• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS EKSPONEN PATH LOSS DENGAN MEMBANDINGKAN METODE HISTERESIS ADAPTIF DAN METODE HISTERESIS TETAP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS EKSPONEN PATH LOSS DENGAN MEMBANDINGKAN METODE HISTERESIS ADAPTIF DAN METODE HISTERESIS TETAP"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

-39- copyright @ DTE FT USU

ANALISIS EKSPONEN PATH LOSS DENGAN

MEMBANDINGKAN METODE HISTERESIS ADAPTIF

DAN METODE HISTERESIS TETAP

Mutiara W. Sitopu

Dosen Pembimbing : Maksum Pinem,ST,MT

Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Program Pendidikan Sarjana Ekstensi Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Jl. Almamater, Kampus USU Medan 20155 INDONESIA

e-mail: mutiarasitopu@yahoo.com

Abstrak

Sebuah sistem komunikasi bergerak memberikan kemudahan terhadap pengguna untuk dapat melakukan proses komunikasi meskipun dalam keadaan bergerak, salah satunya memungkinkan pengguna untuk berpindah dari suatu cakupan area sel menuju cakupan area sel yang lain, fenomena perpindahan ini dinamakan handoff. Paper ini menganalisis variansi eksponen path loss dengan membandingkan algoritma histeresis adaptif dan histeresis tetap untuk mengetahui bagaimana pengaruh parameter kinerja yaitu jumlah handoff, delay handoff dan sinyal degradasi. Dengan menggunakan metode histeresis adaptif, jumlah handoff rata-rata pada eksponen path loss = 2dB adalah 2,27 dan pada metode histeresis tetap adalah 5,40. Jumlah delay yang dihasilkan pada saat eksponen path loss = 2dB, dengan menggunakan metode histeresis adaptif adalah 335,53 m/s pada metode histeresis tetap adalah 366,03m/s. Nilai sinyal degradasi pada eksponen path loss = 6,5dB dengan menggunakan metode histeresis adapftif adalah 0,5dB dan pada metode histeresis tetap adalah 0,696dB. Dari hasil yang didapat maka metode yang paling baik digunakan adalah metode histeresis adaptif karena jumlah handoff yang minimal dan tundaan atau delay

handoff yang terjadi lebih sedikit serta sinyal degradasi atau sinyal yang berada dibawah sinyal link drop lebih

sedikit.

Kata kunci : algoritma histeresis adaptif, algoritma histeresis tetap, variansi eksponen path

loss

1. Pendahuluan

Perkembangan trafik dalam sistem komunikasi seluler meningkat semakin pesat, sementara spektrum frekuensi yang tersedia terbatas. Untuk menangani masalah tersebut, maka dilakukan peningkatan kapasitas kanal dengan teknik pembelahan sel (cell splitting) dan pengulangan frekuensi (frequency reuse) [1].

Didalam proses pembelahan sel tersebut dibutuhkan proses handoff, dimana handoff merupakan proses pengahlian kanal trafik secara otomatis pada Mobile Station (MS) yang sedang digunakan untuk berkomunikasi tanpa terjadinya pemutusan hubungan. Beberapa kriteria untuk menemukan efisien sebuah algoritma handoff yang lebih optimal digunakan yaitu banyaknya jumlah handoff yang diharapkan, sedikitnya jumlah delay yang tidak perlu (mengoptimalkan jumlah handoff) karena masih kuat sinyal yang diterima oleh user, sedikitnya sinyal degradasi. Sinyal degradasi terjadi ketika level sinyal berada dibawah level sinyal degradasi minimum

( ), dengan mengasumsikan bahwa kekuatan sinyal pemancar terbatas, sinyal dapat dilihat berdasarkan bentuk lintasan dan kanal trafik yang sama. [2,3,4].

Paper ini menganalisis variansi eksponen path loss dengan membandingkan algoritma

histeresis adaptif dan histeresis tetap untuk mendapatkan jumlah handoff yang minimal dan tundaan atau delay handoff yang terjadi minimal, dan sinyal degradasi (sinyal minimum) yang berada dibawa sinyal link drop minimal.

2. Model Lintasan

Untuk memudahkan pemodelan sistem, masing-masing BTS diletakkan pada sistem kartesian dengan koordinat ( , ). Dengan mengasumsikan masing-masing BTS memiliki cakupan sel yang ekivalen, dengan model sel berbentuk heksagonal yang dicakup oleh jenis antena omnidireksional.

(2)

-40- copyright @ DTE FT USU Jarak , merupakan jarak MS terhadap

setiap sampel ke- dari , yang diperoleh dengan Persamaan 1.

, = − + ( − ) (1)

Dengan mengasumsikan pergerakan MS dalam cakupan sistem seluler adalah konstan dan memiliki arah yang linear [0,2 ], setiap waktu sampel. Titik koordinat MS, yaitu; ( , ) juga berubah-ubah setiap waktu sampel. Titik ( , )

masing-masing diperoleh dengan Persamaan 2 dan 3.

= cos + (2)

= sin + (3)

Dimana, = (jarak interval sampel), ≥ 2 (menyatakan sampel ke- ).

Pengukuran kuat sinyal dilakukan dengan mengambil setiap unit sampel kuat sinyal dari BTS secara diskrit setiap waktu = , dimana adalah periode waktu sampling. Jarak antara setiap titik sampel adalah = . Kuat sinyal yang diukur secara diskrit , , dari setiap waktu ke- dalam satuan dB, dimodelkan dengan Persamaan 4[5].

, = , + , + , (4)

Dimana , , , dan , masing-masing mewakili komponen pathloss, efek shadow

fading, dan fast fading. Besar nilai , ditulis

dengan Persamaan 5.

, = , − 10hlog , (5)

Dimana,

, : kuat sinyal yang dikirim oleh dalam

satuan dB;

h : faktor eksponen untuk path loss yang bergantung pada tipe lingkungan sistem propagasi.

, : jarak MS dari pada sampel ke- .

Adapun metode yang digunakan ada dua yaitu metode histeresis tetap dan metode histeresis adaptif. Parameter kinerja handoff yang dievaluasi adalah jumlah handoff, delay handoff, dan sinyal degradasi.

2 .1 Metode Histeresis Tetap

Pada Metode Histeresis Tetap, MS akan

handoff dari BTS ke BTS jika level sinyal BTS

lebih besar daripada BTS (BTS yang sedang melayani atau aktif) sebesar margin histeresis, H seperti diperlihatkan pada Gambar 1[6]. Pada kasus ini handoff terjadi pada titik C.

Gambar 1. Skema inisiasi keputusan handoff diantara dua BTS [6].

2.2 Metode Histeresis Adaptif

Pada Metode Histeresis Adaptif, inisiasi

handoff terjadi apabila level sinyal BTS kandidat

yang akan melayani MS, lebih besar dari pada level sinyal BTS yang sedang aktif melayani MS. Nilai histeresis adaptif merupakan fungsi jarak, sehingga nilainya berubah secara dinamik, yang ditulis dengan Persamaan 6.

ℎ = 20 1 − , 0 (6)

Dimana, = jarak antara MS terhadap BTS yang sedang melayani, = radius sel. Histeresis ℎ

berubah-ubah diantara 0 sampai 20 . Histeresis

ℎ yang berubah-ubah sebagai fungsi jarak , diilustrasikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Histeresis adaptif ℎ sebagai fungsi jarak .[6].

.

2.3 Jumlah Handoff

Apabila handoff terjadi maka = 1, sebaliknya jika = 0 menyatakan bahwa

handoff tidak terjadi. Peristiwa ini diilustrasikan

pada Gambar 3. Banyaknya kejadian handoff ( ( )) pada lintasan yang terdiri dari titik sampel sinyal, dinyatakan dengan Persamaan 7.

(3)

-41- copyright @ DTE FT USU Uk1 = terjadi handoff

Uk0 = tidak terjadi handoff

Gambar 3. Diagram Transisi Handoff

Nilai rata-rata handoff sejumlah lintasan , ditulis dengan Persamaan 8.

= ∑ ( ) (8)

2.4 Delay handoff

Delay merupakan tundaan bahwa MS tidak

dilayani oleh BTS yang terdekat dengan MS yang dinyatakan dengan Persamaan 9.

( ) = ∑ (9)

Dimana, = , 0

2.5 Sinyal Degradasi ( )

Kejadian sinyal degradasi ( ) terjadi ketika level sinyal berada dibawah level sinyal degradasi minimum ( ), dengan mengasumsikan bahwa kekuatan sinyal pemancar terbatas, sinyal dapat dilihat berdasarkan bentuk lintasan dan kanal trafik yang sama. Persamaan 10.

( ) = ∑ { B (k) (k) < } (10)

Dimana,

: jumlah total sinyal degradasi N : jumlah titik sampling P : fungsi indikator : jumlah rata-rata sinyal

: menunjukkan indeks BTS terhadap k 3. Analisa Hasil Simulasi

Pada metode histeresis tetap, nilai divariansikan dari 1 sampai 5 dB [6,8]. Pada metode histeresis adaptif, nilai divariasikan dari 0 sampai 20 dB dengan histeresis adaptif (berubah-ubah berdasarkan fungsi jarak MS terhadap BTS diantara nilai 0 sampai 20 dB). Masing-masing

metode handoff pada diatas, dievaluasi berdasarkan parameter handoff, yaitu: lamanya kejadian handoff yang dinyatakan dengan delay

handoff ( ), banyaknya handoff yang terjadi

( ), dan sinyal degradasi (NSD).

Gambar 4 menunjukkan level sinyal diterima MS dari masing-masing 3 BTS. Level sinyal diukur secara diskrit, kemudian dirata-ratakan berdasarkan metode eksponensial.

Gambar 4. Level Sinyal diterima MS dari 3 BTS 3.1 Analisis Pengaruh Variansi Eksponen

Path Loss Terhadap Parameter Jumlah

Handoff ( )

Untuk nilai variansi eksponen path loss antara 2dB-5dB jumlah handoff menurun pada saat histeresis tetap dan juga pada histeresis adaptif, atau dengan kata lain jumlah handoff pada saat nilai histeresis tetap (H = 1dB) lebih tinggi daripada jumlah handoff pada saat nilai histeresis (H= 2dB). Jumlah handoff pada saat nilai histeresis H=2dB lebih besar dibandingkan dengan pada saat H=3dB. Demikian halnya juga dengan metode histeresis adaptif, jumlah handoff pada saat nilai eksponen path loss = 2-3dB jumlah handoff yang sama, kemudian bergerak menurun seiring meningkatnya nilai eksponen

path loss. Jumlah handoff pada metode histeresis

tetap lebih besar dibandingkan dengan metode histeresis adaptif. Kurva pengaruh konstanta eksponen path loss terhadap parameter jumlah

handoff dapat dilihat pada Gambar 5.

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 -100 -90 -80 -70 -60 -50 -40 sample ke-leve l s in y a l sinyal1 sinyal2 sinyal3 BTS 3 BTS 1 BTS 2

(4)

-42- copyright @ DTE FT USU

Gambar 5. Kurva Pengaruh Konstanta Eksponen

Path loss Terhadap Jumlah Handoff ( )

Data hasil simulasi untuk variansi eksponen path loss terhadap jumlah handoff dapat ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Variansi Eksponen Path Loss Terhadap Parameter Jumlah Handoff.

Eksponen Path loss

(dB)

Histeresis Tetap (dB) Histeresis

Adaptif 0-20 (dB) 1 2 3 4 5 Jumlah Handoff 2 5.40 2.33 1.43 1.20 1.13 2.27 2.5 4.03 2.00 1.37 1.23 1.13 2.27 3 3.43 1.77 1.27 1.23 1.13 2.27 3.5 2.93 1.73 1.27 1.23 1.17 2.20 4 2.53 1.70 1.27 1.27 1.13 2.13 4.5 1.63 0.57 0.13 0.00 0.00 1.80 5 0 0 0 0 0 0 5.5 0 0 0 0 0 0 6 0 0 0 0 0 0 6.5 0 0 0 0 0 0

3.2 Analisis Pengaruh Variansi Eksponen

Path Loss Terhadap Parameter Delay

Rata rata ( ) Handoff

Untuk nilai variansi eksponen path loss antara 2dB-5dB jumlah delay rata-rata menurun pada saat histeresis tetap dan juga pada histeresis adaptif, atau dengan kata lain jumlah delay rata-rata pada saat nilai histeresis tetap (H=1dB) dengan nilai eksponen path loss meningkat maka jumlah delay rata-rata menurun. Pada saat nilai histeresis tetap (H=2dB) jumlah delay rata-rata lebih kecil dibandingkan dengan H=1dB seiring dengan bertambahnya variansi eksponen path

loss, seiring semakin banyak jumlah histeresis

tetap maka semakin besar jumlah delay rata-rata dan semakin meningkatnya variansi eksponen

path loss mengakibatkan semakin kecil jumlah delay rata-rata baik menggunakan metode

histeresis tetap juga dengan metode histeresis adaptif, dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Pengaruh Variansi Eksponen Path loss Terhadap Parameter Delay Rata rata ( )

Handoff.

Data hasil simulasi untuk variansi eksponen path loss terhadap delay rata-rata dapat ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Variansi Eksponen Path loss Terhadap Parameter Delay rata-rata ( ) Handoff .

Eksp onen Path loss (dB)

Histeresis Tetap (dB) Histe

resis Adap tif 0-20 (dB) 1 2 3 4 5 Delay rata-rata (m/s) 2 366.0 3 354.5 7 380.6 7 393.1 7 439.9 7 335.5 3 2.5 349.7 0 340.8 0 358.2 0 382.0 3 391.0 0 335.5 0 3 342.17 338.80 348.30 369.47 379.03 335.40 3.5 335.8 3 335.6 7 344.0 7 352.2 0 378.3 7 335.3 7 4 335.3 0 335.4 0 343.4 7 349.0 3 353.4 7 335.0 0 4.5 327.07 327.20 328.43 328.43 328.43 324.93 5 114.0 7 114.0 7 114.0 7 114.0 7 114.0 7 0 5.5 115.4 0 115.4 0 115.4 0 115.4 0 115.4 0 0 6 115.8 0 115.8 0 115.8 0 115.8 0 115.8 0 0 6.5 117.0 0 117.0 0 117.0 0 117.0 0 117.0 0 0

3.3 Analisis Pengaruh Variansi Eksponen

Path Loss Terhadap Parameter Sinyal

Degradasi (NSD).

Pada metode histeresis adaptif 1-5dB jumlah sinyal degradasi yaitu jumlah sinyal dibawah sinyal minimum adalah 0dB sama halnya dengan histeresis adaptif, sedangkan pada peningkatan variansi eksponen path loss dari 4.5dB-6.5dB

2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5 0 1 2 3 4 5 6 konstanta eks.pathloss J umlah H a ndoff Hist.Adaptif H = 1 H = 2 H = 3 H = 4 H = 5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450

konstanta eksponen pathloss

Del ay R a ta-rata (m e ter ) Hist.Adaptif H = 1 H = 2 H = 3 H = 4 H = 5

(5)

-43- copyright @ DTE FT USU jumlah sinyal degradasi meningkat seiring

dengan bertambah besarnya variansi eksponen

path loss sama halnya dengan metode histeresis

adaptif, jumlah sinyal degradasi semakin meningkat seiring dengan meningkatnya variansi eksponen path loss, maka semakin besar variansi eksponen path loss mengakibatkan semakin meningkatnya jumlah sinyal degradasi sehingga banyak level sinyal yang berada dibawah level sinyal minimum, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 7.

Gambar 7. Pengaruh Variansi Eksponen Path

Loss Terhadap Parameter Sinyal Degradasi (NSD).

Data hasil simulasi untuk variansi eksponen path loss terhadap sinyal degradasi dapat ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Variansi Eksponen Path loss Terhadap Parameter Sinyal Degradasi(NSD).

Ekspone n Path

loss (dB)

Histeresis Tetap (dB) Histeresis

Adaptif 0-20(dB) 1 2 3 4 5 Sinyal Degradasi 2 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 2.5 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 3 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 3.5 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 4 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 4.5 0.002 0.002 0.002 0.002 0.002 0.003 5 0.272 0.272 0.272 0.272 0.272 0.372 5.5 0.420 0.420 0.420 0.420 0.420 0.500 6 0.587 0.587 0.587 0.587 0.587 0.500 6.5 0.696 0.696 0.696 0.696 0.696 0.500

4. Ucapan Terima Kasih

Saya mengucapkan terima kasih kepada orang tua, teman-teman dan dosen pembimbing yang sudah mendukung dan membimbing saya selama ini.

5. Kesimpulan

Berdasarkan analisis pengaruh parameter

control terhadap parameter kinerja dari hasil

simulasi diperoleh kesimpulan, yaitu: 1. Pada algoritma histeresis adaptif :

a. Terjadi efek ping pong di mana jumlah

handoff dan jumlah delay yang paling besar

terjadi ketika nilai eksponen path loss sebesar 2 dB, yaitu bernilai 2.27dB untuk jumlah handoff, dan 335.53dB untuk jumlah delay handoff.

b. Nilai sinyal degradasi akan semakin tinggi ketika nilai variansi eksponen path loss semakin besar, sinyal degradasi tertinggi didapat pada eksponen path loss 6.5dB.

2. Pada algoritma hysteresis tetap :

a. Semakin kecil nilai eksponen path loss maka semakin besar jumlah handoff dan delay rata-rata seiring bertambahnya nilai histeresis, dimana jumlah handoff yang paling besar pada saat histeresis (H=1) dan eksponen path loss =2 dB, jumlah handoff = 5.40dB dan delay rata-rata = 366.03dB

b. Semakin besar jumlah histeresis tetap yang diberikan maka nilai jumlah handoff akan semakin kecil dan jumlah delay juga akan semakin sedikit tetapi sinyal degradasi semakin meningkat, hal ini akan mengakibatkan banyaknya sinyal yang berada dibawah sinyal minimum.

3. Dari hasil perbandingan kedua metode antara metode histeresis adaptif dengan metode histeresis tetap maka metode yang paling baik digunakan adalah metode histeresis adaptif dikarenakan jumlah handoff yang sedikit menghasilkan jumlah delay yang sedikit dan jumlah sinyal degradasi yaitu jumlah sinyal dibawah level minimum lebih sedikit dibandingkan dengan metode histeresis tetap, berarti jumlah level sinyal banyak yang berhasil mengalam proses handoff.

6. Daftar Pustaka

[1] Rappaport S., T. 1995.”Wireless Communications: Principle and Practice,(2nd Edition)”, New Jersey: Prentice Hall.

[2] Halgamuge, M. N. 2006. Performance Evaluation and Enhancement of Mobile

2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5 10-4 10-3 10-2 10-1 100 konstanta eks.pathloss Sinyal Degradasi Hist.Adaptif H = 1 H = 2 H = 3 H = 4 H = 5

(6)

-44- copyright @ DTE FT USU and Sensor Networks, (Disertasi).

Australia, University of Melbourne.

[3] Tripathi, N. D., Reed, J. H., Vanlandingham, H. F. 1998,”Handoff in Cellular System,”IEEE Commun., hal.26-36.

[4] Leu, A. E., Mark, B. L. 2004.”A Discrete-Time Approach to Analyze Hard Handoff Performance in Cellular Networks”, IEEE Trans. Wireless Commun., vol.3, no.5, hal. 1721-1733.

[5] Tang, S., Mark, B. L., Leu, A. E.” An Exact Solution For Outage Probability in Cellular Network”, George Mason University, hal.1-7.

[6] Marichamy, P., Chakrabarti, S. 1999, “On Threshold Setting and Hysteresis Issues of Handoff Algorithms”, in Proc. IEEE

Personal Wireless Communication Conf.,

hal. 436–440.

[7] Rajat, P. and Venugopal, V., V. 2000. “Adaptive Hard Handoff Algorithm”. IEEE J. Select. Areas Commun., vol.18, hal., 2456-1464.

[8] Pollini, G., P. 1997.”Handover Rates in Cellular Systems: Towards a Closed Form Approximation”, IEEE., hal. 711-715. [9] Tibrewala, A., et. al.,2008.”Signal Strength

Ratio Based Handoff Algorithms for Cellular Networks”, IEEE.

[10] Singh, B., Aggrawal, K., K., Kumar, S., 2005.”Sensitivity Analysis of Handover Performance to Shadow Fading in Microcellular Systems”, IEEE, ICPW, hal. 446-450.

[11] Marichamy, P., Chakrabarti, S., Makara, S. L. 2003,”Performance Evaluation of Handoff Detection Schemes”, IEEE, hal. 643-646.

[12] Zhu, K., dan Kwak, K. 2006.”Performance Analysis of an Adaptive Handoff Algorithm Based on Distance Information”, Elsevier, Comp., Commun., 30 (2007) 1278-1288.

[13] Goldsmith, A. 2005.”Wireless Communication”, Penerbit: Cambridge University Press.

[14] Akar, M., Mitra,U. 2001,”Variations on Optimal and Suboptimal Handoff Control

for Wireless Communication

Systems”,IEEE J. Select. Areas Commun., vol. 19, hal. 1173-1185.

[15] Gudmundson, M. 1991, “Correlation Model for Shadow Fading in Mobile Radio Systems”, Electronics Lett., vol. 27, no. 23, hal. 2145–2146.

[16] Halgamuge, M. N., Vu, H. L., Zukerman, M. 2006,” Evaluation of Handoff Algorithms Using a Call Quality Measure with Signal Based Penalties”,IEEE Commun. Society WCNC 2006 procced., hal. 30-35.

[17] M. N. Halgamuge, H. L. Vu, R. Kotagiri, and M. Zukerman, “Signal Based Evaluation of Handoff Algorithms,” IEEE

Commun. Lett., vol. 9,no. 9, pp. 790–792,

Sep. 2005.

[18] Veeravalli, V. V., Kelly. O. E. 1997,”A Locally Optimal Handoff Algorithms for Cellular Communication”,IEEE Trans. Veh. Technol., Vol. 46, No. 3, hal. 603-609.

Gambar

Gambar  1.  Skema  inisiasi  keputusan  handoff      diantara dua BTS [6].
Gambar  4  menunjukkan  level  sinyal  diterima  MS  dari  masing-masing  3  BTS.  Level  sinyal  diukur  secara  diskrit,  kemudian   dirata-ratakan berdasarkan metode eksponensial
Tabel  1.  Variansi  Eksponen  Path  Loss  Terhadap Parameter Jumlah Handoff.
Tabel  3.  Variansi  Eksponen  Path  loss  Terhadap  Parameter Sinyal Degradasi(N SD )

Referensi

Dokumen terkait

Tulisan ini--dengan segala keterbasannya--berikhtiar untuk meng-ungkap model pengembangan pendidikan agama Islam yang berbeda-beda yang diawali oleh adanya

Didalam ekosistem, komponen biotik harus dapat berinteraksi dengan komponen biotik lainnya dan juga dengan komponen abiotik agar tetap bertahan hidup. Jadi, interaksi

Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa hordeolum internum merupakan infeksi pada kelenjar Meibom sehingga ia bertumbuh ke arah konjungtiva tarsal dan

Untuk Memperoleh Gelar Doktor dalam Program Studi S3 Ilmu Kedokteran pada Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.. dan Dipertahankan Di hadapan Panitia Ujian Doktor Tahap

Osteoporosis merupakan penyakit yang hening ( silent ), kadang-kadang tidak memberikan tanda-tanda atau gejala sebelum patah tulang terjadi. Diagnosis penyakit

Berdasarkan hasil uji aktivitas antibakteri yang diperoleh dapat dikatakan bahwa ekstrak dan masing- masing fraksi dari daun merkubung (Macaranga gigantea

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di dapatkan hasil berupa aplikasi Kmois yang dapat berjalan di sistem android dan petunjuk peggunaan sebagai

'ebagai ta!bahan( pi!pinan harus !enja!in baha ru!ah sakit !enyediak 'ebagai ta!bahan( pi!pinan harus !enja!in baha ru!ah sakit !enyediakan tingkat kuaitas asuhan ya an