• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makna spiritualitas cinta kasih bagi para suster yunior Kongregasi Suster Cinta Kasih Putri Maria dan Yosef Provinsi Indonesia tahun 2011 - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Makna spiritualitas cinta kasih bagi para suster yunior Kongregasi Suster Cinta Kasih Putri Maria dan Yosef Provinsi Indonesia tahun 2011 - USD Repository"

Copied!
179
0
0

Teks penuh

(1)

       

P F

Diajuk Mem Prog

PROGRAM FAKULTA

UN

kan untuk M mperoleh G gram Studi B

Di Fransisk NIM

M STUDI BI S KEGURU NIVERSITA YO

Skripsi

Memenuhi S Gelar Sarjan Bimbingan

isusun oleh ka Dian Wid M : 07 1114 0

IMBINGAN UAN DAN I AS SANATA

GYAKART 2011

Salah satu S na Pendidik dan Konsel

: dhowati

001

N DAN KON ILMU PEND A DHARMA TA

Syarat kan

ling

(2)

       

P F

Diajuk Mem Prog

PROGRAM FAKULTA

UN

kan untuk M mperoleh G gram Studi B

Di Fransisk NIM

M STUDI BI S KEGURU NIVERSITA YO

Skripsi

Memenuhi S Gelar Sarjan Bimbingan

isusun oleh ka Dian Wid M : 07 1114 0

IMBINGAN UAN DAN I AS SANATA

GYAKART 2011

Salah satu S na Pendidik dan Konsel

: dhowati

001

N DAN KON ILMU PEND A DHARMA TA

Syarat kan

ling

(3)
(4)
(5)

Peace, Love and Emphaty

&

Se o hayami iwa, ni sekaruru takigawa no

(6)

Teriring rasa syukur, dan ucapan terima kasih, skripsi ini

saya persembahkan untuk para Suster Kongregasi Suster

Cinta Kasih Putri Maria dan Yosef

di Belanda dan Indonesia

Cinta, dan doa-doa merekalah yang memampukan saya

menyelesaikan skripsi ini.

dan

Almarhum kedua orang tua saya,

Ignatius Soetjipto Hadiprasetyo dan Rosmiyati

(7)

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah

disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya

ilmilah.

Klaten, 16 Juni 2011

Penulis

Fransiska Dian Widhowati

(8)

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Fransiska Dian Widhowati  Nomor Mahasiswa : 071114001

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

MAKNA SPIRITUALITAS CINTA KASIH BAGI PARA SUSTER YUNIOR KONGREGASI SUSTER CINTA KASIH PUTRI MARIA DAN

YOSEF PROVINSI INDONESIA TAHUN 2011

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian, saya memberikan

kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,

mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan

data, mendistribusikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis

tanpa perlu meminta ijin ataupun memberikan royalti kepada saya selama tetap

mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 16 Juni 2011

Yang menyatakan

(Fransiska Dian Widhowati )

(9)

MAKNA SPIRITUALITAS CINTA KASIH BAGI PARA SUSTER YUNIOR KONGREGASI SUSTER CINTA KASIH PUTRI MARIA DAN

YOSEF PROVINSI INDONESIA TAHUN 2011

Fransiska Dian Widhowati Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2011

Topik penelitian ini adalah Makna Spiritualitas Cinta Kasih bagi Para

Suster Yunior Kongregasi Suster Cinta kasih Putri Maria dan Yosef. Subyek

penelitian ini adalah enam suster yunior kongregasi suster cinta kasih Putri Maria

dan Yosef yang berusia antara 25 – 39 tahun. Penelitian ini bertujuan untuk

mendeskripsikan makna spiritualitas cinta kasih bagi para suster yunior

Kongregasi Suster Cinta Kasih Putri Maria dan Yosef dan mencari cara alternatif

yang efektif untuk menanamkan spiritualitas cinta kasih bagi mereka.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan desain penelitian

studi kasus. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode observasi,

studi dokumentasi, dan wawancara mendalam. Validitas data diuji dengan metode

triangulasi. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa para subyek mengalami jatuh

bangun dalam memaknai spiritualitas cinta kasih kongregasi. Hal ini dikarenakan

dua faktor utama, faktor dalam dan luar diri. Faktor dominan dalam diri berasal

dari pengolahan masa lalu yang belum selesai. Sedangkan faktor luar berasal dari

hidup bersama, dunia masyarakat saat ini, dan ketidakkonsistenan dalam praktik

cinta kasih di tempat karya.

Mengingat pentingnya memaknai spiritualitas cinta kasih maka para suster

yunior membutuhkan dukungan, pendampingan, dan penghargaan positif tanpa

syarat agar memotivasi mereka untuk semakin memaknai spiritualitas cinta kasih

(10)

THE MEANING OF CHARITY SPIRITUALITY FOR THE JUNIOR SISTERS OF SISTERS OF CHARITY DAUGHTERS OF MARY AND

JOSEPH CONGREGATION, INDONESIAN PROVINCE IN 2011

Fransiska Dian Widhowati Sanata Dharma University

Yogyakarta 2011

The topic of this study is the meaning of charity spirituality for the junior

sisters of Sisters of Charity Daughters of Mary and Joseph Congregation. The

subjects of this study were six junior sisters of the congregation. These subjects

were between 25-39 years old. This study aimed to describe the meaning of

charity spirituality for the junior sisters of Sisters of Charity Daughters of Mary

and Joseph and to find out an effective alternative way to instill spirituality in

them.

This qualitative descriptive study applied case study methodology. The

data collection methods used were observation, documentation and in-depth

interview. The validity of the data was tested using the method of triangulation.

The finding of the study showed that the subjects experienced good and bad times

in giving meaning to charity spirituality of the congregation. This was due to two

main factors, internal factor and external factor. The internal factor was connected

to the incomplete processing of the one’s past life experiences, while external

factors were connected to life in a community, the current world and society and

the inconsistency in the practice of charity in the work place.

Considering the significance of giving meaning to charity spirituality,

these junior sisters need support, guidance, and unconditional positive regard to

(11)

Puji syukur kepada Allah Bapa, Allah Putra dan Allah Roh Kudus untuk

kasih dan rahmat yang peneliti alami hingga saat ini. Rahmat ini begitu indah dan

kuat sehingga memampukan peneliti menyelesaikan skripsi yang berjudul “Makna

Spiritualitas Cinta Kasih bagi Para Suster Yunior Kongregasi Suster Cinta Kasih

Putri Maria dan Yosef Provinsi Indonesia tahun 2011”.

Bagi peneliti, skripsi ini bukan sekedar menjadi syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Pendidikan tetapi memuat perjuangan yang panjang dalam

menempuh studi di Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata

Dharma dan suka duka dalam menggali kembali spiritualitas bapa pendiri

kongregasi.

Maka dalam rasa syukur, peneliti ingin membagi kebahagiaan atas

selesainya proses penyusunan skripsi dengan menghaturkan terima kasih kepada :

1. Drs. T. Sarkim, M.Ed, Ph.D, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

2. Dr. M.M. Sri Hastuti, M.Si, sebagai Ketua Program Studi Bimbingan dan

Konseling Universitas Sanata Dharma

3. Dr. CB. Mulyatno Pr, sebagai dosen pembimbing skripsi yang

memberikan banyak masukan, pengarahan, dan semangat dalam proses

penyusunan skripsi

4. Dr. Gendon Barus, M.Si, yang telah memberikan banyak pengarahan,

(12)

6. Drs. T.A Prapanca Hary, M.Si, yang siap sedia memberi masukan dalam

proses penyusunan skripsi

7. Para dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata

Dharma atas pengajaran, bimbingan dan kerja sama selama proses studi

8. Karyawan sekretariat Program Bimbingan dan Konseling yang senantiasa

menolong menyediakan surat-surat yang dibutuhkan selama studi dan

proses penyusunan skripsi

9. Suster Dewan Pimpinan Provinsi Kongregasi Cinta Kasih Putri Maria dan

Yosef yang telah memberikan kepercayaan, bimbingan, semangat,

doa-doa, dan fasilitas yang dibutuhkan penulis

10.Para Suster Kongregasi Cinta Kasih Putri Maria dan Yosef yang setia

mendoakan dan menyemangati dalam proses penyusunan skripsi

11.Sr. Patricia PMY, selaku pendamping yunior yang telah memberikan

banyak masukan, dan menjadi teman diskusi selama proses penyusunan

skripsi

12.Sr. Crescentiana PMY, sahabat tercinta yang setia mendoakan,

mendukung dan mengkoreksi tata bahasa dalam skripsi

13.Para suster yunior Kongregasi Cinta Kasih Putri Maria dan Yosef yang

telah menjawab setiap pertanyaan penelitian dan membantu dalam proses

(13)

15.Rm. Eko Riyadi Pr yang memberikan masukan tentang St. Yohanes Rasul

16.Beberapa romo yang setia mendoakan dan mendukung : Rm. Endra

Wijayanta Pr, Rm. Tejo Kusumantono Pr, Rm. Thomas Kurniawan CM,

Rm. Rafael Isharyanto CM, Rm. Augustinus Totok Pr dan Rm. Paulus

Susanto Pr

17.Teman-teman Bimbingan dan Konseling angkatan 2007 yang selalu

mendukung dan memberikan semangat selama studi

18.Keempat kakak dan bulek saya : Mbak Isti, mbak Keksi, Sr. Agata SFS

mbak Lia, dan bulek Endang yang terus memberikan semangat dan doa.

19.Semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu, terima

kasih untuk cinta yang penulis rasakan, Tuhan memberkati

Skripsi ini bagaikan mozaik kaca yang perlu terus menerus

disempurnakan. Karenanya penulis berharap, semoga hasil karya pemikiran ini

berguna dan semakin mendapatkan kepenuhan dari pribadi-pribadi yang

membacanya.

Penulis,

Fransiska Dian Widhowati

(14)

Halaman

HALAMAN JUDUL ……….. i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………. ii

HALAMAN PENGESAHAN ………. iii

HALAMAN MOTTO ………. iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ………. v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………. vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI……….. vii

ABSTRAK ……….. viii

ABSTRACT ……… ix

KATA PENGANTAR ……… x

DAFTAR ISI ……… xiii

DAFTAR LAMPIRAN ……… xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ……… 1

B. Rumusan Masalah ……….. 5

C. Tujuan Penelitian ……….. 6

D. Manfaat Penelitian ………. 6

E. Batasan Istilah ………. 8

(15)

B. Pengertian Cinta Kasih

1. Cinta kasih Menurut Pandangan Beberapa Tokoh

Humanistik ……… 19

2. Cinta Kasih dalam Pandangan St. Yohanes Rasul …… 22

3. Cinta Kasih Menurut Pendiri Kongregasi Suster Cinta Kasih Putri Maria dan Yosef ………….. 25

4. Cinta Kasih Menurut Konstitusi Kongregasi Suster Cinta Kasih Putri Maria dan Yosef ……… 29

C. Memaknai Cinta Kasih dalam Panggilan Hidup Membiara 31

D. Proses Pemaknaan Cinta Kasih dalam Panggilan Hidup Membiara ………. 38

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan ……….…… 44

B. Tehnik Pengumpulan Data ……… 45

C. Instrumen Penelitian ……….. 47

D. Lokasi penelitian ……… 51

E. Subyek penelitian ……….. 51

F. Sumber data ……… 51

G. Tehnik analisis data ……… 52

(16)

1. Observasi ……….. 56

2. Wawancara Mendalam ………. 78

B. Pembahasan ……… 83

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ……….. 94

B. Saran ………. 95

C. Tindak lanjut ………... 96

DAFTAR PUSTAKA ……….. 97

(17)

Halaman

Lampiran 1 : Matriks Wawancara Mendalam dengan Para

Suster Yunior ……… 101

Lampiran 2 : Daftar Kebutuhan Para Suster Yunior ………… 107

Lampiran 3 : Hasil Observasi ………... 108

Lampiran 4 : Hasil Wawancara……… 127

(18)

PENDAHULUAN

Dalam bab pendahuluan ini dibahas latar belakang masalah, fokus dan pertanyaan

penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan batasan istilah.

A.Latar Belakang

Manusia itu unik, dalam arti bahwa manusia berusaha untuk menemukan

tujuan hidup dan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupannya.

Kemampuan untuk menemukan makna hidup secara khas dimiliki oleh manusia

(CB. Mulyatno, 2009:18). Manusia menjadi diri yang unik dalam relasi timbal

balik dengan sesama. Ia menghadapi kesendirian, manusia lahir ke dunia sendirian

dan meninggal pun sendirian. Tetapi meskipun pada hakikatnya sendirian,

manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya dalam

menjadikan hidupnya bermakna (Corey, 1988:55).

Menurut Frankl (Corey, 1988:74), pencarian makna dalam hidup adalah

salah satu ciri manusia. Misalnya, bapak dan ibu ingin bermakna bagi

anak-anaknya lewat cara mencintai dan memperhatikan anak-anak-anaknya. Demikian juga

dengan anak-anak, mereka ingin menjadi anak yang berbakti dengan mencintai

maupun dicintai oleh orang tuanya. Dengan mencintai dan dicintai orang lain,

(19)

menggambarkan hasrat yang paling mendasar dari setiap manusia, yaitu hasrat

untuk memiliki hidup yang bermakna (meaningful).

Keinginan untuk hidup bermakna merupakan motivasi utama manusia

yang mendorong setiap orang untuk melakukan kegiatan, seperti bekerja dan

berkarya. Hal ini pun dialami dan dirasakan oleh para suster Cinta Kasih Putri

Maria dan Yosef. Konstitusi kongregasi PMY menuliskan, “Motto kongregasi

ialah In Omnibus Caritas – Cinta kasih di dalam segala-galanya” (Konst. PMY

hal.8). Ini berarti bahwa para Suster Putri Maria dan Yosef dipanggil untuk terus

menerus memaknai hidup panggilan, hidup bersama, pelayanan, dan akan tetap

tabah memenangkan segalanya demi Kristus dengan karya-karya cinta kasih

(Konst. PMY hal.8). Akan tetapi, bagaimana mereka memaknai panggilan dan

spiritualitas cinta kasih dalam kehidupan sehari-hari ?

Dari beberapa sharing pengalaman di dalam kongregasi, terungkap

keprihatinan mengenai panggilan hidup membiara. Beberapa suster dipandang

kurang memaknai kehidupannya. Hidup beberapa suster itu seolah-olah mengalir

seperti air, tanpa pembatinan nilai-nilai, dan kurang menampakkan cinta kasih.

Nilai-nilai yang telah disampaikan melalui pendampingan yang telah berlangsung

selama bertahun-tahun sepertinya kurang bergema dalam hidup mereka ketika

mereka telah mengucapkan kaul kekal atau menduduki jabatan tertentu. Mereka

seolah-olah kurang menunjukkan kesaksian sebagai suster-suster cinta kasih.

(20)

yang menuliskan bahwa dari tahun ke tahun para suster terus mencoba dengan

semangat yang kuat dan cinta kasih yang hangat, mewujudkan cinta Allah pada

saat, tempat, dan lingkungan yang menuntut hal itu (bdk. Konst. PMY no.9).

Selain itu, rekomendasi dan keputusan Kapitel Umum 2007 dan Kapitel Provinsi

Indonesia tahun 2009 menegaskan kembali semangat cinta kasih dalam kehidupan

para suster kongregasi PMY.

Tentang penghayatan spiritualitas Kapitel Umum Kongregasi Suster Cinta

Kasih Putri Maria dan Yosef tahun 2007 menegaskan bahwa :

Para suster memelihara dan terus menerus mengembangkan spiritualitas kongregasi. Konstitusi menyebut tiga ciri khas dan karakteristik dari spiritualitas: Karisma Pendiri dan generasi pertama. Terinspirasi oleh Vincentius sesuai dengan nama Suster Cinta Kasih dan motto In Omnibus Caritas, dan berakar pada kitab suci dan Injil, perhatian pada St. Maria, Yosef, dan Yohanes (sesuai dengan nama Putri Maria dan Yosef).

 

Hal ini semakin digarisbawahi oleh hasil keputusan Kapitel Provinsi Indonesia

tahun 2009 yang menyatakan bahwa para suster perlu menggali kembali semangat pendiri (Heeren) dengan perhatian khusus pada semangat Vincentian

(Suster-suster Cinta Kasih) dan juga semangat dari Maria, Yosef, dan Yohanes (PMY),

agar hasil studi Titus Brandsma itu dipublikasikan dalam seri ‘Penggalian

kembali’.  

Hasil keputusan Kapitel Umum dan Kapitel Provinsi Indonesia ini

menegaskan bahwa para suster PMY hendaknya kembali pada semangat awal

yang diletakkan oleh bapa pendiri yaitu semangat cinta kasih. Kembali pada

(21)

dan Yosef semakin jelas di tengah arus jaman yang cenderung mengarah pada

budaya kematian.

Berdasarkan keadaan nyata dan hasil rekomendasi kapitel tersebut, peneliti

melihat dan merasakan ada sejumlah permasalahan yang mesti diangkat ke

permukaan, dicermati dan dicarikan alternatif pemecahannya. Peneliti merasa

tertantang untuk menggali makna spiritualitas cinta kasih bagi para suster yunior

PMY tahun 2011 yang telah diwariskan oleh bapa pendiri bersumber dari teladan

para orang kudus, secara khusus St. Yohanes. Inilah topik penulisan skripsi ini.

Peneliti memfokuskan penelitian pada pemaknaan spiritualitas cinta kasih

dalam diri para suster yunior PMY. Merujuk pada pemikiran Frankl, yang

dimaksud dengan makna adalah pemahaman dan penghayatan terhadap nilai-nilai

hidup (bdk.Bastaman, 2007:38). Sedangkan spiritualitas cinta kasih merupakan

nilai utama yang dipahami dan dihayati oleh para suster PMY.

Subyek penelitian adalah para suster yunior PMY. Mereka merupakan

generasi penerus, dan pewaris spiritualitas PMY. Selain itu, para suster yunior

berada pada masa yang penting untuk pembentukan kepribadian sebagai seorang

religius. Masa yuniorat adalah saat prinsip-prinsip yang telah diletakkan pada

masa novisiat diinternalisasikan dalam hidup, dan dilaksanakan dalam karya

mereka. Karenanya, selain menggali makna spiritualitas cinta kasih, peneliti juga

(22)

semakin menginternalisasi nilai-nilai cinta kasih dalam panggilan hidup membiara

mereka.

B. Rumusan Masalah

Untuk menelaah topik di atas, penulis akan merumuskan 3 permasalahan

pokok yang akan dijawab dalam penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimana para suster yunior Kongregasi Suster Cinta Kasih Putri Maria

dan Yosef memaknai spiritualitas cinta kasih dalam panggilan hidup

membiara?

2. Mengapa para suster yunior Kongregasi Suster Cinta Kasih Putri Maria

dan Yosef harus memaknai panggilan hidup membiara dalam spiritualitas

cinta kasih ?

3. Kesulitan, hambatan, tantangan apa saja yang ditemui para suster yunior

Kongregasi Suster Cinta Kasih Putri Maria dan Yosef dalam memaknai

spiritualitas cinta kasih ?

Mengingat empat dari enam suster yunior PMY (67%) menghayati

spiritualitas cinta kasih di tengah karya dan hanya dua suster (33%) yang sedang

menjalani tugas studi, pertanyaan-pertanyaan dalam rumusan masalah dan

(23)

spiritualitas cinta kasih. Dari rumusan penghayatan itu, peneliti mencoba

menganalisa kedalaman pemahaman mereka terhadap spiritualitas cinta kasih.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menggali makna spiritualitas cinta kasih dalam

diri para suster yunior Kongregasi Suster Cinta Kasih Putri Maria dan Yosef

(PMY) dan mencari cara alternatif yang efektif untuk mengembangkan

pemahaman dan penghayatan mereka terhadap spiritualitas cinta kasih di

tengah tantangan kehidupan mereka sehari-hari.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini bermanfaat untuk menggali makna spiritualitas cinta

kasih dalam kaitannya dengan pelayanan para suster Cinta Kasih Putri

Maria dan Yosef. Manfaat untuk Program Studi Bimbingan dan Konseling

yaitu mencari cara alternatif konseling yang efektif yang membantu

(24)

2. Manfaat praktis

a. Bagi kongregasi suster cinta kasih Putri Maria dan Yosef

Hasil penelitian ini berguna sebagai penggalian kembali warisan

dan kekayaan bapa pendiri kongregasi untuk pengembangan terus

menerus spiritualitas kongregasi.

b. Bagi para suster cinta kasih Putri Maria dan Yosef

Para suster semakin memahami dan menghayati spiritualitas cinta

kasih dalam meneguhkan panggilan hidup membiara, dan menjadikan

para suster terfokus pada nilai-nilai atau semangat batin spiritualitas

cinta kasih dalam perilaku kehidupan keseharian mereka.

c. Bagi tim formasio (pembinaan)

Hasil penelitian ini berguna untuk mengenali pemahaman dan

penghayatan spiritualitas cinta kasih para suster yunior, agar

pendampingan secara berangsur-angsur membentuk mereka menjadi

suster cinta kasih yang baik, yang hidup sesuai dengan spiritualitas

cinta kasih Kongregasi Suster Cinta Kasih Putri Maria dan Yosef.

d. Bagi peneliti

Peneliti dapat mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama

perkuliahan di Program Studi Bimbingan dan Konseling dan menggali

lebih dalam semangat yang telah diwariskan oleh bapa pendiri

(25)

E.Batasan Istilah

1. Spiritualitas Cinta Kasih Kongregasi Suster Cinta Kasih Putri Maria dan

Yosef adalah kekhasan atau inti panggilan membiara para suster Cinta

Kasih Putri Maria dan Yosef (PMY) yang mengalir dari hati yang hangat,

mendorong dinamika hidup yang diungkapkan dalam doa dan diwujudkan

dalam pelayanan dan kesaksian hidup.

2. Panggilan hidup membiara adalah panggilan untuk hidup sebagai religius

yang merupakan anugerah khusus dari rahmat Allah, yang berakar dalam

rahmat pembaptisan. Sebagai jawaban atas panggilan Allah, suster-suster

cinta kasih mengabdikan diri di dalam Gereja Yesus Kristus dalam suatu

cara yang khusus, bagi sesama yang membutuhkan terutama orang-orang

yang lanjut usia, anak-anak yang cacat dan berkebutuhan khusus, dan yang

lemah dalam masyarakat (Konst. PMY no. 3 dan 8)

3. Makna (kebermaknaan) adalah pemahaman dan penghayatan terhadap

nilai, yang dirasakan penting, benar, berharga, dan didambakan serta

memberikan nilai khusus bagi seseorang dan layak dijadikan tujuan hidup.

Manusia selalu mendambakan hidupnya bermakna, karena kebermaknaan

hidup merupakan motivasi utama manusia guna meraih taraf kehidupan

yang didambakan dan mereka yang berhasil menemukan serta

(26)

4. St. Yohanes Pengarang Injil adalah murid dan sahabat karib Tuhan Yesus.

Dialah yang pada perjamuan terakhir bersandar di dada Yesus.

Kepadanya, Yesus memercayakan ibunya ketika Ia tergantung di kayu

salib. Dia menjadi saksi kematian Yesus dan pada hari Paskah berlari

mendahului Petrus ke makam Yesus yang bangkit. St. Yohanes sering

disebut sebagai rasul cinta kasih, karena di dalam tulisan-tulisannya dia

banyak mengisahkan karya cinta kasih Allah melalui Yesus Kristus

5. Suster yunior Kongregasi Suster Cinta Kasih Putri Maria dan Yosef adalah

suster yang telah mengucapkan kaul pertama dalam kongregasi dengan

kaul yang sifatnya sementara, yang akan diperbaharui setiap satu tahun

sekali hingga tahun ke-5.

Adapun indikator yang dijadikan tolok ukur dari pemaknaan spiritualitas

cinta kasih dalam penelitian ini antara lain :

1. Pemahaman terhadap spiritualitas cinta kasih.

2. Penghayatan spiritualitas cinta kasih yang terungkap dalam berbagai

bentuk kegiatan rohani, seperti doa bersama (Konst. PMY no. 31), doa

pribadi (Konst. PMY no. 30), meditasi (Konst. PMY no.33), mengikuti

perayaan ekaristi (Konst. PMY no. 31), membaca Kitab Suci dan bacaan

(27)

38 -39), doa devosional (Konst. PMY no. 41), retret (Konst. PMY no. 43)

dan merayakan hari-hari besar para pelindung kongregasi (Konst. PMY

no. 44-45).

3. Penghayatan spiritualitas cinta kasih yang terwujud dalam pelayanan dan

kesaksian hidup yang sederhana dan penuh cinta dalam pengajaran dan

pendidikan bagi yang cacat fisik dan mental, orang-orang lanjut usia, yang

lemah dalam masyarakat (Konst. PMY no. 1, 7, 8 dan 9), dan sikap

(28)

KAJIAN TEORITIS

Dalam bab ini dibahas landasan teori yang berkaitan dengan masalah

penelitian. Topik-topik dalam bab ini adalah makna hidup, pengertian cinta kasih

dan memaknai cinta kasih dalam panggilan hidup membiara. Spiritualitas cinta

kasih yang menjadi nilai tertinggi kehidupan para suster PMY bersumber dari

pengajaran Santo Yohanes Rasul yang dijadikan inspirasi bagi bapa pendiri dan

penulisan konstitusi kongregasi PMY. Namun uraian bab ini akan diwarnai

dengan beberapa pemikiran Victor Frankl, A. Maslow, Erich Fromm dan Rollo

May mengenai kebermaknaan hidup dan pengertian cinta kasih. Uraian ini

diharapkan membantu untuk membahasakan makna spiritualitas cinta kasih dalam

kongregasi PMY secara lebih sederhana.

A.Makna Hidup

1. Kebermaknaan hidup menurut Victor Frankl

Victor Frankl (Bastaman, 2007) menuliskan bahwa hidup memiliki

makna atau arti. Makna hidup tidak hanya terdapat dalam situasi

kebahagiaan tetapi juga terdapat dalam situasi penderitaan dan kepedihan.

Makna (kebermaknaan) adalah sesuatu yang dirasakan penting, benar,

berharga, dan didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang

(29)

sungguh-sungguh bersifat khas dan unik bagi manusia yang berbeda dari

momen yang satu ke momen berikutnya.

Manusia selalu mendambakan hidupnya bermakna, karena

kebermaknaan hidup merupakan motivasi utama manusia guna meraih taraf

kehidupan yang didambakan dan mereka yang berhasil menemukan serta

mengembangkannya akan mengalami kebahagiaan (happiness). Lebih lanjut

Frankl (Bastaman, 2007:45) menuliskan bahwa setiap manusia memiliki

kebebasan yang hampir tidak terbatas untuk menemukan makna hidupnya.

Makna hidup dapat ditemukan dalam pekerjaan atau pelayanan yang

dilakukan, dalam keyakinan terhadap harapan, dan kebenaran serta

penghayatan atas keindahan, iman, dan cinta kasih. Makna hidup juga ada

dalam kehidupan itu sendiri, dalam setiap keadaan yang menyenangkan atau

tidak menyenangkan, dalam keadaan bahagia atau sedih, dalam penderitaan

atau sukacita. Ungkapan “Hikmah dalam Musibah” atau “Blessing in

Disguise” hendak menunjukkan bahwa dalam penderitaan terberat sekalipun

tetap tersembunyi makna hidup yang mesti ditemukan (Bastaman, 2007:46).

Frankl menuliskan (Bastaman, 2007:46) bila hasrat itu dapat dipenuhi,

maka kehidupan yang dirasakan berguna, bermakna (meaningful) akan

dirasakan, tetapi berbanding terbalik jika hasrat itu tidak terpenuhi maka

akan menyebabkan kehidupan dirasakan tidak bermakna (meaningless).

(30)

penuh semangat dan gairah hidup serta jauh dari perasaan hampa dalam

menjalani kehidupan sehari-hari. Mereka memiliki tujuan hidup jangka

pendek, menengah maupun panjang yang jelas. Dengan demikian,

kegiatan-kegiatan mereka pun menjadi lebih terarah dan dapat dirasakan

kemajuan-kemajuan yang didapatkan. Seseorang yang menghayati hidup bermakna

mampu pula menemukan aneka ragam pengalaman baru dan hal-hal yang

menarik yang akan menambah kekayaan kehidupan mereka. Selain itu

mereka juga mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan di sekitarnya.

Kalaupun pada suatu saat terdapat situasi yang tidak menyenangkan atau

berhadapan dengan penderitaan, orang yang menghayati hidup bermakna

akan menghadapinya dengan tabah, dan sadar bahwa senantiasa ada hikmah

yang tersembunyi di balik penderitaannya.

Kemampuan untuk menentukan tujuan-tujuan pribadi dan menemukan

makna hidup merupakan hal yang sangat berharga dan tinggi nilainya. Hal

ini menantang seseorang untuk mencapainya secara bertanggung jawab.

Kemampuan mencintai dan menerima cinta kasih orang lain, serta

menyadari cinta kasih merupakan salah satu hal yang menjadikan hidup ini

bermakna.

Frankl (Bastaman, 2007:47) mendeskripsikan bahwa dalam kehidupan

ini terdapat tiga bidang kegiatan yang secara potensial mengandung

(31)

apabila nilai-nilai itu diterapkan dan dipenuhi. Ketiga nilai (values) ini

adalah creative values, experiential values, dan attitudinal values. Creative

values atau nilai- nilai daya cipta adalah kegiatan berkarya, bekerja,

mencipta serta melaksanakan tugas dan kewajiban sebaik-baiknya dengan

penuh tanggung jawab. Makna diberikan kepada kehidupan melalui

tindakan yang menciptakan suatu hasil yang kelihatan atau suatu ide yang

tidak kelihatan atau dengan melayani orang-orang lain yang merupakan

suatu ungkapan individu (Duane Schultz, 2008:155). Tekun dalam suatu

pekerjaan dan terus menerus meningkatkan keterlibatan pribadi terhadap

tugas serta berusaha mengerjakannya dengan sebaik-baiknya adalah salah

satu contoh dari kegiatan berkarya. Sementara experiential values atau

nilai-nilai pengalaman adalah keyakinan dan penghayatan akan nilai-nilai-nilai-nilai

kebenaran, kebaikan, keindahan, keimanan, serta cinta kasih (Bastaman,

2007:48). Nilai-nilai pengalaman menyangkut penerimaan dari dunia.

Artinya bahwa setiap individu dapat memenuhi makna kehidupan dengan

mengalami beberapa segi kehidupan secara intensif, walaupun individu

tersebut tidak melakukan suatu tindakan yang positif (Duane Schultz,

2008:155). Misalnya, seorang pecinta musik yang memperhatikan

pertunjukkan orkestra yang disukainya. Pada saat itu, orang itu sungguh

hanyut dalam pengalaman keindahan alunan musik. Orang tersebut

(32)

puncak (the peak experience). Frankl mengemukakan bahwa satu momen

puncak dari nilai pengalaman dapat mengisi seluruh kehidupan seseorang

dengan makna (Duane Schultz, 2008:156).

Nilai-nilai kreatif dan nilai-nilai pengalaman berbicara tentang

pengalaman manusia yang kaya, penuh, dan positif, yaitu suatu kepenuhan

hidup dengan menciptakan atau mengalami. Tetapi, ada kekuatan-kekuatan

dan peristiwa-peristiwa di luar kendali manusia yang memaksa kehidupan

manusia pun menemukan makna. Di sinilah nilai ke-tiga, attitudinal values

atau nilai-nilai sikap mulai berperan. Nilai-nilai sikap adalah kemampuan

untuk menerima dengan penuh ketabahan, kesabaran, dan keberanian segala

bentuk penderitaan yang tidak mungkin terelakkan lagi, misalnya

pengalaman sakit atau kematian (Bastaman, 2007:49). Pengalaman buruk

yang menimbulkan keputusasaan dan tampaknya tidak memiliki harapan,

dilihat Frankl sebagai situasi yang memberikan manusia kesempatan untuk

menemukan makna dan situasi itu juga sangat menuntut agar makna

ditemukan (Duane Schultz, 2008:156).

Dengan memasukkan nilai-nilai sikap sebagai cara memberi makna

bagi kehidupan, Frankl memberi sebuah harapan bahwa kehidupan manusia,

dalam keadaan buruk, dapat bercirikan makna. Kehidupan manusia

(33)

manusia diwajibkan untuk menyadari dan bertanggung jawab akan makna

hidupnya (Duane Schultz, 2008:157).

Makna hidup menurut Frankl (Bastaman, 2007:51) memiliki beberapa sifat

khusus yaitu :

a. Makna hidup bersifat unik, pribadi, dan temporer. Artinya, apa

yang dianggap berarti oleh seseorang belum tentu berarti untuk

orang lain serta mungkin pula berubah dari waktu ke waktu.

b. Makna hidup memberi pedoman dan arah terhadap

kegiatan-kegiatan kita sehingga makna hidup menantang dan memanggil

kita untuk melaksanakan dan memenuhinya, serta

kegiatan-kegiatan kita pun menjadi terarah kepada kepenuhan itu.

2. Kebermaknaan hidup menurut Konstitusi Kongregasi Suster Cinta

Kasih Putri Maria dan Yosef

Konstitusi kongregasi PMY tidak secara eksplisit menuliskan

kebermaknaan hidup. Peneliti mencoba menggali dari riwayat hidup Rm.

Heeren sebagai pendiri kongregasi Cinta Kasih Putri Maria dan Yosef, dan

maksud dibalik tulisan-tulisan yang termuat dalam konstitusi.

Konstitusi PMY dapat dianalogikan sebagai air sumber hidup yang

(34)

makna dan tujuan yang jelas bagi para suster PMY. Visi mempunyai dasar

yang benar yang datang dari firman Allah.

Pada pembahasan mengenai makna hidup ini, peneliti akan memfokuskan

pada konstitusi PMY no. 1 – 8, karena nomor-nomor itu memuat dasar dan

tujuan kongregasi.

Konstitusi PMY no.1 berbunyi :

Kongregasi “Suster-suster Cinta Kasih Putri Maria dan Yosef” yang didirikan di kota s’Hertogenbosch adalah kongregasi kepausan. Kita dibangun sebagai persekutuan religius dan tahu bahwa kita telah dipanggil untuk menyediakan diri dalam suatu cara yang khusus, bagi sesama yang membutuhkan, terutama orang-orang yang lanjut usia, anak-anak yang cacat, dan yang lemah dalam masyarakat. Dasar dan inspirasinya kita dapatkan dalam Kabar Gembira Yesus Kristus. Kita menganggap Injil sebagai pedoman hidup kita yang utama.

Konstitusi PMY no.1 menyampaikan bahwa hidup bergerak dari

gambaran universal, atau nilai-nilai universal. Ini berarti bahwa para suster

PMY harus mampu menerjemahkan dan memaknai nilai-nilai universal,

misalnya nilai cinta kasih dalam kesaksian hidup mereka sehari-hari. Dalam

nomor ini dimaksudkan juga bahwa para suster PMY hidup dalam

persekutuan religius yang sama-sama memiliki ikatan dengan Allah. Ikatan

yang mengatasi ikatan darah dan daging. “…,dipanggil untuk menyediakan

diri dalam suatu cara yang khusus”, berarti para suster PMY mampu

(35)

yang membutuhkan: orang lanjut usia, anak-anak yang cacat dan lemah

dalam masyarakat.

Pada saat pendirian kongregasi, pendiri memberikan nama kepada

kongregasi “Suster-suster Cinta Kasih Putri Maria dan Yosef” (Konst. PMY

no. 2). Nama ini menunjukkan kualitas yang ingin dibangun, kenyataan

yang dialami dan identitas diri dihadapan hidup dan Allah. Pendiri

mengharapkan bahwa para suster PMY memaknai terus menerus cinta kasih

dengan nama Putri Maria dan Yosef.

Harapan Rm.Heeren sebagai pendiri kongregasi terlahir dari

pengalaman saat beliau berjumpa dengan banyak orang miskin pada waktu

beliau pergi melalui perkampungan dan lorong-lorong kota yang kotor dan

kumuh. Banyak anak terlantar dan orang tua miskin berkeliaran di kota,

sebagai korban peperangan revolusi Perancis. Melihat kenyataan itu,

Rm.Heeren tergerak secara mendalam oleh belaskasih dan beliau berusaha

memberikan pertolongan (Konst. PMY hal. 8).

Rm.Heeren menganggap cinta kasih Yesus yang memiliki hati seluas

samudera menjadi spiritualitas kongregasi yang didirikan (Konst. PMY no.

6). Hati adalah tempat Allah menanam hukum kehidupan, hukum kasih dan

tempat untuk membangun kearifan hidup. Hati yang dipenuhi oleh hukum

kasih akan selalu bergerak keluar dan mendorong untuk bertindak

berdasarkan hukum kehidupan, yaitu memperhatikan orang yang lemah,

(36)

berarti bertindak berdasarkan gerak hati yang terus menerus ditandai oleh

kebersatuan dengan Tuhan. Karenanya di dalam semangat kebersatuan hati

dengan hati Yesus, dan menurut petunjuk-petunjuk pendiri, para suster

PMY menghayati terus menerus cinta kasih Allah dan tetap mengakui Yesus

Kristus sebagai satu-satunya dasar (Konst. PMY no. 7). Penghayatan itu

diwujudkan dalam kesaksian hidup dan karya-karya kongregasi yaitu

mendampingi para lansia, pendidikan untuk anak-anak berkebutuhan

khusus, anak-anak cacat, dan yang lemah dalam masyarakat (Konst. PMY

no 1 dan 8).

Jadi hidup bermakna menurut konstitusi adalah kemampuan

menerjemahkan dan memaknai nilai-nilai universal, misalnya nilai cinta

kasih dalam kesaksian hidup sehari-hari. Hal ini tidak jauh berbeda dengan pandangan Frankl yang mengatakan bahwamakna adalah pemahaman dan

penghayatan terhadap nilai, yang dirasakan penting, benar, berharga, dan

didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang dan layak

dijadikan tujuan hidup.

B.Pengertian Cinta Kasih

1. Cinta kasih menurut pandangan beberapa tokoh humanistik

a. Abraham Maslow

Cinta (kasih) menurut Abraham Maslow merupakan kebutuhan

manusia yang berada di urutan ketiga dalam piramida kebutuhan dasar

(37)

Carl Rogers) dengan “keadaan dimengerti secara mendalam dan diterima

dengan sepenuh hati”. Maslow (Howard S. Friedman dan Miriam W.

Schustack, 2008) mendeskripsikan dua tipe cinta, being love (disebut

B-love) dan deficiency love (disebut D-love). Orang bertipe D-love bersifat

memikirkan diri sendiri dan tergantung, sementara orang bertipe B-love

lebih teraktualisasi diri dan membantu orang lain untuk mencapai

aktualisasi diri.

b. Erich Fromm

Erich Fromm (Gregory Feist, 2008:168-169) mendeskripsikan

bahwa manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan. Komponen positif dari

kebutuhan keterhubungan adalah cinta; dan hanya cinta yang dapat

menghasilkan kepenuhan autentik. Fromm mengkombinasikan perspektif

humanistik (eksistensial) dan psikoanalitik dalam teorinya tentang cinta.

Fromm tidak mendeskripsikan cinta semata-mata dalam pengertian erotis

(Duane Schultz, 1991:67), tetapi melihat cinta sebagai sebuah

karakteristik yang unik yang memanusiakan pria dan wanita, hasil positif

dari perjuangan individu untuk bergabung dengan individu lain, dan

suatu kecenderungan untuk mencapai keharmonisan.

Fromm (Gregory Feist, 2008:169) mendeskripsikan bahwa cinta

(38)

perkembangan orang lain, dan memiliki pengetahuan akan partnernya.

Dalam cinta yang produktif, diri orang yang mencintai tidak terserap atau

hilang dalam cinta terhadap orang lain. Diri dalam cinta yang produktif

tidak berkurang tetapi diperluas, dibiarkan terbuka seluasnya (Duane

Schultz, 1991:72).

c. Rollo May

Rollo May (Gregory Feist, 2008:307) menjelaskan cinta sebagai

kesenangan terhadap kehadiran orang lain karena memiliki penilaian dan

cara pandang yang sama. May mengidentifikasikan empat jenis cinta di

dalam tradisi Barat yaitu seks, eros, filia dan agape.

1) Seks

Seks adalah fungsi biologis yang dapat dipuaskan lewat hubungan

kelamin atau peredaan tegangan seksual. May menunjukkan bahwa

masyarakat beranjak dari periode dimana melakukan hubungan seks

dipenuhi oleh rasa bersalah dan kecemasan menuju periode dimana

melakukan hubungan seks tidak mendatangkan rasa bersalah dan

kecemasan.

2) Eros

Eros adalah hasrat psikologis yang mencari prokreasi atau kreasi

(39)

dibangun di atas perhatian dan kelembutan. Eros menjadi syarat

untuk membangun sebuah penyatuan kekal dengan pribadi lain.

3) Filia

Filia adalah persahabatan intim nonseksual di antara dua pribadi.

Filia memerlukan waktu untuk tumbuh, berkembang dan

menancapkan akar-akarnya. May (Gregory Feist, 2008:308)

menuliskan bahwa filia tidak mensyaratkan seseorang melakukan

apapun bagi yang dicintai kecuali diri pribadi yang dicintai, bersama

pribadi tersebut, dan menikmati pribadi tersebut.

4) Agape

May mendefinisikan agape sebagai rasa menghargai pribadi lain,

kepedulian bagi kesejahteraan mereka, sebuah cinta tanpa syarat

yang mirip kasih Tuhan bagi manusia. Agape adalah cinta yang

altruistik, sejenis cinta spiritual yang mengandung artian dia tidak

menuntut apa pun dan tidak bersyarat (Gregory Feist, 2008:308).

2. Cinta kasih dalam pandangan St.Yohanes Rasul

Untuk memaparkan cinta kasih dalam pandangan St. Yohanes, peneliti

menggunakan sumber dari dua buku karangan Jean Vanier dan Hadiwiyata.

Santo Yohanes Rasul terkenal sebagai rasul cinta kasih, karena dalam Injil

(40)

spiritualitas. Yohanes mengajak setiap orang merasakan keindahan kasih

yang ditawarkan oleh Yesus. Yesus menyatakan kepada setiap orang – baik

orang Yahudi, orang Samaria, maupun orang asing – betapa indah dan

bernilai setiap orang, dan betapa setiap orang dicintai oleh Allah (Vanier,

2009:25).

Di dalam perjamuan malam terakhir, Yesus memberi perintah kepada

para murid agar mereka saling membasuh kaki karena Yesus yang adalah

Guru dan Tuhan telah lebih dahulu membasuh kaki mereka. Yesus memberi

perintah agar para murid saling mengasihi karena Yesus telah terlebih

dahulu mengasihi mereka. Kasih Yesuslah yang membuat para murid

mampu mengasihi orang lain. Hanya kalau para murid saling mengasihi,

orang akan tahu bahwa mereka adalah murid Yesus. Dengan demikian,

sudah dua hal diperintahkan oleh Yesus dalam perjamuan malam ini:

pelayanan dan kasih (Yoh 13: 34 -35).

Dalam penelitian ini, peneliti akan memfokuskan penelitian pada bab

15 dari Injil Yohanes yang secara khas menjadi dasar spiritualitas cinta

kasih Kongregasi Suster Cintakasih Putri Maria dan Yosef. Dalam bab ini,

Yesus berbicara mengenai pokok anggur yang benar. Fungsi ajaran tentang

pokok anggur ini adalah untuk menjelaskan tema penting yang disampaikan

oleh Yesus, yaitu kesatuan yang harus dibangun antara Yesus dan

(41)

mereka. Kesatuan itu dijamin dengan kehadiran Roh Kudus yang akan

diutus oleh Bapa dalam nama Yesus. Kesatuan itu digambarkan oleh Yesus

sebagai kesatuan antara pokok anggur dan ranting-rantingnya. Sebagaimana

ranting tidak dapat hidup terpisah dari pokoknya, demikian juga para murid

tidak bisa hidup kalau mereka terpisah dari Yesus.

Yesus tidak hanya menyebut kesatuan yang mesti dibangun antara Dia

dan murid-murid-Nya. Kesatuan antara Yesus dan para murid ada di dalam

kesatuan antara Yesus dengan Bapa sebagai pengusaha pokok anggur itu.

Dengan demikian, kesatuan pokok anggur dan ranting-ranting itu

memperlihatkan kesatuan antara Allah dan para murid. Pun kesatuan para

murid dengan Allah terbangun di dalam Yesus.

Peran aktif dilaksanakan oleh Bapa yang menjadi pengusaha kebun

anggur. Ia akan memotong setiap ranting yang tidak berbuah dan akan

membersihkan setiap ranting yang berbuah agar ia berbuah lebih banyak

lagi. Pernyataan ini memperlihatkan kenyataan bahwa ranting-ranting yang

menempel pada pokok anggur tidak semuanya menghasilkan buah.

Ranting-ranting seperti ini akan dipotong dan dibuang. Ada Ranting-ranting-Ranting-ranting lain yang

diperkirakan akan menghasilkan buah. Buah adalah kehidupan iman dan

kasih yang dituntut dari mereka yang bergabung dengan Kristus.

Orang-orang Kristen yang tidak berbuah adalah mereka yang iman dan kasihnya

(42)

kepada orang lain (Vanier, 2009:359). Namun, bukan hanya orang Kristen

yang memberikan hidup, bukan pula hanya Yesus, melainkan orang Kristen

dan Yesus, atau saling tinggal. Pokok anggur sebagai metafor yang

menggambarkan saling tinggal ini juga menjelaskan hubungan Bapa dan

Putra sebagai model untuk mengungkapkan ciri dan kebesaran kasih Yesus

kepada para murid (Hadiwiyata, 2008:219).

Tinggal dalam Kristus dan menghasilkan buah, mengandaikan bahwa

sebagai orang kristen mencintai sesamanya dengan cinta kasih Yesus,

mengasihi orang lain seperti Yesus mengasihi mereka dan membantu

sesamanya untuk berkembang dalam kebenaran dan kasih (Vanier,

2009:369). Mengasihi berarti juga hidup dalam persekutuan dengan orang

lain, meneruskan kepada mereka hidup dan kasih Yesus; menyatakan

kepada sesamanya bahwa mereka dikasihi oleh Yesus (Vanier, 2009:369).

Jadi inti spiritualitas cinta kasih dalam pemikiran St. Yohanes adalah tinggal

dalam Kristus dan menghasilkan buah-buah cinta kasih yang dapat

membantu sesama berkembang dalam kebenaran dan kasih.

3. Cinta kasih menurut pendiri Kongregasi Suster Cinta Kasih Putri

Maria dan Yosef

Dalam kaitan dengan cinta kasih, Rm. Heeren sebagai pendiri

(43)

berbentuk surat yang bersifat khusus. Dari sekian banyak surat yang

dikirimkan kepada para Suster, sekitar 30 diantaranya masih disimpan.

Kebanyakan surat-surat itu ditulis dalam rentang tahun 1821-1830, saat

beliau bertugas menjadi pastor paroki di Oirschot. Pada penelitian ini,

peneliti lebih memfokuskan pada sebuah surat yang ditujukan pada Sr. Anna

Catharina van Hees sebagai suster pertama, dan pemimpin para suster

Kongregasi PMY saat itu. Dari surat tersebut, peneliti akan menggali

kekayaan rohani dan spiritualitas yang diwariskan oleh Rm. Heeren.

Paduka ibu, bolehkah saya mengatakan kepada Anda lebih sedikit daripada yang saya katakan kepada suster-suster lain? Bukankah Anda adalah seorang ibu? Dan mungkinkah seorang ibu dapat menjadi ibu tanpa cinta kasih? Tidak, pasti tidak, sebab cinta kasih merupakan ciri hakiki seorang ibu. Oleh sebab itu saya harus dan boleh yakin, bahwa cinta kasih itu ada pada Anda juga. Maka saya percaya, bahwa Anda dengan pertolongan Tuhan dan perantaraan St. Vincentius, dapat memperoleh apa yang saya tak pantas peroleh atau tidak pantas peroleh. Anda seorang ibu, dan karena semangat cinta kasihmu, pada suatu ketika Anda akan melahirkan cinta kasih itu dalam hati anak-anakmu. Dengan semangat cinta kasih itu, Anda akan mengajar dan membina. Dengan cinta kasih itu, Anda akan mendahului dan menyemangati para sustermu,...

Dalam surat yang ditujukan kepada Sr. Anna Catharina van Hees ini,

Rm. Heeren menuliskan kata cinta kasih sebanyak 23 kali, sedangkan pada

tulisan yang sama dengan versi yang berbeda, lebih panjang dari yang

peneliti kutipkan di sini, kata cinta kasih dituliskan sebanyak 46 kali. Cinta

kasih menjadi dasar yang utama bagi para suster dalam memberikan

(44)

terlantar, orang tua yang sengsara dan menderita, penderita tunarungu, dan

para janda.

Rm. Heeren memandang dan mengalami bahwa banyak orang saat itu

mengalami situasi kelaparan cinta kasih. Peperangan hanya mewariskan

kematian fisik dan harapan, dan menebarkan budaya kematian. Rm. Heeren

yang dibantu oleh para perempuan saleh saat itu mencoba menawarkan dan

memberikan pelega rasa haus akan cinta kasih melalui bantuan-bantuan

sederhana yang beliau berikan kepada sesamanya.

Rm. Heeren mengaktualisasikan dirinya dengan mengabdikan diri,

dan mencintai dengan cara yang tidak hanya memikirkan dirinya sendiri.

Bahkan demi usaha yang beliau rintis, beliau berani melepaskan harta

kekayaan yang beliau dapatkan dari kedua orang tuanya untuk membeli

rumah yang berguna untuk pelayanan. Tidak hanya itu saja, beliau juga

membantu orang lain; dalam hal ini para perempuan yang membantu beliau

untuk mencapai aktualisasi diri mereka.

Ketika peperangan mewabah di daratan Eropa, masyarakat terpisah

dari keterhubungan antar saudara dan negara, mereka mengalami kesepian

dan ketidakberartian. Peneliti mencoba membayangkan, dalam situasi saat

itu, seorang istri akan kehilangan sang suami yang ikut dalam peperangan

dan seorang ibu harus kehilangan anaknya akibat peperangan. Seseorang

(45)

Mereka terpisah, tidak saling terhubung satu dengan yang lain.

Ketidakterhubungan inilah yang memunculkan kerinduan akan cinta kasih

yang mampu membuat mereka kembali memiliki harapan akan masa depan

mereka, menjadi buah perjuangan untuk bergabung secara damai dan

harmonis dengan individu lain.

Dari ulasan di atas, peneliti ingin menuliskan keterbatasan yang Rm.

Heeren alami saat itu. Ketika imam Katolik berhadapan dengan

aturan-aturan pemerintah Protestan yang keras dan situasi perang, Rm. Heeren

mampu menangkap kerinduan-kerinduan masyarakat saat itu. Beliau dan

para suster berkarya sekuat tenaga untuk menghubungkan para penderita

agar mereka memeroleh kedamaian. Dengan gerakan akar rumput, mereka

tetap dapat memberikan pelayanan yang semakin meluas dan menjangkau

banyak orang.

Rm. Heeren dalam keterbatasannya sebagai manusia, memberikan

penghargaan kepada pribadi yang lain, peduli dengan kesejahteraan

mereka, dan mencintai tanpa syarat atau tidak menuntut apapun yang mirip

dengan cinta Allah bagi manusia. Cinta inilah yang oleh Rollo May disebut

sebagai cinta Agape, cinta yang altruistik, cinta yang tidak menuntut apapun

dan tidak bersyarat.

(46)

mampu mewartakan Kabar Gembira kepada banyak orang, supaya dapat memenangkan mereka bagi Kristus dan mengajak mereka mengambil bagian dalam kehadiran Tuhan yang telah bangkit.” (Konstitusi PMY no.7)

Cinta kasih yang bersumber pada “tinggal dalam Kristus” diberi

penjelasan oleh Rm. Heeren bahwa para suster PMY harus terus

membagikan cinta kasih yang tulus, dan konkret kepada orang-orang yang

membutuhkan sehingga mereka merasakan sukacita kasih Kristus atas diri

mereka.

4. Cinta Kasih menurut Konstitusi Kongregasi Suster Cinta Kasih Putri

Maria dan Yosef

Dalam konstitusi kongregasi PMY termuat beberapa nomor yang

sangat menekankan cinta kasih. Konstitusi PMY nomor dua berbunyi,

“Pendiri memberikan nama kongregasi: Suster-suster Cinta Kasih Putri

Maria dan Yosef…” Seperti orang tua yang memiliki harapan saat

memberikan nama kepada anaknya, demikian pemberian nama oleh pendiri

dimaksudkan agar para suster PMY mampu mengungkapkan harapan hidup

yang memberi nama yaitu menghayati kasih dengan nama Putri-Putri Maria

dan Yosef. Cinta kasih yang dimaksudkan di sini adalah cinta kasih yang

terlahir dari kesatuan hubungan dengan Hati Kudus Yesus (Konst. PMY no.

(47)

sombong, tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan

diri sendiri, tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain, tidak

bersukacita karena ketidakadilan tetapi karena kebenaran, menutupi segala

sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu,dan tidak berkesudahan (bdk. 1

Kor 13, 4-7, Konst. PMY no. 20).

Konstitusi menggambarkan cinta kasih sebagai ungkapan kasih

sayang yang hangat sebagai wujud cinta Allah (bdk. Konst. PMY no. 9).

Selain itu cinta kasih pun digambarkan sebagai ungkapan atau jawaban para

suster atas panggilan Allah (Konst. PMY no. 3). Maksudnya, bahwa sejak

awal Allah telah menunjukkan kasih-Nya dan berharap bahwa para suster

yang terpanggil masuk dalam persekutuan Putri Maria dan Yosef

menyadari, menghayati dan menghidupi terus-menerus panggilan mereka

lewat karya-karya cinta kasih dan kesaksian hidup.

Dari pandangan beberapa tokoh humanistik, St. Yohanes Rasul,

pendiri kongregasi PMY dan konstitusi kongregasi PMY, peneliti

menyimpulkan bahwa cinta kasih adalah kasih sayang yang hangat

mengandung nilai kesabaran, kemurahan hati, dan kepedulian terhadap

sesama terutama yang miskin, yang dapat memanusiakan manusia pria dan

wanita. Cinta kasih mendorong para suster PMY untuk mengaktualisasikan

(48)

St. Yohanes Rasul memberikan tekanan bahwa cinta kasih berarti

mencintai orang lain dengan cinta Yesus, dalam kebersatuan dengan Bapa,

meneruskan kepada mereka hidup dan kasih Yesus, dan menyatakan kepada

mereka bahwa mereka dikasihi Yesus. Cinta kasih yang digambarkan oleh

St. Yohanes Rasul inilah yang diwujudnyatakan oleh Rm. Heeren. Dalam

situasi di jamannya, Rm. Heeren menyatakan kepada banyak orang miskin

cinta kasih Yesus yang indah. Cinta kasih yang terlahir dari kesatuan

hubungan dengan Yesus yang hangat inilah yang diharapkan dipahami dan

dihayati terus menerus oleh para suster PMY dalam karya-karya cinta kasih

dan kesaksian hidup di jaman ini.

C.Memaknai Cinta Kasih dalam Panggilan Hidup Membiara

Tom Jacobs (1987:17-18) menuliskan bahwa panggilan hidup membiara

adalah tanggapan manusia atas suara Allah yang telah menghubunginya secara

pribadi. Panggilan hidup membiara adalah hidup terpanggil melulu di mana

Yesus ada di pusat hati kita.

Konstitusi Kongregasi Suster-suster Cinta Kasih Putri Maria dan Yosef

mendefinisikan panggilan sebagai mengikuti Kristus dari dekat dengan hidup

menurut Injil-Nya (Konst. PMY no. 52). Mengikuti Yesus menuntut dari setiap

suster agar meneladan cara hidup-Nya yang cinta kepada Bapa, taat kepada

(49)

kepercayaan mengharap dari pada-Nya apa yang dibutuhkan untuk kehidupan

(Konst. PMY no. 53).

Panggilan untuk membiara merupakan anugerah khusus dari rahmat Allah,

yang berakar dalam rahmat pembaptisan. Melalui pembaptisan, Allah telah

mengangkat para suster menjadi anak-anak-Nya dalam Yesus Kristus dan

dikuatkan dalam Roh. Panggilan Allah ini berarti bahwa para suster mengambil

bagian dalam perutusan Kristus; dan sebagai jawaban atas panggilan Allah,

para suster sebagai suster-suster cinta kasih mengabdikan diri pula dalam

Gereja Yesus Kristus (Konst. PMY no. 3)

Panggilan hidup Allah bukan sapaan sesaat. Panggilan Allah mengarahkan

dan mengartikan hidup religius seluruhnya yang perlu dihayati dalam seluruh

aspek kehidupan. Ini berarti perlu melihat Allah dalam segala hal, dalam

pengalaman yang kecil atau pengalaman besar. Sehingga kehadiran Allah

dalam hidup bukan kehadiran yang statis tetapi bersifat dinamis.

Panggilan hidup membiara akan mengubah seseorang secara radikal dan

tidak hanya keadaan-keadaan lahiriahnya, tetapi lubuk hati yang terdalam.

Panggilan hidup membiara akan mengubah seseorang menjadi pribadi yang

lain, yaitu pribadi demi Kerajaan Allah.

Sebagai komitmen dan pemberian diri total kepada Allah dan

rencana-rencana-Nya, maka dalam panggilan hidup membiara terdapat ungkapan

(50)

khusus, konstitusi Kongregasi PMY menuliskan bahwa kaul-kaul religius

adalah ungkapan kesediaan dari para suster untuk hidup sebagai perawan yang

membaktikan diri dan setia sepenuhnya kepada Kristus dan Gereja-Nya,

kesetiaan kepada tujuan persekutuan, setia terhadap satu dan yang lain (Konst.

PMY no. 55).

1. Kaul ketaatan

Dalam Dekrit Tentang Pembaharuan dan Penyesuaian Hidup Religius

(Perfectae Caritatis), kaul ketaatan dipandang sebagai persembahan bakti

kehendak para religius sepenuhnya bagaikan korban diri kepada Allah.

Dengan demikian mereka secara tetap dan terjamin dipersatukan dengan

kehendak penyelamatan Allah (PC art.14:14). Berkenaan dengan teladan

Yesus Kristus yang datang untuk melaksanakan kehendak Bapa, maka

religius pun dengan dorongan dari Roh Kudus, dalam iman mematuhi

pemimpin yang dipandang sebagai wakil Allah. Oleh karenanya, hendaknya

para anggota dengan rendah hati mematuhi para pemimpin mereka menurut

kaidah pedoman serta konstitusi mereka. Adapun para pemimpin, yang akan

memberi pertanggungjawaban atas jiwa-jiwa yang diserahkan kepada

mereka, hendaknya dalam menunaikan tugas membiarkan diri terus menerus

(51)

Kaul ketaatan menurut Konstitusi Kongregasi Suster-suster Cinta

Kasih Putri Maria dan Yosef berarti sikap hidup beriman yang terbuka

dengan penuh perhatian terhadap sabda Allah untuk melaksanakan

kehendak-Nya. Ketaatan untuk para suster PMY adalah suatu ketaatan Injili

seperti yang pernah dikatakan oleh Yesus: “Makanan-Ku adalah

melaksanakan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan

pekerjaan-Nya” (Yoh 4:34). Hal ini berarti para suster mesti membiarkan

dirinya terus menerus dibimbing oleh Roh Allah yang berbicara di dalam

hatinya, dan terus menerus siap untuk mendengarkan undangannya.

Roh Allah berbicara di dalam hati para suster dalam Kitab Suci, tradisi

Gereja dan Kongregasi, wewenang, suara hati, sesama, dan situasi di mana

para suster berada. Doa adalah kesempatan yang baik untuk mempelajari

ketaatan karena doa sungguh berhubungan dengan sikap hidup taat. Dalam

kaul ketaatan, para suster mewajibkan diri untuk menaati pemimpin sesuai

dengan konstitusi karena hanya pemimpin yang dapat memberikan perintah

resmi di atas kaul ketaatan (Konst. PMY no.65-66 dan no.69).

2. Kaul kemurnian

Kemurnian ‘demi Kerajaan Surga’ yang diucapkan oleh religius dan

biarawan maupun biarawati, harus dihargai sebagai kurnia rahmat yang

(52)

religius lebih berkobar-kobar cinta kasihnya kepada Allah dan semua orang

(PC art. 12:12). Ini berarti para religius wajib menghayati kaul mereka

dengan setia, percaya dan bertumpu pada bantuan Tuhan, tidak

mengandalkan kekuatan mereka sendiri, bermati raga dan mengendalikan

pancaindranya (PC art 12:12-13).

Secara khusus, konstitusi Kongregasi PMY memaknai kaul kemurnian

sebagai ungkapan penyerahan diri dari para suster kepada cinta Allah karena

Dia telah menyentuh para suster dengan api cinta-Nya dan telah

menghidupkan di dalam diri para suster kerinduan untuk sepenuhnya

menjadi milik-Nya (Konst. PMY no. 87). Rahmat ini membawa para suster

dalam hubungan yang murni dengan Yesus Kristus, dan di dalam Dia para

suster dibawa ke arah hubungan dengan ciptaan-Nya, dan terutama dengan

semua orang. Terpenting adalah melihat Tuhan di dalam diri orang miskin,

orang-orang yang kesepian, orang-orang yang putus asa, dan semua orang

yang melibatkan diri untuk perdamaian di antara manusia (Konst. PMY no.

90).

3. Kaul kemiskinan

Dalam konstitusi Kongregasi PMY dituliskan bahwa kaul kemiskinan

merupakan penghayatan pribadi untuk melepaskan hak mempergunakan dan

(53)

dari pesona hidup Yesus yang lepas bebas, yang menjiwai hidup-Nya. Yesus

hidup secara sederhana, Dia bergaul dengan yang miskin dan yang kaya, dan

mengetahui kekurangan maupun kesejahteraannya. Dia berbicara mengenai

nilai relatif harta-harta duniawi yang dapat sangat menguasai manusia

sehingga dapat menghalangi para suster untuk menerima kabar Gembira

Allah (Konst. PMY no. 72-73).

Karena itu para suster PMY mesti hidup dalam sikap batin yang lepas

bebas dan puas dengan apa yang ditawarkan kepada para suster dalam

bidang material. Lepas bebas dapat terwujud melalui sikap hidup sederhana

dalam cara hidup kita, misalnya dalam pengaturan rumah tangga, atau cara

mengisi waktu luang, atau cara berpakaian, atau sikap berbicara (Konst.

PMY no.76-78).

Di dalam semangat kesederhanaan dan cinta pada Allah, maka para

suster mengabdikan diri kepada sesama dengan tetap mengakui

petunjuk-petunjuk pendiri, yaitu mengakui Yesus Kristus sebagai dasar atau inti hidup

membiara. Karena dengan cara ini, para suster akan dapat mewartakan kabar

gembira kepada banyak orang, secara khusus kepada mereka yang cacat

fisik dan mental, orang-orang yang lanjut usia, dan orang-orang yang lemah

(54)

Penghayatan ketiga kaul para suster akan mencapai perkembangan dan

kepenuhan dalam hidup bersama atau hidup berkomunitas. Karena dengan

pembaktiannya, para suster tidak hanya menyerahkan diri kepada Allah dan

menjadi anggota kongregasi religius tetapi sekaligus menjadi anggota di dalam

komunitas. Dengan hidup di dalam komunitas yang selalu dipersatukan dalam

Sabda Allah dan Ekaristi, para suster menyambut misi khas bersama untuk

mengubah dunia dengan kerja sama atau pelayanan demi pewartaan karya

penyelamatan Kristus.

Secara khusus para suster PMY sebagai suster-suster cinta kasih, dipanggil

bersama untuk membentuk persekutuan pelayanan demi Kerajaan Allah. Di

dalam saling cinta dan kesetiakawanan sebagai orang beriman yang sedang

berziarah, para suster hendak membangun persekutuan di mana Roh Cinta

Allah diwujudkan sehingga kongregasi PMY menjadi tanda iman, harapan, dan

cinta di dunia ini (Konst. PMY no.11-12)

Membangun hidup bersama di tengah arus zaman ini tidaklah mudah.

Pembangunan hidup bersama menuntut kerendahan hati, keterbukaan, dan

kemauan untuk berjuang terus menerus, karena jika tidak, maka hidup bersama

akan dirongrong dengan pelbagai persoalan. Akibatnya hidup bersama menjadi

lesu, membosankan, mandul, dan kehilangan kekuatannya. Hal ini bila terjadi

(55)

D.Proses Pemaknaan Cinta Kasih dalam Hidup Membiara

Panggilan hidup membiara mengikuti pembinaan dan pembentukan dari

Allah yang menuntut kerjasama dan usaha dari pihak manusia. Dari pihak

manusia diperlukan kemauan untuk menjalani askese atau olah panggilan, olah

rohani, olah diri, olah batin, olah rasa, dan olah hidup. Pembinaan dan

pembentukan ini berlangsung selama bertahun-tahun melewati tahap-tahap

pembentukan, yaitu :

1. Tahap postulat sebagai tahap perkenalan

2. Tahap novisiat sebagai tahap pembentukan yang sebenarnya

3. Tahap kaul sementara (yunior)

4. Tahap pembentukan lanjut sesudah kaul kekal

Tahap-tahap pembentukan itu akan menunjukkan secara jelas bagaimana

seorang suster itu menjadi bagian dalam komunitasnya, berkembang ke arah

hidup berdasarkan Injil dan spiritualitas kongregasi. Tahap-tahap pembentukan

hidup membiara akan dijabarkan berikut ini :

1. Tahap Postulat

Tahap postulat adalah tahap perkenalan dengan kongregasi. Calon

diperkenalkan dengan kehidupan religius dan kongregasi mendapat

kesempatan untuk menguji kesungguhannya dalam panggilan. Bentuk

(56)

pada akhir masa yang telah ditentukan, calon boleh memasuki masa

novisiat.

2. Tahap Novisiat

Tahap novisiat dianalogikan sebagai tahap percobaan bagi calon suster

maupun bagi kongregasi. Dalam masa ini suster novis menjadi sadar

akan panggilannya untuk hidup dalam kongregasi dan mengalami

hidup berkomunitas berdasarkan Injil dan mulai mencicipi hidup

menurut nasihat-nasihat Injil (Konst. PMY no.101). Mereka juga

diperkenalkan sejarah, spiritualitas, dan karisma kongregasi.

3. Tahap Kaul Sementara (Yunior)

Tahap kaul sementara atau yunior diawali ketika seorang suster

novis yang telah menyelesaikan masa novisiatnya mengucapkan kaul

pertama. Dalam kaul yang dia ucapkan, novis ini menyanggupkan diri

untuk mengikuti nasihat-nasihat Injil menurut konstitusi kongregasi

untuk satu tahun. Masa kaul sementara berlangsung antara enam

sampai sembilan tahun. Dalam tahun-tahun kaul sementara para suster

yunior mendapatkan kesempatan untuk pendewasaan panggilan,

sehingga dia dapat menghayati hidup yang lebih mendalam dalam

kekhususan dan perutusan kongregasi. Di bawah ini peneliti akan

mendeskripsikan suster yunior kongregasi suster cinta kasih Putri

(57)

Suster yunior kongregasi suster cinta kasih Putri Maria dan

Yosef adalah suster yang telah mengucapkan kaul pertama dengan

kongregasi dengan kaul yang sifatnya sementara, yang akan

diperbaharui setiap satu tahun sekali hingga tahun ke-5. Para suster

yunior ini tidak diam di satu tempat, tetapi tersebar di pelbagai

komunitas, dengan lingkungan, perutusan, dan orientasi yang berbeda.

Ada yang saat ini studi di akademi, berkarya di sekolah, dan berkarya

di karya pemberdayaan petani. Namun mereka semua harus merasa

terlibat pada suatu misi bersama yaitu mendukung perutusan

kongregasi dan terlibat penuh dalam suka duka kongregasi. Usia

mereka berkisar antara 25–39 tahun. Usia ini termasuk dalam masa

dewasa awal.

Masa dewasa awal merupakan periode penyesuaian pola-pola

kehidupan dan harapan-harapan sosial baru. Orang dewasa muda

diharapkan memainkan peran baru, seperti peran sebagai seorang guru,

orang tua, atau peran sebagai suami/istri. Tugas-tugas perkembangan

masa dewasa awal dipusatkan pada harapan-harapan masyarakat dan

mencakup mendapatkan suatu pekerjaan, memilih teman hidup, belajar

hidup bersama, menerima tanggung jawab sebagai warga negara dan

bergabung dalam suatu kelompok sosial yang cocok (Hurlock,

(58)

Tujuan masa yuniorat pada dasarnya agar para suster yunior

mampu mengintegrasikan penghayatan spiritualitas kongregasi dan

ketiga kaul dalam hidup berkomunitas, doa, dan karya; sehingga

seluruh hidupnya disemangati dan diarahkan kepada Kristus. Mereka

mengalami perkembangan dalam kesadarannya sebagai religius, mulai

terbentuk pribadinya, dan menjadi mantap dalam kesaksian hidup dan

karyanya.

Selama masa novisiat mereka menerima prinsip-prinsip hidup

religius sebagai pendasaran hidup membiara; dilatih dalam doa, hidup

bersama, kaul, dan karya. Semasa masa yuniorat, prinsip-prinsip yang

telah diperolehnya itu mulai diterapkan pada hidup, dan dilaksanakan

dalam karya. Prinsip-prinsip itu mulai menjiwai hidup, bergerak

menjadi semangat, dan teraktualisasi dalam pertumbuhan pribadinya.

Doa tidak lagi hanya dinikmati dalam latihan pribadi tetapi harus

menjadi daya pendorong dalam seluruh hidupnya.

Tahun-tahun masa yuniorat memberikan kesempatan untuk

pendewasaan panggilan, sehingga ia dapat menghayati hidup yang

lebih mendalam, dalam kekhususan dan perutusan kongregasi.

Penyerahan yang lebih kuat kepada Kristus dialami dalam tahun-tahun

ini (Konst.PMY no. 110). Dengan uraian diatas maka bimbingan dan

(59)

Yunior tahun pertama harus dihantar dan didampingi melebihi

yunior tahun kedua, ketiga atau keempat. Hal ini dikarenakan mereka

baru saja keluar dari masa novisiat. Mereka masuk dalam hidup

komunitas dengan realita kerja yang rutin, menghadapi watak-watak

atau pribadi suster-suster yang bersamanya, mengatur sendiri jam

doanya. Yunior tahun pertama adalah masa internalisasi, masa untuk

memasukkan atau mencangkokkan spiritualitas kongregasi dalam

dirinya, pun dia mencangkokkan dirinya pada spiritualitas kongregasi.

Spiritualitas tidak lagi dibatasi sebagai kenikmatan rohani, tetapi harus

diwujudkan dalam membangun hubungan antar pribadi, dan bergerak

keluar menjadi kesaksian hidup dan karya.

Pada tahun-tahun setelah yunior tahun pertama, yunior harus

mencapai kedewasaan religius dan spiritual. Dewasa disini

mengandung arti bahwa yunior mencapai kesatuan dan keutuhan

pribadinya, keyakinan panggilan dan hidupnya semakin mantap

sehingga rasa senang atau tidak senang bukan lagi faktor penentu

dalam tindakannya. Yunior pun semakin tumbuh dan berkembang

menjadi manusia yang utuh, yang dapat berelasi dengan Tuhan dan

sesama secara harmonis agar dapat mewujudnyatakan misi Allah yang

(60)

F.Kesimpulan

Setelah mencermati berbagai uraian di atas, peneliti menemukan beberapa

hal pokok yang menjadi alat bantu untuk menggali makna spiritualitas dalam diri

para suster yunior PMY.

Pertama, berdasarkan pemikiran Frankl, penulis menemukan bahwa

makna adalah pemahaman dan penghayatan terhadap nilai-nilai. Kedua,

berdasarkan pemikiran tokoh-tokoh psikologi humanistik, St.Yohanes Rasul dan

bapa pendiri serta konstitusi, peneliti menemukan sebuah titik temu pemahaman

cinta kasih, yakni cinta kasih adalah kasih sayang yang hangat yang berasal dari

cinta Allah yang dapat memanusiakan manusia. Cinta kasih bergerak keluar, dan

mencari pemenuhan demi kesejahteraan orang-orang yang membutuhkan cinta

kasih yang terungkap dalam kegiatan-kegiatan rohani dan terwujud dalam

pelayanan dan kesaksian hidup. Ketiga, penulis menggunakan kerangka berpikir

Frankl yaitu creative values, experiential values, dan attitudinal values dengan

pengayakan dari pemikiran konstitusi untuk dijadikan kerangka pokok penggalian

data dari subjek penelitian. Peneliti melihat ketiga nilai Frankl memiliki titik

(61)

METODE PENELITIAN

Dalam bab ini dimuat beberapa hal yang berkaitan dengan metode

penelitian, antara lain pendekatan penelitian, tehnik pengumpulan data, instrumen

penelitian, lokasi penelitian, subyek penelitian, sumber data, dan tehnik analisis

data.

A. Pendekatan

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan

strategi studi kasus. Studi kasus adalah suatu metode ideal ketika peneliti

berhadapan dengan situasi yang membutuhkan pemahaman holistik, yang hanya

dapat dicapai lewat investigasi mendalam (Yin, 2009). Studi kasus adalah suatu

inkuiri empiris yang bercirikan: menyelidiki fenomena di dalam konteks

kehidupan nyata bila batas-batas antara fenomena dan konteks tak tampak dengan

tegas dan di mana multisumber bukti dimanfaatkan (Yin, 2009:18). Metode studi

kasus terfokus pada keinginan untuk mengetahui keragaman (diversity) dan

kekhususan (particularity) obyek studi (Bambang Mudjiyanto, tidak ada tahun).

B. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilaksanakan dengan menggunakan metode observasi,

dokumentasi dan wawancara mendalam. Burhan Bungin (2009:108) menjelaskan

(62)

pewawancara dengan informan, dengan atau menggunakan pedoman wawancara.

Yin (2009) menuliskan bahwa yang paling penting dalam wawancara studi

kasus adalah mewawancarai

Gambar

Tabel 1. Pertanyaan-pertanyaan observasi
Tabel 2. Pertanyaan-pertanyaan untuk wawancara mendalam
Tabel 3. Masukan-masukan

Referensi

Dokumen terkait

Dengan switching yang terpusat, pelanggan hanya memerlukan satu saluran untuk menghubungkannya dengan sistem penyambungan, sehingga total saluran yang diperlukan sama

Nilai kegunaan dari taraf-taraf untuk masing-masing atribut, dengan NKT yang terbesar diantara taraf-tarafnya dimiliki oleh bidang pekerjaan profesional, memiliki

[r]

Desain halaman Materi utama pada pengembangan media interaktif dirancang berisikan logo, identitas pengembang, tombol navigasi Home, tombol navigasi Lanjut, tombol

Kapiler dapat dikelompokkan dalam 3 jenis menurut struktur dinding sel endotel: (1) Kapiler kontinu yang memiliki susunan sel endotel rapat; (2) Kapiler fenestrata atau

(5) RKA-SKPD yang telah disempurnakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dihimpun oleh PPKD dan selanjutnya disampaikan oleh Bupati kepada DPRD untuk

Dalam hal pembelian Unit Penyertaan PREMIER CAMPURAN FLEKSIBEL dilakukan oleh Pemegang Unit Penyertaan secara berkala sesuai dengan ketentuan nomor 14.6 Prospektus

Dalam penulisan ini, penulis mengumpulkan data langsung dengan mengadakan wawancara, observasi dan dokumentasi. Adapun data yang dikumpulkan adalah yang berhubungan