• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Pengertian Sistem

Sistem merupakan kumpulan elemen yang saling berhubungan dan membentuk suatu kesatuan yang terpadu serta bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan. Menurut Azhar Susanto (2004) sistem merupakan kumpulan atau group dari sub sistem/bagian/komponen apapun baik fisik ataupun non fisik yang saling berhubungan satu sama lain dan bekerja secara harmonis untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Target dan sasaran akhir yang ingin dicapai oleh suatu sistem adalah tujuan dari sistem itu sendiri. Maka dari itu, target dan sasaran akhir tersebut harus diketahui kriterianya terlebih dulu agar dapat tercapai dan mencapai tujuan yang ditentukan. Disamping itu, penentuan kriteria pun dapat dijadikan sebagai tolak ukur atau alat ukur untuk menilai keberhasilan suatu sistem lalu dibuat menjadi dasar untuk melakukan pengendalian.

               

(2)

2.2.

Sistem Pengendalian Intern

2.2.1.

Pengertian Sistem Pengendalian Intern

Pengendalian merupakan suatu konsep yang meliputi metode, kebijakan dan prosedur dalam suatu organisasi yang menjamin keamanan atas harta kekayaan, akurasi dan kelayakan data yang dimiliki organisasi. Dalam arti luas pengendalian Intern dapat dibagi menjadi pengendalian administratif dan pengendalian akuntansi. Pengendalian administratif meliputi rencana kerja organisasi dan prosedur-prosedur yang berhubungan dengan efisiensi usaha dan ketaatan terhadap kebijakan, sedangkan kebijakan akuntansi meliputi rencana kerja dan pengamanan harta milik organisasi serta adanya laporan keuangan yang dapat dipercaya. Merupakan tanggung jawab manajemen untuk melaksanakan pengendalian atas sistem operasi dan sistem informasi. Alasan utama untuk melaksanakan pengendalian ini adalah : Pertama, memberikan jaminan yang layak bahwa tujuan masing-masing sistem dapat dicapai. Kedua, mengurangi risiko perusahaan mengalami gangguan, bahaya dan kerugian (termasuk kerugian karena penggelapan (fraud) dan perbuatan tidak sengaja. Ketiga pengendalian memberikan jaminana yang layak bahwa kewajiban-kewajiban hukum bias dipatuhi.

Pada pemerintah Kota Bandung meskipun memiliki cakupan yang tidak sebesar pemerintah pusat atau pemerintah daerah lainnya tetapi tetap memerlukan adanya perlindungan dan pengawasan yang memadai untuk mengurangi terjadinya penyelewengan baik yang bersifat administratif atau pun fisik.

               

(3)

Selain itu, definisi pengendalian Intern menurut Committee Of Sponsoring

Of Treadway Commission (COSO) yang dikutip dalam buku Accounting

Information Sistems yang dibuat oleh Marshall B. Romney dan Paul John S. (2004:230) adalah:

“suatu proses yang diimplementasikan oleh dewan komisaris, pihak manajemen, dan mereka yang berada di bawah arahan keduanya, untuk memberikan jaminan yang wajar bahwa tujuan pengendalian dicapai dengan pertimbangan hal-hal berikut:

1. Efektivitas dan efisiensi operasional organisasi 2. Keandalan pelaporan keuangan

3. Kesesuaian dengan hukum dan peraturan yang berlaku”

Sedangkan dalam PP 60/2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, Sistem Pengendalian Intern adalah

“Proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan asset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.”

Berdasarkan pengertian pengendalian Intern yang diungkapkan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa pengendalian Intern adalah suatu sistem yang terdiri dari beberapa unsur yaitu orang, struktur, metode, dan proses yang saling berkaitan dan bekerjasama disesuaikan dengan ukuran-ukuran yang ditetapkan organisasi untuk mencapai tujuan sistem operasi maupun tujuan sistem informasi.

2.2.2.

Tujuan Sistem Pengendalian Intern

Menurut Azhar Susanto (2008:88) pengendalian Intern dilakukan berdasarkan beberapa tujuan sebagai berikut :

               

(4)

1. Untuk memberikan jaminan yang meyakinkan bahwa tujuan dari setiap aktivitas akan dicapai.

2. Untuk mengurangi resiko yang akan dihadapi oleh perusahaan karena kejahatan, bahaya atau kerugian yang disebabkan oleh penipuan, kecurangan, dan penggelapan.

3. Untuk memberikan jaminan yang meyakinkan dan dapat dipercaya bahwa semua tanggung jawab hukum telah dipenuhi.

Sedangkan menurut Mulyadi (2002:180) dalam buku Sistem Akuntansi, tujuan dari Sistem Pengendalian Intern diantaranya adalah :

1. Menjaga kekayaan organisasi.

2. Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi. 3. Mendorong efisiensi.

4. Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen.

Sedangkan tujuan dari Sistem Pengendalian Intern menurut PP 60/2008 adalah SPIP bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya:

1. Efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara.

2. Keandalan pelaporan keuangan. 3. Pengamanan aset negara.

4. Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.                

(5)

2.2.3.

Elemen Sistem Pengendalian Intern

Menurut PP 60/2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, terdapat lima unsur dalam Sistem Pengendalian Intern pemerintah, diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Lingkungan Pengendalian

Dalam unsur ini Pimpinan Instansi Pemerintah memiliki kewajiban untuk menciptakan dan memelihara lingkungan pengendalian yang menimbulkan perilaku positif dan kondusif untuk penerapan Sistem Pengendalian Intern dalam lingkungan kerjanya, melalui:

a. Penegakan integritas dan nilai etika. b. Komitmen terhadap kompetensi. c. Kepemimpinan yang kondusif.

d. Pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan. e. Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat.

f. Penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya manusia.

g. Perwujudan peran aparat pengawasan Intern pemerintah yang efektif. h. Hubungan kerja yang baik dengan Instansi Pemerintah terkait.

2. Penilaian Resiko

Pada unsur ini Pimpinan Instansi Pemerintah wajib melakukan penilaian resiko yang terdiri atas:

a. Identifikasi resiko

Identifikasi resiko tersebut sekurang-kurangnya dilaksanakan dengan:                

(6)

1) Menggunakan metodologi yang sesuai untuk tujuan Instansi Pemerintah dan tujuan pada tingkatan kegiatan secara komprehensif. 2) Menggunakan mekanisme yang memadai untuk mengenali resiko dari

faktor eksternal dan faktor Intern.

3) Menilai faktor lain yang dapat meningkatkan resiko. b. Analisis resiko.

Analisis resiko dilaksanakan untuk menentukan dampak dari resiko yang telah diidentifikasi terhadap pencapaian tujuan Instansi Pemerintah. dalam hal ini, Pimpinan Instansi Pemerintah menetapkan:

1) Tujuan Instansi Pemerintah

Tujuan instansi pemerintah ini memuat pernyataan dan arahan yang spesifik, terukur, dapat dicapai, realistis, dan terikat waktu. Selain itu tujuan tersebut wajib dikomunikasikan kepada seluruh pegawai.

2) Tujuan pada tingkatan kegiatan, dengan berpedoman pada peraturan perundang- undangan.

Hal ini sekurang- kurangnya dilakukan dengan memperhatikan ketentuan sebagai berikut:

a) Berdasarkan pada tujuan dan rencana strategis Instansi Pemerintah. b) Saling melengkapi, saling menunjang, dan tidak bertentangan satu

dengan lainnya.

c) Relevan dengan seluruh kegiatan utama Instansi Pemerintah. d) Mengandung unsur kriteria pengukuran.

e) Didukung sumber daya Instansi Pemerintah yang cukup.                

(7)

f) Melibatkan seluruh tingkat pejabat dalam proses penetapannya. 3. Kegiatan Pengendalian

Untuk kegiatan pengendalian ini, Pimpinan Instansi pemerintah memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan kegiatan pengendalian sesuai dengan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas serta fungsi Instansi pemerintah yang bersangkutan. Kegiatan pengendalian yang dimaksud terdiri atas:

a. Review atas kinerja Instansi Pemerintah yang bersangkutan. b. Pembinaan sumber daya manusia.

c. Pengendalian atas pengelolaan sistem informasi. d. Pengendalian fisik atas aset.

e. Penetapan dan review atas indikator dan ukuran kinerja. f. Pemisahan fungsi.

g. Otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting.

h. Pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian. i. Pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya.

j. Akuntabilitas terhadap sumber daya dan pencatatannya.

k. Dokumentasi yang baik atas Sistem Pengendalian Intern serta transaksi dan kejadian penting.

4. Komunikasi dan Informasi

Dalam unsur ini Pimpinan Instansi Pemerintah wajib mengidentifikasi, mencatat, dan mengkomunikasikan informasi dalam bentuk dan waktu yang tepat. Kegiatan komunikasi dan informasi harus                

(8)

diselenggarakan secara efektif. Untuk menunjang hal tersebut maka Pimpinan Instansi Pemerintahan setidaknya harus melakukan beberapa sebagai berikut: a. Menyediakan dan memanfaatkan berbagai bentuk dan sarana komunikasi. b. Mengelola, mengembangkan, dan terus memperbaharui sistem informasi

secara terus-menerus.

5. Pemantauan Pengendalian Internal

Pemantauan ini dilaksanakan melalui beberapa kegiatan, yaitu pemantauan berkelanjutan, evaluasi terpisah, dan tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan review lainnya.

Disamping itu, menurut COSO yang dikutip dalam buku Risk and Statement-Based Intern Auditing karangan R. Tampubolon (2005) menyatakan bahwa terdapat lima unsur atau elemen pengendalian Intern yang saling berhubungan, yaitu:

1. Lingkungan pengendalian (control environment) 2. Penilaian resiko (risk assessment)

3. Aktivitas pengendalian (control activities)

4. Informasi dan komunikasi (information and communication) 5. Pemantauan (monitoring)

2.2.4.

Hambatan-Hambatan Pengendalian Intern

Dalam sistem pengendalian intern pula ditemukan pula lah hambatan-hambatan yang biasanya terdapat dalam sistem pengendalian intern. Menurut                

(9)

Mulyadi (1997:172) hambatan dalam sistem pengendalian intern adalah sebagai berikut dibawah ini :

a. Kesalahan dalam pertimbangan

Manajemen dan personel dapat melakukan kesalahan dalam mempertimbangkan keputusan bisnis yang diambil atau dalam melaksanakan tugas rutin karena tidak memadainya informasi, keterbatasan waktu, dan tekanan.

b. Gangguan

Gangguan dalam pengendalian yang telah ditetapkan dapat terjadi karena personel secara keliru memahami perintah atau membuat kesalahan karena kelalaian, tidak adanya perhatian, atau kelelahan. Perubahan yang bersifat sementara atau dalam sistem dan prosedur dapat pula mengakibatkan gangguan.

c. Kolusi

Tindakan bersama yang terjadi oleh beberapa individu untuk tujuan kejahatan disebut kolusi (collution). Kolusi dapat mengakibatkan bobolnya pengendalian intern yang dibangun untuk melindungi kekayaan entitas dan tidak terungkapnya ketidakberesan atau tidak terdeteksinya kecurangan oleh struktur pengendalian intern yang dirancang.

d. Pengabaian oleh manajemen

Manajemen dapat mengabaikan kebijakan atau prosedur yang telahdi tetapkan untuk tujuan yang tidak sah seperti keuntungangan pribadi manajer, penyajian kondisi keuangan yang berlebihan, atau kepatuhan semu.

               

(10)

e. Biaya lawan manfaat

Biaya yang diperlukan untuk mengoperasikan struktur pngendalian interntidak boleh melebihi manfaat yang diharapkan dari pengendalian interntersebut. Karena pengukuran secara tepat baik biaya maupun manfaat biasanya tidak mungkin dilakukan, manajemen harus memperkirakan dan mempertimbangkan secara kuantitatif dan kualitatif dalam mengevaluasibiaya dan manfaat suatu struktur pengendalian intern.

Dari uraian tersebut dapat mencerminkan bahwa pengendalian intern hanya sebuah alat yang memiliki berbagai kelemahan seperti terjadinya kesalahan yang dilakukan oleh pegawai, penyelewengan kewenangan serta kurang kompetenyasumber daya manusia. Oleh karena itu keefektifan pengendalian intern sangatdipengaruhi oleh kesungguhan manusia yang memiliki peranan penting dalam pelaksanaanya.

2.3.

Barang Milik Daerah

2.3.1

Pengertian Barang Milik Daerah

Barang Milik Daerah merupakan semua barang yang dibeli maupun diperoleh atas beban APBD atau perolehan lain yang sah menurut ketentuan dan undang-undang yang berlaku. Seperti yang dijelaskan pada Permendagri 17/2007 bahwa:

“Barang Milik Daerah adalah barang yang berasal/dibeli dengan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau sumbangan berupa pemberian, hadiah, donasi, wakaf, hibah, swadaya, kewajiban pihak ketiga dan sumbangan pihak lain”

               

(11)

Dalam PP 6/2006 menyatakan bahwa Barang Milik Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.

Sedangkan dalam Perda 9/2008 menyatakan bahwa:

“Barang Milik Daerah adalah semua kekayaan daerah baik yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD maupun yang berasal dari perolehan lain yang sah, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak beserta bagian-bagiannya ataupun yang merupakan satuan tertentu yang dapat dinilai, dihitung, diukur atau ditimbang termasuk hewan dan tumbuh-tumbuhan kecuali uang dan surat-surat berharga lainnya”.

2.3.2

Penggolongan Barang Milik Daerah

BMD yang telah didefinisikan sebelumnya dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu:

1. Tanah

Tanah yang dimaksud meliputi tanah perkampungan, tanah pertanian, tanah perkebunan, kebun campuran, hutan, tanah kolam ikan, danau, rawa, sungai, tanah tandus/rusak, tanah alang-alang, padang rumput, tanah penggunaan lain, tanah bangunan, tanah pertambangan, tanah badan jalan, dll.

2. Peralatan dan Mesin

Peralatan mesin yang dimaksud meliputi: a. Alat-alat besar

b. Alat-alat angkutan

c. Alat-alat bengkel dan alat ukur d. Alat-alat pertanian/peternakan                

(12)

e. Alat-alat kantor dan rumah tangga f. Alat studio dan alat komunikasi g. Alat-alat kedokteran

h. Alat-alat laboratorium i. Alat-alat keamanan 3. Gedung dan Bangunan

Gedung dan bangunan terdiri dari: a. Bangunan gedung

b. Bangunan monumen 4. Jalan, Irigasi, dan Jaringan

Jalan, irigasi, dan Jaringan meliputi: a. Jalan dan jembatan

b. Bangunan air/irigasi c. Instalasi

d. Jaringan

5. Aset Tetap Lainnya

Aset tetap lainnya yang dimaksud meliputi: a. Buku dan perpustakaan.

b. Barang bercorak kesenian/kebudayaan. c. Hewan/ternak dan tumbuhan.

               

(13)

2.4.

Penatausahaan Barang Milik Daerah

2.4.1

Pengertian Penatausahaan Barang Milik Daerah

Penatausahaan BMD merupakan salah satu bagian dari kegiatan pengelolaan BMD di pemerintahan, hal ini tercantum dalam Perda 9/2008. Penatausahaan BMD adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan BMD sesuai ketentuan yang berlaku. ketiga kegiatan tersebut merupakan subkegiatan penatausahaan yang tidak terpisahkan.

Dengan diterapkan otonomi daerah, maka setiap daerah wajib mengelola kegiatan pemerintahannya sendiri termasuk pengelolaan BMD. Tujuan dari melakukan penatausahaan ini agar pemerintah dapat mengetahui jumlah BMD yang dimiliki sehingga dapat membuat laporan BMD yang akurat dan sesuai dengan keadaan. Hal ini sangat membantu pemerintah untuk menghasilkan neraca yang menyajikan perhitungan aset secara tepat. Sedangkan Hasil penatausahaan Barang Milik Daerah digunakan dalam rangka:

a. penyusunan neraca pemerintah pusat/daerah setiap tahun;

b. perencanaan kebutuhan pengadaan dan pemeliharaan barang milik negara/daerah setiap tahun untuk digunakan sebagai bahan penyusunan rencana anggaran ;

c. pengamanan administratif terhadap barang milik negara/daerah.                

(14)

2.4.2

Kegiatan Penatausahaan Barang Milik Daerah

2.4.2.1.

Pembukuan

Pembukuan merupakan suatu kegiatan pendaftaran dan pencatatan BMD yang dilakukan oleh kuasa pengguna barang dan pengguna barang disesuaikan dengan penggolongan dan kodefikasi barang yang telah ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri setelah mendapat pertimbangan dari Menteri Keuangan. Pencatatan dan pendaftaran BMD tersebut termasuk untuk tanah dan bangunan yang kekuasaanya ada dibawah pemerintah daerah yang bersangkutan.

Kegiatan pembukuan yang dilakukan oleh kuasa pengguna barang dituangkan menjadi Daftar Barang Kuasa Pengguna (DBKP), sedangkan yang dilakukan oleh pengguna barang dituangkan menjadi Daftar Barang Pengguna (DBP). Setelah melakukan pendaftaran dan pencatatan kedalam format yang ditentukan, pengguna barang dan kuasa pengguna melakukan koordinasi dengan pembantu pengelola untuk merekapitulasi kedalam Daftar Barang Milik Daerah (DBMD).

Dalam melakukan pendaftaran dan pencatatan, pengguna barang atau kuasa pengguna menggunakan Kartu Inventaris Barang (KIB). KIB adalah kartu yang digunakan untuk mencatat barang-barang inventaris secara tersendiri atau kumpulan, didalamnya berisikan informasi mengenai data asal, volume, kapasitas, merk, tipe, nilai/harga, dan keterangan lain yang diperlukan selama barang tersebut belum dihapuskan. KIB dibagi menjadi beberapa format, yaitu:

1. Kartu Inventaris Barang (KIB) A untuk Tanah

2. Kartu Inventaris Barang (KIB) B untuk Peralatan dan Mesin                

(15)

3. Kartu Inventaris Barang (KIB) C untuk Gedung dan Bangunan 4. Kartu Inventaris Barang (KIB) D untuk Jalan, Irigasi,dan Jaringan 5. Kartu Inventaris Barang (KIB) E untuk Aset Tetap Lainnya

6. Kartu Inventaris Barang (KIB) F untuk Konstruksi dalam Pengerjaan Selain KIB digunakan pula Kartu Inventaris Ruangan (KIR), yaitu kartu yang digunakan untuk mencatat barang-barang inventaris yang ada didalam ruangan kerja. KIR ini harus dipasang di setiap ruangan kerja, pencatatan dan pemasangan inventaris ruangan menjadi tanggungjawab pengurus barang dan Kepala Ruangan di setiap SKPD.

Disamping itu, Permendagri 17/2007 menetapkan kuasa pengguna barang harus menyimpan dokumen kepemilikan tanah dan bangunan yang berada dibawah penguasaannya dan pengelola barang melakukan hal yang sama untuk tanah dan bangunan yang dikelolanya.

2.4.2.2.

Inventaris

Inventarisasi merupakan suatu kegiatan untuk melakukan pendataan, pencatatan, dan pelaporan BMD sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dalam proses penatausahaan BMD, inventarisasi yaitu kegiatan atau tindakan untuk melakukan perhitungan, pengurusan, penyelenggaraan, pengaturan, pencatatan data, dan pelaporan BMD dalam unit pemakaian.

Dari kegiatan inventarisasi maka dibuat Buku Inventaris yang berisikan seluruh kekayaan daerah yang dimiliki, baik dalam bentuk benda bergerak maupun tidak bergerak. Dalam buku tersebut memuat rincian data mengenai                

(16)

lokasi, jenis/merk, jumlah, ukuran, harga, tahun pembelian, asal barang, keadaan barang, dan beberapa informasi atau keterangan lainnya.

Buku Inventaris yang lengkap, teratur, dan berkelanjutan (selalu diperbaharui) memiliki fungsi dan peran yang penting, diantaranya dalam menunjang kegiatan pengendalian, pemanfaatan, pengamanan, dan pengawasan untuk setiap barang yang dimiliki. Meningkatkan usaha mengoptimalkan pemanfaatan setiap barang sesuai dengan tujuan dan fungsinya masing-masing. Buku Inventaris juga menunjang pelaksanaan tugas pemerintahan. Untuk Barang Milik Negara (BMN) yang digunakan oleh pemerintah daerah maka dicatat dalam Buku Inventaris tersendiri oleh pengguna dan dilaporkan kepada pengelola.

Dalam pelaksanaan inventarisasi dibagi menjadi dua kegiatan, yaitu pelaksanaan pencatatan dan pelaksanaan pelaporan. Pelaksanaan pencatatan yang dimaksud adalah ketika mempergunakan KIB A, B , C, D, E, dan F, KIR, Buku Inventaris, dan Buku Induk Inventaris. Sedangkan dalam pelaporan ketika mempergunakan Buku Inventaris dan Rekap, serta Daftar Mutasi Barang dan Daftar Rekapitulasi Mutasi Barang.

2.4.2.3.

Pelaporan

Dalam Permendagri 17/2007 diatur tentang kewajiban kuasa pengguna untuk menyampaikan laporan pengguna barang semesteran, tahunan, dan lima tahunan kepada pengguna. Disamping itu, pengguna juga harus menyampaikan laporan pengguna barang semesteran, tahunan, dan lima tahunan kepada Kepala Daerah melalui pengelola.

               

(17)

Untuk membuat neraca daerah maka pengelola pembantu bertugas untuk menghimpun seluruh laporan pengguna barang semesteran, tahunan, dan lima tahunan dari setiap SKDP, termasuk didalamnya informasi mengenai jumlah dan nilai. Setelah dihimpun maka dibuat rekapitulasinya yang kemudian akan digunakan sebagai bahan penyusunan neraca daerah.

Selain Laporan Barang Kuasa Pengguna (LBKP) dan Laporan Barang Pengguna (LBP) semesteran, tahunan, dan lima tahunan setiap SKDP wajib mencatat dan melaporkan perubahan jumlah yang terjadi tentang barang yang dikelolanya, baik bertambah maupun berkurang. Perubahan jumlah tersebut dicatat secara tertib kedalam Laporan Mutasi Barang dan Daftar Mutasi Barang. Laporan Mutasi Barang merupakan pencatatan mengenai perubahan jumlah barang yang berkurang atau bertambah selama enam bulan (satu semester). Laporan mutasi barang pada semester satu dan dua digabung menjadi Daftar Mutasi Barang dan dibuatkan pula Daftar Rekapitulasi Mutasi Barang. Laporan Mutasi Barang ini dilaporkan kepada Kepala Daerah melalui pengelola sedangkan Daftar Mutasi Barang disimpan di pembantu pengelola dan Daftar Rekapitulasi Mutasi Barang disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri. Untuk menghasilkan Daftar Mutasi Barang dimulai dari kegiatan sensus barang daerah dari masing-masing pengguna atau kuasa pengguna yang kemudian direkap dalam buku inventaris dan disampaikan pada pengelola, selanjutnya pembantu pengelola merekap buku inventaris tersebut menjadi Buku induk Inventaris yang kemudian dijadikan saldo awal pada Daftar Mutasi Barang tahun berikutnya.

               

(18)

Berdasarkan uraian diatas maka dalam kegiatan pelaporan didapat beberapa format laporan pengurus barang yang harus dibuat atau disampaikan yaitu:

1. Buku Inventaris 2. Buku Induk Inventaris 3. Laporan Mutasi Barang 4. Daftar Mutasi Barang

5. Daftar Rekapitulasi Mutasi Barang

Selain itu terdapat juga Daftar Usulan Barang yang Akan Dihapus dan Daftar Barang Milik Daerah yang Digunausahakan.

2.5.

Kualitas Laporan Barang Milik Daerah

Menurut Fandy Tjiptono (2003) definisi dari kualitas setidaknya mengandung elemen yang mendasar yaitu memenuhi atau melebihi harapan konsumen.Kualitas laporan dalam lingkup pemerintah daerah untuk memenuhi akuntabilitas pengelolaan BMD merupakan usaha untuk memenuhi harapan pemakai informasi laporan BMD. Oleh karena itu kualitas suatu produk yaitu dalam hal ini lapran Barang Milik Daerah akan dianggap layak jika memenuhi dimensi-dimensi dari kualitas.

Epstein (2010:13) mengemukakan bahwa karakteristik utama kualitas informasi keuangan terdiri dari :

1. Comparability (including consistency)                

(19)

2. Verifiability 3. Timeliness

4. Understandability

Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan dijelaskan bahwa karakteristik kualitatif dari laporan keuangan adalah ukuran-ukuran normative yang perlu diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga dapat memenuhi tujuannya. Karakteristik menurut PP 71/2010 tersebut terdiri dari:

a. Relevan

Laporan keuangan bisa dikatakan relevan apabila informasi yang termuat di dalamnya dapat mempengaruhi keputusan pengguna dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu atau masa kini, dan memprediksi masa depan , serta menegaskan atau mengkoreksi hasil evaluasi mereka di masa lalu. Dengan demikian, informasi laporan keuangan yang relevan dapat dihubungkan dengan maksud penggunaannya.

b. Andal

Informasi dalam laporan keuangan bebas dari pengertian yang menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan setiap fakta secara jujur, serta dapat diverifikasi.Informasi mungkin relevan, tetapi jika hakikat atau penyajiannya tidak dapat diandalkan maka penggunaan informasi tersebut secara potensial dapat menyesatkan.

c. Dapat dibandingkan

Informasi yang termuat dalam laporan keuangan akan lebih berguna jika dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya atau laporan keuangan entitas pelaporan lain pada umumnya. Perbandingan dapat dilakukan secara Intern dan eksternal. Perbandingan secara Intern dapat dilakukan bila suatu entitas menerapkan kebijakan akuntansi yang sama dari tahun ke tahun. Perbandingan secara eksternal daoat dilakukan bila entitas yang diperbandingkan menerapkan kebijakan akuntansi yang sama. Apabila entitas pemerintahan menerapakan kebijakan akuntansi yang lebih baik daripada kebijakan akuntasi yang sekarang diterapkan perubahan tersebut diungkapkan pada periode terjadinya perubahan. d. Dapat dipahami

Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat dipahami oleh pengguna dan dinyatakan dalam bentuk serta istilah yang disesuaikan dengan batas pemahaman para pengguna.Untuk itu, pengguna diasumsikan memilik pengetahuan yang memadai atas kegiatan dan lingkungan operas                

(20)

entitas pelaporan, serta adanya kemauan pengguna untuk mempelajari informasi yang dimaksud.

Keempat karakteristik tersebut pada dasarnya merupakan prasyarat normatif, diperlukan agar laporan keuangan pemerintah dapat memenuhi kualitas yang dikehendaki oleh para pemakainya. Disamping itu, suatu entitas pelaporan dalam lingkup Pemerintah Daerah yang mengadakan barang-barang yang digunakan dalam menjalankan kegiatan pemerintahan, diperlukan adanya klasifikasi terpisah antara aset lancar dan nonlancar dalam neraca untuk memberikan informasi mengenai barang-barang yang akan digunakan dalam periode akuntansi berikutnya dan yang akan digunakan untuk keperluan jangka panjang. Khusus untuk pelaporan aset nonlancar yaitu barang milik daerah, setiap entitas pelaporan dan akuntansi dalam Pemerintah Daerah berpedoman pada PP 6/2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan Permendagri 17/2007 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah.Laporan nilai barang milik daerah memiliki jumlah yang sangat banyak serta berpengaruh signifikan terhadap nilai aset pada neraca daerah. Atas dasar itu, dalam mengukur kualitas dari laporan barang milik daerah, peneliti menggunakan karakteristik yang sama dari laporan keuangan. Dengan adanya upaya peningkatan kualitas laporan barang milik daerah, maka hal ini merupakan bagian dari upaya perwujudan kualitas laporan keuangan Pemerintah Daerah secara komprehensif.                

(21)

2.6.

Kerangka Berfikir dan Hipotesis

2.6.1

Kerangka Berfikir

pengendalian Intern menurut Committee Of Sponsoring Of Treadway Commission (COSO) yang dikutip dalam buku Accounting Information Sistems yang dibuat oleh Marshall B. Romney dan Paul John S. (2004:230) adalah:

“suatu proses yang diimplementasikan oleh dewan komisaris, pihak manajemen, dan mereka yang berada di bawah arahan keduanya, untuk memberikan jaminan yang wajar bahwa tujuan pengendalian dicapai dengan pertimbangan hal-hal berikut:

1. Efektivitas dan efisiensi operasional organisasi 2. Keandalan pelaporan keuangan

3. Kesesuaian dengan hukum dan peraturan yang berlaku”

Sedangkan tujuan dari Sistem Pengendalian Intern menurut PP 60/2008 adalah SPIP bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya:

1. Efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara.

2. Keandalan pelaporan keuangan 3. Pengamanan aset negara

4. Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan

Menurut PP No. 60 Tahun 2008 tentang sistem pengendalian intern pemerintah, terhadap lima unsur dalam sistem pengendalian intern pemerintah adalah sebagai berikut :

a. Lingkungan pengendalian b. Penilaian risiko                

(22)

c. Kegiatan pengendalian d. Informasi dan komunikasi

e. Pemantauan Pengendalian Internalal

Sistem pengendalian intern berkaitan erat dengan aktivitas operasi organisasi, pengendalian intern akan efektif bila pengendalian tersebut menyatu dengan infrastruktur dan merupakan bagian penting bagi organisasi perusahaan privat maupun publik. Sehingga dengan diterapkan sistem pengendalian intern pada organisasi perusahaan maupun pada instansi pada akhirnya dapat meningkatkan kualitaslaporan khususnya dalam pengelolaanBarang Milik Daerah yang berkenaan adalah penatausahaan Barang Milik Daerah.

Barang Milik Daerah merupakan semua barang yang dibeli maupun diperoleh atas beban APBD atau perolehan lain yang sah menurut ketentuan dan undang-undang yang berlaku. Seperti yang dijelaskan pada Perda 9/2008 menyatakan bahwa:

“Barang Milik Daerah adalah semua kekayaan daerah baik yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD maupun yang berasal dari perolehan lain yang sah, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak beserta bagian-bagiannya ataupun yang merupakan satuan tertentu yang dapat dinilai, dihitung, diukur atau ditimbang termasuk hewan dan tumbuh-tumbuhan kecuali uang dan surat-surat berharga lainnya”.

Penatausahaan BMD merupakan salah satu bagian dari kegiatan pengelolaan BMD di pemerintahan, hal ini tercantum dalam Perda 9/2008. Penatausahaan BMD adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan BMD sesuai ketentuan yang berlaku. ketiga kegiatan tersebut merupakan subkegiatan penatausahaan yang tidak terpisahkan.

               

(23)

Menurut Fandy Tjiptono (2003:3) definisi dari kualitas setidaknya mengandung elemen yang mendasar yaitu memenuhi atau melebihi harapan konsumen.Kualitas laporan dalam lingkup pemerintah daerah untuk memenuhi akuntabilitas pengelolaan BMD merupakan usaha untuk memenuhi harapan pemakai informasi laporan BMD. Oleh karena itu kualitas suatu produk yaitu dalam hal ini laporan Barang Milik Daerah akan dianggap layak jika memenuhi dimensi-dimensi dari kualitas.

Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan dijelaskan bahwa karakteristik kualitatif dari laporan keuangan adalah ukuran-ukuran normative yang perlu diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga dapat memenuhi tujuannya. Karakteristik menurut PP 71/2010 tersebut terdiri dari:

a. Relevan b. Andal

c. Dapat dipahami d. Dapat dibandingkan

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka peneliti akan melakukan penelitian yang berkenaan dengan topik

“PENGARUH SISTEM

PENGENDALIAN INTERN DALAM PENATAUSAHAAN

BARANG MILIK DAERAH TERHADAP KUALITAS

LAPORAN BARANG MILIK DAERAH

” (Studi Kasus pada Pemerintah Kota Bandung).

               

(24)

Dengan pemahaman sesuai dengan deskripsi teori dan kerangka berfikir yang telah di sampaikan pada bahasan sebelumnya, maka model kerangka berfikir dalam penelitian ini akan dituangkan dalam gambar 2.1 di bawah ini yaitu model kerangka berfikir, yaitu sebagai berikut :

Gambar 2.1 Model Kerangka Berfikir

VARIABEL X

SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PENATAUSAHAAN BMD (PP No. 60 Tahun 2008) UNSUR-UNSUR PENGENDALIAN INTERN  Lingkungan Pengendalian  Penilaian Risiko  Kegiatan Pengendalian

 Informasi dan Komunikasi

 Pemantauan

Penatausahaan Barang Milik Daerah (Permendagri 17 /2007, PP 6/2006 dan Perda

9/2008)

VARIABEL Y

KUALITAS LAPORAN BMD (PP Nomor 71 Tahun 2010)

Kualitas Laporan Keuangan

 Relevan

 Andal

 Dapat dipahami

 Dapat dibandingkan

PENGARUH PENGENDALIAN INTERN DALAM PENATAUSAHAAN BARANG MILIK DAERAH TERHADAP KUALITAS LAPORAN BARANG MILIK DAERAH

               

(25)

2.6.2

Paradigma Penelitian dan Hipotesis

Paradigma Penelitian merupakan pola fikir yang menunjukan hubungan antar variabel yang akan diteliti. Paradigma penelitian ini akan ditampilkan pada Gambar 2.2 berikut :

H1

H1

H2

H3

H4

H5

H6

Gambar 2.2 Paradigma Penelitian

Kualitas Laporan BMD (Y) Lingkungan Pengendalian (X1) Penilaian Resiko (X2) Aktivitas Pengendalian (X3) Informasi dan Komunikasi (X4) Pemantauan Pengendalian Intern (X5)                

(26)

Dari penjabaran sesuai dengan gambar 2.2 paradigma penelitian diatas, maka dapat ditarik hipotesis yang diambil pada penelitian ini, yaitu sebagai berikut :

1. H1 : lingkungan pengendalian dalam penatausahaan BMD

memberikan pengaruh positif terhadap Kualitas Laporan BMD

2. H2 : Peniliaian Risiko dalam penatausahaan BMD memberikan

pengaruh positif terhadap Kualitas Laporan BMD.

3. H3 : Kegiatan Pengendalian dalam penatausahaan BMD memberikan

Pengaruh positif terhadap Kualitas Laporan BMD

4. H4 : Informasi dan Komunikasi dalam penatausahaan BMD

memberikan pengaruh positif terhadap Kualitas Laporan BMD.

5. H5 : Pemantauan Pengendalian Internal dalam penatausahaan BMD

memberikan pengaruh positif terhadap Kualitas Laporan BMD.

6. H6 : Sistem pengendalian intern dalam penatausahaan BMD

(lingkunganpengendalian, penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi serta Pemantauan Pengendalian Internal dalam penatausahaan BMD memberikan pengaruh positif terhadap Kualitas Laporan BMD.                

Gambar

Gambar 2.1 Model Kerangka Berfikir
Gambar 2.2 Paradigma Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

 Memahami keputusan apoteker melakukan pemesanan (jenis dan jumlah) untuk ketersediaan obat dan alkes

Dengan demikian membuktikan bahwa hubungan antara kredibilitas narasumber terhadap perilaku wajib pajak pribadi akan semakin positif karena adanya tingkat pemahaman yang tinggi

Agar penelitian dalam skripsi ini tidak melebar dan menyimpang sehingga keluar dari pokok pembahasan, untuk membatasi maka hanya difokuskan terhadap permasalahan

Sejarah  mencatat  asal  mula  dikenalnya  kegiatan  perbankan  adalah  pada  zaman kerajaan tempo dulu  di  daratan Eropa. Kemudian  usaha perbankan  ini 

Dan cukuplah Kami sebagai Pembuat perhitungan (Q.S. Iman atau percaya pada Hari Akhir atau Hari Kiamat mempunyai makna penting bagi orang-orang yang beriman. Pada hari

Data primer diperoleh dengan cara mengikuti beberapa kegiatan teknis lapang secara langsung bersama petugas Dinas Agribisnis Bidang Usaha Peternakan Kota Bogor dan

Ship Security Officer (SSO) atau Perwira Keamanan Kapal adalah personil diatas kapal, yang bertanggung jawab terhadap Nakhoda, yang ditunjuk oleh perusahaan

Pada fungsional test intrusion detection system menggunakan mikrotik versi 5.20 dapat mendeteksi adanya serangan baik berupa FTP Bruteforce, SSH Bruteforce, Port