Profil Berpikir Matematis Rigor Siswa Smp Dalam Memecahkan
Masalah Matematika Ditinjau Dari Perbedaan Kemampuan
Matematika
Harina Fitriyani
Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UAD Jl. Prof. Dr. Soepomo, SH. Janturan Yogyakarta,
rin_najmi@yahoo.co.id
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan profil berpikir matematis rigor siswa SMP dalam memecahkan masalah matematika ditinjau dari perbedaan kemampuan matematika. Perbedaan tersebut meliputi kemampuan tinggi, kemampuan sedang, dan kemampuan rendah. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan tes pemecahan masalah (dalam penelitian ini disebut tes matematika) dan wawancara. Penelitian ini menggunakan tiga siswa SMPN I Lamongan sebagai responden (subjek penelitian) masing-masing dari kemampuan matematika tinggi, kemampuan matematika menengah dan kemampuan matematika rendah. Analisis data penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah reduksi data, display data dan penarikan kesimpulan / verifikasi. Sementara itu, untuk mendapatkan data penelitian yang valid, penelitian ini menggunakan triangulasi waktu. Sehubungan dengan tujuan penelitian yang telah disajikan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa siswa berkemampuan tinggi berada di level ketiga (berpikir abstrak relasional) fungsi kognitif untuk berpikir matematis rigor karena menerapkan semua fungsi kognitif pada tiga level fungsi kognitif untuk berpikir matematis rigor dalam pemecahan masalah matematika, kedua siswa berkemampuan menengah dan siswa berkemampuan rendah berada pada level pertama (berpikir kualitatif ) dari fungsi kognitif untuk berpikir matematis rigot karena mereka menggunakan semua fungsi kognitif yang meliputi level pertama fungsi kognitif untuk berpikir matematis rigor sementara ada beberapa fungsi kognitif pada level kedua dan level ketiga untuk berpikir matematis rigor yang tidak muncul.
Kata Kunci : berpikir matematis rigor, fungsi kognitif, pemecahan masalah, masalah matematika, kemampuan matematika.
ABSTRACT
The purpose of this study is to describe the rigorous mathematical thinking profile of Junior High School students in the mathematics problem solving reviewed from the differences of mathematics ability. Those differences are high ability, middle ability, and low ability. This research uses qualitative approach and the techniques of data collection are carried out by problem-solving tests (in this research is termed a math test) and interview. This research used three students of SMPN I Lamongan as respondents that respectively from high math ability, middle math ability and low math ability. The data analysis of this research is carried out by the steps of data reduction, data display and drawing conclusion /verification. Meanwhile, to obtain the valid data research, this research used triangulation of time. In regard to the purpose of the research that has been presented, the results of this research showed that the high-capable student was at the third level (relational abstract thinking) of the cognitive function for rigorous mathematical thinking because of applying all of the cognitive functions on all three
levels of the cognitive functions for rigorous mathematical thinking to solve the mathematical problems; Both the middle-capable student and the low-capable student were at the first level (qualitative thinking) of the cognitive functions for rigorous mathematical thinking because they used all the cognitive functions that included the first level from the cognitive functions for rigorous mathematical thinking while there were some cognitive functions at the second level and the third level for rigorous mathematical thinking that disappeared.
Key Words : Rigorous mathematical thinking, cognitive function, problem
solving, mathematics problem, mathematics ability
PENDAHULUAN
Dalam belajar dan menyelesaikan soal matematika, siswa melakukan aktivitas berpikir di otaknya. Ketika seorang individu berpikir untuk menyelesaikan soal matematika, maka tidak menutup kemungkinan bahwa ia sedang melakukan berpikir matematis. Berpikir matematis (mathematical thinking) diartikan sebagai cara berpikir berkenaan dengan proses matematika (doing math) atau cara berpikir dalam menyelesaikan tugas matematika (mathematical task) baik yang sederhana maupun yang kompleks (Sumarmo, U. 2010). Di dalam berpikir matematis, seseorang menerjemahkan informasi yang masuk dari luar menjadi simbol-simbol untuk selanjutnya simbol-simbol tersebut diproses sesuai aturan dalam matematika yang sudah disusun sebelumnya. Di dalam belajar dan
menyelesaikan soal matematika, perlu adanya ketepatan, sedangkan prasyarat untuk menjadi tepat dan logis adalah rigor. Kinard (2007) mengungkapkan bahwa berpikir
matematis mensitesis dan
memanfaatkan proses kognitif yang meningkatkan level abstraksi lebih tinggi, oleh karenanya ia haruslah ketat (rigor) sifatnya.
Berkaitan dengan keharusan adanya rigor dalam mensintesis dan memanfaatkan proses kognitif untuk meningkatkan level fungsi abstraksi maka diperlukan adanya berpikir matematis rigor. Berpikir matematis rigor dicirikan dengan adanya tiga level fungsi kognitif diantaranya fungsi kognitif untuk berpikir kualitatif, fungsi kognitif untuk berpikir kuantitatif, dan fungsi kognitif untuk berpikir relasional abstrak (Kinard dan Kozulin, 2008).
Ketiga level fungsi kognitif itu secara bersama-sama mendefinisikan proses mental dari keterampilan kognitif umum ke fungsi kognitif matematis khusus tingkat lebih tinggi. Oleh karenanya, penting bagi siswa untuk memiliki keterampilan berpikir matematis rigor terutama dalam upaya memecahkan soal matematika tidak rutin yang mempunyai tingkat kerumitan cukup tinggi dengan cermat dan tepat
sehingga diperoleh hasil
penyelesaian yang memuaskan.
Dalam berpikir tentu
melibatkan kehadiran fungsi
kognitif. Kinard (2007)
mendefinisikan fungsi kognitif sebagai sebuah proses mental yang memiliki makna khusus. Dalam melakukan berpikir matematis rigor, terdapat tiga level fungsi kognitif yang diperlukan sebagaimana disampaikan oleh Kinard & Kozulin (2008). Ketiga level fungsi kognitif
tersebut dipaparkan pada Tabel 1. Level pertama terdiri dari fungsi kognitif umum yang diperlukan untuk berpikir kualitatif. Sebelum siswa terlibat dalam penalaran konseptual secara rigor. Proses kognitifnya terjadi di level konkret dan didominasi oleh fungsi psikologis alami yang sudah ada. Level kedua terdiri dari fungsi kognitif yang diperlukan untuk berpikir kuantitatif dan ketepatan. Fungsi-fungsi tersebut lebih terstruktur dari pada fungsi kognitif umum. Level ketiga fungsi kognitif mengintegrasikan proses yang berkaitan dengan kuantitas dan ketepatan ke dalam struktur unik dan digeneralisasikan berpikir relasional abstrak. Secara bersama-sama ketiga level fungsi kognitif itu mendefinisikan proses mental yang meluas dari keterampilan kognitif umum ke fungsi matematis khusus tingkat lebih tinggi.
Tabel 1 : Tiga level fungsi kognitif berpikir matematis rigor
Level fungsi kognitif
Fungsi Kognitif Keterangan
Level 1: Berpikir kualitatif
Pelabelan (Labeling) memberi suatu nama bangun berdasarkan atribut kritisnya (misalnya simbol sejajar, sama panjang, siku-siku)
Visualisasi (visualizing) menkonstruk gambar (bangun) dalam pikiran atau menghasilkan konstruk yang terinternalisasi dari sebuah objek yang namanya diberikan.
Pembandingan (Comparing) mencari persamaan dan perbedaan (dalam hal ciri atau atribut kritisnya) antara dua atau lebih objek.
Pencarian secara sistematis untuk mengumpulkan dan melengkapi informasi (Searching systematically to gather clear and complete information)
memperhatikan (misal gambar) dengan seksama, terorganisir, dan penuh rencana untuk mengumpulkan dan melengkapi informasi.
Penggunaan lebih dari satu sumber informasi (Using more
than one source of information)
bekerja secara mental dengan lebih dari satu konsep pada saat yang sama (warna, ukuran, bentuk atau situasi dari berbagai sudut pandang)
Penyandian (Encoding) memaknai (objek) ke dalam kode/simbol Pemecahan kode (Decoding) mengartikan suatu kode/simbol suatu objek Level 2 : Berpikir kuantitatif dengan ketelitian Pengawetan ketetapan (Conserving constancy)
mengidentifikasi apa yang tetap sama dalam hal atribut, konsep atau hubungan sementara beberapa lainnya berubah.
Pengukuran ruang dan hubungan spasial (Quantifying space and
spatial relatinships)
menggunakan referensi internal/eksternal sebagai panduan untuk mengatur, menganalisis hubungan spasial berdasarkan hubungan keseluruhan ke sebagian.
penganalisisan (Analyzing) memecahkan keseluruhan atau menguraikan kuantitas ke dalam atribut kritis atau susunannya.
Pengintegrasian (Integrating) membangun keseluruhan dengan menggabungkan bagian-bagian atau atribut kritisnya
penggeneralisasian
(Generalizing)
mengamati dan menggambarkan sifat suatu objek tanpa merujuk ke rincian khusus ataupun atribut kritisnya
ketelitian (Being precise) menyimpulkan/ memutuskan dengan fokus dan tepat Level 3 : Berpikir relasional abstrak Pengaktifan pengetahuan matematika sebelumnya (Activating prior mathematically
related knowledge)
menghimpun pengetahuan sebelumnya untuk menghubungkan dan menyesuaikan aspek yang sedang dipikirkan dengan aspek pengalaman sebelumnya.
Penyediaan bukti matematika logis (Providing mathematical
logical evidence)
memberikan rincian pendukung, petunjuk, dan bukti yang masuk akal untuk membuktikan kebenaran suatu pernyataan.
Pengartikulasian (pelafalan) kejadian matematika logis (Articulating mathematical logical evidence)
membangun dugaan, pertanyaan, pencarian jawaban, dan mengkomunikasikan penjelasan yang sesuai dengan aturan matematika.
Pendefinisian masalah (defining
the problem)
mencermati masalah dengan menganalisis dan melihat hubungan untuk mengetahui secara tepat apa yang harus dilakukan secara matematis.
Berpikir hipotesis (Hypothetical
thinking)
membentuk proposisi matematika atau dugaan dan mencari bukti matematis untuk mendukung atau menyangkal proposisi atau dugaannya tersebut.
Berpikir inferensial (Inferential
thinking)
mengembangkan generalisasi dan bukti yang valid berdasarkan sejumlah kejadian matematika.
Pemroyeksian dan perestrukturisasian hubungan (Projecting and restructuring
relationships)
membuat hubungan antara objek atau kejadian yang tampak dan membangun kembali keberadaan hubungan antara objek atau kejadian untuk memecahkan masalah baru.
Pembentukan hubungan kuantitatif proporsional (forming proportional
quantitative relationships)
menetapkan hubungan kuantitatif yang menghubungkan konsep A dan konsep B dengan menentukan beberapa banyaknya konsep A dan hubungannya dengan konsep B.
Berpikir induktif matematis
(mathematical inductif thinking)
mengambil aspek dari berbagai rincian matematis yang diberikan untuk membentuk pola, mengkategorikan ke dalam hubungan atribut umum dan mengatur hasilnya untuk membentuk aturan matematika umum, prinsip, panduan.
Berpikir deduktif matematis (mathematical deductive
thinking)
menerapkan aturan umum atau rumus untuk situasi khusus.
Berpikir relasional matematis (mathematical relational
thinking)
mempertimbangkan proposisi matematika yang menyajikan hubungan antara dua objek matematika, A dan B, dengan proposisi matematika kedua yang menyajikan hubungan antara konsep A dan C dan kemudian menyimpulkan hubungan antara B dan C.
Penjabaran aktivitas matematika melalui kategori kognitif (elaborating mathematical
activity through cognitive categories)
merefleksikan dan menganalisis aktivitas matematika.
Berdasar pada paparan fungsi kognitif untuk berpikir matematis rigor di atas, maka dapat ditarik pengertian bahwa berpikir matematis rigor dalam penelitian ini yaitu suatu aktivitas berpikir matematis yang melibatkan penggunaan beberapa fungsi kognitif dimana dalam penggunaannya berpikir matematis rigor dikategorikan dalam tiga level yaitu level satu (level berpikir kualitatif), level dua (level berpikir kuantitatif) dan level tiga (level berpikir relasional abstrak).
Masalah matematika yang dimaksud dalam penelitian ini adalah soal matematika tidak rutin yang tidak bisa dikerjakan dengan prosedur rutin yang sudah dikuasai siswa. Sedangkan pemecahan masalah diartikan sebagai proses yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah
matematika yang
langkah-langkahnya terdiri dari memahami
masalah, merencanakan
penyelesaian, melaksanakan rencana tersebut dan memeriksa kembali jawaban.
Berdasarkan pemikiran yang diuraikan diatas maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mendeskripsikan profil berpikir matematis rigor siswa SMP dalam memecahkan masalah matematika ditinjau dari perbedaan kemampuan matematika. Perbedaan kemampuan matematika yang dimaksud dalam makalah ini adalah kemampuan tinggi, sedang dan rendah.
METODE PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian deskriptif eksploratif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam penelitian ini digunakan tiga orang subjek yang masing-masing
mewakili perbedaan kemampuan matematika siswa kelas VII SMP. Pengelompokan siswa menjadi tiga
kelompok berdasarkan tes
kemampuan matematika siswa
dengan kriteria kelompok
kemampuan tinggi jika skor tes 86
, kelompok kemampuan sedang jika 66 skor tes < 86, kelompok kemampuan rendah jika skor tes < 66.
Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri dan instrumen bantunya berupa soal tes kemampuan matematika, tes
pemecahan masalah (dalam
penelitian ini diistilahkan dengan tes
matematika) dan pedoman
wawancara. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dengan langkah-langkah reduksi data, penyajian data dan penarikan simpulan. Sedangkan untuk mendapatkan data penelitian yang valid, dalam penelitian ini digunakan triangulasi waktu.
HASIL PENELITIAN
Subjek berkemampuan tinggi
Selama memecahkan masalah matematika yang diberikan, subjek berkemampuan tinggi telah
menggunakan fungsi kognitif yang termasuk dalam kriteria fungsi kognitif level 1 (berpikir kualitatif). Diantaranya ditandai dengan penggunaan fungsi kognitif : pelabelan yakni subjek memberi nama bangun yang tersaji pada soal berdasar ciri yang dimiliki oleh bangun tersebut; visualisasi yakni subjek mengkonstruk kembali gambar yang tersaji pada soal serta mengkonstruk gambar diagonalnya; pembandingan yakni subjek mencari ciri-ciri yang sama dan berbeda antara persegi dan persegipanjang; pencarian secara sistematis untuk mengumpulkan dan melengkapi informasi yakni subjek mencermati soal dan gambar baik yang sudah tersaji pada soal atau yang dikonstruk sendiri dengan seksama
untuk mengumpulkan dan
melengkapi informasi yang diperlukan dalam menyelesaikan soal; penggunaan lebih dari satu sumber informasi yakni subjek bekerja dengan lebih dari satu konsep (dalam hal ini sisi, sudut, diagonal persegi dan persegipanajng,
rumus luas persegi dan
persegipanjang) selama mengerjakan soal; penyandian yakni subjek
mencantumkan simbol huruf pada bangun yang tersaji pada soal serta menyandikan sisi-sisi bangun yang tersaji dengan menggunakan huruf; dan pemecahan kode yakni subjek memaknai simbol/kode yang tersaji pada soal.
Fungsi kognitif pada level 2 (berpikir kuantitatif) berpikir matematis rigor yang telah
digunakan oleh subjek
berkemampuan tinggi diantaranya: pengawetan ketetapan yakni subjek mengidentifikasi apa yang tetap sama dan apa yang berubah bila bangun pada soal dirubah arah orientasinya; pengukuran ruang dan hubungan spasial yakni subjek menggunakan referensi internal (yang berasal dari pengetahuan matematematika sebelumnya) dan eksternal (yang berasal dari bangun gambar pada soal seperti simbol “∟”) sebagai panduan untuk menganalisi hubungan keseluruhan bangun ke bagian-bagiannya; analisis yakni subjek menguraikan bangun-bangun pada soal (persegi dan
persegipanjang) ke dalam
susunannya; integrasi yakni subjek membangun keseluruhan bangun pada soal dengan menggabungkan
bagian-bagiannya atau ciri-cirinya; penggeneralisasian yakni subjek mengambil sifat bahwa persegi selalu merupakan persegipanjang tanpa merinci secara khusus; ketelitian yakni subjek mampu memutuskan dengan fokus dan tepat dalam memecahkan masalah.
Sedangkan fungsi kognitif pada level 3 berpikir matematis rigor yang telah digunakan oleh subjek berkemampuan tinggi dalam memecahkan masalah matematika yang diberikan antara lain pengaktifan pengetahuan matematika sebelumnya yakni subjek mampu mengingat kembali, menghimpun dan menggunakan pengetahuan matematika sebelumnya untuk menyelesaikan soal; penyediaan bukti matematis logis yakni subjek
mampu memberikan rincian
pendukung, alasan matematis, bukti yang masuk akal untuk membuktikan
kebenaran pernyataannya;
pengartikulasian kejadian matematis logis yakni subjek mampu membangun dugaan terkait dengan adanya ciri yang sama antara kedua bangun pada soal serta mencari jawabannya, mengkomunikasikan penjelasan yang sesuai dengan aturan
matematika; pendefinisian masalah yakni subjek mencermati soal dengan menganalisis dan membaca soal berulang-ulang untuk memahami maksud soal dengan tujuan untuk mengetahui stategi tepat apa yang harus digunakannya; berpikir hipotesis yakni subjek mampu membentuk dugaan tentang
hubungan persegi dan
persegipanjang serta mencari bukti matematika untuk mendukung kebenaran dugaannya tersebut; berpikir inferensial yakni subjek
mampu mengembangkan
generalisasi berdasarkan sejumlah
kejadian matematika yang
ditemuinya; pemroyeksian dan perestrukturisasian hubungan yakni subjek mampu membuat hubungan antara belahketupat dan jajargenjang untuk membangun keberadaan hubungan antara persegi dan pesegipanjang; pembentukan hubungan kuantitaif proporsional yakni subjek mampu menetapkan hubungan kuantitatif yang menghubungkan besar sudut yang dibentuk oleh kedua diagonal kedua bangun pada soal serta besar sudut yang dimiliki oleh kedua bangun tersebut; berpikir induktif matematis
yakni subjek mampu mengambil aspek khusus (persegi boleh disebut persegipanjang) untuk membentuk aspek umum (persegi selalu merupakan persegipanjang); berpikir deduktif matematis yakni subjek menggunakan rumus luas persegi
dan persegipanjang untuk
membuktikan pernyataannya bahwa
persegi boleh disebut
persegipanjang; berpikir relasional
abstrak yakni subjek
mempertimbangkan hubungan antara persegi dan rumus luasnya(serta ciri-cirinya), dengan persegipanjang dan rumus luasnya (serta ciri-cirinya) untuk menemukan hubungan antara persegi dan persegipanjang; penjabaran aktivitas matematika melalui kategori kognitif yakni subjek mampu menjabarkan atau menguraikan, merefleksi dan menganalisis aktivitas matematika selama mengerjakan soal.
Subjek berkemampuan sedang
Selama memecahkan masalah matematika yang diberikan, subjek berkemampuan sedang telah menggunakan fungsi kognitif yang termasuk dalam kriteria fungsi kognitif level 1 (berpikir kualitatif), diantaranya: pelabelan yakni subjek
memberi nama kedua bangun yang tersaji pada soal berdasarkan ciri-ciri yang teramati dari gambar;
visualisasi yakni subjek
mengkonstruk gambar
persegipanjang berdasar ukuran yang telah ditentukan; pembandingan yakni subjek mencari ciri-ciri yang sama antara bangun persegi dan persegipanjang yang selanjutnya ciri-ciri yang sama/beda tersebut digunakannya untuk menentukan hubungan antara kedua bangun; pencarian secara sistematis untuk mengumpulkan dan melengkapi
informasi yakni subjek
memperhatikan gambar yang tersaji pada soal dengan seksama untuk mengumpulkan dan melengkapi informasi yang diperlukan dalam menyelesaikan soal serta subjek mengamati gambar belah ketupat yang dibuat peneliti dengan seksama
untuk mengumpulkan dan
melengkapi informasi yang diperlukan dalam mendefinisikan persegi; penggunaan lebih dari satu sumber informasi yakni subjek menggunakan konsep sisi dan sudut dalam mencari ciri-ciri yang sama antara persegi dan persegipanjang;
penyandian yakni subjek
mencantumkan simbol “/” dan “//” untuk menyandikan sisi-sisi yang
sama panjang pada saat
mengkonstruk gambar
persegipanjang; pemecahan kode yakni subjek mampu mengartikan simbol “/”, “///” , serta “∟”yang tercantum pada dua gambar yang tersaji pada soal.
Fungsi kognitif pada level 2 berpikir matematis rigor yang telah
digunakan oleh subjek
berkemampuan sedang diantaranya: pengawetan ketetapan yakni subjek mampu mengidentifikasi apa yang tetap sama dari suatu gambar bila digeser posisinya/arah orientasinya; analisis yakni subjek menguraikan keseluruhan bangun geometri pada gambar di soal (dalam hal ini gambar persgei dan persegipanjang) ke dalam susunannya; integrasi yakni subjek membangun keseluruhan nama bangun pada kedua gambar yang tersaji di soal dengan menggabungkan ciri-ciri atau bagian-bagiannya; penggeneralisasian yakni subjek menggeneralisasikan besar sudut yang tidak ada simbol “∟” pada gambar yang terdapat pada soal yaitu 900 karena kaki-kaki sudutnya saling tegak lurus; ketelitian yakni
subjek sedang memutuskan dengan fokus dan tepat dalam menjawab soal. Fungsi kognitif pada level 2 berpikir matematis rigor yang belum tampak digunakan oleh subjek berkemampuan sedang adalah fungsi kognitif pengukuran ruang dan hubungan spasial.
Fungsi kognitif pada level 3 berpikir matematis rigor yang telah
digunakan oleh subjek
berkemampuan sedang antara lain: pengaktifan pengetahuan matematika sebelumnya yakni subjek mampu menghimpun dan menggunakan pengetahuan matematika sebelumnya untuk menyelesaikan soal; penyediaan bukti mateamtis logis yakni subjek mampu memberikan
rincian pendukung untuk
membuktikan kebenaran
pernyataannya; pendefinisian masalah yakni subjek membaca soal berulang-ulang dan mencermati soal dengan menganalisis dan melihat hubungan untuk mengetahui secara tepat langkah apa yang digunakan untuk menyelesaikan soal; berpikir hipotesis-inferensial yakni subjek mampu membentuk dugaan (bahwa persegi tidak boleh disebut persegipanjang) dan mencari bukti
untuk mendukung kebenaran dugaannya tersebut dan kemudian mengembangkan generalisasi berdasarkan sejumlah bukti yang ada; pembentukan hubungan kuantitatif proporsional yakni subjek mampu menetapkan hubungan antara banyaknya sisi dan sudut pada bangun persegi dan persegipanjang; berpikir deduktif matematis yakni subjek menggunakan rumus luas persegi dan persegipanjang untuk membuktikan pernyataannya bahwa persegi tidak boleh disebut
persegipanjang meskipun
penjelasannya hanya menyatakan bahwa rumus untuk menghitung luas kedua bangun itu berbeda; berpikir relasional abstrak secara implisit sudah ada dengan ditandai oleh kemampuannya mempertimbangkan hubungan antara persegi dan ciri-cirinya dengan persegipanjang dan ciri-cirinya untuk menyimpulkan hubungan antara persegi dengan persegipanjang, namun secara eksplisit fungsi kognitif ini masih belum nampak; penjabaran aktivitas matematika melalui kategori kognitif yakni subjek mampu merefleksikan dan menganalisis aktivitas matematika pada jawabannya.
Fungsi kognitif pada level 3 berpikir matematis rigor yang belum tampak
digunakan oleh subjek
berkemampuan sedang antara lain: pengartikulasian kejadian matematis
logis; pemroyeksian dan
perestrukturisasian hubungan; berpikir induktif matematis.
Subjek berkemampuan
rendah
Selama memecahkan masalah matematika yang diberikan, subjek berkemampuan rendah telah menggunakan semua fungsi kognitif yang termasuk dalma fungsi kognitif level 1 berpikir matematis rigor, diantaranya: pelabelan yakni subjek memberi nama bangun yang tersaji pada soal berdasar ciri yang teramati dari masing-masing bangun; visualisasi yakni subjek mengkonstruk gambar kedua bangun yang disebutkan pada soal dalam pikirannya; pembandingan yakni subjek mencari ciri-ciri yang sama dan berbeda antara kedua pada soal (dalam hal ini
bangun persegi dan
persegipanjang); pencarian
secara sistematis untuk
mengumpulkan dan
melengkapi infromasi yakni subjek mencermati gambar dan soal yang tersaji dengan seksama untuk mengumpulkan dan melengkapi informasi yang
diperlukan dalam
menyelesaikan soal;
penggunaan lebih dari satu sumber informasi yakni subjek mampu bekerja secara mental dengan lebih dari satu konsep selama mengerjakan soal (dalam hal ini sisi, sudut, diagonal dan luas persegi dan persegipanjang); penyandian yakni subjek menyandikan bangun yang tersaji dengan menambahkan simbol huruf pada kedua bangun yang tersaji pada soal; pemecahan kode yakni subjek memaknai simbol “/”, “//”, “///”, dan “∟” yang ada pada soal.
Fungsi kognitif pada level 2 berpikri matematis rigor yang telah digunakan oleh subjek
berkemampuan rendah
diantaranya: pengawetan ketetapan yakni subjek menentukan ciri yang tetap
sama antara gambar persegi secara umum (posisi tegak) dengan gambar yang tersaji pada soal yang diberikan; analisis yakni subjek menguraikan keseluruhan bangun pada soal (dalam hal ini
bangun persegi dan
persegipanjang) ke dalam susunannya; integrasi yakni
subjek mambangun
keseluruhan bangun (persegi dan persegipanjang) dengan menyatukan bagian-bagiannya; ketelitian yakni subjek memutuskan dengan fokus dan tepat dalam menyelesaikan soal. Sedangkan fungsi kognitif level 2 berpikir matematis rigor yang belum tampak digunakan oleh subjek berkemampuan rendah antara lain pengukuran ruang dan hubungan spasial; dan penggeneralisasian.
Pada level 3 berpikir matematis rigor, fungsi kognitif yang telah digunakan oleh subjek berkemampuan rendah antara lain: pengaktifan pengetahuan matematika sebelumnya yakni subjek mampu mengingat kembali,
menghimpun dan
menggunakan pengetahuan matematika sebelumnya yang berkaitan dengan persegi dan
persegipanjang untuk
menyelesaikan soal;
penyediaan bukti matematis logis yakni subjek mampu
memberikan rincian
pendukung, alasan matematis, bukti yang masuk akal untuk
membuktikan kebenaran
pernyataannya;
pengartikulasian kejadian matematis logis yakni subjek membangun dugaan terkait dengan adanya ciri yang sama antara kedua bangun pada soal serta mencari jawabannya, mengkomunikasikan
penjelasan yang sesuai dengan
aturan matematika;
pendefinisian masalah yakni subjek mencermati soal dengan menganalisis dan membaca soal berulang-ulang untuk
memahami maksud soal
dengan tujuan untuk
mengetahui stategi tepat apa yang harus digunakannya; berpikir hipotesis yakni subjek membentuk dugaan (bahwa
persegi tidak boleh disebut persegipanjang) dan mencari bukti matematika untuk
mendukung kebenaran
dugaannya tersebut; berfikir inferensial yakni subjek mengembangkan generalisasi berdasarkan sejumlah kejadian matematika yang ditemuinya;
pembentukan hubungan
kuantitatif proporsional yakni subjek mampu menetapkan hubungan kuantitatif yang menghubungkan besar sudut yang dimiliki oleh kedua bangun pada soal; berpikir deduktif matematis yakni subjek menggunakan rumus luas persegi dan persegipanjang
untuk membuktikan
pernyataannya bahwa persegi
tidak boleh disebut
persegipanjang meskipun
penjelasannya hanya
menyatakan bahwa rumus untuk menghitung luas kedua bangun itu berbeda; berpikir relasional matematis yang secara implisit sudah ada
dengan ditandai oleh
kemampuannya
mempertimbangkan hubungan
antara persegi dan ciri-cirinya dengan persegipanjang dan
ciri-cirinya untuk
menyimpulkan hubungan
antara persegi dengan persegipanjang, namun secara eksplisit fungsi kognitif ini
masih belum nampak;
penjabaran aktivitas
matematika melalui kategori kognitif yakni subjek
menjabarkan atau
menguraikan, merefleksi dan menganalisis aktivitas
matematika selama
memecahkan masalah
matematika yang diberikan. Fungsi kognitif pada level 3 berpikir matematis rigor yang belum tampak digunakan oleh subjek berkemampuan rendah antara lain pemroyeksian dan perestrukturisasian hubungan; serta berpikir induktif matematis.
PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini mengungkap profil berpikir matematis rigor siswa SMP dalam memecahkan masalah matematika ditinjau dari perbedaan kemampuan matematika. Masalah
yang diberikan merupakan soal-soal yang berkaitan dengan konsep persegi dan persegipanjang, ciri-ciri atau sifat-sifat keduanya serta hubungan antara kedua bangun segiempat tersebut.
Siswa menyebutkan ciri-ciri atau sifat-sifat bangun persegi dan persegipanjang serta memberi nama suatu gambar bangun berdasar atribut/ciri khususnya. Hal ini tidak bisa dipisahkan dari pengalaman atau pengetahuan matematika sebelumnya yang berkaitan dengan konsep persegipanjang dan persegi. Dalam buku-buku teks matematika kelas VII SMP, disebutkan sifat-sifat (ciri-ciri) persegipanjang adalah panjang sisi-sisi yang berhadapan sama dan sejajar, keempat sudutnya siku-siku, panjang diagonal-diagonalnya sama dan saling membagi dua sama. Sehingga berdasarkan sifat-sifat tersebut maka persegipanjang dapat didefinisikan sebagai bangun segiempat yang sudutnya siku-siku dan panjang sisi-sisi yang
berhadapan sama panjang.
Sedangkan sifat-sifat (ciri-ciri) persegi adalah sisi-sisi yang berhadapan sejajar, keempat sudutnya siku-siku, panjang
diagonalnya sama dan saling membagi dua sama, panjang keempat sisinya sama, setiap sudutnya dibagi dua sama ukuran oleh diagonal-diagonalnya, dan diagonal-diagonalnya saling berpotongan tegak lurus. Sehingga berdasarkan sifat-sifat atau ciri-ciri tersebut maka persegi dapat didefinisikan sebagai persegipanjang yang panjang keempat sisi-sisinya sama. Pencarian hal di atas dapat dilakukan dengan mengaktifkan kembali pengetahuan matematika sebelumnya atau dengan mencermati dan menganalisis masing-masing gambar bangun yang tersaji pada soal. Dengan mengenali sifat-sifat (ciri-ciri) persegi dan persegipanjang, siswa dapat menentukan ciri-ciri yang sama antara kedua bangun serta hubungan antara kedua bangun segiempat tersebut. Menurut para pakar, hubungan antara persegi dan persegipanjang dinyatakan dengan
“semua persegi merupakan
persegipanjang” atau dengan kata lain “persegi boleh disebut persegipanjang”.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada perbedaan penggunaan fungsi kognitif dari ketiga subjek
selama memberi nama suatu bangun. Semua subjek menggunakan fungsi kognitif pelabelan, yaitu memberi suatu nama bangun berdasarkan atribut kritisnya. Nama bangun yang diberikan oleh semua subjek menunjukkan adanya kesamaan nama yaitu persegipanjang untuk bangun pada gambar 1 dan persegi untuk bangun pada gambar 2 pada soal. Namun demikian, terdapat perbedaan dalam hal menjelaskan ciri-ciri dari masing-masing bangun yang tersaji pada soal. Subjek berkemampuan tinggi menjelaskan bahwa ciri-ciri dari bangun gambar 1 sehingga ia menamainya dengan bangun persegipanjang yaitu sisi yang berhadapan sama panjang, memiliki dua diagonal yang tidak tegak lurus. Secara eksplisit penjelasan subjek berkemampuan tinggi untuk ciri-ciri bangun gambar 1 pada soal (persegipanjang) cenderung mengarah ke bangun jajargenjang, namun secara implisit sebenarnya subjek berkemampuan tinggi telah memahami bangun gambar 1 pada soal sampai akhirnya
ia menamainya dengan
persegipanjang karena pada wawancara soal 1 butir c, subjek
berkemampuan tinggi memberikan informasi bahwa bangun gambar 1 pada soal memiliki empat sudut siku-siku. Sedangkan penjelasan yang diberikan oleh subjek berkemampuan sedang dan berkemampuan rendah telah mengarah pada bangun persegipanjang sebagaimana yang dimaksud.
Interpretasi garis menurut subjek berkemampuan sedang masih bergantung pada arah atau posisi garis tersebut didepannya. Ketika suatu garis diletakkan dengan arah miring jika dilihat dari sudut pandang subjek berkemampuan sedang, maka ia menyatakan bahwa garis tersebut serong, bukan garis lurus lagi. Tapi jika posisinya diubah mendatar atau tegak maka ia bisa menyatakan bahwa garis tersebut lurus. Sehingga menurutnya suatu garis itu bisa serong ataupun lurus tergantung arah orientasinya. Hal ini menunjukkan terjadi konflik dalam pikiran subjek berkemampuan sedang akan makna garis dalam geometri. Di dalam buku-buku geometri, suatu garis lurus cukup dinyatakan dengan istilah garis karena ia memiliki ciri lurus sempurna. Artinya jika garis tersebut
diubah arah orientasinya, maka ia tetaplah garis dalam artian garis lurus.
Ketiga subjek telah
menggunakan fungsi kognitif analisis dan pemecahan kode dalam menjelaskan ciri bangun gambar 2 pada soal sehingga mereka menamainya dengan persegi. Ciri yang dinyatakan oleh subjek
berkemampuan tinggi dan
berkemampuan rendah adalah keempat sisi-sisinya sama panjang dan sudut-sudutnya siku-siku. Sementara subjek berkemampuan sedang menyatakan bahwa ciri bangun gambar 2 pada soal adalah keempat sisi-sisinya sama panjang. Secara eksplisit ciri yang
diungkapkan oleh subjek
berkemampuan sedang memiliki interpretasi bias karena ciri tersebut juga bisa cenderung kearah belahketupat karena bangun tersebut juga memiliki empat sisi yang sama panjang. Interpretasi seperti inilah yang mungkin menyebabkan konflik dalam pikiran subjek berkemampuan sedang tentang nama suatu bangun jika gambar 2 pada soal dirubah arah orientasinya, antara persegi dan belahketupat. Subjek berkemampuan
sedang kurang mencermati ciri-ciri lainnya dari bangun gambar 2 pada soal yakni berkaitan dengan besar sudut-sudutnya, padahal pada soal telah tersaji simbol “∟” yang bermakna sudutnya siku-siku. Justru subjek dengan kemampuan rendah mampu memaknai simbol siku-siku ini.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada perbedaan penggunaan fungsi kognitif dari ketiga subjek ketika menentukan ciri yang sama dari kedua bangun yang tersaji pada soal (persegipanjang dan persegi). Subjek berkemampuan tinggi dan subjek berkemampuan rendah cenderung memberikan informasi yang sama tentang ciri-ciri yang sama dari kedua bangun yang diberikan. Subjek berkemampuan tinggi menyatakan ciri yang sama adalah mempunyai empat sisi, mempunyai empat sudut siku-siku, sisi-sisi berhadapan sama panjang, serta mempunyai dua diagonal. Penjelasan yang dipaparkan oleh subjek berkemampuan tinggi ini secara implisit menunjukan bahwa diagonal-diagonalnya saling membagi dua sama panjang. Subjek berkemampuan tinggi menjelaskan
ciri-ciri yang sama antara kedua bangun yang diberikan adalah sisi-sisi yang berhadapan sama panjang dan sejajar, diagonal-diagonalnya sama panjang dan saling membagi dua sama, besar setiap sudutnya 900. Sementara itu subjek berkemampuan sedang menjelaskan ciri-ciri yang sama tersebut adalah kedua bangun sama-sama memiliki empat sisi dan empat sudut. Subjek berkemampuan sedang hanya menganalisis susunan dari kedua gambar yang diberikan tanpa melakukan pengamatan secara lebih cermat dan seksama lagi serta tanpa menggunakan fungsi kognitif pemecahan kode untuk memaknai simbol-simbol yang ada pada pada kedua gambar bangun. Hal ini berbeda dengan apa yang dilakukan
oleh subjek berkemampuan
dibawahnya, yakni subjek
berkemampuan rendah yang telah mencermati lebih seksama sampai pada besar sudut-sudutnya serta diagonal-diagonalnya.
Dalam menentukan hubungan antara persegi dan persegipanjang, hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan
penggunaan fungsi kognitif terutama untuk fungsi kognitif berpikir
relasional. Subjek berkemampuan tinggi telah menggunakan fungsi kognitif berpikir relasioanal ketika menyatakan hubungan antara persegi dan persegipanjang yakni persegi boleh disebut persegipanjang karena persegi merupakan persegipanjang dengan sisi-sisinya sama panjang dan diagonal-diagonal berpotongan tegak lurus, serta karena cara untuk menghitung luas kedua bangun tersebut sama yakni panjang kali lebar. Pada persegi karena sisi-sisinya sama panjang maka rumus untuk menghitung luasnya cukup dengan sisi kali sisi saja, namun boleh juga bila rumus luas persegi ditulis dengan panjang kali lebar dengan ukuran panjang dan lebarnya sama. Sementara itu, subjek berkemampuan sedang menyatakan bahwa persegi tidak boleh disebut persegipanjang karena menurutnya kedua bangun memiliki ciri yang berbeda. Syarat suatu bangun boleh disebut bangun lain menurutnya ciri-ciri kedua bangun tersebut haruslah sama persis, termasuk cara untuk menghitung rumusnya juga harus sama. Senada dengan subjek berkemampuan sedang, subjek berkemampuan rendah menyatakan
bahwa persegi tidak boleh disebut persegipanjang karena menurutnya sisi-sisi pada kedua kedua bangun berbeda dimana pada persegi sisi-sisinya sama panjang sementara pada pesegipanjang sisi-sisi yang sama panjang hanya sisi-sisi yang berhadapan saja. Secara implisit kedua subjek telah melakukan berpikir relasional namun secara eksplisit masih belum.
Subjek berkemampuan sedang membedakan antara sisi dengan panjang ataupun lebar pada suatu bangun dimana pada persegi tidak memiliki panjang atau lebar. Sementara subjek berkemampuan rendah menyatakan bahwa persegi hanya memiliki panjang tanpa memiliki lebar. Kedua subjek tersebut menyatakan bahwa pada persegipanjang, panjang dan lebar itu tidak boleh sama, lebih khusus lagi bahwa panjang harus lebih besar ukurannya dari lebar. Pemahaman seperti ini mungkin yang melandasi kenapa subjek berkemampuan rendah menyimbolkan sisi-sisinya dengan p untuk sisi terpanjang dan l untuk sisi terpendek. Peneliti berasumsi bahwa interpretasi kedua subjek tentang konsep panjang dan
lebar suatu bangun mungkin dipengaruhi oleh pengalaman mereka ketika mengerjakan soal atau
membaca buku-buku teks
matematika yang menyajikan bangun persegipanjang dimana ukuran sisi panjang selalu lebih besar dari pada ukuran sisi lebar. Meskipun secara teori, hal ini tidaklah demikian. Pada
persegipanjang, misalnya
persegipanjang dengan ukuran 5 cm 6 cm, seseorang boleh menyatakan bahwa persegipanjang tersebut panjangnya 6 cm dan lebarnya 5 cm atau panjangnya 5 cm dan lebarnya 6 cm. Kedua ukuran tersebut menginterpretasikan sebuah bangun
persegipanjang yang sama
ukurannya.
Secara keseluruhan selama mengerjakan soal yang diberikan, hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya subjek berkemampuan tinggi yang telah memenuhi ketiga level fungsi kognitif berpikir matematis rigor. Sedangkan kedua subjek lainnya hanya mampu memenuhi level 1 fungsi kognitif (berpikir kualitatif) berpikir matematis rigor dan telah menggunakan sebagian fungsi kognitif pada level 2 fungsi kognitif (berpikir kuantitatif) dan
level 3 fungsi kognitif (berpikir relasional abstrak) berpikir matematis rigor. Pada level 2 (level berpikir kuantitatif) berpikir matematis rigor, hasil penelitian telah menunjukkan bahwa subjek berkemampuan sedang belum menggunakan fungsi kognitif pengukuran ruang dan hubungan
spasial sedangkan subjek
berkemampuan rendah belum menggunakan fungsi kognitif pengukuran ruang dan hubungan spasial serta penggeneralisasian. Pada level ketiga (level berpikir relasional) berpikir matematis rigor, hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek berkemampuan sedang dan subjek berkemampuan rendah masih belum menggunakan fungsi kognitif
pemroyeksian dan
perestrukturisasian hubungan, berpikir induktif matematis, berpikir relasional meskipun secara implisit telah digunakannya namun secara eksplisit masih belum.
Hal ini menunjukkan bahwa meskipun subjek berkemampuan sedang dan subjek berkemampuan rendah berbeda dalam hal kemampuan matematikanya namun dalam mengerjakan soal yang
diberikan ternyata memiliki kecenderungan yang sama dalam hal penggunaan fungsi kognitif berpikir matematis rigor yaitu berada pada level 1 fungsi kognitif berpikir matematis rigor.
PENUTUP Simpulan
Berdasarkan proses yang dilakukan dalam memecahkan permasalahan penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
Subjek berkemampuan tinggi menggunakan semua fungsi kognitif yang termasuk pada level 1 (berpikir kualitatif), level 2 (berpikir kuantitatif), dan level 3 (berpikir relasional abstrak) berpikir matematis rigor. Dengan demikian subjek berkemampuan tinggi berada pada level 3 (berpikir relasional abstrak) berpikir matematis rigor karena telah menggunakan semua fungsi kognitif pada ketiga level fungsi kognitif berpikir matematis rigor.
Subjek berkemampuan sedang menggunakan semua fungsi kognitif yang termasuk pada level 1 (berpikir kualitatif) berpikir matematis rigor. Sedangkan ada beberapa fungsi
kognitif pada level 2 dan level 3 berpikir matematis rigor yang masih belum tampak digunakan. Pada level 2 fungsi kognitif yang belum digunakan adalah pengukuran ruang dan hubungan spasial. Pada level 3 fungsi kognitif yang diguankan
adalah fungsi kognitif
pengartikulasian kejadian
matematika logis; pemroyeksian dan perestrukturisasian hubungan; dan berpikir induktif matematis. Dengan demikian subjek berkemampuan sedang berada pada level 1 berpikir matematis rigor.
Subjek berkemampuan rendah menggunakan semua fungsi kognitif yang termasuk pada level 1 (berpikir kualitatif) berpikir matematis rigor sedangkan ada beberapa fungsi kognitif pada level 2 dan level 3 berpikir matematis rigor yang masih belum tampak digunakannya. Pada level 2, fungsi kognitif yang belum digunakan adalah pengukuran ruang dan hubungan spasial serta fungsi kognitif penggeneralisasian. Pada level 3, fungsi kognitif yang belum digunakan adalah fungsi kognitif
pemroyeksian dan
perestrukturisasian hubungan, dan berpikir induktif matematis. Dengan
demikian subjek berkemampuan rendah berada pada level 1 berpikir matematis rigor.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenter, T.P., Levi, L., Franke, M.L., Zeringue, J.K., 2005. Algebra in Elemntary School: Developing Relational Thinking. Diunduh pada 20
April 2011 dari
http://subs.emis.de/journals/Z DM/zdm051a7.pdf
Costa, A.L., dan Kallick, B. Describing 16 habits of Mind. Diunduh pada 8 April 2011 dari
www.instituteforhabitsofmin d.com
de Bono, E. 2007. Revolusi Berpikir. Bandung : Kaifa (penerjemah Ida Sitompul dan Fahmy Yamani)
Depdiknas, 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Evans, J.S.B.T. 2007. Hypothetical
Thinking: dual processes in reasoning and judgement. New York: Psychology Press. Buku online diakses pada 20
April 2011 dari
http://books.google.co.id/. Fischbein, E. 1994. The Interaction
between the Formal, the Algorithmic, And the Intuitive
Components in a Mathematical Activity. In R. Biehler, R. W. Scholz, R. Sträßer, B. Winkelmann (Eds.), Didactics of Mathematics as a Scientific Discipline, (pp.231-245). Dordrecht: Kluwer Academic Publishers.
Hasyim, M.H. 2009. Tujuan pendidikan dan Pengajaran
di SMP dan MTs. Diunduh pada 29 November 2010 dari http://muttaqinhasyim.
wordpress.com
Holyoak, K.J dan Morrison, R.G.
2005. Thinking and
Reasoning. New York : Cambridge University Press. Jensen, E. 2008. Brain-Based
learning: Pembelajaran Berbasis Kemampuan Otak, Cara Baru dalam Pengajaran dan Pelatihan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
(diterjemahkan oleh Narulita Yusron)
Katagiri, S. 2004. Mathematical Thinking and How to Teach it. Tokyo: Meijitosyo Publishers.
Kinard, J.T. 2001.Creating Rigorous Mathemaical Thinking: A Dynamic that Drives Mathematical and Science Conceptual Development. Retrieved on October 21,
2009 from
www.umanitoba.ca/unevoc/conf erence/ papers/ kinard .pdf. ___________. 2007. Method and
Apparatus for Creating Rigorous Mathemaical Thinking. Retrieved on 24
March 2010 from
http://www.freepatentsonline. com
Kinard, J. T., & Kozulin, A. 2008. Rigorous Mathematical Thinking : Conceptual Formation in the Mathematics Classroom. New York : Cambridge University Press.
_______________________. 2005. Rigorous Mathematical Thinking: Mediated Learning and Psychological Tools. Focus on learning Problem in
Mathematics 27.3 (Summer, 2005) :1(29). Academic OneFile. Gale. Universitas Negeri Surabaya. Retrieved on 20 Oct. 2009 from http://find.galegroup.com Miles dan Huberman. 1992. Analisis
data Kualitatif. Jakarta : UI press
NCTM. 2000. Principles and Standards for School Mathematics. Reston, VA : Nctm inc.
Nickerson, R. S., Perkins, D.N., dan Smith, E.E. 1985. The Teaching of Thinking. New Jersey: Lawrence Erlbaum Assocuates, Inc.
Polya, G. 1973. How To Solve It; A new Aspect of Mathematical Method. New Jersey: Princenton University Press. Ratumanan, T.G dan Laurens, T.
(2003). Evaluasi Hasil Belajar yang Relevan dengan Kurikulum Berbeasis Kompetensi. Surabaya : Unesa University Press. Sabandar, J. Berpikir Reflektif.
Diunduh pada 20 April 2011 dari http://math.sps.upi.edu Schoenfeld, A.H. 1992. Learning to
Think Mathematically :
Problem Solving,
Metacognition, and Sense-Making in Mathematics. Diunduh pada 9 April 2011 dari
http://citeseerx.ist.psu.edu Shadiq, F. 2004. Pemecahan
Masalah, Penalaran dan Komunikasi. Yogyakarta : PPPG Matematika
Sobel, M.A dan Maletsky, E.M. 2004. Mengajar Matematika: Sebuah Buku Sumber Alat Peraga, Aktivitas, dan
Strategi. Jakarta: Erlangga. (alih bahasa oleh Suyono). Sugiyono. 2008. Metode Penelitian
Pendidikan (Pendekatan Kuantitaif, Kualitatif, dan R & D). Bandung : Alfabeta Sukmadinata, N. 2008. Metode
Penelitian Pendidikan. Bandung : Rosda
Sumarmo, U. 2010. Berpikir dan Disposisi Matematika : Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan pada Peserta Didik. FMIPA UPI. Dunduh pada 1 April 2011 dari http://math.sps.upi.edu
Sunardi, 2011. Pembelajaran Geometri Sekolah dan Problematikanya. Makalah disajikan pada Seminar Nasional Matematika dan pendidikan matematika di Universitas Jember pada tanggal 23 Juli 2011.
Sunarto. 2001. Metodologi Penelitian Ilmu-ilmu Sosial dan Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif). Surabaya: Unesa University Press.
Wintarti, A.et al. 2008. Contextual Teaching and Learning Matematika: Sekolah
Menengah Pertama/
Madrasah Tsanawiyah Kelas VII Edisi 4. Jakarta :
Pusat Perbukuan
Departemen Pendidikan Nasional.
Woolfolk, A. 2009. Educational Psychology Active Learning Edition. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. (Diterjemahkan oleh Helly Prajitno Soetjipto & Sri Mulyantini Soetjipto)
http://www.hwkfs.com, ELF Capital Management- The Power of
Rigorous Thinking. Diunduh pada 4 April 2011
http://www.kaltimpost.co.id,
Berpikir Matematis. Diunduh pada tanggal 27 Januari 2011