagian sinyal inphase (I) dan quardrature (Q). Kedua sinyal ini kemudian dijumlahkan untuk dikirim melalui transmitter. Fungsi untuk proses Up Conversion ditunjukkan pada syntax program 3.7.
X_up = real(x) * cosine(difference_freq)+ imag(x)*sine(difference_freq) (3.7)
3.3 Representasi kanal MIMO
Dalam pemodelan kanal MIMO ini, diasumsikan bahwa setiap link pada antena transmitter dan receiver memiliki kanal respon yang dinotasikan dengan matriks H. Matriks H berdimensi sesuai jumlah antena pada transmitter dan receiver yaitu nT x nR. Berikut merupakan tabel kanal respon setiap antena :
Tabel 3.1 Model Kanal MIMO
Rx1 Rx2
Tx1 h11 h21
Tx2 h12 h22
3.4 Sisi Receiver
Pada bagian penerima, sinyal yang ditransmisikan selanjutnya diterima oleh antena untuk diproses seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.4.
Down Conversion Down Sampling Hapus Guard Interval STBC Channel Estimator Down Conversion Down Sampling Hapus Guard Interval Demodulasi Decoding Output
Gambar 3. 4 Blok diagram sisi penerima 3.4.1 Down Conversion
Sinyal dari antena penerima merupakan sinyal passband. Untuk pemrosesan pada sisi penerima, maka sinyal ini dikonversi menjadi sinyal baseband. Fungsi untuk proses Down Conversion ditunjukkan pada syntax program 3.8.
X_dn = real(x) * cosine(difference_freq)- imag(x)*sine(difference_freq) (3.8)
3.4.2 Down Sampling
Selanjutnya, sinyal di-down sample dengan rate yang merupakan kebalikan dari rate upsampling pada transmitter. Dengan demikian, rate untuk down sampling adalah 1/L (1/4), karena pada sisi transmitter rate dari upsampling adalah 4. Fungsi untuk proses Down Sampling ditunjukkan pada syntax program 3.9.
out=downsamp(in,M) (3.9)
dengan in adalah input, masukkan yang akan dimodulasikan dan M adalah Faktor dari Down Sampling.
3.4.3 Hapus Guard Interval
Proses ini merupakan penghapusan guard interval yang sebelumnya ditambahkan pada sisi transmitter.
3.4.4 Channel Estimator
Hasil estimasi kanal respon ini akan diinverkan untuk dan dikalikan dengan sinyal yang diterima untuk mendapatkan bit asli yang telah dikirimkan.
Berikut perhitungan kanal respon melalui kanal estimasi : *𝑟 𝑟 + = * + * +
* + = * + *𝑟 𝑟 +
Untuk mendapatkan kanal respon ini kita harus menyisipkan pilot insertion dengan dua simbol yang sama pada interval tertentu.
3.4.5 Demodulasi
Pengembalian dari proses AWGN menuju De-Modulasi dilakukan dengan syntax De-Modulasi seperti pada syntax program 3.10 dengan menggunakan rumus yang telah
diproses pemindahan ini dilakukan untuk mengembalikan data input dapat di decoding sehingga nantinya diakhir dapat menjadi data output.
out =lteSymbolDemodulate(in,Mod) (3.10)
dengan in adalah input, masukkan yang akan dilakukan De-Modulasi dan mod adalah modulasi yang diinginkan (QPSK)
Demodulator QPSK berfungsi untuk mendemodulasi isyarat yang diterima dengan mengalikan kembali dengan frekuensi pembawa seperti pada blok modulasi QPSK. Isyarat yang diterima akan dibagi menjadi dua aliran bit yaitu bagian inphase dan quadrature yang ditunjukkan pada Gambar 3.6.
Gambar 3. 5 Demodulator QPSK[17]
3.4.6 Decoding
Proses Decoding atau pengawasandian dilakukan supaya data dapat kembali dibaca pada akhir proses transmisi ini. Fungsi untuk proses Decoding ditunjukkan pada syntax program 3.11.
dec_seq = zeros(1,Nt); (3.11)
dengan Nt adalah input dari antena pengirim, masukkan yang akan dimodulasikan.
3.5 Perancangan AWGN
Suatu kanal transmisi memiliki noise yang timbul akibat perangkat transmitter dan perangkat receiver. Noise inilah yang disebut dengan AWGN karena noise ini bersifat Additive atau ditambahkan pada sinyal transmisi dengan pola acak dari Gaussian. SNR yang digunakan yaitu dengan lima belas tahapan dengan urutan 1 hingga 15. Syntax program 3.12 adalah rumus AWGN yang telah ada dalam software MATLAB sehingga dapat lansung digunakan dalam sistem yang akan dibuat.
y = awgn(x,snr,sigpower) (3.12)
dengan x adalah input, masukkan yang akan diproses AWGN, snr adalah Signal to Noise Rasio yang dinginkan dan sigpower adalah Signal Power dalam dBW.
3.6 Menghitung BER pada sistem
Untuk menghitung BER yang diinginkan dapat dengan menggunakan perhitungan yang akan membantu untuk melihat seberapa besar kesalahan yang ada pada saat penerimaan. Data-data yang dikirimkan dalam bentuk paket akan dapat ditentukan kesalahannya dengan menggunakan BER. BER inilah yang akan melihat nilai kinerja untuk sistem perancangan yang dibuat. Semakin kecil BER, maka perancangan sitem yang dibuat dikatakan berhasil. Pengubahan SNR juga akan mempengaruhi BER pada akhirnya, karena dapat terjadi bahwa signal power lebih tinggi dari noise power yang ada.
simBer = nErr / numSymbols; (3.13)
37
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan membahas mengenai langkah yang digunakan untuk menjalankan Simulasi Transmisi Menggunakan Teknik MIMO Pada Sistem Komunikasi Nirkabel dengan simulasi yang dijalankan pada software Matlab baik masukan secara perseoranngan dan sekumpulan data yang telah dibuat, syntax program yang digunakan, dan membahas mengenai data hasil pengujian simulasi.
Suatu program dapat dikatakan bekerja dengan baik apabila telah dilakukan pembuktian terhadap sistem kerja program tersebut.
Spesifikasi laptop yang digunakan untuk menjalankan simulasi transmisi menggunakan Teknik MIMO pada sistem komunikasi nirkabel adalah sebagai berikut:
1. Merk dan Tipe Laptop : Asus AMD A9 2. Processor : Intel(R) Core 2C+3C
3. Memory : 4 GB
4. Versi Matlab : R2016b
5. Sistem Operasi : Windows 10 (64bit)
4.1 Penjelasan dan Validasi Data dari setiap Syntax Program
4.1.1 Pembuatan Data Masukan
Data masukan yang dibuat dalam program ini adalah data citra warna format JPG dengan resolusi 3264x1836 dan ukuran sebesar 1.90 MB. Data masukkan yang digunakan pada proses ini merupakan sekumpulan data biner 0 dan 1.
Gambar 4. 1 citra asli
Program yang dijalankan pada software MATLAB seperti ditunjukkan dalam Gambar 4.2.
Gambar 4. 2 Syntax program Pembuatan Data Masukan dan untuk mengubah resolusi Dapat terlihat pada Gambar 4.3 bahwa data masukan adalah data citra warna dari sebuah gambar format JPG.
Gambar 4. 3 Data citra yang di proses
Data informasi yang dikirim diubah menjadi lebih kecil dikarenkan data yang sesuai dengan batasan masalah terlalu besar untuk di kirimkan.
4.1.2 Encoding
Pada sistem simulasi ini encoder yang digunakan disini adalah convolutional encoder. Dengan coderate yang digunakan ½ sehingga menunjukkan bahwa setiap satu bit diwakilkan menjadi dua bit setelah proses encoding. Syntax program untuk proses Encoder ditunjukkan pada Gambar 4.4 berikut.