• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "4. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan dalam dua tahap. Pada tahap pertama dilakukan karakterisasi rumput laut kering Kappaphycus alvarezii dan buah mengkudu (Morinda citrifolia) yang akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan selai. Tahap kedua dilakukan untuk menentukan konsentrasi gula terbaik yang ditambahkan ke dalam selai mengkudu. Produk yang dihasilkan kemudian diuji organoleptik (uji skoring) untuk mengetahui tingkat penerimaan panelis. Perlakuan terbaik selanjutnya akan digunakan pada penelitian utama. 4.1.1. Karakterisasi rumput laut kering Kappaphycus alvarezii dan buah

mengkudu (Morinda citrifolia)

Karakterisasi yang dilakukan terhadap rumput laut kering Kappaphycus alvarezii meliputi analisis kadar air, abu (mineral), protein, lemak, karbohidrat, dan serat pangan. Rumput laut yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari hasil budidaya di Pulau Panjang, Banten. Hasil analisis proksimat dari rumput laut kering Kappaphycus alvarezii dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Karakteristik rumput laut kering Kappaphycus alvarezii Parameter Rumput laut kering Kappaphycus alvarezii

Hasil analisis Pembandinga

Kadar air (%) 32,83 ± 1,36 33,82

Kadar abu (%) 14,48 ± 1,34 12,16

Kadar lemak (%) 2,58 ± 1,29 0,06

Kadar protein (%) 3,35 ± 0,01 2,93

Kadar karbohidrat (%) 79,89 ± 0,03 84,85

Total serat pangan (%) 14,11 ± 0,04 26,64

Serat larut air (%) 9,50 ± 0,00 3,14

Serat tidak larut air (%) 4,61 ± 0,03 23,50

Keterangan : a Asra (2006)

Berdasarkan Tabel 5 diperoleh kadar air rumput laut kering Kappaphycus alvarezii sebesar 32,83%. Nilai ini tidak berbeda jauh dengan penelitian yang

(2)

dilakukan Asra (2006) dan masih sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan BSN mengenai syarat mutu rumput laut kering, yaitu maksimal 35%. Kadar air pada rumput laut merupakan komponen yang penting karena berhubungan dengan mutu rumput laut. Kappaphycus alvarezii segar mengandung kadar air yang cukup tinggi, yang mencapai 80-90% (Winarno 1990). Tingginya kadar air rumput laut dapat mempercepat terjadinya kerusakan akibat adanya aktivitas mikroorganisme.

Kadar abu rumput laut kering Kappaphycus alvarezii diperoleh sebesar 14,48%. Kadar abu menggambarkan banyaknya mineral yang tidak dapat terbakar dari zat yang dapat menguap. Kappaphycus alvarezii memiliki kandungan mineral yang baik untuk nutrisi, dengan kandungan mineral terbesar ialah klor (pada ganggang merah 1,5-3,5/100 g bahan kering) (Winarno 1990).

Lemak adalah sekelompok ikatan organik yang terdiri atas unsur-unsur karbon, hidrogen, dan oksigen yang mempunyai sifat dapat larut dalam pelarut tertentu, seperti etanol, eter, kloroform dan benzena (Winarno 1997). Kadar lemak yang diperoleh rumput laut kering Kappaphycus alvarezii sebesar 2,58%. Jenis lemak yang terdapat pada rumput laut laut merupakan jenis lemak nabati.

Kandungan protein yang terdapat pada rumput laut kering Kappaphycus alvarezii yaitu sebesar 3,35%. Kandungan protein yang bevariasi pada rumput

laut dapat terjadi karena perbedaan spesies dan musim panen (Fleurence 1999 dan Galland-Irmouli et al. 1999 dalam Matanjun et al. 2008).

Perhitungan kadar karbohidrat dilakukan secara by difference. Kadar karbohidrat pada rumput laut yang diperoleh sebesar 79,59%. Polisakarida merupakan komponen yang tertinggi pada rumput laut, hingga mencapai 40-70% dari berat keringnya. Jenis polisakarida yang terdapat pada Kappaphycus alvarezii yaitu karagenan, yang antara lain berfungsi sebagai pengental, penstabil, pembentuk gel dan lainnya.

Kandungan total serat pangan pada rumput laut Kappaphycus alvarezii kering sebesar 14,11%, dengan kadar serat larut air 9,50% dan serat tidak larut 4,61%. Serat pangan (dietary fiber) adalah bahan pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim pencernaan (Muchtadi 2000).

(3)

Karakteristik juga dilakukan pada buah mengkudu (Morinda citrifolia), sebagai bahan baku pembuatan selai. Buah yang digunakan ialah buah yang sudah cukup tua, ditandai dengan warna putih kekuningan. Parameter yang diuji meliputi kadar air, abu, lemak, protein, karbohidrat, pH, total serat pangan, dan vitamin C. Karakteristik buah mengkudu (edible portion) secara lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Karakteristik buah mengkudu (Morinda citrifolia)

Parameter Morinda citrifolia

Hasil analisis Pembandingb

Kadar air (%) 91,54 ± 0,14 91,29

Kadar abu (%) 0,58 ± 0,03 0,56

Kadar lemak (%) 0,26 ± 0,03 -

Kadar protein (%) 1,24 ± 0,05 1,25

Kadar karbohidrat (%) 6,37 ± 0,06 -

Total serat pangan (%) 6,37 ± 0,05 -

Vitamin C (mg) 166,42 ± 0,02 45,55

pH 3,92 ± 0,00 3,66

Keterangan : b Hatasura (2004), menggunakan buah mengkudu dari Cimanggu-Bogor.

Air merupakan komponen terbesar yang terkandung dalam bahan segar. Kadar air buah mengkudu (Morinda citrifolia) sebesar 91,54%. Tingginya kadar air dalam bahan baku ini menunjukkan bahwa bahan baku yang digunakan memiliki tingkat kesegaran yang baik. Fardiaz et al. (1992) menyebutkan air berperan dalam menentukan kesegaran dan daya tahan serta mempengaruhi penampakan tekstur dan cita rasa makanan.

Dari hasil analisis yang dilakukan diperoleh kadar abu buah mengkudu mencapai 0,58%. Kadar abu menunjukkan keberadaan kandungan mineral atau

bahan-bahan anorganik dalam suatu bahan. Mahmud et al. (1990) dalam Hatasura (2004) menyatakan bahwa di dalam 100 g buah mengkudu yang

dapat dimakan terkandung unsur besi sebanyak 6,9 mg, kalsium sebanyak 296 mg, dan fosfor sebesar 40 mg.

Buah mengkudu yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kandungan lemak sebesar 0,27%. Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia (Winarno 1997). Lemak yang terdapat pada buah mengkudu tergolong lemak nabati.

(4)

Protein merupakan salah satu unsur penting dalam bahan makanan.

Kandungan protein buah mengkudu diperoleh sebesar 1,24%. Suhardjo dan Kusharto (1987) dalam Hatasura (2004) menyebutkan tanaman

memperoleh unsur protein dari tanah dan udara sekitarnya, sedangkan nitrogen diperoleh dari tanah dalam bentuk senyawa nitrat dan nitrit.

Kandungan karbohidrat pada buah mengkudu diperoleh nilai sebesar 6,37% secara by difference. Pada tanaman, karbohidrat dibentuk dari reaksi CO2

dan H2O dengan bantuan sinar matahari melalui proses fotosintesis dalam sel

tanaman yang berklorofil (Winarno 1997).

Serat pangan yang terdapat pada buah mengkudu diperoleh sebesar 6,37%, dengan kandungan serat larut air sebesar 1,92% dan kandungan serat tidak

larut sebesar 4,45%. Winarti (2005) mengungkapkan buah mengkudu mengandung komponen serat pangan yang cukup tinggi, yaitu 3% (3g/100 g) buah yang dapat dimakan, sehingga berpotensi untuk diproses menjadi produk olahan berserat tinggi.

Buah dan sayur merupakan sumber vitamin C yang baik bagi tubuh. Buah mengkudu yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kandungan vitamin C yang cukup besar yaitu 166,42 mg/100 g. Kandungan vitamin C pada suatu bahan sangat bervariasi bahkan dalam varietas yang sama sekalipun (Gaman dan Sherington 1992 dalam Hatasura 2004).

Derajat keasaman (pH) ialah suatu nilai yang menunjukkan tingkat keasaman atau kebasaan suatu produk. Hasil uji pH buah mengkudu diperoleh sebesar 3,92, yang berarti asam (pH kurang dari 7).

4.1.2. Penentuan konsentrasi gula terbaik yang ditambahkan ke dalam selai mengkudu (Morinda citrifolia)

Tahap ini dilakukan untuk menentukan satu konsentrasi gula terbaik yang ditambahkan ke dalam selai mengkudu yang masih dapat diterima oleh panelis dengan uji skoring. Selai dengan konsentrasi gula terbaik selanjutnya akan digunakan pada penelitian utama.

(5)

(1) Uji skoring

Konsentrasi gula yang ditambahkan yaitu 45%, 55%, dan 65%. Penentuan ini didasarkan pada definisi yang menyatakan bahwa selai terbuat dari tidak

kurang 45 bagian berat buah-buahan dan 55 bagian berat gula (Woodroof dan Luh 1975). Parameter selai mengkudu yang diuji meliputi

penampakan, aroma, rasa, tekstur dan daya oles. a) Penampakan

Nilai rata-rata uji organoleptik terhadap penampakan selai mengkudu pada penelitian pendahuluan dapat dilihat pada Gambar 5.

Keterangan : Angka-angka pada diagram batang yang diikuti huruf superscripts berbeda (a,b) menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0,05) Gambar 5 Histogram nilai rata-rata penampakan selai pada penelitian

pendahuluan

Penilaian penampakan pada selai buah mengkudu dilakukan dengan memberikan penilaian secara keseluruhan. Nilai rata-rata panelis terhadap penampakan produk selai berkisar antara 5,13 (merah, agak cerah, agak menarik) sampai dengan 6,02 (merah tua, cerah, menarik). Nilai rata-rata tertinggi diperoleh pada perlakuan penambahan gula 55% dengan nilai 6,02 dan nilai rata-rata terendah yaitu pada perlakuan penambahan gula 45%. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa penambahan gula yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap penampakan selai mengkudu. Perbedaan ini disebabkan gula akan mengalami proses karamelisasi (pencoklatan) apabila dipanaskan. Winarno (1997) menyatakan bahwa pemanasan larutan sukrosa

(6)

hingga melampaui titik leburnya yaitu lebih dari 170 oC akan menyebabkan karamelisasi gula, sehingga semakin banyak gula yang ditambahkan akan menyebabkan warna selai semakin kurang cerah.

Dari Gambar 5 diketahui bahwa selai dengan penambahan gula sebanyak 55% paling disukai panelis. Hal ini dipengaruhi oleh gula yang ditambahkan dalam selai pada saat pemasakan yang membantu perubahan warna selai menjadi cerah. Penambahan gula sebanyak 45% kurang disukai panelis karena gula yang ditambahkan terlalu sedikit sehingga kurang mempengaruhi warna selai. Penambahan gula lebih dari 55% juga kurang disukai panelis karena warna yang dihasilkan terlalu gelap. Data skoring penampakan selai dapat dilihat pada Lampiran 3.

b) Aroma

Penambahan gula tidak hanya menyebabkan pencoklatan pada produk tetapi juga mempengaruhi aroma produk, hal ini dapat dilihar dari nilai rata-rata uji organoleptik terhadap aroma selai mengkudu pada Gambar 6.

Keterangan : Huruf-huruf superscripts pada histogram yang sama (a) menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0,05)

Gambar 6 Histogram nilai rata-rata aroma selai pada penelitian pendahuluan

Penilaian rata-rata panelis terhadap aroma selai berkisar antara 4,95 (harum, spesifikasi mengkudu sedang, sedikit bau tambahan, kurang enak) sampai dengan 5,23 (harum, spesifikasi mengkudu sedang, sedikit bau tambahan, agak enak). Nilai rata-rata tertinggi diperoleh pada perlakuan penambahan gula

(7)

55% dengan nilai 5,23 dan nilai rata-rata terendah yaitu pada perlakuan penambahan gula 45%. Data skoring aroma selai dapat dilihat pada Lampiran 4.

Gula yang dipanaskan hingga melampaui titik leburnya akan membentuk karamelisasi (Winarno 1997), yang dapat memberikan aroma pada produk. Perbedaan konsentrasi gula yang tidak terlalu jauh menyebabkan aroma karamelisasi yang terdapat pada selai tidak berbeda nyata. Selain itu penambahan essence dengan konsentrasi yang sama untuk setiap perlakuan diduga menyebabkan aroma yang tidak berbeda nyata antar setiap perlakuan.

c) Tekstur

Tekstur adalah penginderaan yang berhubungan dengan rabaan atau sentuhan. Penilaian rata-rata panelis terhadap tekstur selai berkisar antara 5,13 (homogen, sedikit lembut) sampai dengan 6,02 (homogen, lembut. Data skoring tekstur selai dapat dilihat pada Lampiran 5. Nilai rata-rata uji organoleptik terhadap tekstur selai mengkudu dapat dilihat pada Gambar 7.

Keterangan : Angka-angka pada diagram batang yang diikuti huruf superscripts berbeda (a,b) menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0,05) Gambar 7 Histogram nilai rata-rata tekstur selai pada penelian pendahuluan

Nilai rata-rata tertinggi diperoleh pada perlakuan penambahan gula 55% dengan nilai 5,63 dan nilai rata-rata terendah yaitu pada perlakuan penambahan gula 45% yaitu 5,13. Tekstur selai antara lain dipengaruhi oleh konsentrasi gula yang ditambahkan. Selai dengan konsentrasi gula 45% kurang disukai panelis karena gula yang ditambahkan terlalu sedikit, sehingga membentuk gel yang besar

(8)

dan kaku, sedangkan pada konsentrasi gula lebih dari 55% penambahan gula terlalu banyak sehingga menyebabkan gel menjadi kurang padat dan menyerupai sirup (Suryani et al. 2004). Pada konsentrasi gula 55% diduga tekstur yang dihasilkan cukup baik sehingga paling disukai panelis. Jumlah penambahan gula yang tepat pada pembuatan selai tergantung pada banyak faktor, antara lain tingkat keasaman buah, kandungan gula dalam buah, dan tingkat kematangan buah. Kandungan gula yang ideal pada produk selai berkisar 60 - 65%.

d) Rasa

Salah satu faktor yang sangat penting dalam menentukan keputusan akhir konsumen untuk menerima atau menolak suatu produk ialah rasa, meskipun penilaian parameter yang lain baik tetapi jika rasanya tidak enak maka produk akan segera ditolak oleh konsumen. Nilai rata-rata uji organoleptik terhadap rasa selai mengkudu dapat dilihat pada Gambar 8.

Keterangan : Angka-angka pada diagram batang yang diikuti huruf superscripts berbeda (a,b) menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0,05) Gambar 8 Histogram nilai rata-rata rasa selai pada penelitian pendahuluan

Penilaian rata-rata panelis terhadap rasa selai berkisar antara 4,9 (agak enak, rasa agak manis dan rasa asam kurang) sampai dengan 5,53 (agak enak, rasa manis cukup, rasa asam cukup). Selai mengkudu dengan penambahan gula sebanyak 45% kurang disukai panelis karena rasa yang dihasilkan kurang manis. Buah mengkudu memiliki bau dan rasa menyengat yang membuatnya kurang disukai (Winarti 2005). Penambahan bahan tambahan seperti asam, gula, dan

(9)

flavor akan mengurangi bau tersebut. Selai dengan konsentrasi gula 55% merupakan yang paling disukai panelis dengan nilai 5,53. Rasa buah mengkudu yang agak pahit akan semakin tertutupi dengan penambahan gula yang semakin banyak. Pada konsentrasi gula 65% agak kurang disukai panelis karena rasa yang dihasilkan terlalu manis. Data skoring rasa selai dapat dilihat pada Lampiran 6. e) Daya oles

Parameter uji yang spesifik pada produk selai ialah daya oles. Daya oles merupakan kemampuan selai untuk dioleskan secara merata pada roti. Data skoring daya oles selai dapat dilihat pada Lampiran 7. Hasil uji organoleptik terhadap parameter aroma selai mengkudu dapat dilihat pada Gambar 9.

Keterangan : Angka-angka pada diagram batang yang diikuti huruf superscripts berbeda (a,b) menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0,05) Gambar 9 Histogram nilai rata-rata daya oles selai pada penelitian pendahuluan

Dari Gambar 9 dapat dilihat bahwa penilaian rata-rata panelis terhadap daya oles selai cukup dapat diterima panelis. Nilai rata-rata penilaian berkisar antara 4,72 (kurang mudah dioles) sampai dengan 5,28 (cukup mudah dioles). Nilai rata-rata tertinggi diperoleh pada perlakuan penambahan gula 55% dengan nilai 5,28 dan nilai rata-rata terendah yaitu pada perlakuan penambahan gula 45% yaitu 4,72. Daya oles erat kaitannya dengan tekstur, tekstur yang kaku atau terlalu encer akan sulit dioleskan secara merata. Semakin banyak gula yang ditambahkan akan membuat selai semakin encer. Pada konsentrasi 45% diduga gula yang dibutuhkan untuk membentuk gel belum tercukupi sehingga daya oles yang dihasilkan kurang baik, sedangkan pada konsentrasi 65% diduga gula yang

(10)

dibutuhkan berlebih dari yang dibutuhkan sehingga membuat tekstur selai agak encer sehingga sulit dioleskan. Pada konsentrasi 55% diduga gula yang ditambahkan cukup sehingga tekstur yang dihasilkan paling disukai panelis.

4.2. Penelitian Utama

Penelitian utama bertujuan menentukan konsentrasi rumput laut Kappaphycus alvarezii terbaik yang ditambahkan pada selai mengkudu. Penelitian utama terdiri atas pembuatan selai dengan penambahan rumput laut untuk meningkatkan kadar serat pangan pada selai mengkudu. Produk yang dihasilkan kemudian diuji organoleptik untuk mengetahui tingkat penerimaan panelis terhadap produk selai yang dihasilkan. Produk terbaik selanjutnya dianalisis secara fisika dan kimia.

4.2.1. Pembuatan selai mengkudu dengan penambahan rumput laut Kappaphycus alvarezii

Proses pembuatan selai buah dimulai dengan menyortir buah mengkudu yang akan digunakan. Buah mengkudu yang digunakan dalam penelitian ini yaitu yang sudah cukup tua, ditandai dengan berwarna putih kekuningan, utuh, tidak berlubang atau busuk dan masih keras (Djauhariya dan Rosman 2006). Hal ini diperkuat dengan dengan pendapat Bruggencate (1992) dalam Nurdini (2004) yang menyatakan sebaiknya memanfaatkan buah mengkudu mengkal, yaitu buah yang sudah mulai matang tetapi teksturnya masih keras. Selain itu buah yang sudah mulai matang mempunyai kandungan gizi dan rasa yang cukup. Buah mengkudu yang matang memiliki aroma yang tidak sedap. Bau tidak sedap ini disebabkan oleh kandungan asam kaproat dan kaprat yang semakin meningkat kadarnya seiring matang buah (Winarti 2005).

Buah kemudian dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran atau benda asing yang menempel. Buah yang telah bersih kemudian dilakukan blanching (pemanasan bahan pangan pada suhu mendidih atau hampir mendidih pada waktu yang singkat). Proses blanching dilakukan untuk menginaktifkan atau mematikan mikroorganisme patogen, menghindari reaksi pencoklatan enzimatik yang terjadi pada buah sehingga dapat mencegah warna coklat yang tidak

(11)

diinginkan, meningkatkan keasaman buah, dan meningkatkan kandungan pektin, karena kenaikan pektin terjadi ketika buah mengalami pemanasan, sebagian senyawa pektat yang tidak larut air terhidrolisa menjadi pektin yang larut air (Satuhu 2004). Setelah direbus, buah kemudian dikuliti dan dipotong dengan

memisahkan daging buah dengan bijinya, kemudian buah dihancurkan dengan blender.

Selanjutnya dilakukan pembuatan bubur rumput laut. Rumput laut Kappaphycus alvarezii yang telah direndam kemudian ditiriskan dan ditimbang sebanyak 0%; 15%; 20%; dan 25% dari banyak daging buah lalu dipotong dengan ukuran ± 1-2 cm untuk memudahkan dalam penghancuran. Penghancuran

kemudian dilakukan dengan menggunakan blender hingga menjadi bubur rumput laut.

Bubur rumput laut kemudian dimasak. Suhu pemasakan berkisar antara 95-97 oC selama 20-25 menit. Selama pemasakan ditambahkan buah yang telah

dihancurkan (bubur buah), asam sitrat, gula dan aroma stroberi. Asam sitrat ditambahkan untuk mengurangi nilai pH sehingga didapatkan pH optimum bagi pembentukan gel dan meningkatkan cita rasa buah. Pemberian aroma stroberi dilakukan mengacu pada perlakuan terbaik yang dilakukan Mulya (2002). Pemasakan bertujuan membuat campuran gula dan bubur buah menjadi homogen dan menghilangkan air yang berlebihan sehingga selai yang dihasilkan menjadi pekat (Fachruddin 1997).

Pemasakan dihentikan apabila masakan meleleh tidak lama dan terpisah menjadi dua bagian saat dicelupkan sendok dan diangkat (spoon test). Hal ini menunjukkan selai telah terbentuk dan pemanasan dihentikan (Fachruddin 1997). Pengemasan dilakukan dengan memasukkan selai ke dalam wadah toples yang telah disterilkan dengan merebusnya dalam air mendidih untuk menghindari kontaminasi dengan bakteri.

4.2.2. Pengujian organoleptik selai buah mengkudu

Uji organoleptik yang dilakukan terdiri dari dua jenis, yaitu uji skoring dan uji perbandingan berpasangan. Uji skoring dilakukan untuk mendapatkan karakteristik spesifik dari masing-masing produk selai yang dihasilkan. Produk

(12)

yang paling dapat diterima panelis kemudian dibandingkan dengan produk komersil (uji perbandingan berpasangan).

(1) Uji skoring

Uji skoring yang dilakukan menggunakan 30 orang panelis semi terlatih,

yaitu panelis yang sebelumnya sudah pernah mengikuti uji organoleptik produk-produk perikanan. Konsentrasi rumput laut yang ditambahkan yaitu 0%,

15%, 20%, dan 25%. Penilaian yang dilakukan meliputi parameter penampkan, aroma, tekstur, rasa dan daya oles.

a) Penampakan

Penampakan merupakan daya tarik awal bagi konsumen dalam memilih produk. Cara penilaiannya dilakukan dengan menggunakan indera penglihatan. Penampakan produk yang rapih, utuh dan warna menarik umumnya membuat konsumen tertarik. Nilai rata-rata uji organoleptik terhadap penampakan selai mengkudu pada penelitian utama dapat dilihat pada Gambar 10.

Keterangan : Angka-angka pada diagram batang yang diikuti huruf superscripts berbeda (a,b) menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0,05) Gambar 10 Histogram nilai rata-rata penampakan selai pada penelitian utama

Dari Gambar 10 diketahui bahwa penampakan selai cenderung disukai panelis seiring dengan penambahan rumput laut. Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap penampakan berkisar antara 3,92 (merah muda, kurang cerah, agak menarik) sampai 5,46 (merah, cerah, menarik) (Lampiran 10). Nilai rataan tertinggi yaitu pada penambahan rumput laut 20% sebesar 5,46 sedangkan

(13)

terendah pada konsentrasi 25%. Selai mengkudu dengan penambahan rumput laut sebanyak 20% merupakan selai yang lebih disukai panelis, hal ini disebabkan warna yang terbentuk akibat penambahan rumput laut dan essence lebih cerah dan menarik. Penambahan rumput laut lebih dari 20% menyebabkan warna selai kurang cerah dan menarik, hal ini diduga penambahan rumput laut dapat menyebabkan warna yang terbentuk pada selai memudar (kurang cerah), sehingga semakin besar konsentrasi rumput laut yang ditambahkan menyebabkan warna selai yang terbentuk menjadi kurang cerah.

Warna merah yang terdapat pada selai disebabkan oleh essence stroberi yang tambahkan. Jenis pewarna (ponceau 4R) yang ditambahkan termasuk dalam jenis pewarna yang aman dikonsumsi (Hidayati dan Saparinto 2006). Selai yang bermutu baik memiliki ciri antara lain konsisten, warna cemerlang, distribusi buah merata, tekstur lembut, flavor bahan alami, dan tidak mengalami sineresis dan kristalisasi selama penyimpanan (Suryani 2004).

b) Aroma

Aroma merupakan parameter yang banyak menentukan mutu suatu bahan pangan (Winarno 1997). Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap aroma berkisar antara 4,28 sampai 4,9 (harum, spesifikasi mengkudu sedang, sedikit bau tambahan, dan kurang enak) (Lampiran 11). Nilai rataan tertinggi yaitu pada penambahan rumput laut 20 % sebesar 4,90 sedangkan terendah pada konsentrasi 25% yaitu 4,28. Nilai rata-rata uji organoleptik terhadap aroma selai mengkudu pada penelitian utama dapat dilihat pada Gambar 11.

Tingkat kematangan buah yang digunakan pun juga mempengaruhi aroma selai. Agar diperoleh selai dengan aroma dan tekstur yang baik digunakan campuran buah setengah matang dan buah yang matang. Buah setengah matang akan memberikan pektin yang cukup, sedangkan buah yang matang akan memberikan aroma yang baik (Satuhu 2004). Buah mengkudu matang memiliki aroma yang kurang sedap, oleh sebab itu buah yang digunakan pada penelitian bersifat cukup tua.

(14)

Keterangan : Huruf-huruf superscripts pada histogram yang sama (a) menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0,05)

Gambar 11 Histogram nilai rata-rata aroma selai pada penelitian utama Dari hasil uji organoleptik yang dilakukan menunjukkan bahwa penambahan rumput laut dengan konsentrasi berbeda tidak memberikan pengaruh berbeda nyata untuk setiap perlakuan. Diduga selai mengkudu yang dihasilkan memiliki aroma yang seragam sehingga penilaian panelis tidak berbeda nyata. Rumput laut yang digunakan hampir tidak berbau, sehingga aroma selai mengkudu berasal dari buah mengkudu dan essence stroberi yang ditambahkan. c) Tekstur

Nilai rata-rata uji organoleptik terhadap tekstur selai mengkudu pada penelitian utama dapat dilihat pada Gambar 12.

Keterangan : Angka-angka pada diagram batang yang diikuti huruf superscripts berbeda (a,b) menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0,05) Gambar 12 Histogram nilai rata-rata tekstur selai pada penelitian utama

4,58ab 4,48ab 4,90a 4,28a 0 1 2 3 4 5 6 7 0% 15% 20% 25% N ila i r a ta -r a ta a ro m a

Konsentrasi rumput laut

4,57a 4,72a 5,47b 4,4a 0 1 2 3 4 5 6 7 0% 15% 20% 25% N ila i r a ta -r a ta te k st u r

(15)

Berdasarkan Gambar 12 diketahui bahwa semakin banyak rumput laut yang ditambahkan maka tekstur selai yang dihasilkan cenderung kurang disukai panelis karena tekstur selai semakin kasar dan kurang homogen. Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur selai berkisar antara 4,40 (agak homogen, agak kasar) sampai 5,47 (homogen, sedikit lembut). Nilai rataan tertinggi yaitu pada penambahan rumput laut 20% sebesar 5,47 sedangkan terendah pada konsentrasi 25% yaitu 4,40 (Lampiran 12).

Tekstur selai mengkudu dengan penambahan rumput laut antara lain dipengaruhi oleh kombinasi antara pektin dari buah mengkudu dengan karagenan dari rumput laut. Kappaphycus alvarezii memiliki kandungan karagenan yang cukup tinggi, berkisar antara 54 – 73% tergantung pada jenis dan lokasinya (Aslan 2006). Selain itu kekuatan gel yang dimiliki kappa karagenan merupakan yang paling kuat bila dibandingkan dengan lambda dan iota. Penambahan rumput laut 15% akan menghasilkan tekstur yang menyerupai agar, sedangkan penambahan rumput laut lebih dari 20% menghasilkan tekstur yang padat menyerupai jelly.

d) Rasa

Nilai rata-rata uji organoleptik terhadap rasa selai mengkudu pada penelitian utama dapat dilihat pada Gambar 13. Parameter rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa yang lain (Winarno 1997).

Keterangan : Angka-angka pada diagram batang yang diikuti huruf superscripts berbeda (a,b) menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0,05) Gambar 13 Histogram nilai rata-rata rasa selai pada penelitian utama

4,33a 4,55a 5,38b 4,07a 0 1 2 3 4 5 6 7 0% 15% 20% 25% N il a i ra ta -r a ta r a sa

(16)

Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap rasa selai berkisar antara 4,07 (agak enak, rasa agak manis dan rasa asam kurang) sampai 5,38 (agak enak, rasa manis cukup, rasa asam cukup). Nilai rataan tertinggi yaitu pada penambahan rumput laut 20% sebesar 5,47 sedangkan terendah pada konsentrasi 25% yaitu 4,40 (Lampiran 13). Semakin banyak rumput laut yang ditambahkan akan membuat rasa selai semakin hambar, oleh karena itu konsentrasi rumput laut lebih dari 20% cenderung kurang disukai panelis. Interaksi antar bahan penyusun suatu produk secara langsung akan mempengaruhi rasa akhir produk tersebut. Penambahan rumput laut dengan konsentrasi yang berbeda-beda dan bahan penyusun lainnya (buah, gula, essence) tetap akan membuat tingkat kemanisan selai berkurang.

e) Daya oles

Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap daya oles selai berkisar antara 4,22 (kurang mudah dioles) sampai 5,82 (cukup mudah dioles). Nilai rataan tertinggi yaitu pada penambahan rumput laut 20% sebesar 5,82 sedangkan

terendah pada selai tanpa penambahan rumput laut dengan nilai 4,22 (Lampiran 14). Nilai rata-rata uji organoleptik terhadap daya oles selai mengkudu

pada penelitian utama dapat dilihat pada Gambar 14.

Keterangan : Angka-angka pada diagram batang yang diikuti huruf superscripts berbeda (a,b) menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0,05) Gambar 14 Histogram nilai rata-rata rasa daya oles pada penelitian utama

Dari Gambar 14 dapat diketahui bahwa penambahan rumput laut cenderung menurunkan tingkat kesukaan panelis terhadap daya oles selai

4,53a 4,25a 5,82b 4,22a 0 1 2 3 4 5 6 7 0% 15% 20% 25% N il a i r a ta -r a ta d a y a o le s

(17)

mengkudu. Hal ini diduga semakin banyak rumput laut yang ditambahkan akan membuat tekstur selai menjadi kasar dan tidak homogen sehingga sulit untuk dioles. Pembentukan gel pada selai campuran buah dan rumput laut dipengaruhi oleh kadar pektin dan karagenan. Buah-buahan yang akan matang mengandung pektin yang cukup banyak, dimana semakin matang buah akan menurunkan kandungan pektin karena adanya enzim yang memecah pektin menjadi asam pektat dan alkohol (Suryani et al. 2004).

Pada penambahan rumput laut 20%, daya oles selai tersebut paling disukai panelis. Pada konsentrasi tersebut, karagenan yang terkandung dalam rumput laut membantu pektin membentuk gel yang tepat sehingga mudah dioleskan (Broomfield 1996). Pada konsentrasi rumput 25%, tekstur selai yang dihasilkan kasar sehingga sulit untuk dioleskan pada roti. Hasil uji organoleptik terhadap parameter daya oles pada penelitian utama menunjukkan bahwa penambahan rumput laut dengan konsentrasi yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa selai dengan konsentrasi rumput laut 20% berbeda nyata dengan selai dengan konsentrasi rumput laut 0%, 15% dan 25%.

(2) Uji perbandingan berpasangan

Uji perbandingan berpasangan ialah uji yang dilakukan untuk membandingkan produk terbaik hasil uji hedonik dengan produk komersial. Selai yang menjadi pembanding yaitu selai strawberi merek “Morin”. Berdasarkan komunikasi pribadi yang dilakukan penulis di salah satu supermarket, selai “Morin” merupakan selai yang paling banyak dibeli konsumen. Selama ini selai mengkudu belum dijual secara komersial di pasaran, tetapi baru terbatas pada program penelitian. Selai strawberi merek “Morin” digunakan sebagai pembanding karena selai mengkudu yang dihasilkan pada penelitian ini menggunakan essence strawberi, untuk mengurangi bau kurang sedap pada buah mengkudu (Mulya 2002). Perbandingan selai komersial dengan selai terbaik hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 15.

(18)

Gambar 15 Perbandingan selai komersial/selai strawberi (A) dengan selai mengkudu terbaik hasil penelitian (B)

Uji perbandingan berpasangan dilakukan dengan penilaian antara +3 (sangat lebih baik) hingga -3 (sangat kurang baik) (Lampiran 17). Parameter

yang diujikan mencakup penampakan, aroma, tekstur, dan daya oles. Hasil penilaian uji perbandingan berpasangan antara selai komersial dengan selai mengkudu yang telah ditambahkan rumput laut menunjukkan penampakan dan tekstur yang relatif lebih baik dibandingkan dengan selai komersial. Parameter aroma dan daya oles selai mengkudu dengan penambahan rumput laut cenderung menunjukkan nilai yang kurang baik bila dibandingkan dengan selai komersial.

Histogram nilai rata-rata uji perbandingan berpasangan dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16 Histogram nilai rata-rata uji perbandingan berpasangan selai mengkudu dengan selai komersial

0,76 -0,2 0,26 -0,6 -3 -2 -1 0 1 2 3

Penampakan Aroma Tekstur Daya oles

N ila i r a ta -r a ta u ji p er b a n d in g a n b er p a sa n g a n Parameter

(19)

Hasil penilaian panelis pada uji perbandingan berpasangan menunjukkan penampakan selai mengkudu dengan penambahan rumput laut lebih baik dibandingkan dengan selai komersial. Selai mengkudu dengan penambahan rumput laut memiliki warna yang lebih cerah dibandingkan dengan selai komersial. Berbeda dengan penampakan, parameter aroma menunjukkan hal yang berbeda. Penilaian panelis menyatakan parameter aroma kurang baik bila dibandingkan dengan selai komersial. Hal ini diduga penambahan essence kurang menutupi bau mengkudu yang dihasilkan. Penilaian panelis terhadap tekstur selai mengkudu dengan penambahan rumput laut cenderung sedikit lebih baik dibandingkan dengan selai komersial. Buah mengkudu memiliki tekstur yang agak kasar setelah dihancurkan sehingga menyebabkan tekstur selai berserat, dan daya oles selai kurang merata bila dioleskan pada roti. Selai mengkudu yang dihasilkan cenderung lebih cocok untuk pengisi kue.

4.2.3. Karakteristik fisika selai mengkudu

Produk selai terbaik berdasarkan uji organoleptik selanjutnya diuji karakteristik fisiknya, yang meliputi total padatan terlarut dan viskositas. Produk selai mengkudu terbaik akan dibandingkan dengan selai mengkudu tanpa penambahan rumput laut. Rekapitulasi data karakteristik fisika selai buah mengkudu dengan penambahan rumput laut terpilih dapat dilihat pada Lampiran 18a. Karakteristik fisika selai mengkudu secara lengkap disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Karakteristik fisika selai mengkudu dan selai mengkudu dengan penambahan rumput laut

Keterangan: Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti huruf superscripts

berbeda (a,b) menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0,05).

Total padatan terlarut menunjukkan total padatan yang terdapat pada selai mengkudu. Sumber padatan yang terdapat pada selai mengkudu terutama berasal

Parameter Produk selai mengkudu

Rumput laut 0 % Rumput laut 20 %

Total padatan terlarut (%) 66,5 ± 0,00a 70,5 ± 0,00b

(20)

dari buah mengkudu, gula dan rumput laut. Nilai TPT diukur menggunakan refraktometer. Dari Tabel 7 dapat dilihat nilai rata-rata total padatan terlarut produk selai tanpa penambahan rumput laut sebesar 66,5% dan setelah ditambahkan rumput laut 20% meningkat menjadi 70,5%. Nilai ini masih sesuai dengan SNI selai buah (BSN 2008) yang menyatakan total padatan terlarut selai minimal 65%. Peningkatan TPT ini diduga terjadi karena penambahan rumput laut yang menambah massa padatan terhadap produk selai sehingga meningkatkan nilai total padatan terlarut. Semakin tinggi nilai TPT akan menghasilkan selai dengan tekstur kasar sehingga akan membuat daya oles selai rendah.

Glicksman (1983) menyatakan viskositas sebagai gesekan di bagian dalam suatu fluida, sehingga dipengaruhi oleh banyaknya partikel yang terkandung dalam suatu larutan dan besarnya bahan pengental yang ditambahkan akan mempengaruhi besarnya nilai viskositas. Penambahan rumput laut pada selai menyebabkan nilai viskositas semakin tinggi. Hal ini diduga semakin banyak rumput laut yang ditambahkan maka akan meningkatkan jumlah partikel dan bahan pengental dalam bahan, sehingga partikel-partikel dalam bahan semakin sering bertabrakan dan menyebabkan semakin banyak pula gesekan yang terjadi dalam larutan. Rumput laut terdiri atas polisakarida sebagai komponen utama yang berupa hidrokoloid yang mampu menyerap air dalam jumlah besar sehingga viskositas selai akan meningkat Glicksman (1983). Selama ini standar viskositas selai yang baik belum ada. Sebagai perbandingan, penelitian yang dilakukan Setyaningsih (2004) menunjukkan nilai viskositas produk selai nanas dengan penambahan rumput laut dan gula (1:1:3) yang dilakukan sebesar 78550 cp. 4.2.4. Karakteristik kimia selai mengkudu

Setiap bahan makanan memiliki karakteristik susunan kimia yang berbeda-beda. Karakteristik dilakukan untuk membandingkan antara selai tanpa

penambahan rumput laut dengan perlakuan terbaik (penambahan rumput laut 20%). Rekapitulasi data karakteristik fisika selai buah mengkudu dengan

penambahan rumput laut terpilih dapat dilihat pada Lampiran 19. Karakteristik kimia yang dilakukan meliputi analisis serat pangan (dietary fiber), vitamin C, aw,

(21)

dan pH. Hasil pengujian karakteristik kimia selai mengkudu secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Karakteristik kimia selai mengkudu dan selai mengkudu dengan penambahan rumput laut

Keterangan: Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti huruf superscripts

berbeda (a,b) menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0,05).

Berdasarkan kelarutannya dalam air, serat pangan terbagi menjadi dua jenis yaitu serat pangan tidak larut air (insoluble dietary fiber) (IDF) dan serat pangan larut air (soluble dietary fiber) (SDF) (Ramulu dan Rao 2003). Penambahan rumput laut dapat meningkatkan kadar serat pangan selai mengkudu. Nilai rata-rata IDF selai mengkudu tanpa penambahan rumput laut yaitu 1,23% dan setelah ditambahkan rumput laut sebanyak 20% meningkat menjadi 2,35%. Peningkatan juga terjadi pada SDF, selai kontrol memiliki kadar serat pangan larut sebesar 1,6%, sedangkan selai dengan penambahan rumput laut memiliki kadar serat larut 15,75%. Total serat pangan selai kontrol yaitu 2,83% sedangkan selai mengkudu dengan penambahan rumput laut sebesar 18,08%.

Pada selai mengkudu tanpa penambahan rumput laut, sumber serat pangan hanya berasal dari kandungan pektin yang terdapat dalam buah mengkudu, sedangkan pada selai dengan penambahan rumput laut, sumber serat selain berasal dari buah mengkudu juga berasal dari rumput laut Kappaphycus alvarezii. Hampir sebagian serat pangan yang terkandung dalam makanan bersumber dari

pangan nabati. Serat tersebut berasal dari dinding sel berbagai jenis buah-buahan, sayuran, serealia, umbi-umbian, kacang-kacangan, dan lain-lain

(Muchtadi 2000). Almatsier (2004) menyatakan angka kecukupan gizi (AKG) rata-rata serat pangan yang dianjurkan per orang setiap hari sebesar 30 g. AKG

Parameter Produk selai mengkudu

Rumput laut 0 % Rumput laut 20 %

Total serat pangan (%) 2,83 ± 0,01a 18,08 ± 0,09a

Serat pangan larut (%) 1,60 ± 0,0a 15,75 ± 0,00a

Serat pangan tidak larut (%) 1,23 ± 0,03a 2,35 ± 0,00a

Vitamin C (mg/100 g) 47,92 ± 0,86b 36,97 ± 0,40a

Aktivitas air (aw) 0,9 ± 0,00a 0,89 ± 0,00a

(22)

serat pangan dari dari satu kerat (lembar) roti yang diolesi selai tanpa penambahan rumput laut sebanyak kurang lebih satu sendok makan (10 gram) dapat memenuhi 0,94%; sedangkan selai mengkudu dengan penambahan rumput laut dapat memenuhi 6,03% AKG (Lampiran 18b).

Proporsi komponen serat pangan sangat bervariasi antara satu bahan pangan dengan bahan pangan lainnya. Faktor-faktor seperti spesies, tingkat kematangan, bagian tanaman yang dikonsumsi, dan perlakuan terhadap bahan tersebut sangat berpengaruh terhadap komposisi kimia dan fisik dari serat pangan serta peran fisiologis serat dalam tubuh (Muchtadi 2000).

Aktivitas air berpengaruh besar terhadap laju dari banyak reaksi kimia dalam makanan dan pertumbuhan mikroba (Labuza 1980 dalam DeMan 1989). Nilai aw yang berbeda akan menyebabkan perbedaan jenis mikroorganisme yang

mungkin tumbuh pada produk tersebut, karena tiap mikroorganisme memiliki kisaran aw minimum yang berbeda untuk pertumbuhannya, seperti bakteri yang

memiliki aw minimum 0,90, khamir 0,80-0,90, dan kapang 0,60-0,70

(DeMan 1989). Semakin rendah nilai aw kemungkinan tumbuhnya

mikroorganisme pun akan semakin kecil karena fase lag pertumbuhan dapat diperpanjang dan dapat menurunkan jumlah sintesa sel (Frazier dan Westhoff 1988 dalam Setyaningsih 2004). Brackett (1997) dalam Nieminen (2009) menyatakan bahwa selai umumnya memiliki nilai aw sebesar 0,82-0,94.

Kandungan vitamin C selai mengkudu mengalami penurunan bila dibandingkan dengan buah mengkudu segar yang mencapai 166,42 mg/100 g. Penurunan kandungan vitamin C ini disebabkan oleh perlakuan panas yang diberikan ketika proses pembuatan produk. DeMan (1989) menyatakan vitamin C merupakan vitamin yang paling tidak stabil atau mudah rusak. Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa selai tanpa penambahan rumput laut memiliki kandungan vitamin C yang lebih besar yaitu 47, 92 mg/100 g bila dibandingkan dengan selai yang telah ditambahkan rumput laut (36,97 mg/100 g). Hal ini disebabkan sumber utama vitamin C pada produk selai berasal dari buah mengkudu, sehingga penambahan rumput laut akan menyebabkan volume massa selai bertambah dan menyebabkan penurunan kandungan vitamin C pada produk. Almatsier (2004) menyatakan angka kecukupan gizi (AKG) rata-rata vitamin C yang dianjurkan per

(23)

orang setiap hari sebesar 60 mg. AKG vitamin C dari dari satu kerat (lembar) roti yang diolesi selai tanpa penambahan rumput laut sebanyak kurang lebih satu sendok makan (10 gram) dapat memenuhi 7,98%. Sedangkan selai mengkudu dengan penambahan rumput laut dapat memenuhi 6,17% AKG.

Derajat keasaman (pH) menunjukkan tingkat keasaman maupun kebasaan suatu zat. Seringkali nilai pH digunakan sebagai indikator kerusakan bahan makanan karena pengontrolan nilai pH merupakan salah satu cara untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme pembusuk (Winarno 1997). Nilai pH berkisar antara 0-14. Apabila suatu bahan memiliki nilai pH 7, bahan tersebut tergolong netral, dibawah 7 tergolong asam, dan diatas 7 tergolong basa. Dari Tabel 8 diketahui nilai rata-rata pH selai mengkudu mengalami peningkatan setelah ditambahkan rumput laut. Rumput laut Kappaphycus alvarezii yang digunakan dalam penelitian ini memiliki pH netral ke arah alkali, sehingga semakin banyak rumput laut yang ditambahkan akan semakin berkurang keasamannya. Nilai pH yang semakin kecil akan membuat produk lebih awet karena umumnya mikroba tidak tahan pada suasana asam.

Gambar

Tabel 5  Karakteristik rumput laut kering Kappaphycus alvarezii  Parameter  Rumput laut kering Kappaphycus alvarezii
Tabel 6 Karakteristik buah mengkudu (Morinda citrifolia)
Gambar 5  Histogram nilai rata-rata penampakan selai pada penelitian        pendahuluan
Gambar 6  Histogram nilai rata-rata aroma selai pada penelitian pendahuluan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bahan yang digunakan dalam berkarya seni rupa tiga dimensi terdiri dari berbagai  jenis dan memiliki sifat serta karakeristik yang berbeda satu dengan yang

Dalam kajian ini, ujian ini digunakan terutamanya untuk menentukan sama ada terdapat perbezaan yang signifikan antara persepsi siswazah dengan majikan mengenai

1 Edisi 4 November 2018 407 keberlanjutan, maksud dari asas ini adalah dalam pengelolaan energi harus menjamin penyediaan dan pemanfaatan energi untuk generasi

Sedangkan pada pola pengembangan hutan rakyat swadaya tipe pemilik jauh dari lokasi hutan rakyat, pola kemitraan dengan pemerintah maupun Perhutani jenis tanamannya cenderung

Program Pengelolaan Sumberdaya Air Kegiatan Pengembangan dan Rehabilitasi Jaringan Irigasi, Air Tanah, Rawa dan Tambak Sasaran : Rehabilitasi 639 ribu jaringan irigasi

Sumber data primer yaitu sumber data pokok yang dijadikan bahan penelitian ini menggunakan jenis data kualitatif, maka yang menjadi sumber data utama adalah

[r]

Berdasarkan penyebaran kuesioner dapat diketahui tanggapan responden mengenai seberapa banyak sumber informasi yang ditemukan dengan adanya fasilitas area hotspot, pada