• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kesejahteraan sosial bagi individu dan keluarganya (Mukono, 2005).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kesejahteraan sosial bagi individu dan keluarganya (Mukono, 2005)."

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lingkungan Perumahan

2.1.1. Pengertian Lingkungan Perumahan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitarnya baik berupa benda hidup, benda mati, benda nyata ataupun abstrak, termasuk manusia lain, serta suasana yang terbentuk karena terjadinya interaksi diantara elemen-elemen di alam tersebut lingkungan itu sangat luas oleh karenanya seringkali dikelompokkan untuk mempermudah pemahaman. Di dalam program kesehatan lingkungan, suatu pemukiman/perumahan sangat berhubungan dengan kondisi ekonomi, sosial, pendidikan, tradisi/kebiasaan, suku, geografi, dan kondisi lokal. Selain itu lingkungan perumahan/pemukiman dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat menentukan kualitas lingkungan perumahan tersebut, antara lain fasilitas pelayanan, perlengkapan, peralatan yang dapat menunjang terselenggaranya kesehatan fisik, kesehatan mental, kesejahteraan sosial bagi individu dan keluarganya (Mukono, 2005).

Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni (UU RI No. 1 tahun 2011).

Perumahan merupakan wadah, sedangkan pemukiman merupakan paduan antara wadah fisik. Bagian pemukiman yang disebut sebagai wadah merupakan paduan unsur, yaitu alam (tanah, air, dan udara), lindungan (bangunan rumah, pelayanan sosial, industri dan transportasi), jaringan (sistem air bersih, listrik,

(2)

komunikasi, saluran air, tata letak fisik) sedang isinya adalah manusia dan masyarakat (Kusnoputranto, 2000).

2.1.2. Persyaratan Kesehatan Perumahan

Persyaratan Kesehatan Rumah Tinggal menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 829/Menkes/SK/VII/1999 terlampir.

Menurut syarat rumah yang sehat, jenis lantai yang tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim penghujan. Lantai rumah dapat terbuat dari: ubin atau semen, kayu, dan tanah yang disiram kemudian dipadatkan. Lantai yang basah dan berdebu dapat menimbulkan sarang penyakit (Notoatmodjo, 2003).

Lantai yang baik adalah lantai yang dalam keadaan kering dan tidak lembab. Bahan lantai harus kedap air dan mudah dibersihkan, paling tidak perlu diplester dan akan lebih baik kalau dilapisi ubin atau keramik yang mudah dibersihkan (Depkes, 2002).

2.2. Sanitasi Dasar 2.2.1. Sarana Air Bersih 2.2.1.1 Pengertian Air Bersih

Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Sekitar tiga per empat bagian dari tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorangpun dapat bertahan hidup lebih dari 4-5 hari tanpa minum air. Selain itu, air juga dipergunakan untuk memasak, mencuci, mandi, dan membersihkan kotoran yang ada di sekitar rumah. Penyakit-penyakit yang menyerang manusia dapat juga ditularkan

(3)

dan disebarkan melalui air. Kondisi tersebut tentunya dapat menimbulkan wabah penyakit dimana-mana (Chandra, 2007).

Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Sedangkan air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum (Permenkes RI No 416 Tahun 1990).

2.2.1.2. Sumber Air

Sumber air yang digunakan sehari-hari harus memenuhi syarat-syarat kesehatan. Air di bumi selalu mengalami siklus hidrologi sehingga dikenal 4 (empat) sumber air di bumi yaitu (Sutrisno, 2006):

1. Air Laut

Mempunyai sifat asin karena mengandung garam NaCl. Kadar garam NaCl dalam air laut 3%. Dengan keadaan ini maka air laut tidak memenuhi syarat untuk air bersih.

2. Air Hujan

Dalam keadaan murni sangat bersih, karena adanya pengotoran dari udara yang disebabkan oleh kotoran-kotoran industri/debu dan lain sebagainya, maka untuk menjadikan air hujan sebagai air minum hendaknya pada waktu menampung air hujan jangan dimulai pada saat hujan mulai turun karena banyak mengandung kotoran. 3. Air Permukaan

Air permukaan adalah air yang terdapat di permukaan tanah seperti sungai, danau, rawa dan sebagainya. Dibandingkan dengan sumber-sumber air lainnya air

(4)

permukaan mudah sekali mengalami pencemaran. Disamping pencemaran disebabkan oleh kegiatan manusia juga oleh flora dan fauna.

a.Air Sungai

Dalam penggunaanya sebagai air bersih haruslah diolah mengingat air ini pada umumnya derajat pengotorannya tinggi, debit yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan pada umumnya dapat mencukupi.

b.Air Rawa/Danau

Kebanyakan air rawa ini berwarna yang disebabkan oleh adanya zat-zat organisme yang telah membusuk misalnya asam humus yang larut dalam air yang menyebabkan air warna kuning coklat. Dengan adanya pembusukan kadar zat organis tinggi maka umumnya kadar Fe dan Mn akan tinggi pula. Dan dalam keadaan kelarutan O2 kurang sekali (anaerob), maka unsur-unsur Fe dan Mn akan larut.

4. Air Tanah

Sebagian air hujan yang mencapai permukaan bumi akan menyerap ke dalam tanah dan akan menjadi air tanah. Air tanah terbagi menjadi tiga yaitu :

a. Air Tanah Dangkal

Terjadi karena proses peresapan air dari permukaan tanah. Air tanah dangkal akan terdapat pada kedalaman 15 meter. Air tanah ini bisa dimanfaatkan sebagai sumber air bersih melalui sumur-sumur dangkal. Dari segi kualitas agak baik sedangkan kuantitasnya kurang cukup dan tergantung pada musim.

(5)

b. Air Tanah Dalam

Terdapat pada lapisan rapat air pertama dengan kedalaman 100 – 300 meter. Ditinjau dari segi kualitas pada umumnya lebih baik dari air tanah dangkal. Sedangkan kuantitasnya mencukupi tergantung pada keadaan tanah dan sedikit dipengaruhi oleh perubahan musim.

c. Mata air

Mata air adalah air yang keluar dengan sendirinya ke permukaan tanah. Keluarnya air tersebut secara murni dan biasanya terdapat di lereng-lereng gunung atau sepanjang tepi sungai. Hampir tidak terpengaruh oleh musim.

2.2.1.3. Persyaratan Air Bersih

Pemenuhan kebutuhan akan air bersih haruslah memenuhi dua syarat yaitu kuantitas dan kualitas.

a. Syarat Kuantitatif

Syarat kuantitatif adalah jumlah air yang dibutuhkan setiap hari tergantung kepada aktifitas dan tingkat kebutuhan. Makin banyak aktifitas yang dilakukan maka kebutuhan air akan semakin besar. Jumlah air untuk keperluan rumah tangga per hari per kapita tidaklah sama pada tiap negara. Pada umumnya, dapat dikatakan di negara-negara yang sudah maju, jumlah pemakaian air per hari per kapita lebih besar daripada di negara-negara yang sedang berkembang.

(6)

Di Indonesia diperkirakan 100 liter/orang/kapita dengan perincian (Entjang, 2000) : a. minum : 5 liter b. memasak : 5 liter c. membersihkan/mencuci : 15 liter d. mandi : 30 liter e. kakus (WC) : 45 liter b. Syarat Kualitatif

Syarat kualitas meliputi parameter fisik, kimia, radioaktivitas, dan mikrobiologis yang memenuhi syarat kesehatan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air (Slamet, 2007):

1. Parameter Fisik

Air yang memenuhi persyaratan fisik adalah air yang tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna, tidak keruh atau jernih, dan dengan suhu sebaiknya di bawah suhu udara sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa nyaman, dan jumlah zat padat terlarut (TDS) yang rendah.

a. Bau

Air yang berbau selain tidak estetis juga tidak akan disukai oleh masyarakat. Bau air dapat memberi petunjuk akan kualitas air.

b. Rasa

Air yang bersih biasanya tidak memberi rasa/tawar. Air yang tidak tawar dapat menunjukkan kehadiran berbagai zat yang dapat membahayakan kesehatan.

(7)

c. Warna

Air sebaiknya tidak berwarna untuk alasan estetis dan untuk mencegah keracunan dari berbagai zat kimia maupun mikroorganisme yang berwarna. Warnapun dapat berasal dari buangan industri.

d. Kekeruhan

Kekeruhan air disebabkan oleh zat padat yang tersuspensi, baik yang bersifat anorganik maupun yang organik. Zat anorganik biasanya berasal dari lapukan batuan dan logam, sedangkan yang organik dapat berasal dari lapukan tanaman atau hewan. Buangan industri dapat juga merupakan sumber kekeruhan.

e. Suhu

Suhu air sebaiknya sejuk atau tidak panas terutama agar tidak terjadi pelarutan zat kimia yang ada pada saluran/pipa yang dapat membahayakan kesehatan, menghambat reaksi-reaksi biokimia di dalam saluran/pipa, mikroorganisme pathogen tidak mudah berkembang biak, dan bila diminum air dapat menghilangkan dahaga.

f. Jumlah Zat Padat Terlarut

Jumlah zat padat terlarut (TDS) biasanya terdiri atas zat organik, garam anorganik, dan gas terlarut. Bila TDS bertambah maka kesadahan akan naik pula. Selanjutnya efek TDS ataupun kesadahan terhadap kesehatan tergantung pada spesies kimia penyebab masalah tersebut.

(8)

2. Parameter Mikrobiologis

Sumber-sumber air di alam pada umumnya mengandung bakteri. Jumlah dan jenis bakteri berbeda sesuai dengan tempat dan kondisi yang mempengaruhinya. Oleh karena itu air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari harus bebas dari bakteri pathogen. Bakteri golongan coli tidak merupakan bakteri golongan pathogen, namun bakteri ini merupakan indikator dari pencemaran air oleh bakteri pathogen.

3. Parameter Radioaktifitas

Dari segi parameter radioaktivitas, apapun bentuk radioaktivitas efeknya adalah sama, yakni menimbulkan kerusakan pada sel yang terpapar. Kerusakan dapat berupa kematian dan perubahan komposisi genetik. Kematian sel dapat diganti kembali apabila sel dapat beregenerasi dan apabila tidak seluruh sel mati. Perubahan genetis dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker dan mutasi.

4. Parameter Kimia

Dari segi parameter kimia, air yang baik adalah air yang tidak tercemar secara berlebihan oleh zat-zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan antara lain air raksa (Hg), alumunium (Al), Arsen (As), barium (Ba), besi (Fe), Flourida (F), Kalsium (Ca), derajat keasaman (pH), dan zat kimia lainnya. Air sebaiknya tidak asam dan tidak basa (Netral) untuk mencegah terjadinya pelarutan logam berat dan korosi jaringan distribusi air. Derajat keasaman (pH) yang dianjurkan untuk air bersih adalah 6,5 – 9.

(9)

2.2.1.4. Peranan Air dan Pengaruh Air bagi Kesehatan

Air dalam kehidupan manusia, selain memberikan manfaat yang menguntungkan dapat juga memberikan pengaruh buruk terhadap kesehatan. Air yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan merupakan media penularan penyakit karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan, terutama penyakit perut (Slamet, 2007).

Penyakit yang dapat ditularkan melalui air (Kusnoputranto, 2000): 1. Water Borne Disease

Water borne disease adalah penyakit yang ditularkan langsung melalui air minum, dimana air minum tersebut mengandung kuman pathogen dan terminum oleh manusia maka dapat menimbulkan penyakit. Penyakit- penyakit tersebut antara lain adalah penyakit cholera, thypoid, hepatitis infektiosa, dysentri, dan gastroentritis. 2. Water Washed Disease

Water washed disease adalah penyakit yang disebabkan oleh kurangnya air untuk pemeliharaan hygiene perseorangan dan air bagi kebersihan alat-alat terutama alat dapur dan alat makan. Dengan terjaminnya kebersihan oleh tersedianya air yang cukup maka penularan penyakit-penyakit tertentu pada manusia dapat dikurangi. Penyakit ini sangat dipengaruhi oleh cara penularan, diantaranya adalah penyakit infeksi saluran pencernaan. Salah satu penyakit infeksi saluran pencernaan adalah diare, penularannya bersifat fecal-oral.

(10)

3. Water Based Disease

Water based disease adalah penyakit yang ditularkan oleh bibit penyakit yang sebagian besar siklus hidupnya di air seperti schistosomiasis. Larva schistoma hidup di dalam keong air. Setelah waktunya larva ini akan mengubah bentuk menjadi carcaria dan menembus kulit (kaki) manusia yang berada di dalam air tersebut. 4. Water Related Insect Vectors

Water related insect vectors adalah penyakit yang di tularkan melalui vektor yang hidupnya tergantung pada air misalnya malaria, demam berdarah, filariasis, yellow fever dan sebagainya.

2.2.2. Jamban

Penyediaan sarana jamban merupakan bagian dari usaha sanitasi yang cukup penting peranannya. Ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan pembuangan kotoran yang tidak saniter akan dapat mencemari lingkungan terutama tanah dan sumber air. Beberapa penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara lain: thypus, disentri, kolera, bermacam-macam cacing (gelang, kremi, tambang dan pita), schistosomiasis dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).

Untuk mencegah kontaminasi tinja terhadap lingkungan maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik. Pembuangan kotoran harus di suatu tempat tertentu atau jamban yang sehat. Suatu jamban tersebut sehat jika memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut: tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban, tidak mengotori air permukaan disekitarnya, tidak mengotori air tanah disekitarnya, tidak dapat terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa dan

(11)

binatang lainnya, tidak menimbulkan bau, mudah digunakan dan dipelihara, desainnya sederhana, murah, dan dapat diterima pemakainya (Notoatmodjo, 2003).

Macam-macam kakus antara lain sebagai berikut (Entjang, 2000): 1. Jamban cubluk (Pit privy)

Jamban cemplung ini sering dijumpai di daerah pedesaan. Jamban ini dibuat dengan jalan membuat lubang ke dalam tanah dengan diameter 80-120 cm sedalam 2,5 sampai 8 meter. Jamban cemplung tidak boleh terlalu dalam, karena akan mengotori air tanah dibawahnya. Jarak dari sumber minum sekurang-kurangnya 15 meter.

2. Jamban cubluk berair (Aqua privy)

Jamban ini terdiri dari bak yang kedap air, diisi air di dalam tanah sebagai tempat pembuangan tinja. Proses pembusukkanya sama seperti pembusukan tinja dalam air kali.

3. Jamban leher angsa (Angsa trine)

Jamban ini berbentuk leher angsa sehingga akan selalu terisi air. Fungsi air ini sebagai sumbat sehingga bau busuk dari kakus tidak tercium. Bila dipakai, tinjanya tertampung sebentar dan bila disiram air, baru masuk ke bagian yang menurun untuk masuk ke tempat penampungannya.

4. Jamban bor (Bored hole latrine)

Tipe ini sama dengan jamban cemplung hanya ukurannya lebih kecil karena untuk pemakaian yang tidak lama, misalnya untuk perkampungan sementara. Kerugiannya bila air permukaan banyak mudah terjadi pengotoran tanah permukaan.

(12)

5. Jamban keranjang (Bucket latrine)

Tinja ditampung dalam ember atau bejana lain dan kemudian dibuang di tempat lain, misalnya untuk penderita yang tak dapat meninggalkan tempat tidur. Sistem jamban keranjang biasanya menarik lalat dalam jumlah besar, tidak di lokasi jambannya, tetapi di sepanjang perjalanan ke tempat pembuangan. Penggunaan jenis jamban ini biasanya menimbulkan bau.

6. Jamban parit (Trench latrine)

Dibuat lubang dalam tanah sedalam 30 - 40 cm untuk tempat defaecatie. Tanah galiannya dipakai untuk menimbunnya. Penggunaan jamban parit sering mengakibatkan pelanggaran standar dasar sanitasi, terutama yang berhubungan dengan pencegahan pencemaran tanah, pemberantasan lalat, dan pencegahan pencapaian tinja oleh hewan.

7. Jamban empang/gantung (Overhung latrine)

Jamban ini semacam rumah-rumahan dibuat di atas kolam, selokan, kali, rawa dan sebagainya. Kerugiannya mengotori air permukaan sehingga bibit penyakit yang terdapat didalamnya dapat tersebar kemana-mana dengan air, yang dapat menimbulkan wabah.

8. Jamban kimia (Chemical toilet)

Tinja ditampung dalam suatu bejana yang berisi caustic soda sehingga dihancurkan sekalian didesinfeksi. Biasanya dipergunakan dalam kendaraan umum misalnya dalam pesawat udara, dapat pula digunakan dalam rumah.

(13)

2.2.3. Sarana Pembuangan Air Limbah

Air limbah atau air buangan adalah air yang tersisa dari kegiatan manusia, baik kegiatan rumah tangga maupun kegiatan lain seperti industri, perhotelan, dan sebagainya. Meskipun merupakan air sisa, namun volumenya besar, karena lebih kurang 80% dari air yang digunakan bagi kegiatan-kegiatan manusia sehari-hari tersebut dibuang lagi dalam bentuk yang sudah kotor (tercemar). Selanjutnya air limbah ini akan mengalir ke sungai dan akan digunakan oleh manusia lagi (Notoatmodjo, 2007).

Adapun beberapa cara pembuangan air limbah adalah sebagai berikut (Entjang, 2000) :

1. Dengan Pengeceran (Disposal by Dilution)

Air limbah dibuang ke sungai, danau, atau laut agar mendapat pengeceran. Cara ini hanya dapat dilaksanakan di tempat-tempat yang banyak air permukaannya. Dengan cara ini air limbah akan mengalami purifikasi alami. Karena kontaminasi air permukaan oleh bakteri patogen, larva, dan telur cacing serta bibit penyakit lainnya yang berasal dari feces penderita maka diisyaratkan:

a. Sungai atau danau itu airnya tidak boleh digunakan untuk keperluaan lain. b. Airnya harus cukup banyak sehingga pengecerannya paling sedikit 30-40 kali. c. Airnya harus cukup mengandung O2, artinya harus mengalir sehingga tidak bau. 2. Cesspool

Cesspool ini menyerupai sumur tapi gunanya untuk pembuangan air limbah. Dibuat pada tanah yang poreus (berpasir) agar air buangan mudah meresap ke dalam

(14)

tanah. Bagian atasnya ditembok agar tak tembus air. Bila sudah penuh (± 6 bulan) lumpurnya diisap keluar atau sejak semula dibuat cesspool secara berangkai, sehingga bila yang satu penuh, airnya akan mengalir ke cesspool berikutnya.

3. Seepage Pit (sumur resapan)

Sepage pit merupakan sumur tempat menerima air limbah yang telah mengalami pengolahan dalam sistim lain, misalnya aqua-privy atau septic-tank. Di dalam seepage pit ini airnya tinggal mengalami peresapan saja di dalam tanah. Lama pemakaiannya adalah 6-10 tahun.

4. Septik Tank

Merupakan cara yang terbaik yang di anjurkan WHO tapi biayanya mahal, tekniknya sukar dan memerlukan tanah yang luas.

5. Sistim Riool (Sewerage)

Sistim riool merupakan cara pembuangan sewage di kota-kota dan selalu harus termasuk dalam rencana pembangunan kota. Semua sewage baik dari rumah-rumah maupun dari perusahaan-perusahaan dialirkan ke sistim riool. Bila sistim riool ini dipakai pula untuk menampung air hujan disebut combined system; bila untuk menampung air hujan dipisahkan disebut separated system.

Pengelolaan air buangan yang tidak baik akan berakibat buruk terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat. Beberapa akibatnya yaitu (Kusnoputranto, 2000):

(15)

a.Akibat terhadap lingkungan

Air buangan limbah dapat menjadi sumber pengotoran, sehingga bila tidak dikelola dengan baik akan dapat menimbulkan pencemaran terhadap air permukaan, tanah atau lingkungan hidup dan terkadang dapat dapat menimbulkan bau serta pemandangan yang tidak menyenangkan.

b. Akibat terhadap kesehatan masyarakat

Lingkungan yang tidak sehat akibat tercemar air buangan dapat menyebabkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat. Air buangan dapat menjadi media tempat berkembangbiaknya mikroorganisme pathogen, larva nyamuk ataupun serangga lainnya dan juga dapat menjadi media transmisi penyakit seperti cholera, thypus dan lainnya.

2.2.4. Tempat Pembuangan Sampah

Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia, atau benda padat yang sudah digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang. Sampah erat kaitannya dengan kesehatan masyarakat, karena dari sampah tersebut akan hidup berbagai mikroorganisme penyebab penyakit (bakteri patogen), dan juga binatang serangga sebagai pemindah/penyebar penyakit (vektor) (Notoatmodjo, 2007).

Pengelolaan sampah yang baik, bukan untuk kepentingan kesehatan saja, tetapi juga untuk keindahan lingkungan. Pengelolaan sampah meliputi pengumpulan, pengangkutan, sampai dengan pemusnahan atau pengolahan sampah sedemikian rupa

(16)

sehingga sampah tidak menjadi gangguan kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup. Syarat-syarat tempat sampah antara lain :

1. Konstruksinya kuat agar tidak mudah bocor, untuk mencegah berseraknya sampah.

2. Mempunyai tutup, mudah dibuka, dikosongkan isinya serta dibersihkan, sangat dianjurkan agar tutup sampah ini dapat dibuka atau ditutup tanpa mengotori tangan.

3. Ukuran tempat sampah sedemikian rupa, sehingga mudah diangkut oleh satu orang.

Pengelolaan sampah yang kurang baik akan memberikan pengaruh negatif terhadap masyarakat dan lingkungan adalah sebagai berikut (Kusnoputranto, 2000): a. Terhadap kesehatan

Pengelolaan sampah yang tidak baik akan menyediakan tempat yang baik bagi vektor-vektor penyakit yaitu serangga dan binatang-binatang pengerat untuk mencari makan dan berkembang biak dengan cepat sehingga dapat menimbulkan penyakit. b. Terhadap lingkungan

1. Dapat mengganggu estetika serta kesegaran udara lingkungan masyarakat akibat gas-gas tertentu yang dihasilkan dari proses pembusukan sampah oleh mikroorganisme.

2. Debu-debu yang berterbangan dapat mengganggu mata serta pernafasan.

3. Bila terjadi proses pembakaran dari sampah maka asapnya dapat mengganggu pernafasan, penglihatan dan penurunan kualitas udara karena ada asap di udara.

(17)

4. Pembuangan sampah ke saluran-saluran air akan menyebabkan estetika yang terganggu, memyebabkan pendangkalan saluran serta mengurangi kemampuan daya aliran saluran.

5. Dapat menyebabkan banjir apabila sampah dibuang ke saluran yang daya serap alirannya sudah menurun.

6. Pembuangan sampah ke selokan atau badan air akan menyebabkan terjadinya pengotoran badan air.

2.3. Lalat

Pembuangan kotoran dan sampah kedalam saluran yang menyebabkan penyumbatan dan timbulnya genangan akan mempercepat berkembangbiaknya mikroorganisme atau kuman-kuman penyebab penyakit, serangga dan mamalia penyebar penyakit seperti lalat dan tikus.

Lalat banyak sekali jenisnya dan yang paling banyak merugikan manusia adalah jenis lalat rumah (Musa domestica) , lalat hijau (lucilia) , lalat biru (calliphora vomituria), dan lalat latrine (Fannia canicularis). Beberapa penyakit yang ditularkan melalui makanan oleh lalat ini seperti disentri, kholera, typhoid, diare, dan gatal-gatal pada kulit. Penyakit tersebut disebabkan karena sanitasi lingkungan yang buruk. Penularan ini terjadi secara mekanis, dimana kulit tubuh dan kaki-kakinya yang kotor tadi merupakan tempat menempelnya mikroorganisme penyakit perut kemudian hinggap pada makanan (Depkes RI, Pedoman Tehnis Pengendalian Lalat).

Lalat rumah, lalat hijau, lalat biru dapat membawa kuman dari sampah atau kotorannya kepada makanan dan menimbulkan penyakit bawaan makanan. Lalat

(18)

membawa bakteri pada tubuh dan kaki-kakinya. Sewaktu lalat menikmati makanan, ia akan mencemari makanan melalui cairan yang dikeluarkan oleh makanan yang dicerna dan masuk kembali ke dalam permukaan makanan.

Penyakit yang ditularkan oleh lalat serta gejala-gejalanya adalah sebagai berikut: (Depkes RI, Pedoman Tehnis Pengendalian Lalat)

1. Desentri

Penyebaran bibit penyakit yang dibawa oleh lalat rumah yang berasal dari sampah, kotoran manusia/hewan terutama melalui bulu-bulu badannya, kaki dan bagian tubuh yang lain dari lalat dan bila lalat hinggap ke makanan manusia maka kotoran tersebut akan mencemari makanan yang akan dimakan oleh manusia, akhirnya timbul gejala pada manusia yaitu sakit pada bagian perut, lemas karena terlambat peredaran darah dan pada kotoran terdapat mucus dan push.

2. Diare

Cara penyebarannya sama dengan desentri dengan gejala sakit pada bagian perut, lemas dan pecernaan terganggu.

3. Typhoid

Cara penyebaran sama dengan desentri, gangguan pada usus, sakit pada perut, sakit kepala, berak darah dan demam tinggi.

4. Cholera

Penyebarannya sama dengan desentri dengan gejala muntah-muntah, demam, dehidrasi.

(19)

2.4. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) 2.4.1. Pengertian PHBS Rumah Tangga

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan dapat berperan aktif dalam kegiatan – kegiatan kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan–kegiatan kesehatan di masyarakat. PHBS merupakan salah satu strategi yang dapat ditempuh untuk menghasilkan kemandirian di bidang kesehatan baik pada masyarakat maupun pada keluarga, artinya harus ada komunikasi antara kader dengan keluarga/masyarakat untuk memberikan informasi dan melakukan pendidikan kesehatan (Depkes RI, 2007).

PHBS di Rumah Tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau dan mampu melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat. PHBS di Rumah Tangga dilakukan untuk mencapai Rumah Tangga Sehat. Rumah tangga sehat berarti mampu menjaga, meningkatkan, dan melindungi kesehatan setiap anggota rumah tangga dari gangguan ancaman penyakit dan lingkungan yang kurang kondusif untuk hidup sehat (Depkes RI, 2007).

Manfaat PHBS bagi rumah tangga adalah sebagai berikut:

a. Setiap rumah tangga meningkatkan kesehatannya dan tidak mudah sakit. b. Anak tumbuh sehat dan cerdas.

(20)

c. Produktivitas kerja anggota keluarga meningkat dengan meningkatnya kesehatan anggota rumah tangga maka biaya yang dialokasikan untuk kesehatan dapat dialihkan untuk biaya investasi seperti biaya pendidikan, pemenuhan gizi keluarga dan modal usaha untuk peningkatan pendapatan keluarga.

2.4.2. Sasaran PHBS

Sasaran PHBS di Rumah Tangga adalah seluruh anggota keluarga yaitu: 1. Pasangan Usia Subur

2. Ibu Hamil dan Ibu Menyusui 3. Anak dan Remaja

4. Usia Lanjut 5. Pengasuh Anak

2.4.3. Indikator PHBS dan Gaya Hidup Sehat

Pembinaan PHBS di rumah tangga dilakukan untuk mewujudkan Rumah Tangga Sehat. Rumah Tangga Sehat adalah rumah tangga yang memenuhi 7 indikator PHBS dan 3 indikator Gaya Hidup Sehat sebagai berikut:

a. 7 Indikator PHBS di Rumah Tangga

1. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan

Adalah pertolongan persalinan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh tenaga kesehatan (bidan, dokter, dan tenaga para medis lainnya).

2. Bayi diberi ASI eksklusif

Adalah bayi usia 0-6 bulan hanya diberi ASI saja sejak lahir sampai usia 6 bulan.

(21)

3. Penimbangan bayi dan balita

Penimbangan balita dimaksudkan untuk memantau pertumbuhan balita setiap bulan dan mengetahui apakah balita berada pada kondisi gizi kurang atau gizi buruk.

4. Mencuci tangan dengan air dan sabun

Air yang tidak bersih banyak mengandung kuman dan bakteri penyebab penyakit. Bila digunakan, kuman berpindah ke tangan. Pada saat makan, kuman dengan cepat masuk ke dalam tubuh yang bisa menimbulkan penyakit. Sabun dapat mengikat lemak, kotoran dan membunuh kuman. Tanpa sabun, kotoran dan kuman masih tertinggal di tangan.

5. Menggunakan air bersih

Air yang kita pergunakan sehari-hari untuk minum, memasak, mandi, berkumur,membersihkan lantai, mencuci alat-alat dapur, mencuci pakaian, dan sebagainya haruslah bersih, agar kita tidak terkena penyakit atau terhindar dari penyakit.

6. Menggunakan jamban sehat

Setiap rumah tangga harus memiliki dan menggunakan jamban leher angsa dan tangki septik atau lubang penampungan kotoran sebagai penampung akhir.

7. Rumah bebas jentik

Adalah rumah tangga yang setelah dilakukan pemeriksaan jentik berkala tidak terdapat jentik nyamuk.

(22)

b. 3 Indikator Gaya Hidup Sehat

1. Makan buah dan sayur setiap hari

Adalah anggota keluarga umur 10 tahun ke atas yang mengkomsumsi minimal 3 porsi buah dan 2 porsi sayuran atau sebaliknya setiap hari.

2. Melakukan aktivitas fisik setiap hari

Adalah anggota rumah tangga umur 10 tahun ke atas melakukan aktivitas fisik 30 menit setiap hari.

3. Tidak merokok dalam rumah

Anggota rumah tangga umur 10 tahun ke atas tidak boleh merokok di dalam rumah ketika berada bersama dengan anggota keluarga yang lainnya.

2.5. Diare

2.5.1. Pengertian Diare

Diare berasal dari bahasa Yunani yaitu diarroi yang berarti mengalir terus. Terdapat beberapa pendapat tentang defenisi penyakit diare.

1. Hipocrates mendefinisikan diare sebagai buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal (meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair.

2. Menurut WHO (2005), penyakit diare adalah gejala yang umum, di mana penderita diare buang air besar (defekasi) lebih sering dari biasanya, dan konsistensi tinjanya encer, berat tinjanya lebih dari 200 gram atau berat tinjanya kurang dari 200 gram tapi buang air besar lebih dari 3 kali sehari dan tinjanya berlendir , berdarah.

(23)

3. Diare adalah buang air besar lembek atau cair dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari) (Depkes RI, 2000).

2.5.2. Jenis diare

Berdasarkan jenisnya, diare dibagi empat yaitu (Depkes RI, 2000) : a. Diare Akut

Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang dari 7 hari). Akibatnya adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi merupakan penyebab utama kematian bagi penderita diare.

b. Disentri

Disentri yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, dan kemungkinan terjadinnya komplikasi pada mukosa.

c. Diare persisten

Diare persisten yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan metabolisme.

d. Diare dengan masalah lain

Anak yang menderita diare (diare akut dan diare persisten) mungkin juga disertai dengan penyakit lain, seperti demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya.

(24)

2.5.3. Gejala dan Tanda Diare

Gejala-gejala diare adalah sebagai berikut (Widjaja, 2000):

a. Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah. Suhu badannya pun meninggi, b. Tinja bayi encer, berlendir atau berdarah,

c. Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu, d. Lecet pada anus,

e. Gangguan gizi akibat intake (asupan) makanan yang kurang, f. Muntah sebelum dan sesudah diare,

g. Hipoglikemia (penurunan kadar gula darah), dan h. Dehidrasi (kekurangan cairan).

2.5.4. Faktor-Faktor Penyebab Diare

Diare dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain: 1. Faktor infeksi

Infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare yang disebabkan sebagai berikut (Widoyono, 2008):

a. Infeksi bakteri : Vibrio cholerae, E. coli, Salmonella, Shigella sp.,Campilobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya.

b. Infeksi virus : Rotavirus, Adenovirus.

c. Infeksi parasit : cacing perut, Ascaris, Trichiuris, Strongyloides, Blastsistis huminis, protozoa, Entamoeba histolitica, Giardia labila, Belantudium coli dan Crypto.

(25)

2. Faktor Malabsorsi

Faktor malabsorpsi dibagi menjadi dua yaitu malabsorpsi karbohidrat dan lemak. Malabsorpsi karbohidrat, pada bayi kepekaan terhadap lactoglobulis dalam susu formula dapat menyebabkan diare. Gejalanya berupa diare berat, tinja berbau sangat asam, dan sakit di daerah perut. Sedangkan malabsorpsi lemak, terjadi bila dalam makanan terdapat lemak yang disebut triglyserida. Triglyserida, dengan bantuan kelenjar lipase, mengubah lemak menjadi micelles yang siap diabsorpsi usus. Jika tidak ada lipase dan terjadi kerusakan mukosa usus, diare dapat muncul karena lemak tidak terserap dengan baik (Widjaja, 2002).

3. Faktor Makanan

Makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan yang tercemar, basi, beracun, terlalu banyak lemak, mentah (sayuran) dan kurang matang. Makanan yang terkontaminasi jauh lebih mudah mengakibatkan diare pada anak-anak balita (Widoyono, 2008).

4. Faktor Lingkungan

Dapat terjadi pada lingkungan yang tidak saniter seperti: pasokan air tidak memadai, air terkontaminasi tinja, jamban tidak memenuhi syarat kesehatan. Sumber air minum utama merupakan salah satu sarana sanitasi yang tidak kalah pentingnya berkaitan dengan kejadian diare. Sebagian kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fekal oral. Mereka dapat ditularkan dengan memasukkan ke dalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya air minum, jari-jari

(26)

tangan, dan makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar (Depkes RI, 2004).

Tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan meningkatkan risiko terjadinya diare berdarah pada anak balita sebesar dua kali lipat dibandingkan keluarga yang mempunyai kebiasaan membuang tinjanya yang memenuhi syarat sanitasi (Wibowo, 2004).

5. Faktor perilaku

Menurut Depkes RI (2005), faktor perilaku yang dapat menyebabkan penyebaran bakteri pathogen dan meningkatkan risiko terjadinya diare adalah sebagai berikut :

a. Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan. b. Menggunakan botol susu yang memudahkan pencemaran bakteri pathogen,

karena botol susu susah dibersihkan.

c. Menyimpan makanan pada suhu kamar, yang jika didiamkan beberapa jam bakteri pathogen akan berkembang biak.

d. Menggunakan air minum yang tercemar.

e. Tidak mencuci tangan setelah buang air besar atau sesudah makan dan menyuapi anak.

(27)

6. Faktor psikologis

Rasa takut, cemas, dan tegang, jika terjadi pada anak dapat menyebabkandiare kronis. Tetapi jarang terjadi pada anak balita,umumnya terjadi pada anak yang lebih besar.

2.5.5. Pencegahan Diare

Beberapa cara pencegahan diare yang benar-benar efektif yang dapat dilakukan adalah (Depkes RI, 200):

1. Memberikan ASI

ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare. Pada bayi yang tidak diberi ASI secara penuh, pada 6 bulan pertama kehidupan, resiko mendapat diare adalah 30x lebih besar.

2. Menggunakan air bersih yang cukup

Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fecal oral. Mereka dapat ditularkan dengan memasukkan kedalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya air minum, jari-jari tangan, makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar. Masyarakat dapat mengurangi resiko terhadap diare yaitu dengan menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminan mulai dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah.

(28)

3. Mencuci tangan

Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak dan sebelum makan mempunyai dampak dalam kejadian diare.

4. Menggunakan jamban

Hal-hal yang harus diperhatikan oleh keluarga adalah:

a. keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai oleh seluruh anggota keluarga,

b. bersihkan secara teratur, dan

c. bila tidak ada jamban, jangan biarkan anak–anak pergi ke tempat buang air besar sendiri, buang air besar hendaknya jauh dari rumah, jalan setapak dan tempat anak-anak bermain serta lebih kurang 10 meter dari sumber air, hindari buang air besar tanpa alas kaki.

5. Membuang tinja bayi yang benar

Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini tidak benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan orang tuanya. Tinja bayi harus dibuang secara bersih dan benar.

Hal-hal yang harus diperhatikan oleh keluarga:

(29)

b. Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja anak seperti dalam lubang atau di kebun kemudian ditimbun, dan

c. Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangannya dengan sabun.

6. Pemberian imunisasi campak

Anak yang sakit campak sering disertai diare, sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu beri anak imunisasi campak segera setelah berumur 9 bulan.

(30)

2.6. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1. Kerangka Konsep

Kejadian Diare

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat 1. Pemberian ASI Eksklusif 2. Menggunakan Air Bersih 3. Menggunakan Jamban

Sehat

4. Mencuci Tangan dengan Air Bersih dan Sabun Lingkungan Rumah 1. Lantai Rumah 2. Kepadatan Lalat 3. Sarana Tempat Penyimpanan Makanan 4. Kandang Ternak Sanitasi Dasar

1. Sarana Air Bersih 2. Jamban

3. Saluran Pembuangan Air Limbah

4. Sarana Tempat Pembuangan Sampah

(31)

2.7. Hipotesis Penelitian 2.7.1. Hipotesis Mayor

Ada hubungan kondisi lingkungan perumahan dengan kejadian diare di Desa Sialang Buah.

2.7.2. Hipotesis Minor

1. Ada hubungan sarana air bersih dengan kejadian diare. 2. Ada hubungan jamban dengan kejadian diare.

3. Ada hubungan sarana pembuangan air limbah dengan kejadian diare. 4. Ada hubungan sarana tempat pembuangan sampah dengan kejadian diare. 5. Ada hubungan lantai rumah dengan kejadian diare.

6. Ada hubungan kepadatan lalat dengan kejadian diare.

7. Ada hubungan sarana penyimpanan makanan dengan kejadian diare. 8. Ada hubungan kandang ternak dengan kejadian diare.

9. Ada hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare. 10.Ada hubungan menggunakan air bersih dengan kejadian diare. 11.Ada hubungan menggunakan jamban sehat dengan kejadian diare.

12.Ada hubungan mencuci tangan dengan air bersih dan sabun dengan kejadian diare.

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

*eni'eLabkan ier.iaOinya infeksi terhadap ibu maupun janin dan meningkatkan angka r:,-.rbiditas dan mortaiitas ibu dan janin. Masalah dalam penelitian ini adalah masih *.;ginyu

Dari uraian di atas, perlu dikaji tingkat kompetensi basic life support pada anggota Pemuda Siaga Peduli Bencana (Dasipena) Jurusan Keperawatan Politeknik

menunjukan bahwa Brand As Person di keputusan berkunjung yang paling baik dibandingkan dimensi lain, karena Brand As Person yang baik dari Kabupaten Garut adalah

Menurut data yang diperoleh kesalahan yang dilakukan mahasiswa meliputi kesalahan konsep, prinsip, dan operasi Faktor-faktor penyebab kesalahan adalah mahasiswa kurang

Tabel 3 menunjukkan bahwa kekuatan sobek tertinggi diperoleh dari perlakuan faktor 1 yaitu penggunaan binder (1:2), faktor 2 penggu- naan lak air (1:2), pada faktor 3

Dari hasil laporan di Sumatra Selatan, faktor persentase nelayan dalam suatu kelompok berkorelasi positif dengan tingkat pendapatan rata-rata rumah tangga yang lebih tinggi,

Hal ini berarti bahwa warna biskuit A2 dan A3 lebih disukai daripada warna biskuit A1 karena biskuit A1 mempunyai penilaian yang paling rendah (2,3) dimana semakin rendah tingkat

Data yang diambil yaitu dengan mencatat hasil observasi, dalam setiap siklus peneliti melakukan pengamatan terhadap siswa untuk mengetahui hasil belajar siswa