• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan panjang berat, faktor kondisi dan rasio berat daging Kerang Pasir (Modiolus modulaides) di perairan Bungkutoko Kota Kendari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hubungan panjang berat, faktor kondisi dan rasio berat daging Kerang Pasir (Modiolus modulaides) di perairan Bungkutoko Kota Kendari"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Hubungan panjang berat, faktor kondisi dan rasio berat daging Kerang Pasir

(Modiolus modulaides) di perairan Bungkutoko Kota Kendari

[Relationship of length-weight, condition factor and meat weight ratio of sand mussel

(Modiolus modulaides) in Bungkutoko water Kendari city]

Al Zabarun

1

, Bahtiar

2

, dan Haslianti

3

1

Mahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo

Jl. HAE Mokodompit Kampus Bumi Tridharma Anduonohu Kendari 93232, Telp/Fax: (0401) 3193782 2

Surel: ainina@gmail.com 3

Surel: dani.live@yahoo.co.id

Diterima: 17 Oktober 2016; Disetujui : 8 November 2016

Abstrak

Aktifitas pembangunan dan penangkapan secara terus menerus serta kurangnya informasi penelitian pada kerang pasir, melatar belakangi dilakukannya penelitian ini dengan tujuan menganalisis hubungan panjang berat, faktor kondisi dan rasio berat daging kerang pasir (M. modulaides) di Perairan Bungkutoko. Penelitian ini dilakukan pada bulan juli hingga September 2015. Pengambilan sampel kerang dilakukan secara manual menggunakan tangan. Jumlah sampel yang diperoleh sebanyak 225 individu terdiri dari 90 jantan dan 135 betina. Hasil penelitian menunjukan bahwa hubungan panjang berat jantan dan betina memiliki pola pertumbuhan allometrik negatif. Nilai b dari hubungan panjang berat secara temporal dan spasial pada jantan dan betina masing-masing berkisar 2,102; 2,350; 2,278 dan 2,175; 2,238; 2,008. Nilai faktor kondisi secara temporal dan spasial pada jantan dan betina masing-masing berkisar 0,69-1,32; 0,68-1,26 dan 0,85-1,27; 0,84%-1,20. Hasil penelitian rasio berat daging basah per berat total secara temporal dan spasial pada jantan dan betina masing-masing berkisar 10,90%-24,99% ; 10,06%-23,77% dan 0%- 50,24% ; 7,29 %-38,31%. Rasio bobot daging kering dan bobot total secara temporal pada jantan dan betina masing-masing berkisar 0,93−4,42% ; 1,28−4,30% dan berdasarkan spasial 1,14−4,34%; 0,88−4,15%.

Kata Kunci : panjang berat,faktor kondisi, rasio berat daging

Abstract

Development, catehing activities and lack of research information on sand mussel have been the main reasons to undertake a research in under to determine the langht-weight relationship, condition factor and the welght ratio of M.

modulaides caught in Bungkotoko waters. The research conducted from July till September 2015. Sample taken wash

done by hand. The total namber of samples collected were 225 samples consiaten of 90 male and 135 females. Research results showed that male and female growth were allometric negative. b values range temporally and spatially wore from 2,102; 2,350; 2,278 and 2,175; 2,238; 2,008 beth for male and female. The condition factor values in temporal and spatial were respectively ranged from 0,69-1,32; 0,68-1,26 and 0,85-1,27; 0,84-1,20. Weight ratio of wet flesh per total weight temporally and spatially for males and female were ranged from 10,90% - 24,99% ; 10,06% - 23,77% and 0% - 50,24% ; 7,29 % - 38,31%). It was also measured that ratio of dry meat weight and total body weight for male and female according to temporal 0,93−4,42%; 1,28−4,30% respectively, while according to spatial ranged 1,14−4,34% ; 0,88−4,15% respectively.

Keywords : weight-length, Condition factor, meat weight ratio.

Pendahuluan

Desa Bungkutoko adalah salah satu Kecamatan Abeli yang terletak di Kota Kendari, Provensi Sulawesi Tenggara dan memiliki luas wilayah ± 500 Ha. Perairan Pulau Bungkutoko merupakan perairan yang memiliki sumberdaya hayati yang sangat berlimpah. Salah satu organisme perairan laut yang melimpah adalah

kerang pasir (Modiolus modulaides) atau dalam bahasa daerah di desa Bungkutoko disebut sebagai “kerang kuku”.

Kerang pasir merupakan salah satu spesies dari kelas bivalvia dan merupakan kelompok moluska dari family Mytilidae yang banyak ditemukan di daerah ekosistem lamun. Walaupun

(2)

22

data-data ilmiah yang mengandung khasiat dari kerang pasir tersebut belum ditemukan dan menginggat pengambilan yang dilakukan setiap hari menyebabkan populasi kerang pasir menurun, 0leh karena itu perlu dilakukan penelitian dan pengkajian tentang hubungan panjang berat, faktor kondisi dan rasio berat daging kerang pasir (M.modulaides) di perairan Bungkutoko.

Adanya pembangunan dermaga disekitar perairan Bungkutoko dan pemanfaatan kerang pasir yang dilakukan masyarakat secara terus menerus tanpa meperhatikan pengelolaannya dapat memberikan tekanan pada lingkungan perairan dan populasi kerang pasir di alam serta dapat menggangu pertumbuhan dari populasi tersebut. Mengingat masih minimnya informasi mengenai kerang pasir M. modulaides di perairan Bungkutoko sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai hubungan panjang berat, faktor kondisi dan rasio berat daging kerang pasir yang tertangkap di perairan Bungkutoko.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan panjang berat, faktor kondisi dan rasio berat daging kerang pasir yang tertangkap di perairan Bungkutoko. Kegunaan penelitian ini yaitu dapat memberikan informasi awal terhadap kondisi parameter populasi mengenai hubungan panjang berat, faktor kondisi dan rasio berat daging kerang pasir di perairan Bungkutoko Kota Kendari.

Bahan dan Metode

Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, mulai dari bulan Juli sampai September 2015 di perairan Bungkutoko Kota Kendari. Pengukuran panjang, lebar, tebal, bobot total, bobot daging basah, dan jenis kelamin kerang pasir dilakukan di lapangan. Pangamatan parameter kualitas air (suhu, salinitas, pH air, dan kecepatan arus) dilakukan di lapangan sedangkan analisis

sampel kualitas air lainya (bahan organik dan tekstur substrat) dilakukan di Laboratorium FPIK UHO.

Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian yaitu : handraktometer, thermometer, soil tester, kamera, plastic sampel, GPS, jangka sorong dan alat tulis. Alat yang digunakan dalam penelitian dilaboratorium yaitu : oven dan timbangan digital. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu kerang pasir (M. Modulaides)

Penentuan lokasi penelitian ditentukan berdasarkan aktivitas masyarakat lokal, aktivitas pembangunan, serta lokasi yang dipengaruhi oleh aktivitas perkapalan (Pelabuhan masyarakat lokal), dan alat tangkap sero.

Stasiun 1 : berdekatan dengan pemukiman masyarakat Bungkutoko dan aktivitas penimbunan laut, dengan titik

kordinat 03° 59' 460" LS dan 122° 37' 055" BT

Stasiun 2 : berdekatan dengan areal mangrove yang sedikit jauh dari aktivitas masyarakat dengan titik kordinat 03° 59' 460" LS dan 122° 37' 055" BT Stasiun 3 : berdekatan dengan pemukiman

masyarakat dan digunakan sebagai tempat berlabuhnya kapal, dengan titik kordinat 03° 59' 361" LS dan 122° 36' 442" BT.

Lokasi penelitian tersebut ditetapkan secara purposive random sampling yang terdiri dari tiga stasiun berdasarkan lokasi aktivitas masyarakat yang memengaruhi langsung keberadaan kerang M. modulaides dan lokasi yang tidak dipengaruhi langsung oleh aktivitas masyarakat lokal. Kegiatan yang dipengaruhi langsung oleh masyarakat lokal yaitu kegiatan penimbunan laut dan kegiatan usaha peternakan ayam potong. Lokasi penelitian disajikan pada Gambar 1.

(3)

23 Gambat 1. Lokasi Penelitian di Perairan Bungkutoko

Pengambilan sampel dilkukan secara acak mengunakan alat tangkap manual (tangan) sebanyak 75 kerang individu. Pengambilan sampel dilakukan selama 3 bulan ditiga stasiun. Jumlah individu kerang yang ditangkap berjumlah 75 individu setiap bulan jadi keseluruhan sampel yang tertangkap sebanyak 225 individu dalam periode penelitian.

Panjang total kerang yang diukur adalah panjang cangkang kerang dari ujung paling anterior hingga ujung paling posterior, diukur dengan menggunakan jangka sorong. Lebar cangkang kerang didapatkan dengan mengukur jarak vertikal terpanjang dari cangkang kerang apabila kerang tersebut diletakkan secara horisontal, sedangkan tebal umbo didapatkan dengan mengukur jarak antara kedua umbo dari sisi kiri dan kanan cangkang.

Berat total didapatkan dengan menimbang keseluruhan dari tubuh kerang beserta cangkangnya, berat daging basah didapatkan dengan menimbang daging kerang setelah dipisahkan dengan cangkangnya, sedangkan berat daging kering diperoleh dengan menimbang daging kerang yang telah dikeringkan.

Menurut Hile (1963) dalam Effendie (1997), menggunakan rumus sebagai berikut: W = a.Lb ...(1) Keterangan :

W = berat total (gr) L = panjang total (mm) a, b = konstanta

Persamaan linier yang digunakan adalah persamaan sebagai berikut:

Log W = Log a + b Log L …...…...(2) Parameter a dan b, digunakan analisis regesi dengan Log W sebagai ‘y’ dan Log L sebagai ‘x’, maka didapatkan persamaan regesi: y = a + bx …………...………...(3)

Bahtiar (2012) menyatakan bahwa diduga titik keseimbangan pola pertumbuhan somatik pokea (isometrik) pada hubungan lebar cangkang terhadap bobot basah berada pada nilai b=2,50. Demikian halnya dengan Wilbur dan Owen (1964), melaporkan bahwa nilai isometrik bivalvia yang diamati berada antara 2,40−4,50. Nilai b dari hubungan panjang bobot pada bivalvia adalah:

Ho : b = 2,5 hubungan panjang dengan bobot adalah isometrik

(4)

24

H1 : b ≠ 2,5 hubungan panjang dengan bobot adalah allometrik,

Allometrik positif, jika b>2,5 (pertambahan bobot lebih cepat dibandingkan pertambahan panjang). Allometrik negatif, jika b<2,5 (pertambahan panjang lebih cepat dibandingkan pertambahan bobot).

Dinyatakan dalam:

Kn = Wb/(aLb) ...(3) Keterangan :

Kn = faktor kondisi relatif

Wb = berat individu yang teramati (gr) L = panjang cangkang (mm) a, b = konstanta

Hubungan ini diambil dari perbandingan antara berat daging kering dengan berat daging basah serta berat total kerang pasir berdasarkan kelas panjang. Niswari (2004), menyatakan bahwa besanya persentase berat daging kering terhadap berat daging basah serta berat total diamati dengan persamaan sebagai berikut:

Rasio Bd = (Bd/Bt) X 100%...(4) Keterangan :

Bd = bobot daging Bt = bobot total

Rasio bobot daging basah dan bobot daging kering menggunakan persamaan rumus (Niswari, 2004):

Rasio Bdk = (Bdk/Bdb) × 100% ...(5) Keterangan :

Bdk = bobot daging kering Bdb = bobot daging basah

Hasil dan Pembahasan

Hasil analisis secara Temporal menunjukan nilai konstanta b pada kerang Jantan tertinggi berada pada bulan Agustus dengan nilai b sebesar 2,350 dan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar

0,56, menunjukkan bahwa pertumbuhan panjang cangkang lebih cepat dibandingkan dengan pertambahan berat total (allometrik negatif) dan bulan September nilai b sebesar 2,278 dan R2 sebesar 49%, sedangkan terendah berada pada bulan Juli dengan nilai b sebesar 2,102 dan R2 sebesar 39%. Nilai konstanta b untuk kerang betina tertinggi terdapat pada bulan Agustus dengan nilai b sebesar 2,238 dan nilai R2 sebesar 47% dan bulan Juli dengan nilai b sebesar 2,175 dan nilai R2 sebesar 44%, sedangkan terendah terdapat pada bulan September dengan nilai b sebesar 2,008 dan nilai R2 sebesar 33%.

Hasil analisis secara spasial menunjukkan nilai konstanta b kerang jantan tertinggi berada pada Stasiun II dengan nilai b sebesar 2,371 dan nilai R2 sebesar 64% dan Stasiun III dengan nilai b sebesar 2,183 dan nilai R2 sebesar 35%, sedangkan terendah terdapat pada Stasiun I dengan nilai b sebesar 2,166 dan nilai R2 sebesar 37%. Nilai konstanta b untuk kerang betina tertinggi terdapat pada Stasiun III dengan nilai b sebesar 2,430 dengan nilai R2 29% dan Stasiun II dengan nilai b sebesar 2,336 dan nilai R2 sebesar 53%, sedangkan terendah terdapat pada Stasiun I dengan nilai b sebesar 2,073 dan nilai R2 sebesar 23% (Gambar 3).

Berdasarkan pengamatan secara temporal dan spasial pada kerang jantan dan betina bulan Juli hingga September memiliki pola pertumbuhan allometri negative (kurus) karena memiliki nilai b lebih kecil < 2,5. Hal ini didukung oleh pernyataan Bahtiar (2005) bahwa apabila nilai b lebih kecil 2,5 maka pola pertumbuhannya dikatakan allometrik negative dan sebaliknya dikatakan allometri positif apabila b lebih besar > 2,5 karena pertumbuhan panjang lebih dominan dibandingkan pertambahan beratnya.

(5)

25 Jantan (♂) Betina (♀) Juli Agustus September

Gambar 2. Hubungan panjang berat secara temporal kerang M. modulaides jantan dan betina.

Kesesuaian model hubungan panjang berat terhadap berat total dapat dilihat berdasarkan besarnya nilai koefisien determinasi (r2). Keseluruhan nilai koefiien r dari persamaan antara panjang cangkang dan berat total bulan Juli hingga September kerang pasir berkisar 39 %, 56% dan 49% untuk jantan, nilai R untuk betina berkisar 44%, 47% dan 33% hal ini berarti fluktuasi data pertumbuhan berat total yang dapat diterangkan oleh model

pertumbuhan antara panjang cangkang dan berat total kerang pasir.

Sebagaimana penelitian Nisari (2004) bahwa dari persamaan yang memodelkan hubungan antara panjang dan berat kerang hijau diperoleh nilai r 092 atau 92% fluktuasi data pertumbuhan panjang cangkang dan berat total dapat diterangkan dalam model, artinya hanya sebesar 8% dari data-data panjang dan berat yang tidak diterangkan oleh model. y = 0.003x2.175 R² = 0.441 N = 46 0 20 40 60 80 100 0 20 40 60 80 100 B er at (g) y = 0.003x2.102 R² = 0.390 N = 29 0 20 40 60 80 100 0 20 40 60 80 100 y = 0.002x2.238 R² = 0.477 N = 47 0 20 40 60 80 100 0 20 40 60 80 100 y = 0.001x2.350 R² = 0.564 N = 28 0 20 40 60 80 100 0 20 40 60 80 100 y = 0.001x2.278 R² = 0.495 N = 33 0 20 40 60 80 100 0 20 40 60 80 100 y = 0.006x2.008 R² = 0.331 N = 42 0 20 40 60 80 100 0 20 40 60 80 100 Panjang (mm) Panjang (mm)

(6)

26 Jantan (♂) Betina (♀) Stasiun I Stasiun II Stasiun III Panjang (mm)

Gambar 3. Hubungan panjang bobot secara spasial kerang M. modulaides jantan dan betina.

Hasil perhitungan faktor kondisi secara temporal menunjukkan bahwa kerang M. modulaides jantan tertinggi (1,32%) dan terendah

(0,69%) terdapat pada bulan September dengan selisih interval kelas ukuran 50−53 mm, sedangkan kerang M. modulaides betina memiliki persentase nilai tertinggi pada bulan bulan Agustus dengan nilai (1,26%) dan terendah pada bulan September (0,68%) (Gambar 4).

Persentase Rasio Berat Daging (RBD) kerang M. modulaides yang didapatkan selama

penelitian secara temporal untuk jenis kelamin jantan tertinggi terdapat pada bulan Juli (25%) dan BDK (2,99%) dan untuk betina tertinggi juga terdapat pada bulan Juli (23,77%) dan BDK (2,00%). Pada bulan Agustus nilai rata-rata RBD yang didapatkan selama penelitian lebih rendah dibandingkan dengan bulan yang lainnya. Berat Daging Basah jantan berada pada nilai (10,90%) dan rasio BDK (1,95%) dan betina terendah pada bulan September dengan kisaran nilai (10,06%)

diikuti dengan rasio BDK (1,38%).

y = 0.003x2.166 R² = 0.372 N = 29 0 20 40 60 80 100 0 20 40 60 80 100 y = 0.004x2.073 R² = 0.234 N = 46 0 20 40 60 80 100 0 20 40 60 80 100 y = 0.001x2.371 R² = 0.644 N = 33 0 20 40 60 80 100 0 20 40 60 80 100 y = 0.001x2.336 R² = 0.532 N = 42 0 20 40 60 80 100 0 20 40 60 80 100 y = 0.002x2.183 R² = 0.359 N = 28 0 20 40 60 80 100 0 20 40 60 80 100 y = 0.001x2.430 R² = 0.294 N = 47 0 20 40 60 80 100 0 20 40 60 80 100 B er at (g)

(7)

27 a. Jantan b. Betina

Selang Kelas (mm)

Gambar 4. Faktor kondisi secara temporal dan spasial kerang M. modulaides jantan dan betina di perairan Bungkutoko.

Tinggi rendahnya nilai b ini tidak terlihat dipengaruhi oleh kualitas perairan, namun diduga factor yang mempengaruhi tingginya nilai b pada bulan Agustus untuk kerang Jantan dan pada Stasiun III untuk kerang Betina lebih mengarah pada factor internal yaitu gen dan umur. Hal ini ditandai dengan selang ukuran yang yang lebih besar pada stasiun I diandingkan dengan stasiun yang lain. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Nybakken, (2003) bahwa perbedaan pola pertumuhan yang terjadi dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu factor internal yang cenderung sulit untuk dikontrol diantaranya seperti keturunan (gen) dan kelamin, serta factor eksternal yaitu parasit, penyakit, makanan, dan suhu.

Nilai koefisien b yang didapatkan pada penelitian ini secara spasial maupun temporal menunjukkan perbedaan dengan nilai b yang

didapatkan pada lokasi yang berbeda. Perbedaan nilai tersebut menunjukkan bahwa jenis organisme dan lokasi merupakan salah satu yang mempengaruhi pola pertumbuhan organisme. Keseimbangan pola pertumbuhan ini dapat dilihat dari nilai b pada hubungan panjang dan berat tubuh (Bahtiar, 2007). Peningkatan atau penurunan pola pertumbuhan yang terjadi memengaruhi nilai b dan nilai R2 yang terdapat pada kerang M. modulaides.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada selang ukuran kecil lebih dominan memiliki nilai faktor kondisi yang lebih tinggi. Hal ini diduga oleh proses pertumbuhan untuk kerang M.

modulaides dengan ukuran kecil, memiliki pola

pertumbuhan yang lebih besar. Asri (2015) menyatakan bahwa kerang yang berukuran kecil lebih memanfaatkan energinya untuk pertumbuhan sehingga memiliki nilai faktor 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 52 -5 6 5 7 -6 1 62 -6 6 6 7 -7 2 7 3 -7 8 7 9 -8 5 5 0 -5 4 5 5 -5 9 6 0 -6 4 6 5 -7 0 7 1 -7 7 7 8 -8 5 4 7 -4 9 5 0 -5 3 5 4 -5 7 5 8 -6 2 6 3 -6 6 6 7 -7 1

Juli Agustus September

K n rat a -ra ta 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 6 0 -6 2 6 3 -6 6 67 -6 9 7 0 -7 3 7 4 -7 7 7 8 -8 5 5 3 -5 6 5 7 -6 0 6 1 -6 5 6 6 -7 0 7 1 -7 6 7 7 -8 5 5 1 -5 4 5 5 -5 8 6 0 -6 3 6 5 -6 8 7 0 -7 4 7 5 -8 0 8 1 -8 4

Juli Agustus September

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 5 6 -5 9 6 0 -6 4 6 5 -6 8 6 9 -7 4 7 5 -7 9 8 0 -8 5 5 6 -5 9 6 0 -6 3 6 4 -6 8 6 9 -7 3 7 4 -7 8 7 9 -8 5 4 7 -5 1 5 2 -5 6 5 7 -6 3 6 4 -6 9 7 0 -7 7 7 8 -8 4

Stasiun I Stasiun II Stasiun III

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 5 5 -5 8 5 9 -6 2 6 3 -6 6 6 7 -7 0 7 1 -7 5 7 6 -8 5 5 1 -5 4 5 5 -5 9 60 -6 4 6 5 -6 9 70 -7 4 7 5 -8 5 6 0 -6 2 6 3 -6 6 6 7 -6 9 7 0 -7 3 7 4 -7 7 7 8 -8 5

(8)

28

kondisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan ukuran yang lebih besar. Fitriani (2008) menambahkan kelompok ukuran besar memiliki nilai faktor kondisi yang lebih rendah, diduga karena kelompok ukuran ini telah banyak melakukan proses pemijahan sehingga akan memengaruhi kemontokannya (berkurang).

Hal ini didukung oleh penelitian rahmatia (2015) bahwa kisaran pertama kali matang gonad pada kerang pasir jantan sekitar 4,7-7,7 cm dan betina sebesar 5,1-8,1 cm sedangkan rata-rata kematangan gonad pada kerang jantan sebesar 6,0 cm dan betina 6,5 cm. Selanjutnya Proses ini merupakan hal yang menyimpang dari marfometrik kerang pasir yang diamati, karena pada kondisi normal faktor kondisi cenderung meningkat dengan pertumbuhan ukuran tubuh suatu organisme. Islami, (2014) menyatakan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi faktor kondisi bivalvia yaitu kepadatan populasi, ukuran, perkembangan gonad,tinggi permukaan pantai, keadaan alaima substrat, salinitas,suhu, penyemaran dan patogen.

Perbedaan faktor kondisi pada masing-masing selang ukuran diduga disebabkan oleh umur dan strategi dari reproduksi individu. Hal ini sesuai dengan peryataan Baron (2006), bahwa perbedaan faktor kondisi pada masing-masing selang ukuran disebabkan oleh umur dan strategi reproduksi individu, karena dapat menetukan apakah suatu individu dapat mengumpulkan enegi untuk pertumbuhannya ataukh untuk persipan reproduksi.

Hasil analisi faktor kondisi secara temporal dan spasial tertinggi terdapat pada kerang jantan. Hal ini dipengaruhi oleh variasi ukuran yang beranekaragam pada kerang jantan mulai dari ukurn kecil sampai ukuran yang besar sedangkan pada kerang betina memiliki ukuran yang relatif besar. Faktor lain yang mempengaruhi nilai faktor

kondisi yaitu perbedaan spesies, jenis kelamin, waktu pengambilan sampel, kualiatas perairan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Prihartini (2006), bahwa kondisi perairan dan kepadaatan populasi akan menyebabkan perubahan mendadak pada kondisi suatu organisme, apabila kondisi suatu organisme kurang baik atau kurus, hal ini berhubungan dengaan populasi ornanisme yang terlalu padat dan kondisi perairan yang tidak menguntungkan sebaliknya apabila kondisi perairan baik dan sumber makanan cukup melimpah maka ad kecenderungan organisme yang mendiami habitat tersebut gemuk atau montok.

Pengukuran rasio berat daging basah dan berat daging kering dari berat total kerang yang diambil dari lokasi pengamatan didasari oleh pemikiran bahwa dari keseluruhan berat individu kerang pasir dan cangkangnya, relatif sedikit persentase berat daging yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Oleh krena itu, perhitungan rasio berat daging basah per berat total dimaksudkan untuk mengetahui persetase berat daging basah yang terdapat di dalam cangkang, sedangkan perhitungan rasio berat daging kering per berat total di maksudkan untuk mengetahui persentase berat daging kering pada kerang yang masih memiliki cangkang atau persentase berat dagig yang dapat dianfaatkan oleh masyarakat.

Rata-rata rasio berat daging basah per berat total dan rata-rata rasio berat daging kering perberat total secara temporal dari kerang jantan dan betina tertinggi terdapat pada bulan desember. Tingginya niai rasio berat pada bulan desember diduga dipengruhi oleh tingginya nilai bahan organik pada bulan desember dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Hal ini sesuai ini dengan pernyataan Bahtiar (2005) bahwa ketersediaan makanan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan populasi

(9)

29 bilvalvia. Makanan yang tersedia tersebut

dimanfaatkan oleh organisme untuk bertahan hidup, tumbuh dan berkembang karena adanya energi yang berasal dari makanan. Bila makanan tersedia dalam jumlah yang cukup melimpah untuk populasi bilvalvia maka memungkinkan adanya peningkatan reproduksi bilvalvia.

Rata-rata rasio berat daging basah perberat total dan rata-rata rasio berat daging kering perberat total secara spasial dari kerang jantan dan betina menunjukkan bahwa rata-rata tertinggi terdapat pada stasiun II dan I. Tingginya rasio berat pada stasiun II dan I dipengaruhi oleh kondisi substrat yang dominan pasir yaitu sebesar 96,00 yang ditandai dengan kesukaan yang tinggi terhadap habitat tersebut. Disamping itu, tingginya rasio berat daging pada stasiun disebabkan oleh selang ukuran kerang yang ditemukan lebih kecil dibandingkan dengan stsiun yang lain, yang ditandai dengan kerang yang berukuran kecil memiliki berat daging yang hampir sama dengan berat cangkangnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Napata dan Marlina (2011) bahwa kerang dari genus Modiolus tumbuh dengan baik pada wilayah perairan yang memiliki substrat pasir dengan cahaya dan pergerakan air yang cukup.

Kerang yang memiliki ukuran kecil diduga lebih memanfaatkan energinya untuk pertumbuhan dan memiliki berat daging yang tidak berbeda jauh dengan berat cangkangnya karena cangkan yang masih tipis dan kecil sehingga memiliki nilai persentase rasio daging yang lebih tinggi. Sedangkan pada kerang yang memiliki ukuran besar dan berumur tua memiliki cangkang yang tebal dan besar sehingga perbandingan antara berat daging dan berat cangkang sangat jauh berbeda dan kerang yag berukuran besar dan berumur tua lebih memanfaatkan energinya untuk pemijahan dan

mengganti sel-sel yang rusak, sehingga memiliki persentase rasio berat daging lebih rendah dibandinkan ukuran yang lebih kecil. Kondisi ini sesuai dengan hasil penelitian Zumiati (2014) bahwa persentase rasio berat daging basah pada kerang yang berukuran kecil lebih tinggi dibandingkan dengan kerang yang memiliki cangkang yang lebih besar, hal ini disebabkan oleh besarnya pembelanjaan energi pada kerang yang berukuran lebih besar untuk memijah (mengeluarkan telur dan sperma).

Hasil penelitian rasio berat daging kering perberat total kerang pasir atau berat daging kerang pasir yang dapat dimanfaatkan selama periode penelitian baik analisis secara temporal maupun spasial memiliki nilai rata-rata tertinggi yaitu terdapat pada kerang jantan. Hal ini menunjukkan bahwa kerang jantan ini memiliki persentase tertinggi dibandingkan kerang yang lain dari bobot daging yang dapat dimanfaatkan.

Rasio Bobot Daging pada berbagai jenis kerang merupakan bentuk bentuk pola pertumbuhan yang terjadi. Perubahan ukuran dan pertambahan bobot tubuh dari setiap kerang merupakan suatu ukuran bahwa organisme tersebut mengalami pertumbuhan. Persentase rasio bobot daging yang didapatkan pada jenis dan lokasi yang berbeda menunjukkan bahwa setiap ukuran memiliki perbandingan nilai bobot yang berbeda pula. Hal ini disebabkan oleh setiap induvidu memiliki cara bertahan dan kebiasaan makan yang berbeda. Capenberg (2008) menyatakan bahwa semua jenis kerang-kerangan mempunyai kebiasaan makan (feeding habit) dengan memangsa partikel-partikel yang berupa mikroorganisme ataupun sisa-sisa bahan organik (detritus) serta memilah partikel-partikel makanan yang disaring dari dalam air sesuai dengan ukuraan yang diinginkan.

(10)

30

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai faktor kondisi hubungan panjang berat dan rasio berat daging kerang pasir diperairan Bungkotoko dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Hubungan panjang berat kerang pasir baik secara temporal aupun spasial untuk jantan dan betina nenunjukan pola pertumbuhan allometrik negative.

2. Faktor kondisi kerang ukuran yang lebih kecil memiliki faktor kondisi yang lebih baik dibandingkan dengan yang lebih besar. 3. Rata-rata rasio berat daging basah terhadap

berat totol dan rasio berat daging kering terhadap berat totol kerang pasir baik secara temporal maupun spasial tertingg terdapat pada kerang jantan.

Daftar Pustaka

Akbar, J., Bahtiar., Ermayanti, I. 2014. Studi

Morfometrik Kerang Kalandue

(Polymesoda erosa) di Hutan Mangove Teluk Kendari. Jurnal Mina Laut Indonesia. 04 : 1−12.

Akhrianti, I., Bengen. D. G., Setyobudiandi. I. 2014. Distribusi Spasial dan Preferensi Habitat Bivalvia di Pesisir Perairan Kecamatan Simpang Pesak Kabupaten Belitung Timur. Bogor. Jurnal Ilmu dan

Teknologi Kelautan Tropis. 6 (1): 171-185.

Andriani, N. 2011. Komposisi Jenis dan Kelimpahan Fitoplankton Pada Budidaya Rumput Laut (Koppuhycua ahueall) di

Perairan Kelurahan Tondonggeu

Kecamatan Abeli Kota Kendari. Kendari. 62 hal.

Arnanda, D.A., Ambariyanto., Ali, R. 2005. Fluktuasi Kandungan Proksimat Kerang Bulu (Anadara inflata reeve) di Perairan Pantai Semarang. Ilmu Kelautan. 10 (2) : 78−84.

Asri, L.D. 2015. Faktor Kondisi, Hubungan Panjang Bobot dan Rasio Bobot Daging Kerang Pasir (Modiolus modulaides) di

Perairan Bungkutoko Kota Kendari. Kendari. 49 hal..

Bahtiar, 2005.Kajian Populasi kerang Pokea (Batissa violacea celebensis Martens, 1897) di Sungai Pohara Kendari Sulawesi Tenggara.Thesis Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.Bogor.76 hal. Bengen, D.G., 2005. Sinopsi Analisa Statistik

Multi Variabel/Multi Dimensi. Program Pasca sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 56 hal.

Dahuri, R.I.N., Rais J.I., Ginting, S.P.I., dan Sitepu, M.J. 2006. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan secara Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta. 305 hal.

Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran, Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa Logam. Universitas Indonesia (UI) Press. Jakarta.

Dharma, B. 2007. Siput dan Kerang Indonesia. Sarana Gaha. Jakarta. 120 hal.

Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara Jakarta. 163 hal. 150 hal.

Efriyeldi, D.G. Bengen, R. Affandi dan T. Partono. 2012. Karakteristik Biologi Populasi Kerang Sepetang (Pharella

acutidens) di Ekosistem Mangrove Dumai,

Riau. Berkala Perikanan Terubuk 40 (1) : 36-45.

Fitriana. Y. R. 2005. Keanekaragaman dan Kelimpahan Makrozoobentos di Hutan Manggrove Hasil Rehabilitasi Taman Hutan Raya Ngurah Rai Bali. Jurnal Biodiversuas 7 (1): 67-72

Fitriani. 2008. Studi Morfometrik Kerang Pokea (Batissa violacea celebensis Marten, 1879) di Sungai Pohara Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara.. Kendari. 33 hal. Islami, M. M. 2014. Bioekologi Kerang Kerek

Gaffarium tumidum Rӧding, 1798

(Bivalvia: Veneridae) di Perairan Teluk Ambon, Maluku. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 37 hal.

(11)

31 Kaisuku. A. M. 2003. Hubungan Distribusi dan

Kelimpahan Kerang Hijau (Perna

viridis) dengan Tipe Sedimen di Perairan

Pantai Desa Sorue Jaya Kecamatan Soropia, Sulawesi Tenggara. Kendari. 47 Hal.

Kamuliati. 2013. Studi Morfometrik dan Faktor Kondisi Kerang Pokea (Batissa violacea

celebensis, Martens 1897) di Sungai

Pohara Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara. Kendari. 66 hal.

Kurniawan. G. S. 2003. Studi Komposisi Jenis dan Ukuran Yang Tertangkap Dengan Alat Tangkap Sero di Perairan Kelurahan Tondonggeu Kecamatan Abeli Kota Kendari. Kendari. 47 hal.

Mouthon, J. 2004. Life Cycle And Population Dynamics of The Asian Clam Corbicula

fluminea (Bivalvia: Corbiculidae) in the

Saone River at Lyon (France). J.

Hydrobiologia. 452: 109-119.

Natan, Y. 2008. Studi Ekologi dan Reproduksi Populasi Kerang Lumpur (Anadontia

edentula) pada Ekosistem Manggove

Teluk Ambon Bagian Dalam. Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 24 hal.

Niswari, A.P., 2004. Studi Morfometrik Kerang Hijau (Perna viridis, L.) di Perairan Cilincing, Jakarta Utara. Skripsi. Progam Studi Ilmu Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 86 hal.

Nybakken, J.W. 2003. Biologi laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 489 hal.

Odum, E. P. 2003. Dasar-dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Terjemahan Tjahjono Samingan. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta: 697 hal.

Paonganan. Y. 2002. Biologi Kerang Lola. Posted. Ikle661620011

Prawuri DV. 2005. Studi Morfometrik Kerang

Anadara spp di Perairan Blanakan,

Kabupaten Subang, Jawa Barat. Bogor.

Prihartini, A. 2006. Analisis Tampilan Biologis Ikan Layang (Decapterus spp) Hasil Tangkapan Purse Seine yang di Daratkan di PPN Pekalongan. Tesis. Progam Studi Magister Manajemen Sumber daya Pantai. Universitas Diponegoro. Semarang. 91 hal. Ramesha, M. M. dan Thippeswamy, S. 2009.

Allometric and Condition Index in the Freshwater Bivalve Parreysia corrugate (Muller) from River Kempuhole, India.

Asian Fisheries Science. (22): 203−214.

Razak, A. 2002. Dinamika Karakteristik Fisik-Kimia Sedimen dan Hubungan dengan Struktur Komunitas Moluska Benthic di Muara Bandar Bakali Padang.Thesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Hal. 106

Riniatsih, I., Kushartono, E, W. 2009. Substrat Dasar dan Parameter Oseanogafi Sebagai Penentu Keberadaan Gastropoda dan Bivalvia di Pantai Sluke Kabupaten Rembang. Jurnal Ilmu Kelautan. 14(1): 50-59.

Rizal, S., dan Jailani. 2006. Analisis Kelimpahan Plankton dan Pertumbuhan Kerang Kepah

Polymesoda erosa (Solander, 1786) yang

dipelihara pada Tambak di Delta Mahakam. Jurnal Ilmu Perikanan Tropis. 19(1): 1−8.

Romimohtarto, K., dan Juwana. 2004. Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan tentang Biota Laut. Djambatan. Jakarta. 483 Hal. Rura, T. T. 2007. Studi Habitat dan Kelimpahan

Kerang Bulu (Anadara antiquata) di Perairan Pantai Bungkutoko Timur Kecamatan Abeli Kota Kendari Sulawesi Tenggara. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelauatan. Universitas Haluoleo. Kendari. 42 hal.

Sahara, R. 2011. Karakteristik Kerang Darah (Anadara ganosa). Departemen Teknolohi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. 52 hal.

Samat. A. Shuker, M. N, Mazlan. M. G., Arshad. A.,Fatimah, M. Y. 2008. Length- Weight. Relationship And Condition Factor Of

(12)

32

Pterygoplichthys Pardalis ( Pisces Loricariidae) In Malaysia Paninsula, research Jurnal Of Fisheries And Hydrobiology, 3 (2): 48-53 hal.

Sari, S. N. 2010. Keragaman Morfometrik Kerang Darah (Anadara granosa) di Perairan Pesisir Banten. Bogor. 48 hal.

Setyobudiandi, I. 2006. Beberapa Aspek Biologi Reproduksi Kerang Pada Kondisi Perairan Berbeda. Disertasi Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. 169 hal.

Setyono, D. E. D. 2006. Karakteristik Biologi dan Produk Kekerangan Laut. Jurnal Oseana. 31(1): 1–7.

Silalahi, J. 2009. Analisis Kualitas Air dan Hubungannya dengan Keanekaragaman Vegetasi Akuatik di Perairan Balige Danau Toba. Tesis. Universitas Sumatera Utara. Medan. 77 hal.

Soekendarsi, E., Muhtadin, A., dan Ambeng. 2013. Ukuran Morfometrik Kekerangan di Tempat Pendaratan Ikan. Manasir. 1(1) : 33−39.

Suroya, R., 2007. Kandungan Bahan Organik, N dan P di Sekitar Kawasan Jaring Apung di Waduk Ir.H. Junada, Jatiluhur, Jawa Barat. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Tampabalon, A. I., Cyska, L., Ockstan, J. K. 2014. Morfometrik Kijing Taiwan (Anodonta woodiana) di Beberapa Lokasi di Kabupaten Minahasa dan Minahasa Utara. Jurnal Ilmiah Platax. 2(2): 1−7. Tan, S.K. dan Henrietta P. M. W., 2010. A

Preliminary Checklist of the Molluscas of

Singapore. Raffles Museum of

Biodiversity Research. National University of Singapore. Singapore. 72 hal.

Widowati, I. 2004. Kajian Biogenetic Kerang Totok (Polymesoda erosa) Bioreproduksi dan Aplikasinya Dalam Budidaya sebagai Upaya Restocking dan Pelestariannya di Kawasan Konservasi Segara Anakan Cilacap. Jawa Tengah. Semarang. 134 hal. Widyastuti, A. 2011. Perkembangan Gonad

Kerang Darah (Anadara antiquata) di Perairan Pulau Auki, Kepulauan Padaido, Biak, Papua. Oseanologi dan Limnologi di

Indonesia. 37(1): 1−17.

Yusefi, V. 2011. Karakteristik Asam Lemak Kerang Bulu (Anadara antiquata). Bogor. 67 hal.

Zumiati. 2014. Studi Morfometrik Kerang Darah (Anadara ganosa) di Perairan Teluk Kendari. Kendari. 49 hal

Gambar

Gambar 2. Hubungan panjang berat secara temporal kerang M. modulaides jantan dan betina
Gambar 3. Hubungan panjang bobot secara spasial kerang M. modulaides jantan dan betina
Gambar 4. Faktor kondisi secara temporal dan spasial kerang M. modulaides jantan dan betina di  perairan Bungkutoko

Referensi

Dokumen terkait

Gangguan penghidu pada penyakit sinonasal seperti rinosinusitis kronik atau rinitis alergi disebabkan inflamasi dari saluran nafas yang menyebabkan berkurangnya aliran udara dan

Dari beberapa kutipan diatas bisa disimpulkan sisi maskulin dari seorang Dave Saunders adalah kurang maskulin sebagai seorang laki-laki yang hampir tumbuh

(1) Berdasarkan laporan hasil pemungutan suara dari Panitia, maka BPD menetapkan calon kepala desa terpilih kepada peserta pemilih yang memperoleh dukungan

Penjelasan tersebut merefleksikan bagaimana saintisme ilmiah berbasis laboratorium layaknya kelinci percobaan tidak hanya berada di ruang ilmiah bebas realitas tetapi

Adapun persamaan dan perbedaan dari penelitian terdahulu adalah sama- sama membahas tentang supervisi dan letak perbedaannya adalah terletak pada fokus penelitian serta

Bilgisayarlarda negatif sayılar 2-tümleyen formunda saklanır ve görüldüğü gibi toplama işlemi çok basittir: İki sayı toplanır ve elde çıkarsa gözardı edilir... İşaret

Kemitraan dengan USAID SEA menciptakan kebutuhan daerah akan adanya perikanan berkelanjutan dan konservasi laut yang lebih baik .USAID SEA juga bermitra dengan pemerintah daerah

Berdasarkan kegiatan analisis kurikulum, didapatkan bahwa materi yang akan digunakan dalam pengembangan instrumen tes sesuai dengan materi pada Kurikulum 2013 untuk