• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Reformasi birokrasi bertujuan untuk menciptakan birokrasi pemerintah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. Reformasi birokrasi bertujuan untuk menciptakan birokrasi pemerintah"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

 

1 BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Reformasi birokrasi bertujuan untuk menciptakan birokrasi pemerintah yang profesional dengan karakteristik adaptif, berintegritas, berkinerja tinggi, bersih dan bebas KKN, mampu melayani publik, netral, sejahtera, berdedikasi dan memegang teguh nilai-nilai dasar dan kode etik aparatur negara. Hal ini tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 yang menyebabkan paradigma masyarakat berubah, dimana masyarakat mulai mengetahui bahwa sebenarnya pemerintah bukan penguasa tetapi, pelayan yang harus memenuhi kepentingannya dengan optimal. Kinerja pemerintah daerah dapat dilihat dari sejauh mana instrumen atau sistem pengelolaan keuangan daerah mampu memberikan nuansa manajemen keuangan yang lebih adil, rasional, transparansi, partisipatif dan bertanggungjawab.

Upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah adalah dengan menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Laporan keuangan pemerintah yang dihasilkan harus memenuhi karakteristik kualitatif yaitu relevan, andal, dapat dibandingkan dan

(2)

 

dapat dipahami serta disusun dengan mengikuti Standar Akuntansi Pemerintahan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010. Laporan keuangan pemerintah kemudian disampaikan kepada DPR/DPRD dan masyarakat umum setelah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Adapun komponen laporan keuangan yang disampaikan tersebut meliputi Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (Laporan Perubahan SAL), Neraca, Laporan Operasional (LO), Laporan Arus Kas (LAK), Laporan Perubahan Ekuitas (LPE) dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).

Organisasi harus memiliki pengendalian yang efektif untuk menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas (Johnstone et al., 2014). Bagi auditor selaku pemberi opini, menjadikan sistem pengendalian intern sebagai informasi penting dalam perencanaan uji tertentu untuk menentukan kecenderungan dan keluasan kesalahan penyajian laporan keuangan (Hall and Tommie, 2007). Sehingga jika auditor menemukan tingkat implementasi sistem pengendalian intern pada level terendah yang menunjukkan adanya kelemahan pengendalian intern suatu organisasi maka kondisi tersebut harus menjadi salah satu pertimbangan auditor dalam menentukan tingkat kewajaran penyajian suatu laporan keuangan yang berakhir pada pemberian opini.

Menteri atau pimpinan lembaga, gubernur, dan bupati atau walikota wajib melakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan untuk meningkatkan dan mencapai pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien, transparan dan akuntabel. Pengendalian atas kegiatan pemerintahan dilaksanakan dengan berpedoman pada peraturan pemerintah tentang Sistem Pengendalian

(3)

 

Intern Pemerintah (SPIP) sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 yang secara konsep banyak mengacu kepada definisi pengendalian intern menurut Committee of Sponsoring Organizations (COSO). Definisi sistem pengendalian intern menurut Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan organisasi, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Sistem pengendalian intern meliputi lima unsur pengendalian yaitu lingkungan pengendalian, penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi, serta pemantauan.

Peningkatan kualitas laporan keuangan melalui implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 yang telah berjalan selama 7 tahun dirasa sudah memberikan hasil yang cukup efektif. Opini yang diberikan Badan Pemeriksa Keuangan atas suatu LKPD merupakan cermin bagi kualitas laporan keuangan atas pelaksanaan APBD. Fakta yang terjadi di lapangan menunjukkan bahwa dari hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas 524 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun 2013 yang dilaporkan dalam IHPS Semester 1 dan 2 Tahun 2014 mengalami peningkatan terutama pada opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Seluruh LKPD Tahun 2013 telah diperiksa oleh BPK dengan hasil 156 LKPD memperoleh opini WTP, 311 LKPD

(4)

  3% 6% 13% 23% 30% 65% 66% 67% 61% 59% 10% 5% 2% 1% 2% 22% 23% 18% 15% 9% 2009 (504) LHP 2010 (522) LHP 2011 (524) LHP 2012 (524) LHP 2013 (524) LHP WTP WDP TW TMP

memperoleh opini WDP, 11 LKPD memperoleh opini TW dan 46 LKPD memperoleh opini TMP (IHPS BPK, 2014).

Gambar 1.1

Grafik Perkembangan Opini BPK untuk Pemerintah Daerah Tahun 2009 - 2013

Sumber: IHPS BPK, 2014 Keterangan:

LHP = Laporan Hasil Pemeriksaan WTP = Wajar Tanpa Pengecualian WDP = Wajar Dengan Pengecualian TW = Tidak Wajar

TMP = Tidak Memberikan Pendapat

Kualitas laporan keuangan pemerintah daerah pada Gambar 1.1 secara keseluruhan masih menunjukkan presentase opini WDP, TW dan TMP yang cukup tinggi. Hasil pemeriksaan keuangan pada pemerintah daerah juga menunjukkan adanya 6.857 kelemahan SPI yang terdiri dari 3 kelompok besar yaitu sebanyak 2.501 kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan, 2886 kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja, serta 1470 kelemahan struktur pengendalian intern (IHPS BPK, 2014).

Penelitian yang dilakukan Mahaputra dan Putra (2014), Udiyanti dkk. (2014), Desmiyawati (2014) serta Nurillah dan Muid (2014) menunjukkan bahwa

(5)

 

sistem pengendalian intern pemerintah berpengaruh positif terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah. Indriasih (2014) menyatakan bahwa sistem pengendalian internal pemerintah yang tidak efektif merupakan penyebab utama lemahnya kualitas pelaporan keuangan di seluruh unit pemerintah daerah. Namun terdapat inkonsistensi hasil penelitian serupa dimana Nuryanto dan Afiah (2013), Munteh (2013), Yensi (2014), dan Suwanda (2015), menunjukkan bahwa sistem pengendalian intern tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas laporan keuangan. Heriningsih dan Rusherlistyani (2013) juga menemukan bahwa sistem pengendalian intern berhubungan negatif terhadap pengungkapan laporan keuangan pemerintah.

Secara konseptual implementasi sistem pengendalian intern menuntut adanya komitmen dan peran aktif para pimpinan publik pada setiap tingkatan organisasi. Kepemimpinan publik mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya meningkatkan kinerja organisasi sektor publik dan mempunyai keterkaitan yang sangat erat dalam usaha mencapai tujuan organisasi (Gani, 2007). Lingkungan pengendalian merupakan fondasi bagi komponen pengendalian intern lainnya. Lingkungan pengendalian adalah kondisi yang dibangun dan diciptakan dalam suatu organisasi yang akan mempengaruhi efektivitas pengendalian. Kondisi lingkungan kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah kepemimpinan yang kondusif (Sugiyanto, 2013). Pasal 47 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 menyatakan bahwa menteri atau pimpinan lembaga, gubernur, dan bupati atau walikota bertanggungjawab atas efektivitas penyelenggaraan sistem pengendalian intern di lingkungan masing-masing.

(6)

 

Disamping itu keberhasilan pengawasan terhadap program-program pemerintah tidak hanya menjadi tanggung jawab lembaga-lembaga pengawasan yang secara formal mempunyai kewenangan dan tanggung jawab dalam bidang pengawasan, akan tetapi juga peran pimpinan dalam melaksanakan pengendalian internal di lingkungan instansi pemerintah (Marsono, 2009).

Seorang pemimpin dalam memimpin organisasinya memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda-beda. Berbagai gaya kepemimpinan telah diterapkan untuk mencapai tujuan organisasi namun oleh karena perubahan lingkungan yang cepat seperti perubahan teknologi komunikasi dan berkembangnya paradigma masyarakat, menuntut diterapkannya gaya kepemimpinan yang sesuai dengan perubahan tersebut. Bass (1985) mengembangkan teori kepemimpinan berdasarkan dua konstrak utama, yaitu kepemimpinan transformasional dan transaksional. Kepemimpinan transformasional dan transaksional dikembangkan berdasarkan pendapat Maslow tentang tingkatan kebutuhan manusia. Kuhert dan Lewis (1987), Bycio, et al. (1995) menyatakan bahwa kebutuhan bawahan yang lebih rendah, seperti kebutuhan fisik, rasa aman, dan afiliasi dapat terpenuhi dengan baik melalui praktik kepemimpinan transaksional, yang pada dasarnya merupakan proses pertukaran antara pemimpin dan bawahan mengenai apa yang telah disepakati sebelumnya. Adapun mengenai kebutuhan bawahan yang lebih tinggi, seperti harga diri dan aktualisasi diri hanya dimungkinkan terpenuhi melalui praktik kepemimpinan transformasional (Keller, 1992).

Bass dan Avolio (1994) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan transformasional didefinisikan sebagai pemimpin yang ingin mengembangkan

(7)

 

potensi penuh bawahannya, kebutuhan yang lebih tinggi, sistem nilai yang baik, moralitas dan motivasi. Penerapan kepemimpinan transformasional menjadikan para pegawai merasakan kepercayaan, kekaguman, kesetiaan, dan penghormatan terhadap pemimpin, dan mereka termotivasi untuk melakukan lebih baik dari yang diharapkan (Yukl, 2009). Wicaksono (2013) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan pada efektivitas sistem pengendalian intern, serta berpengaruh positif pada kinerja pegawai (Asmoko dan Lashahido, 2013, Akbar, 2015). Hubungan antara gaya kepemimpinan transformasional dengan motivasi kerja bawahan lebih kuat atau lebih erat daripada hubungan antara gaya kepemimpinan transaksional dengan motivasi kerja bawahan (Wagimo dan Ancok, 2005). Sehingga upaya peningkatan kualitas laporan keuangan dapat tercapai dengan penerapan gaya kepemimpinan yang transformatif dalam peningkatan efektivitas sistem pengendalian intern pada pemerintah daerah.

Penelitian ini dilakukan pada seluruh SKPD di Provinsi Bali. Dipilihnya Provinsi Bali terkait Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi nomor 93 Tahun 2013 tentang Penetapan Pilot Project Reformasi Birokrasi pada Pemerintah Daerah dimana Provinsi Bali termasuk dalam daftar pilot project reformasi birokrasi provinsi, kabupaten dan kota. Pemerintah Provinsi Bali juga menerima beban tanggung jawab yang lebih besar dibandingkan dengan kota atau kabupaten yang lain karena jumlah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pemerintah provinsi sebesar Rp 5.608 Triliun merupakan APBD tertinggi di Bali.

(8)

  Gambar 1.2

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Se-Bali Tahun 2015 Sumber: Bali Post, 2015

Berdasarkan hasil audit laporan keuangan pemerintah dimana di Provinsi Bali hanya Kota Denpasar yang pada tahun 2012, 2013 dan 2014 secara berturut-turut memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian seperti pada Tabel 1.1, sedangkan untuk Provinsi Bali mengalami peningkatan kualitas opini yang relatif stabil dibanding kabupaten yang lain, meskipun opini yang diberikan BPK atas Pemerintah Provinsi Bali sudah cukup baik terutama pada tahun anggaran 2013 dan 2014, namun dari pelaksanaan pemeriksaan di lapangan, BPK masih menemukan beberapa kelemahan dalam sistem pengendalian intern yaitu pada tahun anggaran 2013, BPK menemukan bahwa penatausahaan piutang Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) belum tertib, dan sistem pengendalian intern atas proses penyusunan Laporan Keuangan BLUD Rumah Sakit Indera dan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali belum memadai. Sedangkan pada tahun anggaran 2014, BPK menemukan sistem pengendalian intern dalam pemungutan dan penyetoran penerimaan retribusi daerah tidak tertib, penatausahaan penerimaan retribusi pada UPT Pengelolaan

Rp 5.608 Triliun Rp 1.176 Triliun Rp 3.251 Triliun Rp 1.450 Triliun Rp 1.445 Triliun Rp 930 Miliar Rp 912 Miliar Rp 1.269 Triliun Rp 1.668 Triliun Rp 873 Miliar BALI DENPASAR BADUNG TABANAN GIANYAR BANGLI KLUNGKUNG KARANGASEM BULELENG JEMBRANA TOTAL Rp 18.582 Triliun

(9)

 

Air Limbah (UPT PAL) belum tertib, anggaran belanja modal dan belanja barang dan jasa tidak sesuai ketentuan serta penatausahaan aset tetap milik pemerintah Provinsi Bali belum tertib.

Tabel 1.1

Opini BPK di Provinsi Bali tahun 2009 - 2014

LKPD TAHUN 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Prov. Bali WDP WDP WDP WDP WTP DPP WTP Kab. Badung WDP WDP WTP DPP WTP TW WTP Kab. Bangli WDP WDP WDP WDP TMP WDP Kab. Buleleng WDP TMP WDP WDP WDP WTP Kab Gianyar WDP WDP WDP WDP WDP WTP Kab Jembrana TW TW WDP WDP WDP WTP Kab. Karangasem WDP TMP WDP WDP WDP WDP Kab. Klungkung WDP WDP WDP WDP WDP WDP Kab, Tabanan WDP WDP WDP TMP WDP WTP Kota Denpasar WDP WDP WDP WTP WTP WTP

Sumber: IHPS BPK, 2014 dan denpasar.bpk.go.id, 2015 Keterangan:

WTP = Wajar Tanpa Pengecualian

WTP DPP = Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelasan WDP = Wajar Dengan Pengecualian

TW = Tidak Wajar

TMP = Tidak Memberikan Pendapat

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang dapat diambil dari apa yang telah dijelaskan sebelumnya adalah

1) Apakah sistem pengendalian intern berpengaruh pada kualitas laporan keuangan?

2) Apakah gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh pada kualitas laporan keuangan?

(10)

 

3) Apakah gaya kepemimpinan transformasional mampu memoderasi hubungan sistem pengendalian intern dengan kualitas laporan keuangan?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan penelitian, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan transformasional dalam hubungan sistem pengendalian intern dan kualitas laporan keuangan pemerintah daerah. Secara lebih spesifik tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Untuk mengetahui pengaruh sistem pengendalian intern pada kualitas laporan keuangan.

2) Untuk mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan transformasional pada kualitas laporan keuangan.

3) Untuk mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan transformasional dalam hubungan sistem pengendalian intern dengan kualitas laporan keuangan.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca, dalam arti hasil penelitian ini dapat menambah dan memperkaya bahan

(11)

 

pustaka yang sudah ada dan teori-teori dalam akuntansi yang mendukung seperti Teori Kegunaan Keputusan (Decision-Usefulness Theory).

2) Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan memberi masukan kepada pemerintah maupun pejabat yang berwenang tentang gaya kepemimpinan yang sesuai dalam kondisi saat ini untuk meningkatkan efektivitas sistem pengendalian intern yang akan berdampak pada peningkatan kualitas nilai informasi pelaporan keuangan pemerintah daerah serta bagi pemerintah daerah yang sudah mampu melaksanakan hal itu dapat dijadikan contoh pemerintah daerah lain yang belum mengalami peningkatan kualitas laporan keuangan.

Referensi

Dokumen terkait

Risiko abortus meningkat sesuai dengan peningkatan umur, kecuali pada wanita hamil berusia ku- rang dari 20 tahun berisiko abortus lebih tinggi daripada usia 20-24 tahun,

Secara parsial diketahui bahwa variabel Kompensasi Langsung merupakan variabel yang paling signifikan dan memiliki pengaruh yang positif terhadap produktivitas kerja

Pendapatan dan keuntungan dalam laporan aktivitas rumah sakit disajikan sebagai penambah aktiva bersih tidak terikat, terikat temporer, dan terikat permanen

Konfrontasi merupakan antara dasar utama terhasil daripada tindakan Indonesia terhadap Malaysia di bawah Presiden Sukarno bagi tempoh 1959-1965 yang

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan tepung jeroan ikan patin ( Pangasius hypopthalmus ) sebagai pengganti tepung ikan komersial dalam ransum hingga

Pertama, dari koefisien determinasi (R ) sebesar 0,980 dapat diartikan bahwa naik turunnya atau variasi variabel CORRUPT atau tingkat korupsi di Indonesia yang diukur

Hasil pengujian pada determinan yang paling menentukan formasi pergerakan harga beras menunjukkan bahwa hubungan transaksi dari level petani sampai pedagang besar memberikan

- Nilai PMPRB PD/Unit Kerja Tim asesor menginput data PMPRB Provinsi ke aplikasi Data PMPRB Provinsi Tim asesor menyusun rencana aksi tindak lanjut (RATL) PMPRB RATL