1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Industri otomotif merupakan salah satu industri yang membutuhkan kuota impor paling banyak. Dari segi bahan baku, impor komponen otomotif saat ini masih cukup tinggi yaitu sebesar 80%. Oleh untuk itu, Kementerian Perindustrian terus memacu investasi asing untuk membangun industri komponen di Indonesia. Hal ini terjadi dikarenakan menurut Hidayat MS selaku Menteri Perindustrian periode 2009-2014, penjualan mobil di Indonesia diproyeksikan mencapai satu juta unit pada 2013. Penjualan diperkirakan menembus 1,5 juta tahun 2015 atau 2016 dan melejit menjadi dua juta pada 2017. Hal ini membuktikan tingginya kegiatan operasional yang terjadi dan akan terjadi pada industri otomotif. (Sumber:
http://www.kemenperin.go.id/artikel/4239/Industri-Otomotif-Ketergantungan-Komponen-Impor)
Melihat dari uraian mengenai tingginya kegiatan operasional pada sebuah perusahaan, pada dasarnya kegiatan operasional sangat berkaitan dengan kegiatan sumber daya manusia dikarenakan kegiatan operasional dalam sebuah perusahaan perlu dijalankan oleh manusia. Tingginya penjualan mobil di Indonesia pada tahun 2015 dan 2016 nanti pastinya secara tidak langsung akan berdampak pada keadaan sumber daya manusia di sebuah perusahaan otomotif, sehingga sumber daya manusia di sebuah perusahaan haruslah di atur sedemikian rupa agar permasalahan-permasalahan menyangkut sumber daya manusia dalam sebuah perusahaan dapat diminimalisir dan dicegah dengan penerapan manajemen sumber daya manusia. Menurut Dessler (2011), manajemen sumber daya manusia adalah kebijakan dan praktik menentukan aspek “manusia” atau sumber daya manusiadalam posisi manajemen, termasuk merekrut, menyaring, melatih, memberipenghargaan, dan penilaian.
Dari kedua pembahasan di atas, pastinya perusahaan-perusahaan otomotif perlu menjaga keadaan sumber daya manusia yang bekerja di dalam perusahaan mereka karena apabila keadaan sumber daya manusia dalam perusahaan tidak dapat dijaga dengan baik, maka akan timbul permasalahan-permasalahan menyangkut sumber daya manusia yang berpotensi merugikan perusahaan, salah satunya adalah
minat keluar karyawan yang tinggi. Hal ini merugikan perusahaan karena apabila potensi keluar ini akhirnya menjadi kenyataan, maka perusahaan harus mencari buruh baru yang dapat menggantikan posisi buruh yang keluar dan pastinya membutuhkan waktu dan biaya untuk kembali membimbing buruh baru tersebut.
Salah satu perusahaan yang bergerak pada industri otomotif dan saat ini mengalami permasalahan mengenai minat keluar buruh yang tinggi adalah CV. Noto Presindo, beralamat di Jalan Raya Serang, KM 28.5, Cengkudu, Balaraja, Tangerang, Banten. Perusahaan yang sudah berdiri sejak tahun 2007 ini sehari-harinya bergerak dalam kegiatan produksi berbagai macam spare part utk otomotif mulai dari dies (alat cetakan dalam membuat mesin), hingga memproduksi bahan mentah menjadi barang jadi seperti kawat rem motor atau power window mobil.
Permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah tingginya minat buruh untuk keluar dari CV. Noto Presindo. Hal ini dibuktikan dari beberapa indikasi dimana indikasi pertama yang menguatkan permasalahan pada CV. Noto Presindo adalah dari obrolan yang didengar saat observasi langsung ke lapangan, beberapa buruh sering membicarakan mengenai perusahaan lain yang mampu memberikan keadaan yang lebih layak kepada karyawan. Indikasi lain yang memperkuat permasalahan dalam perusahaan adalah tingkat kemalasan karyawan dalam bekerja. Hal ini dibuktikan dari lamanya waktu karyawan dalam beristirahat yang sebenarnya hanya berdurasi satu jam, namun setelah 1 jam, banyak karyawan yang belum berkumpul untuk bekerja. Bukti lain yang menunjukkan tingginya minat buruh untuk keluar dari CV. Noto Presindo adalah dengan melihat kecenderungan yang terjadi pada grafik pertumbuhan karyawan sebagai berikut:
Gambar 1.1 Pertumbuhan Buruh CV. Noto Presindo tahun 2013-2015 Sumber: Data sekunder, CV. Noto Presindo
Dari grafik di atas, terlihat bahwa jumlah buruh yang masuk untuk bekerja di CV. Noto Presindo cenderung stabil, namun jumlah buruh yang keluar dari CV. Noto Presindo cenderung meningkat. Hal-hal tersebut menurut Mobley dalam Mahdi et al (2012) merupakan indikasi dari tingginya turnover intention dimana turnover
intention menurut Marescaux, Winne, dan Sels (2013), didefinisikan sebagai
kemauan secara sadar dan terencana untuk meninggalkan organisasi.
Melihat dari permasalahan mengenai turnover intention yang tinggi dari buruh CV. Noto Presindo, maka selanjutnya analisis dilakukan untuk mencari faktor penyebab tingginya turnover intention dan diduga tingginya turnover intention terjadi karena tingkat kelelahan kerja karyawan yang terlalu tinggi akibat tuntutan pekerjaan dari perusahaan. Hal ini dibuktikan dari tuntutan kuantitas kerja perusahaan yang memang terus mengalami peningkatan terutama atas beberapa produk yang memang permintaan dari konsumennya sangat tinggi, sedangkan jumlah buruh terus mengalami penurunan sebagai berikut:
Tabel 1.1 Bukti Occupational Burnout (Agustus – November 2014)
Bulan Kuantitas Tuntutan Jumlah
Buruh Pembagia n Power Window Fuel Plate Pump Power Steering Host Agustus 124 241 61 202 1 orang/4 pekerjaan September 151 255 72 124 1 orang/5 pekerjaan Oktober 178 261 76 186 1 orang/6 pekerjaan November 191 278 83 115 1 orang /6 pekerjaan Sumber: Data sekunder, CV. Noto Presindo, 2014
Melihat dari tabel di atas, terlihat bahwa memang jumlah buruh terus mengalami penurunan, disisi lain, tingkat kuantitas kerja meningkat. Walaupun sebagian besar pekerjaan dikerjakan dengan peralatan, namun buruh tetap harus
mengawasi kegiatan kerja, memperbaiki saat terjadi kerusakan dalam mesin, quality
control, packaging, error detection, hingga pemilahan bahan baku awal. Dari tabel di
atas juga terlihat bahwa pembagian tugas untuk setiap buruh memang terus meningkat dimana pada bulan Agustus 2014, pembagian kerja untuk 1 orang hanya 4 pekerjaan dan pada bulan November 2014, pembagian kerja untuk 1 orang sudah mencapai 6 pekerjaan, oleh karena itu, pastinya dengan jumlah karyawan yang terus menurun, perusahaan merasakan perlu untuk memperbaiki permasalahan ini, dan hingga saat ini, yang dilakukan oleh perusahaan adalah mencari alternatif outsource
worker atau buruh tidak tetap. Selain itu, tingginya kelelahan kerja buruh dapat
terlihat dari durasi kerja dan istirahat buruh yang ditetapkan oleh perusahaan, disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:
Tabel 1.2 Durasi Kerja Buruh (Jam)
Hari Shift Jam Kerja Jam Istirahat
Senin – Sabtu (6 hari) Shift 1 07.00 – 12.00 , 13.00 – 15.00 (7 jam) 12.00 – 13.00 (1 jam) Shift 2 15.00 – 18.00 , 19.00 – 23.00 (7 jam) 18.00 – 19.00 (1 jam) Lembur (optional) 3 jam -
Total Jam Kerja dan Istirahat per Minggu
1 Shift/hari, tidak
lembur 42 jam
12 Jam 1 Shift/hari,
1 kali lembur 45 jam Sumber: Data sekunder, CV. Noto Presindo, 2015
Berdasarkan data durasi kerja buruh CV. Noto Presindo di atas, terlihat bahwa minimal total jam kerja buruh selama seminggu adalah 42 jam, dengan asumsi satu orang buruh bekerja 1 shift/hari tanpa lembur. Hal tersebut melebihi aturan pemerintah, yaitu UU No.13 tahun 2003 Pasal 77 ayat 2a yang menyebutkan bahwa maksimal jam kerja yang ditetapkan adalah “7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.” Jadi minimal durasi jam kerja buruh CV. Noto Presindo yang sebesar 42
jam/minggu tersebut telah melebihi standar yang ditetapkan pemerintah, yaitu sebesar 40 jam/minggu. Lalu menurut pasal 79 ayat 2a yang berbunyi “Istirahat jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja”, menandakan bahwa buruh harus diberi waktu istirahat setelah bekerja selama durasi maksimal 4 jam, sekurang-kurangnya selama 30 menit. Namun pada shift 1, sebelum jam istirahat, buruh diharuskan bekerja selama 5 jam, yaitu dari jam 07.00 sampai 12.00. Jadi penetapan durasi kerja tersebut masih melewati batas yang ditetapkan pemerintah. Melihat dari indikasi tersebut, membuktikan adanya permasalahan mengenai kelelahan fisikal buruh atas pekerjaan yang diberikan oleh perusahaan atau
occupational burnout dimana occupational burnout didefinisikan oleh Abushaikha
dan Hazboun (2009) sebagai “a syndrome of physical and emotional exhaustion,
involving the development of negative self-concept, negative job attitudes and loss of concern for clients” atau sebuah simbol dari kelelahan fisik dan emosional,
melibatkan pengembangan konsep diri yang negatif, sikap kerja yang negatif, dan hilangnya perhatian kepada pelanggan
Pastinya kelelahan fisik ini terjadi sebagai akibat dari pekerjaan yang tidak sesuai dengan ekspektasi buruh atas pekerjaan yang diharapkan sebelumnya. Hal ini dibuktikan dari kuisioner awal yang disebarkan kepada 41 buruh di CV. Noto Presindo dan dapat diuraikan hasil kuisioner awal sebagai berikut:
Tabel 1.3 Kuesioner Awal 1
Pertanyaan Alternatif Jawaban
Apakah anda puas bekerja di CV. Noto Presindo?
Ya Tidak
5 36
Sumber: data primer, kuesioner awal, 2015
Selanjutnya, dari 36 responden yang menyatakan tidak puas bekerja di CV. Noto Presindo, pernyataan kedua diajukan dengan hasil jawaban sebagai berikut:
Tabel 1.4 Kuesioner Awal 2
Pertanyaan Alternatif Jawaban
Faktor apa yang menurut anda tidak sesuai dengan ekspektasi anda selama bekerja di CV Noto Presindo? Pekerjaan terlalu berat Lingkungan kerja yang tidak kondusif Gaji tidak mencukupi kebutuhan Manajemen Perusahaan yang buruk Fasilitas kerja yang tidak lengkap 14 6 12 1 3
Sumber: data primer, kuesioner awal, 2015
Dari tabel 1.3 di atas, maka dapat disimpulkan bahwa memang mereka merasa pekerjaan yang dijalankan tidak sesuai dengan ekspektasi mereka, terlihat dari 14 buruh yang merasa pekerjaannya terlalu berat dan 12 buruh yang merasa gaji tidak mencukupi kebutuhan mereka. Hal tersebut membuat buruh merasa pekerjaan yang dijalankan melelahkan secara emosional maupun psikis. Melihat keadaan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa faktor yang membentuk kelelahan fisik buruh pada CV. Noto Presindo adalah kepuasan kerja yang rendah dimana kepuasan kerja adalah perasaan positif tentang pekerjaan sebagai hasil evaluasi dari karakteristiknya. Pekerjaan memerlukan interaksi dengan rekan sekerja dan atasan, mengikuti aturan dan kebijakan organisasional, memenuhi standar kinerja, hidup dengan kondisi kerja kurang ideal, dan semacamnya. (Robbins dan Judge, 2011:105)
Melihat dari uraian permasalahan yang telah dijabarkan di atas, maka penelitian ini akan dilanjutkan untuk mengetahui kontribusi job satisfaction terhadap
occupational burnout dan kontribusi occupational burnout sendiri terhadap turnover intention buruh pada CV. Noto Presindo, sehingga penelitian ini diberi judul:
“Kontribusi Job Satisfaction terhadap Occupational Burnout serta dampaknya pada Turnover Intention Buruh pada CV. Noto Presindo”
1.2 Formulasi Masalah
Formulasi masalah dalam penelitian yang berjudul “Kontribusi Job
Satisfaction terhadap Occupational Burnout serta dampaknya pada Turnover Intention pada Karywan pada CV. Noto Presindo” ini adalah:
1. Apakah job satisfaction memiliki kontribusi yang signifikan terhadap
occupational burnout buruh pada CV. Noto Presindo?
2. Apakah occupational burnout memiliki kontribusi yang signifikan terhadap
turnover intention buruh pada CV. Noto Presindo?
3. Apakah job satisfaction secara langsung memiliki kontribusi yang signifikan terhadap turnover intention buruh pada CV. Noto Presindo?
4. Apakah occupational burnout memediasi kontribusi job satisfaction terhadap
turnover intention buruh pada CV. Noto Presindo?
1.3 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian
Ruang lingkup dan batasan penelitian ini tercakup pada buruh CV. Noto Presindo yang beralamat di Jalan Raya Serang, KM 28.5, Cengkudu, Balaraja, Tangerang, Banten sejumlah 86 orang menyangkut permasalahan mengenai job
satisfaction, occupational burnout dan turnover intention.
1.4 Tujuan Penelitian
Selanjutnya, tujuan dari penelitian yang berjudul “Kontribusi Job Satisfaction terhadap Occupational Burnout serta dampaknya pada Turnover Intention pada Karywanpada CV. Noto Presindo” ini adalah:
1. Untuk mengetahui kontribusi job satisfaction terhadap occupational burnout buruh pada CV. Noto Presindo.
2. Untuk mengetahui kontribusi occupational burnout terhadap turnover intention buruh pada CV. Noto Presindo.
3. Untuk mengetahui kontribusi job satisfaction secara langsung terhadap turnover
intention buruh pada CV. Noto Presindo.
4. Untuk mengetahui peranan occupational burnout dalam memediasi kontribusi
1.5 Penelitian Terdahulu
Penelitian ini juga didasari atas beberapa penelitian terdahulu yang dapat dijabarkan sebagai berikut:
Tabel 1.5 Penelitian Terdahulu
Peneliti Judul Penelitian Bahasan
Zhang dan Feng (2011)
The relationship between job satisfaction,
burnout, and turnover intention among
physicians from urban state-owned medical
institutions in Hubei, China: a cross-sectional
study
Penelitian ini membahas mengenai keterkaitan antara
job satisfaction terhadap occupational burnout, occupational burnout
terhadap turnover intention dan job satisfaction terhadap
turnover intention dimana
hasil penelitian membuktikan adanya kontribusi antar variabel. Talachi dan Gorji
(2013)
Job Burnout and Job
Satisfaction among Industry, Mine and Trade Organization Employees: A Questionnaire Survey
Penelitian ini membuktikan bahwa memang kepuasan kerja yang rendah dapat memengaruhi kelelahan secara fisik, terutama saat pekerjaan tersebut tidak sesuai dengan ekspektasi karyawan.
Lin, Jiang dan Lam (2013)
The Relationship between Occupational Stress, Burnout, and Turnover Intention among Managerial Staff from
a Sino-Japanese Joint Venture in Guangzhou, China
Penelitian ini menjelaskan bahwa occupational burnout mampu memengaruhi minat karyawan untuk keluar (turnover intention)
Ray et al (2013) Compassion Satisfaction, Compassion Fatigue, Work
Penelitian ini membahas mengenai occupational
Life Conditions, and Burnout Among Frontline Mental Health Care Professionals
burnout yang berpenaruh
terhadap kepuasan kerja dimana dimensi dari
occupational burnout
diambil dari penelitian ini. Mahdi et al (2012) The Relationship between Job
Satisfaction and Turnover Intention
kepuasan kerja (intrinsik dan ekstrinsik) memiliki hubungan yang berbanding terbalik pada turnover