MODUL PRAKTIKUM
MODUL PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH
TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH
Dosen Pengampu :
Dosen Pengampu :
Angga Dheta Shirajjudin A., S. Si, M. Si.
Angga Dheta Shirajjudin A., S. Si, M. Si.
Penyusun :
Penyusun :
Tim Asisten Praktikum Teknologi Pengolahan Limbah
Tim Asisten Praktikum Teknologi Pengolahan Limbah
LABORATORIUM TEKNIK SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN LABORATORIUM TEKNIK SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PETANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PETANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG MALANG 2016 2016
MATERI I MATERI I
PERANCANGAN REKAYASA UNIT PENGOLAHAN LIMBAH CAIR
PERANCANGAN REKAYASA UNIT PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DANDAN ANALISA KUALITAS LIMBAH CAIR HASIL
ANALISA KUALITAS LIMBAH CAIR HASIL PENGOLAHANPENGOLAHAN I.
I. LATAR BELAKANGLATAR BELAKANG
Limbah cair adalah sisa hasil buangan proses produksi atau aktivitas domestik Limbah cair adalah sisa hasil buangan proses produksi atau aktivitas domestik yang berupa cairan. Limbah cair dapat berupa air beserta bahan-bahan buangan lain yang berupa cairan. Limbah cair dapat berupa air beserta bahan-bahan buangan lain yang tercampur (tersuspensi) maupun terlarut dalam air). Limbah cair yang tidak yang tercampur (tersuspensi) maupun terlarut dalam air). Limbah cair yang tidak ditangani atau diolah dengan baik dapat menimbulkan dampak yang besar bagi ditangani atau diolah dengan baik dapat menimbulkan dampak yang besar bagi pencemaran
pencemaran lingkungan lingkungan serta serta dapat dapat menjadi menjadi sumber sumber penyakit penyakit bagi bagi masyarakat.masyarakat. Limbah cair pada dasarnya apat diolah menjadi limbah yang tidak membahayakan Limbah cair pada dasarnya apat diolah menjadi limbah yang tidak membahayakan bagi
bagi lingkungan. lingkungan. Metode Metode pengolahan pengolahan limbah limbah cair cair dibedakan dibedakan menjadi menjadi tiga tiga metode,metode, yaitu pengolahan secara fisika, kimia dan pengolahan secara biologi.
yaitu pengolahan secara fisika, kimia dan pengolahan secara biologi.
Limbah cair yang telah diolah pada unit IPAL harus dianalisa kualitas fisik, Limbah cair yang telah diolah pada unit IPAL harus dianalisa kualitas fisik, kimia, maupun biologisnya untuk mengetahui efisiensi dan efektifitas unit IPAL yang kimia, maupun biologisnya untuk mengetahui efisiensi dan efektifitas unit IPAL yang digunakan. Pengujian kualitas limbah cair ini juga bertujuan
digunakan. Pengujian kualitas limbah cair ini juga bertujuan untuk memastikan limbahuntuk memastikan limbah yang dialirkan ke badan air sudah aman dan sesuai dengan baku mutu yang berlaku. yang dialirkan ke badan air sudah aman dan sesuai dengan baku mutu yang berlaku. Selain itu, pengujian kualitas limbah cair ini dapat dijadikan bahan evaluasi untuk Selain itu, pengujian kualitas limbah cair ini dapat dijadikan bahan evaluasi untuk memperbaiki unit IPAL yang ada.
memperbaiki unit IPAL yang ada. II.
II. TUJUAN PRAKTIKUMTUJUAN PRAKTIKUM 1.
1. Merancang dan merekayasa unit pengolahan limbah cairMerancang dan merekayasa unit pengolahan limbah cair 2.
2. Mengetahui desain rancangan rekayasa unit pengolahan limbah cairMengetahui desain rancangan rekayasa unit pengolahan limbah cair 3.
3. Mengetahui metode setiap unit pengolahan limbah cairMengetahui metode setiap unit pengolahan limbah cair 4.
4. Menganalisa kualitas limbah cair sbelum dan sesudah pengolahanMenganalisa kualitas limbah cair sbelum dan sesudah pengolahan 5.
5. Mampu menggunakan alat pengukuran kualitas limbah cairMampu menggunakan alat pengukuran kualitas limbah cair 6.
6. Menganalisa efektifitas unit pengolahan berdasarkan lama pengolahanMenganalisa efektifitas unit pengolahan berdasarkan lama pengolahan ((detention timedetention time))
7.
7. Membandingkan kesesuaian kualitas limbah cair Membandingkan kesesuaian kualitas limbah cair hasil pengolahan dengan bakuhasil pengolahan dengan baku mutu yang berlaku
mutu yang berlaku III.
III. TINJAUAN PUSTAKATINJAUAN PUSTAKA 1.
1. Limbah CairLimbah Cair
Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki karena tidak memiliki nilai ekonomi. Tingkat tertentu tidak dikehendaki karena tidak memiliki nilai ekonomi. Tingkat bahaya
bahaya keracunan keracunan yang yang disebabkan disebabkan oleh oleh limbah limbah tergantung tergantung pada pada jenis jenis dandan karakteristik limbah, baik dalam jangka pendek maupun dalam ja
karakteristik limbah, baik dalam jangka pendek maupun dalam ja ngka panjang.ngka panjang. Limbah yang mengandung bahan pencemar akan mengubah kualitas Limbah yang mengandung bahan pencemar akan mengubah kualitas lingkungan, bila lingkungan tersebut tidak mampu memulihkan kondisinya lingkungan, bila lingkungan tersebut tidak mampu memulihkan kondisinya sesuai dengan daya dukung yang ada padanya. Oleh karena itu sangat perlu sesuai dengan daya dukung yang ada padanya. Oleh karena itu sangat perlu diketahui sifat limbah dan komponen bahan pencemar yang terkandung di diketahui sifat limbah dan komponen bahan pencemar yang terkandung di dalam limbah tersebut (Ritonga, 2008).
dalam limbah tersebut (Ritonga, 2008).
Limbah cair adalah gabungan atau campuran dari air dan bahan Limbah cair adalah gabungan atau campuran dari air dan bahan pencemar
pencemar yang yang terbawa terbawa oleh oleh air, air, baik baik dalam dalam keadaan keadaan terlarut terlarut maupunmaupun tersuspensi, yang terbuang dari sumber domestik (perkantoran, perumahan, tersuspensi, yang terbuang dari sumber domestik (perkantoran, perumahan, dan perdagangan),
dan perdagangan), dan sumber industri. Sumbdan sumber industri. Sumber er air limbah dibedakan mair limbah dibedakan menjadienjadi tiga yaitu air limbah rumah tangga, kota praja, dan industri. Diantara tiga tiga yaitu air limbah rumah tangga, kota praja, dan industri. Diantara tiga sumber limbah tersebut, limbah industry merupakan limbah yang memiliki sumber limbah tersebut, limbah industry merupakan limbah yang memiliki potensi
Oleh sebab itu limbah industri yang akan dibuang ke lingkungan haruslah diolah terlebih dahulu (Ritonga, 2008).
.
2. Metode Pengolahan Limbah Cair
Teknik pengolahan air buangan yang telah dikembangkan secara umum dapat dibagi menjadi tiga metode pengolahan, yaitu pengolahan secara fisika,pengolahan secara kimia, dan pengolahan secara biologi (Suharto, 2010):
Pengolahan secara Fisika
Pada umumnya, sebelum dilakukan pengolahan lanjutan terhadap air buangan, diinginkan agar bahan-bahan tersuspensi berukuran besar dan yang mudah mengendap atau bahan-bahan yang terapung disisihkan terlebih dahulu. Penyaringan (screening) merupakan cara yang efisien dan murah untuk menyisihkan bahan tersuspensi yang berukuran besar. Bahan tersuspensi yang mudah mengendap dapat disisihkan secara mudah dengan proses pengendapan. Parameter desain yang utama untuk proses pengendapan ini adalah kecepatan mengendap partikel dan waktu
detensi hidrolis di dalam bak pengendap.
Proses flotasi banyak digunakan untuk menyisihkan bahan-bahan yang mengapung seperti minyak dan lemak agar tidak mengganggu proses pengolahan berikutnya. Flotasi juga dapat digunakan sebagai cara penyisihan bahan-bahan tersuspensi (clarification) atau pemekatan lumpur endapan (sludge thickening) dengan memberikan aliran udara ke atas (air flotation).
Proses filtrasi di dalam pengolahan air buangan, biasanya dilakukan untuk mendahului proses adsorbsi atau proses reverse osmosis-nya, akan dilaksanakan untuk menyisihkan sebanyak mungkin partikel tersuspensi dari dalam air agar tidak mengganggu proses adsorbsi atau menyumbat membran yang dipergunakan dalam proses osmosa. (Kemenhut, 2014)
Proses adsorbsi, biasanya dengan karbon aktif, dilakukan untuk menyisihkan senyawa aromatik (misalnya: fenol) dan senyawa organik terlarut lainnya, terutama jika diinginkan untuk menggunakan kembali air buangan tersebut.
Teknologi membran (reverse osmosis) biasanya diaplikasikan untuk unit-unit pengolahan kecil, terutama jika pengolahan ditujukan untuk menggunakan kembali air yang diolah. Biaya instalasi dan operasinya sangat mahal.
Pengolahan limbah cair secara fisika pada dasarnya yaitu pemisahan antara cairan dan padatan dimana proses pemisahannya dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain penapisan, presipitasi, flotasi, filttrasi, dan konfigurasi. Presipitasi ada dua jenis yaitu pemekatan dan klarifier dimana klarifier ada beberapa tipe yaitu konvensional, resirkulasi berlumpur, selimut lumpur, pallet selimut limpur.
Filtrasi ada beberapa jenis seperti filtrasi lambat dan cepat, filter membran dan downwaterring. Pemisahan cairan dan padatan dengan cara configurasi ada dua jenis yaitu persipitasi sentrifugasi dan dehidrasi sentrifuasi.
Pengolahan Secara Biologi
Semua air buangan yang biodegradable dapat diolah secara biologi. Sebagai pengolahan sekunder, pengolahan secara biologi dipandang sebagai pengolahan yang paling murah dan efisien. Pada dasarnya, reaktor pengolahan secara biologi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu:
1. Reaktor pertumbuhan tersuspensi (suspended growth reaktor). 2. Reaktor pertumbuhan lekat (attached growth reaktor).
Dalam sebuah reaktor pertumbuhan tersuspensi, mikroorganisme tumbuh dan berkembang dalam keadaan tersuspensi. Proses lumpur aktif yang banyak dikenal berlangsung dalam reaktor jenis ini. Proses lumpur aktif terus berkembang dengan berbagai modifikasinya, antara lain: oxidation ditch dan kontak-stabilisasi. Dibandingkan dengan proses lumpur aktif konvensional, oxidation ditch mempunyai beberapa kelebihan, yaitu efisiensi penurunan BOD dapat mencapai 85%-90% (dibandingkan 80%-85%) dan lumpur yang dihasilkan lebih sedikit. Selain efisiensi yang lebih tinggi (90%-95%), kontak stabilisasi mempunyai kelebihan yang lain, yaitu waktu detensi hidrolis total lebih pendek (4-6 jam). Proses kontak-stabilisasi dapat pula menyisihkan
BOD tersuspensi melalui proses absorbsi di dalam tangki kontak sehingga tidak diperlukan penyisihan BOD tersuspensi dengan pengolahan pendahuluan.
Di dalam reaktor pertumbuhan lekat, mikroorganisme tumbuh di atas media pendukung dengan membentuk lapisan film untuk melekatkan dirinya. Berbagai modifikasi telah banyak dikembangkan selama ini, antara lain trickling filter, cakram biologi, filter terendam, reaktor fludisasi.
Ditinjau dari segi lingkungan dimana berlangsung proses penguraian secara biologi, proses ini dapat dibedakan menjadi dua jenis:
1. Proses aerob, yang berlangsung dengan hadirnya oksigen;Proses aerob dapat dilakukan dengan memanfaatkan lumpur akfif, lumpur aktif memilik beberapa metode yaitu metode standar, aerasi, bebas bulki, saluran oksidasi dan proses nitrifikasi dan denitrifikasi.
2. Proses anaerob, yang berlangsung tanpa adanya oksigen. Proses anaerob ada dua jenis yaitu pencerna anaerob dan proses UASB
Pengolahan Secara Kimia
Pengolahan air buangan secara kimia biasanya dilakukan untuk menghilangkan partikel- partikel yang tidak mudah mengendap (koloid), logam-logam berat, senyawa fosfor, dan zat organik beracun; dengan membubuhkan bahan kimia tertentu yang diperlukan. Penyisihan bahan- bahan tersebut pada prinsipnya berlangsung melalui perubahan sifat bahan-bahan tersebut, yaitu dari tak dapat diendapkan menjadi mudah diendapkan (flokulasi-koagulasi), baik dengan atau tanpa reaksi oksidasi-reduksi, dan juga berlangsung sebagai hasil reaksi oksidasi.
Pengendapan bahan tersuspensi yang tak mudah larut dilakukan dengan membubuhkan elektrolit yang mempunyai muatan yang berlawanan dengan muatan koloidnya agar terjadi netralisasi muatan koloid tersebut, sehingga akhirnya dapat diendapkan. Penyisihan bahan- bahan organik beracun seperti fenol dan sianida pada konsentrasi rendah
dapat dilakukan dengan mengoksidasinya dengan klor (Cl2), kalsium permanganat, aerasi, ozon hidrogen peroksida.
Pengolahan limbah cair secara kimia biasa dilakukan dengan beberapa cara seperti netralisasi, koagulasi dan flokulasi, oksidasi dan atau reduksi, adsorbsi dan penukar ion. Pada proses oksidasi reduksi kegiatan yang dilakukan adalah oksidasi/ reduksi kimia. Aerasi, elektrolisis, ozonsiasi dan UV. Pada proses adsorbsi ada dua jenis bahan yang sering digunakan yaitu karbon aktif dan alumina aktif. Pada penukaran ion bahan-bahan yang sering digunakan adalah resin penukar
kation, resin penukar anion dan zeolit. 3. Standar Baku Mutu
Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan/atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas kedalam media air dari suatu usaha dan/ataukegiatan. Standar baku mutu air limbah domestik ada pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Baku Mutu Limbah Domestik
Sumber: PermenLH No. 5 Tahun 2014 Tentang Baku Mutu Air Limbah 4. Kekeruhan
Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat didalam air. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organic dan anorganik yang tersupsensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus), maupun bahan organic dan anorganik berupa plankton dan mikroorganisme lain (APHA, 1967; Davis dan Cornwell, 1991). Faktor yang mempengaruhi kekeruhan antara lain :
a. Benda halus yang tersuspensi b. Jasad-jasad renik (plankton)
c. Warna air (antara lain ditimbulkan oleh zat-zat koloid berasal dari tumbuhan yang terekstrak)
Satuan kekeruhan yang diukur dengan metode Nephelometric adalah NTU ( Nephelometric Turbidity Unit ), pengukuran yang dilakukan dengan cara
sumber cahaya dilewatkan pada sampel dan intensitas cahaya yang dipantulkan oleh bahan-bahan penyebab kekeruhan diukur dengan menggunkan suspensi polimer formazin sebagai larutan standart (Sawyer dan McCarty, 1978).
5. Suhu
Pengukuran suhu menggunakan thermometer merupakan metode untuk mengetahui perubahan suhu dan rata-rata suhu berguna untuk menganalisiskualitas air, yang mana dalam pengujian kualitas air, pengukuran suhu sangat penting untuk mengetahui temperature dari air dimana kenaikan temperature dapat menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut dan kadar
oksigen terlarut yang terlalu rendah akan menimbulkan bau yang tidak sedap akibat degradasi anaerobik (Hamid, 2007).
6. pH
pH adalah ukuran keasaman atau kebasaan suatu larutan. Secara khusus pH adalah ukuran + ion hydronium H3O, hal ini didasarakan pada skala
logaritmik dari 0 sampai 14, air murni memiliki pH 7,0 jika kurang dari 7,0 air tersebut bersifat asam dan jika lebih dari 7,0 air bersifat basa/alkalis (Kuto herwibowo, 2014).
7. TSS (Total Suspended Soli d )
Menurut (Utoyo, 2005), Total Suspended Solid adalah residu dari padatan total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel maksimal 2 µm atau lebih besar dari ukuran partikel koloid. Pengukuran TSS digunakan untuk mengetahui zat-zat padatan organic dan anorganik pada air, dimana tahap sangat penting dalam pengujian kualitas air dalam mengetahui endapan pada air. Metode pengukura TSS merupakan metode gravimetric atau penyaringan, yaitu menyaring endapan yang didapat dari partikel-partikel koloid dengan menggunkan kerta saring. Untuk memperoleh estimasi TSS, dihitung perbedaan antara padatan terlarut total dan padatan total.
TSS (mg/L) = (A-B) X 100/ V Keterangan
A = berat kertas saring + residu kering (mg) B = berat kertas saring (mg)
V = volume (mL) IV. ALAT DAN BAHAN
4.1 Perancangan Rekayasa Unit Pengolahan Limbah Cair
Bak Prototipe Penyangga Pompa Selang Air Limbah Air Bersih Bantalan Kain Saring
Aerator dan Batu Aerator Kabel Roll Gelas ukur Batu Apung Karbon Aktif Pasir Tawas Enceng Gondok
4.2 Analisa Kualitas Limbah Cair Hasil Pengolahan
Air Limbah
Galas Ukur
Suhu
pH
-
Ph Universal Turbidity-
Turbiditimeter-
Tisu TSS-
Oven-
Kertas Saring Whatman-
Cawan Porselen-
Timbangan-
Tisu-
Penjepit Kayu -V. CARA KERJA5.1 Perancangan Rekayasa Unit Pengolahan Limbah Cair
Pengambilan sampel
1. Siapkan alat dan bahan
2. Pasang dirigen pada mulut keluaran saluran mck dengan penutup dirigen telah di buka
3. Isi sampel ke dalam dirigen hingga penuh
Pengenceran
1. Siapkan alat dan bahan
2. Ambil air limbah sebanyak 2 liter 3. Ambil air bersih 1 liter
4. Dicampur dan diaduk air bersih dengan air limbah
Penyusunan Bak
1. Siapkan Alat dan bahan
2. Susun bak sesuai dengan teknik yang ditentukan (Kimia, Fisika, Biologi) 3. Pasang bantalan pada masing-masing bak
4. Masukkan sampel limbah ke dalam bak prototipe 5. Hasil
5.2 Analisa Kualitas Limbah Cair Hasil Pengolahan
Suhu
1. Alat dan bahan disiapkan
2. Air limbah diambil dengan gelas ukur
3. Termometer dimasukkan ke dalam gelas ukur untuk mengukur suhu 4. Suhu termometer diamati
5. Ulangi perlakuan sebanyak tiga kali
pH
1. Alat dan bahan disiapkan
2. Air limbah diambil dengan gelas ukur
3. Kertas pH universal diambil dan dicelupkan dalam air limbah 4. pH diamati dengan membandingkan warna pada kertas indikator
Turbidity
1. Alat dan bahan disiapkan
2. Tekan tombol on/off dan mode secara bersamaan
3. Lepas tombol on/off terlebih dahulu, kemudan lepas tombol mode
4. Tekan tombol tanda seru hingga tanda panah pada layar mengarah ke tanda cal
5. Tekan mode
6. Masukkan larutan standar 0,1 7. Tekan tombol read
8. Tunggu 1 menit hingga muncul nilai 20 9. Masukkan larutan standar 20
10. Tekan tombol read 11. Tunggu 1 menit
12. Ulangi tahap 9-11 dengan larutan standar 200;800
13. Masukkan sampel pada turbiditymeter hingga tanda batas 14. Tekan tombol read
15. Ualngi perlakuan dalam 3 kali pengulangan
TSS
1. Alat dan bahan disiapkan 2. Oven kertas saring
3. Masukkan ke dalam desicator selama 15-30 menit 4. Ukur berat awal
5. Ambil sampel sebanyak 100 ml
6. Masukkan kertas saring ke corong yang telah tertata di er lenmeyer 7. Sampel disaring dengan kertas saring
8. Kertas saring berisi sampel diletakkan di cawan 9. Cawan dioven selama 45 menit
10. Keluarkan cawan dan masukkan kedalam desicator selama 15 menit 11. Kertas saring mengandung residu ditimbang
DAFTAR PUSTAKA
APHA-AWWA-WPCF. 1976. Standard Methods for The Examination of Water and Wastewater 15th Edition. Washington: American Public Health Association
Davis, M.L dan Cornwell, D.A. 1991. Introduction to Enviromental Engineering Second Editions. Mc-Graw-Hill,Inc. New York. 822p
Hamid, hamrad & Pram diyanto, Bambang. 2007. Pengawasan Industri Pangan dalam Pencemaran Lingkungan. Jakarta : Granit
Kuto herwibowo. 2014. Penggunaan Limbah Industri Pengairan. Yogyakarta : Kanisius Pemerintah RI. 2001. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tanggal 14 Desember
2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air . Republik Indonesia
Ritonga ,Halimmatussa’diyah. 2008. Penentuan Kadar Nitrogen Total Dalam Air Atau Limbah Cair Secara Spektrofotometri Ultraviolet Visible. Fakultas Farmasi.
Universitas Sumatera Utara
Sawyer, C. N., and McCarty, P. L. 1978. Chemistry for Environmental Engineering, Edisi ke-3. Tokyo : McGraw-Hill Kogakusha
Suharto. 2010. Limbah Kimia Dalam Pencemaran Air danUdara. Andi. Yogyakarta
Utoyo, Bambang. 2006. Kajian Keragaan Dan Pemanfaatan Lingkungan Perikanan Budidaya. Yogyakarta: Kanisius
MATERI II
PEMBUATAN BRIKET BIOMASSA DENGAN DAN TANPA PIROLISIS 1. LATAR BELAKANG
Dengan berkembangnya pembangunan secara pesat pada segala bidang dan meningkatnya jumlah penduduk di bumi, mengakibatkan pula meningkatnya kebutuhan akan energi . Energi yang digunakan sebagian masyarakat Indonesia berasal dari bahan bakar minyak, batubara, dan gas yang pada umumnya
menghasilkan emisi gas buang. Penggunaan energi yang semakin meningkat akan mempercepat habisnya cadangan minyak, batubara, dan gas sehingga akan berpengaruh pada kenaikan harga bahan bakar minyak, batubara, dan gas yang tidak dapat diprediksi. Hal ini mendorong manusia untuk mencari sumber energi alternatif yang ramah lingkungan dan mudah untuk diolah, salah satunya adalah biomassa. Biomassa sendiri merujuk pada bahan hidup atau baru mati yang dapat digunakan sebagai bahan bakar.
Di Indonesia sendiri, merupakan salah satu negara dengan tingkat biodiversitas (keanekaragaman hayati) yang tinggi. Hal ini menunjukkan tingginya keanekaragaman sumber daya alam hayati yang dimiliki Indonesia. Di bidang agrikultur, Indonesia juga terkenal atas kekayaan tanaman perkebunannya, seperti biji coklat, teh, kopi, karet, kelapa sawit, cengkeh, dan bahkan kayu yang banyak diantaranya menempati urutan atas dari segi produksinya di dunia. Sumber daya alam di Indonesia tidak terbatas pada kekayaan hayatinya saja. Berbagai daerah di Indonesia juga dikenal sebagai penghasil berbagai jenis bahan tambang.
Bahan bakar minyak merupakan sumber energi utama yang dipergunakan dalam kehidupan sehari- hari. Dimana sifat bahan bakar minyak yang tidak terbarukan membuat manusia semakin khawatir karena jumlahnya semakin berkurang. Jika hal ini terjadi secara terus- menerus akan menyebabkan krisis sumber energi yang berkepanjangan. Melihat situasi tersebut, perlu dipikirkan suatu sumber energi alternatif yang lebih murah dan mudah diperoleh. Oleh karena itu berbagai usaha diversifikasi sumber energi telah banyak dilakukan dan salah satu diantaranya adalah pemanfaatan limbah pertanian, perkebunan dan kehutanan. Dimana penghasil limbah terbanyak berasal dari bidang pertanian. Beberapa jenis limbah seperti limbah pertanian dan limbah industri yang dimanfaatkan dengan pengolahan lebih lanjut menjadi produk yang mempunyai nilai ekonomi seperti arang aktif, briket arang, serat karbon dan arang kompos.
2. TUJUAN
a. Mahasiswa mampu memahami prinsip kerja dari proses pembuatan briket dengan dan tanpa pirolisis.
b. Mahasiswa mampu mengetahui perbandingan hasil daya bakar antar kedua hasil briket.
c. Mahasiswa mampu mengetahui manfaat dan kegunaan proses pirolisis dalam proses pembuatan briket.
d. Mahasiswa mampu mengolah biomassa menjadi briket sebagai energi alternatif. 3. TINJAUAN PUSTAKA
Pirolisis dapat didefinisikan sebagai dekomposisi thermal material organik pada suasana inert (tanpa kehadiran oksigen) yang akan menyebabkan terbentuknya senyawa volatil . Pirolisis pada umumnya diawali pada suhu 200 oC dan bertahan pada suhu sekitar 450 – 500ºC (Sheth and Babu, 2006). Menurut Horne dan Williams (1994), pirolisis didefinisikan sebagai dekomposisi thermal pada biomassa dengan tidak melibatkan oksigen selama proses pemanasan berlangsung hingga menghasilkan padatan (bio-char), cair (bio-oil) dan produk
gas.
Pirolisis adalah proses dekomposisi kimia dengan meggunakan pemanasan tanpa adanya oksigen. Proses ini atau disebut juga proses karbonasi atau yaitu proses untuk memperoleh karbon atau arang, disebut juga ”High Temperature carbonization” pada suhu 4500 C-5000C. Dalam proses pirolisis dihasilkan gas-gas, seperti CO, CO2, CH4, H2, dan hidrokarbon ringan. Jenis gas yang dihasilkan
bermacam-macam tergantung dari bahan baku. Salah satu contoh pada pirolisis dengan bahan baku batubara menghasilkan gas seperti CO, CO2, NOx, dan SOx.
Yang dalam jumlah besar, gas-gas tersebut dapat mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Proses pirolisis dipengaruhi faktor-faktor antara lain: ukuran dan distribusi partikel, suhu, ketinggian tumpukan bahan dan kadar air.
3.2 Biomassa dan Bahan Bakar
Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintesis, baik berupa produk maupun buangan. Contoh biomassa antara lain tanaman, pepohonan, rumput, ubi, limbah pertanian dan limbah hutan, tinja dan kotoran ternak. Biomasa adalah semua bahan organik dari tumbuhan tersebut, mulai dari akar, batang, cabang, bunga, buah, biji dan daun. Biomasa yang berupa kayu merupakan sumber energi yang telah dimanfaatkan oleh manusia sejak ribuan tahun yang lalu, dan masih terus dimanfaatkan hingga sekarang, khususnya di daerah pedesaan pada negara yang sedang berkembang.
Bahan bakar adalah suatu materi apapun yang bisa diubah menjadi energi. Biasanya bahan bakar mengandung energi panas yang dapat dilepaskan dan dimanipulasi. Kebanyakan bahan bakar digunakan manusia melalui proses pembakaran (reaksi redoks) dimana bahan bakar tersebut akan melepaskan panas
setelah direaksikan dengan oksigen di udara. 3.3 Briket
Briket adalah sebuah blok bahan yang dapat dibakar yang digunakan sebagai bahan bakar untuk memulai dan mempertahankan nyala api. Briket merupakan bahan bakar alternatif yang terbuat dari sampah organik yang memiliki nilai kalor bervariasi tergantung bahan baku yang digunakan. Briket yang paling umum digunakan adalah briket batu bara, briket arang, briket gambut, dan briket biomassa. Berdasarkan penelitian tugas akhir sebelumnya bahwa briket dengan bahan baku sampah organik daun dan ranting dapat menghasilkan nilai kalor sebesar 4184,78 kal/gr dengan komposisi perbandingan daun dan ranting 2:3 (Widarti, 2010).
Beberapa jenis limbah seperti limbah pertanian dan limbah industri yang dimanfaatkan dengan pengolahan lebih lanjut menjadi produk yang mempunyai nilai ekonomi seperti arang aktif, briket arang, serat karbon dan arang kompos. Briket adalah bahan bakar padat yang dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif yang mempunyai bentuk tertentu.
Pemilihan proses pembriketan tentunya harus mengacu pada segmen pasar agar di capai nilai ekonomi, teknis dan lingkungan yang optimal. Pembriketan bertujuan untuk memperoleh suatu bahan bakar berkualitas yang dapat digunakan
3.4 Limbah Serbuk Kayu dan Limbah Teh
Limbah serbuk kayu adalah sisa hasil pengolahan industri kayu yang berupa serbuk- serbuk hasil penggergajian kayu yang memiliki potensi yang cukup besar yang dapat digunakan sebagai bahan baku briket arang. Serbuk kayu yang selama ini menjadi limbah bagi perusahan dan masyarakat dapat dijadikan menjadi sebuah peluang usaha dan peluang bisnis.
Limbah padat dari industri teh berasal dari ampas teh yang merupakan sisa dari tiap tahapan proses produksi. Limbah padat industri teh ternyata dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan antara lain menjadi bahan baku pembuatan papan partikel, pupuk organik, briket dan lain- lain. Pengolahan limbah ampas teh menjadi bahan bakar alternatif berupa biobriket yaitu dengan membakar ampas teh kering secara pirolisis (dengan sedikit udara) untuk dijadikan arang yang kemudian dicetak menjadi briket (Putro, 2011).
4. ALAT DAN BAHAN
Dandang/ drum + tutup atau reaktor pirolisis Kompor, LPG, korek
Panci, pengaduk dan tepung kanji Baskom Sendok Cetakan (pipa pvc) Glasswool Kaleng Jerami/sekam/daun kering Seng + kawat Tanah liat
Serbuk gergaji kayu/ limbah teh/ sisa sayur (biomassa) Sarung tangan dan masker
5. CARA KERJA
5.1 Pembuatan Reaktor Pirolisis Briket
1) Dandang (drum) dilubangi pada bagian tengah bawah dengan diameter 10-20 cm.
2) Tanah liat disusun mengelilingi lubang dandang dengan ketinggian disesuaikan kedalaman dandang.
3) Glasswool dipasang mengelilingi dandang bagian luar kemudian dilapisi seng dan kawat.
4) Dandang sebagai reaktor pirolisis briket siap digunakan.
5.2 Pembuatan Briket Arang 1) Penyiapan bahan baku
Bahan baku merupakan sampah atau limbah organik, seperti daun-daun kering, sisa gergaji kayu, tempurung kelapa, ampas tebu, limbah the dsb yang sudah dibersihkan. Usahakan bahan sudah kering agar mempercepat proses karbonisasi dan hasil karbonisasi lebih homogen.
Bahan-bahan baku dimasukkan ke dalam drum/ kaleng bekas atau wadah dan tutup rapat untuk mengurangi oksidasi lalu dimasukkan ke dalam reaktor pirolisis briket. Kemudian, dipanaskan kurang lebih 1-3 jam tergantung jumlah bahan yang. Arang harus cukup halus untuk dapat membuat briket yang baik. Ukuran partikel arang yang terlalu besar akan sukar pada waktu dilakukan perekatan. Dalam penggunaan ukuran serbuk arang diperoleh kecenderungan bahwa makin kecil ukuran serbuk makin tinggi pula kerapatan dan keteguhan
tekan briket arang.
3) Pencampuran dengan bahan pelekat
Ada beberapa perekat yang bisa digunakan, seperti aci (tepung tapioka), tanah liat, getah karet, getah pinus, dan lem kayu. Yang paling murah dan mudah adalah lem aci namun dapat menimbulkan jamur pada penyimpanan yang lama. Untuk pembuatan lem aci sendiri adalah dengan mencampurkan tepung tapioka (kanji) dengan air mendidih dan diaduk-aduk. Setelah dingin, lem aci dicampurkan dengan bahan arang dengan perbandingan 600 cc lem aci untuk 1 kg arang. Campuran tersebut diaduk-aduk hingga merata. Catatan : lem aci tidak boleh terlalu encer atau terlalu pekat karena akan mempengaruhi sifat mekanik briket.
Tujuan pencampuran serbuk arang dengan perekat adalah untuk memberikan lapisan tipis dari perekat pada permukaan partikel arang. Tahap ini merupakan tahap penting dan menentukan mutu arang briket yang dihasilkan. Campuran yang dibuat tergantung pada ukuran serbuk arang, macam perekat, jumlah perekat, dan tekanan pengempaan yang dilakukan. Proses perekatan yang baik ditentukan oleh hasil pencampuran bahan perekat yang dipengaruhi oleh bekerjanya alat pengaduk (mixer ), komposisi bahan perekat yang tepat dan
ukuran pencampurannya. 4) Pencetakan adonan
Adonan antara arang dengan bahan perekat dimasukkan di dalam cetakan dengan ditekan-tekan agar padat dan tidak mudah pecah atau hancur. Cetakan bisa terbuat dari kayu, logam, atau PVC yang mempunyai lubang di atas dan di bawah agar mempermudah pengeluaran briket.
5) Pengeringan briket
Briket yang sudah dicetak dikeringkan di bawah sinar matahari selama 2-3 hari atau di dalam oven selama 4-6 jam sampai benar-benar kering, selama pengeringan, briket dibolak-balik agar pengeringan merata.
6) Pelapisan dengan bahan nyala
Ada beberapa jenis bahan penyala, antara lain adalah lilin cair, getah pinus, spirtus, oli bekas, minyak sawit, dan minyak jarak. Bahan penyala bisa disemprotkan di sekeliling permukaan briket atau briket bisa dicelupkan di dalam bahan penyala. Khusus untuk lilin cair dan getah pinus bisa dicampurkan bersama-sama dengan arang dan lem lalu dicetak.
7) Uji nyala
Uji nyala digunakan untuk mengetahui kemampuan briket arang sebagai bahan bakar. Idealnya 200 gram briket bisa mendidihkan 2 liter air dalam waktu 45
DAFTAR PUSTAKA
Himawanto, D. A. 2003. Pengelolaan Limbah Pertanian Menjadi Biobriket Sebagai Salah Satu Bahan Bakar Alternatif . Laporan Penelitian. Surakarta: UNS.
P.A. Horne, P.T Williams. 1994. Premium Quality Fuels and Chemical from The Fluidized Bed Pyrolysis of Biomass with Zeolite Catalyst Upgrading. Renewable Energy 5(2): 810-812.
Putro, W.D. 2011. Karakteristik Biobriket Ampas Teh Pada Berbagai Tingkat Kepadatan Dan Komposisi Campuran Dengan Sekam Padi. Semarang: Teknik Mesin, Politeknik Negeri Semarang.
Sheth, P.N. and Babu, B.V. 2006. Kinetic Modelling of the Pyrolysis of Biomass. Proceedings of National Conference on Environmental Conservation, 453-458.
Widarti, Enik Sri.2010. Studi Eksperimental Karakteristik Biket Organik dengan Bahan Baku dari PPLH Seloliman. Tugas Akhir. Surabaya: Teknik Fisika FTI-ITS.
LAMPIRAN
MATERI III PENGOMPOSAN
I. Latar Belakang
Kompos merupakan dekomposisi bahan-bahan organik atau proses perombakan senyawa yang kompleks menjadi senyawa yang sederhana dengan bantuan mikroorganisme. Kompos berfungsi dalam perbaikan struktur tanah, tekstur tanah, aerasi dan peningkatan daya resap tanah terhadap air. Kompos dapat mengurangi kepadatan tanah lempung dan membantu tanah berpasir untuk menahan air, selain itu kompos dapat berfungsi sebagai stimulan untuk meningkatkan kesehatan akar tanaman. Hal ini dimungkinkan karena kompos mampu menyediakan makanan untuk mikroorganisme yang menjaga tanah dalam kondisi sehat dan seimbang, selain itu dari proses konsumsi mikroorganisme tersebut menghasilkan nitrogen dan fosfor secara alami (Isroi, 2008). Kompos memiliki kandungan unsur hara yang terbilang lengkap karena mengandung unsur hara makro dan unsur hara mikro. Namun jumlahnya relatif kecil dan bervariasi tergantung dari bahan baku, proses pembuatan, bahan tambahan, tingkat kematangan dan cara penyimpanan. Namun kualitas kompos dapat ditingkatkan dengan penambahan mikroorganisme yang bersifat menguntungkan (Simamora dan Salundik, 2006). Melihat besarnya sampah organik yang dihasilkan oleh masyarakat, terlihat potensi untuk mengolah sampah organik menjadi pupuk organik demi kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat (Rohendi, 2005).
II. Tujuan
a. Mengurangi timbunan sampah organik agar tidak mencemari lingkungan. b. Mengetahui proses pengomposan dan manfaat kompos.
c. Mengetahui pengaruh penggunaan bakteri aktivator terhadap lama pengomposan.
III. Tinjauan Pustaka
Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan- bahan organik yang dapat dipercepat secara artificial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobic atau anaerobik.Kompos merupakan istilah untuk pupuk organic buatan manusia yang dibuat dari proses pembusukan sisa-sisa buangan makhluk hidup (tanaman maupun hewan ). Proses pembuatan kompos dapat berjalan secara aerob dan anaerob yang saling menunjang pada kondisi lingkungan tertentu. Secara keseluruhan proses ini disebut dekomposisi ( Yuwono, 2005).
Sampah organic dapat diolah menjadi pupuk dengan menggunakan proses fermentasi. Pupuk organik yang dibuat menggunakan proses fermentasi disebut kompos. Kompos yang baik adalahkompos yang sudah mengalami pelapukan dengan ciriwarna yang berbeda dengan warna bahan pembentuknya, tidak berbau, kadar air rendah dan mempunyai suhu ruang (Yuniwati, 2010). Manfaat kompos antara lain sebagai berikut :
1. Menyediakan unsure hara mikro bagi tanaman 2. Menggemburkan tanah
3. Memperbaiki struktur dan tekstur tanah
6. Menyimpan air tanah lebih lama
Beberapa faktor yang memepengaruhi proses pengomposan, yaitu nilai C/N bahan, ukuran bahan, campuran bahan, mikroorganisme yang bekerja, kelembapan dan aerasi, suhu, dan keasaman (pH). Hal-hal yang perlu diperhatikan agar proses pengomposan dapat berlangsung lebih cepat antara lain sebagai berikut(Indriani,2011):
a. Nilai C/N bahan
Semakin rendah nilai C/N bahan, waktu yang diperlukan untuk pengomposan semakin singkat.
b. Ukuran bahan
Bahan yang berukuran lebih kecil akan lebih cepat proses pengomposannya karena semakin luas bahan yang tersentuh dengan bakteri.
c. Komposisi bahan
Pengomposan bahan organic dari tanaman akan lebih cepat bila ditambah dengan kotoran hewan. Ada juga yang menambahkan bahan makanan dan zat pertumbuhan yang dibutuhkan mikroorganisme. Dengan demikian, mikroorganisme juga akan mendapatkan bahan makanan lain selain dari bahan organic.
d. Jumlah mikroorganisme
Dalam proses pengomposan, yang akan berperan adalah bakteri, fungi, Actinomycetes, dan protozoa. Selain itu, harus sering ditambahkan pula mikroorganisme ke dalam bahan yang akan dikomposkan. Dengan bertambahnya jumlah mikroorganisme, diharapkan proses pengomposan akan lebih cepat.
e. Kelembapan dan aerasi
Pada umumnya, mikroorganisme dapat bekerja dengan kelembapan sekitar 40%-60%. Kondisi tersebut perlu dijaga agar mikroorganisme dapat bekerja secara optimal. Kelembapan yang lebih rendah atau lebih tinggi dapat menyebabkan mikroorganisme tidak berkembang atau mati. Adapun kebutuhan aerasi tergantung dari proses berlangsungnya pengomposan tersebut, baik secara aerobic maupun anaerobic.
f. Suhu
Suhu optimal untuk pengomposan sekitar 30o-50oC. Suhu yang terlalu tinggi akan mengakibatkan kematian mikroorganisme. Bila suhu relative rendah, mikroorganisme belum dapat bekerja atau berada dalam keadaan dorman. Aktivitas mikroorganisme dalam proses pengomposan tersebut juga mengasilkan panas sehingga untuk menjaga suhu tetap optimal sering dilakukan pembalikan. g. Keasaman (pH)
Keasaman atau pH dalam tumpukan kompos juga mempengaruhi aktivitas mikroorganisme.Kisaran pH yang baik untuk pengomposan sekitar 6,5-7,5 (netral). Oleh karena itu, dalam proses pengomposan sering diberi tambahan kapur atau abu dapur untuk menaikkan pH.
Ciri-cirikompos yang sudahmatangadalahsebagaiberikut (Suryati,2014):
a. Bentuknya sudah berubah menjadi lebih lunak dan sangat berbeda dengan bentuk awalnya.
b. Volume bahan menyusut, menjadi 1/3 dari awal. c. Warna cokelat kehitaman.
d. Tidak berbau menyengat.
e. Mudah dihancurkan atau remah (partikel halus) f. Suhu sekitar 35oC
IV.Alat&Bahan
Pisau
Plastic/ Koran bekas Starter/ komposmatang Timbangan
Pupuk urea Air
Gelasukur
Media pengomposan/ komposter Dedak Aerator Sarungtangan Masker Thermometer V. Cara Kerja
1. Kumpulkan sampah-sampah organic dari sisa sayuran. 2. Cacah dan timbang beratnya untuk diambil 3kg.
3. Tambahkan starter (kompos) sebanyak 3kg pada sampah yang sudah dicacah. 4. Tambahkan dedak sebanyak 1kg dan Pupuk Urea sebanyak 100 gram.
5. Campur bahan, aduk dengan rata.
6. Tambahkan air secara merata pada campuran tersebut sampai kelembapan bahan mencapai 60%.
7. Pasang aerator pada media komposter.
8. Masukkan campuran bahan ke media komposter 9. Aerator dinyalakan dan diukur suhu awal.
10. Lakukan pembalikan seminggu kemudian.
11. Ukur suhu campuran setiap hari dengan thermometer. Pengukuran suhu dilakukan di 3 titik, yaitu permukaan atas, bawah dan tengah selama 9 hari setiap pagi, siang, dan sore.
12. Kemudian dari 3 data tersebut, dicari rata-rata suhu untuk campuran bahan tersebut.
13. Lakukan pengamatan secara fisik mengenai warna, tekstur, dan bau sebelum dan sesudah pengomposan.
DAFTAR PUSTAKA
Indriani, Yovita Hety. 2011. Membuat Kompos Secara Kilat . Jakarta: Penebar Swadaya.
Suryati, Teti. 2014. Cara Bijak Mengolah Sampah Menjadi Kompos dan PupukCair. Jakarta: Agromedia
Yuniwati, M., Frendy, I, &Adiningsih Padulemba. 2010. Optimasi Kondisi Proses Pembuatan Kompos Dari Sampah Organik Dengan Cara Fermentasi Menggunakan EM4. Yogyakarta :Institut Sains & Teknologi AKPRIND
Yogyakarta.
MATERI IV
PRAKTIKUM LAPANG
KUNJUNGAN IPAL KOMUNAL DKP KOTA MALANG 1. Latar Belakang
Pertambahan penduduk merupakan salah satu isu perhatian dunia yang saat ini menjadi bentuk permasalhan serius bag setiap negara. Jumlah populasi yang meningkat setiap tahunnya akan menimbulkan sebuah permasalahan tersendiri, mulai dari tingkat keersediaan hunian yang menipis, ketersediaan tenaga kerja, hingga kebutuhan makanan bagi setiap manusia. Pertambahan populasi ini tentu akan sangat berdampak pada perubahan kondisi lingkungan yang terus menurun, pemenuhan kebutuhan makan dari lingkungan yang terus meningkat dan limbah domestik yang dihasilkan dari kegiatan MCK di khawatirkan akan menjadi penyebab buruk rusaknya ekosistem yang ada.
Kota Malang merupakan salah satu kota dengan jumlah penduduk pendatang terbesar di Indonesia, banyak aktivitas di kota ini yang menarik masyarakat dari luar kota malang untuk datang dan tinggal menetap. Kegiatan industri, pertanian, perkantoran dan faktor utama mengapa masyarakat sangat tertarik untuk tinggal di kota malang ialah fasilitas pendidikan yang diberikan. Banyak berdiri Perguruan Tinggi baik Universitas, Sekolah Tinggi maupun Universitas yang berdiri di Kota Malang ini. Jumlah penduduk asli dan penduduk pendatang yang tinggi tentu akan menyumbang limbah domestik dalam skala besar, hal tersebut apabila tidak tertangani maka akan menjadi permasalahan lingkungan yang berakibat pada kerusakaan lingkungan.
Limbah domestik dari kegiatan MCK seperti air seni, tinja dana lain sebagainya merupakan limbah yang harus diolah sbelum masuk ke lingkungan, dalam praktikum mata kuliah Teknik Pengolahan Limbah Kali ini dilakukan praktikum lapang kunjungan ke IPAL Komunal Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Malang yang memiliki spesifikasi dalam bidang pengelolaan limbah komunal masyarakat kota Malang.
2. Tujuan Praktikum
Dalam praktikum lapang kali ini terdapat tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaanya, diantaranya sebagai berikut:
a. Mahasiswa mampu mengetahui alur proses pengolahan air limbah komunal pada Instalasi Pengolahan Air Limbah
b. Mahasiswa mampu untuk memahami prinsip kerja dari masing-masing proses dalam IPAL Komunal
3. Tinjauan Pustaka
3.1 Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Malang
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 6 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah, Peraturan Walikota Malang Nomor 49 Tahun 2012 tentang Uraian Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Dinas Kebersihan dan Pertamanan mempunyai tugas pokok untuk melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang kebersihan dan pertamanan. Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana Peraturan Walikota Malang Nomor 49 Tahun 2012, Dinas Kebersihan dan Pertamanan mempunyai fungsi :
a. perumusan dan pelaksanaan kebijakan teknis di bidangkebersihan, pertamanan, Penerangan Jalan Umum dan Dekorasi Kota, Pemakaman, Pembibitan, Pengolahan Sampah, Air Limbah Rumah Tangga dan Lumpur Tinja.
b. penyusunan perencanaan dan pelaksanaan program di bidangkebersihan, pertamanan, Penerangan Jalan Umum dan Dekorasi Kota, Pemakaman, Pembibitan, Pengolahan Sampah, Air Limbah Rumah Tangga dan Lumpur Tinja.
c. pelaksanaan, pengelolaan dan pengawasan serta penyuluhan di bidangkebersihan, pertamanan, Penerangan Jalan Umum dan Dekorasi Kota, Pemakaman, Pembibitan, Pengolahan Sampah, Air Limbah Rumah Tangga dan Lumpur Tinja.
d. pelaksanaan fasilitasi dalam pengelolaan kebersihan, pertamanan, Penerangan Jalan Umum dan Dekorasi Kota, Pemakaman, Pembibitan, Pengolahan Sampah, Air Limbah Rumah Tangga dan Lumpur Tinja.
e. Pelaksanaan peningkatan peranserta masyarakat dalam pengelolaan kebersihan, pertamanan, Penerangan Jalan Umum dan Dekorasi Kota, Pemakaman, Pembibitan, Pengolahan Sampah, Air Limbah Rumah Tangga dan Lumpur Tinja.
f. pelaksanaan pembinaan terhadap lembaga Bank Sampah dan lembaga pengolah sampah lainnya;
g. pelaksanaan pembinaan terhadap kader lingkungan dan organisasi masyarakat lainnya di bidang pengelolaan kebersihan dan lingkungan hidup;
h. pemberian pertimbangan teknis perizinan dan pencabutanya di bidang kebersihan, pertamanan, penerangan jalan umum dan dekorasi kota, pemakaman serta penanganan Lumpur Tinja;
i. pelaksanaan penyidikan tindak pidana pelanggaran di bidang kebersihan, pertamanan, penerangan jalan umum dan dekorasi kota, pemakaman serta penanganan lumpur tinja sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
j. pelaksanaan pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang akan digunakan dalam rangka penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi;
k. pelaksanaan pemeliharaan barang milik daerah yang digunakan dalam rangka penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi;
l. pelaksanaan kebijakan pengelolaan barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya;
m. pelaksanaan pendataan potensi retribusi daerah;
n. pelaksanaan pemungutan penerimaan retribusidaerah;
o. pengelolaan administrasi umum meliputi penyusunan program, ketatalaksanaan, ketatausahaan, keuangan, kepegawaian, rumah tangga, perlengkapan, kehumasan, kepustakaan dan kearsipan;
p. pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal (SPM);
q. penyusunan dan pelaksanaan Standar Pelayanan Publik (SPP) dan Standar Operasional dan Prosedur (SOP);
r. pelaksanaan pengukuran Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) dan/atau pelaksanaan pengumpulan pendapat pelanggan secara periodik yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas layanan;
s. pengelolaan pengaduan masyarakat di bidang kebersihan, pertamanan, penerangan jalan umum dan dekorasi kota, pemakamandan penanganan
lumpur tinja;
t. penyampaian data hasil pembangunan dan informasi lainnya terkait layanan publik secara berkala melalui website Pemerintah Daerah;
u. pemberdayaan dan pembinaan jabatan fungsional; v. penyelenggaraan UPT dan jabatan fungsional;
w. pengevaluasian dan pelaporan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi; dan pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas pokoknya.
3.2 IPAL Komunal
IPAL Komunal sesuai dengan tujuannya, mengolah air limbah secara terpusat dengan karakteristik yang sama. Misalnya Limbah di suatu kawasan yang terdiri dari banyak Klinik, atau Limbah di suatu kawasan yang terdiri dari banyak pemukiman. Pertimbangannya adalah bahwa IPAL Komunal memiliki efisiensi pengolahan yang tinggi dengan catatan debit limbah yang diolah dalam jumlah yang besar. Jika Limbah yang diolah tidak terlalu besar, maka akan boros energi (dalam hal suplai udara) dan biaya perawatan.
Keunggulan dari IPAL komunal:
1. Lahan yang dibutuhkan sedikit karena dibangun di bawah tanah 2. Biaya pengoperasian dan perawatan mudah
3. Efisiensi pengolahan limbah tinggi Kelemahan dari IPAL komunal:
1. Biaya konstruksi bisa menjadi besar jika bahan filter tidak ada di sekitar 2. Diperlukan tenaga ahli untuk design dan pengawasan pembangunan
3. Diperlukan tukang shli untuk pekerjaan plester berkualitas tinggi untuk mencegah terjadinya kebocoran/merembes.
3.3 Limbah Domestik
Pada dasarnya limbah adalah bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia maupun proses-proses alam atau belum mempunyai nilai ekonomi. Menurut sumbernya limbah dapat dibagi menjadi tiga yaitu: limbah industry, limbah limpasan air hujan, dan limbah domestik. Limbah domestik atau limbah rumah tangga merupakan limbah yang terdiri dari pembuangan air kotor dari kamar mandi, kakus, dan dapur. Limbah-limbah tersebut campuran dari zat-zat bahan dan organik dalam banyak bentuk, termasuk partikel-partikel besar dan kecil, benda padat, sisa-sisa bahan-bahan larutan dalam
keadaan terapung dan dalam bentuk koloid dan setengah koloid. 4. Waktu dan Tempat
Praktikum lapang ini dilakukan di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Komunal Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Malang sekitar Bulan April/ Mei 2016.
5. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang dibutuhkan dalam praktikum lapang ini diantarnya ialah sebagai berikut:
a. Buku dan Alat Tulis b. Alat Dokumentasi
c. Data Proses IPAL
d. Data Volume Pengelolaan e. Data Input Output
f. Data visual berupa gambar 3.3 Tahapan Praktikum
Tahapan praktikum lapang dilakukan melalui beberapa tahapan yakni: a. Siapkan Buku dan Alat Tulis
b. Observasi Lapangan c. Dokumentasi
d. Diskusi dan Wawancara dengan pihak pengelola e. Analisa data