• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM TENTANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM TENTANG"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

TENTANG : PEDOMAN PENANGKARAN/TRANSPLANTASI KARANG

HIAS YANG DIPERDAGANGKAN

NOMOR : SK.09/IV/Set-3/2008

TANGGAL : 29 Januari 2008

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perairan Indonesia yang luasnya 5,1 juta km2, termasuk Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) 2,7 juta km2 memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Salah satu keanekaragaman hayati yang hidup di laut adalah terumbu karang. Jumlah jenis karang batu (hard coral) di Indonesia tercatat sebanyak 590 jenis, yang didominasi oleh karang dari genus Acropora (91 jenis), Montipora (29 jenis) dan Porites (14 jenis).

Kondisi ekosistem karang pada saat ini telah mengalami kerusakan dan penurunan yang disebabkan antara lain oleh pengeboman ikan, pengambilan ikan dengan menggunakan bahan beracun serta pengambilan dan perdagangan karang hias illegal. Berdasarkan hasil penelitian Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) - LIPI tahun 2002, dari 556 lokasi yang tersebar di perairan Indonesia menunjukan bahwa 6,83 % dalam kondisi sangat baik, 25,72 % dalam kondisi baik, 36,87 % dalam kondisi sedang, dan 30,58 % dalam kondisi rusak (Suharsono & Gianto, 2003).

Karang hias merupakan biota dari ordo Scleractinia yang termasuk jenis tidak dilindungi undang-undang, namun dalam perdagangannya termasuk dalam daftar Appendiks II CITES, dimana perdagangan karang hias dilakukan berdasarkan mekanisme kuota yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam selaku pelaksana Otoritas Pengelola (Management Authority) CITES setelah mendapat pertimbangan dari LIPI selaku pemegang Otoritas Ilmiah (Scientific Authority) CITES di Indonesia.

Dalam upaya menanggulangi masalah kerusakan ekosistem karang di habitat alami serta mencari alternatif untuk mengurangi tekanan terhadap pemanfaatan sumberdayanya, perlu dilakukan upaya yang dapat ditempuh dengan beberapa cara, antara lain mengembangkan karang buatan (artificial reef), mengembangkan teknik penutupan areal, translokasi karang, dan transplantasi karang (coral transplantation).

(2)

Sejak tahun 2002, Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam telah mewajibkan perusahaan yang melakukan perdagangan karang hias dari alam untuk melakukan transplantasi/propagasi/budidaya karang hias. Kebijakan tersebut telah tercantum dalam keputusan izin usaha perdagangannya. Saat ini respon terhadap upaya transplantasi karang dalam kerangka pemanfaatan karang hias terus berkembang. Selain itu upaya kontrol internal dari Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam (UPT KSDA) dan kontrol independen dengan hadirnya Indonesian Coral Reef Working Group (ICRWG) dilakukan secara terus menerus terutama dalam hal pemanfaatan dan peredaran karang hias yang lestari. Transplantasi karang merupakan suatu upaya memperbanyak koloni karang dengan metode fragmentasi dimana koloni tersebut diambil dari suatu induk koloni tertentu. Tujuan transplantasi karang adalah mempercepat regenerasi dari terumbu karang yang dapat dimanfaatkan untuk perdagangan dan peningkatan kualitas habitat karang. Kegiatan transplantasi karang merupakan salah satu usaha pengembangan populasi berbasis alam di habitat alam atau habitat buatan untuk mendapatkan produksi anakan yang dapat dipanen secara berkelanjutan. Disadari bahwa kegiatan transplantasi karang merupakan investasi yang cukup besar, sehingga dibutuhkan konsepsi dan acuan yang jelas dengan dukungan referensi ilmiah dan praktek lapangan yang komprehensif dalam penuangan aspek legalitasnya. Pengaturan yang kuat dan transparan serta didukung oleh para pihak terkait (stakeholders) diharapkan akan mendapatkan hasil yang optimal dalam kerangka tertib administrasi dan teknis pelaksanaan pelestarian berbagai jenis karang. Untuk kepentingan dimaksud Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati - Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam telah menyusun “Pedoman Penangkaran/Transplantasi Karang Hias Yang Diperdagangkan”.

B. Tujuan

1. Mendapatkan karang hias laut hasil penangkaran/transplantasi dalam jumlah dan mutu yang terjamin untuk kepentingan pemanfaatan/perdagangan sehingga mengurangi tekanan langsung terhadap populasi di alam.

2. Mendapatkan kepastian secara administratif maupun secara fisik bahwa pemanfaatan karang hias laut yang dimanfaatkan/perdagangkan berasal dari kegiatan transplantasi.

C. Batasan dan Pengertian

1. Penangkaran adalah upaya perbanyakan melalui pengembangbiakan dan pembesaran tumbuhan dan satwa liar dengan tetap memperhatikan kemurnian jenisnya.

(3)

2. Pembesaran adalah upaya memelihara dan membesarkan benih atau bibit dan anakan dari tumbuhan dan satwa liar dari alam dengan tetap mempertahankan kemurnian jenisnya.

3. Transplantasi karang adalah kegiatan untuk memperbanyak koloni karang melalui fragmentasi spesimen yang berasal dari habitat alam atau sumber lainnya dengan cara melekatkan fragmen tersebut pada media buatan dan menumbuhkan pada habitat alam atau buatan.

4. Fragmen karang adalah potongan karang dengan ukuran tertentu yang siap untuk ditransplantasikan.

5. Substrat/Base adalah media buatan tempat menempel fragmen karang transplantasi.

6. Koloni karang adalah kumpulan hewan karang yang tersusun lebih dari satu polyp karang dari spesies yang sama yang menghasilkan satu rangka skeleton. 7. Tentakel adalah lengan-lengan dari polyp karang yang berfungsi untuk

menangkap makanan dan membersihkan diri.

8. Karang hias yaitu karang batu (hard coral) yang merupakan hewan berongga penghasil kapur sebagai penghuni dan pembentuk utama terumbu karang. 9. Penandaan adalah pemberian tanda bersifat fisik pada bagian tertentu dari

jenis tumbuhan dan satwa liar atau bagian-bagiannya serta hasil dari padanya baik dari hasil penangkaran atau pembesaran.

10. Fragmen pertama (F0) yaitu individu atau koloni karang laut yang diambil dari habitat alam atau individu karang laut hasil transplantasi yang akan digunakan sebagai bibit/induk penangkaran.

11. Fragmen kedua (F1) adalah induk kedua transplantasi fragment karang laut yang dipetik dari hasil pembesaran untuk dibesarkan sebagai induk berikutnya (F1) atau siap dipanen.

12. Fragmen ketiga (F2) adalah individu karang hasil transplantasi yang berasal dari fragmen karang kedua (F1) yang dipersiapkan untuk dijadikan induk atau diperdagangkan.

13. Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam (UPT KSDA) adalah organisasi pelaksana tugas teknis di bidang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya yang terdiri dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (Balai Besar KSDA) dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (Balai KSDA) yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam.

(4)

II. BIOEKOLOGI KARANG

A. Biologi Karang

Menurut Nybakken (1988), koloni karang adalah kumpulan dari berjuta-juta polip penghasil bahan kapur (CaCO3) yang memiliki kerangka luar yang disebut koralit. Pada koralit terdapat septum-septum yang berbentuk sekat-sekat yang dijadikan acuan dalam penentuan jenis karang.

Polip karang mempunyai mulut yang terletak di bagian atas dan juga berfungsi sebagai dubur, tentakel-tentakel yang digunakan untuk menangkap mangsanya serta untuk membersihkan tubuh. Tubuh polip karang terdiri dari dua lapisan yaitu epidermis dan endodermis, yang dipisahkan oleh lapisan mesoglea. Dalam lapisan endodermis, hidup simbion alga bersel satu yang disebut zooxanthella, yang dapat menghasilkan zat organik melalui proses fotosintesis yang kemudian sebagian ditranslokasikan ke jaringan karang. Makanan yang masuk dicerna oleh filamen khusus (mesenteri) dan sisa makanan dikeluarkan melalui mulut.

Karang hidup berasosiasi dengan biota lainnya. Dalam kehidupan berasosiasi ini karang berperan sebagai produsen sekaligus sebagai konsumen. Hal tersebut disebabkan karena karang bersimbiosis dengan zooxanthellae yang menghasilkan bahan organik, disamping itu karang juga memakan plankton untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Proses perkembangbiakan karang secara vegetatif dilakukan dengan cara membentuk tunas baru. Pertunasan dibedakan menjadi pertunasan intratentakuler yaitu pembentukan individu baru dalam individu lama serta pertunasan ekstratentakuler yaitu pembentukan individu baru di luar individu lama.

B. Klasifikasi dan Bentuk Karang

Klasifikasi karang yang merupakan hewan tanpa bertulang belakang (avertebrata) adalah sebagai berikut (Veron, 1986) :

Phylum : Coelenterata (Cnidaria) Kelas : Anthozoa

Ordo : Scleractinia (Madreporaria) Famili : 1. Acroporidae

Genus : Acropora, Astreopora, Anacropora, Montiopora. 2. Agariciidae

Genus : Coeloseris, Gardineroseris, Leptoseris, Pachyseris, Pavona.

3. Astrocoeniidae

(5)

4. Pocilloporidae

Genus : Pocillopora, Palauastrea, Stylophora, Seriatopora, Madracis.

5. Poritidae

Genus : Alveopora, Goniopora, Porites, Stylastrea. 6. Siderastreidae

Genus : Coscinaraea, Psammocora, Pseudosiderastrea,

Siderastrea. 7. Fungiidae

Genus : Ctenactis, Cycloseris, Fungia, Halomitra, Heliofungia, Herpolitha, Lithophyllon, Podabacea, Polyphylla, Sandalolitha, Zoopilus.

8. Oculinidae

Genus : Archelia, Galaxea.

9. Pectinidae

Genus : Echinophyllia, Mycedium, Oxypora, Pectinia. 10. Mussidae

Genus : Acanthastrea, Australomussa, Blastomussa, Cynarina, Lobophyllia, Scolymia, Symphyllia.

11. Merulinidae

Genus : Boninastrea, Clavarina, Hydnophora, Merulina,

Paraclavarina, Scapophyllia. 12. Faviidae

Genus : Favites, Favia, Barabattoia, Caulastrea, Cyphastrea, Goniastrea, Diploastrea, Leptoria, Leptastrea, Montastrea, Moseleya, Oulastrea, Oulophyllia, Platygyra, Plesiastrea.

13. Dendrophylliidae

Genus : Dendrophyllia, Tubastrea, Turbinaria,

Heterosammia. 14. Caryophylliidae

Genus : Catalophyllia, Euphyllia, Physogyra, Plerogyra, Neomenzophyllia.

15. Trachypylliidae

Genus : Trachyphyllia, Welsophyllia.

Berdasarkan pertumbuhan karang (life form), maka variasi bentuk karang dibedakan menjadi 6 tipe (lihat tabel 1.), yaitu :

1. Tipe bercabang (branching); 2. Tipe padat (massive);

3. Tipe kerak (encrusting); 4. Tipe meja (tabulate); 5. Tipe daun (foliose); 6. Tipe jamur (mushroom).

(6)

Tabel 1. Tipe karang berdasarkan morfologi dan contoh gambarnya.

No. Tipe Karang Morfologi Contoh Gambar

1. Tipe bercabang

(branching) Memiliki cabang dengan ukuran cabang lebih panjang dibandingkan dengan ketebalan atau diameter yang dimilikinya.

2. Tipe padat

(massive) Memiliki koloni yang keras dan umumnya berbentuk membulat, permukaannya halus dan padat. Ukurannya bervariasi mulai dari sebesar telur sampai sebesar ukuran rumah

3. Tipe kerak

(encrusting) Karang tumbuh merambat dan menutupi permukaan dasar terumbu, memiliki permukaan kasar dan keras serta lubang-lubang kecil.

4. Tipe meja

(tabulate) Karang tumbuh membentuk seperti menyerupai meja dengan

permukaan lebar dan datar serta ditopang oleh semacam tiang penyangga yang merupakan bagian dari koloninya

5. Tipe daun (foliose) Karang tumbuh

membentuk lembaran-lembaran yang menonjol pada dasar terumbu, berukuran kecil dan membentuk lipatan-lipatan melingkar

(7)

Lanjutan tabel 1.

No. Tipe Karang Morfologi Contoh Gambar

6. Tipe jamur

(mushroom) Karang terdiri dari satu buah polip yang berbentuk oval dan tampak seperti jamur, memiliki banyak septa seperti punggung bukit yang beralur dari tepi ke pusat

C. Habitat Karang

Habitat terumbu karang umumnya di pulau-pulau yang memiliki perairan pantai yang jernih, kadar oksigen tinggi, bebas dari sedimen dan polusi serta bebas limpasan air tawar yang berlebihan. Lebih dari 95% pulau-pulau Indonesia dikelilingi oleh terumbu karang.

Penyebaran terumbu karang pada umumnya dapat dijumpai pada perairan yang dibatasi oleh permukaan yang mempunyai isoterm (200C). Terumbu karang biasanya berasosiasi dengan pulau-pulau kecil dan sedang. Pulau-pulau yang lebih besar dan pantai benua kurang menunjang untuk kehidupan karang, karena tingginya sedimentasi, kekeruhan dan salinitas rendah yang diakibatkan oleh adanya aliran-aliran sungai ke laut. Pulau-pulau yang jauh dari pantai dan terpencil menunjang terumbu dengan baik dan meluas. Sebaran terumbu karang di Indonesia diwakili dengan baik di sepanjang pantai barat Sumatera kepulauan Indonesia, Kawasan Timur Indonesia dan pantai selatan Jawa.

Faktor-faktor lingkungan yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup karang antara lain :

1. Suhu

Suhu paling optimal bagi pertumbuhan karang berkisar antara 26 – 300C. 2. Cahaya

Intensitas cahaya sangat mempengaruhi kehidupan karang yaitu pada proses fotosintesa Zooxanthella yang produknya kemudian disumbangkan ke polip karang.

3. Kekeruhan air

Kekeruhan akan menyebabkan terhambatnya intensitas cahaya yang masuk ke dalam air, sehingga mengganggu proses fotosintesa zooxanthella.

(8)

4. Salinitas

Salinitas mempengaruhi kehidupan karang, karena adanya tekanan osmosis pada jaringan hidup. Salinitas optimum bagi kehidupan karang berkisar antara 30-35 ‰.

5. Substrat

Planula karang membutuhkan substrat yang keras dan bersih dari lumpur. Substrat ini berperan sebagai tempat melekatnya planula karang yang kemudian tumbuh menjadi karang dan membentuk komunitas yang kokoh. 6. Pergerakan massa air

Pergerakan massa air antara lain berupa arus dan atau gelombang penting untuk transportasi zat hara, larva, bahan sedimen dan oksigen. Selain itu arus dan atau gelombang dapat membersihkan polip karang dan kotoran yang menempel. Itulah sebabnya karang yang hidup di daerah berombak dan atau ber-arus kuat lebih berkembang dibanding daerah yang tenang dan terlindung.

(9)

III. TRANSPLANTASI KARANG

A. Jenis-Jenis Karang Transplantasi

Jenis-jenis karang yang dapat ditransplantasi adalah jenis-jenis karang yang terdapat pada kuota yang telah ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (lampiran 1).

Jenis-jenis karang hias hasil penangkaran/transplantasi yang dapat diperdagangkan ditetapkan dengan mempertimbangkan sifat biologi karang dan kondisi lingkungan, serta keberhasilan uji coba dan penelitian. Jenis-jenis dimaksud dapat dilihat pada lampiran 2 dan dapat dievaluasi sesuai perkembangan.

Usulan baru adanya perkembangan untuk penambahan jenis/spesies/genus yang dapat diperdagangkan dari hasil transplantasi di luar lampiran 2, harus diusulkan terlebih dahulu kepada Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati dengan menyertakan data-data, antara lain log book (meliputi asal usul jenis karang, data dan laju pertumbuhan, tingkat kematian, ketersediaan stok) dan dokumentasi berupa foto-foto dan/atau video. Usulan tersebut ditetapkan oleh Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati setelah mendapatkan rekomendasi Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) - LIPI.

B. Asal-Usul Bibit Karang Transplantasi

Jenis, jumlah dan lokasi untuk bibit karang transplantasi yang berasal dari fragmen induk karang alam (gambar 1), diambil atau diperoleh dari selisih kuota pengambilan dan kuota ekspor yang telah ditetapkan setiap tahun oleh Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam.

Untuk jenis-jenis tertentu yang tidak terdapat dalam kuota pengambilan dari alam dapat diambil dari lokasi sekitar usaha transplantasi atau lokasi-lokasi lain dengan jumlah dan jenis yang ditetapkan tersendiri oleh Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam setelah mendapatkan rekomendasi dari Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) - LIPI.

Selain dari alam, bibit juga dapat berasal dari fragmen anakan karang hasil transplantasi (gambar 2) yang telah ada dan dipersiapkan sebelumnya untuk bibit/ indukan baik dari hasil usaha transplantasi sendiri maupun dari hasil usaha transplantasi yang lain setelah dilakukan pemeriksaan dan mendapatkan izin dari Kepala UPT KSDA setempat.

(10)

Gambar 1. Penanaman fragmen pertama karang dari alam.

Gambar 2. Penanaman fragmen kedua karang dari hasil transplantasi. Koloni karang

hias alam

Fragmen pertama Substrat fragmen pertama

Fragmen dan substrat pertama

Fragmen dan substrat pertama Fragmen kedua

Fragmen dan substrat kedua

Rak pertama Rak fragmen dan substrat pertama

(11)

C. Ukuran Karang Transplantasi

Bibit karang hias yang berasal dari alam untuk indukan atau fragmen induk karang alam (gambar 1) maksimal berukuran tinggi atau diameter 10 cm.

Fragmen yang akan digunakan untuk anakan karang dari hasil transplantasi (gambar 2) yang berasal dari fragmen induk, ukurannya disesuaikan dengan kebutuhan dan kreatifitas pelaku usaha.

D. Pemilihan Lokasi Penangkaran/Transplantasi Karang

Beberapa kriteria yang dijadikan pertimbangan dalam pemilihan lokasi, antara lain adalah :

1. Lokasi usaha transplantasi di luar kawasan konservasi dan di luar lokasi wisata; 2. Bukan merupakan daerah berlabuh dan jalur keluar masuknya kapal nelayan,

dan daerah industri;

3. Lokasi merupakan habitat karang dan relatif terlindung dari gelombang;

4. Dasar perairan yang relatif datar dengan substrat pasir dan komunitas karang; 5. Tidak mengalami kekeringan saat air surut terendah;

6. Memiliki kualitas perairan yang sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan karang yang akan ditransplantasikan;

7. Di dalam habitat buatan dengan teknologi tertentu. E. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang diperlukan dalam transplantasi antara lain :

1. Bak penampungan untuk aklimatisasi dengan jumlah sesuai yang diperlukan; 2. Tempat untuk bekerja baik di laut maupun di darat;

3. Sarana transportasi (darat/laut) dan handling; 4. Peralatan transplantasi;

5. Peralatan untuk pembersihan; 6. Peralatan selam/peralatan dasar;

7. Rak/meja transplantasi untuk induk dan anakan serta perlengkapan lainnya seperti jaring dan tali pengikat;

8. Substrat dasar untuk transplantasi.

F. Pengetahuan Teknik Transplantasi Karang

Pengetahuan yang diperlukan untuk keberhasilan kegiatan transplantasi karang antara lain :

1. Lingkungan karang; 2. Teknik transplantasi; 3. Administrasi dan perijinan.

(12)

G. Penyiapan Teknis Transplantasi Karang 1. Pemilihan bibit karang.

a. Bibit harus sehat;

b. Karang yang diambil bebas dari organisme lain yang menempel (seperti sponges), hal ini untuk mencegah agar biota lain yang tidak diperlukan tidak ikut terambil;

c. Bibit karang yang ditransplantasi sebaiknya berasal dari sekitar lokasi transplantasi atau berasal dari daerah lain atau dari anakan hasil usaha transplantasi yang telah berhasil dan harus disertai dengan dokumen sesuai ketentuan yang berlaku;

d. Dalam pelaksanaan pengambilan bibit yang jenis maupun lokasi tidak terdapat di dalam kuota yang telah ditetapkan, harus memperhatikan potensi karang di alam/habitat alami melalui suatu kajian atau survei potensi.

2. Pengangkutan bibit karang hias.

Pengangkutan bibit dilakukan secara efektif dan efisien dengan memperhatikan jarak angkut untuk menghindari kerusakan dan kematian karang.

3. Substrat/base.

Substrat/base yang merupakan media bagi fragmen karang yang akan ditransplantasi, dibuat sedemikian rupa menyerupai kondisi habitatnya di alam. Hal utama yang menjadi pertimbangan di dalam pemilihan bahan substrat/base adalah tahan dalam air laut sehingga dapat menjadi media fragmen karang laut yang baik.

Substrat/base yang digunakan dalam transplantasi karang terdiri dari :

a. Subtrat/base untuk induk berbentuk lingkaran dengan diameter antara 10 - 15 cm atau kotak dengan ukuran panjang/lebar antara 10 – 15 cm dengan ketebalan 3 cm. Substrat sebaiknya terbuat dari semen.

b. Subtrat/base untuk anakan dengan ukuran, bentuk dan bahan bebas sesuai improvisasi masing-masing pelaku usaha, dengan bahan/material yang ramah lingkungan.

4. Pelekatan karang hias pada substrat.

Pelekatan transplan karang hias pada substrat harus cukup kuat dan dapat dikerjakan secara praktis serta menggunakan bahan-bahan yang ramah lingkungan (contoh pada gambar 3).

Pelekatan karang hias perlu dibedakan antara untuk kepentingan perdagangan dan indukan. Jumlah indukan dimaksud disesuaikan dengan rencana kuota/produksi anakan tahunan yang akan diperdagangkan.

(13)

Gambar 3. Pelekatan dan penandaan karang hias hasil transplantasi. 5. Penandaan

Penandaan pada karang hias hasil transplantasi bertujuan untuk membedakan karang dari alam dan hasil transplantasi serta memudahkan kontrol dan monitoring.

Tanda yang digunakan berupa label permanen yang pemasangannya dilakukan bersamaan dengan pelekatan karang pada subtrat/base dengan kondisi tidak mudah lepas dan awet (ketentuan tentang penandaan diatur dalam Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 355/Kpts-II/2003 tentang Penandaan Spesimen Tumbuhan dan Satwa Liar).

Label dapat terbuat dari bahan plastik yang keras/kuat atau dari bahan lainnya yang tahan air dengan tulisan yang terlihat jelas dengan bentuk seperti pada gambar 4.

Gambar 4. Bentuk tanda/label. Keterangan :

1 s/d 12 : Bulan Propagasi

Ukuran : Panjang (5 – 8 cm) X Lebar (0,7 – 1 cm)

01 : Kode UPT KSDA

01 : Kode Perusahaan (ditentukan oleh Kepala UPT KSDA)

06 : Tahun Propagasi

Actsp. : Kode Jenis

02 : Propagasi ke 0001 : Nomor urut

010106Actsp.020001

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 A r ti fic ia l B a s e C o r a l C o r a l 0104Ac.fo2.00088

(14)

dari samping

dari atas dari atas

6. Rak/meja transplantasi

Rak/meja transplantasi merupakan tempat untuk meletakkan induk dan anakan yang secara visual dapat dibedakan dengan cara pemisahan penempatan rak antara induk dan anakan.

Ukuran rak serta penempatannya sedapat mungkin memudahkan untuk kontrol, pemeliharaan serta penghitungan jumlah untuk masing-masing jenis. Saat ini yang telah berjalan pada umumnya berukuran rak 1 x 1 m. Dalam tiap rak/meja hanya boleh ditempati oleh satu jenis karang. Bahan rak/meja untuk transplantasi, antara lain besi, paralon, alumunium dan atau bahan lain yang ramah lingkungan.

7. Penempatan fragmen dalam rak

Jarak penempatan antara fragmen yang satu dengan yang lainnya harus disesuaikan dengan jenis dan ukuran karang (induk atau anakan) agar tidak terjadi agregasi/persaingan secara fisik diantara karang tersebut. Penempatan indukan dalam rak untuk ukuran 1 x 1 m jumlah maksimalnya 49 pcs. Sedangkan untuk penempatan anakan dalam rak ukuran 1 x 1 m jumlah maksimalnya 100 pcs.

H. Pemeliharaan Transplantasi Karang

Kebersihan fragmen dan lingkungannya harus tetap terjaga untuk menekan angka kematian. Pelaku transplantasi karang wajib melakukan pencatatan, antara lain : 1. Jumlah dan jenis penanaman induk dan anakan karang (yang diliput dalam

Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Penanaman (contoh BAP pada lampiran 5); 2. Jumlah anakan karang yang dipanen;

3. Tingkat kematian induk dan anakan karang;

4. Pemantauan pertumbuhan karang dengan cara melakukan pengukuran seperti contoh pada gambar 5.

.

(15)

I. Rencana Produksi dan Pemanenan Karang Hasil Transplantasi 1. Rencana Produksi

Anakan yang akan diperdagangkan (produksi) yang berupa jenis dan jumlah yang akan dihasilkan oleh masing-masing unit usaha transplantasi dituangkan dalam rencana produksi.

Rencana produksi didasarkan pada jumlah indukan yang diverifikasi oleh UPT KSDA setempat bersama ICRWG dan atau Perguruan Tinggi dan atau Asosiasi Kerang, Koral dan Ikan Hias Indonesia (AKKII) dengan memperhatikan laporan perkembangan usaha transplantasi karang setiap bulannya.

Rencana produksi dikirim ke Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati dengan tembusan UPT KSDA setempat paling lambat pada minggu pertama bulan September tahun sebelumnya sebagai salah satu dasar penentuan kuota masing-masing unit usaha transplantasi.

2. Pemanenan

Unit usaha transplantasi yang akan melakukan pemanenan mengajukan permohonan kepada UPT KSDA setempat untuk dilakukan pemeriksaan pemanenan yang diliput dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Pemanenan karang (contoh BAP pada lampiran 6). Jenis anakan yang dipanen disesuaikan dengan umur panen seperti tertuang pada lampiran 2.

J. Pengemasan dan Pengangkutan Karang Hasil Transplantasi

Penanganan karang hasil transplantasi dari lapangan hingga ke penampungan harus diupayakan sedemikian rupa sehingga menekan tingkat kerusakan dan kematian karang.

Tiap perusahaan yang akan mengedarkan hasil transplantasi harus memiliki sarana penampungan yang mencukupi untuk dapat melaksanakan pengemasan dan pengepakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

(16)

IV. ADMINISTRASI TRANSPLANTASI KARANG HIAS

A. Izin Usaha Transplantasi Karang Hias

Izin usaha dapat diberikan kepada perorangan, badan hukum, lembaga konservasi, dan koperasi sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.19/Menhut-II/2005 tentang Penangkaran Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar. Tata cara untuk memproses izin usaha transplantasi karang hias, seperti pada gambar 6 berikut.

Gambar 6. Tata cara proses permohonan izin transplantasi karang hias.

PEMOHON

(Koperasi, Badan Hukum, LK, Perorangan)

SIUP, SITU, SKDP, Akte Notaris Perusahaan, Proposal yang telah disetujui oleh Kepala Bidang Teknis KSDA/Kepala Seksi Konservasi Wilayah setempat, BAP Persiapan Teknis dan Rekomendasi dari Kepala Bidang Teknis KSDA/ Kepala Seksi Konservasi Wilayah setempat. KEPALA UPT KSDA TOLAK IJIN TRASPLANTASI Tembusan :

Kepala Bidang KSDA Wilayah atau Kepala Seksi Konservasi Wilayah Permohonan dilampiri : PENGKAJIAN ADMINISTRASI, HUKUM DAN TEKNIS SETUJU KEMBALI KE PEMOHON Keterangan :

1.Untuk proses izin di Balai Besar KSDA, proposal dan rekomendasi oleh Kepala Bidang Teknis KSDA, tembusan surat kepada Kepala Bidang KSDA Wilayah setempat;

2.Untuk proses izin di Balai KSDA, proposal dan rekomendasi oleh Kepala Seksi Konservasi Wilayah, tembusan surat kepada Kepala Seksi Konservasi Wilayah setempat;

(17)

B. Laporan

Tata cara penyampaian laporan kegiatan transplantasi karang hias untuk diperdagangkan adalah sebagai berikut :

1. Laporan Bulanan, disampaikan setiap bulan ke UPT KSDA setempat dengan tembusan kepada Dirjen PHKA c.q. Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati (format laporan bulanan pada lampiran 4).

2. Laporan Tahunan, disampaikan kepada UPT KSDA dengan tembusan Dirjen PHKA c.q. Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati.

Di dalam laporan tahunan dilaporkan sebagai berikut :

1. Jenis & jumlah yang ditransplantasi (induk dan anakan karang); 2. Jumlah/tingkat kematian;

3. Kendala yang dihadapi;

4. Penanaman jenis baru (jika ada);

5. Perkiraan produksi yang akan diperdagangkan untuk tahun berikutnya.

C. Kelayakan Usaha

1. Untuk mengetahui tingkat kelayakan unit usaha transplantasi karang hias agar dapat melakukan pemanfaatan hasil transplantasi didasarkan pada kajian yang dilakukan oleh tim audit penangkaran yaitu Pusat penelitian Oseanografi (P2O) - LIPI bersama Indonesian Coral Reef Working Group (ICRWG), atau lembaga audit independen yang dinilai mampu sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 2. Audit penangkaran dilakukan sebelum unit usaha transplantasi melakukan

usulan produksi yang pertama yang akan diperdagangkan dan selanjutnya dievaluasi setiap 2 (dua) tahun.

D. Pengawasan dan Evaluasi

Pengawasan karang hias hasil transplantasi dilaksanakan oleh UPT KSDA setempat dimulai dari penanaman hingga pemanenan yang diliput dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Penanaman, dan BAP Pemanenan.

Untuk keperluan peredaran koral hasil transplantasi di dalam negeri antar wilayah UPT KSDA harus diliput dengan Surat Angkut Tumbuhan dan Satwa Dalam Negeri (SATS-DN) yang diterbitkan oleh UPT KSDA setempat atau pejabat yang ditunjuk. Peredaran koral hasil transplantasi ke luar negeri berdasarkan ketentuan CITES harus memiliki Surat Angkut Tumbuhan dan Satwa Luar Negeri (SATS-LN) yang diterbitkan oleh Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati - Ditjen PHKA sebagai Management Authority.

(18)

V. PENUTUP

Pedoman Transplantasi Karang Hias Yang Diperdagangkan disusun untuk dapat digunakan sebagai acuan teknis oleh para pelaksana penangkar/transplantasi karang hias baik tentang informasi teknis maupun administrasi transplantasi karang hias. Diharapkan dengan tersusunnya Pedoman Penangkaran/Transplantasi Karang Hias Yang Diperdagangkan dapat merangsang minat masyarakat untuk mengembangkan usaha transplantasi karang hias, sehingga akan menjadi kendali terhadap pengambilan karang dari habitat alam.

Ditetapkan di : J a k a r t a Pada tanggal : 29 Januari 2008 DIREKTUR JENDERAL

Pelaksana Tugas,

Ttd.

Dr. Ir. HADISUSANTO PASARIBU, M.Sc. NIP. 080044005

(19)
(20)

Lampiran 1. Daftar jenis-jenis karang yang dapat ditransplantasikan.

No. Famili/Jenis No. Famili/Jenis

A. Scleractinian Coral Caryophylliidae

26. Euphyllia glabrescens

Pocilloporidae 27. Euphyllia divisa

1. Pocillopora damicornis 28. Euphyllia cristata

2. Pocillopora verrucosa 29. Euphyllia ancora

3. Seriatopora hystrix 30. Neomenzophyllia turbida

4. Stylophora pistillata 31. Plerogyra sinuosa

32. Physogyra lichtensteini

Acroporidae 33. Catalophyllia jardinei

5. Acropora spp.

6. Montipora spp.

Fungiidae

7. Herpolitha limax Dendrophylliidae 8. Fungia fungites 34. Turbinaria peltata

9. Fungia moluccensis 35. Turbinaria mesentrina

10. Fungia paumotensis 36. Dendrophyllia fistula

11. Fungia spp. 37. Tubastrea aurea

12. Heliofungia actiniformis

13. Polyphillia talpina Poritidae 38. Porites spp.

Oculinidae 39. Goniopora lobata

14. Galaxea astreata 40. Goniopora minor

15. Galaxea fascicularis 41. Goniopora stokesi

42. Alveopora spongiosa

Mussidae

16. Blastomussa wellsi Faviidae

17. Symphyllia agaricia 43. Caulastrea echinulata

18. Symphyllia sp. 44. Caulastrea tumida

19. Lobophyllia corymbosa 45. Favia pallida

20. Lobophyllia hemprichii 46. Favia spp.

21. Cynarina lacrymalis 47. Favites abdita

22. Scolymia vitiensis 48. Favites chinensis

23. Acanthastrea echinata 49. Goniastrea pectinata

50. Goniastrea retiformis

Merulinidae 51. Montastrea annuligera

24. Merulina ampliata 52. Montastrea valenciennesi

(21)

Lanjutan lampiran 1.

No. Famili/Jenis No. Famili/Jenis

Pectinidae 54. Diploastrea heliopora

25. Pectinia lactuca 55. Cyphastrea serailia

56. Echinopora lamellosa Merulinidae 57. Hydnopora exesa 58. Hydnopora microconos 59. Hydnopora rigida Trachyphylliidae 60. Trachyphyllia geoffroyi 61. Wellsophyllia radiata

B. Non Scleractinian Coral 62. Heliopora coerulea

63. Tubipora musica

64. Millepora spp.

65. Disticopora spp.

(22)

Lampiran 2. Daftar Karang Hias dan Umur Panen Hasil Penangkaran/Transplantasi Yang Dapat Diperdagangkan. Jenis Karang Hias

No.

Spesies/Genus Kode

Famili Bentuk Koloni Umur Panen Keterangan

1. Acanthastrea echinata Ac ec Mussidae Encrusting hingga massive 8-12 bulan **

2. Acropora sp. Ac sp Acroporidae Bercabang, semak, seperti meja,

jarang encrusting atau sub-massive

3-6 bulan *

3. Alveopora spongiosa Al sp Poritidae Encrusting, submassive atau

columnar 3-6 bulan *

4. Caulastrea sp. Ca sp Faviidae Biasanya pacheloid 8-12 bulan **

5. Echinophyllia aspera Ec as Pectiniidae Sebagian atau seluruhnya

encrusting laminae 8-12 bulan **

6. Echinopora lamellosa Eh la Faviidae Laminae 8-12 bulan **

7. Euphyllia glabrescens Eu gl Euphyllidae Pacheloid 8-12 bulan **

8. Euphyllia paraancora Eu pa Euphyllidae Pacheloid 8-12 bulan **

9. Favia sp. Fa sp Faviidae Biasanya massive, ada yang rata

atau berbentuk kubah 8-12 bulan **

10. Favites chinensis Fv ch Faviidae Massive dan membundar 8-12 bulan **

11. Galaxea astreata Ga as Oculinidae Submassive, columnar atau

(23)

Lanjutan lampiran 2.

Jenis Karang Hias No.

Spesies/Genus Kode

Famili Bentuk Koloni Umur Panen Keterangan

12. Galaxea fascicularis Ga fa Oculinidae Submasive seperti kubah atau

tidak beraturan 8-12 bulan **

13. Goniastrea pectinata Go pe Faviidae Massive, berbentuk kubah 8-12 bulan **

14. Goniastrea retiformis Go re Faviidae Massive, hemispherical, datar

atau columnar 8-12 bulan **

15. Hydnophora

microcomos Hy mi Merulinidae atau subarborescent Submassive, encrusting, laminar 3-6 bulan *

16. Hydnophora rigida Hy ri Merulinidae Bercabang tidak beraturan 3-6 bulan *

17. Lobophyllia hemprichii Lo he Mussidae Datar hingga hemispherical > 24 bulan ***

18. Merulina ampliata Me am Merulinidae Laminar atau subarborescent 3-6 bulan *

19. Montipora sp. Mo sp Acroporidae Submassive, laminar, encrusting

atau bercabang 3-6 bulan *

20. Pavona cactus Pa ca Agariciidae Tipis, bentuk tidak tetap,

bifacial, berbentuk daun dengan atau tanpa dasar bercabang yang menebal

8-12 bulan **

21. Platygyra lamellina Pl la Faviidae Massive 8-12 bulan **

(24)

Lanjutan lampiran 2.

Jenis Karang Hias No.

Spesies/Genus Kode

Famili Bentuk Koloni Umur Panen Keterangan

23. Pocillopora eydouxi Po ey Pocilloporidae Percabangan mendatar dan

tegak lurus, kuat dan kokoh 3-6 bulan *

24. Pocillopora verrucosa Po ve Pocilloporidae Cabang tebal dan kompak 3-6 bulan *

25. Porites lichen Pr li Poritidae Bercabang kadang Madang

dengan encrusting 3-6 bulan *

26. Porites nigrescens Pr ni Poritidae Bercabang, kadang dasar

encrusting 3-6 bulan *

27. Porites cylindrica Pr cy Poritidae Bercabang, kadang dengan

dasar encrusting 3-6 bulan *

28. Seriatopora

caliendrum Se ca Pocilloporidae Bercabang, ujung tidak meruncing, kompak 3-6 bulan *

29. Seriatopora hystrix Se hy Pocilloporidae Bercabang, meruncing pada

ujungnya 3-6 bulan *

30. Stylophora pistillata St pi Pocilloporidae Bercabang dengan ujung

tumpul, cabang menebal dan submassive

3-6 bulan *

(25)

Lanjutan lampiran 2.

Jenis Karang Hias No.

Spesies/Genus Kode

Famili Bentuk Koloni Umur Panen Keterangan

32. Turbinaria

mesenterina Tu me Dendrophylliidae Unifacial laminae, kadang berbentuk seperti vas bunga 8-12 bulan **

33. Turbinaria peltata Tu pe Dendrophylliidae Laminae datar, seringkali

membentuk tingkat yang tumpang tindih

8-12 bulan **

34. Turbinaria reniformis Tu re Dendrophylliidae Unifacial laminae, kadang

membentuk tingkatan horisontal 8-12 bulan **

(26)

Lampiran 3. Daftar nomor kode UPT KSDA.

No. Balai Besar / Balai KSDA No. Kode

1. Balai Besar KSDA Jawa Barat 01

2. Balai Besar KSDA Jawa Timur 02

3. Balai Besar KSDA Sumatera Utara 03

4. Balai Besar KSDA Papua 04

5. Balai Besar KSDA Nusa Tenggara Timur 05

6. Balai Besar KSDA Riau 06

7. Balai Besar KSDA Irian Jaya Barat 07

8. Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan 08

9. Balai KSDA Maluku 09

10. Balai KSDA Nusa Tenggara Barat 10

11. Balai KSDA Kalimantan Timur 11

12. Balai KSDA DKI Jakarta 12

13. Balai KSDA Sumatera Barat 13

14. Balai KSDA Kalimantan Barat 14

15. Balai KSDA Sumatera Selatan 15

16. Balai KSDA Kalimantan Tengah 16

17. Balai KSDA Jambi 17

18. Balai KSDA Kalimantan Selatan 18

19. Balai KSDA Bali 19

20. Balai KSDA Jawa Tengah 20

21. Balai KSDA Sulawesi Tengah 21

22. Balai KSDA Sulawesi Tenggara 22

23. Balai KSDA Bengkulu 23

24. Balai KSDA Sulawesi Utara 24

25. Balai KSDA Lampung 25

26. Balai KSDA Yogyakarta 26

(27)

Lampiran 4. Format Laporan Bulanan.

LAPORAN BULANAN

STOK INDUK KARANG HIAS HASIL PENANGKARAN/TRANSPLANTASI BULAN :

a. Nama Perusahaan :

b. Izin Transplantasi No. :

c. Alamat Kantor :

d. Lokasi Penangkaran : e. Jumlah Rak/Meja induk : Tabel 1. Stok Induk Tiap Rak/Meja.

Mutasi No. Rak/Meja Jenis Jumlah Induk Bulan

Lalu Mati Tanam

Dari Anakan Jumlah Induk Bulan Ini Acropora 1. Jumlah 1. Montipora 2. Jumlah 2. 3. Jumlah 3. 4. Jumlah 3. 5. Jumlah 3. 6. Jumlah 3. 7. Jumlah 3. 8. Jumlah 4. Jumlah

(28)

Lanjutan lampiran 4.

Tabel 2. Rekapitulasi Stok Induk.

Mutasi No. Jenis

Jumlah Induk Bulan

Lalu Mati Tanam

Dari Anakan Jumlah Induk Bulan Ini Total Jumlah ………..., ………..., 2007 Mengetahui : Pemilik,

Kepala Seksi Konservasi Wilayah ……….. Balai Besar/Balai KSDA ………..

………. ……….

(29)

Lampiran 5. Format Berita Acara Pemeriksaan Penanaman. BERITA ACARA PEMERIKSAAN

PENANAMAN/TRANSPLANTASI KARANG HIAS Nomor :

Pada hari ini ...…….., tanggal ....………….., bulan ...…….., tahun ...………, pukul………, kami yang bertanda tangan di bawah ini :

1. Nama / NIP : ... / NIP. ... Jabatan : ...

2. Nama / NIP : ... / NIP. ... Jabatan : ... Berdasarkan :

Surat Perintah Tugas Kepala Seksi Konservasi Wilayah .... Nomor ... tanggal ...

Telah mengadakan pemeriksaan penanaman / transplantasi karang hias milik : 1. Nama Perusahaan : ... 2. Izin Penangkaran : ... 3. Lokasi Penangkaran : ... dengan hasil pemeriksaan seperti terlampir.

Demikian Berita Acara Pemeriksanaan Penanaman ini dibuat dengan sebenar-benarnya, untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.-

………..., ………..., 2007 Pemilik, Pemeriksa, ………. ………. Direktur. NIP. ………. NIP. Mengetahui :

Kepala Seksi Konservasi Wilayah ……….. Balai Besar/Balai KSDA ………..

………. NIP.

(30)

Lanjutan lampiran 5.

Lampiran : Berita Acara Pemeriksaan Penanaman / Transplantasi Karang Hias. Nomor :

Tanggal :

HASIL PEMERIKSAAN

PENANAMAN/TRANSPLANTASI KARANG HIAS Penanaman

No. Jenis

Jumlah No. Tag. No Rak Keterangan

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. dst ………..., …………..…………..., 2007 Pemilik, Pemeriksa, ………. ………. Direktur. NIP. ………. NIP. Mengetahui :

Kepala Seksi Konservasi Wilayah ……….. Balai Besar/Balai KSDA ………..

………. NIP.

(31)

Lampiran 6. Format Berita Acara Pemeriksaan Pemanenan Karang Hias Hasil Penangkaran/Transplantasi.

BERITA ACARA PEMERIKSAAN PEMANENAN KARANG HIAS HASIL PENANGKARAN/TRANSPLANTASI

Nomor :

Pada hari ini ...…….., tanggal ....………….., bulan ...…….., tahun ...………, pukul………, kami yang bertanda tangan di bawah ini :

1. Nama / NIP : ... / NIP. ... Jabatan : ...

2. Nama / NIP : ... / NIP. ... Jabatan : ... Berdasarkan :

Surat Perintah Tugas Kepala Seksi Konservasi Wilayah .... Nomor ... tanggal ...

Telah mengadakan pemeriksaan pemanenan karang hias hasil penangkaran/ transplantasi milik :

1. Nama Perusahaan : ... 2. Izin Penangkaran : ... 3. Lokasi Penangkaran : ... dengan hasil pemeriksaan seperti terlampir.

Demikian Berita Acara Pemeriksanaan Pemanenan ini dibuat dengan sebenar-benarnya, untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.-

………..., ……….…………..., 2007 Pemilik, Pemeriksa, ………. ………. Direktur. NIP. ………. NIP. Mengetahui :

Kepala Seksi Konservasi Wilayah ……….. Balai Besar/Balai KSDA ………..

………. NIP.

(32)

Lanjutan lampiran 6.

Lampiran : Berita Acara Pemeriksaan Pemanenan Karang Hias Hasil

Penangkaran/ Transplantasi. Nomor :

Tanggal :

HASIL PEMERIKSAAN PEMANENAN

KARANG HIAS HASIL PENANGKARAN/TRANSPLANTASI Pemanenan

No. Jenis

Jumlah No. Tag. Keterangan

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. dst ………..., ………..., 2007 Pemilik, Pemeriksa, ………. ………. Direktur. NIP. ………. NIP. Mengetahui :

Kepala Seksi Konservasi Wilayah ……….. Balai Besar/Balai KSDA ………..

………. NIP.

(33)

Gambar

Tabel 1. Tipe karang berdasarkan morfologi dan contoh gambarnya.
Gambar 2.  Penanaman fragmen kedua karang dari hasil transplantasi. Koloni karang
Gambar 3.  Pelekatan dan penandaan karang hias hasil transplantasi.
Gambar 6. Tata cara proses permohonan izin transplantasi karang hias. PEMOHON

Referensi

Dokumen terkait

 Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh kenaikan indeks yang cukup signifikan pada kelompok bahan makanan sebesar 0,42 persen; kelompok perumahan,

Dengan metode ini pada setiap akhir periode akuntansi (akhir bulan/akhir tahun) ditaksir besarnya kemungkinan rugi karena piutang dagang yang dihapuskan pada periode yang

Peran ini dibatasi pada bagaimana perilaku masyarakat dalam mengelola sampah dan perilaku yang terkait dengan kepedulian terhadap lingkungan hidup seperti pemanfaatan

Ukuran pasar diambil dari jumlah populasi analog (misal jumlah penduduk kota Bandung),kemudian dikerucutkan dengan memperkirakan presentase populasi yang menjadi konsumen

Dari tabel 3 dapat disimpulkan bahwa kedua algoritma Fuzzy Clustering Means (FCM) dan Gaussian Mixture Modelling (GMM) pada data curah hujan Kota Bengkulu maka

Secara umum, Sanimas yang ada sudah berfungsi dengan baik walaupun dari segi kapasitas masih perlu ditingkatkan untuk melayani masyarakat di sekitar lokasi Sanimas. Kendala yang

Danise dan Robert (2009:107), mengemukakan bahwa strategi investasi yang berdasarkan kepemilikan modal dari dalam perusahaan (modal sendiri) memiliki hubungan