• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

6 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Mata Pelajaran Matematika

2.1.1.1 Pengertian Mata Pelajaran Matematika

Matematika berasal dari bahasa Latin manthanein atau mathema yang artinya belajar atau hal yang dipelajari. Matematika dalam bahasa Belanda disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran. Matematika memiliki bahasa dan aturan yang terdefinisi dengan baik, penalaran yang jelas dan sistematis, serta struktur atau keterkaitan antar konsep yang kuat (Susanto, 2013 : 184).

Menurut Heruman (2007:4), mata pelajaran matematika memiliki keterkaitan antara pengalaman belajar siswa sebelumnya dengan konsep yang akan diajarkan. Hal ini sesuai dengan pembelajaran spiral, sebagai dalil Bruner. Dalam matematika, setiap konsep berkaitan dengan konsep lain, dan suatu konsep menjadi prasyarat bagi konsep yang lain. Oleh karena itu, siswa harus lebih banyak diberi kesempatan untuk melakukan keterkaitan tersebut.

Pembelajaran matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkontruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi matematika (Susanto, 2013:186). Menurut Bruner dalam Muhsetyo dkk (2007:1.26), pentingnya tekanan pada kemampuan peserta didik dalam berfikir intuitif dan analitik akan mencerdaskan peserta didik membuat prediksi dan terampil dalam menemukan pola (pattern) dan hubungan/ keterkaitan (relations). Pembaruan dalam proses belajar ini, dari proses drill & practice ke proses bermakna, dan dilanjutkan proses berfikir intuitif dan analitik, merupakan usaha yang luar biasa untuk selalu

(2)

meningkatkan mutu pembelajaran matematika. Proses pembelajaran matematika, baik guru maupun siswa bersama-sama menjadi pelaku terlaksananya tujuan pembelajaran matematika.

2.1.1.2 Tujuan Pembelajaran Matematika

Menurut Susanto (2013:189-190), tujuan dalam pembelajaran matematika di sekolah dasar dibagi menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dan tujuan khusus pembelajaran matematika sebagai berikut

Secara Umum, tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar sebagai berikut:

1) Melakukan operasi hitung penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian beserta operasi campurannya, termasuk yang melibatkan pecahan.

2) Menentukan sifat dan unsur berbagai bangun datar dan bangun ruang sederhana, termasuk penggunaan sudut, keliling, luas, dan volume.

3) Menentukan sifat simetri, kesebangunan, dan sistem koordinat. 4) Menggunakan pengukuran: satuan, kesetaraan antarsatuan, dan

penaksiran pengukuran.

5) Menentukan dan menafsirkan data sederhana, seperti: ukuran tertinggi, terendah, rata-rata, modus, mengumpulkan, dan menyajikannya.

6) Memecahkan masalah, melakukan penalaran, dan mengkomunikasikan gagasan secara matematika.

Secara khusus, tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar sebagai berikut:

1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep, dan mengaplikasikan konsep atau algoritme.

2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

(3)

3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah.

5) Memiliki sikap menghargai penggunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari.

Secara umum tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar adalah agar siswa mampu dan terampil menggunakan matematika. Selain itu juga, dengan pembelajaran matematika dapat memberikan tekanan penataran nalar dalam penerapan matematika.

2.1.2 Keaktifan Belajar

2.1.2.1 Pengertian Keaktifan Belajar

Keaktifan belajar siswa merupakan unsur dasar yang penting bagi keberhasilan proses pembelajaran. Menurut Sudjana dan Rivai dalam agung (2010:74) mendefinisikan keaktifan belajar sebagai peristiwa dimana siswa terlibat langsung secara intelektual dan emosional sehingga siswa betul-betul berperan dan berpartisipasi aktif dalam suatu kegiatan yang dilakukan selama proses pembelajaran. Siswa dikatakan aktif dalam suatu kegiatan baik secara intelektual dan emosional.

Hermawan (2007:83) menyatakan keaktifan belajar siswa tidak lain adalah untuk mengkonstruksikan pengetahuan mereka sendiri. Siswa aktif membangun pemahaman atas persoalan atau segala sesuatu yang mereka hadapi dalam kegiatan pembelajaran. Lebih lanjut, Rousseau dalam Sumarno (2010) berpendapat bahwa setiap orang belajar harus aktif sendiri, tanpa ada aktifitas proses pembelajaran tidak akan terjadi.

Menurut Sardiman (2011:100), keaktifan belajar adalah kegiatan yang bersifat fisik maupun mental, yaitu berbuat dan berfikir sebagai

(4)

suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Senada dengan pendapat tersebut, Dimyati & Mudjiono (2009:45-46) menyatakan bahwa keterlibatan siswa di dalam belajar jangan diartikan keterlibatan fisik semata, namun lebih dari itu terutama adalah keterlibatan mental emosional, keterlibatan dengan kegiatan kognitif dalam pencapaian dan perolehan pengetahuan, dalam penghayatan dan internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap dan nilai, dan juga pada saat mengadakan latihan-latihan dalam pembentukan keterampilan.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa keaktifan belajar siswa adalah peristiwa dimana siswa terlibat langsung secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dalam membangun pengetahuan siswa itu sendiri dalam proses belajar guna memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik sehingga dapat menciptakan suasana kelas menjadi kondusif.

2.1.2.2 Klasifikasi Keaktifan Belajar

Menurut Paul. D. Diedrich dalam Hamalik (2011:172-173), keaktifan belajar dapat diklasifikasikan menjadi 8 kelompok:

1. Kegiatan-kegiatan visual: membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja atau bermain.

2. Kegiatan-kegiatan lisan, seperti: mengemukakan suatu fakta yang ada atau prinsip, menghubungkan suatu tujuan, mengajukan suatu pertanyaan, member saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi, dan interupsi.

3. Kegiatan-kegiatan mendengarkan, seperti: mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan, mendengarkan radio. 4. Kegiatan-kegiatan menulis, seperti: menulis cerita, menulis

laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan materi, membuat rangkuman, mengerjakan tes, dan mengisi angket.

(5)

5. Kegiatan-kegiatan menggambar, seperti: menggambar, membuat suatu grafik , chart, diagram, peta, dan pola.

6. Kegiatan-kegiatan metrik, seperti: melakukan percobaan-percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, menari, dan berkebun.

7. Kegiatan-kegiatan mental, seperti: merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisa faktor-faktor, melihat hubungan-hubungan dan membuat keputusan.

8. Kegiatan-kegiatan emosional, seperti: menaruh minat, membedakan, merasa bosan, gembira, bersemangat, berani, tenang, dan gugup.

Menurut Sardiman (2011:101), jenis-jenis aktivitas siswa dalam belajar adalah:

1. Visual activities, dalam hal ini: membaca, memperhatikan gambar, demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.

2. Oral activities, seperti halnya: menyatakan, merumuskan, bertanya, member saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi.

3. Listening activities, misalnya: percakapan, diskusi, musik, pidato. 4. Writing activities, sebagai contoh: menulis cerita, karangan,

laporan, angket, menyalin.

5. Drawing activities, sebagai contoh: menggambar, membuat grafik, peta, diagram.

6. Motor activities, yang termasuk di dalamnya antara lain: melakukan percobaan, membuat konstruksi, bermain.

7. Mental activities, misalnya: menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan. 8. Emotional activities, seperti: menaruh minat, merasa bosan,

(6)

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka keaktifan belajar siswa dapat dilihat dari berbagai hal yaitu 1) kegiatan visual; 2) kegiatan lisan; 3) kegiatan mendengarkan; 4) kegiatan menulis; 5) kegiatan-kegiatan emosional.

2.1.3 Hasil Belajar

2.1.3.1 Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku siswa secara nyata setelah dilakukan proses belajar mengajar yang sesuai dengan tujuan pengajaran (Jihad & Haris, 2013 : 15). Senada dengan pendapat tersebut, Susanto (2013:5) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar. Dimyati dan Mujiono (2009:17) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan hal yang dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan sisi guru. Jika dilihat dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang dibandingkan lebih baik dari sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran.

Berdasarkan pendapat dari beberapa tokoh di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku seseorang setelah siswa melakukan proses belajar mengajar yang dapat dicapai dalam besarnya skor yang diperoleh siswa melalui pengukuran proses belajar dan pengukuran hasil belajar sebagai hasil dari proses belajar.

2.1.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Menurut Susanto (2013:12), faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa terdiri dari dua faktor, yaitu faktor yang datang dari dalam diri individu siswa (internal factor), dan faktor yang datangnya

(7)

dari luar individu siswa (eksternal factor). Keduanya dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Faktor internal, merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri pesserta didik, mempengaruhi kemampuan belajar dan yang meliputi: kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan.

2. Faktor eksternal, faktor yang berasal dari luar diri peserta didik yang memengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.

Syah (2011:145) menyatakan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:

1) Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yaitu keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa.

2) Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yaitu kondisi lingkungan di sekitar siswa.

3) Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yaitu jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa meliputi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal muncul dari dalam diri siswa seperti minat, motivasi, dan kesiapan siswa. Sedangkan faktor eksternal muncul dengan adanya pengaruh dari lingkungan sekitar siswa.

2.1.3.3 Ranah Hasil Belajar

Menurut Sudjana (2011:22), jenis - jenis hasil belajar terdiri dari 3 ranah yaitu:

(8)

1) Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

2) Ranah afektif, berkenaan dengan sikap nilai yang terdiri dari lima aspek, yaitu penerimaan, jawaban dan reaksi, penilaian, organisasi, internalisasi. Pengukuran ranah afektif tidak dapat dilakukan setiap karena perubahan tingkah laku siswa dapat berubah sewaktu-waktu.

3) Ranah psikomotor, berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertinda. Pengukuran ranah psikomotor dilakukan terhadap hasil-hasil belajar yang berupa penampilan.

Bloom dalam Arikunto (2012: 131) membagi taksonomi dalam tiga ranah yang juga mempengaruhi hasil belajar, tiga ranah tersebut antara lain:

1) Ranah Kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Keenam jenjang atau aspek yang dimaksud antara lain: mengenal (recognition), pemahaman (comprehension), penerapan atau aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), evaluasi (evaluation).

2) Ranah Afektif berkenaan dengan sikap dan nilai yang terdiri dari lima aspek. Kelima aspek dimulai dari tingkat dasar atau sederhana sampai tingkat yang kompleks. Kelima aspek tersebut yaitu penerimaan (reciving/attending), jawaban (responding), penilaian (assasment), organisasi, karakteristik nilai atau internalisasi nilai. 3) Ranah Psikomotor

Hasil belajar psikomor tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Terdapat enam tingkatan keterampilan bertindak individu, yaitu:

(9)

a) Gerakan refleks yaitu keterampilan pada gerakan yang tidak sadar

b) Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar

c) Kemampuan perseptual, termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif, motoris, dan lain-lain

d) Kemampuan di bidang fisik, misalkan kekuatan, keharmonisan dan ketepatan

e) Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks

f) Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non decursive seperti gerakan ekspresif dan interpretative.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka ranah hasil belajar siswa dapat disimpulkan sebagai berikut:

1) Ranah Kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek. Keenam aspek yang dimaksud antara lain: mengenal, pemahaman, penerapan atau aplikasi, analisis, sintesis, evaluasi.

2) Ranah Afektif berkenaan dengan sikap dan nilai yang terdiri dari lima aspek. Kelima aspek tersebut yaitu penerimaan, jawaban, dan penilaian.

3) Ranah Psikomotor berkenaan dengan hasil belajar dalam bentuk keterampilan dan kemampuan bertindak individu.

2.1.4 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match 2.1.4.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham kontruktivis. Pembelajaran kooperatif berasal dari kata “kooperatif” yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau tim.

(10)

Menurut Huda (2013:111), model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara bekerja dalam kelompok yang terdiri dari tiga atau lebih anggota pada hakikatnya dapat memberikan daya dan manfaat tersendiri. Suprijono (2014:58) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur dalam pembelajaran kooperatif yang membedakan dengan pembelajaran kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prosedur model pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan guru mengelola kelas lebih efektif.

Model pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan model pembelajaran langsung. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar kompetensi akademik, model pembelajaran kooperatif juga efektif untuk mengembangkan kompetensi sosial siswa serta model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit (Rusman, 2012 : 209).

2.1.4.2 Prinsip-prinsip Model Pembelajaran Kooperatif

Secara umum ada 4 pilar pembelajaran seperti yang dirumuskan UNESCO yaitu (1) learning to know atau learning yang berarti juga learning to learn; (2) learning to do; (3) learning to be; dan (4) learning to live together. Pada model pembelajaran kooperatif juga terdapat lima prinsip (Sanjaya, 2006: 97), seperti yang dijelaskan sebagai berikut:

1) Prinsip Ketergantungan Positif (Positive Interdependence) artinya adanya saling ketergantungan positif yakni anggota kelompok menyadari pentingnya kerjasama dalam pencapaian tujuan.

2) Tanggung Jawab Perseorangan (Individual Accountability) artinya setiap anggota kelompok harus belajar dan aktif memberikan kontribusi untuk mencapai keberhasilan kelompok.

3) Interaksi Tatap Muka (Face to Face Ptomotion Interaction) artinya antar anggota berinteraksi dengan saling berhadapan.

(11)

4) Use of collaborative/social skill artinya harus menggunakan keterampilan bekerjasama dan bersosialisasi. Agar siswa mampu berkolaborasi perlu adanya bimbingan guru.

5) Group processing, artinya siswa perlu menilai bagaimana mereka bekerja secara skill yang efektif.

Apabila prinsip-prinsip tersebut dilaksanakan oleh siswa dalam pembelajaran maka siswa dapat meraih academic skill, social skill, dan interpersonal skill dengan baik.

2.1.4.3 Sintak Model Pembelajaran Kooperatif

Suprijono (2009: 65) menjelaskan bahwa ada 6 langkah-langkah dalam model pembelajaran kooperatif, adapun langkah-langkah (sintak) model pembelajaran kooperatif dapat dilihat pada tabel 2.1 sebagai berikut:

Tabel 2.1

Sintak Model Pembelajaran Kooperatif

Fase-Fase Perilaku Guru

Fase 1: Present goals and set Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik

Menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan peserta didik siap belajar

Fase 2: Present information Menyajikan informasi

Mempresentasikan informasi kepada peserta didik secara verbal Fase 3: Organize students into

learning teams

Mengorganisir peserta didik ke dalam tim-tim belajar

Memberikan penjelasan kepada peserta didik tentang tata cara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melakukan transisi yang efisien

Fase 4: Assist team work and study

Membantu kerja tim dan belajar

Membantu tim-tim belajar selama peserta didik mengerjakan tugasnya

Fase 5: Test on the materials Mengevaluasi

Menguji pengetahuan peserta didik mengenai berbagai materi

pembelajaran atau kelompok-kelompok mempresentasikan hasil kerjanya

Fase 6: Provide recognition Memberikan pengakuan atau penghargaan

Mempersiapkan cara untuk mengakui usaha dan prestasi individu maupun kelompok

(12)

2.1.4.4 Tipe-tipe Model Pembelajaran Kooperatif

Terdapat beberapa variasi jenis model dalam pembelajaran kooperatif, menurut Rusman (2012:213-225) walaupun prinsip dasar dari pembelajaran kooperatif ini tidak berubah, jenis-jenis model tersebut, adalah sebagai berikut: 1) Model student team achievement division (STAD); 2) Model jigsaw; 3) Model investigasi kelompok (Group Investigation); 4) Model make a match (Membuat pasangan); 5) Model TGT (Teams Games Tournaments); 6) Model struktural.

2.1.4.5 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match 2.1.4.5.1 Pengertian Model Kooperatif tipe Make a Match

Model pembelajaran kooperatif tipe make a match menurut Rusman (2011:223-233) merupakan salah satu jenis dari model pembelajaran kooperatif. Salah satu cara keunggulan teknik ini adalah peserta didik mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik, dalam suasana yang menyenangkan.

Anita Lie (2008:56) menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match atau bertukar pasangan merupakan teknik belajar yang memberikan kesempatan siswa untuk bekerja sama dengan orang lain. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.

Model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match merupakan pembelajaran yang mengajak peserta didik mencari jawaban terhadap suatu pasangan atau pertanyaan suatu konsep melalui permainan kartu pasangan (komalasari,2008:85). Model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match merupakan pembelajaran dimana setiap siswa memegang kartu soal dan kartu jawaban dan siswa dituntut untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam menemukan kartu jawaban maupun kartu soal yang dipegang pasangannya dengan batas waktu tertentu, sehingga membuat siswa berfikir dan menumbuhkan semangat kerjasama.

(13)

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match adalah merupakan sebuah model pembelajaran dengan metode belajar sambil bermain dimana siswa dituntut secara aktif bekerjasama dan berkomunikasi dengan teman yang lain untuk mencari jawaban atas kartu yang dipegangnya serta berlatih berfikir secara cepat, tepat dan teliti dalam mencari pasangan yang tepat sesuai dengan kartu yang dipegangnya.

2.1.4.5.2 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Make a Match

Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match ini guru berusaha meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa dalam kegiatan pembelajaran. Tentunya model ini memiliki kelebihan dan kekurangan dan ini sesuai dengan pendapat Huda (2013: 253-254) yang menyatakan bahwa Model Pembelajaran Kooperatif tipe Make a Match

memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan, diantaranya :

a. Meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik.

b. Meningkatkan suasana menyenangkan untuk belajar karena terdapat unsur permainan.

c. Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari

d. Meningkatkan motivasi belajar siswa

e. Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi

f. Efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar.

Model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match juga memiliki kelemahan, diantaranya:

(14)

b. Pada awal – awal penerapan model, banyak siswa yang akan malu berpasangan dengan lawan jenisnya.

c. Jika guru tidak mengarahkan siswa dengan baik, akan banyak

siswa yang kurang memperhatikan pada saat presentasi pasangan.

d. Guru harus hati-hati dan bijaksana saat member hukuman pada

siswa yang tidak mendapat pasangan, karena mereka bisa malu

e. Menggunakan model ini secara terus menerus akan

menimbulkan kebosanan.

2.1.4.5.3 Langkah-langkah Model Kooperatif tipe Make a Match Sintaks atau langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match menurut Rusman (2013:223-224) dirumuskan sebagai berikut:

1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep/ topik yang cocok untuk sesi review (satu sisi kartu berupa kartu soal dan sisi sebaliknya berupa kartu jawaban)

2. Setiap siswa mendapat satu kartu dan memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegang

3. Siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (kartu soal/kartu jawaban)

4. Siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin

5. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya

6. Kesimpulan

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Terdapat beberapa penelitian terkait Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match diantaranya penelitian Robert Artawa dan I wyn Suwatra (2013) dan Denok (2010). Penelitian Robert Artawa dan I wyn

(15)

Suwatra (2013) berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas V SD Di Gugus 1 Kecamatan Selat Kabupaten Karangasem”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match terhadap pretasi belajar matematika kelas V di Gugus 1 kecamatan Selat. Penelitian yang dilakukan oleh Robert Artawa dan I Wyn Suwatra menunjukkan bahwa nilai thitung > ttabel (5,07>2,00) dengan taraf signifikansi 5%. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa model Make a Match dalam pembelajaran Matematika memberikan pengaruh terhadap prestasi belajar pada siswa kelas V SD Negeri di Gugus 1 Kecamatan Selat Kabupaten Karangasem tahun ajaran 2012/2013.

Penelitian yang dilakukan oleh Denok (2010) berjudul “Perbedaan Hasil Belajar Materi Trigonometri dengan Pembelajaran Kooperatif tipe Make a Match dan Pembelajaran Konvensional Pada Siswa Kelas X SMA Ma’arif Pandaan”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah hasil belajar matematika siswa kelas X SMA Ma’arif Pandaan pada materi trigonometri yang mendapatkan pembelajaran kooperatif tipe Make a Match lebih tinggi daripada hasil belajar siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar kelas kontrol adalah 61,8 dan rata-rata hasil belajar kelas eksperimen adalah 69,46. Hal ini berarti hasil belajar kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Hasil uji hipotesis dengan uji t menunjukkan taraf signifikansi 0,023. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa model pembelajaran Kooperatif tipe Make a Match memberikan pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar kelas eksperimen pada siswa kelas X SMA Ma’arif Pandaan.

Berdasarkan penelitian-penelitian di atas, telah menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match berpengaruh terhadap hasil belajar matematika pada siswa. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian di atas adalah jika penelitian di atas hanya meneliti tentang pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match terhadap hasil

(16)

belajar matematika saja, maka dalam penelitian ini tidak hanya akan meneliti pengaruh model kooperatif tipe Make a Match terhadap hasil belajar matematika namun pada penelitian ini menambahkan keaktifan belajar siswa pada matematika. Penambahan variabel terikat berupa keaktifan belajar siswa inilah yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya.

2.3 Kerangka Berpikir

Belum optimalnya hasil belajar dan keaktifan belajar matematika pada siswa kelas V SD Gugus Gatot Subroto menjadi dasar penelitian ini dilakukan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan terkait permasalahan tersebut adalah dengan pemilihan dan penerapan model pembelajaran yang lebih menitikberatkan siswa sebagai subjek pembelajaran dan bukan objek. Model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match merupakan salah satu model yang dimaksud.

Model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match merupakan suatu model yang berpusat pada siswa. Model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match merupakan pembelajaran yang menghadapkan siswa dalam masalah nyata dan merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar secara aktif kepada siswa. Ada 7 langkah model Make a Match dalam kegiatan penelitian ini yaitu: 1) Menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topic yang memungkinkan cocok untuk sesi review, 2) Membagikan kartu kepada semua siswa. Setiap siswa mendapatkan satu buah kartu, 3) Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya, 4) Diskusi menyelesaikan tugas secara bersama-sama, 5) Memberikan poin kepada siswa yang menemukan pasangannya sebelum batas waktu habis, 6) Presentasi hasil kelompok atau kuis, 7) Pemberian reward atau penghargaan kepada pasangan yang mendapat point lebih banyak.

Pembelajaran dengan model kooperatif tipe Make a Match menuntut siswa untuk aktif dalam belajar. Keaktifan belajar dalam hal ini siswa dituntut untuk dapat memperoleh pengetahuan dan mengkonstruksikan pengetahuan mereka sendiri. Pembelajaran matematika dalam mendukungnya tuntutan siswa untuk

(17)

dapat mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri diperlukan konsep belajar yang baik. Konsep belajar siswa yang baik diduga dapat menghasilkan hasil belajar dan keaktifan belajar yang lebih baik.

Pembelajaran dengan model kooperatif tipe Make a Match menekankan pada keaktifan siswa dalam menggunakan semua indera dan kemampuan berfikir untuk memahami konsep yang dipelajari. Proses pembelajaran tidak hanya didominasi oleh guru, tetapi siswa juga terlibat aktif dalam proses pembelajaran dan menjadi bagian dalam pembelajaran. Aspek yang dinilai dalam penelitian ini adalah keaktifan belajar dan hasil belajar siswa. Dalam penelitian ini indikator keaktifan belajar ada delapan yang dinilai yaitu : 1) Visual activities, 2) Oral activities, 3) Motor activities, 4) Mental activities, 5) Emotional activities.

Berdasarkan uraian di atas peneliti melakukan penelitian dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Make a Match. Penerapan pembelajaran pada penelitian ini berdasarkan skema kerangka berpikir. Adapun skema itu adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Paradigma Penelitian

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir, hipotesis yang dirumuskan adalah sebagai berikut:

1. Terdapat pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match terhadap keaktifan siswa pada siswa kelas V SD gugus Gatot Subroto Kecamatan Kedungtuban Kabupaten Blora Semester II Tahun 2015/2016.

Model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match.

Keaktifan Belajar matematika siswa kelas

V SD N Ngraho 03

Hasil Belajar matematika siswa kelas

(18)

2. Terdapat pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match terhadap hasil belajar pada siswa kelas V SD gugus Gatot Subroto Kecamatan Kedungtuban Kabupaten Blora Semester II Tahun 2015/2016.

Gambar

Gambar 1. Paradigma Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Analisis gen SPS dan SUT generasi T1 dilakukan untuk mengetahui eksistensi gen SPS dan SUT dengan metode PCR (polymerase chain reaction), serta peningkatan

Kepada Konsult an yang m asuk daft ar pendek di at as, diundang unt uk m engam bil dokum en pem ilihan dengan cara m engunduh sesuai dengan jadw al m elalui aplikasi SPSE w ebsit e :

PENGUMUMAN HASIL PENGADAAN LANGSUNG PENGADAAN BARANG/ JASA KEGIATAN APBD TAHUN ANGGARAN 2014.. DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI KABUPATEN

Hubugan Antara Tingkat Pengetahuan dan Sikap Wanita Usia Subur dengan Pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat Dalam Rangka Deteksi Dini Kanker Serviks di Puskesmas

Oleh karena itu skripsi ini dibuat dengan tujuan untuk menciptakan aplikasi remote mikrotik yang dilengkapi dengan kemampuan setting hotspot otomatis dan menyediakan menu

propagation of callus used lhe leaf explant of binahong wilh Completely Randomized Design (CRD). rne resutr showeo tnat

2009, Alat Pendeteksi Warna Berdasarkan Warna Dasar Penyusun RGB Dengan Sensor TCS230 Colour Detector Device Based of Basic Composer RGB by TCS230 Censor.. Yogyakarta, 14

NO NAMA PESERTA TGL... NO NAMA