1
PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM JUAL BELI
BARANG BEKAS DITINJAU DARI HUKUM ISLAM
DAN UU NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN
(Studi Kasus di Pasar Loak Shopping Centre Salatiga)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh G
elar Sarjana Syari‟ah (S.Sy)
Oleh:
KHUSNUL KHOTIMAH
NIM 21411009
FAKULTAS SYARI’AH
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI
’
AH
5 MOTTO
Setiap Nafas, Setiap Langkah adalah Ilmu,, maka Niatkanlah
segalanya untuk Tholabul Ilmi (Khusnul Khotimah)
NO PAIN, NO GAIN
and
6
PERSEMBAHAN
Alhamdulillah dengan izin Allah SWT, Skripsi ini dapat terselesaikan dengan
baik. Kemudian skripsi ini penulis persembahkan kepada orang-orang yang selalu
membantu dalam mewujudkan segala harapan dan cita-cita penulis.
1. Bapak dan Ibu, Umi dan Abi yang tidak pernah letih untuk selalu
mendo‟akan dan memberikan semangat serta motivasi kepada putrinya
selama masih menempuh studi, beliau-beliaulah motivasi penulis hingga
skripsi ini di munaqosahkan.
2. Abah KH. Mahfudz Ridwan, Lc dan Ibu Hj. Nafisah, serta Gus
Muhammad Hanif, M.Hum dan Ibu Rosyidah Lc. Dan keluarga besar PP.
Edi Mancoro.
3. Mas Maksum, Mbak Ika, Dek Lisin, Dek Zizah, Dek Umam, Dek Taufiq,
dan Dek Diqi yang selalu memberi keceriaan kepada penulis.
4. Keluarga Besar Ya Bismillah (Youth Association of Bidik Misi
Limardhotillah) IAIN Salatiga.
5. Teman-teman Fakultas Syariah wa bil khusus Jurusan Hukum Ekonomi
Syariah.
6. Seluruh sahabat-sahabat seperjuangan di PP. Edi Mancoro.
7. Komunitas putri sholihah kamar 10 PP Edi Mancoro yang selalu memberi
7
KATA PENGANTAR
ميحّرلا نمحّرلا الله مسب
Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat,
taufiq dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas skripsi ini.
Sholawat dan salam semoga terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW yang telah menyinari dunia dan menunjukkan kepada kita jalan
yang benar dan agama yang dirindhoi Allah SWT.
Penulisan skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu persyaratan
guna memperoleh gelar Sarjana Syari‟ah (S.Sy) dalam ilmu syari‟ah, Fakultas
Syariah, Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syariah yang berjudul: “Perlindungan
Konsumen dalam Jual Beli Barang Bekas Ditinjau dari Hukum Islam dan UU
No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Studi Kasus di Pasar Loak
Shopping Centre Salatiga)”. Penulis mengakui bahwa dalam menyusun Penulisan Skripsi ini tidak dapat diselesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai
pihak. Karena itulah penulis mengucapkan penghargaan yang setinggi-tingginya,
ungkapan terima kasih kadang tak bisa mewakili kata-kata, namun perlu kiranya
penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga
2. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syariah di IAIN
Salatiga.
3. Bapak Ilyya Muhsin, S.H.I., M.Si, selaku Wakil Dekan Fakultas Syariah
Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama.
4. Ibu Evi Ariyani, M.H, selaku Ketua Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syariah
8
5. Ibu Lutfiana Zahriani, M.H. selaku Dosen Pembimbing yang selalu
memberikan saran, pengarahan dan masukan berkaitan penulisan skripsi
sehingga dapat selesai dengan maksimal dan sesuai yang diharapkan.
6. Bapak dan Ibu, Umi dan Abi dan semua Keluarga Besar Bani Fadhil dan
Bani Bukhori yang tidak pernah letih untuk selalu mendo‟akan dan memberikan semangat serta motivasi kepada penulis selama masih
menempuh studi di IAIN Salatiga.
7. Pengelola BIDIKMISI IAIN Salatiga yang telah membimbing kami serta
memberikan kesempatan mendapatkan beasiswa Bidikmisi.
8. Keluarga Besar Pondok Pesantren Edi Mancoro, khususnya Abah K.H
Mahfud Ridwan Lc, yang selalu mendoakan santrinya untuk meraih
keberhasilan dalam menuntut ilmu,dalam keadaan apapun dan di manapun.
9. Bapak dan Ibu Dosen selaku staf pengajar dan seluruh staf adminitrasi
Fakultas Syariah yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang selalu
memberikan ilmunya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
tanpa halangan apapun.
10.Paguyuban Pasar loak Shopping Centre yang telah berkenan memberikan
izin penelitian di Pasar loak Shopping Centre Salatiga serta memberikan
informasi berkaitan penulisan skripsi.
11.Keluarga Besar Ya Bismillah IAIN Salatiga sebagai sahabat senasib
seperjuangan dalam mengarungi bahtera tholabul ilmi, kebersamaan kita
9
12.Teman-teman Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syariah angkatan 2011 di
IAIN Salatiga yang telah memberikan banyak cerita selama menempuh
pendidikan di IAIN Salatiga.
13.Sahabat-sahabat pemberi warna sepanjang penulis menempuh studi: Pipit,
Ririf, Fajar, Dek Tika, Dek Hiday, Ratih, Serr, Meyda, Dek Alfi, Dek
Nisa, Dek Iva dan adek-adek kamar 11 serta kakak-kakak angkatan di PP
Edi Mancoro yang telah memberikan semangat kepada penulis dalam
menyusun skripsi.
14.Dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu namun
memberikan konstribusi hebat dalam penyusunan skripsi ini,
Semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan mereka dengan
balasan yang lebih dari yang mereka berikan kepada penulis, agar pula senantiasa
mendapatkan maghfiroh, dan dilingkupi rahmat dan cinta-Nya. Amiin.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa penulisan skripsi ini masih jauh
dari sempurna, baik dari segi metodologi, penggunaan bahasa, isi, maupun
analisanya, sehingga kritik dan saran yang konstruktif, sangat penulis harapan
demi lebih baiknya penulisan skripsi ini dibaca dan dipahami.
Akhirnya, penulis berharap semoga skrispi ini bermanfaat khususnya bagi
penulis sendiri dan umumnya bagi pembaca.
Salatiga, 8 Juli 2015
10 ABSTRAK
Khotimah, Khusnul. 2015. Perlindungan Konsumen Dalam Jual Beli Barang
Bekas Ditinjau dari Hukum Islam dan UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Studi Kasus di Pasar Loak Shopping Centre Salatiga). Skripsi. Fakultas Syari‟ah. Jurusan Hukum Ekonomi Syari‟ah. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Luthfiana Zahriani, S.H., M.H.
Kata Kunci : Perlindungan Konsumen, Barang Bekas, Hukum Islam, UUPK.
Pasar loak Shopping Centre adalah pasar yang menjual barang-barang bekas di kota Salatiga. Dalam hal ini konsumen berhak mendapatkan kejelasan mengenai spesifikasi tentang barang-barang yang akan mereka beli baik dari segi kualitas, kuantitas maupun harga yang sewajarnya untuk barang tersebut. adapun fokus penelitian dalam skripsi ini adalah (1). Bagaimana praktek jual beli barang bekas di Pasar loak Shopping Centre Salatiga?, (2). Apakah perlindungan konsumen dalam jual beli barang bekas di Pasar loak Shopping Centre Salatiga sesuai dengan hukum Islam?, (3). Apakah perlindungan konsumen dalam jual beli barang bekas di Pasar loak Shopping Centre Salatiga sesuai dengan UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen?.
Penelitian ini merupakan penelitian untuk mengetahui praktek perlindungan konsumen di Pasar loak Shopping Centre. Penelitian menggunakan pendekatan yuridis sosiologis dengan jenis penelitian lapangan (field research) yang bersifat deskriptif analitik. yaitu penelitian dengan mengumpulkan data mengenai persoalan perlindungan konsumen kemudian memaparkan dan menganalisa dengan Hukum Islam dan Hukum Positif di Indonesia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktek jual beli barang bekas menggunakan sistem tawar-menawar, tidak ada garansi barang,dan jika barang tersebut ditukarkan dengan barang lain pada besok harinya maka, harga jual barang tersebut turun dari harga sebelumnya. Adapaun mengenai upaya-upaya perlindungan konsumen, dalam hal ini Pasar loak Shopping Centre Salatiga belum memenuhi unsur-unsur perlindungan konsumen dalam transaksi jual beli barang bekas, secara hukum Islam seperti: tidak terpenuhinya hak-hak khiyar
bagi pembeli yaitu khiyar syarath (Hak pilih dalam persyaratan) dan khiyar „aib
11
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN
KONSUMEN DAN JUAL BELI BARANG BEKAS
A. Tinjauan Umum Perlindungan Konsumen……….
1. Perlindungan Konsumen Menurut Hukum Islam………..
2. Perlindungan Konsumen Menurut UU No. 8 Tahun 1999
12
1. Transaksi yang dibenarkan………….………...
2. Transaksi yang tidak dibenarkan………….………...
C. Tinjauan Umum Jual Beli Barang Bekas Menurut
Perundang-Undangan di Indonesia……….
42
44
48
BAB III GAMBARAN UMUM TERHADAP PRAKTEK JUAL
BELI BARANG BEKAS DI PASAR LOAK SHOPPING
CENTRE SALATIGA
A.Gambaran Umum Pasar Tradisional Salatiga……….…….
B.Gambaran Umum Pasar Loak Shopping Centre
Salatiga………...……….
1. Sejarah Pasar Loak Shopping Centre……….
2. Jumlah Pedagang Pasar Loak Shopping Centre ………
3. Struktur Organisasi ………...
PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP
PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM JUAL BELI
BARANG BEKAS
A. Analisis Hukum Islam terhadap Perlindungan
Konsumen dalam Jual Beli Barang Bekas di Pasar loak Shopping Centre………
B. Analisis Undang-Undang Perlindungan Konsumen
13
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Pembagian UPTD menurut pengelolaanya.
14
DAFTAR GAMBAR
15 BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Jual beli adalah menukar suatu barang dengan barang yang lain
dengan cara yang tertentu. Pengertian jual beli dalam KUH Perdata pasal
1457 adalah suatu perjanjian di mana pihak yang satu mengikatkan dirinya
untuk menyerahkan sesuatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk
membayar harga yang dijanjikan. Jual beli dapat juga disebut sebagai
tranksasi antara penjual dan pembeli dalam satu majelis di mana keduanya
melakukan akad dan menimbulkan rasa suka sama suka atau saling rela
sehingga terjadi kesepakatan antara keduanya.
Praktek jual beli pada zaman Rasulullah sudah ada. Rasulullah juga
mengajarkan dan memberi petunjuk serta tata cara mengenai etika
bermuamalah dan berbisnis yang benar di antaranya. Pertama, bersikap
jujur, kejujuran merupakan syarat penting dalam berbisnis. Kedua, tidak
melakukan sumpah palsu. Nabi Muhammad Saw sangat intens melarang
para pelaku bisnis melakukan sumpah palsu dalam melakukan transaksi.
Ketiga, komoditi bisnis yang dijual adalah barang yang suci dan halal,
bukan barang haram, seperti: babi, anjing, minuman keras, ekstasi, dan
16
Dalam perdagangan, timbangan yang benar dan tepat harus benar-benar
diutamakan (Hidayat, 2010:51-54).
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari manusia dituntut untuk
bekerja keras dalam memenuhi segala kebutuhan yang mereka butuhkan.
Banyak cara yang dilakukan masyarakat untuk dapat memenuhi segala
kebutuhannya salah satunya dengan berdagang.
Namun begitu banyaknya para pedagang sekarang membuat
seseorang saling berlomba-lomba dalam hal kebaikan. Walaupun janji
Allah untuk memberikan rizki telah tencatat di Lauhil Mahfud. Hal
tersebut tidak bisa membuat manusia hanya berpangku tangan saja.
Banyak cara yang harus dilakukan manusia untuk memperoleh keuntungan
sebanyak-banyaknya tanpa memikirkan apa yang mereka usahakan halal
ataupun haram.
Allah berfirman dalam Surah An-Nisa‟ ayat 29
Hai orang-orang yang berian, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
Mendengar istilah jual beli tentu tidak dapat dipisahkan dari kata
pasar. Berdagang adalah aktifitas paling umum yang dilakukan di pasar.
17
barang atau jasa tertentu kepada seorang lainnya. Pasar loak Shopping
Centre merupakan salah satu pasar tradisional yang berada di kota
Salatiga. Pasar yang terkenal dengan sebutan pasar yang menjual barang
dengan harga murah sehingga menarik bagi sebagian warga kota Salatiga
dan sekitarnya untuk memperoleh barang-barang dari pasar tersebut.
Di Pasar loak Shopping Centre setiap barang yang dibawa
pengepul atau disebut sebagai pedagang kranjangan tidak langsung dapat
dibeli oleh para konsumen. Ada semacam pedagang besar yang memiliki
dana lebih untuk memborong barang-barang bekas tersebut. Setelah jatuh
ke pedagang besar, baru pada pedagang kecil memilih barang-barang
tersebut untuk dijual kembali. Barang bekas yang dijual di lokasi tersebut
tergolong murah. Misalnya helm INK dengan kualitas barang yang masih
cukup lumayan baik dijual dengan harga 150 - 170 IDR (Indonesian
Rupiah) padahal harga asli helm INK diatas 260 IDR, kemudian harga
barang-barang elektronik lain yang dijual dengan harga
semurah-murahnya bisa turun 50 persen dari harga asli. Jika pembeli beruntung
dapat juga menemukan barang dengan kualitas yang masih baik karena
dalam transaksi jual beli di sana ada juga yang masih menggunakan sistem
tawar-menawar, dan sebagian penjual berlagak agak keras sehingga ketika
pembeli menawar dengan harga rendah maka penjual dengan enaknya
membiarkan pembeli tetap berdiri kemudian sebagian penjual di sana
mengatakan bahwa barangnya masih bagus terkadang barang bekas juga
18
menjadi seperti barang yang masih baru. Jika pembeli tidak pandai maka
pembeli akan mendapatkan kualitas barang tidak sesuai dengan harga yang
sudah dibayarkan.
Dalam hal ini konsumen berhak mendapatkan kejelasan mengenai
spesifikasi tentang barang-barang yang akan mereka beli baik dari segi
kualitas, kuantitas maupun harga yang sewajarnya untuk barang tersebut.
Sehingga kondisi ini mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan
konsumen menjadi tidak seimbang dan konsumen berada dalam posisi
yang lemah.
Banyak faktor yang membuat konsumen tidak sadar jika banyak
hal yang dirugikan ketika bertransaksi dalam jual beli di antaranya:
1. Konsumen menjadi objek aktifitas bisnis yang dapat diraup
keuntungan sebesear-besarnya.
2. Rendahnya kesadaran konsumen disebabkan oleh rendahnya
pendidikan konsumen (UUPK, 2008:32).
Oleh karena itu, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen di maksud menjadi landasan hukum yang kuat
bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen sebagai upaya
pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan melindungi segala
aktifitas muamalah yang merugikan pihak konsumen.
Islam Juga mengajarkan umatnya agar tidak melakukan jual beli
barang yang tidak jelas (gharar) yang berakibat salah satu pihak merasa
19
tatanan kehidupan sosial maupun ekonomi baik bagi individu maupun
masyarakat.
Dari uraian di atas, penulis tertarik untuk mengkaji masalah
tersebut dengan cara melihat bagaimana praktek jual beli barang bekas di
Pasar loak Shopping Centre Salatiga dan bagaimana perlindungan
terhadap konsumen yang melakukan transaksi jual beli di sana. Maka
penulis merasa tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai perlindungan
konsumen dengan mengangkat Judul “Perlindungan Konsumen dalam
Jual Beli Barang Bekas Ditinjau dari Hukum Islam dan UU No. 8
tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Studi Kasus di Pasar
Loak Shopping Centre Salatiga)”.
B. FOKUS PENELITIAN
Adapun fokus penelitian yang penulis kemukakan dari penjelasan
latar belakang masalah adalah:
1. Bagaimana Praktek jual beli barang bekas di Pasar loak Shopping
Centre Salatiga?
2. Apakah perlindungan konsumen dalam jual beli barang bekas di Pasar
loak Shopping Centre Salatiga sesuai dengan hukum Islam?
3. Apakah perlindungan konsumen dalam jual beli barang bekas di Pasar
loak Shopping Centre Salatiga sesuai dengan UU No.8 Tahun 1999
tentang Perlindungan konsumen?
20
Berdasarkan fokus penelitian yang telah penulis uraikan, maka
tujuan dari penulisan ini adalah:
1. Untuk mengetahui Praktek jual beli barang bekas di Pasar loak
Shopping Centre Salatiga
2. Untuk mengetahui apakah perlindungan konsumen dalam jual beli
barang bekas di Pasar loak Shopping Centre Salatiga sesuai hukum
Islam.
3. Untuk mengetahui apakah perlindungan konsumen dalam jual beli
barang bekas di Pasar loak Shopping Centre Salatiga sesuai dengan
UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
D. MANFAAT PENELITIAN
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat secara teoritis dan praktis.
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan ide dan
sumbangan pemikiran yang bernilai ilmiah bagi pengembangan
khasanah dan ilmu pengetahuan di bidang muamalah khususnya
tentang perlindungan konsumen dalam jual beli barang bekas.
2. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini dapat juga digunakan sebagai masukan
kepada kebijakan pemerintah kota Salatiga terkait perlindungan
21
Shopping Centre dan Paguyuban Pasar loak Shopping Centre dalam
hal mengkoordinasi para pedagangnya.
E. PENEGASAN ISTILAH
Peneliti sampaikan bahwa judul penelitian “Perlindungan
Konsumen Dalam Jual Beli Barang Bekas Ditinjau dari Hukum Islam
dan UU No.8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Studi
Kasus di Pasar Loak Shopping Centre Salatiga)”. Untuk menghindari
terjadinya silang pengertian dalam memahami judul yang telah penulis
sebutkan diatas, maka penulis menegaskan beberapa istilah pokok yang
terdapat dalam rumusan judul:
1. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin hukum
untuk memberi perlindungan kepada konsumen (UUPK).
2. Barang bekas terdiri dari dua kata barang dan bekas. Barang adalah
Semua perkakas rumah tangga (KBI, 2008:137). Pengertian Barang
dalam UUPK adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak
berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan
maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat diperdagangkan, dipakai,
dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen. Bekas adalah
setengah pakai atau barang yang sudah pernah dipakai.
3. Hukum Islam adalah ketetapan-ketetapan Allah sebagaimana yang
tercantum di dalam Al-Qur‟an dan as-Sunnah, untuk dipatuhi oleh
22
apa yang diturunkan oleh Allah, mereka termasuk golongan
orang-orang kafir, kejam dan fasik (Mujieb, 1994:156)
4. Undang-Undang adalah Peraturan atau ketentuan-ketentuan yang
dibuat oleh badan legislatif (Presiden dan DPR) yang mempunyai
kekuatan hukum (Simongkir, 2002: 172). Dalam hal ini
undang-undang yang di maksud adalah UU No.8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
5. Pasar adalah tempat orang berjual beli atau tempat penjual yang ingin
menukar barang atau jasa dengan uang, dan pembeli yang ingin
menukar uang dengan barang atau jasa (KBI, 2008:1129). Dalam
penelitian ini peneliti merujuk pada salah satu pasar di kota Salatiga
yaitu Pasar loak Shopping Centre sebagai tempat yang menjadi objek
penelitian.
F. TINJAUAN PUSTAKA
Dalam melakukan penelitian skripsi ini, peneliti bukanlah yang
pertama membahas tentang perlindungan konsumen dalam jual beli barang
bekas. Namun, penelitian ini juga bukan duplikasi atau pengulangan dari
penelitian-penelitian terdahulu.
Adapun beberapa penelitian-penelitian terdahulu yang dapat
penulis pakai sebagai rujukan serta ada kaitannya dengan pokok
23
1. Skripsi berjudul “Tinjauan Hukum Islam terhadap Perlindungan
Konsumen dalam Jual beli HP Second di Desa Segoroyoso
Kecamatan Pleret Kabupaten Bantul. oleh Jauhar Arifin (2008)
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogjakarta. Dari hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan jual beli handphone
second di Desa Segoroyoso Kecamatan Pleret kabupaten Bantul telah
memenuhi syarat dan rukun dalam jual beli serta tidak bertentangan
dengan hukum Islam dan perlindungan terhadap hak konsumen juga
dilaksanakan dengan pemberian hak khiyar dan garansi dalam jual
beli tersebut.
2. Skripsi berjudul “Perlindungan Hak-Hak Konsumen Transaksi Jual
Beli Online Prespektif Hukum Islam dan Hukum Positif di Indonesia”.
oleh Solikhin (2014) Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogjakarta. Metodologi yang dipakai dalam penelitian ini merupakan
library research (Penelitian kepustakaan). Penelitian dengan
mengutamakan bahan perpustakaan sebagai sumber utamanya.
Berdasarkan pembahasan terhadap hasil penelitian dapat disimpulkan:
Pertama, bahwa konsep perlindungan hak-hak konsumen transaksi
e-commerce dalam hukum Islam berdasarkan asas keseimbangan,
keadilan dan juga prinsip-prinsip muamalah, yaitu hak tanpa paksaan,
kehalalan produk, kejelasan informasi dan harga serta menghindari
kemudaratan. Perlindungan hak-hak konsumen e-commerce dalam
24
ditawarkan dalam Islam, yaitu menciptakan keseimbangan di antara
pelaku usaha dan konsumen serta untuk memberikan perlindungan
terhadap hak-hak konsumen. Kedua, perbedaan dalam aturan hukum
terletak pada pengertian konsumen dan pelaku usaha, dalam Islam
tidak dikenal dengan konsumen akhir dan perantara, Islam juga tidak
membedakan konsumen perorangan atau berbadan hukum seperti
halnya dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK).
Informasi mengenai objek dalam Islam merupakan syarat, sedangkan
UUPK ketentuan dalam bab perbuatan yang dilarang bagi pelaku
usaha. Islam tidak membatasi waktu pertangungan jawaban yang
merugikan konsumen, dalam UU ITE tidak menyatakan batasan itu
namun, dalam UUPK dibatasi pertanggungjawabannya dalam jangka
waktu 4 tahun setelah pembelian.
3. Skripsi berjudul “Tinjauan Hukum Islam dan Undang-Undang
Perlindungan Konsumen terhadap Iklan Provider Seluler di Televisi
(Studi Kasus Iklan Provider XL)” Oleh Siti Hoiriya (2010) UIN Sunan
Ampel Surabaya. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa iklan XL
yang selama ini diiklankan di televisi termasuk transaksi yang
dilarang oleh agama Islam karena telah melanggar prinsip An
taradin-minkum. Dalam Islam yang mana harus di dasari pada prinsip kerelaan
antara kedua belah pihak (sama-sama ridha). Mereka harus
mempunyai informasi yang sama sehingga tidak ada pihak yang
25
satu pihak tidak mengetahui informasi yang diketahui pihak lain.
Melalui pembahasan dan analisis, akhirnya dapat disimpulkan bahwa
hukum Islam tidak memperbolehkan transaksi yang merugikan
masyarakat seperti tadlis dalam iklan karena hal ini bertentangan
dalam etika bisnis Islam dan prinsip „An-taradin-minkum. Sedangkan
menurut ketentuan Undang-Undang Perlindungan Konsumen
(UUPK). Hal ini bertentangan dengan pasal 17 ayat 1 mengenai
larangan periklanan yang memuat informasi yang tidak benar dan
tidak transparan karena ini merugikan orang lain. Sejalan dengan
kesimpulan tersebut, maka kepada pelaku usaha periklanan lebih
memperhatikan etika periklanan dan para konsumen lebih selektif lagi
dalam memilih produk yang diiklankan di televisi dan agar bagi
pemerintah selaku pengawas berjalannya aturan main yang baik dan
jelas dalam bisnis periklanan lebih menindaklanjuti pelanggaran yang
dilakukan oleh pelaku usaha periklanan.
Dari sekian penelitian yang telah dilakukan penelitian lain,
bahwa penelitian yang dilakukan penulis berbeda dengan
penelitian-penelitian yang sudah dijelaskan di atas. Hal tersebut terletak pada
fokus penelitian. Dalam skripsi ini penulis lebih menekankan pada
perlindungan konsumen dalam jual beli barang bekas ditinjau dari
hukum Islam dan UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
26 G. METODE PENELITIAN
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
a)Pendekatan
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan
yuridis sosiologis yaitu Pedekatan penelitian yang mengkaji
persepsi dan perilaku hukum orang (masyarakat dan badan
hukum) dan masyarakat serta efektivitas berlakunya hukum
positif di Indonesia (Utsman, 2014:66). Dan bersifat deskriptif
analitis yaitu pendekatan yang mentelaah tentang kehidupan
masyarakat (Moleong, 2004:6). Dalam penelitian ini
meng-gambarkan praktek perlindungan konsumen dalam jual beli
barang bekas di Pasar loak Shopping Centre Salatiga.
b)Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian
lapangan (field research) yang bersifat deskriptif, analitis. yaitu
mengumpulkan data mengenai persoalan perlindungan konsumen
kemudian memaparkan dan menjelaskan bagaimana
sesungguhnya upaya perlindungan konsumen menurut hukum
Islam dan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen di Indonesia, khususnya memberikan data yang detail
tentang objek yang diteliti yaitu perlindungan konsumen dalam
27 2. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai pengumpul
data di lapangan dengan menggunakan alat peneliti aktif dalam
menggunakan data-data di lapangan. Selain itu alat yang dijadikan
untuk pengumpulan data bisa berupa dokumen-dokumen yang
menunjang keabsahan hasil penelitian nanti serta alat-alat bantu lain
yang dapat mendukung terlaksananya penelitian, seperti: kamera dan
alat perekam.
3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat di mana lokasi penelitian
tersebut akan dilakukan, Adapun lokasi penelitian adalah Pasar loak
Shopping Centre di Jalan Jendral Sudirman Salatiga.
4. Sumber Data
a) Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber
data (Suwarno, 2006:209). Sedangkan secara operasional yang
di maksud data primer dari penelitian ini adalah data yang
diperoleh dari:
1) Informan
Informan adalah orang yang dapat memberikan
informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian.
Dalam penelitian ini yang menjadi informan adalah UPTD
28
Paguyuban Pasar loak Shopping Centre, para pedagang,
dan sebagian pembeli di Pasar loak Shopping Centre
Salatiga.
2) Dokumen
Dalam hal dokumen, penelitian ini menggunakan
data-data yang berhubungan dengan perlindungan
konsumen.
b) Data Sekunder
Data sekunder adalah data penelitian yang berasal dari
sumber kedua yang dapat diperoleh melalui buku-buku, skripsi,
dan artikel dari website atau diperoleh dari catatan pihak lain
yang berkaitan dengan penelitian ini. Sedangkan yang
dimaksud data sekunder biasanya berwujud data dokumentasi
atau data laporan yang tersedia.
5. Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data adalah proses untuk menghimpun
data yang diperhatikan, relevan serta akan memberikan gambaran dari
aspek yang akan diteliti, baik penelitian kepustakaan maupun
lapangan.
Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah sebagai
29
a) Observasi
Observasi adalah pengumpulan data dengan jalan
pengamatan dan pencatatan secara langsung dan sistematis
terhadap fenomena yang diselidiki (Hadi, 1994:139). Dalam
observasi nanti, data yang peneliti peroleh secara langsung dari
praktek transaksi jual beli barang bekas serta perlindungan
konsumen yang terjadi di Pasar loak Shopping Centre Salatiga.
b) Wawancara
Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data
yang dilakukan dengan berhadapan secara langsung dengan orang
yang diwawancarai atau dapat juga diberikan daftar pertanyaan
dahulu untuk dijawab pada kesempatan lain. Wawancara
merupakan alat Rechecking atau pembuktian terhadap informasi
atau keterangan yang diperoleh sebelumnya. Metode ini peneliti
gunakan dengan cara mengadakan wawancara dengan UPTD II
sebagai pengelola pasar tradisional kota Salatiga, Paguyuban Pasar
loak Shopping Centre, para pedagang dan sebagian pembeli yang
bertransaksi serta melakukan aktifitas di Pasar loak Shopping
Centre Salatiga.
c) Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah sejumlah fakta dan data
tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi. Sebagian
30
cendera mata, laporan, artefak, dan foto. Sifat utama data ini tak
terbatas pada ruang dan waktu sehingga memberi peluang kepada
peneliti untuk mengetahui hal-hal yang pernah terjadi di waktu
silam.
6. Analisis Data
Seluruh data penelitian yang telah dikumpulkan ataupun
diperoleh, akan dianalisa secara kualitatif dengan cara mengambarkan
masalah secara jelas dan mendalam.
Jenis analisis yang peneliti gunakan dalam penelitian adalah
metode bersifat deskriptif analitis. Metode deskriptif analitis dalam
penelitian ini yaitu penelitian yang mengambarkan keadaan yang
sebenarnya terjadi di lapangan mengenai perlindungan konsumen
dalam jual beli barang bekas di Pasar loak Shopping Centre Salatiga
yang akan peneliti analisis dengan hukum Islam dan UU No. 8 tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen sehingga diperoleh analisis
data dan kesimpulan yang jelas.
7. Pengecekan Keabsahan Data
Dalam suatu penelitian, validalitas data mempunyai pengaruh
yang sangat besar dalam menentukan hasil akhir suatu penelitian
sehingga untuk mendapatkan data yang valid diperlukan suatu teknik
pemeriksaan keabsahan data.
Menurut Sugiyono (2010:270-277) kriteria keabsahan data
31
a) Uji Kredibilitas
Uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data
hasil penelitian kualitatif antara lain dilakukan dengan
beberapa cara yaitu:
1) Perpanjangan pengamatan berarti peneliti kembali ke
lapangan, melakukan pengamatan, wawancara lagi
dengan sumber data yang pernah ditemui maupun yang
baru.
2) Peningkatan ketekunan berarti melakukan pengamatan
secara lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan cara
tersebut maka kepastian data dan urutan peristiwa dapat
direkam secara pasti dan sistematis.
3) Triangulasi adalah pengecekan data dari berbagai sumber
dengan berbagai cara dan berbaga waktu.
4) Analisis kasus negatif, kasus negatif adalah kasus yang
tidak sesuai atau berbeda dengan hasil penelitian hingga
pada saat tertentu.
5) Menggunakan bahan referensi yaitu adanya pendukung
untuk membuktikan data yang telah ditemukan oleh
peneliti.
6) Mengadakan memberchek adalah proses pengecekan data
yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh
32
7) Transferability merupakan validitas eksternal yang mana
seorang peneliti dalam menyusun laporannya harus
memberikan uraian yang rinci, jelas, sistematis, dan dapat
dipercaya.
b) Pengujian Depenability
Kriteria ini dilakukan untuk menjaga kehati-hatian
dalam mengumpulkan dan mengambarkan data sehingga bisa
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Dan dilakukan dengan
melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian.
Untuk menghindari hal itu bisa dilakukan pengecekan oleh
pembimbing.
c) Pengujian Confirmability
Pengujian ini hampir sama dengan dependability,
sehingga pengujian dapat dilakukan secara bersamaan. Kriteria
ini digunakan untuk mengecek data dan informasi serta
gambaran hasil penelitian. Setelah dilakukan pengecekan
sebelumnya.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan keabsahan
data dengan metode triangulasi. Triangulasi adalah teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang
lain dalam membandingkan hasil wawancara terhadap objek
33
Triangulasi dalam pengujian kredibilitas dapat
dilakukan dengan berbagai cara yaitu sebagai berikut:
1) Triangulasi sumber yaitu untuk menguji kredibilitas data
yang dilakukan dengan cara mengecek data yang telah
diperoleh melalui beberapa sumber.
2) Triangulasi teknik yaitu untuk menguji kredibilitas data
dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber
yang sama dengan teknik yang berbeda.
3) Triangulasi waktu yaitu pengecekan keabsahan data
dengan wawancara, observasi, atau teknik lain dalam
waktu atau situasi yang berbeda (Sugiyono, 2010:274).
8. Tahap-tahap Penelitian
Adapun prosedur atau tahap penelitian yang peneliti lakukan
dalam penelitian ini secara garis besarnya adalah sebagai berikut:
a. Tahap sebelum lapangan, yaitu hal-hal yang dilakukan sebelum
melakukan penelitian seperti peneliti menentukan topik
peneliti, mencari informasi tentang praktek jual beli barang
bekas di Pasar loak Shopping Centre Salatiga, pembuatan
proposal, menetapkan fokus penelitian dan sebagainya, yang
harus dipenuhi sebelum melakukan penelitian.
b. Tahap pekerjaan lapangan yaitu peneliti terjuan langsung ke
34
wawancara kepada informan, melakukan observasi dan
dokumentasi.
c. Tahap analisa data, apabila semua data telah terkumpul dan
dirasa cukup maka tahap selanjutnya adalah menganalisa
data-data tersebut dan menggambarkan hasil penelitian sehingga
bisa memberi arti pada objek yang diteliti.
d. Tahap penulisan laporan yaitu apabila semua data telah
terkumpul dan dianalisis serta dikonsultasikan kepada
pembimbing maka yang dilakukan peneliti selanjutnya adalah
menulis hasil penelitian tersebut sesuai dengan pedoman
penulisan yang telah ditentukan.
H. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I PENDAHULUAN meliputi: Latar belakang masalah, Fokus
penelitian, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Penegasan Istilah,
Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II KAJIAN TEORI meliputi: Tinjauan umum Perlindungan
konsumen dalam prespektif hukum Islam dan Undang-Undang No. 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan Jual Beli dalam
Prespektif hukum Islam dan Perundang-Undangan di Indonesia.
BAB III HASIL PENELITIAN meliputi: Gambaran umum pasar
tradisional kota Salatiga, Gambaran umum Pasar loak Shopping Centre
Salatiga, dan Praktek jual beli barang bekas di Pasar loak Shopping Centre
35
BAB IV ANALISIS DATA meliputi: Analisis tentang perlindungan
konsumen dalam jual beli barang bekas di Pasar loak Shopping Centre
Salatiga menurut hukum Islam dan Analisis tentang perlindungan
konsumen dalam jual beli barang bekas di Pasar loak Shopping Centre
Salatiga menurut UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
BAB V PENUTUP meliputi: Kesimpulan dan Saran.
DAFTAR PUSTAKA
36 BAB II
TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
DAN JUAL BELI BARANG BEKAS
A. Tinjauan Umum Perlindungan Konsumen
Hukum Islam melihat perlindungan konsumen bukan semata-mata
sebagai hubungan keperdataan (Ahwal al-Syakhsiyah) melainkan sebagai
kepentingan publik, maka sedari dini hukum Islam sudah membahas
konsep-konsep seperti pengertian akad, rukun akad, tujuan dan sebab
akad, syarat-syarat akad, asas kebebasan berkontrak, hal-hal yang merusak
(fasakh), keadaan suka sama suka („an-taradhin minkum) dalam akad,
kebolehan pembatalan akad, jual beli gharar, hak khiyar, dan sebagainya
(Ihsan, 2011:51).
Konsep hukum Islam bersumber pada ajaran Islam secara
keseluruhan, bahwa melindungi manusia dan juga masyarakat sudah
merupakan kewajiban negara, sehingga perlindungan terhadap konsumen
menjadi kajian yang intensif dan strategis dalam rangka penataan menuju
masyarakat yang ideal (Khoiru ummah) (Ihsan, 2011:52).
Istilah “Perlindungan konsumen” berkaitan dengan perlindungan
hukum. Oleh karena itu perlindungan mengandung aspek hukum. Adapun
yang berhak mendapat perlindungan bukan hanya sekedar fisik, melainkan
37
konsumen sesungguhnya identik dengan perlindungan yang diberikan
hukum tentang hak-hak konsumen (Kristiyanti, 2009:30).
1. Perlindungan Konsumen Dalam Hukum Islam
a. Pengertian konsumen
Dalam hukum Islam penggunaan istilah konsumen lebih
tepat dinamakan dengan pembeli. Pembeli dalam bahasa arab
adalah يشتشٌّا (Musytary) yang fi‟ilnya berasal dari kata isytara – yasytari –isytira‟an.
b. Hak pembeli dan kewajiban penjual
Hak dan kewajiban adalah dua sisi yang saling bertimbal
balik dalam suatu transaksi. Hak bagi salah satu pihak merupakan
kewajiban bagi pihak lain, begitu pula sebaliknya kewajiban salah
satu pihak menjadi hak bagi pihak yang lain. Dalam hukum Islam,
hak adalah kepentingan yang ada pada perorangan atau masyarakat
atau pada keduanya yang diakui oleh syara‟. Namun demikian,
secara umum pengertian hak adalah sesuatu yang kita terima,
sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang harus kita laksanakan
(Dewi, 2005:65).
Hukum Islam, jual beli yang baik adalah jual beli di mana
hak-hak penjual dan pembeli terpenuhi, penjual memperhatikan
hak pembeli dan sebaliknya, karena dengan itu akad jual beli akan
38
hukum Islam memberikan hak-hak istimewa kepada pembeli,
yaitu: Khiyar
Dalam bahasa perlindungan konsumen, khiyar merupakan
salah satu metode hukum dalam naungan hukum bisnis Islam yang
bertujuan untuk menjaga masyarakat dari munculnya masalah
bisnis seperti produk-produk cacat (Defect) (Ihsan, 2011:138).
Secara etimologi, khiyar artinya memilih, menyaring.
Sedangkan secara terminologis, khiyar dalam Ilmu fiqh artinya hak
yang dimiliki orang yang membatalkan perjanjian untuk memilih
untuk meneruskan perjanjian atau membatalkannya (Ihsan,
2011:137-138).
Ada empat macam khiyar yaitu:
1) Hak pilih di lokasi (Khiyar majlis)
Khiyar majlis menurut Sayid Sabiq seperti yang
dikutip oleh Muslich (2010:223) adalah suatu khiyar yang
diberikan kepada kedua belah pihak yang melakukan akad
untuk meneruskan atau membatalkan jual beli selama masih
berada di majelis akad.
Dasar hukum diperbolehkannya khiyar majlis
39
Dari Abdullah bin Al-Harits ia berkata: saya mendengar Hakim bin Hizam ra dari Nabi Muhammad SAW beliau bersabda: penjual dan pembeli boleh melakukan khiyar selama mereka belum berpisah. Apabila mereka berdua benar dan jelas, mereka berdua diberi keberkahan di dalam jual beli mereka, dan apabila mereka berdua berbohong dan merahasiakannya, maka dihapuslah keberkahan jual beli mereka berdua. (HR. Bukhari).
2) Hak pilih dalam persyaratan (Khiyar syarath)
Khiyar syarat adalah khiyar yang disepakati dan
ditetapkan waktu melangsungkan transaksi yang jangka
waktunya berdasarkan kesepakatan bersama (Syarifuddin,
2010:213).
Sedangkan menurut Muslich (2010:226) Khiyar syarat
adalah suatu bentuk khiyar di mana para pihak yang
melakukan akad jual beli memberikan persyaratan bahwa
dalam waktu tertentu berdua atau salah satunya boleh memilih
antara meneruskan jual beli atau membatalkan.
Dasar hukum khiyar syarat adalah:
40
3) Hak pilih karena cacat barang (Khiyar „aib)
Khiyar „aib adalah suatu bentuk khiyar untuk meneruskan atau membatalkan jual beli karena adanya cacat
pada barang yang dibeli (Muslich, 2010:232).
Dasar hukum untuk khiyar „aib ini adalah Hadits Nabi:
يال ٍٕهجٌا شِاَع ٓت ةثمع َٓع
mendengar Rasulullah SAW bersabda: Seorang muslim adalah saudaranya muslim lainnya, tidak halal bagi seorang muslim apabila menjual barang jualan kepada saudaranya yang di dalamnya ada cacatnya melainkan ia harus menjelaskan kepadanya. (HR.Hakim)4) Hak pilih melihat (Khiyar ru‟yah)
Khiyar ru‟yah adalah khiyar atau pilihan untuk meneruskan akad atau membatalkannya, setelah barang yang
menjadi objek akad dilihat oleh pembeli. Hal ini terjadi dalam
kondisi di mana barang yang menjadi objek akad tidak ada di
majelis akad, kalaupun ada hanya contohnya saja, sehingga
pembeli tidak tahu apakah barang yang dibelinya itu baik apa
tidak. Setelah pembeli melihat langsung kondisi barang yang
dibelinya, apabila setuju ia bisa meneruskan jual belinya dan
apabila setuju ia boleh mengembalikannya kepada penjual dan
jual beli dibatalkan, sedangkan harga dikembalikan seluruhnya
41
Hikmah (fungsi) ditetapkannya Khiyar sebagaimana
dijelaskan Ali Ahmad al-Jurjani yang dikutip oleh Ihsan
(2011:139) adalah dalam rangka menjaga agar hubungan jual
beli tidak terjadi adanya penipuan atau perilaku negatif antara
pembeli dan pedagang. Manusia dalam melakukan transaksi
jual beli sering lupa atau silap mata dari adanya cacat atau
kerusakan barang yang tersembunyi dalam sebuah barang
kecuali benar-benar memperhatikan kualitas yang hendak
dibeli sehingga akan terbongkar akan adanya barang yang
cacat dan rusak.
c. Prinsip-prinsip perlindungan konsumen
Prinsip adalah asas atau fondasi kebenaran yang menjadi
pola dasar (pijakan) orang berfikir atau bertindak. Dalam hukum
Islam, prinsip berarti kebenaran universal yang inheren dan
menjadi titik tolak pembinaanya: prinsip yang membentuk hukum
Islam dan setiap cabang-cabangnya (Ihsan, 2011:78).
Prinsip-prinsip hukum Islam dalam perlindungan konsumen
dan tanggung jawab pelaku usaha menurut Ihsan (2011:79-89)
dalam bukunya fikih perlindungan konsumen, dapat disebutkan
sebagai berikut:
1) Tauhid
Dengan tauhid, aktivitas ekonomi seperti jual beli
42
mencari ridho-Nya. Prinsip tauhid yang menghasilkan
pandangan tentang kesatuan umat manusia menghantar
seorang pengusaha muslim untuk menghindari segala bentuk
eksploitasi terhadap sesama manusia. Islam bukan saja
melarang praktik riba dan pencurian, tetapi juga penipuan
yang terselubung, bahkan sampai kepada larangan
menawarkan barang pada saat konsumen menerima tawaran
yang sama pada orang lain.
2) Keadilan
Dalam bidang ekonomi, keadilan merupakan
“nafas” dalam menciptakan pemerataan dan kesejahteraan,
karena itu harta jangan hanya beredar pada segelintir orang
kaya. Dalam mencegah kerusakan prinsip tersebut,
diperlukan:
a) Langkah positif yang digunakan untuk mencegah
monopoli kekayaan dan mewakili dalam penyebaran
kekayaan dalam masyarakat.
b) Berbagai larangan digunakan untuk menghindari
bertumbuhnya kejahatan praktek bisnis yang tidak sehat
seperti jual beli dengan penipuan.
3) Amar Ma‟ruf Nahi Mungkar
Berkaitan dengan perlindungan konsumen,
43
kontrol sosial untuk mengatur hubungan pelaku usaha dan
konsumen. Dilihat dari hukum Islam, aturan dan
pemberlakuan hak khiyar merupakan salah satu amar ma‟ruf
nahi mungkar di mana dalam pelaksanaan amar ma‟ruf bagi
pelaku usaha adalah memberikan ganti rugi kepada
konsumen bila pelaku usaha melakukan kesalahan atas
produk yang dijualnya. Sedangkan nahi mungkar dengan
memperhatikan dan melaksanakan aturan-aturan hukum
Islam tentang jual beli.
4) Kemerdekaan atau Kebebasan (al-huriyyah)
Dalam perlindungan konsumen, prinsip kebebasan
sangat penting karena terkait dengan kebebasan seseorang
untuk melakukan hak pilihnya dalam suatu transaksi. Maksud
kebebasan konsumen adalah kebebasan yang merupakan
karakteristik penting bagi organisasi konsumen maupun
kelompok konsumen menyangkut hak mereka dalam
meningkatkan martabat dan kepentingan konsumen.
5) Prinsip Persamaan
Dalam tanggungjawab pelaku usaha, pedagang harus
menghargai hak-hak konsumen dengan berlaku jujur dan adil.
tidak boleh ada perbedaan yang berlebihan antara konsumen
44
6) Prinsip tolong-menolong
Setiap transaksi ekonomi harus dilakukan secara halal
serta diarahkan terhadap kebajikan dan tolong menolong.
Islam tidak hanya membenarkan kerjasama melalui pelbagai
bentuknya yang dinamis dan halal, melainkan juga
membekali etos kerjasama yang jujur, adil dan
bertanggungjawab. Untuk itu, dalam hubungan transaksi
antara konsumen dan produsen prinsip ini harus dijiwai oleh
kedua belah pihak.
7) Prinsip toleransi
Prinsip ini sebagai kelanjutan dari prinsip-prinsip
yang telah diuraikan di atas. Toleransi yang di maksudkan
dalam agama Islam ialah toleransi yang menjamin tidak
terlanggarnya hak-hak Islam dan umatnya. Suatu produk
akan mudah diterima masyarakat, apabila seorang pelaku
usaha mengetahui produk yang dibutuhkan masyarakat
tersebut.
Prinsip-prinsip tersebut merupakan prasyarat bagi
pertumbuhan ekonomi. Sebab kegiatan ekonomi Islam
45
2. Perlindungan Konsumen Dalam UU No. 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen
a. Pengertian
Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Amerika
Inggris) atau consument (Belanda). Pengertian konsumen dalam
Pasal 1 ayat 2 UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang
tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,
keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak
diperdagangkan.
a. Hak-hak konsumen
Kata “hak” menurut bahasa dalam kamus umum bahasa
Indonesia adalah kekuasaan yang benar atau sesuatu untuk
menuntut sesuatu (Poerwadarminto, 2006:397).
Hak-hak konsumen sebagaimana tertuang dalam pasal 4
UU No. 8 Tahun 1999 adalah sebagai berikut:
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan
barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan
kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai
46
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang
dan/atau jasa yang digunakan.
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur
serta tidak diskriminatif.
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak
sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya.
b. Kewajiban pelaku usaha
Kata kewajiban berasal dari kata “wajib” yang kemudian
diberi imbuhan ke-an. Dalam pengertian bahasa kata wajib berarti
sesuatu yang harus dilakukan dan tidak boleh ditinggalkan
(Poerwadarminto, 2006: 1359).
Adapun kewajiban pelaku usaha sebagaimana yang
tertuang dalam Pasal 7 UUPK adalah sebagai berikut:
1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
2. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai
47
penjelasaan mengenai penggunaan, perbaikan, dan
pemeliharaan.
3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan
jujur serta tidak diskriminatif.
4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang
dan/atau jasa yang berlaku.
5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji,
dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi
jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau
yang diperdagangkan.
6. Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian atas
kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan
barang dan atau jasa yang diperdagangkan.
7. Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian apabila
barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak
sesuai dengan perjanjian.
c. Perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh pelaku usaha
Pengertian pelaku pada pasal 1 ayat 3 dalam
Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) adalah setiap orang
perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum
maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan
48
Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian
menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
Dalam pasal 8 UUPK juga menjelaskan tentang
perbuatan-perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha di antaranya:
1. Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau
memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:
a. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang
dipersyaratkan dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
b. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan
jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan
dalam label atau etiket barang tersebut.
c. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan
jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya.
d. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau
kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket
atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut.
e. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, barang
pengolaan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu
sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan
49
f. Tidak sesuai janji yang dinyatakan dalam label, etiket,
keterangan, iklan, atau promosi penjualan barang dan/atau
jasa tersebut.
g. Tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu
penggunaan/pemanfaatan yang baik atas barang tertentu.
h. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal,
sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam
lebel.
i. Tidak memasang lebel atau membuat penjelasan barang
yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau
netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat
sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan
lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus
dipasang/dibuat.
j. Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk
penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
2. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak,
cacat, atau bekas yang tercemar tanpa memberikan informasi
secara lengkap dan benar atas barang tersebut.
3. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan
pangan yang rusak, cacat, atau bekas dan tercemar, dengan atau
50
4. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan
ayat (2) dilarang memperdagangkan barang atau jasa tersebut
serta wajib menariknya dari peredaran.
d. Prinsip-prinsip perlindungan konsumen
Menurut Shidarta seperti yang dikutip oleh Kristiyanti
(2008:92) Prinsip tentang tanggung jawab merupakan perihal yang
sangat penting dalam hukum perlindungan konsumen. Dalam
kasus-kasus pelanggaran hak konsumen diperlukan kehati-hatian
dalam menganalisis siapa saja yang harus bertanggung jawab dan
seberapa jauh tanggung jawab dapat dibebankan kepada
pihak-pihak terkait.
Beberapa sumber formal hukum seperti peraturan
perundang-undangan dan perjanjian standar di lapangan hukum
keperdataan juga memberikan pembatasan-pembatasan terhadap
tanggung jawab yang dibebankan kepada pelanggar hak konsumen.
Secara umum, prinsip-prinsip tanggung jawab dalam
hukum dapat dibedakan sebagai berikut:
1) Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan
Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan
adalah prinsip yang cukup umum berlaku dalam hukum pidana
dan perdata. Prinsip ini menyatakan seseorang yang dapat
dimintakan pertanggungjawaban secara umum jika ada unsur
51
menjelaskan tentang perbuatan melawan hukum harus
terpenuhi empat unsur pokok yaitu:
a) Adanya perbuatan.
b) Adanya unsur kesalahan.
c) Adanya kerugian yang diderita.
d) Adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian
(Kristiyanti, 2009:92-93)
2) Prinsip Praduga untuk selalu bertanggung jawab
Prinsip ini menyatakan tergugat selalu dianggap
bertanggung jawab sampai dapat membuktikan bahwa tergugat
tidak bersalah sehingga beban pembuktian ada pada tergugat
(Kristiyanti, 2009:94).
3) Prinsip Praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab
Prinsip ini adalah kebalikan dari prinsip kedua. Prinsip
praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab hanya dikenal
dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas, dan
pembatasan demikian biasanya secara common sense dapat
dibenarkan (Kristiyanti, 2009:95-96).
4) Prinsip Tanggung Jawab Mutlak
Prinsip tanggung jawab mutlak dalam hukum
perlindungan konsumen secara umum digunakan untuk
“menjerat” pelaku usaha, khususnya produsen barang yang
52
asas ini, produsen wajib bertanggung jawab atas kerugian yang
di derita konsumen atas penggunaan produk yang di pasarkan
(Kristiyanti, 2009:97).
5) Prinsip Tanggung Jawab dengan pembatasan
Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan sangat
disenangi oleh pelaku usaha untuk mencantumkan sebagai
klausula ekonerasi dalam perjanjian standar yang dibuatnya.
Semisal dalam perjanjian cuci cetak film ternyata film yang
ingin dicuci/ cetak tersebut hilang atau rusak (termasuk akibat
kesalahan petugas), maka konsumen hanya dibatasi ganti
kerugian sebesar sepuluh kali harga rol satu film baru.
Prinsip tanggung jawab ini sangat merugikan konsumen
bila ditetapkan secara sepihak oleh pelaku usaha. Dalam UU
N0. 8 Tahun 1999 seharusnya pelaku usaha tidak boleh secara
sepihak menentukan klausula yang merugikan konsumen
termasuk membatasi maksimal tanggung jawabnya (Kristiyanti,
2009:97-98).
B. Tinjauan Umum Jual Beli Barang Bekas Dalam Hukum Islam
Jual beli merupakan dua kata yang tidak dapat terpisahkan, dalam
bahasa arab kata jual adalah (عُثٌا ) sedangkan kata beli adalah ( ءاششٌا).,
walaupun dua kata berlawanan artinya namun orang-orang arab biasa
53
Dan mereka menjualnya (Yusuf) dengan harga rendah, yaitu beberapa dirham saja, sebab mereka tidak tertarik kepadanya.
Dalam pengertian syara‟ terdapat beberapa definisi yang
dikemukakan oleh ulama madzhab.
Hanafiah, Jual beli adalah menukar benda dengan dua mata uang
(emas atau perak) dan semacamnya atau tukar menukar barang dengan
uang atau semacam menurut cara yang khusus.
Malikiyah, Jual beli adalah akad mu‟awadhah (timbal balik) atas
selain manfaat dan bukan pula untuk menikmati kesenangan.
Syafi‟iyah, Jual beli adalah suatu akad yang mengandung tukar menukar harta dengan harta dengan syarat untuk memperoleh kepemilikan
atas benda atau manfaat untuk waktu selamanya. (Muslich, 2010:175-177).
Allah memang menyukai hambanya yang memanfaatkan
barang-barang yang sudah dipakai namun masih dapat dimanfaatkan lagi. Hal itu
menjadikan kita agar tidak menjadi konsumen yang konsumtif, namun
dalam transaksi jual beli barang bekas haruslah menjelaskan kualitas,
kuantitas, serta keadaan barang tersebut. Apabila terhadap hal-hal
mengenai kondisi barang yang sudah cacat atau rusak maka penjual tidak
menyembunyikan mengenai kondisi serta kualitas barang tersebut hingga
54
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu Sesungguhnya Allah adalah maha penyayang kepadamu.
Rasulullah sendiri juga memberikan apresiasi kepada para
pedagang yang jujur yang dijelaskan dalam hadits:
يال ٍُّسو هٍُع الله ًٍّص ٍِِّثٌّٕا ٓع هٕع الله ٍضس ذُعس ٍتا ٓع
dan orang-orang yang mati syahid. (HR. Tirmidzi)Dalam kaidah Ushul fiqh juga menjelaskan:
اَهَِِّْشْحَت ًٍََع ًٌٌَُِْد َّي ُذََ َْْأ َّ ا ُةَحاَتِلإا ِةٍََِاَعٌُّا ٍِف ًُْصَلأا
55
Berdasarkan kaidah Ushul fiqh yang dijelaskan di atas, maka
menjual barang bekas pada asalnya boleh selagi barang yang dijual itu
mengandung manfaat dan termasuk barang-barang halal.
Kemudian dalam transaksi jual beli, penjual harus berlaku jujur,
serta menjelaskan bagaimana kualitas dan kuantitas barang tersebut,
apabila terdapat kerusakan maka penjual wajib menjelaskan kepada
pembeli, sehingga pembeli menyadari bahwa barang yang dibeli bukanlah
barang baru melainkan barang bekas dan pembeli tidak akan merasa
kecewa serta tertipu dan dirugikan oleh pihak penjual.
Jual beli yang merugikan jelas dilarang dalam Islam karena di
dalamnya mengandung unsur penipuan serta kedzaliman. Menurut
Muslich (2010:190) agar jual beli tersebut dianggap sah menurut syara‟
maka, secara global akad jual beli harus terhindar dari enam macam „aib di
antaranya:
1. Ketidaktahuan (Jahalah)
2. Pemaksaan ( al-ikrah)
3. Pembatasan dengan waktu (at-tauqit)
4. Ketidakjelasan (gharar)
5. Kemudharatan (dharar), dan
6. Syarat-syarat yang merusak.
Untuk menghindari adanya spekulasi, dalam hal ini penulis
menyimpulkan bahwa transaksi jual beli dalam hukum Islam dibagi
56 1. Transaksi yang dibenarkan
Agar jual beli berlangsung secara sah, transaksi jual beli harus
dilakukan sesuai dengan rukun dan syarat yang telah ditetapkan,
adapun rukun dan syarat dalan jual beli adalah:
a) Penjual (Ba‟i)
b) Pembeli (Musytary)
c) Ijab Qabul (Shighat)
d) Barang atau jasa (Ma‟qud alaih)
Sedangkan syarat-syarat bagi rukun jual beli tersebut harus
dipenuhi karena jual beli dinyatakan sah apabila telah memenuhi
syarat-syarat atas pelaku akad, barang yang diakadkan, atau tempat
berakad.
Sedangkan syarat-syarat yang harus dipenuhi berkenaan
dengan objek transaksi adalah:
1) Suci, bukan barang yang mengandung unsur najis
2) Bermanfaat
3) Milik orang yang melakukan akad
4) Barang yang dijual harus diketahui secara jelas kualitas dan
kuantitasnya.
Adapun jual beli berdasarkan pertukarannya secara umum
seperti yang dikutip oleh Syafe‟i ( 2001:101) dibagi empat macam
57
a) Jual beli Salam (Pesanan)
Adalah jual beli suatu barang yang penyerahannya
ditunda, atau menjual suatu barang yang ciri-cirinya jelas
dengan pembayaran diawal, sedangkan barangnya
diserahkan kemudian.
b) Jual beli Muqayadhah (barter)
Adalah jual beli dengan cara menukar barang dengan
barang, seperti menukar baju dengan sepatu.
c) Jual beli Mutlaq
Adalah jual beli barang dengan sesuatu yang telah
disepakati sebagai alat pertukaran, seperti uang.
d) Jual beli alat penukar dengan alat penukar
Adalah jual beli barang yang biasa dipakai sebagai
alat penukar dengan alat penukar lainnya, seperti uang
perak dengan uang emas.
Jual beli berdasarkan dari segi harga dibagi menjadi empat
macam:
a) Jual beli yang menguntungkan (al-Murabahah).
b) Jual beli yang tidak menguntungkan, yaitu menjual dengan
harga aslinya (at-Tauliyah).
At-Tauliyah adalah menjual dengan harga beli tanpa
58
menjadi pembeli dalam walinya atas barang tersebut
(Muhammad, 2000:22)
c) Jual beli rugi (al-Khasarah).
d) Jual beli Musawamah yaitu penjual menyembunyikan
harga aslinya tetapi kedua orang yang melakukan akad
saling merindhoi (Syafe‟i, 2000:101-102).
Jual beli musawamah adalah jual beli biasa di mana
penjual memasang harga tanpa memberi tahu pembeli
berapa keuntungan yang diambilnya (Muhammad,
2000:22).
2. Transaksi yang tidak dibenarkan
Islam juga mengatur agar persaingan di pasar dilakukan
dengan adil dengan tujuan agar tidak menimbulkan ketidakadilan yang
dilarang di antaranya:
a) Jual beli Gharar
Adalah jual beli yang mengandung unsur-unsur penipuan,
baik karena ketidakjelasan dalam objek jual beli atau tidak
kepastian dalam cara pelaksanaanya (Syarifudin, 2010:206).
Hadits yang menyatakan larangan jual beli gharar:
59
Diceritakan dari Abu Khuraib dan Abbas bin Abdul Adzim melarang jual beli gharar (menimbulkan kerugian bagi orang lain). (HR. Ibnu Majah).
Jual beli yang disertai tipuan, berati dalam urusan jual beli
terdapat unsur penipuan, baik dari pihak pembeli maupun dari
penjual, pada barang ataupun ukuran dan timbangannya (Rasjid,
2013:285).
Jual beli gharar termasuk juga transaksi jual beli yang
melanggar prinsip An taradin-minkum yaitu prinsip kerelaan antara
kedua belah pihak. Di mana keduanya harus mempunyai informasi
terhadap barang yang akan dibeli sehingga, tidak ada pihak yang
merasa dicurangi (ditipu) karena keadaan barang yang cacat atau
barang yang rusak di mana pihak konsumen tidak mengetahui
informasi sebelum terhadap barang tersebut (Karim, 2010:30).
Gharar dalam objek akad menurut Ihsan (2011:157).
Dalam hukum perjanjian Islam, kedudukan objek akad sangatlah
penting karena termasuk bagian yang harus ada (rukun). Oleh
karena keberadaanya sangat menentukan sah tidaknya perjanjian
yang akan dilakukan, maka objek akad harus memenuhi
syarat-syarat sahnya seperti terbebas dari unsure-unsur gharar
(ketidakjelasan). Ada beberapa gharar yang dapat terjadi dalam
objek akad yang akan mempengaruhi sah tidaknya suatu transaksi,
60
1) Ketidakjelasan dalam jenis objek akad
Mengenai jenis objek akad secara jelas adalah syarat
sahnya jual beli. Maka jual beli objeknya tidak diketahui
tidak hukumnya karena terdapat gharar yang banyak di
dalamnya, seperti menjual sesuatu dalam karung yang mana
pembeli tidak mengetahui dengan jelas barang apa yang akan
dibeli.
2) Ketidakjelasan dalam sifat dan karakter objek transaksi
Menurut ulama madzhab Syafi‟i yang dikutip Ihsan
(2011:159), mensyaratkan sifat dan karakter kualitas
barangnya dan menjelaskan bahwa jual beli yang tidak jelas
sifat dan karakter kualitas barangnya hukumnya tidak sah
kecuali jika pembeli diberi hak untuk melakukan khiyar
ru‟yah (Hak untuk melihat barang).
3) Ketidaktahuan dalam dzat objek transaksi
Ketidaktahuan dalam zat objek transaksi adalah
bentuk dari gharar yang terlarang. Hal ini karena dzat dari
barangnya tidak diketahui, sehingga berpotensi untuk
menimbulkan perselisihan (Ihsan, 2011:160)
b) Jual beli Talqi Rukban
Adalah jual beli setelah pembeli datang menyongsong
penjual sebelum penjual sampai di pasar dan mengetahui harga