BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat
kecelakaan lalu lintas (Mansjoer, A. 2011).
Cidera kepala merupakan trauma yang mengenai otak yang dapat
mengakibatkan perubahan fisik intelektual, emosional, dan sosial. Trauma
tenaga dari luar yang mengakibatkan berkurang atau terganggunya status
kesadaran dan perubahan kemampuan kognitif, fungsi fisik dan emosional
(Judha & Rahil, 2011).
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan
(accelerasi-decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk di pengaruhi oleh
perubahan peningkatan dan percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta
notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat
perputaran pada tindakan pencegahan (Rendy, 2012)
Jadi, cidera kepala ringan adalah cidera karena tekanan atau kejatuhan
B. Tekanan Intra Kranial (TIK)
Tekanan intrakranial (TIK) dipengaruhi oleh volume darah intrakranial,
cairan secebrospinal dan parenkim otak. Dalam keadaan normal TIK orang
dewasa dalam posisi terlentang sama dengan tekanan CSS yang diperoleh
dari lumbal pungsi yaitu 4 – 10 mmHg. Kenaikan TIK dapat menurunkan
perfusi otak dan menyebabkan atau memperberat iskemia. Prognosis yang
buruk terjadi pada penderita dengan TIK lebih dari 20 mmHg, terutama bila
menetap. Pada saat cedera, segera terjadi massa seperti gumpalan darah dapat
terus bertambah sementara TIK masih dalam keadaan normal. Saat
pengaliran CSS dan darah intravaskuler mencapai titik dekompensasi maka
TIK secara cepat akan meningkat. Sebuah konsep sederhana dapat
menerangkan tentang dinamika TIK. Konsep utamanya adalah bahwa volume
intrakranial harus selalu konstan, konsep ini dikenal dengan Doktrin
Monro-Kellie. Otak memperoleh suplai darah yang besar yaitu sekitar 800ml/min
atau 16% dari cardiac output, untuk menyuplai oksigen dan glukosa yang
cukup. Aliran darah otak (ADO) normal ke dalam otak pada orang dewasa
antara 50-55 ml per 100 gram jaringan otak per menit. Pada anak, ADO bisa
lebih besar tergantung pada usainya. ADO dapat menurun 50% dalam 6-12
jam pertama sejak cedera pada keadaan cedera otak berat dan koma. ADO
akan meningkat dalam 2-3 hari berikutnya, tetapi pada penderita yang tetap
cedera. Mempertahankan tekanan perfusi otak/TPO (MAP-TIK) pada level
60-70 mmHg sangat rirekomendasikan untuk meningkatkan ADO.
C. Etiologi
Penyebab cedera kepala terdiri dari kecelakaan kendaraan bermotor,
jatuh, kecelakaan industri, serangan dan yang berhubungan dengan olah raga,
trauma akibat persalinan. Menurut Mansjoer (2011), cidera kepala penyebab
sebagian besar kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif
dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas.
Klasifikasi Cedera Kepala antara lain:
Tabel 2.1 Kategori Penentuan Keparahan Cedera Kepala berdasarkan Nilai Glasgow Coma Scale (GCS)
Penentuan
Keparahan Deskripsi Minor/ Ringan GCS 13 – 15
Sadar penuh, membuka mata bila dipanggil. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit dan disorientasi. Tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada kontusia cerebral, hematoma.
Sedang GCS 9 – 12
Kehilangan kesadaran, namun masih menuruti perintah yang sederhana atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
Berat GCS 3 – 8
Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi atau hematoma intracranial. Dengan perhitungan GCS sebagai berikut:
Tabel 2.2 Skala Koma Glasgow
Berat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat ringanya gejala
yang muncul setelah cedera kepala. Ada berbagai klasifikasi yang dipakai
dalam penentuan derajat cedera kepala. Menurut Judha (2011), berdasarkan
derajat penurunan tingkat kesadaran serta ada tidaknya defisit neurologik
fokal cidera kepala dikelompokan
D. Manifestasi Klinis
Menurut Judha (2011), tanda dan gejala dari cidera kepala antara lain:
1) Skull Fracture
Gejala yang didapatkan CSF atau cairan lain keluar dari telinga dan
hidung (othorrea, rhinorhea), darah dibelakang membran timphani,
sign), perubahan penglihatan, hilang pendengaran, hilang indra
penciuman, pupil dilatasi, berkurangnya gerakan mata, dan vertigo.
2) Concussion
Tanda yang didapat adalah menurunnya tingkat kesadaran kurang dari 5
menit, amnesia retrograde, pusing, sakit kepala, mual dan muntah.
Contusins dibagi menjadi 2 yaitu cerebral contusion, brainsteam
contusion. Tanda yang terdapat:
a. Pernafasan mungkin normal, hilang keseimbangan secara perlahan
atau cepat.
b. Pupil biasanya mengecil, equal, dan reaktif jika kerusakan sampai
batang otak bagian atas (saraf kranial ke III) dapat menyebabkan
keabnormalan pupil
E. Anatomi dan Fisiologi a) Anatomi
1) Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin
atau kulit, connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis
atau galea aponeurotika, loose conective tissue atau jaringan penunjang
longgar dan pericranium Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria)
dan basis kranii.
Tulang tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal,
temporal dan oksipital. Kalvaria khususnya diregio temporal adalah
tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis cranii berbentuk
tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat
proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3
fosa yaitu : fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat
temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan
serebelum .
2) Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri
dari 3 lapisan yaitu :
1. Dura mater
Dura mater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu
lapisan endosteal dan lapisan meningeal. Dura mater merupakan
selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang melekat erat
selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial
(ruang subdura) yang terletak antara dura mater dan arachnoid,
dimana sering dijumpai perdarahan subdural.
2. Selaput Arakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus
pandang.Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam
dan dura mater sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan
dari dura mater oleh ruang potensial, disebut spatium subdural dan
dari pia mater oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor
serebrospinalis. Perdarahan sub arakhnoid umumnya disebabkan
akibat cedera kepala.
3. Pia mater
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater
adarah membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak,
meliputi gyri dan masuk kedalam sulci yang paling dalam.Membrana
ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan
epineuriumnya.Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga
diliputi oleh pia mater.
3) Otak
Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada
orang dewasa sekitar 14 kg. Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu;
mesensefalon (otak tengah) dan rhombensefalon (otak belakang)
terdiri dari pons, medula oblongata dan serebellum.
Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal
berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi
bicara.Lobus parietal berhubungan dengan fungsi sensorik dan
orientasi ruang.Lobus temporal mengatur fungsi memori tertentu.
Lobus oksipital bertanggungjawab dalam proses penglihatan.
Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular
yang berfungsi dalam kesadaran dan kewapadaan.Pada medula
oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik. Serebellum
bertanggungjawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan.
4) Cairan Serebrospinal (CSS)
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus
dengan kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari
dari ventrikel lateral melalui foramen monro menuju ventrikel III,
akuaduktus dari sylvius menuju ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi
ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang terdapat
pada sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS dapat
menyumbat granulasio arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan
CSS dan menyebabkan kenaikan takanan intrakranial. Angka rata-rata
pada kelompok populasi dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan
5) Tentorium
Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang
supratentorial (terdiri dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media)
dan ruang infratentorial (berisi fosa kranii posterior).
6) Vaskularisasi otak
Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri
vertebralis.Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior
otak dan membentuk circulus Willisi.Vena-vena otak tidak
mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang sangat tipis dan
tidak mempunyai katup.Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara
ke dalam sinus venosus cranialis.
b) Fisiologi
Menurut judha dan rahil (2011) otak merupakan pusat dari
keseluruhan tubuh. Jika otak sehat, maka akan mendorong kesehatan tubuh
serta menunjang kesehatan mental. Sebaliknya, apabila otak anda
terganggu, maka kesehatan tubuh dan mental anda bisa ikut terganggu.
Seperti terlihat pada gambar di atas, otak dibagi menjadi empat bagian,
yaitu:
1) Cerebrum ( Otak Besar )
Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga
disebut dengan nama Cerebral Cortex, Forebrain atau Otak depan.
binatang. Cerebrum membuat manusia memiliki lesaian kemampuan
berfikir, analisa, logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan
kemampuan visual. Kecerdasan intelektual atau IQ anda juga
ditentukan oleh kualitas bagian ini.
Cerebrum terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut Lobus.
Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang
menyerupai parit disebut suleus. Keempat lobus tersebut
masing-masing adalah: lobus frontal, lobus pariental, lobus occipital dan lobus
temporal (Judha & Rahil, 2011).
a) Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan
dari Otak Besar. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan
membuat alasan, kemampuan gerak, kognisi, perencanaan,
penyelesaian masalah, memberi penilaian, kreativitas, kontrol
perasaan, kontrol perilaku seksual dan kempuan bahasa secara
umum.
b) Lobus Pariental berada di tengah, berhubungan dengan proses
sensor perasaan seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit.
c) Lobus Temporal berada di bagianbawah berhubungan dengan
kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam
bentuk suara.
d) Lobus Occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan
melakukan interprestasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina
mata.
2) Cerebellum (Otak Kecil)
Menurut Judha dan Rahil (2011) otak kecil atau Cerebellum.
Terletak di bagian belakang kepala, dekat dengan ujung leher bagian
atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis otak, diantaranya:
mengatur sikap atau posisi tubuh, mengontrol keseimbangan,
koordinasi otot dan gerakan tubuh. Otak kecil juga menyimpan dan
melaksanakan serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari seperti
gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis, gerakan
mengunci pintu dan sebagainya.
Jika terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan
gangguan pada sikap dan koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi tidak
terkoordinasi, misalnya orang tersebut tidak mampu memasukkan
makanan ke dalam mulutnya atau tidak mampu mengancingkan baju.
3) Brainstem (Batang Otak)
Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau
rongga kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang
punggung atau sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur
suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan merupakan sumber
insting dasar manusia yaitu fight or flight (lawan atau lari) saat
Batang otak dijumpai juga pada hewan seperti kadal dan buaya.
Oleh karena itu, batang otak sering juga disebut dengan otak reptil.
Otak reptil mengatur “perasaan teritorial” sebagai insting primitif.
Contahnya anda akan merasa tidak nyaman atau terancam ketika orang
yang tidak anda kenal terlalu dekat dengan anda. Batang otak terdiri
dari 3 bagian, yaitu:
a) Mesencephalon atau otak tengah (Mid Brain) adalah bagian teratas
dari batang otak yang menghubungkan otak besar dan otak kecil.
Otak tengah berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan,
gerakan mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan
pendengaran.
b) Medulla Oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari
sebelah kiri badan menuju bagian kanan badan, begitu juga
sebaliknya. Medulla mengontrol fungsi otomatis otak, seperti detak
jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.
c) Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat
otak bersama dengan formasi reticular. Pons yang menentukan
apakah kita terjaga atau tertidur.
4) Limbic System (Sistem Limbik)
Sistem limbik terletak dibagian tengah otak, membungkus batang
otak ibarat kerah baju. Limbik berasal dari bahasa latin yang berarti
sehingga sering disebut dengan otak mamalia. Komponen limbik,
antara lain Hipotalamus, Thalamus, Amigdala, Hipocampus, dan
Korteks limbik. Sistem limbik berfungsi menghasilkan perasaan,
mengatur produksi hormon, memelihara homeostasis, rasa haus, rasa
lapar, dorongan seks, pusat rasa senang, metabolisme dan memori
jangka panjang.
F. Patofisiologi
Cedera kepala atau trauma kapitis lebih sering terjadi daripada trauma
tulang belakang. Trauma dapat timbul akibat gaya mekanik maupun non
mekanik. Kepala dapat dipukul, ditampar, atau bahkan terkena sesuatu yang
keras. Tempat yang langsung terkena pukulan atau penyebab tersebut
dinamakan dampak atau impact. Pada impact dapat terjadi (1) indentasi, (2)
fraktur linear, (3) fraktur stelatum, (4) fraktur impresi, atau bahkan (5) hanya
edema atau perdarahan subkutan saja. Fraktur yang paling ringan ialah fraktur
linear. Jika gaya destruktifnya lebih kuat, dapat timbul fraktur stelatum atau
fraktur impresi (Mardjono & Sidharta, 2010).
Selain hal-hal tersebut, saraf-saraf otak dapat terkena oleh trauma
kapitis karena (1) trauma langsung, (2) hematom yang menekan pada saraf
otak, (3) traksi terhadap saraf otak ketika otak tergeser karena akselerasi, atau
(4) kompresi serebral traumatik akut yang secara sekunder menekan pada
batang otak. Pada trauma kapitis dapat terjadi komosio, yaitu pingsan sejenak
apapun tidak terdapat pada penderita tersebut. Sedangkan kemungkinan lain
yang terjadi adalah penurunan kesadaran untuk waktu yang lama. Derajat
kesadaran tersebut ditentukan oleh integirtas diffuse ascending reticular
system. Lintasan tersebut bisa tidak berfungsi sementara tanpa mengalami
kerusakan yang irreversibel. Batang otak yang pada ujung rostral bersambung
dengan medula spinalis mudah terbentang dan teregang waktu kepala
bergerak secara cepat dan mendadak. Gerakan cepat dan mendadak itu
disebut akselerasi. Peregangan menurut poros batak otak ini dapat
menimbulkan blokade reversibel pada lintasan retikularis asendens difus,
sehingga selama itu otak tidak mendapat input aferen, yang berarti bahwa
kesadaran menurun sampai derajat yang terendah (Mardjono & Sidharta,
2010).
Trauma kapitis yang menimbulkan kelainan neurologik disebabkan oleh
(1) kontusio serebri, (2) laserasio serebri, (3) perdarahan subdural, (4)
perdarahan epidural, atau (5) perdarahan intraserebral. Lesi-lesi tersebut
terjadi karena berbagai gaya destruktif trauma. Pada mekanisme terjadinya
trauma kapitis, seperti telah disebutkan sebelumnya, terjadi gerakan cepat
yang mendadak (akselerasi). Selain itu, terdapat penghentian akselerasi secara
mendadak (deakselerasi). Pada waktu akselerasi berlangsung, terjadi
akselerasi tengkorang ke arah impact dan penggeseran otak ke arah yang
berlawanan dengan arah impact. Adanya akselerasi tersebut menimbulkan
akhirnya akan menimbulkan terjadinya lesi kontusio. Lesi kontusio dapat
berupa perdarahan pada permukaan otak yang berbentuk titik-tik besar dan
kecil tanpa kerusakan duramater. Lesi kontusio di bawah impact disebut lesi
kontusio coup, sedangkan lesi di seberang impact disebut lesi kontusio
countrecoup. Ada pula lesi intermediate, yaitu lesi yang berada di antara lesi
H. RENCANA KEPERAWATAN
Tabel 2.3 Rencana Asuhan Keperawatan Diagnosa yang Mungkin Muncul Kurang
1. Pengetahuan : proses penyakit - Mengenal nama penyakit - Deskripsi proses penyakit
- Deskripsi faktor penyebab atau faktor pencetus - Deskripsi tanda dan gejala
- Deskripsi cara meminimalkan perkembangan penyakit
- Deskripsi komplikasi penyakit
- Deskripsi tanda dan gejala komplikasi penyakit - Deskripsi cara mencegah komplikasi
Skala :
2. Pengetahuan : prosedur perawatan - Deskripsi prosedur perawatan - Penjelasan tujuan perawatan - Deskripsi langkah-langkah prosedur
- Deskripsi adanya pembatasan sehubungan dengan prosedur
- Deskripsi alat-alat perawatan Skala :
1 : tidak ada 5 : lengkap 2 : sedikit
1.Pembelajaran : proses penyakit
- Kaji tingkat pengetahuan klien tentang penyakit
- Jelaskan patofisiologi penyakit dan bagaimana kaitannya dengan anatomi dan fisiologi tubuh
- Deskripsikan tanda dan gejala umum penyakit
- Berikan informasi tentang hasil pemeriksaan diagnostik
- Diskusikan tentang pilihan terapi
- Instruksikan klien untuk melaporkan tanda dan gejala kepada petugas
2.Pembelajaran : prosedur/perawatan - Informasikan klien waktu pelaksanaan
prosedur/perawatan
- Informasikan klien lama waktu pelaksanaan prosedur/perawatan
- Kaji pengalaman klien dan tingkat pengetahuan klien tentang prosedur yang akan dilakukan
- Jelaskan tujuan prosedur/perawatan - Instruksikan klien utnuk berpartisipasi
selama prosedur/perawatan
- Jelaskan hal-hal yang perlu dilakukan setelah prosedur/perawatan
3 : sedang mampu untuk mencapai skor 4 dalam
1.Status neurology
Fungsi neurologis : kesadaran
Fungsi neurologis : sensori spinal / fungsi motorik
Fungsi neurologis : otonom
Ukuran pupil
Pola pergerakan mata
Pola pernafasan
Vital sign pada batas normal
Pola istirahat-tidur
Tidak didapatkan kejang
Fungsi neurologis : sentral motor kontrol
Tekanan intra kranial pada batas normal
Tidak didapatkan sakit kepala
Skala :
1 : Extremely compromized 2 : Substantially compromized 3 : Moderately compromized 4 : Mildly compromized 5 : Not compromized
1. Management Sensasi Perifer
- Monitor adanya parastesi mati rasa dan
tengling
- Monitor status cairan termasuk intake dan
output
- Monitor fungsi bicara
- Upayakan suhu dalam batas normal
- Monitor GCS secara teratur
- Catat perubahan dalam penglihatan
2. Monitor Tekanan Intra Kranial (TIK)
- Monitor TIK pasien dan neurologi,
bandingkan dengan keadaan normal
- Monitor tekanan perfusi serebral
- Posisikan kepala agak tinggi dan dalam
posisi anatomis
- Pertahankan keadaan tirah baring
- Pantau tanda-tanda vital
- Kolaborasi pemberian oksigen, obat
antikoagulasi, obat antifibrolitik, antihipertensi, vasodilatasi perifer, pelunak feses sesuai indikasi 3. Monitoring vital sign
Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
Catat adanya fluktuasi tekanan darah
Monitor VS saat pasien berbaring, duduk,
atau berdiri
Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan
dan setelah aktivitas
Monitor kualitas dari nadi
Monitor jumlah dan irama jantung
Monitor bunyi jantung
Monitor frekuensi dan irama pernapasan
Monitor suara paru
Monitor pola pernapasan abnormal
Monitor suhu, warna, dan kelembaban mampu untuk mencapai skor 4 dalam
1. Communication ability
Indikator :
Berkomunikasi secara tertulis
Berkomunikasi secara verbal
Berkomunikasi menggunakan foto atau gambar
Menggunakan bahasa isyarat
Menggunakan bahasa non-verbal
Mengerti tentang pesan yang disampaikan
Dapat menagkap pesan secara langsung
Bertukar pesan dengan orang lain
Keterangan:
1 : Extremely compromized 2 : Substantially compromized 3 : Moderately compromized 4 : Mildly compromized 5 : Not compromized
1. Pengaturan komunikasi
Identifikasi metode yang dapat dipahami
oleh pasien untuk memenuhi kebutuhan dasar
Sediakan metode komunikasi alternatif
- berikan pensil dan kertas jika
pasien mempu
- gunakan bahasa isyarat
- konsultasi dengan speec terapy
Tulis metode yang digunakan pasien
untuk rencana perawatan
Libatkan keluarga dan diskusika masalah
untuk meningkatkan komunikasi psien
Berikan suport sistem untuk mengatasi
ketidakmampuan
Membantu keluarga dalam memahami
pembicaraan pasien
Berbicara kepada pasien dengan lambat
dan dengan suara yang jelas
Mendengarkan pasien dengan baik
Menggunakan kata dan kalimat yang
Berdiri dihadapan pasien saat berbicara
Menggunakan papan tulis bila perlu
Instruksikan pasien dan keluarga untuk
menggunakan bntuan berbicara
Memberikan reinforcement (pujian)
positif kepada pasien
Anjurkan pasien untuk mengulangi
pembicaraannya jika belum jelas
Gunakan interpreter jika perlu
2. Mendengar aktif
Ajak pasien berbicara sesuai kemampuan
Rangsang timbal balik dari pasien
Dengarkan pasien dengan penuh
perhatian
Berikan reinforcement terhadap
keberhasilan pencapaian tujuan Nyeri akut
b/d agen
injuri fisik
NOC : Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 5x24 jam pasien mampu untuk
1. Mengontrol nyeri dengan indikator
- Mengenal faktor-faktor penyebab nyeri
- Mengenal onset nyeri
- Melakukan tindakan pertolongan non analgetik
- Menggunakan analgetik
- Melaporkan gejala-gejala kepada tim kesehatan
- Mengontrol nyeri
Keterangan :
1 = tidak pernah dilakukan 2 = jarang dilakukan
3 = kadang-kadang dilakukan 4 = sering dilakukan
1. Manajemen nyeri
1. Kaji secara komprehensif tentang nyeri
(lokasi, karakteristik dan onset, durasi, frekuensi, kualitas)
2. Observasi isyarat-isyarat non verbal klien
terhadap ketidaknyamanan.
3. Berikan analgetik sesuai dengan anjuran.
4. Gunakan komunikasi terapeutik agar
pasien dapat mengekspresikan nyeri.
5. Tentukan dampak dari ekspresi nyeri
terhadap kualitas hidup : pola tidur, nafsu makan, mood, pekerjaan, tanggung jawab, relationship.
6. kaji pengalaman individu terhadap nyeri
5 = selalu dilakukan
2. Menunjukkan tingkat nyeri dengan indikator
- Melaporkan nyeri
- Melaporkan frekuensi nyeri
- Melaporkan lamanya episode nyeri
- Mengekspresikan nyeri; wajah
- Menunjukkan posisi melindungi tubuh
- Kegelisahan
- Perubahan RR
- Perubahan TD
- Perubahan HR
- Kehilangan nafsu makan
Keterangan :
tindakan mengontrol nyeri yang telah digunakan.
8. Berikan dukungan terhadap pasien dan
keluarga.
9. Berikan informasi tentang nyeri, seperti :
penyebab, berapa lama terjadi, dan tindakan pencegahan.
10. Kontrol faktor-faktor lingkungan yang
dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan.
11. Ajarkan penggunaan teknik non
farmakologis.
12. Tingkatkan istirahat/tidur yang cukup.
13. Monitor kenyamanan pasien terhadap
manajemen nyeri. 2. Pemberian Analgetik
1. Tentukan lokasi nyeri, karakteristik,
kualitas dan keparahan sebelum
pengobatan.
2. Berikan obat dengan prinsip 5 benar.
3. Cek riwayat alergi obat.
4. Libatkan pasien dalam pemilihan
analgetik yang akan digunakan.
5. Pilih analgetik secara tepat/kombinasi
lebih dari satu analgetik jika telah
8. Dokumentasikan respon setelah
sampingnya.
9. Lakukan tindakan-tindakan untuk
menurunkan efek analgetik.
PK :
Peningkatan Tekanan Intrakranial (PTIK)
Perawat akan meminimalkan kompliksi
PTIK 1. Kaji dan laporkan segera tanda-tanda yang mengarah pada PTIK yang lebih hebat
2. Batasi cairan sesuai program terapi
3. Elevasi kepala 30 – 40 derajat kalau tidak
ada kontraindikasi
4. Pertahankan kepala dan leher pada posisi
midline, hindari fleksi ekstensi dan rotasi pada kepala dan leher
5. Kelola obat ; pelunak feses antitusif dan
antideuritik sesuai program
6. Pertahankan kebersihan jalan napas dan
beri oksigen sesuai program
7. Observasi dan awasi kondisi yang
menimbulkan agitasi