• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Hipertensi - Gagah Satria Hendrawan BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Hipertensi - Gagah Satria Hendrawan BAB II"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka 1. Hipertensi

a. Definisi

Hipertensi merupakan masalah kesehatan yang serius. Hipertensi juga merupakan faktor risiko terhadap berbagai penyakit lain, seperti penyakit jantung, gagal ginjal, maupun stroke. Hipertensi yang tidak dirawat dapat menyebabkan pengaruh negatif pada fungsi kognitif yang memberikan masalah dalam belajar, ingatan, pemusatan perhatian, penalaran abstrak, fleksibilitas mental, dan keterampilan kognitif lain. Masalah ini terutama terlihat pada penderita hipertensi berusia muda. Selain itu, mereka yang mudah stres dan memiliki emosi negatif yang memiliki kemampuan pemulihan rendah terlihat lebih banyak yang menderita hipertensi (Hasan, 2008).

(2)

dengan tepat (80% dari ukuran manset menutupi lengan) setelah pasien beristirahat nyaman, posisi duduk punggung tegak atau terlentang paling sedikit selama lima menit sampai tiga puluh menit setelah merokok atau minum kopi. Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai hipertensi esensial. Beberapa penulis lebih memilih istilah hipertensi primer untuk membedakannya dengan hipertensi lain yang sekunder karena sebab-sebab yang diketahui (Yogiantoro, 2014).

Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of

High Blood Pressure (JNC VII) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 (Yogiantoro, 2014).

b. Epidemiologi

Hipertensi ditemukan pada semua populasi dengan angka kejadian yang berbeda-beda, sebab ada faktor-faktor genetik, ras, regional, sosiobudaya yang juga menyangkut gaya hidup yang juga berbeda. Hipertensi akan makin meningkat bersama dengan bertambahnya umur (Munter, 1994 dalam Yogiantoro, 2014).

(3)

1,6 miliar. Prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini dan pertambahan penduduksaat ini (Palmer & Williams, 2007).

Hipertensi mengambil porsi sekitar 60% dari seluruh kematian dunia. Pada anak-anak yang tumbuh kembang hipertensi meningkat mengikuti dengan pertumbuhan badan (Withworth, 2003 dalam Yogiantoro, 2014).

Bila anamnesa keluarga ada yang didapatkan hipertensi, maka sebelum umur 55 tahun risiko menjadi hipertensi diperkirakan sekitar empat kali dibandingkan dengan anamnesa keluarga yang tidak didapatkan hipertensi. Setelah umur 55 tahun, semua orang akan menjadi hipertensi (90%) (Chobanian, 2003 dalam Yogiantoro, 2014).

c. Etiologi

Hipertensi disebut primer bila penyebabnya tidak diketahui (90%), bila ditemukan sebabnya disebut sekunder (10%). Penyebabnya antara lain penyakit, obat-obatan, dan makanan (DiPiro 2011 dalam Yogiantoro, 2014).

(4)

belum diketahui, walaupun dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya hidup seperti kurang bergerak (inaktivitas) dan pola makan.

Sedangkan untuk hipertensi sekunder lebih jarang terjadi-hanya sekitar 5% dari seluruh kasus hipertensi. Hipertensi tipe ini disebabkan oleh kondisi medis lain (misalnya penyakit ginjal) atau reaksi terhadap obat-obatan tertentu (misalnya pil KB). Bila tekanan darah tidak terkontrol dan menjadi sangat tinggi (keadaan ini disebut hipertensi berat atau hipertensi maligna). Risiko relatif hipertensi tergantung pada jumlah dan keparahan dari faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain Faktor-faktor genetik, umur, jenis kelamin, dan etnis. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi meliputi stres, obesitas dan nutrisi (Palmer & Williams, 2007).

d. Klasifikasi

Tekanan darah diklasifikasikan berdasarkan pada pengukuran rata-rata dua kali atau lebih kunjungan.Klasifikasi tekanan darah menurut The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) :

(5)

Klasifikasi tekanan darah

Tekanan darah sistolik (mmHg)

Tekanan darah diastolik (mmHg)

Normal < 120 < 80

Prehipertensi 120 – 139 80 – 89

Hipertensi tahap 1 140 – 159 90 - 99

Hipertensi tahap 2 >160 > 100

e. Patofisiologi

Hipertensi merupakan manifestasi gangguan keseimbangan hemodinamika sistem kardiovaskular, yang mana patofisiologinya adalah multi faktor, sehingga tidak bisa diterangkan dengan hanya satu mekanisme tunggal. Menurut Kaplan hipertensi banyak menyangkut faktor genetik, lingkungan dan pusat-pusat regulasi hemodinamika. Jika disederhanakan sebetulnya hipertensi adalah interaksi cardiac output (CO) dan total peripheral resistence (TPR) (Yogiantoro, 2014).

Menurut Udjianti (2010) tekanan arteri sistemik adalah hasil dari perkalian cardiac output (curah jantung) dengan total tahanan perifer. Cardiac output (curah jantung) diperoleh dari perkalian antara srtoke volume dengan heart rate (denyut jantung). Pengaturan tahanan perifer dipertahankan oleh sistem saraf otonom dan sirkulasi hormon. Jika salah satu kinerja dari komponen-komponen tersebut terganggu maka itu akan mengganggu sistem kerja aliran darah.

Tekanan darah

Cardiac Output

Peripheral Resistance

(6)

Gambar 2.1 Skema Tekanan Darah

Namun, penyebab-penyebab terjadinya hipertensi ternyata sangat banyak. Tidak bisa diterangkan hanya dengan satu faktor penyebab. Memang betul pada akhirnya kesemuanya itu akan menyangkut kendali natrium (Na) di ginjal sehingga tekanan darah meningkat (Kaplan, 2010 dalam Yogiantoro, 2014).

Menurut Kaplan (2010) ada empat faktor yang mendominasi terjadinya hipertensi :

(1) Peran volume intravaskuler. (2) Peran kendali saraf autonom.

(3) Peran renin angiotensin aldosteron (RAA). (4) Peran dinding vaskuler pembuluh darah.

Berikut penjelasan mengenai faktor-faktor yang mendominasi terjadinya hipertensi :

(1) Peran volume intravaskuler.

(7)

Volume intravaskuler merupakan determinan utama untuk kestabilan tekanan darah dari waktu ke waktu. Tergantung keadaan TPR apakah dalam posisi vasodilatasi atau vasokontriksi. Bila asupan NaCl meningkat, maka ginjal akan merespons agar ekskresi garam keluar bersama urine ini juga akan meningkat. Tetapi bila upaya mengeksresikan NaCl ini melebihi ambang kemampuan ginjal maka ginjal akan meretensi 𝐻2𝑂 sehingga volume intravaskuler meningkat.

Pada gilirannya CO atau Cl juga akan meningkat. Akibatnya terjadi ekspansi volume intravaskuler, sehingga tekanan darah akan meningkat. Seiring dengan perjalanan waktu TPR juga akan meningkat lalu secara berangsur CO atau Cl akan turun menjadi normal lagi akibat autoregulasi. Bila TPR vasodilatasi tekanan darah akan menurun, sebaliknya bila TPR vasokontriksi tekanan darah akan meningkat (Kaplan, 2010 dalam Yogiyantoro, 2014).

(2) Peran Kendali Saraf Autonom.

Persarafan autonom ada dua macam, yang pertama ialah sistem saraf simpatis yang mana saraf ini yang akan menstimulasi saraf viseral (termasuk ginjal) melalui neurotransmiter : katekolamin, epinefrin, maupun dogamin.

(8)

berlangsung independen tidak tergantung oleh kesadaran otak, akan tetapi terjadi secara automatis mengikuti siklus sirkardian (Klabunde, 2005 & Lόpez, 2004 dalam Yogiantoro,

2014).

Ada beberapa reseptor adrenergik yang berada di jantung, ginjal, otak serta dinding vaskuler pembuluh darah ialah reseptor α1, α2, β1 dan β2. Belakangan ditemukan reseptor β3 di aorta yang ternyata kalau dihambat dengan beta bloker β1 selektif yang baru (nebivolol) maka akan memicu terjadinya vasodilatasi melalui peningkatan nitrit oksida (NO) (de Groot et al, 2003 dalam Yogiantoro, 2014).

Karena pengaruh-pengaruh lingkungan misalnya genetik, stress kejiwaan, rokok, dan sebagainya, akan terjadi aktifitas sistem saraf simpatis berupa kenaikan katekolamin, nor epinefrin (NE) dan sebagainya.

(9)

Pada ginjal NE juga berefek negatif, sebab di ginjal ada reseptor α1 dan β1 yang akan memicu terjadinya retensi natrium, mengaktivasi sistem RAA, memicu vasokontriksi

pembuluh darah dengan akibat hipertensi aterosklerosis juga makin progresif.

Selanjutnya bila NE kadarnya tidak pernah normal maka sindroma hipertensi aterosklerosis juga akan berlanjut makin progresif menuju kerusakan organ target/Target Organ Damage (TOG) (Klabunde, 2005 & Lόpez, 2004 dalam Yogiantoro, 2014).

(3) Peran Sistem Renin Angiotensin Aldosteron.

Beberapa sistem yang berperan dalam mempertahankan tekanan darah antara lain sistem baroreseptor arteri, sistem renin angiotensin dan autoregulasi vaskuler.

(10)

baroreseptor turun dan menurunkan tekanan tekanan arteri sistemik bila tekanan baroreseptor meningkat. Alasan pasti mengapa kontrol ini gagal pada hipertensi belum diketahui. Hal ini ditujukan untuk menaikan re-setting sensitivitas baroreseptor sehingga tekanan meningkat secara anadekuat, sekalipun tekanan tidak ada (Udjianti, 2010).

Bila tekanan darah menurun maka hal ini akan memicu refleks baroreseptor. Berikutnya secara fisiologis sistem RAA akan dipicu mengikuti kaskade, yang mana pada akhirnya reninakan disekresi, lalu angiotensin I, angiotensin II, dan

seterusnya sampai tekanan darah meningkat kembali (Kaplan, 2010 dalam Yogiantoro, 2014).

(11)

angiotensin III juga mempunyai efek inhibiting atau penghambatan pada ekskresi garam (Natrium) dengan akibat peningkatan tekanan darah.

Sekresi renin yang tidak dapat diduga sebagai penyebab meningkatnya tahanan perifer vaskuler pada hipertensi esensial. Pada tekanan darah tinggi, kadar renin harus diturunkan karena peningkatan tekanan arteriolar renal mugnkin menghambat sekresi renin. Namun demikian, sebagian besar orang dengan hipertensi esensial mempunyai kadar renin normal (Udjianti, 2010).

Kembali pada pembahasan sistem RAA. Sistem RAA yang aktif ini akan menyebabkan sekresi aldosteron oleh kelenjar adrenal. Aldosteron ini akan menyebabkan reabsorpsi 𝑁𝑎+dan 𝐻+. Akibat dari retensi natrium ini adalah tertahannya

(12)

tekanan yang tinggi di dalam sistem vena, terkadang menimbulkan edema sumuran (Naga, 2013)

Gambar 2.2 Proses angiotensinogen berubah menjadi angiotensin II (sistem RAA)

Pada akhirnya angiotensin II ini akan bekerja pada reseptor-reseptor yang terkait dengan tugas proses fisiologinya ialah di reseptor AT1, AT2, AT3, AT4 (Kaplan, 2010 dalam Yogiantoro, 2014).

Faktor risiko yang tidak dikelola akan memicu sistem RAA. Tekanan darah makin meningkat, hipertensi aterosklerosis makin progresif. Ternyata yang berperan utama untuk memicu progresifitas ialah angiotensin II, bukti uji klinisnya sangat kuat. Setiap intervensi klinik pada tahap-tahap aterosklerosis kardiovaskular kontinum ini terbukti selalu bisa menghambat progresifitas dan menurunkan Angiotensinogen

dibuat di hati

darah

Angiotensinogen

Renin disekresi ginjal

Renin

Angiotensin I Angiotensin II Angiotensi converting

enzym (ACE)

Aldosterone

Retensi 𝑁𝑎+ Retensi 𝐻2𝑂 Ekskresi 𝐾+ Ekskresi 𝑀𝑔+ Korteks adrenal

(13)

kejadian kardiovaskular (Dzau et al, 1991; Yusuf et al, 2004 & Victor et al, 2007 dalam Yogiantoro, 2014).

Begitulah secara fisiologis autoregulasi tekanan darah terjadi melalui aktifasi dari sistem RAA (Kaplan, 2010 dalam Yogiantoro, 2014).

(4) Peran Dinding Vaskular Pembuluh Darah

Hipertensi adalah the disease cardiovascular continuum, penyakit yang berlanjut terus menerus sepanjang

umur. Paradigma yang baru tentang hipertensi dimulai dengan disfungsi endotel, lalu belanjut menjadi disfungsi vaskular, vaskular biologi berubah, lalu berakhir dengan TOD (Dzau et al, 2006 dalam Yogiantoro, 2014).

Bonetti et al berpendapat bahwa disfungsi endotel merupakan sindrom klinis yang bisa langsung berhubungan dengan dan dapat memprediksi peningkatan risiko kejadian kardiovaskular (Yogiantoro, 2014).

(14)

Dikenal ada faktor risiko tradisional dan non tradisional yang bila bergabung dengan faktor-faktor lokal atau yang lain serta faktor genetik maka vaskular biologi akan berubah menjadi makin tebal karena mengalami kerusakan berupa lesi vaskular dan remodelling, antara lain akibat : inflamasi, vasokontriksi, trombosis, ruptur plak/erosi (Bonetti et al, 2003 dalam Yogiantoro, 2014).

Dikenal pula faktor risiko baru selain angiotensin II, ialah Ox-LDL, ROS (Radical Oxygen Species), homeosistein, CRP serta masih ada lagi yang lain (Harrison et al, 2007 & Kabir et al, 2006 dalam Yogiantoro, 2014).

Sehingga, faktor risiko yang banyak ini harus dikelola agar aterosklerosis tidak progresif, sehingga risiko kejadian kardiovaskular bisa dicegah.

(15)

Penanda adanya disfungsi endotel dapat dilihat di retina mata dan dapat juga dilihat di ginjal (glomerulus), yaitu bilamana ditemukan mikroalbuminuria pada pemeriksaan urin (Yogiantoro, 2014).

Kesimpulannya hipertensi adalah hanya salah satu gejala dari sebuah sindroma yang akan lebih sesuai bila disebut dengan sindroma hipertensi aterosklerotik (bukan merupakan penyakit), kemudian akan memicu pengerasan pembuluh darah sampai terjadi kerusakan target organ terkait. Awalnya memang hanya berupa risiko. Tetapi faktor risiko ini tidak diobati maka akan memicu gangguan hemodinamika dan gangguan vaskular biologi (Bonetti et al, 2003 dalam Yogiantoro, 2014).

f. Komplikasi

(16)

Hubungan kenaikan tekanan darah dengan penyakit kardiovaskular (PKV) berlangsung secara terus menerus, konsisten dan independen dari faktor-faktor risiko yang lain. Pada jangka lama bila hipertensi tidak dapat turun stabil pada kisaran target normal tensi pasti akan merusak organ-organ terkait (TOD) (McPhee et al, 2006 dalam Yogiantoro, 2014).

Penyakit kardiovaskular utamanya hipertensi tetap menjadi penyebab kematian tertinggi di dunia (Kochanek et al, 2011 dalam Yogiantoro, 2014). Risiko komplikasi ini bukan hanya tergantung kepada kenaikan tekanan darah yang terus menerus, tetapi juga tergantung bertambahnya umur penderita (Rosendorrf et al, 2007 dalam Yogiantoro, 2014).

Kenaikan tekanan darah yang berangsur lama juga akan merusak fungsi ginjal. Makin tinggi tekanan darah, makin menurun laju filtrasi glomerulus sehingga akhirnya menjadi penyakit ginjal tahap akhir (Bakris et al, 2000 dalam Yogiantoro, 2014).

(17)

Peningkatan tekanan darah terus-menerus pada klien hipertensi esensial juga akan mengakibatkan kerusakan pembuluh darah pada organ-organ vital. Hipertensi esensial mengakibatkan hyperplasia medial (penebalan) arteriole-arteriole. Karena pembuluh darah menebal, maka perfusi jaringan menurun dan mengakibatkan kerusakan organ tubuh. Hal ini menyebabkan infark miokard, stroke, gagal jantung dan gagal ginjal.

Hipertensi maligna adalah tipe hipertensi berat yang berkembang secara progresif. Seseorang dengan hipertensi maligna biasanya memiliki gejala-gejala morning headaches, penglihatan kabur dan sesak napas atau dispnea, dan/atau gejala urenia. Tekanan darah diastolik >115 mmHg, dengan rentang tekanan diastolik antara 130-170 mmHg. Hipertensi maligna meningkatkan risiko gagal ginjal, gagal jantung kiri dan stroke (Udjianti, 2010).

g. Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah:

(1) Target tekanan darah yatiu <140/90 mmHg dan untuk individu berisiko tinggi seperti diabetes melitus, gagal ginjal target tekanan darah adalah <130/80 mmHg.

(18)

(3) Menghambat laju penyakit ginjal.

Terapi dari hipertensi terdiri dari terapi nonfarmakologis dan farmakologis seperti penjelasan dibawah ini.

(1) Terapi Farmakologis

Terapi farmakologis yaitu obat antihipertensi yang dianjurkan oleh JNC VII yaitu diuretika, terutama jenis thiazide (Thiaz) atau aldosteron antagonis, beta blocker, calcium chanel blocker atau calcium antagonist, Angiotensin Converting

Enzyme Inhibitor (ACEI), Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor antagonist/ blocker (ARB) (Palmer & Williams, 2007).

(2) Terapi Nonfarmakologis

(a) Menurunkan berat badan bila status gizi berlebih.

(b) Peningkatan berat badan di usia dewasa sangat berpengaruh terhadap tekanan darahnya. Oleh karena itu, manajemen berat badan sangat penting dalam prevensi dan kontrol hipertensi.

(c) Meningkatkan aktifitas fisik.

(19)

(f) Apabila diet tidak membantu dalam 6 bulan, maka perlu pemberian obat anti hipertensi oleh dokter.

(g) Menurunkan konsumsi kafein dan alkohol.

(h) Kafein dapat memacu jantung bekerja lebih cepat, sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya. Sementara konsumsi alkohol lebih dari 2-3 gelas/hari dapat meningkatkan risiko hipertensi.

(i) Pengobatan terapi alternatif komplementer yang aman. 2. Bekam

a. Definisi

Terapi komplementer akhir-akhir ini menjadi isu di banyak negara. Masyarakat menggunakan terapi ini dengan alasan keyakinan, keuangan, reaksi obat kimia dan tingkat kesembuhan. Perawat mempunyai peluang terlibat dalam terapi ini, tetapi memerlukan dukungan hasil-hasil penelitian (evidence-based practice). Pada dasarnya terapi komplementer telah didukung

berbagai teori, seperti teori Nightingale, Roger, Leininger, dan teori lainnya. Terapi komplementer dapat digunakan di berbagai level pencegahan. Perawat dapat berperan sesuai kebutuhan klien (Widyatuti, 2008).

(20)

Ettner, Appel, Wilkey, Van Rompay & Kessler, 1998). Faktor pendorong terjadinya peningkatan penggunaan obat herbal di negara maju adalah usia harapan hidup yang lebih panjang pada saat prevalensi penyakit kronik meningkat, adanya kegagalan penggunaan obat modern untuk penyakit tertentu di antaranya kanker serta semakin luas akses informasi mengenai obat herbal di seluruh dunia (Sukandar, 2006).

(21)

mengembangkan pengobatan tradisional yang menggunakan energi misalnya tai chi, chikung, dan reiki (Snyder & Lindquis, 2002 dalam Widyatuti, 2008).

Peran yang dapat diberikan perawat dalam terapi komplementer atau alternatif dapat disesuaikan dengan peran perawat yang ada, sesuai dengan batas kemampuannya. Pada dasarnya, perkembangan perawat yang memerhatikan hal ini sudah ada. Sebagai contoh yaitu American Holistic Nursing Association (AHNA), Nurse Healer Profesional Associates (NHPA) (Hitchcock et al, 1999). Ada pula National Center for Complementary/Alternative Medicine (NCCAM) yang berdiri tahun 1998 (Snyder & Lindquis, 2002 dalam Widyatuti, 2008).

Terapi alternatif komplementer adalah sebuah kelompok dari bermacam-macam sistem pengobatan dan perawatan kesehatan, termasuk terapi pijat, terapi herbal, healing touch, energetic healing, acupuneture, dan acupressure (Nies &

(22)

pengobatan barat dan pemberian asuhan keperawatan dan telah ditunjuk untuk meningkatkan kenyamanan, kesehatan dan perilaku hidup yang baik (Snyder & Lindquis, 2010 dalam Allender et al, 2014).

Penjelasan tersebut menunjukkan terapi komplemeter sebagai pengembangan terapi tradisional dan ada yang diintegrasikan dengan terapi modern yang mempengaruhi keharmonisan individu dari aspek biologis, psikologis, dan spiritual. Hasil terapi yang telah terintegrasi tersebut ada yang telah lulus uji klinis sehingga sudah disamakan dengan obat modern. Kondisi ini sesuai dengan prinsip keperawatan yang memandang manusia sebagai makhluk yang holistik (bio, psiko, sosial, dan spiritual).

Menurut Andrews & Boyle (2003) terdapat berbagai kelompok atau kategori dalam pengobatan alternatif, seperti yang dipaparkan oleh The National Institute of Health (2002) mengelompokan terapi alternatif komplementer menjadi 5 kelompok :

(23)

ikan hiu, produk herbal seperti Ginko biloba dan Echinacea serta diet diluar kebiasaan seperti diet rendah karbohidrat. (2) Manipulative and body-based approaches. Jenis pendekatan

ini yang meliputi pijat (messages) sudah mulai digunakan sejak abad 19.

(3) Mind-Body medicine. Jenis pendekatan ini meliputi pendekatan spiritual seperti meditasi dan teknik relaksasi. (4) Alternative Medical System. Terapi pengobatan ini mengacu

pada metode pengganti atau alternatif dalam mengobati penyakit dan biasanya telah dilakukan sejak dahulu atau bersifat tradisional.

(5) Energy medicine. Pendekatan ini menggunakan terapi yang meliputi penggunaan energi seperti biofield atau bioelectromagnetic atau keduanya dalam melakukan intervensi.

(24)

Bekam (hijamah, Bahasa Arab; cupping, Bahasa Inggris) merupakan sebuah metode yang sudah cukup lama digunakan di daerah Cina atau sekelompok orang Arab dalam mengatasi berbagai keluhan kesehatan, seperti nyeri, pusing, bahkan dipercaya dapat mengatasi AIDS, hepatitis dan gangguan fungsi kardiovaskuler. Menurut Gao (2004) Terapi bekam termasuk dalam pengobatan tradisional Cina yang telah turun-temurun dari beberapa ratus tahun yang lalu. Terapi ini digunakan dengan bermacam-macam gelas atau kop, seperti kop bambu, kop dari tanah liat, menempatkannya pada titik acupoints pada kulit pasien untuk menimbulkan hiperemia atau hemostatis, yang mana bisa meningkatkan penyembuhan suatu penyakit (Cao et al, 2010).

Bekam adalah metode pengobatan dengan metode tabung atau gelas yang ditelungkupkan pada permukaan kulit agar menimbulkan bendungan lokal. Kemudian darah yang telah terkumpul dikeluarkan dari kulit dengan dihisap, dengan tujuan meningkatkan energi, menimbulkan efek analgetik, anti-bengkak, serta mengusir patogen (Umar, 2008 dalam Ridho, 2012).

(25)

bagi individu yang menyukai terapi yang mendatangkan kesembuhan dengan biaya yang mudah dijangkau. Terlebih lagi dengan biaya pengobatan rumah sakit yang kian hari semakin mahal (Fatahillah, 2007). Bekam hanya mengambil darah perifer untuk berbagai jenis pengobatan penyakit. Perbedaan dari setiap jenis penyakit hanya pada titik-titik yang menjadi incaran pengambilan darah. Kebanyakan darah yang diambil yakni di daerah tengkuk, kaki, dan punggung. Sudah cukup banyak orang yang telah mencoba melakukan bekam untuk mengatasi keluhan kondisi kesehatannya, mulai dari nyeri, hipertensi hingga AIDS (Fatahillah, 2007 & Ullah et al, 2007).

b. Titik-Titik Anatomis Bekam.

(26)

Menentukan situs anatomi yang berbeda dari penyakit satu dengan penyakit lain penting menurut situs anatomi patologi dan derajat yang diperlukan untuk pembersihan darah dan ruang interstitial. Scientific bases dalam memilih lokasi anatomi tertentu saat merawat klien dengan kondisi patologis menggunakan Al-hijamah atau bekam (seperti yang kita pelajari dari pengobatan nabi) tergantung pada situs utama dari patologi, distribusi dan tingkat manfaat terapeutik yang diperoleh dari darah dan ruang cairan interstitial.

Tingkat pembersihan dalam darah bisa ditingkatkan dengan meningkatkan jumlah, ukuran dan tekanan (untuk batas tertentu) dari cangkir atau kop. Optimalisasi dari manfaat Al-hijamah akan berbeda ketika mengubah titik peletakan cangkir atau jumlah cangkir (Mahmoud et al, 2013).

Menurut Ahmed Hefny (1990) poin anatomi dalam pembekaman dapat diuraikan sebagai berikut :

(1) Wilayah kepala dan leher (Tabel 2.2 dan Gambar 2.3, Gambar 2.4 dan Gambar 2.5).

(2) Aspek frontal dada, abdomen dan pelvis (Tabel 2.3 dan Gambar 2.6).

(27)

(4) Anggota badan (Tabel 2.5).

Teori ini merupakan sebuah rintisan awal karena belum ada penelitian yang dipublikasikan sebelumnya atau laporan dalam bidang hijamatology. Situs anatomi yang dipublikasikan oleh Ahmed Hefny ini adalah hasil dari mempelajari situs anatomi yang dipelajari dalam Al-hijamah kenabian dan dalam pengobatan kenabian, situs anatomi ini juga dipergunakan untuk berlatih akupunktur dan terapi bekam TCM di Cina dan menjadi referensi buku terkait yang ditulis oleh praktisi internasional akupunktur dan terapi bekam dari negara yang berbeda misalnya Jepang, Jerman, Australia dan lain-lain (Mahmoud et al, 2013).

Menurut El-Ghazzawy (2000) bahwa situs anatomi untuk Al-hijamah didasarkan juga pada latar belakang dalam pengobatan kenabian dan praktik TCM (El-Ghazzawy, 2000 dalam Mahmoud et al, 2013). Rafeek Tib Nabawi (RTN, pendamping pengobatan kenabian) merupakan situs anatomi yang baru-baru ini ditemukan sebagai situs anatomi baru yang dapat ditambahkan ke situs anatomi awal seperti yang dilaporkan oleh Ahmed Hefny (1990) tentang Teaching the treatment using Al-hijamah.

(28)

memberikan dampak yang baik untuk modifikasi Al-hijamah di masa depan dalam penelitian masa depan (Mahmoud et al, 2013).

Golden Role saat memilih situs anatomi untuk melakukan

Al-hijamah adalah agar menempatkan kop pada kulit yang melapisi organ yang sakit, misalnya menempatkan kop di atas kulit yang meradang di cellulitis. Ini akan memfasilitasi kliring cairan interstitial dan kapiler darah dari CPS di daerah anatomi ini.

Kedua, agar menempatkan kop di daerah kulit yang memungkinkan paling dekat dengan lokasi patologi, misalnya menempatkan kop di atas situs kepala dalam pengobatan sakit kepala dan migrain. Hal ini mungkin membantu sampai batas tertentu dalam membersihkan cairan interstitial dan kapiler darah dari CPS.

(29)

Berikut merupakan penjelasan titik-titik anatomis pada pembekaman, menurut Ahmed Hefny, 1990; Clemente, 2010; Saladin, 2003 & El-Ghazzawy, 2000 dalam Mahmoud et al, 2013: (1) Titik-titik pembekaman pada daerah kepala dan leher, terdapat

22 titik pembekaman seperti pada tabel berikut :

Tabel 2.2 Titik-titik anatomis dalam melakukan pembekaman di daerah kepala dan leher.

No. Region Titik anatomis dan penandaan pada permukaan

1 Pada permukaan kulit bagian atas processus spinosus dari vertebra serviks 7. Ini adalah tulang vertebra paling menonjol pada aspek yang lebih rendah dari belakang leher.

2 dan 3 Pada kedua sisi kanan dan kiri di sisi perlekatan kedua

sternocleidomastoids menuju processus cleinoid di belakang tempurung kepala. Di belakang dari kedua telinga (aman dan mudah untuk praktik Al-hijamah di bagian belakang leher dan cocok untuk wanita yang memiliki daerah tidak berbulu).

32 Sekitar 14 cm di atas garis rambut bagian belakang pada titik tengah dari garis imajiner yang menghubungkan kedua auricles. Di tengah bagian atas kubah tengkorak.

33 Sedikit ke kanan pada wilayah #32.

34 dan 35 Ke arah ujung kanan dan kiri dari wilayah #32 pada kubah tengkorak (keduanya melintasi kulit yang melapisi bagian dari tengkorak di atas belahan otak masing-masing kanan dan kiri).

36 Pada tonjolan oksipital eksternum. Pada permukaan kulit bagian atas di atasnya titik bawah tengah tulang oksipital (bagian atas dari tengkorak di atas serebelum dan batang otak).

37 dan 38 Sekitar 3 cm bagian atas 2 telinga.

39 Bagian belakang tengkorak di penyisipan tendon 2 dari 2 otot

sternokleidomastoid dalam processus clinoid di belakang tengkorak (di tengah-tengah fossa pada garis rambut posterior).

40 Bagian bawah garis tengah pada bagian belakang leher (di bawah wilayah #39 dan di atas wilayah #1).

41 dan 42 Pada kedua sisi wilayah #40 di bagian belakang leher.

(30)

101 Bagian atas dahi (garis rambut dalam bagian anterior).

102 dan 103 Bagian atas dan medial pada kedua alis.

104 dan 105 Bagian lateral pada kedua mata.

106 6 cm di atas telinga kiri.

107 Pada pojok kanan dahi (sekitar 1 cm di dalam garis rambut di sudut kanan dahi).

108 dan 109 Pada kedua sisi hidung (di atas alae nasai).

110 Berjarak satu jari luasnya dari anterior dan superior pada sudut inferior mandibula.

111 Pada samping setelah wilayah #104

112 Pada samping setelah foramen infraorbital (sekitar 6 cm lateral menujualae nasai sebelah kiri).

113 Bagian lateral pada sudut kiri mulut.

114 Pada bagian setelah dagu.

(2) Titik-titik pembekaman pada daerah aspek ventral, dada dan abdomen, terdapat 17 titik pembekaman seperti pada tabel : Tabel 2.3 Titik-titik anatomis dalam melakukan pembekaman di daerah aspek

ventral, dada dan abdomen.

No. Region Titik anatomis dan penandaan pada permukaan

115 dan 116 Diwakili oleh 2 titik di tengah-tengah aspek frontal otot deltoid ketika lengan sepenuhnya pada posisi abduksi. (N.B. Beberapa penulis menggambarkan bahwa 2 titik itu adalah 2 poin yang berada di bahu baik kiri dan kanan ke luar dari ujung lateral klavikula).

117 dan 118 Pada sendi sterno-klavikularis kiri dan kanan, yaitu di bawah perbatasan medial lebih rendah dari kedua klavikula (sekitar 4 cm lateral dari garis tengah).

119 Sekitar 4 luas jari tangan di bawah bagian tengah klavikula kiri (inferolateral ke wilayah #117).

(31)

121 Tepat di bawah processus xifoideus di garis tengah perut.

122 Pada bagian setelah lateral (ke samping kanan) pada wilayah #121. Sebuah titik di ruang interkostal 6 sekitar 5 cm dari garis tengah (sekitar 2 rusuk bawah puting).

123 Sekitar 3 cm di bawah wilayah #122.

124 Sekitar 4 cm di bawah dan lateral ke daerah #123.

125 dan 126 Langsung di atas alur inguinal (di atas dan lateral yang teraba denyut arteri femoralis).

133 Bagian atas kulit yang melapisi epigastrium di depan xiphisternum.

134 Setelah payudara kiri (sekitar 10 cm lateral (ke kiri) ke daerah #121 di linea).

135 dan 136 Dalam ruang interkostal 4 kiri dan kanan (4 cm dari garis tengah) yaitu tepat di atas dan lateral pada daerah #133.

137 Pada garis tengah perut (4 cm di atas umbilikus).

138 dan 139 Sekitar 4 cm ke kiri dan kanan dari umbilikus.

140 Pada garis tengah perut (3 cm di bawah umbilikus).

141 dan 142 Setelah umbilikus pada sisi kiri dan kanan wilayah #140 (sekitar 4 cm dari garis tengah).

143 Pada garis tengah perut tepat di atas simfisis pubis.

(3) Titik-titik pembekaman pada daerah tubuh bagian belakang, terdapat 26 titik pembekaman seperti pada tabel berikut : Tabel 2.4 Titik-titik anatomis dalam melakukan pembekaman di daerah tubuh

bagian belakang.

No. Region Titik anatomis dan penandaan pada permukaan

4 dan 5 Bagian dalam antara bagian atas dari batas medial skapula 2 yaitu sekitar 3 cm lateral processus spinosus dari 3 vertebra toraks.

6 Melewati aspek medial skapula kanan (lateral hingga batas bawah dari

processus spinosus dari vertebra toraks 10).

7 dan 8 Pada bagian tengah belakang di kedua sisi tulang belakang yaitu bagian lateral pada batas bawah dari processus spinosus dari vertebra toraks 12).

9 dan 10 Setelah poin 7 dan 8 (bagian lateral pada batas bawah dari processus spinosus dari vertebra lumbalis 2).

(32)

12 dan 13 Sedikit lebih tinggi dan dari kedua sisi posisi no. 11 sekitar 6 cm.

14 Di bawah dan bagian lateral wilayah #9.

15 Di bawah dan bagian lateral wilayah #10.

16 Sedikit di atas dan bagian lateral ke daerah #12.

17 Sedikit di atas dan bagian lateral ke daerah #13.

18 Sedikit di atas wilayah #11.

19 Di sekitar sisi belakang skapula kiri (bawah dan lateral wilayah #5).

20 dan 21 Pada titik-titik tengah dari kulit yang menutupi trapezii. Titik-titik ini bermanfaat dalam mengobati nyeri leher, nyeri bahu dan kesemutan dari tungkai atas.

22 dan 23 Sekitar 6 cm lateral batas bawah dari processus spinosus toraks 7 pada tingkat sudut inferior skapula.

24 dan 25 Pada bagian atas dari bagian bawah belakang (di atas dan lateral ke wilayah #18).

26 Di bawah dan bagian lateral wilayah #16.

27 Di bawah dan bagian lateral wilayah #17.

28, 29, 30 dan 31

Diwakili oleh garis di bagian atas dari kedua bokong kanan dan kiri di bagian belakang panggul. Poin 28 dan 31 yang hadir di kulit dan melapisi aspek posterior luar krista iliaka.

45 dan 46 Pada kedua sisi wilayah #55.

47 Bagian kulit atas belakang bahu kiri.

48 Di atas dan bagian lateral daerah #4.

49 Di bawah processus spinosus dari vertebra toraks 6 (di bawah dan medial ke daerah #5 di garis tengah bagian belakang antara 2 skapula).

50 Bagian lateral menuju wilayah #23 (sekitar 6 cm di atas dan di sebelah kiri daerah #8).

51 Bagian bawah dan lateral wilayah #28 pada aspek panggul lateral.

52 Bagian bawah dan lateral wilayah #31 pada aspek panggul lateral.

55 Di bawah wilayah #1.

(33)

bagian bawah.

No. Region Titik anatomis dan penandaan pada permukaan

53 dan 54 Permukaan punggung dari sendi lutut.

129 Permukaan punggung kaki.

130 Pada kedua sisi bagian bawah tendo-achilles.

131 Sekitar 5 cm di atas tulang kalkaneus (di atas wilayah # 132).

132 Pada bagian bawah tendo-achilis (di atas wilayah #130)

Menurut El-Ghazzawy (2000) dilaporkan juga situs anatomi untuk menerapkan Al-hijamah berdasarkan pada latar belakang dalam pengobatan kenabian dan TCM. Rafeek Tib Nabawi (RTN, pendamping pengobatan kenabian) titik anatomi yang ditemukan baru-baru ini dilaporkan oleh Mahmoud et al (2013) tentang Anatomical Sites for Practicing Wet Cupping Therapy (Al-Hijamah): InLight of Modern Medicine and Prophetic Medicine,

sebagai situs anatomi baru ditambahkan ke situs anatomi awalnya yang dilaporkan oleh Ahmed Hefny tentang Teaching the treatment using Al-hjamah (Mahmoud et al, 2013). Berikut merupakan situs anatomi tambahan (RTN) :

Tabel 2.6 Titik-titik anatomis Rafeek Tib Nabawi (RTN, pendamping pengobatan kenabian) dalam melakukan pembekaman.

RTN sites Anatomi

RTN 1 Bagian dalam antara 2 skapula (di sebelah kiri garis tengah bagian belakang).

RTN 2 Di antara 2 skapula (di sebelah kanan garis tengah bagian belakang).

(34)

RTN 4 Bagian bawah dan medial menuju RTN 6 (medial pada bagian tengah sendi lutut patela) (di kedua sisi).

RTN 5 Bagian bawah dan lateral RTN 7 (lateral bagian tengah sendi lutut patela) (di kedua sisi).

RTN 6 Bagian bawah dan medial menuju RTN 3 (medial pada bagian atas sendi lutut patela) (di kedua sisi).

RTN 7 Bagian bawah dan lateral RTN 3 (lateral bagian atas sendi lutut patela) (di kedua sisi).

RTN 8 Sebelah RTN 4 (medial menuju bagian terbawah dari sendi lutut patela) (di kedua sisi).

RTN 9 Sebelah RTN 5 (lateral bagian bawah sendi lutut patela) (di kedua sisi).

RTN 10 Garis tengah dari bagian belakang (di atas wilayah gluteal sekitar 6 cm yaitu di atas wilayah #11).

RTN 11 Di sebelah kanan RTN 10 (tepat di atas wilayah #12).

RTN 12 Di sebelah kiri RTN 10 (tepat di atas wilayah #13).

RTN 13 Garis tengah dari bagian belakang tepat di atas RTN 10.

RTN 14 Di sebelah kanan RTN 13.

RTN 15 Di sebelah kiri RTN 13 (tepat di atas RTN12).

RTN 16 Bagian atas kepala pada garis koronal (pada pertemuan tulang frontal dengan tulang oksipital).

RTN 17 Bagian atas RTN 18 dan langsung ke kanan RTN 19.

RTN 18 Atas dan ke kanan sendi sacroiliac.

RTN 19 Pada garis tengah bagian belakang (sekitar 6 cm di atas sendi sacroiliac).

RTN 20 Langsung di sebelah kiri RTN 19.

RTN 21 Sebelah RTN 20 (di atas dan di sebelah kiri sendi sacroiliac yaitu sesuai dengan RTN 18).

RTN 22 Pada kedudukan sternum.

RTN 23 Setelah dan di sebelah kiri kartilago tiroid (N.B. Kedua situs anatomi ini khusus dan memerlukan penggunaan Teknik Shalah).

RTN 24 Di sebelah kiri tulang rawan tiroid (N.B. Kedua situs anatomi ini khusus dan memerlukan penggunaan Teknik Shalah).

RTN 25 Di sebelah kanan kartilago tiroid (N.B. Situs anatomi ini khusus dan memerlukan penggunaan Teknik Shalah).

RTN 26 Sebelah RTN 25.

(35)

saraf wajah) yang harus diambil dengan sangat hati-hati menggunakan Teknik Shalah).

RTN 28 Sesuai dengan RTN 27 di sisi kanan yaitu daerah bagian atas pipi kanan (sisi kanan wajah) di depan daun telinga kanan (N.B. Ini adalah wilayah anatomi khusus (exit dari saraf wajah) yang harus diambil dengan sangat hati-hati menggunakan Teknik Shalah).

RTN 29 Seluruh bagian medial dan aspek lateral kaki dan kaki di samping dorsum kaki (kecuali belakang kaki dan aspek plantar kaki).

RTN 30 Bagian medial dari wilayah kosta kanan melekat pada ujung bawah sternum.

RTN 31 Di bawah dan bagian lateral RTN 30.

RTN 32 Pada bagian lateral turunkan ke wilayah kosta kanan melekat pada ujung bawah sternum (lateral dan superior menuju RTN 31).

RTN 33 Sebelah setelah RTN 31.

RTN 34 Bagian tengah wilayah kosta kanan melekat pada ujung bawah sternum (di anterior dinding abdomen yaitu sedikit di bawah dan lateral RTN 31 di daerah dari wilayah kulit di atas hati).

RTN 35 Sedikit di bawah dan bagian lateral RTN 33.

RTN 36 Pada daerah ketiak berbulu (kulit di atasn ketiak dan aspek lipat frontal posterior aksila) (N.B. Ini adalah wilayah anatomi khusus di bawah pleksus brakialis. Ini harus diambil dengan sangat hati-hati menggunakan teknik Shalah).

RTN 37 Pada daerah pusar (umbilicus harus di tengah cangkir selama Al-Hijamah).

RTN 38 Sekitar 6 cm di bawah bagian tengah klavikula kiri.

RTN 39 Sesuai dengan RTN 38 di sisi kanan yaitu sekitar 6 cm di bawah bagian tengah klavikula kanan.

RTN 40 Bagian atas lateral yang berada pada bagian dari payudara kiri (sekitar 5 cm di atas dan lateral areola kiri).

RTN 41 Bagian medial ke kanan RTN 40 samping garis tengah.

RTN 42 Di sebelah kanan RTN 41.

RTN 43 Sesuai dengan RTN 40 di sisi kanan (kanan RTN 42).

RTN 44 Sedikit ke arah medial menuju ujung bahu (di kedua sisi).

RTN 45 Aspek posterior dari ujung bahu (di kedua sisi).

RTN 46 Setelah RTN 44 (di bawah dan medial menuju RTN 47 di kedua sisi).

(36)

RTN 48 Di bawah dan lateral RTN 50 (anteromedial ke anterior kiri tulang iliaka superior).

RTN 49 Di wilayah inguinal (anteromedial kanan anterior superior spina iliaka).

RTN 50 Di wilayah inguinal (superior dan medial menuju RTN 48) (di atas genetalia eksternal di daerah kemaluan).

RTN 51 Superior dan medial menuju RTN 49 (di atas genetalia eksternal di daerah kemaluan).

RTN 52 Pada aspek ventral dari daerah pergelangan tangan (carpal tunnel atas pada kedua sisi) (N.B. Ini adalah wilayah anatomi khusus yang harus diambil dengan sangat hati-hati menggunakan teknik Shalah).

RTN 53 Pada aspek dorsal daerah pergelangan tangan (carpal tunnel atas pada kedua sisi). (N.B. Ini adalah wilayah anatomi khusus yang harus diambil dengan sangat hati-hati menggunakan teknik Shalah).

Titik-titik pembekaman untuk mengatasi penyakit satu dengan penyakit lain berbeda, termasuk pada pasien dengan hiperkolesterolemia dan hipertensi (Mahmoud et al, 2013). Tabel 2.7 Titik-titik anatomis pembekaman pada penderita hipertensi dan

hiperkolesterolemia.

Penyakit yang dapat diterapi menggunakan Al-hijamah

Letak anatomis penempatan kop dalam pembekaman

Hipertensi Al-hijamah harus dikombinasikan dengan pengobatan konvensional dari dokter khusus. Al-hijamah mungkin lebih baik dipraktikkan di :

• 1-55

• RTN1-RTN2-RTN16

(37)

Hiperlipidemia dan hiperkolesterolemia

Al-hijamah harus dikombinasikan dengan pengobatan konvensional dari dokter khusus. Al-hijamah mungkin menjadi lebih baik dipraktikkan di :

• 1-55

• RTN 1-RTN 2-RTN 30-RTN 31-RTN 32-RTN 33-RTN 34-RTN 35

• 6-7-8-11-41-42-48

Penelitian di masa depan dan publikasi akan membantu banyak untuk membangun dan mengoptimalkan situs terbaik anatomi untuk mempraktikan Al-hijamah (Mahmoud et al, 2013). c. Manfaat Bekam

Penelitian medis tentang bekam ternyata menemukan poin istimewa yang merupakan motor points pada perlekatan neuromuskular yang mengandung banyak mitokondria, kaya pembuluh darah, mengandung mioglobulin tinggi, sebagian selnya menggunakan metabolisme oksidatif dan lebih banyak mengandung cell mast, kelenjar limfe, kapiler, venula, bundle dan pleksus saraf, serta ujung saraf akhir. Apabila dilakukan pembekaman pada satu poin, maka kulit (kutis), jaringan bawah kulit (sub kutis) fascia dan ototnya akan terjadi kerusakan dari cell mast dan lain-lain. Akibat kerusakan ini akan dilepaskan beberapa

zat seperti serotonin, histamin, bradikinin, slow reacting substance (SRS), serta zat-zat lain yang belum diketahui.

(38)

dapat terjadi ditempat yang jauh dari tempat pembekaman. Ini menyebabkan perbaikan mikrosirkulasi pembuluh darah. Akibatnya, timbul efek relaksasi otot-otot yang kaku serta akibat vasodilatasi umum akan menurunkan tekanan darah secara stabil. Yang terpenting adalah dilepaskannya certicotrophin relesing factor (CRF), serta relesing factor lainnya oleh adenohipofise, CRF selanjutnya akan menyebabkan terbentuknya ACTH, corticotrophin, dan corticosteroid. Corticosteroid ini mempunyai efek menyembuhkan peradangan serta menstabilkan permeabilitas sel.

Sedangkan golongan histamine yang ditimbulkannya mempunyai manfaat dalam proses reparasi sel dan jaringan yang rusak, serta memacu pembentukan daya resistensi dan imunitas.

Penelitian lain menunjukan bahwa pembekaman di kulit akan menstimulasi kuat syaraf permukaan kulit yang dilanjutkan pada cornu posterior medula spinalis melalui syarat A-delta dan C, serta

traktus spino thalamicus kearah thalamus yang akan menghasilkan endophrin. Sedangkan sebagian rangsangan lainnya akan

diteruskan melalui serabut aferen simpatik menuju motor neuron dan menimbulkan reflek intubasi nyeri. Efek lainnya adalah dilatasi pembuluh darah kulit, dan peningkatan kerja jantung.

(39)

ACTH, TSH, FSH-LH, ADM. Sedangkan melalui sistem perifer langsung berdampak pada organ untuk menghasilkan hormon-hormon insulin, thyrosin, adrenalin, certicotrophin, estrogen, progesteron, testosteron. Hormon-hormon inilah yang bekerja di tempat jauh dari pembekaman.

Itulah khasiat bekam yang juga telah dibuktikan oleh ilmu medis modern dan ternyata sangat besar manfaatnya bagi penyembuhan tubuh (Umar, 2008 dalam Ridho, 2012).

Minat masyarakat Indonesia terhadap terapi komplementer ataupun yang masih tradisional mulai meningkat. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya pengunjung praktik terapi komplementer dan tradisional di berbagai tempat. Selain itu, sekolah-sekolah khusus ataupun kursus-kursus terapi semakin banyak dibuka. Ini dapat dibandingkan dengan Cina yang telah memasukkan terapi tradisional Cina atau Traditional Chinese Medicine (TCM) ke dalam perguruan tinggi dinegara tersebut.

(40)

penyembuhan. Selain itu, terapi komplementer meningkatkan kesempatan perawat dalam menunjukkan caring pada klien (Snyder & Lindquis, 2002 dalam Widyatuti, 2008).

Kebutuhan perawat dalam meningkatkan kemampuan perawat untuk praktik keperawatan juga semakin meningkat. Hal ini dikarenakan dari berkembangnya kesempatan untuk membuka praktik mandiri. Jika perawat mempunyai kemampuan yang kompeten dan dapat dipertanggungjawabkan akan meningkatkan hasil yang lebih baik dalam pelayanan keperawatan dan tentunya meningkatkan ilmu pengetahuan dalam keperawatan komunitas (Widyatuti, 2008).

3. Mean Arterial Pressure (MAP)

Mean Arterial Pressure adalah tekanan arteri rata-rata selama satu siklus denyutan jantung yang didapati dari pengukuran tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik. Nilai normal dari MAP berkisar antara 70-100 mmHg (Perry & Potter, 2005).

(41)

Tekanan ini ditentukan oleh dua faktor yaitu cardiac output dan total peripheral resistance (TPR). Karena tergantung dengan cardiac output dan derajat vasokonstriksi arteriol, jika arteriol dalam suatu

organ berdilatasi, arteriol di organ lain harus berkonstriksi untuk tetap menjaga tekanan darah yang adekuat. Tekanan yang adekuat tersebut tidak hanya membantu darah untuk terbawa ke organ yang bervasodilatasi, tapi juga ke otak yang tergantung pada volume darah yang konstan. Oleh karena itu, walaupun organ-organ membutuhkan darah secara bervariasi, sistem kardiovaskular selalu menjaga supaya tekanan darah tetap konstan (Sherwoodet al, 2010 dalam Fitantra, 2011).

Tekanan arteri rata-rata secara konstan dimonitor oleh baroreseptor di dalam sistem sirkulasi. Saat deviasi terdeteksi, respon

refleks multiple akan terinisiasi untuk mengembalikan ke nilai normal. Penentuan jangka pendek yang terjadi dalam hitungan detik terjadi karena perubahan cardiac output dan resistensi perifer total yang dimediasi oleh sistem saraf otonom yang mempengaruhi jantung, vena dan arteriol. Jangka panjang, yang terjadi dalam hitungan menit sampai hari, melibatkan penentuan total volume darah dengan memulihkan garam normal dan keseimbangan air melalui mekanisme yang mengatur output urin dan rasa haus.

(42)

sekitar 120 mmHg selama siklus jantung dan bisa menurun minimal sampai sekitar 70 mmHg (tekanan diastol).

Penulisan nilai tekanan darah pada pengukuran diawali dengan tekanan sistol diikuti diastol, misalnya adalah 120/70 mmHg. Perbedaan antara tekanan sistol dan diastol yang normalnya adalah sekitar 50 mmHg disebut dengan tekanan nadi.

Seperti yang telah dijelaskan bahwa, tekanan arteri rata-rata adalah tekanan rata-rata pada keseluruhan siklus jantung. Karena sistol lebih pendek daripada diastol, tekanan rata-rata kurang dari setengah tekanan sistol ditambah diastol. Nilanya mendekati nilai tekanan diastol ditambah sepertiga tekanan nadi. Tekanan darah akan menurun sedikit pada arteri berukuran besar atau sedang karena kecilnya resistensi untuk mengalir.

Sementara itu, pada arteri kecil dan arteriol, tekanan darah akan menurun drastis karena di sana merupakan tempat utama resistensi perifer yang melawan pompa jantung. Mean pressure pada ujung arteriol adalah sekitar 30-38mmHg. Tekanan nadi juga akan menurun hingga menjadi 5 mmHg pada ujung arteriol. Besarnya penurunan tekanan bervariasi tergantung apakah arteriol berdilatasi atau berkonstriksi (Hall, 2010 dalam Fitantra, 2011).

(43)

adalah 100-140 mmHg. Tekanan diastolik adalah tekanan darah pada saat relaksasi, batas normal tekanan diastolik adalah 60-80 mmHg. Tekanan diastolik menggambarkan tekanan pembuluh darah yang harus dicapai oleh jantung. MAP didapat dari rumus : 1

3(TDS − TDD) +

TDD (Darovich, 2002).

Secara umum, nilai MAP antara 70 – 110 mmHg dianggap normal. Nilai MAP dibawah 60 mmHg secara umum dianggap berbahaya. Seperti dijelaskan diatas, MAP digunakan untuk menentukan seberapa baik darah dapat mencapai organ. Oleh karena itu, nilai MAP lebih dari 60 mmHg biasanya dibutuhkan untuk perfusi jaringan yang cukup.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan arteri meliputi curah jantung, volume darah, usia, resistensi perifer, viskositas darah, aktivitas, elastisitas pembuluh darah arteri, berat badan dan emosi (Darovich, 2002).

4. Kolesterol a. Definisi

(44)

Menurut Simple Guide Kolesterol (2007) kolesterol merupakan zat berlemak yang diproduksi oleh hati. Kolesterol dapat ditemukan diseluruh tubuh sehari-hari (Hasdianah & Suprapto, 2014).

Selain itu, kolesterol merupakan bahan semacam lilin dan seperti lemak yang sesungguhnya diperlukan untuk kesehatan kita. Kolesterol merupakan komponen esensial dari setiap sel dan diperlukan oleh tubuh untuk melakukan banyak fungsi dasar. Kolesterol membantu hati menghasilkan empedu, yang diperlukan untuk mencerna lemak, dan merupakan bahan pembentuk yang darinya tubuh membuat kelenjar adrenal dan hormon seks. Kolesterol juga membentuk jubah pelindung disekitar dinding sel dan selubung mielin saraf, serta bekerja sebagai pelumas pada dinding arteri, membantu kelancaran aliran darah (Hasdianah & Suprapto, 2014).

b. Klasifikasi

Berdasarkan jenisnya, lipid dibagi dalam empat kelas utama, yakni trigliserida, fosfolipida, steroid dan prostaglandin (James et al, 2008).

(1) Trigliserida (lemak netral).

(45)

– gliserol dan asam lemak. Gliserol mengandung gugus fungsional –OH dan merupakan suatu alkohol.

Asam lemak merupakan rantai panjang atom karbon dan hidrogen yang mengandung gugus fungsional asam karboksilat. Karena rantai karbon hidrofobik yang panjang ini, maka lemak tidak dapat larut dalam air. Jika karbon dalam rantai hanya berikatan tunggal (C-C) maka disebut asam lemak jenuh. Jika terdapat ikatan karbon ganda (C=C) maka disebut asam lemak tak jenuh. Semakin banyak ikatan ganda yang terdapat dalam molekul semakin besar kemungkinan asam lemak berbentuk minyak. Asam lemak tak jenuh berbentuk silinder yang melengkung sehingga tidak dapat saling berikatan dan berbentuk cair pada temperatur ruangan. Asam lemak tak jenuh umumnya berasal dari tumbuh-tumbuhan dan berbentuk cair, misalnya minyak zaitun, sedangkan asam lemak jenuh umumnya berasal dari hewan dan berbentuk padat, misalnya mentega.

(46)

Trigliserida terbentuk jika tiga asam lemak bergabung dengan satu molekul air untuk membentuk trigliserida berbentuk E. Trigliserida mengandung gugus fungsional ester. Asam lemak pembentuk trigliserida dapat sama atau berbeda. Asam palmitat, asam oleat, dan asam stearat menyusun 80% asam lemak pada trigliserida (James et al, 2008).

(2) Fosfolipid.

Fosfolipid merupakan modifikasi dari trigliserida,tetapi memiliki basa nitrogen dan fosfat pada residu asam lemaknya. Fosfolipid bersifat amfipatik yang terutama berperan sebagai penyelubung permukaan lipoprotein plasma dan juga sebagai komponen utama membran sel. Karena bersifat tidak larut dalam air, lipid memerlukan sistem pengangkutan spesifik agar bisa bersirkulasi di dalam darah yaitu Lipoprotein (Havel, 1995; Kane, 2004).

(47)

Karena adanya area polar/nonpolar, maka fosfolipid cendrung untuk tersusun dalam dua lapisan (bilyer). Membran sel fosfolipid memiliki fungsi proteksi dan penting untuk mentranspor zat ke dalam dan ke luar sel (James et al, 2008). (3) Steroid.

Steroid merupakan senyawa larut lemak. Rantai-rantai atom yang berbeda menonjol ke luar dari cincin dan sifat rantai ini menentukan bentuk steroid. Steroid yang penting dalam tubuh adalah hormon seks, garam empedu, kortikosteroid, dan kolesterol.

(48)

Lipoprotein merupakan suatu kompleks makromolekul larut air dari lipid (trigliserida, kolesterol, fosfolipid) dan satu atau lebih protein khusus yang dikenal sebagai apolipoprotein (Sacher dan McPherson, 2004). Terdapat tiga kelompok lipoprotein :

(a) Lipoprotein densitas tinggi (high density lipoprotein, HDL) – sedikit kolesterol yang berkaitan dengan sejumlah besar protein, kolesterol ditranspor ke hati untuk diekskresi dalam bentuk HDL.

(b) Lipoprotein densitas rendah (low density lipoprotein, LDL) dan lipoprotein densitas sangat rendah (very low density lipoprotein, VLDL) – memiliki banyak komponen kolesterol yang berikatan dengan sedikit protein, bentuk ini mentranspor kolesterol ke sel dan jaringan tubuh (James et al, 2008).

Lipoprotein ini dibedakan satu sama lain berdasarkan ukuran partikel, densitas, mobilitas elektroforesis dan komponen apolipoprotein (Bachorik et al, 2001).

(49)

fungsi HDL adalah sebagai alat angkut utama kelebihan kolesterol dari jaringan ekstrahepatik dan sel pembersih (scavenger cells), untuk kemudian dikeluarkan melalui empedu. Jenis kolesterol ini kadang disebut juga sebagai kolesterol “baik”. HDL membawa kolesterol dari bagian tubuh

lain menuju liver. Kemudian liver akan membuangnya dari tubuh. Semakin tinggi kadar kolesterol HDL dalam darah maka akan semakin rendah risiko terkena penyakit jantung (Hasan et al, 2014).

LDL dan VLDL berhubungan dengan terjadinya aterosklerosis. Aterosklerosis terjadi karena kelebihan kolesterol, fibrin, lipid lainnya, dan kalsium yang akhirnya terdeposit pada dinding pembuluh darah, terutama arteri koroner, yang membentuk area plak yang disebut ateroma. Plak ini akan mempersempit pembuluh darah dan mengurangi aliran darah. Berbagai penyakit kardiovaskular (penyakit jantung dan pembuluh darah) berhubungan dengan kondisi ini. Seperti contohnya penyakit jantung iskemik – infark miokard, penyakit serebrovaskular – stroke dan penyakit pembuluh darah perifer.

(50)

kardiovaskular. Peningkatan kadar kolesterol berhubungan dengan :

(a) Defek produksi LDL yang diturunkan secara genetik. (b) Gaya hidup – merokok, berat badan berlebih, stres, dan

makanan (makanan lemak hewani).

Sudah diketahui bahwa rasio HDL terhadap LDL meningkat pada orang vegetarian atau tidak merokok dan orang yang berolah raga (Jameset al, 2008).

(4) Prostaglandin.

(51)

Mengacu pada semua penjelasan diatas mengenai klasifikasi lipid dapat dimengerti bahwa sebenarnya lipid memiliki peranana yang sangat penting dalam metabolisme dalam tubuh. Namun, dengan kadar yang masih dalam batas normal.

(52)

yaitu LDL dan HDL. LDL dianggap kolesterol “jahat”, atau

merusak, karena membawa kolesterol dari hati ke sel-sel tubuh dan pembuluh darah dimana kolesterol itu kemudian tinggal di dalam sel-sel yang melapisi dinding arteri. Sedangkan HDL dianggap “baik”, atau melindungi, karena membawa

kolesterol dari dinding arteri ke hati, di mana kolesterol dipecah untuk dibuang dari tubuh (Hasdianah & Suprapto, 2014).

c. Sistem Pengangkutan Kolesterol

Kolesterol tidak dapat bergerak sendiri dalam tubuh karena tidak larut dalam air. Oleh karena itu, kolesterol diangkut sebagai bagian dari struktur yang bernama lipoprotein. Seperti yang telah dibahas bahwa lipoprotein adalah kompleks makromolekul yang membawa lemak plasma hidrofobik, yaitu kolesterol dan trigliserida dalam darah. Lipoprotein akan membawa kolesterol ke seluruh sel tubuh, setelah lemak berikatan dengan apoprotein, akan membentuk lipoprotein, sehingga lemak dapat larut dalam darah. Bayangkan lipoprotein seperti kereta yang mengangkut kolesterol ke seluruh tubuh kita. Kolesterol itu sendiri tidak berubah. Pengangkutan kolesterol, yaitu lipoprotein, yang menentukan apa yang terjadi dengan kolesterol yang dibawanya.

(53)

menghambat enzim-enzim yang terlibat dalam metabolisme lipid dan memicu ikatan lipoprotein terhadap reseptornya di permukaan sel (Bachorik et al, 2001). Kolesterol LDL mengangkut kolesterol dari hati, tempatnya diproduksi ke jaringan tubuh yang memerlukan. LDL merupakan transporter kolesterol terbanyak di dalam darah. Sedangkan HDL mengangkut kelebihan kolesterol dari jaringan dan membawanya kembali ke hati untuk diproses kembali atau dibuang dari tubuh. Trigliserida termasuk “lemak

jahat” yang juga perlu diwaspadai. Seperti kolesterol LDL, kadar

trigliserida yang tinggi juga dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit jantung dan penyakit vaskuler lainnya (Hasdianah & Suprapto, 2014).

(54)

kadar kolesterol. Trigliserida juga ditemukan dalam simpanan lemak tubuh dan berasal dari pecahan lemak di hati. Seperti kolesterol, trigliserida merupakan lemak yang bersirkulasi dalam darah. Kolesterol LDL, HDL dan trigliserida disebut lipid darah (Hasdianah & Suprapto, 2014).

Oleh karena itu, guna menilai apakah kadar kolesterol seseorang tinggi atau rendah, semuanya mengacu pada pedoman umum yang telah digunakan diseluruh dunia yakni pedoman dari NCEP ATP III (National Cholesterol Education Program, Adult Panel Treatment III), yaitu sebagai berikut :

Tabel 2.8 Klasifikasi Kadar Kolesterol. Klasifikasi Kadar

Kolesterol

Kolesterol Total (mg/dl)

LDL (mg/dl)

HDL (mg/dl)

Trigliserida (mg/dl)

Rendah < 100

(Optimal) < 40

Normal < 200 100 – 129 < 150

Perbatasan Tinggi 200 – 239 130 – 159 150 – 199

Tinggi >240 160 – 189 >60 200 – 499

Sangat Tinggi >499

d. Efek Kolesterol Bagi Tubuh

(55)

begitu berbahaya. Oksidasi terjadi bila sistem antioksidan dalam tubuh tidak dapat menetralkan molekul-molekul tak stabil yang berubah secara negatif dan bernama radikal bebas. Radikal bebas terjadi secara alamiah dalam tubuh atau bisa diawali oleh paparan terhadap polutan lingkungan seperti asap rokok, bahan kimia, obat bebas dan obat resep dokter, logam berat, dan stres.

Tanpa perlindungan antioksidan yang cukup, kolesterol HDL bergabung dengan oksigen dan mementuk oksi-kolesterol. Substansi ini bekerja di dalam dinding arteri radikal bebas yang sangat reaktif, di mana substansi ini mengiritasi dinding arteri yang memulai proses peradangan, dan akhirnya turut menyebabkan pembentukan plak (Hasdianah & Suprapto, 2014).

(56)

pembentukan plak (aterogenesis) (Ross, 1990). Jika tidak diatasi, plak ini akhirnya akan sama sekali menutup arteri yang terkena atau pecah dan hancur, menyebabkan angina, dan mungkin serangan jantung dan stroke (Hasdianah & Suprapto, 2014).

Karena kolesterol merupakan campuran antara HDL dan LDL, pemeriksaan kadar kolesterol dikelompokan menjadi kolesterol total (jumlah LDL dan HDL yang beredar dalam darah), dan trigliserida. Semakin tinggi jumlah kolesterol total, kolesterol LDL, dan trigliserida, semakin tinggi risiko penyakit jantung. Sebaliknya, semakin tinggi kadar kolesterol HDL semakin rendah risiko masalah jantung (Hasdianah & Suprapto, 2014).

e. Penanganan

Penanganan hiperkolesterol menurut Hasdianah & Suprapto (2014) dan Pudiastuti (2011) sebagai berikut :

(1) Farmakologis.

(a) Golongan asam fibrat à Gemfibrozil, Fenofibrate dan Ciprofibrate.

Fibrate menurunkan produksi LDL dan meningkatkan kadar HDL. LDL ditumpuk di arteri sehingga meningkatkan risiko penyakit jantung, sedangkan HDL memproteksi arteri atas penumpukan itu.

(57)

Obat antihiperlidemik ini bekerja dengan cara mengikat asam empedu di usus dan meningkatkan pembuangan LDL dari aliran darah.

(c) Golongan Penghambat HMGCoa reduktase à Pravastatin, Simvastatin, Rosavastin, Fluvastatin, Atorvastatin.

Menghambat pembentukan kolesterol dengan cara menghambat kerja enzim yang ada di jaringan hati yang memproduksi mevalonate, suatu molekul kecil yang digunakan untuk mensintesa kolesterol dan derivate mevalonate. Selain itu, meningkatkan pembuangan LDL dari aliran darah.

(d) Goloangan Asam nikotinat à niasin

Dengan dosis besar asam nikotinat diindikasikan untuk meningkatkan HDL atau kolesterol baik dalam darah. (e) Golongan Ezetimibe

Menurunkan kolesterol total dan LDL selain itu juga meningkatkan HDL dengan cara mengurangi penyerapan kolesterol diusus.

(2) Nonfarmakologis

(a) Jaga berat badan agar tetap seimbang. (b) Berolahraga secara teratur.

(58)

(d) Perbanyak mengkonsumsi buah dan sayur.

(59)

B. Kerangka Teori

Kerangka teori penelitian adalah kumpulan teori mendasari topik penelitian yang disusun berdasar teori yang sudah ada dalam tinjuan teori dan mengikuti kaidah input, proses dan output (Sugiyono, 2011). Kerangka teori penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar 2.9 Kerangka Teori

Sumber: Andrews & Boyle, (2003), Yogiantoro (2014), Udjianti (2010)

Alternative Medical System : Terapi pengobatan ini mengacu pada metode pengganti atau alternatif dalam mengobati penyakit dan biasanya telah dilakukan sejak dahulu atau bersifat tradisional. Faktor risiko hipertensi :

Dapat dimodifikasi :

1. Konsumsi lemak berlebih 2. Obesitas

3. Stress

4. Kurang berolahraga 5. Merokok

Tidak dapat dimodifikasi : 1. Usia

2. Jenis kelamin 3. Keturunan

Hipertensi

Primer Sekunder

Terapi nonfarmakologis

Terapi farmakologis

Alternative Medical System

Alternative Medical System : Terapi Bekam

Penurunan MAP dan Kolesterol Total Pengambilan darah perifer untuk berbagai jenis

(60)

C. Kerangka Konsep

Gambar 2.10 Kerangka Konsep

D. Hipotesis

Ha : Ada pengaruh terapi bekam basah terhadap penurunan mean arterial Pressure dan kolesterol pada pasien hipertensi.

Ho : Tidak ada pengaruh terapi bekam basah terhadap penurunan mean arterial Pressure dan kolesterol pada pasien hipertensi.

HASIL

Penurunan Mean Arterial Presure Penurunan Kolesterol Total Hipertensi

Gambar

Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah
Gambar 2.1   Skema Tekanan Darah
Gambar 2.2   Proses Renin angiotensinogen
Gambar 2.6).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Alih kode (code-switching) adalah penggunaan bahasa lain atau ragam bahasa lain pada satu percakapan untuk menyesuaikan diri dengan peran atau situasi lain.. Alih

Sumber data yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sumber dimana data diperoleh. Berdasarkan jenis datanya maka yang menjadi sumber data dalam penelitian ini

Hal inilah yang mendorong peneliti untuk mengetahui pendapatan yang diperoleh peternak kambing Peranakan Etawa (PE) bukan berasal dari ternak kambing PE saja namun juga berasal

Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Strategi Bisnis Terhadap Tingkat Penghindaran Pajak (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan referensi sebagai bahan masukan SDM terutama perawat yang bekerja di RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang

Laporan Tugas Akhir dengan judul “ Upaya Peningkatan Kualitas Pelayanan Dengan Pendekatan Fuzzy Service Quality dan Index Potential Gain In.. Customer Value -

Apakah dengan adanya adopsi IFRS di Indonesia mampu memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan kualitas informasi akuntansi dan penurunan

Program Studi Ilmu Komunikasi (Manajemen Komunikasi), Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret. Story Telling di dalam menanamkan nilai-nilai budaya kerja yang