• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH - STUDI DESKRIPSI KUALITATIF TENTANG KESIAPAN MERAWAT DIRI PADA REMAJA TUNAGANDA RINGAN DI SEKOLAH LUAR BIASA (SLB) MUTIARA HATI LAREN - BUMIAYU KABUPATEN BREBES - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH - STUDI DESKRIPSI KUALITATIF TENTANG KESIAPAN MERAWAT DIRI PADA REMAJA TUNAGANDA RINGAN DI SEKOLAH LUAR BIASA (SLB) MUTIARA HATI LAREN - BUMIAYU KABUPATEN BREBES - repository perpustakaan"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Tubuh manusia mengalami berbagai perubahan dari waktu kewaktu sejak lahir yang meliputi pertumbuhan dan perkembangan. Perubahan yang cukup mencolok terjadi ketika anak perempuan dan laki- laki memasuki 9 - 15 tahun. Pada saat itu mereka tidak hanya tumbuh menjadi lebih tinggi dan lebih besar, tetapi juga terjadi perubahan-perubahan didalam tubuh yang memungkinkan untuk bereproduksi. Masa inilah yang disebut dengan masa pubertas atau masa remaja (Proverawati, 2009).

Masa remaja diartikan sebagai masa dimana seseorang menunjukan tanda-tanda pubertas dan berlanjut hingga dicapainya kematangan seksual. Menurut Santrock (2003) pubertas adalah perubahan cepat pada kematangan fisik yang meliputi perubahan tubuh dan hormonal, terutama yang terjadi pada masa awal remaja. Pada masa pubertas pertumbuhan dan perkembangan berlangsung dengan cepat sehingga kematangan alat-alat seksual dan kemampuan reproduksi dapat tercapai pada masa ini (Proverawati & Misaroh, 2009). Organ genetalia merupakan salah satu organ tubuh yang sensitif dan memerlukan perawatan khusus maka diperlukan perawatan diri untuk menjaga kesehatan organ-organ seksual.

(2)

2009). Ketidakmampuan melakukan perawatan diri disebut defisit perawatan diri. Defisit Perawatan diri adalah keadaan ketika individu mengalami suatu kerusakan fungsi motorik atau fungsi kognitif, yang menyebabkan penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri. Sedangkan Nurjannah (2004) defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting). Defisit perawatan diri merupakan suatu kondisi pada seseorang yang mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti mandi (hygiene), berpakaian/ berhias, makan, BAB/BAK (toileting) (Fitria, 2009). Ketergantungan perawatan diri dijelaskan oleh WHO sebagai ketidakmampuan untuk melakukan kegiatan harian seperti mempertahankan kebersihan diri, makan dan kesadaran akan bahaya sebagai salah satu masalah terbesar dalam kesehatan didunia (WHO dalam Ramawati 2012). Masalah ketergantungan melakukan perawatan diri sering terdapat pada kelompok anak (orang yang sangat muda), sangat tua, orang yang sakit atau orang yang cacat (fisik, mental dan emosional) (Kittay dkk dalam Ramawati, 2012).

(3)

hubungan-pribadi masyarakat (Delphie, 2006). Dalam penelitian ini ketunaan utamanya adalah tunagrahita dan kombinasinya adalah tunadaksa.

Istilah yang sering digunakan untuk menyebut anak tunadaksa, seperti cacat fisik, tubuh atau cacat orthopedi. Dalam bahasa asingpun sering kali dijumpai istilah crippled, physically handicapped, physically disabled dan lain sebagainya. Keragaman istilah yang dikemukakan untuk menyebutkan tunadaksa tergantung dari kesenangan atau alasan tertentu dari para ahli yang bersangkutan. Meskipun istilah yang dikemukakan berbeda-beda, namun secara material pada dasarnya memiliki makna yang sama (www.ditplb.or.id).

Menurut Somantri (2006), bahwa tunadaksa adalah suatu keadaan rusak atau terganggu sebagai akibat gangguan bentuk atau hambatan pada tulang, otot dan sendi dalam fungsinya yang normal. Kondisi ini dapat disebabkan oleh penyakit, kecelakaan atau dapat juga disebabkan oleh pembawaan sejak lahir. Sama seperti bentuk kelainan atau ketunaan yang lain, kelainan fungsi anggota tubuh yang dialami seseorang memiliki akibat yang hampir serupa, terutama pada aspek kejiwaan penderita, baik berefek langsung ataupun tidak langsung. Efek yang ditimbulkan dapat berupa penolakan terhadap lingkungan, selalu menyendiri, merasa dikucilkan dan efek yang lainnya. Akibat dari ketunaan yang dialami oleh seseorang maka mereka juga mempunyai keterbatasan dalam melakukan kegiatan sehari hari seperti merawat diri.

(4)

fungsi-fungsi mental, luka yang terjadi pada bagian otak, baik sebelum, pada saat, maupun sesudah kelahiran, menyebabkan retardasi dari mental atau tunagrahita.

Tunagrahita adalah seseorang yang memiliki kecerdasan mental dibawah normal (Greydanus & Pratt dalam Effendi, 2006). Menurut Somantri (2006), tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut remaja yang mempunyai kemampuan intelektual dibawah rata-rata. Sedangkan menurut Wibowo (2010), yang dimaksud dengan tunagrahita adalah keterbatasan substansial dalam mengfungsikan diri.

The American Psychiatric Association’s Diagnostic and Statistical

Manual of Mental Disorder (DSM-IV-TR, 2000) mendefinisikan tunagrahita atau retardasi mental sebagai disfungsi atau gangguan yang terjadi pada susunan saraf pusat yang mengakibatkan kecerdasan intelektual (Intelectual Quetion) seseorang terukur di bawah 70, sehingga berdampak pada kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya seperti keterampilan berkomunikasi, sosialisasi, pendidikan/belajar, kesehatan dan pekerjaan.

Klasifikasi tunagrahita berdasarkan hasil pertemuan American psychiatric accociation (APA) di Washinghton 1994 adalah: 1) Tuna grahita ringan (IQ antara 50-55 sampai 70 skala wescheler); 2) Tuna grahita sedang ( IQ antara 35-40 atau 50-55 skala wescheler); 3) Tuna grahita berat ( IQ antara 20-25 atau 35-40 skala wescheler).

(5)

mampu didik memiliki kemampuan IQ 50-70. Mumpuniarti (2007) menyatakan bahwa karakteristik tunagrahita ringan dapat ditinjau secara fisik, psikis dan sosial, karakteristik tersebut antara lain : 1) Karakteristik fisik nampak seperti remaja normal hanya sedikit mengalami kelemahan dalam kemmampuan sensomotorik; 2) Karakteristik psikis sukar berfikir abstrak dan logis, kurang memiliki kemamuan analisa, asosiasi lemah, fantasi lemah, kurang mampu mengendalikan perasaan, mudah dipengruhi kepribadian, kurang harmonis karena tidak mampu menilai baik dan buruk; 3) Karakteristik sosial, mereka mampu bergaul, menyesuaikan dengan lingkungan yang tidak terbatas hanya pada keluarga saja, namun ada yang mampu mandiri dalam masyarakat, mampu melakukan pekerjaan yang sederhana dan melakukan secara penuh sebagai orang dewasa.

(6)

Dalam hal ini, tunagrahita memerlukan kesiapan untuk melakukan upaya merawat diri. Kesiapan mental sangat diperlukan sebelum menarche karena perasaan cemas dan takut akan muncul, selain itu juga pengetahuan tentang perawatan diri yang diperlukan saat menstruasi (Proverawati, dalam Afifah dan Hastuti 2016). Menurut Thorndike dalam Slameto (2003) mengungkapkan bahwa kesiapan adalah prasyarat untuk belajar berikutnya. Sedangkan Menurut Djamarah (2002) kesiapan adalah kondisi diri yang telah dipersiapkan untuk melakukan suatu kegiatan. Kesiapan merupakan hal yang sangat penting dalam mencapai keberhasilan merawat diri.

Dari data yang dicatat oleh Balai Pengembangan Pendidikan Khusus (BP DIKSUS) Jawa Tengah, remaja tunagrahita di kabupaten Brebes berjumlah 109 siswa. (www.bpdiksus.org di akses pada tanggal 27 Juli 2016). Hasil studi pendahuluan yang peneliti lakukan pada tanggal 28 Agustus 2016 didapatkan data murid di SLB Mutiara Hati berjumlah 42 siswa, dengan rincian 23 laki- laki dan 19 perempuan. Siswa penyandang tunagrahita di SLB Mutiara Hati Bumiayu berjumlah 8 siswa. Dan siswa termasuk dalam klasifikasi tunaganda ringan berjumlah 2 siswa.

(7)

Berdasarkan fenomena tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “kesiapan merawat diri pada remaja tunaganda ringan

di Sekolah Luar Biasa (SLB) Mutiara Hati Bumiayu”. Dalam penelitian yang

akan peneliti lakukan ini, peneliti mencoba fokus kepada kesiapan merawat diri dalam hal yang berkaitan dengan seksualnya. Melalui penelitian ini didapatkan sebuah gambaran tentang kesiapan merawat diri pada remaja tunaganda sehingga peneliti, orang tua dan guru dapat mengetahui kesiapan remaja tunaganda dalam merawat diri.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas maka masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana deskripsi kesiapan remaja tunaganda ringan dalam merawat diri.

C. TUJUAN PEN ELITIAN

Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan secara kualitatif tentang kesiapan merawat diri pada remaja tunaganda ringan.

D. MANFAAT PEN ELITIAN

(8)

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pengetahuan di bidang psikologi perkembangan mengenai kesiapan merawat diri pada remaja tunaganda ringan.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi orang tua, yaitu memperoleh informasi mengenai kesiapan

merawat diri pada remaja tunaganda ringan, sehingga orangtua mengetahui batasan-batasan kemampuan remaja tunaganda ringan dalam merawat diri.

Referensi

Dokumen terkait