• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

1 2.1.1 Metode Group Investigation

Peran guru sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar. Menurut Satori, dkk (2008), fungsi dan peran guru adalah sebagai motivator dan inovator dalam pembangunan pendidikan, perintis dan pelopor pendidikan, penelitian dan pengkajian ilmu pengetahuan, dan pengabdian. Sebagai motivator guru harus mampu untuk meningkatkan motivasi siswa dalam kegiatan pembelajaran agar hasil belajar juga mengalami peningkatan. Salah satu cara untuk membangkitkan aktivitas pembelajaran adalah dengan mengganti metode atau cara pembelajaran yang selama ini hanya dilakukan dengan metode ceramah dan kurang diminati siswa. Sanyasa (2007) mendefinisikan model pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Dengan demikian model pembelajaran sangat penting untuk merancang atau mempersiapkan proses penyampaian materi ajar, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Pembelajaran IPA dengan menggunakan metode Group Investigation merupakan salah satu inovasi pembelajaran yang inovatif. Menurut Huda (2011) Group investigation adalah suatu metode pembelajaran yang dikembangkan oleh Sharan dan Sharan ini lebih menekankan pada pilihan dan kontrol siswa daripada menerapkan tehnik-tehnik pengajaran di ruang kelas. Selain itu juga memadukan prinsip belajar demokratis dimana siswa terlibat secara aktif dalam kegiatan pembelajaran baik dari tahap awal sampai akhir pembelajaran termasuk di dalamnya siswa mempunyai kebebasan untuk memilih matei yang akan dipelajari sesui dengan topik yang sedang dibahas. Menurut Suprijono (2011) mengemukakan bahwa dalam penggunaan metode Group Investigation maka setiap kelompok akan bekerja untuk melakukan investigasi sesuai dengan masalah yang mereka pilih. Sesuai dengan pengertian-pengertian tersebut maka dapat diketahui maka pembelajaran dengan metode Group Investigation adalah

(2)

pembelajaran yang melibatkan aktivitas siswa dan tentu akan membangkitkan semangat serta motivasi siswa untuk belajar. Kondisi ini ternyata sejalan dengan apa yang dikemukakan Narudin (2009) group Investigationn merupakan salah satu bentuk metode pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari buku pelajaran atau siswa dapat mencari melalui internet. Di antara model-model belajar yang terci

pta, group investigaton merupakan salah satu metode pembelajaran yang bersifat demokrasi karena siswa menjadi aktif belajar dan melatih kemandirian siswa dalam belajar.

Slavin (2010) mengemukakan enam langkah pembelajaran menggunakan Model Group Investigation yaitu:

1. Grouping (menetapkan jumlah anggota kelompok)

2. Planning (menetapkan apa yang akan dipelajari, bagaimana mempelajari, siapa melakukan apa).

3. Investigation (saling tukar informasi dan ide, berdiskusi, klarifikasi, mengumpulkan informasi, menganalisis data, membuat inferensi).

4. Organizing (anggota kelompok menulis laporan, merencanakan presentasi laporan, penentuan penyaji,moderator, dan notulis).

5. Presenting (salah satu kelompok menyajikan, kelompok lain mengamati, mengklarifikasi, mengajukan pertanyaan atau tanggapan).

6. Evaluating (masing-masing siswa melakukan koreksi terhadap laporan masing-masing).

Menurut Huda (2011) langkah-langkah pembelajaran menggunakan metode Group Investigation terdiri dari:

1. Siswa dibentuk kedalam kelompok kecil secara heterogen 2. Masing-masing kelompok diberi tugas/ proyek

3. Setiap anggota berdiskusi dan menentukan informasi apa yang akan dikumpulkan, bagaimana mengolahnya, bagaimana menelitinya, dan bagaimana menyajikan hasil penelitian didepan kelas.

(3)

4. Selama proses penelitian atau investigasi siswa akan terlibat dalam aktivitas berpikir tingkat tinggi, seperti sintesis, meringkas, hipotesis, dan kesimpulan. 5. Menyajikan laporan akhir

Metode ini melatih siswa untuk membangun pengetahuan mereka sendiri secara aktif dan tekanan terletak pada proses pembelajaran yang berlangsung, selain pada hasil yang akan dicapai dan menekankan pada partisipasi siswa dan guru. Peran guru dalam pengajaran dengan menggunakan model group investigation adalah sebagai fasilitator yang terlibat dalam proses kelompok (membantu pembelajar dalam merumuskan rencana, bertindak, dan mengatur kelompok) serta beberapa kebutuhan dalam sebuah penelitian (pengetahuan tentang metode yang digunakan). Guru berfungsi sebagai konselor akademik, dimana saat siswa mengalami kebingungan maka guru membantu mereka dalam memecahkan masalah dan mengumpulkan data yang relevan.

Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode Group Investigation terdapat dampak instruksional dan dampak pengiringnya sebagaimana dikemukakan oleh Joyce, Weil, dan Calhoun (2011) yaitu

Dampak instruksional:

1. Proses dan pengelolaan kelompok efektif 2. Pandangan konstruktifis tentang pengetahuan 3. Disiplin dalam penelitian kolaboratif

Dampak pengiring:

1. Kemandirian sebagai pembelajar 2. Penghargaan pada martabat orang lain 3. Penelitian sosial sebagai pandangan hidup 4. Kehangatan dan interpretasi interpersonal

Dampak instruksional dan dampak pengiring tersebut merupakan manfaat dari metode Group Investigation, disamping merupakan penelitian akademik yang mandiri bagi siswa, metode ini juga memadukan interaksi sosial dalam proses pembelajarannya sehingga timbul hubungan yang positif antar siswa, selain itu juga meningkatkan rasa penerimaan siswa terhadap teman-teman yang berbeda

(4)

dengan dirinya, baik itu ras, etnik, maupun dari sisi akademis. Selain itu juga meningkatkan rasa kepedulian dan ketergantungan yang positif antar sesama.

Selain manfaat yang diperoleh dari pembelajaran metode Group Investigation, terdapat juga kelemahan dari metode Group investigation sebagaimana pendapat dari Huda (2011) yaitu setiap kelompok ditugaskan untuk mempelajari atau mengerjakan bagian materi yang berbeda antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain, dan karena hal tersebut maka seringkali siswa hanya fokus pada materi yang menjadi tanggung jawabnya, sementara bagian materi kelompok lain tidak dihiraukan. Berdasarkan pendapat Huda tersebut, maka dapat setiap kelompok hanya mendalami bagian materi yang menjadi tugasnya saja sementara materi yang menjadi bagian kelompok lain kurang mereka pahami betul, mereka dapat memahami materi lain setelah mereka mendapatkan penjelasan dari kelompok lainnya.

Dalam hal ini ada beberapa hal penting yang harus diketahui dalam pelaksanaan model pembelajaran group investigation menurut Slavin (2010) berpendapat bahwa hal tersebut diantaranya :

1. Menguasai kemampuan kelompok

Kesuksesan implementasi dari group investigation sebelumnya menuntut pelatihan dalam kemampuan komunikasi dan sosial untuk memperoleh informasi. Fase ini sering disebut sebagai meletakkan landasan kerja atau pembentukan tim. Menurut Huda (2011) merencanakan ukuran kelompok (jumlah anggota setiap kelompok) dibutuhkan untuk menghindari terjadinya ketidakseimbangan kerja antar kelompok. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan sosialisasi antar siswa serta meningkatkan rasa saling menghargai dalam perbedaan (jenis kelamin serta kemampuan pemahaman), selain itu semakin kecil kelompok, maka membuat semua anggota didalamnya aktif terlibat dan berpatisipasi.

Sebagai bagian dari investigasi, para siswa mencari informasi dari berbagai sumber baik dalam maupun luar kelas. Sumber-sumber seperti bermacam buku, institusi, orang menawarkan sederetan gagasan, opini, data, solusi ataupun posisi yang berkaitan dengan masalah yang sedang dipelajari. Para

(5)

siswa selanjutnya mengevalusi dan mensistesiskan informasi yang disumbangkan oleh tiap anggota kelompok supaya dapat menghasilkan buah pemikiran karya kelompok.

2. Perencanaan kooperatif

Penting bagi group investigation adalah perencanaan kooperatif. Siswa menentukan apa yang akan mereka investigasikan sehubungan dengan upaya untuk “ menyelesaikan masalah yang mereka hadapi; sumber apa yang mereka butuhkan; siapa akan melakukan apa; dan bagaimana mereka menampilkan proyek mereka yang sudah selesai ke hadapan kelas “. Biasanya ada pembagian tugas dalam kelompok yang mendorong tumbuhnya interdependensi yang bersifat positif di antara anggota kelompok. Siswa bersama-sama melakukan penyelidikan masalah dengan menggali sumber yang dibutuhkan serta membagi tugas dan kemudian mempresentasikannya di hadapan kelompok lain. Selain itu juga diharapkan semua siswa untuk bekerjasama dengan baik dalam pelaksanaan, pengumpulan data, maupun dalam presentasi hasilnya meskipun terdapat perbedaan pendapat yang kadang kala muncul.

3. Peran guru

Dalam kelas yang melaksanakan proyek group investigaton guru bertindak sebagai nara sunber dan fasiitator. Guru tersebut berkeliling di antara kelompok-kelompok yang ada dan untuk melihat bahwa mereka bisa mengelola tugasnya, dan membantu setiap kesulitan yang mereka hadapi dalam interaksi kelompok, termasuk masalah dalam kinerja terhadap tugas-tugas khusus yang berkaitan dengan proyek pembelajaran. Hal pertama yang harus dilakukan adalah guru harus membuat model kemampuan komunikasi dan sosial yang diharapkan dari para siswa. Peningkatan kemampuan komunikasi yang dapat dilakukan dengan membuat model- model dari berbagai kemampuan seperti mendengarkan, membuat ungkapan, memberi reaksi yang tidak menghakimi, mendorong partisipasi, dan sebagainya.

Asumsi yang digunakan sebagai acuan dalam mengembangkan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation menurut (Rusman, 2011), yaitu:

(6)

1. Untuk meningkatkan kemampuan kreativitas siswa dapat ditempuh melalui pengembangan proses kreativitas menuju suatu kedasaran dan pengembangan alat bantu yang secara eksplisit mendukung kreativitas

2. Komponen emosional lebih penting daripada intelektual

3. Untuk meningkatkan keberhasilan dalam memecahkan suatu masalah harus lebih dahulu memahami emosional dan irrasional.

Metode Group Investigation dapat meningkatkan kreativitas siswa, melalui kegiatan penelitian serta penyajian hasil penelitian, selain itu juga aspek emosional lebih penting karena mereka belajar bagaimana bekerja dengan kelompok.

Berdasarkan pendapat Slavin (2010) dan Huda (2011), maka dapat dikaji langkah-langkah pembelajaran menggunakan Group Investigation dengan materi Sumber Daya alam yang dilakukan dalam penelitian materi Sumber Daya Alam terdiri dari:

Pra pembelajaran

1. Guru menyiapkan ruang,alat dan media pembelajaran 2. Guru mengatur tempat duduk siswa

3. Mengatur kesiapan siswa menerima pembelajaran Kegiatan awal pembelajaran

4. Guru menyampaikan kompetensi (tujuan) yang akan dicapai 5. Guru melakukan kegiatan apersepsi/ mengidentifikasi topik Kegiatan inti pembelajaran

6. Mengidentifikasi topik dan mengatur murid kedalam kelompok/ Grouping Pada tahap para siswa bergabung dalam kelompoknya yang dibentuk secara heterogen (baik itu dari jenis kelamin, kemampuan akademik (nilai pretest yaitu nilai rendah, sedang, dan tinggi), dan etnik).

7. Merencanakan tugas yang akan dipelajari/ Planning

a. Kelompok mendiskusikan bersama didalam kelompok hal apa yang ingin mereka ketahui terkait dengan topik yang telah ditentukan.

b. Kelompok menentukan apa yang akan mereka ketahui terkait topik dengan kalimat tanya.

(7)

c. Setiap kelompok merencanakan koordinasi pembagian tugas masing-masing anggota dalam kelompok

8. Melaksanakan investigasi/ Investigation Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah:

a. Guru mengarahkan siswa pada sumber informasi yang bisa diakses (perpustakaan: majalah, buku, interner, dan ahli (guru).

b. Siswa mengumpulkan informasi dari sumber yang telah diarahakan guru. c. Siswa mendata informasi.

Ditahap ini siswa melakukan pengamatan terhadap obyek yang akan diteliti, serta mengumpulkan data dari pengamatan, baik itu berupa gambar maupun data tertulis. Dalam kegiatan ini para anggota kelompok berkontribusi/ berpartisipasi untuk usaha yang dilakukan kelompoknya serta selama proses siswa bertukar pendapat dan berdiskusi.

9. Menyiapkan laporan akhir/ Organizing

Tahapan yang terdapat dalam tahap ini yaitu:

a. Mengorganisasi/ menata data yang diperoleh melalui kegiatan investigasi b. Menulis laporan

c. Merencanakan presentasi laporan: penentuan penyaji, moderator, dan notulis.

d. Waktu/ durasi

10. Mempresentasikan laporan akhir/ Presenting

a. Setiap kelompok mempresentasikan hasil penelitian b. Presentasi dilakukan secara klasikal

Salah satu kelompok menyajikan, kelompok lain mengamati, mengklarifikasi, dan mengajukan pertanyaan atau tanggapan sehingga semua siswa dapat mendengarkan penjelasan materi dari kelompok lain yang berbeda materi dengan kelompoknya.

c. Bagian presentasi tersebut melibatkan pendengar aktif, dalam hal ini yaitu teman sekelas mereka.

(8)

11. Evaluasi/ Evaluation Dalam tahap meliputi:

a. Para siswa saling memberikan umpan balik berupa masukan, kritik, saran, dan pujian mengenai topik yang mereka presentasikan. Berbagi pengalaman mengenai proses kerjasama kelompok antar anggota.

b. Setiap kelompok mendata informasi dan menyimpulkan informasi dari kelompok lain.

c. Guru melakukan konfirmasi tentang informasi dari masing-masing kelompok guna mengecek/ memastikan kebenarannya.

Selain itu guru dan siswa mengevaluasi proses pembelajaran (menejemen waktu, pembagian tugas dalam kelompok, dan keefektifan pencarian informasi).

12. Guru mengadakan evaluasi untuk mengetahui apakah tujuan pembelajarannya yang ditentukan tercapai atau tidak.

Berdasarkan tahapan pembelajaran Group Investigation menurut Slavin (2010) dan Huda (2011) tersebut, kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan adalah pembelajaran yang mengikutsertakan siswa dalam pembelajaran bahkan semua kegiatan dari tahap perencanaan hingga evaluasi dilakukan oleh siswa. Dalam hal ini siswa lebih aktif dalam belajar disamping juga belajar untuk bersosialisasi dengan teman lainnya.

2.1.2 Hasil Belajar

Menurut Sudjana (2010) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Dimyati dan Mudjiono (2009) menyatakan bahwa belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar, sedangkan menurut Uno (2008) hasil belajar merupakan perubahan peilaku yang relatif menetap dalam diri seseorang dengan lingkungannya. Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar tersebut dapat ada karena siswa telah melakukan proses belajar, dan dalam proses belajar tersebut siswa mendapat pengalaman dari pengajaran gurunya, baik itu langsung maupun tidak langsung, sehingga terjadi perubahan perilaku sebagai akibat dari pengaruh lingkungan belajarnya. Hasil belajar dapat

(9)

dibedakan menjadi dampak pengajaran dan dampak pengiring (Dimyati dan Mudjiono). Dampak pengajaran yaitu hasil yang dapat diukur, seperti nilai rapor, angka dalam ijazah, sedangkan dampak pengiring adalah terapan pengetahuan dan kemampuan dibidang lain atau suatu transfer data. Hasil belajar tidak hanya tertuang dalam nilai-nilai angka dalam rapor saja tetapi penerapan dari pengetahuan yang didapat merupakan hasil belajar, dimana mereka belajar dan kemudian menerapakn apa yang telah dipelajari.

Hasil belajar yang ditandai oleh perubahan perilaku menurut Suprijono (2010) memiliki ciri-ciri:

1. Sebagai hasil tindakan rasional instrumental yaitu perubahan yang disadari 2. Kontinu atau kesinambungan dengan perilaku lainnya

3. Fungsional atau bermanfaat sebagai bekal hidup 4. Positif atau berakumulasi

5. Aktif atau sebagai usaha yang direncanakan dan dilakukan 6. Permanen atau tetap

7. Bertujuan atau terarah

8. Mencakup keseluruhan potensi kemanusiaan

Perubahan perilaku sebagai hasil belajar mencakup seluruh aspek kemanusiaan yang menjadi bekal untuk kehidupannya, terutama bagi siswa untuk mengahdapi kehidupan sosialnya kelak.

Adapun tujuan penilaian hasil belajar menurut (Arifin, 2011) adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi yang telah diberikan

2. Untuk mengetahui kecakapan, motivasi, bakat, minat, dan sikap peserta didik terhadap rogram pembelajaran

3. Untuk mengetahui tingkat kemajuan dan kesesuaian hasil belajar peserta didik dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan

4. Untuk mengetahui keunggulan dan kelemahan peserta didik

5. Untuk seleksi, yaitu memilih dan menentukan peserta didik sesuai dengan jenis pendidikan tertentu

(10)

6. Untuk menentukan kenaikkan kelas

7. Untuk menetapkan peserta didik sesuai dengan potensi yang telah dimilikinya Oleh karena itu penilaian hasil belajar sangat bermanfaat, terutama bagi peserta didik. Bagi peserta didik, hasil belajar berguna untuk mengetahui seberapa jauh pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan serta untuk mengetahui kelebihan atau potensi dan kekurangan yang dimilikinya. Adapun fungsi hasil belajar (Arifin, 2011) adalah sebagai berikut:

- Fungsi formatif, yaitu untuk memberikan umpan balik dan memperbaiki proses pembelajaran serta mengadakan remedial bagi peserta didik.

- Fungsi sumatif, yaitu untuk menentukan nilai/ angka kemajuan hasil belajar peserta didik dalam mata pelajaran tertentu, sebagai bahan laporan kepada pihak tertentu, penentuan kenaikan kelas dan penentuan lulus tidaknya peserta didik.

- Fungsi diagnostik, yaitu untuk memahami latar belakang peserta didik yang mengalami kesulitan belajar, dan hasilnya dapat digunakan sebagai dasar untuk memecahkan kesulitan tertentu.

- Fungsi penempatan, yaitu untuk menempatkan peserta didik dalam situasi pembelajaran yang tepat sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik.

Berdasarkan fungsi hasil belajar tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar tidak hanya menilai tentang bagaimana pemahaman siswa tetapi juga untuk memperbaiki kegiatan pembelajaran yang sudah dilaksanakan, mengatasi kesulitan belajar peserta didik serta untuk mengontrol kemajuan peserta didik.

Dalam penelitian ini, hasil belajar dari fungsi sumatif diartikan sebagai peningkatan kemampuan kognitif siswa yang diukur melalui pretest dan posttest guna memperoleh data berupa nilai.

2.1.3 Aktivitas Siswa

Hamalik (2008) menyatakan bahwa pengajaran yang efektif adalah pengajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009) dalam kegiatan pembelajaran maupun kegiatan belajar, siswa dituntut untuk selalu aktif memproses dan mengolah perolehan belajarnya. Pendapat tersebut menyatakan

(11)

bahwa yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan proses belajar mengajar adalah kesempatan bagi siswa untuk berperan serta sehingga aktivitas siswa timbul, bukan aktivitas guru. Sebagaimana dikemukakan oleh Hamalik (2008) menyatakan bahwa saat bekerja mereka memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan aspek tingkah laku lainnya, serta mengembangkan keterampilan yang bermakna untuk hidup dimasyarakat. Dalam kegiatan belajar siswa hendaknya siswa turut mengambil bagian sehingga siswa akan lebih aktif mengikuti pelajaran dan dapat memperoleh pengetahuan sehingga dapat mengembangkan dan menerapkan ketrampilan yang didapatnya dalam kehidupan sehari-hari. Pelaksanan kegiatan belajar mengajar hendaknya menitikberatkan pada Student center sehingga mereka akan menemukan dengan sendirinya pengetahuan (inquiry). Sardiman (2011) prinsip aktivitas belajar siswa dibagi menjadi 2 yaitu: 1. Menurut pandangan ilmu lama

Menurut pandangan ilmu lama, aktivitas belajar siswa didominasi oleh guru. Hal ini mengandung pengertian bahwa guru memegang peranan penting dan siswa hanya bersifat pasif dan menerima begitu saja.

2. Menurut pandangan ilmu modern

Anak didik dipandang sebagai organisme yang memiliki potensi untuk berkembang. Oleh karena itu tugas seorang pendidik adalah membimbing dalam mengembangkan bakat dan minatnya. Aktivitas diperlukan agar tanpa perbuatan anak itu tidak berpikir.

Berdasarkan prinsip aktivitas dari Sardiman tersebut maka terdapat perbedaan prinsip aktivitas antara ilmu lama dan ilmu modern, bila menurut ilmu lama guru peling berperan tetapi dalam ilmu moden siswa diberi kesempatan untuk memperoleh pengalamannya sendiri, sehingga mereka akan berpikir dengan melakukannya.

Implikasi prinsip aktivitas bagi siswa terwujud melalui perilaku-perilaku seperti mencari sumber informasi yang dibutuhkan, menganalisis hasil percobaan, ingin tahu hasil dari suatu reaksi kimia, membuat karya tulis, membuat kliping, dan peilaku sejenis lainnya (Dimyati & Mudjiono, 2009). Dalam pengertian tersebut dijelaskan bahwa bahwa penerapan aktivitas terwujud dalam berbagai

(12)

hal, diantaranya melalui perilaku- perilaku yang didorong untuk mencari informasi maupun menghasilkan kreatifitas.

Model group investigation merupakan salah satu model yang dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berpikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran memberikan peluang kepada siswa untuk lebih memahami gagasan dan guru akan mengetahui kemungkinan gagasan siswa yang salah dan guru akan memperbaiki kesalahannya. Jadi pembelajaran IPA dapat meningkatkan aktifitas siswa jika guru menerapakan model pebelajaran yang sesuai dengan materi yang diajarkan, salah satunya dengan menggunakan model group investigation yang juga merupakan pembelajaran dengan experiental learning. Dalam penerapan model group investigaton, semua siswa aktif baik itu dalam perencanaan maupun dalam pelaksanaannnya. Sependapat dengan apa yang dikemukakan oleh (Mikarsa, 2008) tentang ciri-ciri experiental learning yaitu 1. Siswa terlihat aktif melakukan sesuatu

2. Adanya relevansi antara topik pada experiental learning 3. Tanggung jawab siswa harus ditingkatkan

4. Penggunaan experiental learning bersifat luwes

Bahwa dalam pelaksanaannya pembelajaran yang aktif adalah pembelajaran yang mengajak siswa untuk belajar secara aktif dan siswa tidak hanya mendengar dan menulis saja tetapi juga melibatkan semua aspek termasuk didalamnya emosional maupun mentalnya karena tanpa adanya aktivitas mak pelajaran tidak berlangsung dengan baik. Aktifitas siswa sangat besar nilainya bagi pengajaran para siswa (Hamalik, 2008) karena:

1. Para siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri

2. Berbuat sendiri akan mengambangkan seluruh aspek pribadi siswa secara integral

3. Memupuk rasa kerjasama yang harmonis dikalangan siswa 4. Para siswa bekerja menurut minat dan kemampuan sendiri

5. Memupuk disiplin kelas secara wajar dan suasana belajar menjadi demokratis 6. Mempererat hubungan sekolah dan masyarakat, dan hubungan antara orang tua

(13)

7. Pengajaran diselenggarakan secara realistis dan konkret sehingga mengembangkan pemahaman dan berpikir kritis serta menghindari verbalitas. 8. Pengajaran di sekolah menjadi hidup sebagaimana aktivitas kehidupan di

masyarakat.

Berdasarkan pendapat Hamalik tersebut, maka dengan adanya aktivitas siswa dalam belajar/ pembelajaran lebih ditentukan oleh siswa maka pembelajaran menjadi lebih bermakna, dimana siswa mendapat kesempatan untuk turut berperan serta dalam kegiatan belajar serta belajar untuk bekerjasama dengan teman lain.

Aspek aktivitas belajar siswa terdiri atas delapan kelompok menurut Diedrich (Sardiman, 2011), yaitu:

1. Visual activities (Kegiatan visual): seperti membaca , memerhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.

2. Oral activities (Kegiatan-kegiatan lisan/ oral): seperti menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi dan interupsi

3. Listening activities (Kegiatan-kegiatan mendengarkan): seperti contoh mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato.

4. Writing activities (Kegiatan-kegiatan menulis): seperti menulis cerita, menulis laporan, menulis karangan, menyalin dan mengisi angket

5. Drawing activities (Kegiatan-kegiatan mengambar): seperti menggambar, membuat grafik, chart, diagram, peta.

6. Motor activities (Kegiatan-kegiatan motorik): seperti melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, beternak.

7. Mental activities (Kegiatan mental): seperti menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan. 8. Emotional activities (Kegiatan-kegiatan emosional): seperti minat, merasa

bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.

Berdasarkan uraian tersebut maka diharapkan aktifitas belajar dapat mengikutsertakan banyak sisi, tidak hanya mendengarkan dan menulis saja tetapi juga lisan, visual, mental, mengambar serta emosional sehingga siswa dapat

(14)

mempelajari segala aspek dalam kehidupan melalui pembelajaran di sekolah. Dalam hal penelitian ini peneliti menggukur aktivitas siswa berdasarkan aspek aktivitas dari Diedrich (Sardiman, 2011).

2.1.4 Pembelajaran

Belajar adalah suatu proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam hasil interaksinya dengan lingkungan (Slameto, 2003: 3). Sedangkan belajar menurut Arifin (2011) belajar adalah proses perubahan tingkah laku karena interaksi individu dengan lingkungan dan pengalaman. Sedangkan pembelajaran lebih menekankan pada kegiatan belajar peserta didik secara sungguh-sungguh yang melibatkan aspek intelektual, emosional, dan sosial. Dalam pembelajaran tidak hanya melibatkan aspek intelektual siswa saja tetapi aspek sosial dan emosional juga terlibat, dimana mereka belajar tidak hanya aspek inteletualnya saja, tetapi juga bagaimana mereka belajar hidup berdampingan bersama dengan orang lain secara sosial. Proses pembelajaran sangat penting bagi seorang guru terlebih untuk evalusi, sebagaimana dinyatakan oleh Syarafuddin dan Nasution (2005) menyatakan bahwa dalam proses pembelajaran, hasil penilaian dapat menolong guru untuk memperbaiki keterampilan profesional guru dan juga membantu mereka mendapat fasilitas serta sumber belajar yang lebih baik. Kegiatan pembelajaran merupakan pengalaman bagi guru setelah melakukan kegiatan belajar, dimana pembelajaran menjadi refleksi untuk mengetahui kekurangan pembelajaran dan juga mengetahui pembelajaran yang bagaimana yang dapat meningkatkan aktivitas siswa, sehingga dengan reflesi tersebut para guru akan lebih meningkatkan daya profesionalnya sebagai seorang pendidik. Adapun dalam pelaksanan pembelajaran seorang guru juga harus mempersiapkan diri sebaik mungkin dalam menyampaikan materi pembelajaran, sebagaimana dikemukan oleh Hanafiah dan Suhana (2010) bahwa tingkatan prose pembelajaran dapat terjadi mulai dari yang konkret menuju ke yang abstrak, dari yang sederhana menuju yang kompleks, dan dari yang faktual menuju yang konseptual. Pembelajaran untuk anak sekolah dasar harus mengingat bahwa anak-anak usia SD dalam berpikirnya masih membutuhkan contoh-contoh

(15)

yang bisa dilihat oleh mata/ konkret, kemudian setelah dirasa siap untuk dengan pola berpikir imajinasi/ membayangkan mereka akan dapat berpikir secara abstrak. Selain itu juga dalam pembelajaran siswa harus dimulai dari hal-hal yang mudah terlebih dahulu dan kemudian dilanjutkan kehal-hal yang lebih rumit atau komplek. Arifin (2011) menjelaskan lebih lanjut tentang pembelajaran, yaitu sebagai berikut:

1. Pembelajaran adalah suatu program.

2. Setelah pembelajaran berproses, tentu guru perlu mengetahui keefektifan dan efisiensi semua komponen yang ada dalam proses pembelajaran.

3. Pembelajaran bersifat interaktif dan komunikatif.

4. Dalam proses pembelajaran, guru hendaknya dapat menciptakan kondisi-kondisi yang memungkinkan terjadinya kegiatan belajar peserta didik.

5. Proses pembelajaran dimaksudkan agar guru dapat mencapai tujuan pembelajaran dan peserta didik dapat menguasai kompetensi yang ditetapkan. Dengan demikian, pembelajaran merupakan suatu proses yang interaktif dan komunikatif, sehingga dengan komunikasi dan interaksi memungkinkan terjadinya kegiatan peserta didik dan tercapai penguasaan kompetensi yang diharapkan melalui kegiatan tersebut. Selain itu tugas seorang guru adalah menciptakan iklim belajar yang memungkinkan terjadinya interaksi, baik itu dengan teman, guru, maupun dengan lingkungan sekitar, sehingga terjadi kegiatan belajar yang komunikatif bagi peserta didik.

2.1.5 Pendidikan IPA di SD

IPA merupakan hasil kegiatan manusia yang berupa pengetahuan, gagasan, dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitarnya yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah seperti penyelidikan, penyusunan dan pengujian gagasan (Sutarno, 2006). Berdasarkan pendapat dari Sutarno tersebut maka secara langsung IPA merupakan hasil kegiatan manusia yang berkaitan dengan alam dan tersusun dengan sistematis sehingga dapat dihubungkan antara fenomena atau kejadian satu dengan kejadian yang lainnya. Menurut De Vito et al. Tahun 1993 (Samatowa, 2010) menyatakan bahwa pembelajaran IPA yang baik harus mengaitkan IPA dengan kehidupan sehari-hari

(16)

siswa. Berdasarkan pendapat dari De Vito tersebut maka pembelajaran dengan mengaitkan lingkungan belajar siswa sangat diperlukan untuk membangun rasa ingin tahu siswa tentang segala sesuatu yang ada di lingkungannya dan menimbulkan kesadaran tentang perlunya belajar IPA menjadi sangat diperlukan. IPA perlu diajarkan di Sekolah Dasar karena beberapa alasan, seperti yang

dikemukakan oleh Samatowa (2010) yang menggolongkan menjadi empat mengapa IPA dimasukkan dalam kurikulum sekolah, antara lain:

a. Bahwa IPA berfaedah bagi suatu bangsa

b. Bila diajarkan IPA menurut cara yang tepat, maka IPA merupakan suatu mata pelajaran yang memberikan kesempatan berpikir kritis

c. Bila IPA diajarkan melalui percobaan-percobaan yang dilakukan sendiri oleh anak, maka IPA tidaklah merupakan mata pelajaran yang bersifat hafalan belaka.

d. Mata pelajaran ini mempunyai nilai-nilai pendidikan yaitu mempunyai potensi yang dapat membentuk kepribadian anak secara keseluruhan.

IPA dikatakan berfaedah bagi suatu bangsa karena dengan adanya IPA maka kesejateraan suatu bangsa dapat terjadi. IPA menghantarkan suatu bangsa untuk berkembang dengan teknologi-teknologi yang tercipta. Selain itu IPA juga melatih anak untuk berpikir lebih logis melalui pengalaman yang mereka alami setiap harinya dengan lingkungan sekitar sehingga mereka dapat membangun pengetahuan dengan sendirinya. Untuk mencapai tujuan dan memenuhi pendidikan IPA, pendekatan yang digunakan dalam proses belajar IPA (Samatowa, 2010) antara lain:

a. Pendekatan lingkungan

b. Pendekatan ketrampilan proses c. Pendekatan inquiry ( penyelidikan ) d. Pendekatan terpandu

Pendekatan-pendekatan dalam belajar IPA itu selain dalam penggunaannya memanfaatkan lingkungan sekitar tetapi juga melatih kertrampilan berpikir kritis siswa melalui serangkaian fenomena yang terjadi di alam, sehingga mereka akan menemukan sendiri (inquiry) jawaban dari setiap fenomena yang terjadi. Selain

(17)

pendekatan yang digunakan terdapat juga spek penting yang harus diperhatikan guru dalam memberdayakan anak melalui pembelajaran IPA (Samatowa, 2010) adalah:

1. Pentingnya memahami bahwa pada saat memulai pembelajaran, anak telah memiliki konsepsi, pengetahuan yang relevan dengan apa yang mereka pelajari.

2. Aktivitas anak melalui berbagai kegiatan nyata dengan alam menjadi hal utama dalam pembelajaran IPA

3. Dalam setiap pembelajaran IPA kegiatan bertanyalah yang menjadi bagian penting, bahkan menjadi bagian yang paling utama dalam pembelajaran. 4. Dalam pembelajaran IPA memberikan kesempatan kepada anak untuk

mengembangkan kemampuan berpikirnya dalam menjelaskan suatu masalah. Aspek-aspek tersebut harus diperhatikan untuk memungkinkan terjadinya kegiatan pembelajaran yang aktif untuk membangun pengetahuan siswa. Aktifitas dan kegiatan membangun pengetahuan itu dapat terjadi dengan sikap keingintahuan siswa yang akan disalurkan melalui pertanyaan yang akan diajukan. Dalam belajar IPA di sekolah hendaknya kepada siswa ditanamkan

tentang pentingnya memahami 4 hal mendasar dalam belajar IPA (Sutarno, 2009) yaitu :

1. Pengetahuan yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan mendasar siswa (personal needs) yang meliputi pemenuhan akan kebutuhan makanan (karbohidrat, protein, lemak dsb).

2. Pengetahuan yang berhubungan denga ilmu-ilmu dasar yang harus mereka kuasai ( academic preparation)

3. Pengetahuan untuk persiapan karier (career awarness) berupa pengetahuan yang berguna bagi mereka kelak setelah mereka menyelesaikan studinya.

4. Kepekaan terhadap kehidupan sosial dari lingkunagn mereka berada (societal issue).

Jadi pada hakikatnya belajar IPA sangat bermanfaat dan sangat kompleks, tidak hanya belajar pengetahuan saja tetapi juga belajar tentang pengetahuan untuk mempersiapkan karir hidupnya serta bagaimana mereka peka dan peduli

(18)

terhadap lingkungan alam tempat mereka memenuhi kebutuhan mereka serta peka terhadap lingkungan sosial masyarakat.

Ilmu pengetahuan alam ( IPA ) berhubungan dengan mencari tahu tentang alam secara sistematis sehingga IPA tidak hanya belajar tentang konsep, fakta tetapi juga penemuan yang berhubungan dengan alam tempat manusia hidup dan memperoleh kehidupan dan manusia bertugas untuk melestarikannya. Belajar IPA dengan menggunakan metode Gruop Investigation merupakan penerapan cara belajar penemuan, dimana manfaat belajar penemuan (Winaputra, 2008) itu adalah:

1. Belajar penemuan dapat digunakan untuk menguji apakah belajar sudah bermakna.

2. Pengetahuan yang diperoleh siswa akan tersimpan lama dan mudah diingat. 3.Belajar penemuan sangat diperlukan dalam pemecahan masalah sebab yang

diinginkan adalah agar siswa dapat mendemonstrasikan pengetahuan yang diterimanya.

4. Transfer dapat ditingkatkan setelah generalisasi ditemukan sendiri oleh siswa 5. Penggunaan belajar penemuan mungkin mempunyai pengaruh dalam

menciptakan motivasi belajar

6. Belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir secara bebas.

Jadi belajar IPA dengan menemukan maka pengetahuan siswa akan lebih lama tersimpan dan mudah diingat, disamping itu juga dapat meningkatkan motivasi belajar serta kemampuan berpikir secara bebas siswa. Motivasi itu timbul karena tantangan untuk menemukan pemecahan masalah yang mereka hadapi sehingga mereka akan lebih terbuka dalam berpikir dan bertindak.

2.2. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Iswandi (2009) dalam skripsinya yang berjudul “Penerapan model pembelajaran Group Investigation untuk meningkatkan hasil belajar IPA tentang tumbuhan hijau kelas V SDN Temenggungan 02 kecamatan Udanawu kabupaten Blitar” menyatakan bahwa penerapan model pembelajaran Group Investigation dapat meningkatkan aktifitas siswa dalam belajar juga dapat meningkatkan hasil

(19)

belajar siswa. Dalam penelitiaanya didapati bahwa terdapat segi positif dalam penelitiaanya yaitu pembelajaran dengan menggunakan metode group investigation sangat menyenangkan sehingga pembelajaran tidak monoton serta membuat siswa aktif bekerja diantaranya aktif berpendapat dalam berdiskusi, disamping itu juga terjadi peningkatan hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II yaitu sebanyak 78 % dan nilai siswa telah mencapai standar kelulusasan sebesar 75.

Devi (2010) dalam skripsinya yang berjudul “ Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) untuk meningkatkan pemahaman gaya magnet pada pembelajaran IPA bagi siswa kelas V SD Negeri 2 Wanaraja Wanarasa Banjarnegara tahun ajaran 2010/2011.” menyimpulkan bahwa penerapan metode Group Investigation dapat meningkatkan pemahaman siswa dalam belajar IPA ( magnet ) yang ditandai dengan kenaikan hasil belajar siswa. Peningkatan ini terlihat dari hasil pra tindakan sebesar 64,89 dan setelah dilakukan tindakan maka pad siklus I mencapai 67,32 dan pada siklus II menjadi 70,08.

Winoto (2011) dalam skripsi PTK yang berjudul “Penerapan model Group Investigation untuk meningkatkan pembelajaran IPA kelas V SDN Kidul Dalem 2 Malang” menarik kesimpulan bahwa penerapan pembelajaran dengan menggunakan model Group Investigation dapat meningkatkan pembelajaran IPA materi "Bumi dan Alam Semesta" pada siswa kelas V SDN Kidul Dalem 2 Malang. Kondisi awal siswa yang sebelum menggunakan metode group investigaton terlihat ramai, tapi keramaian itu tidak disebakan siswa membahas tentang pembelajaran tetapi karena hal lain selain itu pembelajaran masih berpusat pada guru / guru mendominasi. Dengan digunakannya pembelajaran dengan group investigation maka didapati hasil belajar yang meningkat, yaitu pada siklus I hasil belajar 55 % dan disiklus II mengalami peningkatan yaitu 75,93 %. Sedangkan pada aspek aktivitas siswa meningkat dari sebesar 42,34% pada siklus I dan pada siklus II meningkat menjadi 64,03%.

Sudarmono (2009) dalam tesisnya menyimpulkan bahwa penggunaan metode Group Investigation dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar

(20)

siswa.Pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan melakukan observasi terhadap aktivitas belajar siswa dan kegiatan mengajar guru. Dalam kegiatan ini, aktvitas siswa berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa. Peningkatan hasil belajar nampak dari hasil ulangan harian siswa yang mulanya hanya 66 kemudian meningkat menjadi 88. Sedangkan hasil analisis data dari keaktifan siswa yaitu pada kondisi awal hanya 51 %, siklus I mencapai persentase 77 %, dan siklus II dengan persentase 89 %.

2.3 Kerangka Pikir

Untuk mengatasi pembelajaran yang hanya menekankan pada aktivitas guru, maka peneliti mencoba mengeksperimenkan metode Group Investigation dalam belajar. Hal ini karena metode ini merupakan metode pembelajaran yang mengikutsertakan siswa dalam pembelajaran, mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaannya, sehingga pembelajaran tidak hanya didominasi oleh guru, tetapi siswa juga menjadi bagian dalam pembelajaran.

Dalam penelitian ini terdapat dua kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Kelompok eksperimen adalah siswa kelas III SDN 1 Kemiri dan kelas kontrol adalah siswa kelas III SDN 1 Tepusen. Kedua kelompok tersebut keadaan awalnya kedua kelompok memiliki keseimbangan hasil belajar dan juga aktivitas belajar. Kemudian dari kedua kelas, akan diberi perlakuan yang berbeda, kelompok eksperimen akan menggunakan pembelajaran dengan metode Group investigation, sedangkan pada kelas kontrol dilakukan pembelajaran secara konvensional. Dan setelah itu maka terlihat perbandingan pengaruh hasil belajar serta aktivitas siswa selama belajar antara kedua kelas.

2.4.Hipotesis Penelitian

Dalam penelitian ini dirumuskan hipotesis sebagai berikut “Metode Group Investigation berpengaruh terhadap hasil belajar dan aktivitas siswa pada mata pelajaran IPA kelas III SD Negeri 1 Kemiri Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung tahun pelajaran 2011/2012”

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil uji hipotesis satu dan dua maka pembelajaran daring bahasa Jepang berbasis video pada materi kankouchi efektif terhadap peningkatan hasil dan motivasi belajar

Penyusunan Laporan Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan program studi Sistem Informasi S-1 pada Fakultas Tehnik Universitas Muria Kudus..

(1) Rapat kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (1) huruf a membahas seluruh materi rancangan undang-undang sesuai dengan daftar inventarisasi masalah

PK Inspektorat Jenderal Tahun 2012 hasil revisi mengacu pada sasaran yang telah ditetapkan dalam Renstra Inspektorat Jenderal Tahun 2010-2014 dikaitkan dengan Program

Selanjutnya, untuk menciptakan relasi yang akrab dan baik dengan para guru dan pegawai di MI Muhammadiyah Serangrejo, Rini Astuti melakukan pendekatan dan

Penelitian lain dilakukan oleh Asbaugh Collins dan LaFond (2004) yang menemukan bahwa lemahnya hak-hak pemegang saham dalam pengambilalihan WDNHRYHU GHIHQVHV , tingkat

Perbandingan hasil penilaian pembelajaran siklus satu, siklus dua, dan siklus tiga, secara bertahap terjadi peningkatan yang signifikan baik pada kegiatan

Berdasarkan analisis statistika dalam Tabel 4.3 diatas dapat diketahui bahwa hasil uji-T Independen telur asin ayam ras dan telur asin itik adalah berbeda nyata artinya