• Tidak ada hasil yang ditemukan

STANDARD COMPETENCY A. PENGANTAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STANDARD COMPETENCY A. PENGANTAR"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

STANDARD COMPETENCY

A.

PENGANTAR

Pengalaman Penulis yang dialami secara aktual, saat pertama kali masuk kerja ke dunia industri yaitu tidak mampu beradaptasi dengan cepat terhadap kebutuhan dunia industri yang serba modern.

Fenomena ini tidak saja Penulis yang mengalami, begitupun rekan-rekan kerja Penulis dari semua lulusan perguruan tinggi di Indonesia. Kemudian muncul pertanyaan apakah dunia pendidikan kita sudah sesuai terhadap kebutuhan dunia industri?

Ketidak mampuan lulusan perguruan tinggi untuk cepat beradaptasi dengan industri modern ini berakibat pada tingkat pengangguran lulusan sarjana pada perguruan tinggi di Indonesia dari waktu ke waktu semakin meningkat. Saat ini tenaga kerja asing yang berasal dari lulusan perguruan tinggi luar negeri terus berdatangan ke Indonesia untuk memasuki pasar tenaga kerja di Negara Indonesia. Lalu mengapa? Apakah bangsa Indonesia kemampuannya belum sebanding dengan bangsa lain yang sudah maju? Apakah kurikulum pendidikan di Indonesia yang belum sesuai dengan tuntutan dunia industri? Atau apakah dunia pendidikan tidak memiliki tenaga pengajar yang benar-benar mengerti dan tahu serta berpengalaman di lapangan industri? Apakah hanya berteori kita dapat langsung bekerja di industri? Sejauh ini apakah di pemerintahan ada yang concern mengevaluasi pada sistem pendidikan?

Seperti halnya di pendidikan, di industri juga terdiri dari berbagai macam bagian seperti: produksi, maintenance, engineering, akunting, administrasi, kepersonaliaan, dan lain-lain. Masing-masing bagian menuntut kemampuan karyawan sesuai dengan tugas dan tanggung jawab pekerjaannya. Kemudian apakah tidak muncul permasalahan setelah mereka menguasai kemampuan tugas dan tanggung jawab pekerjaan mereka? Manusia diciptakan dengan segala kelebihan sehingga mempunyai sifat cipta, rasa, dan karsa. Dengan sifat-sifat inilah manusia menginginkan pengakuan terhadap dirinya.

Pengalaman aktual Penulis hampir setiap di awal tahun wajah-wajah kecewa terpancar pada beberapa rekan-rekan kerja Penulis di tempat kerja. Persoalannya adalah penilaian prestasi yang kurang memuaskan. Merasa diperlakukan tidak adil dalam penilaian. Merasa mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawab dibandingkan dengan rekan kerja yang lain tetapi hasil penilaian prestasi tidak baik. Belum lagi datangnya karyawan baru dari lulusan perguruan tinggi yang belum mempunyai pengalaman dan kemampuan tetapi berada di atas level karyawan yang ada. Tidak jarang terjadi kesenjangan antara karyawan lama dengan karyawan baru. Kemudian hal semacam ini menjadi topik pembicaraan di setiap kesempatan, seperti di gang-gang kantor, di workshop, di ruang pertemuan, di meja kerja, di jalan-jalan, bahkan terbawa sampai ke rumah.

Hal tersebut paling sering dialami di beberapa perusahaan-perusahaan di Indonesia. Lalu mengapa? Apakah perusahaan tersebut belum memiliki sistem penilaian yang objective? Apakah belum ada parameter-parameter yang terbuka untuk penilaian? Apakah hanya cukup penilaian dengan pendekatan hubungan kemanusian seperti "asal bapak senang"? Apakah penilaian cukup dengan pendekatan kemampuan intelegensi dan kemampuan berbicara tanpa

(2)

inplementasi di lapangan? Apakah penilaian atas dasar suka dan tidak suka (like and dislike)? Apakah penilaian berdasarkan banyaknya kesalahan yang dilakukan? Apakah penilaian dibandingkan dengan output produksi? Atau penilaian dengan daftar antri sesuai urutan nomor registrasi atau nomor badge karyawan sehingga yang senior lebih dahulu dari yang yunior? Dibeberapa perusahaan telah ada solusi dengan membuat parameter-parameter penilaian prestasi kerja. Dengan parameter ini kinerja setiap individu karyawan terevaluasi dengan baik. Di beberapa perusahaan terkenal dengan istilah "Standard Competency".

Standard Competency adalah daftar kecakapan (skill) yang disusun secara standard berdasarkan tingkatan kemampuan (jenjang karir) yang digunakan sebagai alat bantu evaluasi karyawan.

Standard Competency merupakan sistem yang baru. Untuk menerapkan sistem manajemen ini diperlukan pendekatan-pendekatan yang dapat menjamin diterapkannya sistem ini secara menyeluruh kesetiap bagian. Akan tetapi melakukan suatu perubahan tidaklah mudah. Untuk melakukan perubahan diperlukan cara yang tepat agar perubahan tersebut dapat berjalan lancar dan diterima semua pihak.

Berdasarkan pengalaman lapangan bukanlah hal yang mudah untuk menyusun Standard Competency. Tuntutan kemampuan tidak hanya semata teori akan tetapi implementasi dan hasil nyata. Kesulitan-kesulitan-pun terjadi untuk penyusunan Standard Competency pada bagian-bagian fungsional seperti: akunting, administrasi, kepersonaliaan, security, beberapa bagian engineering, dan bagian lain.

Pendekatan pertama yang paling mudah adalah penyusunan Standard Competency untuk bagian Produksi, Maintenance, dan Engineering.

Pada tabel 1. adalah hasil studi Penulis mengenai perbandingan antara perusahaan yang tidak menerapkan Standard Competency dan yang menggunakan Standard Competency.

Tabel 1. Perbandingan antara perusahan yang

t

idak

d

an

y

ang

menerapkan Standard Competency

No.

Perusahaan Tidak Ada Standard

Competency

Perusahaan Menggunakan

Standard Competency

1 Kemampuan dan kecakapan karyawan

tidak ter-evaluasi dengan baik. Ter-evaluasi. 2 Ketidakpastian dalam pencapaian

prestasi karena tidak ada parameter sebagai acuan.

Kepastian dalam mencapai prestasi karena ada Standard Competency.

(3)

6 Semangat kerja karyawan yang

menurun. Semangat kerja meningkat. 7 Karyawan sering merasa diperlakukan

tidak adil. Memacu semangat untuk berprestasi. 8 Karyawan merasa kurang diperhatikan. Karyawan merasa diperhatikan. 9 Kurang jelasnya penjabaran tugas dan

tanggung jawab. Tugas dan tanggung jawab jelas. 10 Proses regenerasi dan transfer teknologi

yang kurang baik, karena beberapa karyawan merasa takut disaingi/tersaingi.

Proses regenerasi dan transfer teknologi berjalan baik.

11 Kecemburuan sesama rekan kerja

terutama terhadap karyawan baru. Hubungan yang harmonis sesamkaryawan dan saling membimbing. a 12 Timbulnya kecurigaan antara atasan dan

bawahan, sesama rekan kerja, dan terhadap management.

Ikatan emosional yang baik sesama pekerja.

B. STANDARD PARAMETER

Berikut ini adalah standard parameter untuk penilaian yang sering digunakan di PT. Toyota- Astra Motor. Penilaian dapat menggunakan angka dan simbol lingkaran yang menyatakan prosentase.

1. : BELUM MENGETAHUI ( BELUM BISA MENGERJAKAN )

2. : HANYA SEKEDAR TAHU

( BARU MENGENAL NAMA-NAMA PROCESS, MATERIAL SPARE PART, & LOKASI )

(4)

3. : DAPAT MELAKUKAN DENGAN BIMBINGAN DAN PENGAWASAN ( DALAM MASA BELAJAR DAN MENDAPAT BIMBINGAN SERTA PENGAWASAN BILA PERLU DIDAMPINGI DARI SENIOR ATAU SUPERVISOR LANGSUNG, DALAM MASA INI SELALU MENDAPAT MENTHORING )

4. : DAPAT MELAKUKAN SESUAI DENGAN STANDARD ( DAPAT MELAKUKAN PEKERJAAN SESUAI DENGAN SOP, DAN MINIMAL TELAH MELAKUKAN PEKERJAAN TERSEBUT SEBANYAK 5 KALI ).

5. : DAPAT MELAKUKAN SESUAI STANDARD DAN BISA MENGAJAR (DAPAT MELAKUKAN PEKERJAAN SESUAI DENGAN S.O.P LEBIH DARI 5 KALI, DAN MAMPU MENGAJAR DAN MEMBERI BIMBINGAN DAN PENGAWASAN KEPADA KARYAWAN BARU ATAU YANG BELUM MENGUASAI. DAN DLM KESEMPATAN LAIN DAPAT MENJELASKAN DI DEPAN UMUM ).

Misal kita ambil contoh untuk penguasaan pengetahuan tentang perangkat keras komputer. Jika berada pada level 1 penilaian yaitu belum mengetahui atau belum dapat mengerjakan. Maksudnya karyawan yang bersangkutan sama sekali belum mengetahui atau belum mengenal sama sekali tentang perangkat komputer.

Jika berada pada level 2 penilaian yaitu hanya sekedar tahu. Maksudnya karyawan yang bersangkutan baru mengenal nama-nama bagian dari perangkat keras komputer tersebut seperti: CPU, monitor, keyboard, printer, cd-room, disk drive, dan lain-lain. Dan suatu ketika yang bersangkutan diminta bantuan untuk mengambilkan perangkat tersebut ia sudah tahu. Jika berada pada level 3 penilaian yaitu bisa dengan bimbingan. Maksudnya karyawan yang bersangkutan masih dalam tahap belajar dan mendapat bimbingan dan pengawasan serta bila perlu didampingi dari senior atau supervisor langsung, dalam masa ini selalu mendapat menthoring. Sehingga karyawan tersebut mengerti tentang kegunaan dan cara mengoperasikan

(5)

mahir kemampuan kita. Banyaknya frequensi melakukan suatu pekerjaan selanjutnya sering disebut dengan istilah "Jam Terbang". Dalam standard penilaian ini acuan untuk lamanya Jam Terbang biasanya minimal telah melakukan sebanyak 5 kali. Berarti karyawan tersebut telah benar-benar mengerti tentang pengoperasian perangkat keras komputer.

Jika pada level 5 penilaian yaitu dapat melakukan sesuai standard dan bisa mengajar tentang perangkat keras komputer. Dalam hal ini karyawan yang bersangkutan telah dapat melakukan pekerjaannya sesuai dengan SOP lebih dari 5 kali, dan mampu mengajar dan memberi bimbingan dan pengawasan kepada karyawan baru atau yang belum menguasai. Dan dalam kesempatan lain dapat menjelaskan di depan umum.

Pengalaman lapangan membuktikan bahwa pengetahuan pendidikan (knowledge) atau penguasaan teori saja tidak cukup untuk sebagai acuan sebagai penilaian. Pengetahuan teori dapat saja kita pelajari semaksimal mungkin, akan tetapi lain halnya dengan kecakapan (skill) yang harus mutlak dilalui di lapangan. Dengan frekuensi skill yang semakin sering dilakukan dilapangan maka akan semakin baik kecakapan atau skill yang akan dihasilkan dan inilah yang sering kita sebut dengan istilah jam terbang. Dengan jam terbang kita dapat membandingkan secara realita atau aktual antara teori dan praktek di lapangan, karena sering sekali penulis dan rekan/team kerja alami dimana antara teori dan praktek belum ketemu atau terdapat penyimpangan. Pengalaman jam terbang sangat berpengaruh dengan wibawa bagi seorang pimpinan dalam melaksanakan tugasnya untuk dapat mengarahkan, meng-control, membimbing, dan mengajar serta menilai bawahannya. Gambar 1. memperlihatkan bahwa

skill dan knowledge harus selalu diasah dan ditingkatkan. Kemudian skill dan knowledge saja belum cukup tanpa ditunjang dengan attitude (sikap dan kelakuan) yang baik.

Gambar 1. Performance of worker

C. SPESIALISASI DAN TUNJANGAN JABATAN

Seorang Pelaksana dapat saja mempunyai kemampuan sama dan bahkan melebihi seoarang

Group Leader ataupun Foreman bahkan seorang Supervisor dalam hal keahlian (skill). Dalam hal ini Pelaksana tersebut dapat saja penggolongannya sama dengan para pimpinannya

SKILL (KECAKAPAN/JAM TERBANG) KNOWLEDGE (PENGETAHUAN &PENDIDIKAN) ATTITUDE

(6)

melalui jalur Spesialis. Dalam pelaksanaan harian seorang spesialis masih dalam koordinasi para pimpinannya atau independent.

Untuk menghindari kesenjangan dan kecemburuan sosial dari para pimpinan manajemen terhadap fasilitas istimewa para Spesialis serta sebagai konpensasi beban psikologis pimpinan manajemen tersebut dalam memimpin bawahan, maka para pimpinan manajemen tersebut berhak mendapatkan Tunjangan Jabatan atau Tunjangan Supervisory.

Pengalaman aktual Penulis sewaktu menjadi Maintenance Supervisor, beban dalam menangani peralatan atau mesin produksi secara psikologis lebih mudah dibandingkan dengan menangani beberapa bawahan atau anak buah. Tetapi secara fisik menangani peralatan atau mesin produksi terkadang lebih sulit dibanding menangani beberapa bawahan atau anak buah.

D. TINGKATAN

Perlu adanya penetapan tingkatan berdasarkan keahlian yang dimiliki masing-masing individu, berdasarkan pengalaman tingkatan tersebut misalnya :

Jalur Spesialisasi :

Maintenance Production

1. Teknisi 3 (No.3 atau Helper) 1. Operator 3 (No.3) 2. Teknisi 2 (No.2) 2. Operator 2 (No.2) 3. Teknisi 1 (No. 1) 3. Operator 1 (No.1)

5. Engineering 5. Production (Process) Engineering 6. Senior Engineering 6. Senior Process Engineering Jalur Manajerial :

Maintenance Production

1. Teknisi 3 (No.3 atau Helper) 1. Operator 3 (No.3) 2. Teknisi 2 (No.2) 2. Operator 2 (No.2) 3. Teknisi 1 (No. 1) 3. Operator 1 (No.1) 4. Group Leader 4. Group Leader (Operator) 5. Foreman 5. Foreman

6. Supervisor 6. Supervisor 7. Manager 7. Manager

8. Plant (General) Manager 8. Plant (General) Manager 9. Director 9. Director

(7)

IV - 7

STANDARD COMPETENCY

PLANT MANAGER

Mengajar dan memberi bimbingan

kepada para

Manager

yang menjadi

bawahannya men

genai tugas dan tanggung jawabnya. Kemudian menyiapkan kader untuk menjadi

penggantinya atau menjadi

Plant

Manager

di divisi lain.

MANAGER

Mengajar dan memberi bimbingan

kepada para

Supervisor

yang menjadi bawahannya mengenai tugas dan

tanggung

jawabnya.

Kemudian menyiapkan kader untuk menjadi

penggantinya atau menjadi

Manager

di

departemen lain.

BELADIRI KARATE

SABUK HITAM

Mengajar dan melatih para sabuk

Coklat

untuk cakap dan hingga

berhak mendapatkan sabuk

Hitam.

SABUK COKLAT

Mengajar dan melatih para sabuk

Biru

untuk cakap dan hingga berhak

mendapatkan sabuk

Coklat.

SUPERVISOR

Mengajar dan memberi bimbinga

n

kepada para

Foreman

yang menjadi bawahannya mengenai tugas dan tanggung jawabnya. Kemudian menyiapkan kader untuk menjadi

penggantinya atau menjadi

Supervisor

di tempat lain.

FOREMAN

Mengajar dan memberi bimbingan

kepada para

group Leader

yang menjadi bawahannya mengenai tugas dan tanggung jawabnya. Kemudian menyiapkan kader untuk menjadi

penggantinya atau menjadi

Foreman

di

tempat lain.

SABUK BIRU

Mengajar dan melatih para sabuk

Hijau

untuk cakap dan hingga

berhak mendapatkan sabuk

Biru.

SABUK HIJAU

Mengajar dan melatih para sabuk

Kuning

untuk cakap dan hingga

berhak mendapatkan sabuk

Hijau.

(8)

STANDARD COMPETENCY

GROUP LEADER

Mengajar dan memberi bimbingan

kepada para

Pelaksana

yang menjadi

bawahannya mengenai tugas dan

tanggung

jawabnya.

Kemudian

menyiapkan kader untuk menjadi

penggantinya atau menjadi

Group

Leader

di tempat lain.

PELAKSANA

Karyawan baru yang perlu mendapatkan

pengarahan, bimbingan, dan petunjuk

dari

Group Leader

dalam menjalankan

tugas dan tanggung jawab sehari-hari

sesuai

dengan

daftar

Standard

Competency.

BELADIRI KARATE

SABUK KUNING

Mengajar dan melatih para sabuk

Putih

untuk cakap dan berhak

mendapatkan sabuk

Kuning.

SABUK PUTIH

Anggota atau kader baru yang perlu

mendapatkan bimbingan dari sabuk

Kuning

sehingga

mendapatkan

kecakapan

yang

baik

dan

mendapatkan sabuk

Kunning.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam kesempatan ini, seperti yang sudah kami janjikan di bagian pendahuluan, kami akan mengajak pembaca menyelam ke dalam samudra pemikiran beberapa tokoh Gereja

Ketika sejumlah data penting dalam bentuk elektronik, maka data tersebut rentan terhadap berbagai jenis ancaman, daripada data yang tersimpan secara

Tuntutan penguasaan terhadap bahasa pribumi oleh masyarakat Arab karena adanya pembauran antar etnis tersebut menjadikan mereka sebagai masyarakat bilingual, dengan

Tetapi semua itu tidak penting bagi Keon kerana segala kejayaan yang Keon capai adalah berpunca daripada kata-kata ibu yang telah membakar semangat Keon untuk berjaya. Ibu

Perhitungan kalori harian ibu hamil berdasarkan pada berat badan ideal, jumlah jam tidur ibu hamil, dan tingkat aktifitas yang dilakukan oleh ibu hamil. Kebuutuhan

Seperti jembatan gantung, jembatan kabel-penahan ditahan dengan menggunakan kabel. Namun, yang membedakan jembatan kabel-penahan dengan jembatan gantung adalah bahwa

galur LTC8 13 Penentuan Waktu Optimum Produksi Zat Antimikrob 13 Karakterisasi Zat Antimikrob 14 Pengendapan dengan Aseton dan Etanol 14 Pengukuran Konsentrasi Protein

Ketika sitokinin diaplikasikan, pertumbuhan tunas lateral pada perlakuan tanpa kapur sebanding dengan atau lebih baik dari pada yang diamati pada perlakuan dengan kapur