• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN USIA KONTAK SEKSUAL PERTAMA DAN LAMA PAPARAN KONTAK SEKSUAL DENGAN TES IV A POSITIF DI YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN USIA KONTAK SEKSUAL PERTAMA DAN LAMA PAPARAN KONTAK SEKSUAL DENGAN TES IV A POSITIF DI YOGYAKARTA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

HUBUNGAN USIA KONTAK SEKSUAL PERTAMA DAN

LAMA PAPARAN KONTAK SEKSUAL DENGAN

TES IV A POSITIF DI YOGYAKARTA

Bernadeta Verawati

ABSTRAK

Kejadian tes IV A positif dapat disebabkan paparan kontak seksual pada usia muda serta lamanya paparan kontak seksual. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan usia kontak seksual pertama dan lamanya paparan kontak seksual dengan kejadian tes IVA positif.

Metode penelitian ini adalah cross sectional terhadap 100 wanita pekerja seks dengan uji korelasi Mann Whitney. Dilakukan uji diagnostic dan analisis statistic yaitu membandingkan hasil uji tes IVA dengan usia kontak seksual.

Hasil penelitian ini mencatat bahwa korelasi antara usia kontak seksual pertama dengan kejadian tes IVA positif adalah r = 0,016 (p=0,874) dan korelasi antara lamanya paparan kontak seksual dengan kejadian tes IVA positif adalah r = 0,0056 (p= 0,580).

Penelitian ini menyimpulkan bahwa kejadian tes IVA positif tidak mempunyai korelasi baik dengan usia kontak seksual pertama maupun dengan paparan kontak seksual.

Kata kunci : usia kontak seksual pertama, paparan kontak seksual, tes IVA positif

(2)

2

CORRELATION BETWEEN THE AGE OF FIRST SEXUAL

CONTACT ABD ITS DURATION WITH POSITIVE VIA TEST

IN YOGYAKARTA CITY

Bernadeta Verawati

ABSTRACT

Prevalence of positive VIA test can be caused by exposure to sexsual contact at young age and the duration of sexual contact. The objective of this research is to find the correlation between the age of first sexual contact along with its duration and the occurrence of positive VIA test.

The method used in this research is a cross sectional study on 100 female sex workers, using Mann Whitney correlation test.

The results of this study noted that the correlation between the age of first and the correlation between the duration of sexual contact with the occurrence of positive VIA test is r = 0.056 (p= 0.580).

This research concludes that there was no significant correlation between the prevalence of positive VIA test and the age of first sexual contact and its duration.

Key words : age of first sexual contact, duration of sexual contact, positive VIA test.

PENDAHULUAN

Wanita Pekerja Seks (WPS) mempunyai risiko tinggi untuk menderita kanker serviks. Kanker serviks bisa disebabkan oleh kontak seksual pada usia terlalu muda dan paparan kontak seksual yang semakin lama. Usia muda bisa memicu terjadinya kanker serviks karena pesatnya proses metaplasia pada usia pubertas, sehingga bila ada yang mengganggu proses metaplasia terebut misalnya infeksi, akan memudahkan beralihnya proses menjadi dysplasia yang berpotensi untuk terjadinya keganasan. Lamanya paparan kontak seksual menyebabkan peningkatan kemungkinan penularan virus HPV yang berakibat keganasan. Lamanya paparan kontak seksual menyebabkan peningkatan kemungkinan penularan virus HPV yang berakibat keganasan. Salah satu cara untuk menentukan bahwa wanita itu menderita kanker serviks, bisa dilakukan dengan tes IVA.

Tujuan ates IVA adalah untuk mendeteksi lesi putih sebagai diagnosis awal adanya asimtomatik serviks derajat tinggi. Sangat penting untuk menilai adanya lesi putih dengan batas tegas, tebal, opak, mendekati atau melekat pada

(3)

3

sambungan skumokolumnar pada zona transformasi setelah aplikasi asam asetat 3-5%.

Dengan mengacu kepada masalah diatas, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan usia kontak seksual pertama dan lama paparan kontak seksual dengan kejadian tes IVA Positif di Yogyakarta.

SUBJEK DAN METODE

Penelitian ini dilakukan dengan rancangan analisis yang melibatkan dua variable saja yaitu x dan y. Didalam hubungan dua variable x dan y akan dianalisis dengan korelasi Point Biserial. Uji Mann-Whitney digunakan untuk menguji signifikansi hipotesis komparatif dua sampel independen bila data berbentuk ordinal dan untuk dua sampel yang berukuran tidak sama.

Populasi target adalah seluruh wanita pekerja seks yang bekerja di Yogyakarta yang jumlahnya tidak diketahui secara pasti. Populasi terjangkau adalah wanita pekerja seks di Yogyakarta binaan PKBI sejumlah 100 orang dengan criteria inklusi : WPS yang melakukan kontak seksual minimal dua tahun dan bersedia untuk menjadi responden. Criteria ekslusi adalah WPS yang Sedang dalam kondisi hamil dan sedang menstruasi.

Alat pengumpul data dilakukan dengan menggunakan kuesioner untuk mendapatkan data usia kontak seksual pertama, lama paparan kontak seksual, perilaku merokok, faktor genetika, riwayat proses persalinan, riwayat proses persalinan, riwayat penggunaan kontrasepsi oral dan tes IV A untuk mengetahui hasil positif atau negatif.

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini mengikutsertakan 100 subjek penelitian dan diantaranya terdapat 13 subjek dengan hasil tes IVA yang menunjukkan hasil positif. Hasil penelitian selengkapnya sebagai berikut :

Hasil tes pemeriksaan yang dilakukan pada 100 orang pekerja seks sebanyak 13 orang hasil IV A Positif.

(4)

4

Hasil Tes IV A Jumlah

a. b. + - 13 87

Hasil tes IV A positif paling abnyak ada pada responden dengan usia di atas 20 tahun saat pertama kali melakukan kontak seksual, sebesar 25%.

Usia Kontak

Hasil Tes IV A

Seksual + - Total

Pertama Jumlah % Jumlah % Jumlah %

< 17 th 17 – 20 th > 20 th 4 7 2 10,26% 13,21% 25% 35 46 6 89,74% 86,79% 75% 39 53 8 100% 100% 100% Hasil tes menunjukkan bahwa mayoritas lama paparan kontak seksual responden yang hasil tes IV A Positif adalah 5 – 7 tahun, sebesar 22,22%

Lama Paparan Hasil Tes IV A

Kontak + - Total

Seksual Jumlah % Jumlah % Jumlah %

< 2 th 2 – 4 th 5 – 7 th 8 – 10 th > 10 th - - 2 - 11 - - 22,22% - 15,49% - 13 7 7 60 - 100% 77,78% 100% 84,51% - 13 9 7 71 - 100% 100% 100% 100% Hasil Uji korelasi pin biserial seperti ditampilkan pada tabel 4.5 diperoleh

hasil r = 0,016 dengan p = 0,874 (nilai p> 0,05). Artinya tidak terdapat hubungan antara usia kontak seksual pertama dengan kejadian tes IV A positif.

Variabel Hasil Tes IV A Z M-W Nilai p Koefisien Korelasi point Biserial + - (n=13) (n=13) Usia kontak Seksual pertama (tahun) Rata-rata (SD) Median Rentang 17,92 (3,303) 17 13 – 27 17,72 (4,353) 17 12 – 45 0,491 0,623 0,016 (p=0,874)

(5)

5

Mayoritas lama paparan kontak seksual responden dengan hasil tes IV A positif adalah 5-7 tahun, sebesar 22,22%.

Lama Paparan Hasil Tes IV A

Kontak + - Total

Seksual Jumlah % Jumlah % Jumlah %

< 2 th 2 – 4 th 5 – 7 th 8 – 10 th > 10 th - - 2 - 11 - - 22,22% - 15,49% - 13 7 7 60 - 100% 77,78% 100% 84,51% - 13 9 7 71 - 100% 100% 100% 100%

Hasil uji poin biserial diperoleh hasil r = 0,056 dengan p = 0,580 (nilai p> 0,05). Artinya tidak terdapat hubungan antara lamanya paparan kontak seksual dengan kejadial hasil tes IV A positif.

Variabel Hasil Tes IV A Z M-W Nilai p Koefisien Korelasi point Biserial + - (n=13) (n=13) Usia kontak Seksual pertama (tahun) Rata-rata (SD) Median Rentang 15,46 (7,055) 16 3 – 29 17,11 (10,243) 15 2 – 45 0,292 0,770 0,056 (p=0,580)

Keterangan : ZM-W = Uji Mann-Whitney.

Hasil analisis uji chi square pada derajat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan karakteristik antara variabel perancu dengan variabel yang diteliti dengan nilai p>0,05.

Karakteristik Tes IV A Nilai p

Negatif Positif Usia saat ini

a. 11-20 b. 21-30 c. 31-40 d. 41-50 e. 51-60 Kebiasaan merokok a. Tidak pernah b. Sekali-sekali c. Aktif setiap hari

Penggunaan kontrasepsi pil oral

7 31 22 21 6 32 33 22 1 4 5 3 0 6 2 5 0,789 0,268 0,737

(6)

6 a. Tidak menggunakan

b. Kurang dari 10 tahun atau tidak terus menerus

c. Menggunakan, selama 10 tahun tanpa berhenti

Riwayat persalinan dengan tindakan a. Tidak b. Ya Faktor keturunan a. Tidak b. Ya 56 27 4 40 47 82 5 7 5 1 6 7 13 0 0,990 0,375

Keterangan : dikutip dari uji chi-kuadrat

PEMBAHASAN

Hasil uji korelasi poin biserial Hubungan Usia Kontak Seksual Pertama dengan Kejadian tes IV A positif pada Wanita Pekerja Seks di Yogyakarta diperoleh hasil r = 0,016 dengan p = 0,874 (nilai p> 0,05). Artinya tidak terdapat hubungan antara usia kontak seksual pertama dengan kejadian tes IVA positif.

Kontak seksual usia muda erat kaitannya dengan terjadinya lesi prakanker serviks. Karsinoma serviks cenderung timbul bila saat mulai aktif berhubungan seksual pada saat usia kurang dari 17 tahun. Dijelaskan bahwa umur antara 15 – 20 tahun merupakan periode yang rentan. Periode rentan ini berhubungan dengan pesatnya proses metaplasia pada usia pubertas, sehingga bila ada yang mengganggu proses metaplasia tersebut misalnya infeksi akan memudahkan beralihnya proses menjadi displasia yang lebih berpotensi untuk terjadinya keganasan. Christoperson dan Parker menemukan perbedaan statistik yang bermakna antara wanita yang menikah usia 15 -19 tahun dibandingkan wanita yang menikah usia 20 – 24 tahun. Pada golongan pertama cenderung untuk terkena kanker serviks. Barron dan Richat pada penelitian dengan mengambil sampel 7.000 wanita di Barbara Hindia Barat, cenderung menduga epitel serviks wanita remaja sangat rentan terhadap bahan-bahan karsinogenik yang ditularkan melalui hubungan seksual dibanding epitel serviks wanita dewasa. 3,6,7

NIS paling sering mulai terjadi pada saat menarche atau setelah kehamilan, saat metaplasia terjadi sangat aktif. Sebaliknya, wanita menopause tanpa terbentuknya NIS mengalami sedikit metaplasia dan memiliki resiko yang lebih rendah. Telah diketahui bahwa faktor-faktor onkogenik dipaparkan melalui

(7)

7

hubungan seksual. Beberapa agen, termasuk sperma, histon cairan seminalis, trikomonas, chlamydia, harpes simplex virus, dan human papillomavirus (HPV), telah dipelajari. Saat ini telah diketahui pula bahwa HPV memiliki peranan penting dalam perkembangan NIS.19

Para Ilmuwan yakin bahwa beberapa perubahan abnormal pada sel-sel serviks merupakan langkah awal dari serangkaian perubahan yang berjalan lambat, yang beberapa tahun kemudian bisa menyebabkan kanker.

Dalam penelitian ini, data tentang usia kontak seksual pertama ditanyakan kepada WPS dengan mengisi kuesioner yang disiapkan peniliti. Sehingga ada kemungkinan human error, dimana responden mungkin lupa karena peristiwanya sudah lama. Kemungkinan lain adalan responden malu utnuk mengakui usia kontak seksual pertama yang sebetulya di bawah usia 20 tahun, dijawab menjadi di atas 20 tahun.

Sepuluh penelitian yang dilakukan di negara berkembang mengenai usia kontak seksual pertama sebagai faktor resiko lesi prakanker serviks menunjukkan hasil yang signifikan. Hasil meta analisis yang dilakukan oleh Louie dkk di negara berkambang dengan jumlah sampel lebih dari 1.000 menunjukkan hasil adanya hubungan.29 Sedangkan peneliti hanya menggunakan jumlah sampel sebanyak 100, karena penelitian dilakukan pada komunitas wanita pekerja seks, dimana sulit untk mendapatkan sampel yang mendekati angka 1.000.

Hasil uji poin biserial Hubungan Lamanya Paparan kontak Seksual dengan Kejadian tes IVA positif pada Wanita Pekerja Seks di Yogyakarta diperoleh hasil r = 0,056 dengan p = 0,580 (nilai p> 0,05). Artinya tidak terdapat hubungan antara lamanya paparan kontak seksual dengan kejadian tes IVA positif.

Lama paparan kontak seksual pada wanita pekerja seks berkaitan dengan fase perkembangan lesi prakanker serviks dan lamanya wanita pekerja seks melakukan hubungan seksual berganti-ganti pasangan yang meningkatkan resiko penularan HPV. Lama paparan kontak seksual adalah lamanya seseorang dalam melakukan kontak seksual dihitung dari pertama kali saat melakukan kontak seksual sampai dengan dilakukan tes IVA. Hal tersebut di atas berkaitan dengan tahap-taha perkembangan prakanker serviks yang lama. Tahap prakanker serviks yang biasadisebut displasia terdiri dari displasia ringan, sedang, berat dan KIS.

(8)

8

Perkembangannya menjadi kanker invasive dan perubahannya memerlukan waktu antara 10 – 20 tahun. Hal ini dikarenakan periode laten dari fase prainvasif untuk menjadi invasif memakan waktu sekitar 10 tahun.

Hanya 9% wanita berusia kurang dari 35 tahun menunjukkan kanker serviks yang invasif pada saat didiagnosis, sedangkan 53% dari KIS terdapat pada wanita di bawah usia 35 tahun. Menurut Benson KL, 2% dari wanita yang berusia 40 tahun akan menderita kanker serviks dalam hidupnya. Hal ini dimungkinkan karena perjalanan penyakit ini memerlukan waktu 7 sampai 10 tahun untuk terjadinya kanker invasif sehingga sebagian besar terjadinya atau diketahuinya setelah berlanjut usia.

Kebanyakan wanita dengan karsinoma serviks mengalami periode asimtomatik yang panjang sebelum penyakitnya menimbulkan gejala klinis. Dengan demikian, temuan dini melalui skrining rutin dapat mencegah progresi dari kondisi prainvasif menjadi infasif. Konsep regresi spontan serta lesi yang persiten menyatakan bahwa tidak semua lesi prakanker akan berkembang menjadi lesi incasive atau kanker seriviks, sehingga diakui masih banyak faktor yang mempengaruhi. CIN I (NIS I) hanya 12% saja yanga berkembang ke derajat yang lebih berat, sedangkan CIN II (NIS II) dan CIN III (NIS III) mempunyai risiko berkembang menjadi kanker invasif bila tidak mendapatkan penganganan.20,24

DAFTAR PUSTAKA

1. Parkin DM, Bray F, Ferlay J, Pisani P. Global Cancer Statistic. CA Cancer J Clin.

2005;55:74-108

2. Lasaro M, Ertl HCJ. Human papillomavirus-associated cervical cancer: prophylactic and therapeutic vacCINen. Gene Ther Mol Biol, 2003; 8:291-306.

3. Herbert J. Coffin J. ReduCINg patient risk for human papillomavirus infection and cervical cancer. JAOA, 2006; 108(2):65-70.

4. Saslow D, Runowiez CD, Solomon D, Moscicki A, Smith R.A, eyre HJ, Cohen R. Anerican cancer society guideline for the early detection of cervical neoplasia and cancer. CA Cancer J Clin, 2002;52:342-362.

5. Schiffman M, Castle PE, Jeronimo J, Rodriguez SC, Wacholder S. Human papillomavirus and cervical cancer. Lancet. 2007;370:890-907.

(9)

9

6. Nuranna L. Skrining Kanker Serviks dengan Metode Skrining Alternative: IVA. Cermin Dunia Kedokteran. 2001;0125-193X:23-25.

7. Nuranna L. Aziz MF. Upaya Down Staging sebagai pilihan lain untuk skrining kanker serviks di Indonesia. MOGI. 1992;18:32-8.

8. Sjamsuddin S, Prihartono J, Nuranna L, et all. Aided Visual Inspection Preliminary results of the Indonesian Gynescopy Assesment. Cervical Center Meeting. Montreal, Canada. 1994.16:21-9.

9. Ogunmodede F, Yale SH, Krawisz B, Tyler GC, Evans AC. Human papillomavirus

infection in primary care. Clin Med Res. 2007;5(4):2010-217.

10. National Cancer Institute (2005) Cervical cancer (PDQ):Prevention. Health

professional version. [Internet], Available from

http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/prevention/cervical/healthprofessional/allpa ges/print Accessed 2 April 2009

11. Tiffen J, Maho S. Cervical cancer: what should we tell women about screening? Slin J Oncol Nurs. 2005:10(4):527-531.

12. Ralston JD, Taylor VM, Yasui Y, Kuniyuki A, Kacson CTS. Knowledge of cervical cancer risk factors among Chinese immigrants in seattle. J Community Health.

2003;28(1):41-56.

13. World Health Organization. Cervical cancer screening in developing countries: Report of WHO Consultan. Ganeva: WHO. 2002;11:20-32.

14. Wright TC. Cervical cancer screening using visualization techniques. J Nalt cancer Ins Monogr. 2003;(31):66-71.

15. Gaffikin L, Blumenthal PD, Emerson M, Limphayom K. Safety, acceptability, and feasibility of a single-visit approach to cervical cancer preventation in rural Thailand: a demonstration project. Lancet. 2003;361(9360):814-820.

16. Belinson JL, Pretorius RG, Zhang WH, Wu LY, Qiao YL, Elson P. Cervical cancer screening by simple visual inspection after actec acid. Am J Obstet Gynecol. 2001;98(3):441-444.

17. Miller A. Screening for Cervical Cancer. In : Rubin S, Hoskin WJ eds. Clinical Cancer and Preinvasive Neoplasia. Philadelphia-New york : Lippincott-Raven. 1996 : 13-25.

18. Sianturi MHR. Deteksi dan Penanganan Prakanker Genitalia Wanita. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 1995.

19. Richard R. Causes and management of Cervical Intraepithelial Neoplasia. Cancer. 1987:60:1951.

(10)

10

20. Benedet J, OdiCINo F, Maisonneuve P, et al. Carcinoma of cervix uteri. Annual report on the results of treatment n gynecological cancer. J Epidemiol Biostat. 1998;3:5-34.

21. Hacker NF. Cervical cancer. In: Berek JS, Hacker NF (eds.). Pratical gynecologic oncology. 3rd edit, Philadelphia-Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins. 2000; h. 345-94.

22. Sjamsuddin S. Inspeksi visual dengan aplikasi asam asetat (IVA), suatu metode alternatif skrining kanker serviks. Jakarta : Bag Obstetri dan Ginekologi FK UI/RSCM. 2000: 1-4.

23. Hanafi, Ocviyanti D, Prihartanto J, dkk. Laporan penelitian : Efektifitas pemeriksaan inspeksi visual dengan asam asetat oleh bidan sebagai upaya mendeteksi lesi pra kanker serviks. Jakarta: Bag/SMF Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSCM, 2002. 24. Nazeer S. Protocol model for cervical cancer screening/ early detection programme in

developing countries. 2000.

25. Runomics SD, Lymberis S, Tobias D (03/07/1997). Cervical neoplasia and cigarette

smoking: are they linked >. Medscape General MEdiCINe,

http://www.medscape.com/medscape/womenHealth/journal/v02.n03/w141.run

owiosz141.runowicz.html, 13 Agustus 2009

26. Sugiyono. Statistika untuk Penelitian, Bandung: Cetakan Kedelapan, CV Alfabeta. 2005.

27. Notoatmodjo S. Metode penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. 2005.

28. Erikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Edisi Revisi V, PT Rineka Cipta. 2002.

29. Loui KS, Arbeit JM, Howley PM. Early age at first sexual intercourse and early pregnancy are risky factors for cervical in developing countries. I clin pathol 2009; 55:244-265.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar mahasiswa di Prodi Pendidikan Biologi FPMIPA Universitas PGRI Semarang sudah memenuhi kriteria

The Legend of Toba Lake merupakan film animasi yang diangkat dari cerita rakyat yang berasal dari Sumatera Utara. Film animasi ini menceritakan tentang seorang pria

Manfaat dari pewilayahan hujan menggunakan interpolasi selain dapat menduga curah hujan di suatu daerah yang tidak memiliki stasiun hujan juga dapat digunakan

Kebijakan tentang pendirian minimarket tentu hal yang penting yang harus di perhatikan oleh pemerintah, namun pendirian minimarket belum memiliki perda yang dikhususkan

(2) Pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI) dilengkapi modul pembelajaran dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada materi Hidrolisis Garam kelas

Mengenal tapi tidak dapat menyebutkan nama benda : agnosi

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Bapa di Surga atas rahmat dan kasih karuniaNya yang telah dianugerahkan kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan

Data pada Tabel 4 juga menunjukkan bahwa pola tanam agroforestri pada kedua varietas padi akan menghasilkan produksi padi gogo yang lebih sedikit jika dibandingkan