• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI PENINGKATAN KINERJA PUSKESMAS ARJOSARI KABUPATEN PACITAN DALAM PROGRAM PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF - STIE Widya Wiwaha Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "STRATEGI PENINGKATAN KINERJA PUSKESMAS ARJOSARI KABUPATEN PACITAN DALAM PROGRAM PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF - STIE Widya Wiwaha Repository"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

i

TESIS

Diajukan oleh

ERNA NURHIDAYATI

NIM : 151202806

Kepada

MAGISTER MANAJEMEN

STIE WIDYA WIWAHA YOGYAKARTA

2016

STIE

Widya Wiwaha

(2)

ii

TESIS

Untuk memenuhi sebagian persyaratan M encapai derajat Sarjana S-2 Program Studi M agister M anajemen

Diajukan oleh

ERNA NURHIDAYATI

NIM : 151202806

Kepada

MAGISTER MANAJEMEN

STIE WIDYA WIWAHA YOGYAKARTA

2016

STIE

Widya Wiwaha

(3)

iii

 

PERS EMBAHAN

Karya ini penulis persembahkan kepada :  Orang tua penulis

 Suami serta anak-anakku tercinta : Dimas Prasetya RF

Dinda Rahma Aulia  Almamater

STIE

Widya Wiwaha

(4)

iv

 

MOTTO

Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yangada pada diri mereka sendiri

(Terjemahan Q.S Ar Ra’d : 11)

Tiada harta terpendam yang lebih bermanfaat dari pada ilmu pengetahuan tiada kawan yang lebih indah dari berkata jujur

tiada teman yang lebih tinggi dari kesabaran tiada kejahatan yang lebihmemalukan dari kesombongan

(Wahab bin Munabbih)

Mengakui kekurangan diri adalah tenaga untuk kesempurnaan, terus mengisi kekurangan adalah keberanian yang luar biasa

(Hamka)

STIE

Widya Wiwaha

(5)

v

 

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, Pebruari 2017

ERNA NURHIDAYATI

STIE

Widya Wiwaha

(6)

vi

 

ABS TRAK

STRATEGI PENINGKATAN KINERJA PUSKESM AS ARJOSARI KABUPATEN PACITAN DALAM PROGRAM

PEM BERIAN ASI EKSKLUSIF Oleh : Erna Nurhidayati

Anak sebagai SDM penerus bangsa dan harapan masa depan keluarga, masyarakat dan negara perlu diberikan pembinaan terarah sedini mungkin, bahkan sejak dalam kandungan. Untuk mencapai tumbuh kembang yang optimal antara lain dengan memberikan Air Susu Ibu (ASI) kepada bayi sejak lahir, pada menit-menit awal kehidupan, sampai usia 6 bulan ASI diberikan eksklusif tanpa makanan lainnya, kemudian setelah 6 bulan ASI tetap diberikan dengan didampingi makanan tambahan (M akanan Pendamping ASI) yang disesuaikan dengan usianya.

Dari hasil perhitungan selisih antara nilai tertimbang kekuatan organisasi dengan nilai tertimbang kelemahan organisasi adalah selisih negatif (-0,14) dan perhitungan nilai tertimbang peluang organisasi dengan nilai tertimbang ancaman organisasi adalah selisih positif (1,10), maka organisasi berdasarkan diagram cartesius SWOT berada pada posisi kuadran II. Berdasarkan posisi kuadran II pada kinerja Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan dalam program peningkatan cakupan ASI Eksklusif maka strategi yang seyogyanya digunakan yaitu Strategi Stabilisasi yang di hasilkan matriks SWOT adalah :

1. Optimalisasi program manajemen laktasi dalam upaya mendukung peningkatan ASI eksklusif.

2. M eningkatkan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan di Puskesmas melalui pelatihan-pelatihan kesehatan sehingga kegiatan penyuluhan, konseling, maupun KIE-ASI dapat lebih maksimal.

3. M eningkatkan peran serta kader dalam mendukung program gizi terutama ASI Eksklusif, jika perlu dengan memberikan reward.

4. M eningkatkan kerja sama lintas sektoral dalam bidang kesehatan, termasuk tempat praktek bidan swasta untuk tidak memberikan susu formula kepada bayi yang dilahirkan disana.

Dengan strategi yang baik diharapkan peningkatan kinerja puskesmas lebih optimal dalam rangka program pemberian ASI eksklusif.

Kata Kunci : S trategi, kinerja puskesmas, pemberian AS I eksklusif.

STIE

Widya Wiwaha

(7)

vii

 

ABS TRACT

 

STRATEGY PERFORM ANCE IM PROVEM ENT DISTRICT PACITAN Arjosari HEALTH PROGRAM EXCLUSIVE BREAST FEEDING

 

By: Erna Nurhidayati

Children as the nation's next human resources and future expectations of families, communities and countries need to be given guidance targeted as early as possible, even in the womb. In order to achieve optimal growth and development, among others by providing mother's milk (ASI) to the baby at birth, in the early minutes of life, until the age of 6 months of breastfeeding is given exclusively without other food, then after 6 months of breastfeeding is still given in the presence of food additives (Complementary feeding), adjusted for age.

From the calculation of the difference between the weighted value weighted value of the organization's strengths with organizational weaknesses are negative difference (-0.14) and the calculation of the weighted value weighted value opportunities organizations with the threat of the organization is the positive difference (1.10), then the organization is based on the Cartesian diagram SWOT located on the position of the quadrant II. Based on the position on the quadrant II Puskesmas performance Arjosari Pacitan in the program increased coverage of exclusive breastfeeding, the strategy should be used, namely stabilization strategy that produced SWOT matrix is:

1. Optimization of lactation management program in order to support an increase in exclusive breastfeeding.

2. Improving the quality and quantity of health personnel in health centers through training so that health education activities, counseling, and IEC-ASI can be maximized.

3. Increasing the participation of cadres in supporting nutrition programs especially exclusive breastfeeding, if necessary, with reward.

4. Improving inter-sectoral cooperation in the health sector, including private midwife practices to not give formula to babies born there.

With a good strategy is expected to increase performance over optimal health centers in the framework of the program of exclusive breastfeeding.

 

Keywords: S trategy, performance clinic, exclusive breastfeeding.

STIE

Widya Wiwaha

(8)

viii

 

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa ta’ala atas segala

limpahan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis

yang berjudul “ ST RAT EGI PENINGKAT AN KINERJA PUSKESMAS ARJOSARI

KABUPAT EN PACIT AN DALAM PROGRAM PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF”. Penulis menyadari dalam penulisan tesis ini masih sangat jauh dari sempurna, karena keterbatasan yang penulis miliki. M eskipun demikian, penulis telah berusaha semaksimal mungkin agar tesis ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun para pembaca. Untuk itu, pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada semua pihak atas segala bantuan yang telah diberikan dalam rangka penyelesaian tesis ini, terutama kepada :

1. M oh. M ahsun, SE, M .Si, Ak., CA., CPA., Ketua STIE Widya Wiwaha Yogyakarta.

2. Prof. Dr. Abdul Halim, M BA., Ak., Direktur Program M agister M anajemen STIE Widya Wiwaha Yogyakarta.

3. Nur Widiyastuti, SE, M .Si., Direktur Operasional Pasca sarjana M agister M anajemen STIE Widya Wiwaha Yogyakarta.

4. Drs. John Suprihanto, M IM ., Ph.D., selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, masukan dan koreksi sehingga menjadi lebih baik dan selesainya penulisan tesis ini.

5. Dra. Suci Utami W, M M ., selaku Dosen Pembimbing II yang memberikan saran dan kritik hingga terselesaikannya tesis ini.

6. Segenap pengelola dan segenap dosen program studi magister manajemen STIE Widya Wiwaha Yogyakarta yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan dan pelayanan administrasi demi suksesnya penyelesaian studi. 7. Bapak/Ibu, suami & anak-anakku, serta saudara-saudarakuyang selalu

memotivasi dan memberi dukungan untuk menyelesaikan studi kepada penulis.

8. Teman-teman M M kelas I5.1B yang senantiasa memberi motivasi dan semangat untuk menyelesaikan studi kepada penulis.

STIE

Widya Wiwaha

(9)

ix

 

9. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan tesis ini, semoga kebaikan dan bantuannya mendapat balasan dari Allah SWT.

Akhirnya dengan menyadari terbatasnya kemampuan yang ada pada diri penulis, maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulisharapkan. Semoga hasil dari tesis ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya maupun bagi pembaca umumnya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Yogyakarta, Pebruari 2017

Penulis

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(10)

x

6. Strategi Untuk M encapai Keberhasilan Pemberian ASI Eksklusif ... 26

7. M asalah yang Dihadapi Selama M enyusui ... 29

8. Faktor-Faktor yang M empengaruhi Ibu M emberikan ASI ... 37

(11)

xi

7. Standar Pelayanan di Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan ... 76

B. Analisa Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan... 79

1. Identifikasi Faktor-Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman ... 79

2. Perencanaan Strategi dan Analisis SWOT ... 83

3. Pemberian Bobot pada Faktor-Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman ... 84

4. Pemberian Penilaian pada Faktor-Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman ... 86

5. Nilai Tertimbang dari Faktor-Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman ... 88

(12)

xii

 

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbedaan Komposisi Kolostrum, ASI Transisi dan ASI M atur 22 Tabel 4.1 Jumlah Penduduk di wilayah kerja Puskesmas Arjosari ... 73 Tabel 4.2 Data Tingkat Pendidikan Penduduk di Wilayah Kerja

Puskesmas Arjosari ... 73 Tabel 4.3 Jenis dan Jumlah Tenaga Kesehatan di Wilayah Kerja

Puskesmas Arjosari ... 74 Tabel 4.4 Jenis Sarana Penunjang Pelayanan Kesehatan di Wilayah

Kerja Puskesmas Arjosari... 75 Tabel 4.5 Pembobotan Faktor Kekuatan Puskesmas Arjosari Kabupaten

Pacitan ... 84 Tabel 4.6 Pembobotan Faktor Kelemahan Puskesmas Arjosari Kabupaten

Pacitan ... 85 Tabel 4.7 Pembobotan Faktor Peluang Puskesmas Arjosari Kabupaten

Pacitan ... 85 Tabel 4.8 Pembobotan Faktor Ancaman Puskesmas Arjosari Kabupaten

Pacitan ... 86 Tabel 4.9 Penilaian Faktor Kekuatan Puskesmas Arjosari Kabupaten

Pacitan ... 86 Tabel 4.10 Penilaian Faktor Kelemahan Puskesmas Arjosari Kabupaten

Pacitan ... 87 Tabel 4.11 Penilaian Faktor Peluang Puskesmas Arjosari Kabupaten

Pacitan ... 87 Tabel 4.12 Penilaian Faktor Ancaman Puskesmas Arjosari Kabupaten

Pacitan ... 88 Tabel 4.13 Total Nilai Tertimbang Dalam Analisis SWOT Puskesmas

(13)

xiii

 

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 M atrik SWOT ... 65 Gambar 2.2 Gambaran Kerangka Konseptual SWOT ... 68 Gambar 4.1 Diagram Cartesius SWOT ... 95

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan Sumber Daya M anusia (SDM ) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat dan kesehatan yang prima disamping penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. SDM yang berkualitas merupakan unsur penting dalam keberhasilan Pembangunan Nasional. Anak sebagai SDM penerus bangsa dan harapan masa depan keluarga, masyarakat dan negara perlu diberikan pembinaan terarah sedini mungkin, bahkan sejak dalam kandungan. Untuk mencapai tumbuh kembang yang optimal antara lain dengan memberikan Air Susu Ibu (ASI) kepada bayi sejak lahir, pada menit-menit awal kehidupan, sampai usia 6 bulan ASI diberikan eksklusif tanpa makanan lainnya, kemudian setelah 6 bulan ASI tetap diberikan dengan didampingi makanan tambahan (M akanan Pendamping ASI) yang disesuaikan dengan usianya. (KNPP RI, 2008).

Dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, disebutkan dengan jelas pada Pasal 128 bahwa :

1. Setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, kecuali atas indikasi medis.

2. Selama pemberian air susu ibu, pihak keluarga, Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus.

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(15)

3. Penyediaan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diadakan di tempat kerja dan tempat sarana umum.

Kebijakan –kebijakan Pemerintah RI sehubungan penggunaan ASI 1. Inpres No.14/1975 M enko Kesra selaku koordinator pelaksana

penetapan bahwa salah satu program usah perbaikan gizi adalah peningkatan penggunaan ASI.

2. Permenkes No.240/1985 melarang produsen susu formula untuk mencantumkan kalimat-kalimat promosi produknya yang memberikan kesan bahwa produk tersebut setara atau lebih baik mutunya dari paada ASI.

3. Permenkes No.76/1975 menghapuskan produsen susu kental manis (SKM ) untuk mencantumka pada label produknya bahwa SKM tidak cocok untuk bayi, dengan warna tulisan merah dan cukup mencolok, melarang promosi susu formula yang di maksudkan sebagai ASI disemua sarana pelayanan kesehatan.

4. M engganjurkan menyusui secar eksklusif sampi bayi berumur 6 bulan dan mengganjurkan pemberian ASI sampai anak berusia 2 tahun.

5. M elaksanakan rawat gabung di tempat persalinan milik pemerintah maupun suasta.

6. M eningkatkan kemampuan petugas kesehatan dalam hal PP-ASI sehingga petugas tersebut terampil dalam melaksanakan penyuluhan pada masyarakat luas.

7. Upaya penerapan 10 langkah untuk berhasilnya menyusui di seluruh

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(16)

rumah sakit, rumah bersalin, dan puskesmas.

8. Garis-Garis besar Haluan Negara (GBHN) 1999-2004 dan Program Pembanggunan Nasional (PROPENAS) menggamatkan bahwa pembangunan diarahkan pada meningkatkan mutu Sumber Daya M anusia (SDM ). M odel dasar pembentukan manusia berkualitas dimulai sejak bayi dalam kandungan disertai pemberia Air Susu Ibu (ASI) sejak usia dini, terutama pemberian ASI eksklusif yaitu pemberian hanya ASI kepada bayi sejak lahir sampai berusia 6 bulan.

Dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, disebutkan dengan jelas pada Pasal 129 bahwa Pemerintah bertanggung jawab menetapkan kebijakan dalam rangka menjamin hak bayi untuk mendapatkan air susu ibu secara eksklusif. Dari Pasal 129 tersebut mengandung kalimat “menjamin hak bayi untuk mendapatkan air susu ibu secara eksklusif”, pemerintah bertanggung jawab apabila bayi tidak mendapatkan air susu ibu eksklusif. Pemerintah sudah menempuh berbagai upaya antara lain melalui pemilik usaha/ perusahaan dengan kegiatan peningkatan peran serta perusahaan dalam kesehatan reproduksi wanita.

Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan yang terbaik bagi bayi. ASI mengandung berbagai zat gizi yang dibutuhkan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan bayi (Prasetyono, 2009). Selama periode sekitar 6 bulan, ASI memiliki unsur unsur yang memenuhi semua kebutuhan nutrisi yang diperlukan oleh bayi kecuali jika ibu mengalami keadaan gizi kurang yang berat (Gibney, 2009). WHO/UNICEF (2009) di

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(17)

dalam Global Strategy for Infant and Young Child Feeding, merekomendasikan salah satu hal penting yang harus dilakukan yaitu memberikan Air Susu Ibu (ASI) saja atau pemberian ASI Eksklusif sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan.

Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif bertujuan untuk :

1. M enjamin pemenuhan hak Bayi untuk mendapatkan ASI Eksklusif sejak dilahirkan sampai dengan berusia 6 (enam) bulan dengan memperhatikan pertumbuhan dan perkembangannya;

2. M emberikan perlindungan kepada ibu dalam memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya; dan

3. M eningkatkan peran dan dukungan Keluarga, masyarakat, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah terhadap pemberian ASI Eksklusif.

Berdasarkan KepM enkes RI No.450/ M enkes/ SK/ IV/ 2004 tentang pemberian ASI Ekslusif pada bayi di Indonesia terdapat 10 Langkah M enuju Keberhasilan M enyusui (LM KM ) yaitu:

1. Sarana pelayanan kesehatan mempunyai kebijakan secara tertulis dalam Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu (PP-ASI) yang dikomunikasikan kepada semua petugas.

2. M elakukan pelatihan pada petugas dalam hal pengetahuan dan keterampilan untuk menerapkan kebijakan tersebut.

3. M enjelaskan kepada semua ibu hamil tentang manfaat menyusui dan penatalaksanaannya dimulai sejak masa kehamilan, masa bayi lahir

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(18)

sampai umur 2 tahun termasuk cara mengatasi kesulitan menyusui. 4. M embantu ibu menyusui bayinya selama 30 menit setelah melahirkan. 5. M embantu ibu mengetahui cara menyusui yang benar dan cara

mempertahankan menyusui meskipun ibu dipisah dari bayi atas indikasi medis.

6. Tidak memberikan makan dan minum apa pun selain ASI kepada bayi baru lahir.

7. M elaksanakan rawat gabung dengan mengupayakan ibu bersama bayi 24 jam sehari.

8. M embantu ibu menyusui semau bayi, tanpa membatasi lama dan frekuensi menyusui.

9. Tidak memberikan dot atau kompeng terhadap bayi yang diberi ASI. 10.M engupayakan terbentuknya Kelompok Pendukung ASI (KP-ASI) dan

merujuk ibu pada kelompok tersebut ketika pulang bersalin (DepKes RI, 2004).

Pada tahun 2015 M illenium Development Goals (M DG’s) Indonesia menargetkan penurunan sebesar dua pertiga untuk angka kematian bayi dan balita dalam kurun waktu 1990 - 2015. Oleh sebab itu, Indonesia mempunyai komitmen untuk menurunkan angka kematian bayi dari 68/1.000 KH menjadi 23/1.000 KH dan angka kematian balita dari 97/1.000 KH menjadi 32/1.000 KH pada tahun 2015. Untuk menghadapi tantangan dan target M DG’s, maka diperlukan adanya salah satu program yaitu program IM D dan ASI Eksklusif (Depkes, 2008). Pusat Data dan

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(19)

Informasi (Pusdatin) Kemenkes 2015 menunjukkan cakupan ASI Eksklusif baru sebesar 54,3 persen dari target 80 persen. Sedangkan cakupan ASI eksklusif di Jawa Timur tahun 2013 adalah sebesar 68,3 % dari target sebesar 75 %. (Humas Pemprov Jatim, 2013). Di Kabupaten pacitan cakupan ASI Ekslusif pada tahun 2015 sudah memenuhi target nasional 80 % yaitu sebesar 80,59%, dibandingkan dengan tahun 2014 cakupan ASI Eksklusif yang baru mencapai 72,2 %. Namun demikian di wilayah kerja Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan tahun 2015 cakupan ASI Eksklusif hanya 20,1%. (Dinkes, 2015).

Berdasarkan latar belakang diatas terlihat bahwa cakupan ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan masih dibawah target indikator nasional yaitu 80%. Dengan demikian dirasa perlu untuk dilakukannya analisa program cakupan ASI eksklusif dan analisa faktor-faktor penyebab ketidakberhasilan pemberian ASI eksklusif. Analisis masalah secara menyeluruh dengan menganalisa kelemahan dan kekuatan yang dimiliki oleh program ASI eksklusif sebagai strategi untuk merealisasikan tujuan dan sebagai dasar perencanaan peningkatan program ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan. Oleh karena itu kami mengambil judul penelitian ‘’STRATEGI PENINGKATAN KINERJA PUSKESM AS ARJOSARI KABUPATEN PACITAN DALAM PROGRAM PEM BERIAN ASI EKSKLUSIF‘’

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(20)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasikan rumusan masalah program pemberian ASI eksklusif di wilayah Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan masih rendah.

C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka didapatkan pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Apa sajakah faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman pada strategi peningkatan kinerja program pemberian ASI eksklusif di Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan ?

2. Dimana posisi Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan dalam program pemberian ASI eksklusif berdasarkan analisa SWOT ?

3. Bagaimana strategi peningkatan kinerja Puskesmas Arjosari dalam program pemberian ASI eksklusif ?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji hal hal yang terkait dengan strategi peningkatan kinerja Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan dalam program pemberian ASI eksklusif antara lain :

1. M engidentifikasi faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman pada strategi peningkatan kinerja Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan dalam program pemberian ASI eksklusif.

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(21)

2. M enentukan posisi Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan dalam program pemberian ASI eksklusif di berdasarkan analisa SWOT.

3. M erumuskan strategi peningkatan kinerja Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan dalam program pemberian ASI eksklusif.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pihak Puskesmas Arjosari

Dapat sebagai masukan atau salah satu bahan evaluasi dalam strategi peningkatan kinerja dalam program pemberian ASI eksklusif di puskesmas serta dapat membantu menentukan strategi yang tepat untuk meningkatkan cakupan program pemberian ASI Eksklusif.

2. Bagi ilmu pengetahuan

Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan dibidang penelitian sejenis dan dapat pula dikembangkan lebih lanjut.

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(22)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Penelitian S ejenis

Dian Fajri Utami (2013) “Analisis Faktor Internal dan Eksternal Program Peningkatan Pemberian ASI Eksklusif Puskesmas Pariaman, Kota Pariaman” Dari hasil analisa faktor-faktor lingkungan yang didapat adalah faktor internal yang merupakan kekuatan dan faktor eksternal yang merupakan peluang. 

Dedi Darmawan (2012) “Strategi Komunikasi Bidan untuk M eningkatkan Partisipasi Ibu-ibu M enyusui dalam Program ASI Eksklusif di Jabon Sidoarjo”. Hasil dari penelitian ini adalah strategi komunikasi yang paling dominan digunakan oleh bidan adalah menggunakan komunikasi dua arah (face to face) dengan teknik pendekatan persuasif dan metode redudancy. Hambatan-hambatan bidan terdiri dari hambatan internal dan eksternal. Hambatan internal adalah keengganan menyusui karena takut bentuk payudara tidak indah lagi, pemahaman masyarakat tentang masalah bayi sehat yang menilai dari sisi fisik yang gemuk, ASI yang keluar adalah sedikit. Sedangkan hambatan eksternal adalah bayi kurang puas kalau hanya dengan ASI, alasan ibu yang bekerja, dan dari pihak keluarga terutama orang tua si-ibu yang beranggapan bahwa susu formula lebih baik.

Yarina Kriselly (2012) “Studi Kualitatif Terhadap Rendahnya Cakupan ASI Eksklusif Di Wilayah Kerja Puskesmas Kereng Pangi Kecamatan Katingan Hilir Kabupaten Katingan Propinsi Kalimantan Tengah

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(23)

Tahun 2012”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan tentang ASI Eksklusif masih kurang, budaya memberikan makanan dan minuman selain ASI kepada bayi yang baru lahir masih sangat tinggi, penyuluhan tentang ASI Eksklusif belum dilakukan oleh petugas kesehatan, dukungan keluarga terutama suami masih belum ada kepada ibu yang menyusui. Disarankan untuk lebih meningkatkan sosialisasi dan penyuluhan tentang ASI eksklusif secara rutin, meningkatkan pengawasan, dan membuat kebijakan tertulis di Puskesmas.

Evi Purwiyanti (2011) “Studi Tentang Keberhasilan Pemberian ASI Eksklusif pada Daerah dengan Cakupan ASI Eksklusif > 80%”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hal yang diduga mempengaruhi keberhasilan pemberian ASI eksklusif adalah tingkat pendidikan ibu yang tinggi, tingkat pengetahuan ibu yang cukup tinggi, adanya dukungan serta pengertian suami untuk menyusui secara eksklusif, adanya peran kelompok potensial untuk memberikan informasi kepada para ibu hamil dan menyusui, adanya penyuluhan, sikap petugas yang suportif dan mau menanggapi setiap persoalan yang sedang dihadapi.

B. S trategi

1. Pengertian Strategi

Strategi adalah perspekstif yang bukan saja mengandung kesadaran akan posisi organisasi terhadap lingkungannya, tetapi juga bagaimana cara pandang organisasi terhadap dunia luar. (Soeroso, 2002). Strategi merupakan penerjemahan dari analisis lingkungan dan analisis

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(24)

terhadap kemampuan internal atau kapabilitas organisasi, yang selanjutnya diterjemahkan ke dalam struktur organisasi. (Robbins, 1990: 123). M enurut Quinn (1990) strategi adalah pola atau rencana yang mengintegrasikan tujuan, kebijakan dan aksi utama dalam hubungan yang kohesif. Suatu strategi yang baik akan membantu organisasi dalam mengalokasikan sumber daya yang dimiliki dalam bentuk unique berbasis kompetensi internal serta kemampuan mengantisipasi lingkungan. Sedangkan menurut Anthony, Parrewe dan Kacmar (1999) strategi dapat didefinisikan sebagai formulasi misi dan tujuan organisasi, termasuk di dalamnya adalah rencana aksi (action plans) untuk mencapai tujuan tersebut dengan secara eksplisit mempertimbangkan kondisi persaingan dan pengaruh-pengaruh kekuatan di luar organisasi yang secara langsung atau tidak berpengaruh terhadap kelangsungan organisasi (Nainggolan, 2008).

2. M anajemen Stategi

M anajemen Strategi sumber daya manusia merupakan pendekatan manajemen strategi dalam pengelolaan sumber daya manusia, beragam dimensi strategi diantaranya adalah :

a. Strategi merupakan pola keputusan yang koheran, terpadu dan integrative

b. Strategi merupakan perangkat penetapan berbagai tujuan organisasi jangka panjang, program kegiatan, dan prioritas alokasi sumber daya c. Strategi mencerminkan lingkup kompetitif kegiatan organisasi

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(25)

d. Strategi mencerminkan respon organisasi terhadap berbagai kesempatan dan ancaman eksternal dan berbagai kekuatan, kelemahan internal untuk mencapai keunggulan kopetitif, dengan kata lain strategi berkaitan dengan aplikasi sumber daya

e. Strategi merupakan chanel untuk membedakan tugas tugas manajerial pada tingkatan tingkatan korporat, bisnis dan fungsional f. Strategi mendefinisikan kontribusi ekonomi dan bukan ekonomi

yang ingin diberikan kepada stakholdes

g. Strategi merupakan langkah langkah berisikan program program yang indikatif untuk mewujudkan visi dan misi

Pearce and Robinson (2000) mengatakan bahwa formulasi strategi telah diawali dengan analisis lingkungan internal dan analisis lingkungan eksternal organisasi. Analisis lingkungan internal organisasi dimaksudkan kegiatan untuk menilai apakah organisasi dalam posisi yang kuat (Strength) ataukah lemah (Weaknesses), penilaian tersebut didasarkan pada kemampuan internal (aset, modal, teknologi) yang dimiliki oleh organisasi dalam upaya untuk mencapai misi yang telah ditetapkan. Sedangkan analisis eksternal organisasi menunjukkan kegiatan organisasi untuk menilai tantangan (Treath) yang dihadapi dan peluang (Opportunity) yang dimiliki oleh organisasi dalam upaya mencapai misi organisasi berdasar atas lingkungan ekstenalnya. Analisis lingkungan internal dan eksternal organisasi dalam manajemen strategik disebut dengan SWOT analysis. Dari hasil analisis SWOT tersebut

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(26)

organisasi akan menentukan tujuan jangka panjang yang akan dicapai dengan strategi korporasi (corporate strategy), atau grand strategy, atau business strategy, serta menentukan tujuan jangka pendek atau tujuan tahunan (annual objective) yang akan dicapai dengan strategi fungsi atau strategi yang ditetapkan pada departemen. (Thoyib, 2005).

C. Kinerja

1. Definisi kinerja

Kinerja adalah hasil yang diperoleh oleh suatu organisasi baik organisasi tersebut bersifat profit oreited dan non profit oriented yang dihasilkan selama satu periode waktu. Lebih lanjut menurut Amstrong dan Baron (1998) menyatakan bahwa kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/ program/ kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis (strategi planning) suatu organisasi (dikutip dalam Fahmi, 2013; 2).

2. Level Kinerja

Terkait dengan konsep kinerja, Rummler dan Brache (1995) mengemukakan ada 3 (tiga) level kinerja, yaitu : (dikutip dalam Sudarmanto, 2009:8)

a. Kinerja Organisasi

M erupakan pencapaian hasil pada level atau unit analisis organisasisi. Kinerja pada level ini terkait dengan tujuan organisasi, rancangan organisasi, dan manejemen organisasi

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(27)

b. Kinerja Proses

M erupakan kinerja pada proses tahapan dalam menghasilkan produk atau layanan. Kinerja pada level proses ini dipegaruhi oleh tujuan proses, dan manajemen proses.

c. Kinerja individu/pekerjaan

M erupakan pencapaian atau efektifitas pada tingkat pegawai atau pegawai. Kinerja pada level ini dipengaruhi oleh tujuan pekerjaan, rancangan pekerjaan, dan menejemen pekerjaan serta karakteristik individu.

3. Dimensi Kinerja

Dimensi atau indikator kinerja merupakan aspek aspek yang menjadi ukuran dalam menilai kinerja. Ukuran ukuran dijadikan tolok ukur dalam menilai kinerja. John M iner (1988), mengemukakan 4 dimensi yang dapat dijadikan sebagai tolok ukur dalam menilai kinerja, yaitu :(dikutip dalam Sudarmanto,2009: 12)

a. Kualitas, yaitu tingkat kesalahan, kerusakan, kecermatan b. Kuantitas, yaitu jumlah pekerjaan yang dihasilkan

c. Penggunaan waktu dalam bekerja, yaitu tingkat ketidakhadiran, keterlambatan, waktu kerja efektif/jam kerja yang hilang

d. Kerja sama dengan orang lain dalam bekerja. 4. Pengukuran kinerja

Pengukuran terhadap kinerja perlu dilakukan untuk mengetahui apakah selama pelaksanaan kinerja terhadap penyimpangan dari rencana

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(28)

yang ditentukan, apakah kinerja dicapai sesuai jadwal yang ditentukan atau apakah hasil kerja telah dicapai sesuai yang diharapkan. Pengukuran kinerja hanya dapat dilakukan terhadap kinerja yang terukur dan nyata (M oeheriono, 2009).

Armstrong (2003) menyatakan bahwa pengukuran kinerja merupakan hal yang sangat penting untuk dapat memperbaiki pelaksanaan kerja yang dapat dicapai. M enurutnya ada empat jenis ukuran kinerja, yaitu: (dikutip dalam Sudarmanto, 2009: 13)

a. Ukuran uang yang mencangkup pendapatan, pengeluaran, dan pengembalian.

b. Ukuran upaya atau dampak yang mencakup pencapaian sasaran, penyelesaian proyek, tingkat pelayanan, serta kemampuan mempengaruhi perilaku rekan kerja dan pelanggan

c. Ukuran reaksi yang menunjukkan penilaian rekan kerja, pelanggan atau pemegang pekerjaan lainnya

d. Ukuran waktu yang menunjukkan pelaksanaan kinerja dibandingkan jadwal, batas akhir, kecepatan respon, atau jumlah pekerjaan sasaran. D. Air S usu Ibu (AS I)

1. Definisi ASI

Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam anorganik yang sekresi oleh kelenjar mamae ibu, yang berguna sebagai makanan bagi bayinya. ASI dalam jumlah cukup merupakan makanan terbaik pada bayi dan dapat

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(29)

memenuhi kabutuhan zat gizi bayi selama 6 bulan pertama (Anton Baskoro, 2008:1).

Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan yang terbaik bagi bayi. ASI mengandung berbagai zat gizi yang dibutuhkan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan bayi (Prasetyono, 2009).

ASI adalah susu yang diproduksi oleh tubuh manusia sebagai konsumsi bayi dan merupakan sumber gizi utama bayi yang belum sanggup mencerna makanan padat. (Kusumawardhani, 2010)

M enurut Depkes, 1997: 20 pengertian ASI eksklusif adalah perilaku dimana kepada bayi sampai dengan umur 6 bulan hanya diberikan Air Susu Ibu saja, tanpa makanan atau minuman lain kecuali sirup obat. Sumber lain mengatakan bahwa ASI eksklusif adalah pemberian ASI sedini mungkin setelah persalinan, diberikan tanpa jadwal dan tidak diberi makanan lain walaupun hanya air putih, sampai bayi berumur 6 bulan (Hubertin Sri Purwanti, 2004: 3).

ASI Eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI secara Eksklusif adalah Bayi hanya diberikan air susu tanpa makanan tambahan lain dianjurkan sampai 6 bulan dan di susui sedini mungkin (Siswono, 2005)

ASI Eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI selama 6 bulan tanpa tambahan cairan lain, seperti susu formula, jeruk, madu, air teh dan air putih, serta tanpa tambahan makanan padat, seperti pisang, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan nasi tim, kecuali vitamin, mineral dan obat (Prasetyono, 2009).

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(30)

2. Komposisi ASI

Komposisi zat gizi yang terdapat dalam ASI terdiri dari : a. Karbohidrat

Karbohidrat utama ASI adalah laktosa (gula). ASI mengandung lebih banyak laktosa dibanding dengan susu mamalia lainnya atau sekitar 20-30% lebih banyak dari susu sapi. Laktosa diperlukan untuk pertumbuhan otak, salah satu produk dari laktosa yaitu galaktosa, ini penting bagi jaringan otak yang sedang tumbuh. Laktosa meningkatkan penyerapan kalsium yang sangat penting untuk pertumbuhan tulang. Laktosa meningkatkan pertumbuhan bakteri usus yang baik yaitu lactobacillus bifidus. Laktosa oleh fermentasi akan diubah menjadi asam laktat, adanya asam laktat akan memberikan beberapa keuntungan antara lain menghambat pertumbuhan bakteri yang berbahaya (Utami Roesli, 2001:28).

b. Protein

Selama menyusui ibu membutuhkan tambahan protein diatas kebutuhan normal sebesar 20 g/hari. Dasar ketantuan ini ialah bahwa dalam tiap 100 cc ASI mengandung 1,2 g protein. Dengan demikian, 850 cc ASI mengandung 10 gram protein, efisiensi konversi protein makanan menjadi protein susu hanya 70% (dengan variasi perorangan). Peningkatan kebutuhan ini bukan hanya untuk transformasi menjadi protein susu, tetapi juga untuk sintesis

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(31)

hormone yang memproduksi (prolaktin) serta yang mengeluarkan ASI yaitu hormone oksitoksin (Arisman, 2004:39).

Kandungan protein susu sapi sekitar tiga kali ASI. Hampir semua protein dari susu sapi berupa kasein dan hanya sedikit berupa ” souluble whey protein”. Porsi kasein yang besar ini membentuk gumpalan liat dalam perut bayi. ASI mengandung total protein lebih rendah tetapi lebih banyak ”soluble whey protein”, komposisi inilah yang membentuk gumpalan lebih lunak yang lebih mudah dicerna dan diserap (Suhardjo, 1995:72).

c. Lemak

Sekitar separuh dari energi ASI berasal dari lemak yang mudah diserap dibandingkan dengan susu sapi. Hal ini karena ada enzim lipase dalam ASI. Kandungan lemak total ASI bervariasi antara ibu satu dengan lainnya dari satu fase laktasi ke fase lanilla (Suhardjo, 1995: 73). Kadar lemak dalam ASI pada mulanya rendah, kemudian meningkat jumlahnya. Lemak dalam ASI berubah kadarnya setiap kali dihisap oleh bayi dan hal ini terjadi secara otomatis. Komposisi lemak pada lima menit pertama isapan akan berbeda dengan hari kedua dan akan terus berubah menurut perkembangan bayi dan kebutuhan energi yang diperlukan. Jenis lemak yang ada dalam ASI mengandung lemak rantai panjang yang dibutuhkan oleh sel jeringan otak dan Sangat mudah dicerna karena mengandung enzim lipase.

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(32)

Lemak dalam bentuk Omega 3, Omega 6, dan DHA yang sangat diperlukan untuk sel-sel jeringan otak (Anton Baskoro, 2008:3). d. M ineral

ASI mengandung mineral yang lengkap, walaupun kadarnya relative rendah, tetapi cukup untuk bayi sampai umur 6 bulan. Zat besi dan kalsium dalam ASI merupakan mineral yang sangat stabil dan jumlahnya tidak dipengaruhi oleh diet ibu. (Hubertin Sri Purwanti, 2004: 19).

e. Vitamin

ASI mengandung vitamin yang lengkap. vitamin cukup untuk 6 bulan sehingga tidak perlu ditambah kecuali vitamin K, karena bayi baru lahir ususnya belum mampu mambentuk vitamin K. Oleh karena itu, perlu tambahan vitamin K untuk proses pembekuan darah ( Huberttin Sri Purwanti, 2004: 20).

3. Produksi Air Susu Ibu

Berdasarkan waktu diproduksi, ASI dapat dibagi menjadi 3 yaitu: a. Kolostrum

Kolostum (susu pertama) adalah ASI yang keluar pada hari-hari pertama setelah bayi lahir (4-7 hari), berwarna kekuning-kuningan dan lebih kental karena mengandung banyak vitamin A, protein dan zat kekebalan yang penting untuk kesehatan bayi (Depkes, 1997:20). b. Air susu masa peralihan (masa transisi)

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(33)

Air susu masa peralihan diproduksi pada hari 4 sampai hari ke-10. Komposisi protein makin rendah, seedangkan lemak dan hydra arang akan makin tinggi, dan jumlah volume ASI semakin meningkat. Hal ini merupakan pemenuhan terhadap aktivitas bayi yang mulai aktif karena bayi sudah beradaptasi terhadap lingkungan. Pada masa ini, pengeluaran ASI mulai stabil, begitu juga kondisi fisik ibu. Keluhan nyeri pada payudara sudah berkurang. Oleh karena itu, yang perlu ditingkatkan adalah kandungan protein dan kalsium dalam makanan ibu (Hubertin Sri Purwanti, 2004: 27). c. Air susu mature

ASI yang disekresi pada hari kesepuluh dan seterusnya, yang dikatakan komposisinya relative konstan, tetapi ada juga yang mengatakan bahwa minggu ketiga sampai minggu kelima ASI komposisinya baru konstan, merupakan makanan yang dianggap aman bagi bayi, bahkan ada yang mengatakan pada ibu yang sehat, ASI merupakan makanan satu-satunya yang diberikan selama 6 bulan pertama bagi bayi, ASI merupakan makanan yang mudah didapat, selalu tersedia, siap diberikan pada bayi tanpa persiapan yang khusus dengan temperatur yang sesuai untuk bayi. M erupakan cairan putih kekuning-kuningan, karena mengandung casienat, riboflaum, dan carotene, tidak menggumpal bila dipanaskan, volumenya sekitar 300-850 ml/hari (Anton Baskoro, 2008:11).

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(34)

Untuk lebih jelas perbedaan kadar gizi yang dihasilkan kolostrum, ASI transisi, dan ASI mature dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.1

Perbedaan komposisi Kolostrum, ASI Transisi dan ASI M atur Kandungan Kolostrum AS I Transisi AS I Matur

Energi (kgkal) 57,0 63,0 65,0

Laktosa (gr/100 ml) 6,5 6,7 7,0

Lemak (gr/100 ml) 2,9 3,6 3,8

Protein gr/100 ml 1,195 0,965 1,324

M ineral (gr/100 ml) 0,3 0,3 0,2

Immunoglobin :

Ig A (mg/100 ml) 335,9 - 119,6

Ig G (mg/100 ml) 5,9 - 2,9

Ig M (mg/100 ml) 17,1 - 2,9

Lisosin (mg/100ml) 14,2-16,4 - 24,3-27,5

Laktoferin 420-520 - 250-270

(Taufan Nugroho, 2011) 4. Waktu pemberian ASI

Pemberian ASI eksklusif dianjurkan sampai bayi berusia 6 bulan, penelitian membuktikan bahwa ASI eksklusif selama 6 bulan memang baik bagi bayi. Naluri bayi akan membimbingnya saat baru lahir, insting bayi membawanya mencari puting ibu. Pada jam pertama bayi menemukan payudara ibunya, ini adalah awal hubungan menyusui yang berkelanjutan dalam kehidupan antara ibu dan bayi menyusu. Proses setelah IM D dilanjutkan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dan diteruskan hingga dua tahun. Berdasarkan penelitian, jika bayi yang baru

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(35)

lahir dipisahkan dengan ibunya, maka hormon stres akan meningkat 50%. Otomatis hal itu akan menyebabkan kekebalan atau daya tahan tubuh bayi menurun (Anton Baskoro, 2008: 23).

5. M anfaat Air Susu Ibu a. Bagi Bayi

1) Sebagai nutrisi terbaik

ASI merupakan sumber zat gizi yang sangat ideal dengan komposisi seimbang karena disesuaikan dengan kebutuhan bayi pada masa pertumbuhannya. ASI adalah makanan bayi yang paling sempurna, baik kualitas maupun kuantitasnya. Terdapat nutrien-nutrien khusus dalam ASI yang tidak terdapat atau sedikit terdapat dalam susu sapi (Utami Roesli, 2001:31).

2) ASI mudah dicerna.

ASI mudah dicerna, sedangkan susu sapi sulit dicerna karena tidak mengandung enzim pencerna. Selain itu komponen kasein yang banyak terdapat susu formula membentuk gumpalan-gumpalan susu tebal sehingga sukar untuk dicerna. Akibatnya akan terdapat banyak zat sisa yang tidak dicerna oleh bayi. Selain itu, bayi akan menderita sembelit (Yunisa Priyono, 2010:76).

3) M eningkatkan daya tahan tubuh

Bayi yang baru lahir secara alamiah mendapatkan zat kekebalan/daya tahan tubuh dari ibunya melalui plasenta. Tetapi

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(36)

kadar zat tersebut akan cepat menurun setelah kelahiran bayi, sedangkan kemampuan bayi membantu daya tahan tubuhnya sendiri menjadi lambat. Selanjutnya akan terjadi kesenjangan daya tahan tubuh, kesenjangan tersebut dapat diatasi apabila bayi diberi ASI, sebab ASI adalah cairan yang mengandung kekebalan tubuh yang dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri, virus, dan jamur (Utami Roesli, 2001:31).

b. Bagi Ibu

1) M engurangi perdarahan setelah melahirkan

Apabila bayi disusui setelah melahirkan maka kemungkinan terjadinya perdarahan setelah melahirkan akan berkurang. Hal ini terjadi karena pada ibu menyusui terjadi peningkatan kadar oksitosin yang berguna juga untuk konstriksi/penutupan pembuluh darah sehingga perdarahan akan lebih cepat berhanti. Hal ini akan menurunkan angka kematian ibu yang merahirkan (Utami Roesli, 2000:13).

2) M enunda kehamilan

M enyusui secara eksklusif dapat menunda daatng bulan dan kehamilan, sehingga dapat digunakan sebagai alat kontrasepsi alamiah yang dikenal sebagai metode amenore laktasi (Dwi Sunar Prasetyono, 2009:45).

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(37)

c. Bagi Keluarga

1) Lebih ekonomis/ murah

M emberikan ASI jauh lebih murah dibanding memberikan susu formula. Ibu tidak perlu membeli susu kaleng dan peralatan susu botol. Ibu tidak perlu mengeluarkan dana untuk membeli susu kaleng dan memasak air untuk susu dan peralatan membuat susu. Ibu dari kelompok ekonomi lemah yang tidak mampu membeli susu formula untuk bayinya seringkali mengencerkan takaran susu formula sehingga bayi meraka sering menderita kurang gizi (Yunisa Priyono, 2010:75).

d. Bagi Negara

1) Berkontribusi untuk pengembangan ekonomi, melindungi lingkungan (botol-botol bekas, dot, kemasan susu dll), menghemat sumber dana yang terbatas dan kelangkaan pangan, berkontribusi dalam penghematan devisa negara (Depkes RI, 2005:4).

2) Penghematan devisa untuk pembelian susu formula, perlengkapan menyusui, serta biaya menyiapakan susu, penghematan untuk biaya sakit terutama sakit muntah-mencret dan sakit saluran nafas, penghematan obat-obatan, tenaga, dan sarana kesehatan (Utami Roesli, 2000:15).

6. Strategi Untuk M encapai Keberhasilan Pemberian ASI Eksklusif

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(38)

Beberapa kegiatan yang dilakukan untuk mencapai keberhasilan pemberian ASI eksklusif (Depkes, 1997:4-12) :

a. Pengamatan situasi

Pengamatan situasi dilakukan melalui pengumpulan data pencapaian ASI eksklusif, latar belakang budaya setempat, sumber daya dan sarana di puskesmas dan kelompok potensial di tingkat kecamatan. b. Pencapaian ASI eksklusif

Data yang dikumpulkan adalah pencapaian ASI eksklusif diperoleh melalui register kohort balita dan anak pra-sekolah yang tersedia di puskesmas.

c. Latar belakang budaya setempat

Selain data teknis, perlu juga diketahui data latar belakang budaya setempat mengenai ASI eksklusif. Data yang dikumpulkan meliputi persepsi, kebiasaaan, dan pola pemberian maka bayi dari masyarakat setempat. M elakukan pengamatan tentang persepsi, kebiasaan, dan pola pemberian makan bayi dari masyarakat setempat. Data ini diperoleh melalui wawancara secara insidentil terhadap beberapa ibu balita atau lainnnya yang sedang berkunjung ke posyandu, pada saat petugas melakukan pembinaan. Jika dijumpai salah persepsi dari masyarakat misalnya ibu tidak memberikan ASI ekskluisf, ibu menghentikan ASI karena anak sakit, bayi diberi susu botol, maka perlu diberi penyuluhan dan pembinaan tentang

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(39)

pentingnya ASI eksklusif bagi pertumbuhan dan perkembangan balita.

d. Sumberdaya dan sarana

Data yang dikumpulkan meliputi biaya, jumlah dan macam tenaga, serta media penyuluhan yang tersedia di puskesmas. Sumberdaya yang ada antara lain tenaga gizi puskesmas, bidan atau perawat, PKK dan LSM . Sarana yang ada antara lain leaflet, booklet, dan poster yang brekaitan denga ASI eksklusif yang dapat dimanfaatkan untuk penyuluhan/ pembinaan.

e. Kelompok- kelompok potensial

Tenaga gizi puskesmas harus mengetahui kelompok- kelompok potensial yang dapat digunakan sebagai sasaran yang strategis dalam memberikan penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat. Kelompok ini mempunyai potensi yang cukup besar dalam mensukseskan program, oleh karena itu perlu diciptakan kerjasama yang baik antara poetugas puskesmas dan kelompok potensial yang ada di kecamatan. Kelompok potensial yang ada di tingkat Kecamatan antara lain PKK, kelompok Wanita Tani, Karang taruna, kelompok arisan dan kelompok pengajian.

f. Penyebarluasan hasil pengamatan situasi

Data ASI eksklusif, latar belakang budaya, sumber daya dan sarana, dan kelompok potensial diinformasikan kepada berbagai pihak baik lintas program, lintas sektor terkait dalam pertemuan terpadu.

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(40)

g. Kegiatan Intervensi

1) Pendekatan pada tokoh masyarakat

Advokasi atau pendekatan kepada pemimpin Pendekatam kepada para pejabat, tokoh masyarakat, tokoh agama di daerah setempat diperlukan untuk meningkatkan keberhasilan KIE dalam masyarakat tentang pentingnya ASI bagi tumbuh kembang dan kecerdasan anak.

2) Orientasi

Sarana orientasi meliputi: poster dan leaflet tentang pentingnya ASI eksklusif dan bahaya pemberian M akanan Pendamping ASI terlalu dini dan terlalu lambat.

3) Pemberdayaan bidan desa, petugas puskesmas, kader

Pemberdayaan bidan desa dan kader dapat dilakukan melalui pelatihan guna meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam menyebarluaskan PP-ASI.

4) Pemberdayaan masyarakat

Pemberdayanan masyarakat dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain melalui penyuluhan massal, penyuluhan keluarga, penyuluhan kelompok dan penyuluhan perorangan. 7. M asalah yang Dihadapi Selama M enyusui

Ada beberapa masalah pada minggu pertama menyusui : a. M asalah M enyusui pada Ibu:

1) ASI belum keluar pada hari pertama

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(41)

ASI belum keluar pada hari pertama sehingga ibu merasa bayinya perlu diberikan munuman lain, padahal bayi yang lahir cukup bulan dan sehat mempunyai persediaan kalori dan cairan yang dapat membuatnya bertahan tanpa minuman selama beberapa hari. Disamping itu, pemberian minuman sebelum ASI keluar dapat memperlambat pengeluaran ASI karena bayi menjadi kenyang dan malas menyusu. Padahal pengeluaran ASI oleh isapan bayi dapat memicu produksi ASI sehingga produksinya melimpah (Nurheti Yuliarti, 2010:34).

Dalam 24 jam pertama bayi tidak perlu cairan, jadi tidak minumpun tidak apa-apa. Tetapi tetap harus mulai menyusui, yang penting adalah dalam 1 jam pertama harus diberitahukan kepada ibu untuk mulai menyusui, karena pada saat baru lahir daya isap bayi sangat kuat, kemampuan isap ini baru akan kembali 38 jam kemudian. Daya isap yang sangat kuat ini disebabkan karena lahir adalah suatu trauma yang menyebabkan adrenalin bayi tinggi sekali, sehingga kemampuan menghisap dan menyedot sangat tinggi. Kalau ini tidak dipergunakan, adrenalin akan turun dan hormon menyenangkan yang membuat bayi tenang dan tertidur akan keluar, sehingga baru 1 hari kemudian bias menyusui. Juga perlu sering menyusui untuk merangsang ASI (Anton Baskoro, 2008:43).

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(42)

2) Payudara terasa penuh dan nyeri

Saat ASI keluar pertama kali, payudara mungkin terasa panas, berat, keras, dan seakan-akan penuh batu. Pada banyak wanita, payudara hanya terasa penuh. Salah satu penyebab nyeri pada puting susu adalah karena bayi mengisap dengan posisi salah. Bayi tidak cukup banyak memasukkan areola ke mulutnya, dan hanya menghisap dari ujung puting saja. Keadaan ini disebut nyeri puting karena salah posisi (F Savage King, 1991:46). 3) Payudara berukuran kecil

Ukuran payudara tidak menentukan banyak sedikitnya produksi ASI. Produksi ASI lebih ditentukan oleh banyaknya lemak pada payudara, sedangkan kelenjar penghasil ASI sama banyaknya pada setiap payudara. Walaupun payudara kecil, namun produksi ASI dapat tetap mencukupi apabila manajemen laktasi dilaksanakan dengan baik dan benar (Nurheti Yuliarti, 2010:34). 4) Puting susu lecet

Puting susu terasa nyeri bila tidak ditangani dengan benar akan menjadi lecet. Umumnya menyusui akan menyakitkan dan kadang-kadang mengeluarkan darah. Puting susu lecet dapat disebabkan oleh posisi menyusui yang salah, tetapi dapat pula disebabkan oleh thrush (candidates) atau dermatitis (Weni Kristiyansari, 2009:54).

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(43)

5) Rendahnya produksi ASI

Banyak ibu mengeluh bahwa ASInya tidak keluar atau kelihatan cukup. Produksi ASI akan menningkat bila bayi sering disusui atau pabrik susu ibu dikosongkan dengan diperah. Hal yang penting diperhatikan adalah posisi pelekatan yang betul antara mulut bayi dengan payudara ibu. Sering seorang ibu mengatakan sudah meneteki lebih dari 1 jam, tetapi bayi tetap menangis seperti kehausan. Produksi ASI mengikuti prinsip ”makin tinggi kebutuhan bayi, makin banyak produksi ASI” (Anton Baskoro, 2008:39).

6) Payudara Bengkak

Pembengkakan payudara terjadi karena ASI tidak disusui dengan adekuat, sehingga sisa ASI terkumpul pada sistem duktus yang mengakibatkan terjadinya pembengkakan. Payudara bengkak ini sering terjadi pada hari ketiga atau keempat sesudah ibu melahirkan. Statis pada pembuluh darah dan limfe akan mengakibatkan meningkatnya tekanan intraduktal, yang akan mempengaruhi berbagai segmen pada payudara, sehingga tekanan seluruh payudara meningkat, akibatnya payudara sering terasa penuh, tegang serta nyeri. Kemudian diikuti penurunan produksi ASI (Soetjiningsih, 1997:107).

7) Air Susu Ibu kurang

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(44)

M enilai kecukupan ASI bukan dan seringnya bayi menangis, ingin selalu menyusu pada ibunya, atau payudara yang terasa kosong/ lembek meski produksi ASI cukup lancar, melainkan dari kenaikan berat badan bayi. Bila gizi ibu cukup, cara menyusui benar, percaya diri akan kemauan dan kemampuan menyusui bayinya, serta tidak memiliki kelainan payudara pada 4-6 bulan pertama usia bayi akan terjadi kenaikan berat badan yang baik. Hal ini dapat dipantau dengan melihat KM S bayi. Kenaikan berat badan yang tidak sesuai biasanya karena jumlah ASI tidak cukup sehingga perlu tambahan sumber gizi lain (Arief M ansjoer, 2001:325).

8) Ada benjolan nyeri pada payudara

Jaringan kelenjar pada payudara tersusun dalam bagian atau segmen seperti terlihat pada jeruk. Saluran keluar dari setiap segmen. Kadang-kadang saluran tersumbat, sehingga ASI dari segmen payudara tersebut tidak mengalir dan terbentuk benjolan nyeri (F Savage King, 1991:44).

9) Ibu hamil lagi

Ketika masih menyusui, kadang ibu sudah hamil kembali. Jika tidak ada masalah dengan kandungannya, ibu masih dapat menyusui. Namun, ia harus makan lebih banyak lagi. Selain itu, mungkin ibu akan mengalami puting lecet, keletihan, ASI

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(45)

berkurang, rasa ASI berubah, dan kontraksi rahim (Yunisa Priyono, 2010:95).

10) Ibu terserang penyakit

Bukan hal yang menyenangkan bila ibu sakit, padahal harus menyusui bayinya. Jika ibu menderita penyakit yang cukup serius, ibu mungkin enggan menyusui atau meyakini bahwa menyusui tidaklah aman bagi bayi. Sebenarnya, bila ibu sedang sakit dan ingin tetap menyusui bayinya, hal ini bukanlah masalah serius. Tindakan itu akan bermasalah jika ibu harus minum obat yang tidak cocok bagi bayi. Bila ingin berhenti menyusui bayi selama ibu minum obat, hendaknya ibu memompa payudara agar suplay ASI tetap terjaga. Intinya, ibu harus terus menerus menyusui supaya bayi memperoleh banyak antibodi dari ASI. Bila ibu diare atau muntah-muntah karena keracunan makanan, hemdaknya ibu tetap menyusui bayinya, kecuali ibu sangat lemah dan perlu minum antibiotik (Dwi Sunar Prasetyono, 2009:119).

11) Ibu yang memerlukan pengobatan

Karena takut obat-obatan yang dikonsumsinya mengganggu bayi, sering sekali ibu berhenti menyusui. Padahal, kebanyakan obat hanya sebagian kecil saja yang dapat melalui ASI. Itu pun jarang berakibat ke bayi. Oleh karena itu, ahli medis tidak pernah mengobati bayi dengan menganjurkan ibu

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(46)

mengkonsumsi obat tertentu. M emang ada beberapa obat yang sebaiknya tidak diberikan kepada ibu menyusui. Selain itu, jika harus mengkonsumsi obat, pilihlah obat yang memiliki masa pendek dan mempunyai rasio ASI plasma kecil (kemampuan obat mengontaminasi ASI). Jika ibu menyusui harus mengkonsumsi obat, sebaiknya dilakukan segera setelah menyusui (Yunisa Priyono, 2010:94).

12) Puting susu kering, pecah-pecah dan berdarah

M inggu-minggu pertama wanita belajar menyusui, terkadang putting susunya terlihat mengeras, lama-kelamaan pecah-pecah bahkan berdarah. Hal ini disebabkan karena pada saat menyusui, bayi hanya menghisap bagian puting saja dan tidak sampai ke bagian aerola (uzzi Reiss dan Yfat M Reiss, 2004:122).

b. M asalah Yang dihadapi Bayi: 1) Bayi menolak menyusu

Bayi menolak menyusu bisa merupakan masalah penting dan serius. Biasanya ini berhubungan dengan masalah teknik atau pola menyusui. Kadang-kadang juga menandakan bayi sakit, misalnya terkena infeksi atau kerusakan otak Jika bayi menolak menyusu, biasanya merupakan cara untuk memberi tahu kepada ibunya mengenai sesuatu yang salah. M ungkin karena bayi nyeri akibat tumbuh gigi atau sesak nafas karena pilek. Jika bayi tetap

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(47)

menolak payudara, cobalah untuk menyusuinya saat mengantuk (Desiana M aharani, 2008:44).

2) Defekasi bayi pada minggu-minggu pertama adalah encer dan sering sehingga dikatakan bayi menderita diare dan sering kali petugas kesehatan menyuruh menghentikan menyusui, padahal sifat defekasi bayi yang mendapat kolostrum memang demikian karena kolostrum bersifat sebagai laktasi (Nurheti Yuliarti, 2010:33).

3) Bayi suka menggigit

Akibat tumbuh gigi baru, bayi biasanya menggigit puting ibu, jika gigi bayi mulai tumbuh, biarkan ia belajar menggigit mainan khusus. Jika bayi menggigit puting, peluk ia lebih erat atau pencet hidungnya. Dengan begitu ia akan kesulitan bernafas lewat hidung, sehingga akan membuka mulut dan melepaskan gigitannya (Desiana M aharani, 2009:44).

4) Bayi sakit

Sebagian kecil sekali bayi yang sakit, dengan indikasi khusus tidak diperbolehkan mendapat makanan per oral, tetapi apabila sudah diperbolehkan, maka ASI harus tetap diperbolehkan (Weni Kristiyansari, 2009:68).

5) M enyusui dengan satu payudara saja

Kadang-kadang bayi mengembangkan kesukaan pada salah satu payudara. Itu tidak berbahaya, tapi harus dicoba untuk menyusui

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(48)

dengan payudara yang tidak disukainya seperti saat minum ASI dari payudara pilihannya (Desiana M aharani, 2009:44).

6) Bayi terlalu sering menyusu

Jika bayi sering menyusu pada hari-hari awal kelahiran, maka hal ini merupakan sesuatu yang lumrah. Namun bila frekuensi menyusu terlalu tinggi dan rentang waktu menyusu cukup pendek (kurang dari 1 jam dan terjadi minimal 10 kali sehari selama lebih dari seminggu secara berturut turut), berarti mungkin terjadi masalah dalam menyusui. Jika bayi tiba-tiba menjadi lebih sering menyusu setelah dua minggu, ia bisa mengalami peningkatan pertumbuhan yang sangat pesat. Kondisi seperti itu terjadi setelah 2, 3, 6 atau 12 minggu. Tetapi, ibu perlu mewaspadai bila keadaan ini terus berlanjut, karena bayi mungkin sedang sakit (Anton Baskoro, 2008:181).

7) Posisi bayi pada payudara tidak baik

Hal ini sering terjadi karena bayi telah diberi susu botol. Kadang-kadang, ibu muda tidak mampu menempatkan bayinya tepat terhadap payudara. Bila bayi mengisap dengan posisi salah, bayi tidak akan bisa memeras ASI dan tidak akan dapat merangsang refleks-refleks. Bayi akan merasa lapar sehingga ibu mengambil kesimpulan bahwa ia tidak mempunyai cukup ASI (F. Savage King, 1991:64).

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(49)

8. Faktor-faktor yang M empengaruhi Ibu M emberikan ASI

Banyak faktor sebenarnya yang menyebabkan para ibu merasa tidak penting dan enggan untuk memberikan ASI kepada bayi mereka. Lawrence Green (1980:120) mencoba menganalisis perilaku kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non behavior causes). Banyak faktor yang menyebabkan para ibu tidak menganggap penting dan enggan untuk memberikan ASI kepada bayi mereka, secara garis besar ada 2 faktor: (Baskoro, 2008:73).

a. Faktor internal

Faktor internal yang mempengaruhi para ibu adalah : 1) Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap pemberian ASI. Ibu yang tingkat pendidikannya lebih tinggi umumnya juga mempunyai perhatian lebih besar terhadap kebutuhan gizi anak. Demikian juga halnya dalam pemahaman akan manfaat ASI anak (Rulina Suradi,1992: 9). Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh kembang anak, karena dengan pendidikan yang baik, maka orang tua dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik, cara menjaga kesehatan anak, dan sebagainya (Soetjiningsih, 1995:10).

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(50)

2) Tingkat pengetahuan

M ereka tidak banyak tahu manfaat apa saja yang terdapat pada ASI, apa akibatnya kalau anak tidak menerima ASI yang cukup dari ibu. Rendahnya tingkat pemahaman tentang pentingnya ASI selama 6 bulan pertama kelahiran dikarenakan kurangnya informasi dan pengetahuan yang dimiliki oleh para ibu mengenai segala nilai plus nutrisi dan manfaat yang terkandung dalam ASI (Dwi Sunar Prasetyono, 2009:33). Asi yang keluar pada hari pertama sampai dengan hari ke lima bahkan pada hari ke 7 dinamakan kolostrum atau susu awal yang biasanya bersifat cairan jernih kekuningan itu mengandung zat putih telur atau protein dalam kadar yang tinggi, zat daya tahan tubuh dalam kadar yang tinggi dari pada susu madu yaitu air susu ibu yang telah berumur tiga hari (Baskoro, 2008:75). Sikap seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan yang dipunyainya dan ia akan memberikan sikap negatif terhadap ASI, jika pengetahuan tentang hal itu kurang. Kepribadian dan pengalaman hidupsi ibu sendiri juga penting, dengan senang dan santai umumnya lebih berhasil dalam laktasi . Ibu yang mempunyai sikap positif dan senang terhadap menyusui, maka kemungkinan untuk berhasil adalah lebih besar (Sri Haryati, 2006:19).

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(51)

3) Informasi

Karena kurang informasi, banyak ibu menganggap susu formula sama baiknya, bahkan lebih baik dari ASI. Hal ini menyebabkan ibu lebih cepat memberikan susu formula jika merasa ASI kurang atau terbentur kendala menyusui. M asih banyak pula petugas kesehatan tidak memberikan informasi pada saaat pemeriksaan kehamilan atau sesudah bersalin. Untuk dapat melaksanakan program ASI eksklusif, ibu dan keluarganya perlu menguasai informasi tentang keuntungan pemberian ASI, kerugian pemberian susu formula, pentingnya rawat gabung, cara menyusui yang baik dan benar, dan siapa yang harus dihubungi jika terdapat keluhan atau masalah seputar menyusui (Yunisa Priyono, 2010:90).

4) Kondisi Kesehatan ibu

Pada hari pertama sebenarnya bayi belum memerlukan cairan atau makanan, sehingga tidak atau belum diperlukan pemberian cairan apalagi susu formula, sebelum ASI keluar cukup, bayi pada 30 menit pertama setelah lahir harus disusui oleh ibunya, hal ini bukan untuk pemberian nutrisi, tetapi untuk belajar menyusui atau membiasakan menghisap putting susu dan juga guna mempersiapkan ibu untuk mulai memproduksi ASI (Anton Baskoro, 2008: 74). Ibu merasa bahwa ASI yang diberikan secara eksklusif kepada bayi tidak cukup sehingga ibu ingin

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(52)

cepat memberikan susu formula atau bubur yang terbuat dari tepung biji-bijian kepada bayinya (Utami Roesli, 2000:20). Adanya gangguan kesehatan dan kelainan payudara pada ibu seperti puting susu nyeri atau lecet, payudara bengkak, saluran susu tersumbat, radang payudara dan kelainan anatomis pada puting susu ibu sehingga membuat ibu kesukaran dalam memberikan ASI secara eksklusif (Soetjiningsih, 1997:105). 5) Status persalinan

Ada dua jenis persalinan, yaitu secara normal dan caesar, ibu yang melahirkan dengan cara operasi caesar sering kali sulit menyusui bayinya segera setelah ia lahir. Terutama jika ibu diberikan anestasi umum. Ibu relatif tidak sadar untuk mengurus bayinya setelah bayi lahir. Kondisi luka operasi dibagian perut relatif membuat proses menyusui sedikit terhambat. Sementara itu, bayi mungkin mengantuk dan tidak responsif untuk menyusu, terutama jika ibu mendapat obat-obatan penghilang rasa sakit sebelum operasi. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa proses melahirkan dengan caesar akan menghambat terbentuknya produksi ASI (Weni Kristiyansari, 2009:45)

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal memberikan gambaran kepada kita bahwa begitu banyak varian-varian yang seharusnya tidak terjadi seandainya faktor internal dapat terpenuhi oleh ibu:

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(53)

1) Ibu yang bekerja

Pada ibu yang bekerja, singkatnya masa cuti hamil/melahirkan mengakibatkan sebelum masa pemberian ASI eksklusif berakhir sudah harus kembali bekerja. Hal ini mengganggu upaya pemberian ASI eksklusif. Dari berbagai penelitian menunjukkan banyak alasan untuk menghentikan ASI dengan jumlah yang bervariasi (Depkes, 2003). Faktor ini juga tidak luput dari kurangnya pengetahuan dari para ibu, tidak sedikit dari apa ibu yang bekerja akan tetapi tetap memberikan asi secara eksklusif pada bayinya selama 6 bulan. Pada ibu bekerja cara lain untuk tetap dapat memberikan asi secara eksklusif pada bayinya adalah dengan memberikan asi peras. (Baskoro, 2008:74).

Selama ibu ditempat kerja, sebaiknya ASI diperah mininum 2 kali selama 15 menit. Gunakan jari tangan untuk memerah Asi, jangan pompa terompet. ASI perah tahan 6-8 jam di udara luar, 24 jam di dalam termos berisi es batu, 48 jam di dalam lemari es, dan tiga bulan di dalam freezer. Dengan bantuan ”tempat kerja sayang ibu”, yaitu tempat kerja yang memungkinkan karyawatinya menyusui secara eksklusif, keberhasilan ibu bekerja memberikan ASI eksklusif akan menjadi lebih besar lagi (Yunisa Priyono, 2010:86). Bekerja bukan berarti alasan untuk menghentikan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan, meskipun cuti hamil hanya 3 bulan. Dengan pengetahuan yang

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(54)

benar tentang menyusui, perlengkapan memerah ASI, dan dukungan lingkungan kerja, seorang ibu yang bekerja dapat tetap memberikan ASI secara ekslusif (Utami Roesli, 2000:38). 2) Pengertian dan dukungan suami

Kurangnya dukungan keluarga terutama dari suami merupakan factor yang sering dijumpai, pemberian makanan prelaktal terlalu dini yang merupakan kebiasaan dari keluarga menjadi faktor penghambat untuk memberikan ASI, serta kurangnya perhatian suami terhadap asupan gizi ibu menyusui. Suami merupakan pendukung terbaik bagi ibu muda yang menyusui. Bila suami bersedia, ia dapat menolong istri dalam hal ini. Suami dapat memberitahu istrinya bahwa ia ingin istrinya menyusui dan mengatakan bahwa ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi (King, 1991: 4). Ayah dapat berperan aktif dalam keberhasilan pemberian ASI dengan jalan memberikan dukungan secara emosional dan bantuan- bantuan praktis lainnya, seperti popok atau menyendawakan bayi. Pengertian tentang perannya yang penting ini merupakan langkah pertama bagi seorang ayah untuk dapat mendukung ibu agar berhasil menyusui secara eksklusif (Utami Roesli, 2000: 44).

3) Sosial ekonomi

Pada keadaan sosial ekonomi yang kurang ada kecenderungan seorang ibu untuk menyusui secara eksklusif, karena mereka

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(55)

tidak mampu untuk membeli susu formula, tetapi pada keadaan yang seperti ini juga tidak menutup kemungkinan seorang ibu untuk memberi makanan prelaktal terlalu dini, karena takut bayinya kelaparan. Di negara sedang berkembang, dijumpai kecenderungan ibu-ibu lebih pendek periode memberikan ASI-nya, dan selanjutnya menggunakan makanan pendamping ASI. Keadaan demikian ditemukan umum pada masyarakat daerah perkotaan. Di Indonesia, khususnya dipedesaan, penghentian meneteki didasarkan pada alasan-alasan antara lain: hamil lagi, anak cukup umur mendapat makanan biasa, payudara sakit, atau air susu sedikit. Di perkotaan, sebabnya beragam antaara lain lingkungan sosial budaya, ibu bekerja serta pengaruh iklan makanan pengganti ASI (Suhardjo, 1995:78).

4) Latar belakang budaya setempat

Seseorang memperoleh suatu kebudayaan dalam hubungannya dengan orang lain, karena hubungan ini seseorang mengalami suatu proses belajar dan memperoleh suatu pengetahuan. Sering sekali perubahan sosial budaya memberikan pengaruh ibu untuk memberikan ASI, seperti contohnya, ibu-ibu yang bekerja atau kesibukan sosial lainnya, meniru teman atau tetangga yang memberikan susu botol, serta ada perasaan ketinggalan zaman jika menyusui bayinya (Soetjiningsih, 2002:17). Ibu- ibu dari suku jawa memberikan makanan prelaktal sebagai peristiwa adat

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(56)

yaitu simbol pembebesan bayi dari rahim ibu (Suhardjo, 1995: 134).

5) Kelompok-kelompok Potensial

Tenaga gizi puskesmas harus mengetahui kelompok potensial yang dapat digunakan sebagai sasaran yang strategis dalam memberikan penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat. Kelompok ini mempunyai potensial yang cukup besar dalam mensukseskan program, oleh karena itu perlu diciptakan kerjasama yang baik antara petugas puskesmas dan kelompok potensial yang ada di kecamatan (Depkes RI, 1997:7).

6) Advokasi atau pendekatan pada pemimpin

Pendekatan kepada para pejabat, tokoh masyarakat, tokoh agama di daerah setempat diperlukan untuk meningkatkan keberhasilan KIE dalam masyarakat tentang pentingnya ASI bagi tumbuh kembang dan kecerdasan anak (Depkes RI, 1997:8).

7) Iklan susu formula

Gencarnya kampanye produsen susu dan makanan pendamping ASI, serta keberhasilan distributor untuk mendistribusikannya, merupakan faktor dominan yang manjadikan para ibu muda terpengaruh untuk menggantikan ASI sebagai makanan utama bayi dengan susu formula. Dalam promosi susu tersebut ada kekeliruan konsep, yakni susu formula itu diperlukan oleh ibu

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(57)

yang persediaan air susunya tidak mencukupi kebutuhan anak, sehingga dibutuhkan susu tambahan yang diproduksi oleh perusahaan susu. Promosi ini sangat mempengaruhi pemikiran para ibu yang kurang memiliki pengetahuan yang luas tentang ASI. Dengan adanya promosi tersebut para ibu dibujuk agar mempercayai propaganda mereka, dan mulai menggunakan susu formula sebagai pengganti ASI (Dwi Sunar Prasetyono, 2009:12).

8) Sikap petugas Kesehatan

Sikap dan pengetahuan yang dimiliki oleh petugas adalah factor penentu kesiapan petugas dalam mengelola ibu menyusui. Ada pendapat bahwa untuk mengembalikan posisi ASI di Rumah Sakit tantangan yang terbesar akan datang dari para perawat dan Dokter. Karena untuk mereka memberikan susu botol adalah lebih mudah dan sederhana bila dibandingkan dengan rangkaian-rangkaian kegiatan promosi ASI. Tetapi bukti nyata akan keuntungan pemakaian ASI adalah salah satu cara untuk mengubah sikap tersebut. Penggunaan ASI telah mengubah sikap petugas menjadi suportif. Beberapa penelitian membuktikan bahwa sikap petugas kesehatan sangat mempengaruhi pemilihan makanan bayi oleh ibunya. Pengaruh ini dapat berupa sikap negatif secara pasif, sikap yang ”indifferent” yang dinyatakan dengan tidak menganjurkan dan

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

Gambar

Tabel 2.1 Perbedaan komposisi Kolostrum, ASI Transisi dan ASI Matur
Gambar 2.1 Matrik SWOT
Gambar 2.2  Gambaran Kerangka Konseptual SWOT
Tabel 4.1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Deposisi dilakukan untuk beberapa parameter proses yang meliputi: waktu deposisi, tekanan gas dan suhu substrat dengan tujuan dapat diperoleh lapisan tipis (a-Si:H:B) yang

Kemudian pelat tersebut diletakkan dalam kotak kayu yang telah dipersiapkan dan kotak kayu dimiringkan sebesar 30 derajat pada rangka yang juga telah dipersiapkan sebelumnya

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh positif antara: 1) Perhatian orang tua terhadap prestasi belajar siswa ditinjau dari jenis pekerjaan orang tua,

Berdasarkan Penetapan Pemenang oleh Pokja Pengadaan Barang, Jasa Konsultasi dan Jasa Lainnya pada Unit Layanan Pengadaan Kabupaten Ogan Ilir Nomor : 027/009/Thp.XII/Paket

Dengan adanya aplikasi asah otak menara Hanoi ini, pemakai computer, terutama anak-anak tidak hanya bermain saja jika menggunakan computer, tetapi sambil bermain mereka juga

[r]

dari faktor diri sendiri ( self control), dapat dikatakan disini kontrol dari diri sendiri cukup lemah. Karena sesungguhnya sangat perlu dan penting untuk bisa

Subyek I, II, III mengalami peristiwa-peristiwa dalam hidupnya seperti pola asuh permisif (subyek I), pola asuh otoriter (subyek II dan III), modeling lingkungan terutama dari