• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS NITROGEN DINDING SEL PADA SUMBER PAKAN KONSENTRAT DAN KORELASINYA DENGAN KECERNAAN PROTEIN PAKAN DI RUMEN SECARA IN VITRO NUR LAYLLI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS NITROGEN DINDING SEL PADA SUMBER PAKAN KONSENTRAT DAN KORELASINYA DENGAN KECERNAAN PROTEIN PAKAN DI RUMEN SECARA IN VITRO NUR LAYLLI"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS NITROGEN DINDING SEL PADA SUMBER PAKAN

KONSENTRAT DAN KORELASINYA DENGAN KECERNAAN

PROTEIN PAKAN DI RUMEN SECARA

IN VITRO

NUR LAYLLI

ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PERTENAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Nitrogen Dinding Sel pada Sumber Pakan Konsentrat dan Korelasinya dengan Kecernaan Protein Pakan di Rumen Secara In Vitro adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014 Nur Laylli NIM D24100011

(4)

ABSTRAK

NUR LAYLLI. Analisis Nitrogen Dinding Sel pada Sumber Pakan Konsentrat dan Korelasinya dengan Kecernaan Protein Pakan di Rumen Secara In Vitro. Dibimbing oleh MUHAMMAD RIDLA dan ANURAGA JAYANEGARA.

Nutrien dari suatu bahan akan menggambarkan produksi dari ternak ruminansia. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan ternak diperlukan pakan yang baik dan sesuai sehingga menghasilkan produksi ternak yang baik. Tujuan penelitian untuk menganalisis kandungan dinding sel pada sejumlah pakan konsentrat dan mengevaluasi kecernaan protein pakan secara biologis serta melakukan korelasi antara nitrogen dinding sel dan komponen serat dengan kecernaan protein pakan. Pengujian dilakukan dengan menganalisis kandungan Neutral Detergent Fiber (NDF) dan Acid Detergent Fiber (ADF), mengevaluasi kecernaan rumen dengan metode in vitro dan melihat pengaruh dari Neutral Detergent Insoluble Crude Protein (NDICP) dan Acid Detergent Insoluble Crude Protein (ADICP) terhadap kecernaan protein. Hasil Analisis menunjukkan adanya kandungan NDF dan ADF yang bervariasi. Kecernaan protein memiliki pengaruh yang berbeda sangat nyata P<0.05 terhadap jenis pakan yang diberikan. Dan korelasi yang dinyatakan dalam grafik menurun memperlihatkan semakin tinggi kandungan protein dalam komponen serat dinding sel maka kecernaan protein pakan di rumen akan semakin rendah.

Key Word : ADICP, NDICP, Kecernaan Protein

ABSTRACT

NUR LAYLLI. Analyze of Cell Wall Nitrogen Content in Concentrated and Its Correlation Regarding Protein Digestible in Rumen by In Vitro Fermentation. Supervised by MUHAMMAD RIDLA and ANURAGA JAYANEGARA.

The material of nutrient will describe the production of livestock and ruminant. For it, to complete the livestock needs, the good and suitable feed is needed in producing the product of livestock. This study aims to analyze the content of cell wall in some feeds concentrate and evaluating the protein feed biologically, also doing correlation between nitrogen of the cell wall and the component of fiber with digestible protein feed. The methods used are are analyzing Neutral Detergent Fiber (NDF) and Acid Detergent Fiber (ADF), feed evaluated by in vitro methods and Neutral Detergent Insoluble Crude Protein (NDICP) and Acid Detergent Insoluble Crude Protein (ADICP) that affect protein digestible. The result show that protein digestible has significant effect P<0.05 to feed given. And correlation are expressed in graphs decreases. Showing the higher the protein content in the cell wall of the fiber component digestibility of feed protein in the rumen would be lower.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

ANALISIS NITROGEN DINDING SEL PADA SUMBER PAKAN

KONSENTRAT DAN KORELASINYA DENGAN KECERNAAN

PROTEIN PAKAN DI RUMEN SECARA

IN VITRO

NUR LAYLLI

ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul skripsi : Analisis Nitrogen Dinding Sel pada Sumber Pakan Konsentrat dan Korelasinya dengan Kecernaan Protein Pakan di Rumen Secara In Vitro

Nama : Nur Laylli NIM : D24100011

Disetujui oleh

Dr Ir Muhammad Ridla, MAgr Pembimbing I

Dr Anuraga Jayanegara, SPt. MSc Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Panca Dewi M. H. K. S, MSi Ketua Departemen

(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2013 ini ialah nitrogen dinding sel, dengan judul Analisis Nitrogen Dinding Sel pada Sumber Pakan Konsentrat dan Korelasinya dengan Kecernaan Protein Pakan Di Rumen Secara In Vitro.

Kandungan protein kasar di dalam pakan belum dapat memberikan gambarkan kecernaan protein pakan secara utuh dalam tubuh ternak. Komponen pakan yang mempengaruhi utilisasi nitrogen (protein kasar) di dalam tubuh ternak diantaranya adalah jumlah nitrogen yang terikat di bagian dinding sel pakan dan senyawa metabolit sekunder tanin yang mempunyai karakteristik dapat mengikat protein. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan guna melihat pengaruh salah satu faktor tersebut yaitu faktor nitrogen dinding sel.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2014 Nur Laylli

(10)
(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 METODE 2

Waktu dan Lokasi Penelitian 2

Bahan 2

Alat 2

Prosedur 2

Rancangan dan Analisa Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Analisis Proksimat Bahan Pakan Konsentrat 6

Analisis Van Soest Bahan Pakan Konsentrat 7

Kecernaan In Vitro Bahan Pakan Konsentrat 9

Analisis Kandungan VFA dan NH3 10

Korelasi Kecernaan Protein Kasar dengan ADICP dan NDICP 11

SIMPULAN DAN SARAN 13

Simpulan 13

Saran 13

DAFTAR PUSTAKA 13

LAMPIRAN 16

RIWAYAT HIDUP 23

(12)

DAFTAR TABEL

1. Kandungan Nutrisi Bahan Pakan Konsentrat 6

2. Kandungan Komponen Serat Van Soest dan Protein Dinding Sel

dalam Komponen Serat 8

3. Uji Biologis melalui Kecernaan In Vitro 9

4. Kandungan VFA dan NH3 pada Kecernaan In Vitro 10

DAFTAR GAMBAR

1. Korelasi Protein NDF (NDICP) dengan Kecernaan Protein Kasar

(KCPK) 12

2. Korelasi Protein ADF (ADICP) dengan Kecernaan Protein Kasar

(KCPK) 12

DAFTAR LAMPIRAN

1. Pengaruh sampel terhadap degradasi bahan kering (DBK) 16

2. Hasil uji lanjut degradasi bahan kering (DBK) 16

3. Pengaruh sampel terhadap degradasi bahan organik (DBO) 17

4. Hasil uji lanjut degradasi bahan organik (DBO) 17

5. Pengaruh sampel terhadap kecernaan bahan kering (KCBK) 18

6. Hasil uji lanjut kecernaan bahan kering (KCBK) 18

7. Pengaruh sampel terhadap kecernaan bahan organik (KCBO) 19

8. Hasil uji lanjut kecernaan bahan organik (KCBO) 19

9. Pengaruh sampel terhadap kecernaan protein kasar (KCPK) 20

10. Hasil uji lanjut kecernaan protein kasar (KCPK) 20

11. Pengaruh sampel terhadap konsentrasi amonia (NH3) 21

12. Hasil uji lanjut konsentrasi amonia (NH3) 21

(13)

PENDAHULUAN

Defisiensi nutrien dapat terjadi karena pemberian pakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi ternak khususnya ruminansia, sehingga ternak mudah terserang penyakit. Penyediaan dan pemberian pakan berkualitas harus diupayakan secara terus-menerus sesuai dengan standar gizi menurut umur dan berat badan ternak (Cahyono 1998). Kualitas pakan tergantung pada kandungan berbagai zat gizi seperti energi, protein, mineral, vitamin serta kandungan zat – zat anti nutrisi seperti tanin, lignin dan senyawa – senyawa sekunder lain. Kualitas pakan juga berinteraksi dengan kecernaan pada proses pencernaan ruminansia. Komponen serat juga dapat menggambarkan kualitas pakan karena merupakan sumber energi utama bagi ternak ruminansia. Hemiselulosa, selulosa dan lignin merupakan yang termasuk kedalam komponen serat. Kandungan komponen serat tersebut menjadi pengaruh khusus terhadap proses pencernaan ruminansia. Selulosa dan Hemiselulosa memiliki fungsi memperkuat dinding sel. Sedangkan, lignin merupakan gabungan antara hemiselulosa dan selulosa (Sulistijani 2001).

Ternak ruminansia memiliki kemampuan untuk menghidrolisis karbohidrat dan kemampuannya mentransformasi sumber nitrogen bukan protein menjadi sumber protein bagi kebutuhan produksinya. Oleh kerena itu, penyediaan pakan pada ternak ruminansia meliputi dua aspek, yang pertama adalah penyediaan sumber pakan yang bermutu baik untuk kebutuhan mikroba yang nantinya akan menguntungkan ternak ruminansia itu sendiri dan yang kedua adalah penyediaan pakan untuk kebutuhan ternak sapi itu sendiri. Dalam memenuhi kedua kebutuhan tersebut pada ternak ruminansia maka diperlukan beberapa pertimbangan dalam penyediaan pakannya (Sutardi 1977). Seperti, pertumbuhan mikroorganisme dalam rumen membutuhkan suplai nitrogen (amonia) yang cukup yang berasal dari protein pakan dan suplementasi NPN dalam ransum (Goering dan Van Soest 1970).

Protein merupakan unsur dari zat yang menggandung nitrogen sekitar 16%. Ternak ruminansia memperoleh dua sumber protien untuk kebutuhan hidupnya yaitu protein mikroba yang ada di dalam saluran pencernaan dan protein yang didapat dari makanan yang lolos dari degradasi di dalam rumen. Beberapa faktor yang mempengaruhi degradabilitas rumen pada ternak ruminansia terhadap protein adalah kelarutan, dan sifat struktur fisiknya (Cheeke dan Ellen 2010). Haryanto dan Djajanegara (1993) menyatakan tingkat degradasi protein dan konsentrasi nitrogen dalam pakan juga mempengaruhi konsentrasi NH3.

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis nitrogen dinding sel pada sejumlah pakan konsentrat, mengevaluasi kecernaan protein pakan secara biologis melalui uji in vitro menggunakan cairan rumen berbuffer, dan melakukan kolerasi antara kandungan nitrogen dinding sel, komponen proksimat dan komponen serat Van Soest dengan kecernaan protein pakan di rumen.

(14)

2

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2013 sampai April 2014. Penelitian dilakukan di Laboratorium Ilmu Teknologi Pakan dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tujuh jenis pakan konsentrat sumber protein. Seperti rapeseed meal, corn gluten meal, bungkil kedelai, bungkil kelapa, bungkil inti sawit, tepung ikan dan tulang, dan wheat pollard. Bahan lainnya adalah larutan Acid Detergent Solution (ADS), larutan Neutral Detergent Solution (NDS), larutan aseton, larutan McDougall, cairan rumen sapi berfistula yang diperoleh dari LIPI Cibinong, larutan pepsin HCl 0.2%, larutan HgCl2 jenuh, larutan NaCO3 jenuh, larutan H2SO4 0.005 N, asam borat

berindikator, larutan HCl 0.5 N, larutan H2SO4 15%, larutan NaOH 0.5 N, larutan

Indikator PP 0.1%, dan vaselin tawar.

Alat

Peralatan yang digunakan adalah oven 105 °C, buret, gelas beaker, hot plate, tanur antara 400 sampai 600 °C, cawan porselen, labu destruksi, vacuum pump, termos, buret 50 ml, magnetic stirrer, shaker water bath, sentrifugasi, cawan Conway, cawan porselen, gas CO2, tabung fermentor, dan Erlenmeyer.

Prosedur Analisis Proksimat

Analisis proksimat dilakukan dengan mengacu pada AOAC (1994). Analisis prokimat meliputi kadar air, protein kasar, serat kasar dan kadar abu dengan prosedur sebagai berikut:

Analisis Kadar Air. Pengukuran kadar air dilakukan untuk mengetahui kadar air bahan pada saat awal dengan cara sampel yang akan diuji kadar air ditimbang sebanyak 5 g dalam cawan kemudian dimasukkan dalam oven 105 0C selama 24 jam. Perhitungan kadar air dengan menggunakan rumus:

Kadar air (%)

Analisis Kadar Protein Kasar. Sampel sebanyak 0.3 g dimasukkan ke dalam labu destruksi atau labu Kjeldahl dan ditambahkan kira-kira 1 g katalis campuran selen pekat. Kemudian campuran tersebut dipanaskan di atas api

(15)

3 pembakar bunsen sampai tidak berbuih lagi. Perhitungan kadar protein kasar dengan menggunakan rumus :

Kadar protein kasar (%)

Analisis Kadar Serat Kasar. Sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam gelas piala dan ditambahkan H2S04 kemudian dipanaskan selama 15 menit. Setelah itu

disaring dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam cawan porselen. Selanjutnya cawan porselen serta isinya dibakar dan diabukan dalam tanur listrik pada suhu 600 0C. Perhitungan kadar protein kasar dengan menggunakan rumus :

Kadar protein kasar (%)

Analisis Kadar Abu. Sampel ditimbang sebanyak 5 g dalam cawan dan dipijarkan di atas nyala bunsen sampai tidak berasap lagi. Kemudian dimasukkan ke dalam tanur listrik untuk diabukan pada suhu 400–600 0C. Perhitungan kadar abu dengan menggunakan rumus :

Kadar abu (%)

Analisis Dinding Sel dan Protein Dinding Sel

Neutral Detergent Fibre (NDF) dan Acid Detergent Fibre (ADF) menggunakan prosedur Georing dan Van Soest (1970) sehingga menghasilkan residu. Kemudian dilakukan analisis protein kasar dari residu NDF untuk menentukan Neutral Detergent Insoluble Crude Protein (NDICP) dan residu ADF untuk menentukan Acid Detergent Insoluble Crude Protein (ADICP) menggacu pada AOAC (1994). NDICP (%) = (

) x 100 ADICP (%) = ( ) x 100 Fermentasi in vitro

Fermentasi in vitro yang digunakan dalam penelitian ini mengikuti metode Tilley dan Terry (1963), yaitu tabung fermentor yang telah diisi dengan 0.5 g sampel, ditambahkan 40 mL larutan Mc Dougall. Tabung dimasukan ke dalam shaker water bath dengan suhu 39oC, kemudian diisi cairan rumen 10 mL, tabung dikocok dengan dialiri CO2 selama 30 detik dan pH berada antara 6.5 – 6.9.

Kemudian ditutup dengan karet berfentilasi dan difermentasi selama 4 jam untuk pengukuran amonia dan VFA dan 48 jam untuk pengukuran degradasi bahan kering, degradasi bahan organik, kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik. Setelah 4 jam dan 48 jam, buka tutup karet tabung fermentor, teteskan 2-3 tetes HgCl2 untuk membunuh mikroba.

Analisis Degradasi Bahan Kering (DBK) dan Degradasi Bahan Organik (DBO). Tabung fermentor yang telah diberikan HgCl2 dimasukan dalam

(16)

4

menjadi endapan di bagian bawah dan supernatan yang bening berada di bagian atas. Endapan yang ada dimasukan ke dalam cawan porselen, setelah itu dimasukkan ke dalam oven 105⁰C selama 24 jam. Setelah 24 jam, cawan porselen dan residu dikeluarkan, dimasukkan ke dalam eksikator dan ditimbang untuk mengetahui kadar bahan keringnya. Selanjutnya bahan dalam cawan dipijarkan atau diabukan dalam tanur listrik selama 6 jam pada suhu 450 – 600oC, kemudian ditimbang untuk mengetahui kadar bahan organiknya.

Analisis Kecernaan Bahan Kering (KCBK) dan Bahan Organik (KCBO).

Tabung fermentor yang telah diberikan HgCl2 dimasukan dalam sentrifuge dengan

kecepatan 5.000 rpm selama 15 menit. Substrat akan terpisah menjadi endapan di bagian bawah dan supernatan yang bening berada di bagian atas. Supernatan dibuang dan endapan hasil sentrifuge pada kecepatan 5.000 rpm selama 15 menit ditambahkan 50mL larutan pepsin-HCl 0.2%. Campuran ini lalu diinkubasi kembali selama 48 jam tanpa tutup karet. Residu disaring dengan kertas saring whatman no 41 (yang sudah diketahui bobotnya) dengan bantuan pompa vacum. Endapan yang ada di kertas saring dimasukan ke dalam cawan porselen, setelah itu dimasukkan ke dalam oven 105⁰C selama 24 jam. Setelah 24 jam, cawan porselen, kertas saring dan residu dikeluarkan, dimasukkan ke dalam eksikator dan ditimbang untuk mengetahui kadar bahan keringnya. Selanjutnya bahan dalam cawan dipijarkan atau dimasukan dalam tanur listrik selama 6 jam pada suhu 450 – 600oC, kemudian ditimbang untuk mengetahui kadar bahan organiknya. Sebagai blanko dipakai residu asal fermentasi tanpa bahan pakan. Kecernaan tersebut dan dapat dihitung dengan rumus :

% KCBK= –

x 100%

% KCBO= –

x 100%

Analisis Konsentrasi NH3. Pengukuran konsentrasi NH3 menggunakan metode

mikrodifusi conway (Conway dan O’Malley 1942). Tabung pada fermentasi awal (4 jam) disentrifuge dengan kecepatan 5.000 rpm selama 15 menit. Substrat akan terpisah menjadi endapan di bagian bawah dan supernatan yang bening berada di bagian atas. Bibir cawan Conway dan tutup diolesi dengan vaselin. Supernatan yang berasal dari proses fermentasi diambil 1.0 mL kemudian di tempatkan pada salah satu ujung alur cawan Conway. Larutan Na2CO3 jenuh sebanyak 1.0 mL

ditempatkan pada salah satu ujung cawan Conway bersebelahan dengan supernatan (tidak boleh campur). Larutan asam borat berindikator sebanyak 1.0 mL ditempatkan dalam cawan kecil yang terletak ditengah cawan Conway. Cawan Conway yang sudah diolesi vaselin ditutup rapat hingga kedap udara. Kemudian, larutan Na2CO3 dicampur dengan supernatan hingga merata dengan cara

menggoyang – goyangkan dan memiringkan cawan tersebut. Setelah itu dibiarkan selama 24 jam dalam suhu kamar. Setelah 24 jam suhu kamar dibuka, asam borat berindikator dititrasi dengan H2SO4 0.005 N sampai terjadi perubahan warna dari

biru menjadi merah. Berikut rumus perhitungan :

(17)

5

Analisis Konsentrasi VFA. Pengukuran konsentrasi VFA menggunakan Steam Destilation Method (General Laboratory Procedure 1966). Tabung pada fermentasi awal (4 jam) disentrifuge dengan kecepatan 5.000 rpm selama 15 menit. Substrat akan terpisah menjadi endapan di bagian bawah dan supernatan yang bening berada di bagian atas. Supernatan yang dihasilkan diuji konsentrasi VFA. Sistem penguapan akan menghasilkan uap air panas yang mendesak VFA dan akan terkondensasi dalam pendingin. Air yang terbentuk ditampung labu Erlenmeyer yang berisi 5 mL NaOH 0.5N sampai mencapai 300 mL. Indikator PP (Phenoftalin) ditambah sebanyak 2 – 3 tetes dan dititrasi dengan HCl 0.5N sampai warna titrat berubah dari merah menjadi merah muda seulas. HCl 0.5 N sebagai titrant harus distandarisasi sehingga didapat konsentrasi dengan 4 digit dibelakang koma. Berikut rumus perhitungannya :

Konsentrasi VFA total (mM) = Keterangan : a = volume titrasi blanko

b = volume titrasi sampel

Rancangan dan Analisa Data Perlakuan

Perlakuan yang diberikan adalah : P1 : Bungkil Kelapa

P2 : Tepung ikan dan tulang P3 : Wheat Pollard

P4 : Bungkil Inti Sawit P5 : Rapeseed Meal P6 : Corn Gluten Meal P7 : Bungkil Kedelai

Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah kandungan nitrogen dinding sel (ADICP dan NDICP) dan kecernaan secara in vitro (DBK, DBO, KCBK, KCBO, KCPK, NH3 dan VFA) pada pakan konsentrat.

Rancangan Percobaan

Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) pada uji analisis kandungan nitrogen dinding sel. Dan uji metode in vitro menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan 3 kali pengambilan cairan rumen yang berbeda sebagai kelompok, dengan rumus :

(18)

6

Keterangan :

Yij = Perlakuan pengolahan ke-i dan ulangan ke-j μ = Rataan umum

τi = Pengaruh perlakuan ke-i = Pengaruh kelompok ke-j

εij = Eror (galat) perlakuan ke-i ulangan ke-j

Analisis data

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati, maka data yang diperoleh dianalisis ragam (ANOVA). Jika didapatkan hasil berbeda nyata maka dilakukan uji lanjut Duncan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Proksimat Bahan Pakan Konsentrat

Hasil penelitian pada Tabel 1 menunjukkan bahwa kadar bahan kering (BK) dari bahan pakan konsentrat berkisar antara 87 % hingga 96%. Hal ini karena sampel pakan konsentrat merupakan hasil dari pengeringan bahan pakan. Tabel 1 juga menunjukkan komponen nutrisi berdasarkan analisis proksimat pada sampel konsentrat. Analisis proksimat diperlukan untuk mengetahui kandungan nutrisi bahan pakan (Takeuchi 1988). Analisis proksimat menggolongkan komponen yang ada pada bahan pakan berdasarkan komposisi kimia dan fungsinya.

Bahan pakan konsentrat memiliki kadar abu yang relatif berbeda. Tepung ikan dan tulang memiliki kadar abu yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa hampir sebagian besar kandungan dari bahan tepung ikan dan tulang adalah mineral. Abu terdiri atas komponen mineral yang bervariasi kombinasi unsur mineral dalam bahan pakan (Suparjo 2010). Menurut Wijaya (1977), bahwa

Tabel 1. Kandungan Nutrisi Bahan Pakan Konsentrat

Bahan Pakan BK (%) Abu (% BK) LK (% BK) SK (% BK) PK (% BK) BETN (%BK) Rapeseed Meal 89.25 ± 0.30 13.13 ± 0.43 1.14 ± 0.08 14.28 ± 0.26 39.29 ± 1.09 32.58 ± 0.24

Corn Gluten Meal 96.58 ± 0.20 5.99 ± 0.24 2.17 ± 0.18 0.65 ± 0.16 17.65 ± 1.31 73.55 ± 0.15 Bungkil Kedelai 88.72 ± 0.09 7.07 ± 0.29 1.86 ± 0.38 3.87 ± 0.94 50.42 ± 0.85 36.78 ± 0.83 Bungkil Kelapa 92.73 ± 1.11 6.94 ± 0.08 8.61 ± 0.01 20.13 ± 0.14 23.00 ± 0.96 41.31 ± 0.13

Bungkil Inti Sawit 94.24 ± 0.26 6.61 ± 0.07 8.40 ± 0.19 29.87 ± 0.23 19.00 ± 0.57 36.12 ± 0.22

Tepung Ikan dan Tulang 89.76 ± 0.34 47.15 ± 0.05 2.33 ± 1.69 1.04 ± 0.47 35.69 ± 0.10 7.38 ± 0.42 Wheat Pollard 87.37 ± 0.41 4.96 ± 0.17 4.26 ± 0.64 12.85 ± 0.19 19.15 ± 1.05 58.78 ± 0.16 BK = Bahan Kering (%); LK = Lemak Kasar (%); SK = Serat Kasar (%); PK = Protein Kasar (%); BETN = Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (%).

(19)

7 mineral yang digolongkan sebagai zat gizi anorganik disebut unsur abu dalam pakan. Jika bahan pakan dibakar unsur organik akan menghilang. Kandungan abu pada pakan tersebut hanya merupakan zat anorganik yang terdiri dari mineral. Akan tetapi tepung ikan dan tulang memiliki kandungan protein kasar lebih dari 20% (Tabel 1).

Bungkil kelapa yang merupakan pakan sumber protein. Kandungan protein bungkil kelapa yang lebih dari 20% (Tabel 1). Siregar (1994) menyatakan bahwa bungkil kedelai memiliki kandungan protein yang cukup tinggi dan mudah terdegradasi oleh mikroba rumen. Konsentrat sumber protein adalah bahan pakan yang mengandung protein kasar lebih besar dari 20% (Agus 2008). Begitu juga dengan rapeseed meal atau bungkil inti lobak yang memiliki kandungan protein kasar lebih dari 20% (Tabel 1).

Corn gluten meal (CGM) memiliki kandungan protein kasar yang lebih rendah dibanding sampel bahan lainnya (Tabel 1). Namun, CGM memiliki kandungan BETN paling tinggi. BETN merupakan tolak ukur secara kasar kandungan karbohidrat pada suatu pakan atau ransum yang mudah dicerna. CGM merupakan hasil sampingan dari industri pati jagung yang mengandung serat yang mudah tercerna cukup tinggi (Sauvant et al. 2004).

Bungkil inti sawit merupakan limbah yang berpotensi karena memiliki kandungan serat yang cukup tinggi, serta palatabilitasnya rendah (Tulung 1987). Pada Tabel 1 terlihat bahwa bungkil inti sawit memiliki kandungan serat paling tinggi dibanding sampel bahan pakan lain. Bungkil inti sawit memiliki kandungan protein kasar sedikit lebih rendah. Namun, karena kandungan serat yang cukup tinggi maka bungkil inti sawit digunakan terbatas dalam ransum (Tulung 1987).

Secara keseluruhan pakan yang digunakan merupakan pakan yang memiliki kandungan protein kasar yang cukup tinggi dengan karakteristik yang berbeda. Rapeseed meal merupakan produk protein baru. Tabel 1 terlihat rapeseed meal memiliki nilai protein lebih dari 20%. Sehingga rapeseed meal dapat dijadikan sebagai pakan sumber protein. CGM juga merupakan salah satu sumber protein yang biasa digunakan untuk ternak. Bungkil kedelai yang memiliki kandungan protein kasar yang paling tinggi dibandingkan bahan lain. Bungkil kedelai mengandung protein lebih dari 20%, sehingga bahan tersebut digunakan sebagai pakan sumber protein (Boniran 1999). Oleh karena itu, pemakaian bungkil kedelai dapat mencapai 50% dari total ransum pada pakan unggas karena kandungan proteinnya yang tinggi (Wina 1999).

Analisis Van Soest Bahan Pakan Konsentrat

Hasil Penelitian didapatkan kandungan ADICP lebih rendah dari kandungan NDICP. Kualitas suatu pakan dapat dilihat dari berbagai zat gizi, seperti energi, protein, serat dan senyawa sekunder lain. Salah satu komponen serat pakan yang resisten dicerna adalah Acid Detergent Insoluble Crude Protein (ADICP) dan Netral Detergent Insoluble Crude Protein (NDICP). Masing – masing merupakan fraksi yang memiliki ketersediaan hayati yang rendah (Goering dan Van Soest 1970). Pada Tabel 2 merupakan kandungan konponen serat dan protein dinding selnya dalam bahan sampel bahan konsentrat. Kandungan NDICP dan ADICP

(20)

8

Tabel 2. Kandungan Komponen Serat Van Soest dan Protein Dinding Sel dalam Komponen Serat Bahan Pakan NDF (% BK) NDICP (% PK) ADF (% BK) ADICP (% PK) Rapeseed Meal 53.27 37.53 48.54 36.28

Corn Gluten Meal 27.76 69.63 26.23 9.76

Bungkil Kedelai 46.60 29.81 21.04 15.23

Bungkil Kelapa 64.40 61.49 53.09 48.90

Bungkil Inti Sawit 44.03 35.21 35.16 23.76

Tepung ikan dan tulang 64.66 57.96 25.39 22.38

Wheat Pollard 51.40 46.64 32.07 12.79

NDF = Netral Ditergent Fiber (% BK) ; NDICP = Netral Detergent Insoluble Crude Protein

(%PK); ADF = Acid Detergent Fiber (% BK) ; ADICP = Acid Detergent Insoluble Crude

Protein (%PK); BK = Bahan Kering (%); PK = Protein Kasar (%).

berbanding lurus dengan data NDF dan ADF. Kandungan ADF (Tabel 2) lebih kecil dibandingkan kandungan NDF dalam bahan. Sehingga, kandungan ADICP akan lebih kecil dari kandungan NDICP. Hal ini disebabkan ADICP dan NDICP tersedia bagian dari komponen serat (ADF dan NDF) (Goering dan Van Soest 1970).

Komponen serat dalam NDF yang mencakup semua komponen hemiselulosa, selulosa dan lignin. Sedangkan, ADF yang hanya memiliki lignin dan selulosa tanpa ada hemiselulosa (Hakim 1992). Hal ini yang menyebabkan kecernaan ADF akan lebih rendah dibandingkan dengan kecernaan NDF. Selisih kandungan ADF rapeseed meal dan bungkil inti sawit kecil terhadap kandungan NDF. Sedangkan, tepung ikan dan tulang dan wheat pollard menunjukan selisih kandungan ADF dan kandungan NDF yang besar. Hal tersebut menunjukkan bahwa rapeseed meal dan bungkil inti sawit memiliki kandungan hemiselulosa yang sedikit. Sehingga, kandungan ADF bahan tersebut sedikit tinggi mendekati nilai NDF. Sedangkan, untuk bahan tepung ikan dan tulang dan wheat pollard memiliki hemiselulosa yang tinggi sehingga ADF bahan tersebut relatif rendah.

Kandungan NDICP dan ADICP (Tabel 2) merupakan kandungan dari protein kasar (Tabel 1) yang tahan degradasi. NDICP merupakan protein dalam residu NDF. Hasil penelitian menunjukkan corn gluten meal (CGM) dan bungkil kelapa memiliki nilai NDICP tertinggi. Hal ini menunjukkan protein yang ada pada CGM tahan terhadap degradasi. ADICP merupakan protein terikat pada fraksi ADF. Fraksi protein tidak larut yang tidak tersedia untuk hewan. Hasil penelitian menunjukkan bungkil kelapa memiliki nilai ADICP paling tinggi. Hal ini menunjukkan protein bungkil kelapa lebih tahan terhadap degradasi rumen.

Komponen serat biasanya digunakan sebagai indeks negatif dari kualitas pakan karena menggambarkan bagian dari pakan yang tidak dapat dicerna. Pada hasil tersebut, didapat bungkil kelapa memiliki nilai komponen serat yang tinggi. Sedangkan, bungkil kedelai menghasilkan kadar NDF dan ADF yang rendah. Hal ini berarti bungkil kelapa yang lebih memiliki kandungan dinding sel yang tinggi dan bungkil kedelai memiliki kandungan dinding sel yang cukup rendah. Van Der Meer dan Van Es (2001) menjelaskan bahwa kecernaan bahan pakan serat akan sangat dipengaruhi oleh kandungan penyusun dinding sel bahan. Dinding sel yang banyak terkandung dalam pakan akan menyebabkan pakan sulit terdegradasi dalam rumen.

(21)

9

Tabel 3. Uji Biologis melalui Kecernaan In Vitro

Bahan Pakan DBK (%) DBO (%) KCBK (%) KCBO (%) KCPK (%) Rapeseed Meal 73.20 ± 9.52c 58.55 ± 13.33b 78.15 ± 1.46bc 75.22 ± 5.19bc 89.45 ± 5.86d

Corn Gluten Meal 66.02 ±

9.74b 58.02 ± 11.27b 79.32 ± 0.98cd 77.55 ± 1.37b 72.82 ± 12.19b Bungkil Kedelai 82.31 ± 3.19d 74.63 ± 5.11c 93.78 ± 0.53e 92.57 ± 0.83d 92.18 ± 1.93d Bungkil Kelapa 58.47 ± 11.15a 48.70 ± 13.57b 81.76 ± 0.53d 78.99 ± 3.35c 54.68 ± 8.13a

Bungkil Inti Sawit 83.86 ±

13.39d 79.96 ± 17.01c 76.51 ± 2.13bc 73. 75 ± 2.29b 73.99 ± 9.82b Tepung Ikan dan

Tulang 78.91 ± 2.29cd 16.14 ± 5.14a 75.34 ± 1.30b 62.73 ± 1.31a 80.15 ± 10.56bc Wheat Pollard 65.21 ± 5.50ab 52.03 ± 7.50 b 71.22 ± 3.95a 65.53 ± 4.88a 85.44 ± 9.77cd * Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan pada P<0.05

DBK = Degredasi Bahan Kering (%); DBO = Degredasi Bahan Organik (%); KCBK = Kecernaan Bahan Kering (%); KCBO = Kecernaan Bahan Organik (%); KCPK = Kecernaan Protein Kasar (%).

Kecernaan In Vitro Bahan Pakan Konsentrat

Hasil analisis dari uji statistik yang telah dilakukan, Tabel 3 menunjukkan bahwa jenis pakan yang digunakan itu berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kecernaan. Pada data degradasi bahan kering (DBK) terlihat bahwa bungkil kedelai dan bungkil inti sawit sangat berpengaruh nyata lebih tinggi terhadap DBK dibandingkan dengan bahan pakan lain. Begitu juga untuk hasil dari degradasi bahan organik (DBO) bungkil kedelai dan bungkil inti sawit juga merupakan bahan pakan yang berpengaruh nyata lebih tinggi terhadap DBO dibandingkan dengan bahan pakan lain. Hal ini karena bahan pakan yang sulit terdegradasi dipengaruhi adanya lignin dan silika yang terdapat pada dinding sel secara bersama–sama membentuk senyawa komplek dengan selulosa dan hemiselulosa. Senyawa ini sulit ditembus oleh enzim mikroba sehingga menghambat kecernaan dinding sel dan menurunkan kecernaan bahan tersebut (Goering dan Van Soest 1970). Pencernaan pakan dirumen terjadi hanya dengan bantuan mikroba rumen. Mc Donald et al. (1995) menyatakan bahwa kecernaan pakan dipengaruhi oleh komposisi kimia pakan, dan fraksi pakan berserat berpengaruh besar pada kecernaan. Tingkat degradasi pakan dapat digunakan sebagai indikator kualitas pakan. Sehingga semakin tinggi degradasi bahan kering dan bahan organik pakan maka akan semakin tinggi nutrien yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak (Syahrir 2012). Terlihat di Tabel 2 bahwa bungkil kedelai dan bungkil inti sawit memiliki kandungan komponen serat dinding sel pakan (NDF dan ADF) yang rendah sehingga pakan tersebut akan mudah dicerna. Degradasi pada bahan pakan bungkil kelapa rendah. Pakan yang memiliki kandungan komponen serat dinding sel pakan (NDF dan ADF) yang tinggi. Syahrir (2012) menyatakan bahwa semakin tinggi degradasi bahan kering

(22)

10

Tabel 4. Kandungan VFA dan NH3 pada Kecernaan In Vitro

Bahan Pakan Amonia (NH3)

(mM)

Volatile Fatty Acid (VFA) (mM)

Rapeseed Meal 8.46 ± 0.42bc 106.67 ± 10.37

Corn Gluten Meal 5.88 ± 1.51a 108.07 ± 29.58

Bungkil Kedelai 8.73 ± 3.18c 121.87 ± 12.09

Bungkil Kelapa 6.35 ± 1.81a 120.91 ±12.09

Bungkil Inti Sawit 6.73 ± 2.14ab 119.87 ± 25.73

Tepung ikan dan tulang 13.60 ± 1.06d 115.78 ± 11.16

Wheat Pollar 8.78 ± 1.10c 110.63 ± 31.70

* Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan pada P<0.05

dan bahan organik pakan maka semakin tinggi nutrien yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak.

Tolak ukur untuk menentukan kualitas pakan juga dapat dilihat dari kecernaan bahan kering (KCBK) dan kecernaan bahan organik (KCBO). Semakin tinggi KCBK, maka akan semakin tinggi pula zat–zat makanan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak (Selly 1994). Berdasarkan uji statistik yang telah dilakukan Tabel 3 menunjukan bahwa bungkil kedelai berpengaruh sangat nyata (P<0.05) memiliki kecernaan yang tinggi dibandingkan bahan pakan konsentrat lain. Hal ini karena kecernaan yang dihasilkan berasal dari proses rumen. Protein yang telah dirombak dengan bantuan mikroba dalam rumen tetapi belum dapat tercerna akan dicerna kembali di pasca rumen. Sehingga penyerapan pada pakan tersebut optimal. Sedangkan, untuk bahan lain memiliki kecernaan yang cukup rendah seperti tepung ikan dan tulang dan wheat pollard. Hal ini dikarena kandungan komponen serat pada bahan tersebut cukup tinggi. Kandungan komponen serat tinggi akan menyulitkan proses penyerapan nutrien dalam bahan pakan. Kecernaan in vitro dipengaruhi oleh pencampuran ransum, cairan rumen, pH, pengaturan suhu fermentasi, lamanya waktu inkubasi, ukuran partikel sampel dan larutan penyangga (Selly 1994).

Pada penelitian ini berdasarkan uji statistik yang dilakukan jenis bahan pakan konsentrat yang digunakan memiliki pengaruh yang berbeda nyata (P<0.05) lebih tinggi terhadap kecernaan protein di dalam rumen dan pasca rumen. Sebagaimana dikatakan oleh Anis et al. (1997) bahwa tanin dapat memproteksi N dari kecernaan mikroba dalam rumen sehingga lebih efisien dicerna pada pacsa rumen. Sedangkan, bahan pakan lainnya walaupun memiliki kandungan protein yang hampir sama akan tetapi kecernaan proteinnya lebih kecil dibandingkan dengan bungkil kedelai. Menurut Stern et al. (2006) menyatakan bungkil kedelai memiliki tanin sebesar 0.1 % BK.

Analisis Kandungan VFA dan NH3

Karbohidrat mengalami hidrolisis menjadi monosakarida, seperti glukosa, fruktosa dan pentosa. Hasil pencernaan tersebut akan masuk kedalam jalur glikolisis dan menghasilkan piruvat. Piruvat tersebut yang akan diubah menjadi Volatile Fatty Acid (VFA). VFA terdiri asetat, butirat dan propionat (Arora 1995).

(23)

11 VFA merupakan gambaran dari peningkatan karbohidrat dan protein yang mudah larut (Avianti 2013). Berdasarkan uji statistik yang telah dilakukan pada Tabel 4 menunjukkan bahwa jenis pakan konsentrat yang digunakan tidak berpengaruh nyata terhadap konsentrasi VFA. Hal ini dikarenakan VFA yang dihasilkan didalam rumen sangatlah bervariasi tergantung pada jenis ransum yang dikonsumsi (Mc Donald et al. 2002). VFA dapat menggambarkan fermentabilitas suatu pakan sebab VFA dapat mencerminkan peningkatan karbohidrat dan protein yang mudah larut. Sehingga, terlihat pada tabel keseragaman bahan dalam menghasilkan VFA. Konsentrasi yang tidak berbeda pada protein pakan akan menghasilkan VFA yang tidak berbeda pula (Lee et al. 2001). Konsentrasi VFA yang dibutuhkan untuk pertumbuhan optimal mikroba rumen, yaitu 80 – 160 mM (Sutardi 1977).

Konsentrasi amonia (NH3) berbanding lurus dengan mikroba yang ada

dalam rumen. Amonia merupakan sumber nitrogen utama bagi mikroba rumen karena amonia yang dibebaskan dalam rumen sebagian dimanfaatkan oleh mikroba untuk sintesis protein mikroba (Arora 1995). Berdasarkan uji statistik yang telah dilakukan Tabel 4 menunjukkan bahwa jenis pakan konsentrat tepung ikan dan tulang lebih berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap konsentratsi NH3

dibandingkan dengan pakan konsentrat lain. Hal ini terlihat bahan tepung ikan dan tulang yang digunakan dalam penelitian lebih cepat untuk didegradasi. Namun, kadar protein kasar (Tabel 1) menunjukan bahwa kadar protein kasar tepung ikan dan tulang lebih rendah dibandingkan bungkil kedelai. Hal tersebut diduga ada pencampuran bahan lain. Puastuti (2008) mengatakan bahwa penambahan urea sebagai pelengkap bagi sumber protein pakan yang memiliki tingkat degradasi rumen rendah, sehingga ketersediaan nitrogen menjadi lebih cepat untuk keperluan sintesis protein mikroba rumen. Mc Donald et al. (2002) menjelaskan bahwa konsentrasi NH3 yang tinggi dapat menunjukkan proses degradasi protein

pakan lebih cepat dari pada proses pembentukan protein mikroba, sehingga amonia yang dihasilkan terakumulasi dalam rumen. Sedangkan, pada CGM kadar NH3 rendah akibat dari kadar protein yang rendah. Defisiensi protein akan

menyebabkan konsentrasi N-NH3 rumen akan rendah. Dan pertumbuhan

organisme rumen akan lambat (Satter dan Slyter 1974).

Korelasi Kecernaan Protein Kasar dengan ADICP dan NDICP

Kecernaan protein (KCPK) di dalam rumen memiliki korelasi dengan protein yang terdapat dalam protein NDF (NDICP). Hal ini dapat terlihat pada Gambar 1 korelasi antar keduanya sekitar 0.416. Hasil (Gambar 1) menunjukkan bahwa 41.6% peubah Y (KCPK) dapat dijelaskan oleh peubah X (NDICP). Bahan memiliki kandungan NDICP (Tabel 2) paling besar yaitu corn gluten meal (CGM). Sedangkan, untuk bungkil kedelai memiliki NDICP terendah. Tapi terjadi sebaliknya pada KCPK pada bahan tersebut. Hal ini karena kandungan dari protein dinding sel yang tinggi akan menurunkan KCPK atau kecernaan. Namun, korelasi yang terjadi kecil sehingga selain kandungan NDICP dan ADICP terdapat faktor lain yang mempengaruhi kecernaan. Protein merupakan zat esensial bagi kehidupan karena zat tersebut merupakan protoplasma aktif dalam semua sel hidup. Namun, pembentukan protein pada hewan harus melalui perombakan zat

(24)

12

Gambar 2

tertentu menjadi asam amino. Kecernaan protein tidak hanya melalui proses fermentasi di dalam rumen. Akan tetapi, kecernaan protein juga terjadi di pascca rumen yaitu, di usus halus. Mikroba rumen hanya dapat menggunakan mikroba untuk mencerna kebutuhan protein saja.

KCPK pada Gambar 2 juga memiliki korelasi yang kecil. Hasil (Gambar 2) menunjukkan bahwa 28% peubah Y (KCPK) dapat dijelaskan oleh peubah X (ADICP). Interaksi kedua parameter ditunjukkan dari arah grafik yang menurun. Semakin kecil kandungan ADICP pada suatu bahan pakan akan mempengaruhi tingginya KCPK atau kecernaan protein pada bahan pakan tertentu. Korelasi yang terjadi pada Gambar 2 lebih kecil dibandingkan dengan korelasi pada Gambar 1 disebabkan komponen detergent asam digunakan untuk mengisolasi selulosa yang tidak terlarut dan lignin serta komponen yang terikat dengan keduanya (ADF). Dan kandungan ADF sendiri tidak seperti NDF yang memiliki komponen hemiselulosa. Hal tersebut juga mempengaruhi kandungan ADICP yang lebih rendah dari NDICP. Akan tetapi, kedua memiliki faktor yang sama untuk menurunkan KCPK.

(25)

13

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Analisis nitrogen dinding sel pada sejumlah pakan konsentrat dapat menjadi indeks kualitas pakan. NDF dan ADF sendiri berperan penting dalam menentukan kadar NDICP dan ADICP pakan konsentrat. NDICP dan ADICP merupakan kandungan protein dari komponen serat atau dinding sel pakan. Keduanya mempengaruhi kecernaan rumen dan pasca rumen. Korelasi kandungan protein dalam komponen serat dinding sel terhadap kecernaan protein pakan digambarkan dari arah grafik yang menurun. Sehingga menunjukkan semakin tinggi kandungan protein dalam komponen serat dinding sel maka kecernaan protein pakan di rumen akan semakin rendah.

Saran

Perlu kajian lebih lanjut tentang protein dinding sel dan komponen serat pakan yang mempengaruhi kualitas dari pakan. Perlu diperhatikan sampel pakan yang akan diuji memiliki kandungan protein tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 1995. Official Methods of Analysis of The Association of Analytical Chemists. Washington D.C. (US): Published by The Association of Analitycal Chemist, Inc.

Anis DS, Charls K, Sumolang C. 1997. Penambahan Sumber Protein By Pass pada Jerami Amoniasi [skripsi]. Manado (ID): Universitas Sam Ratulangi. Arora SP. 1995. Pencernaan Mikroba pada Hewan Ruminansia. Volume ke-2.

Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Pr.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1996. SNI 01-4227-1996. Bungkil Kedelai/Bahan Baku Pakan. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1998. SNI 01-4484-1998. Hasil Ikutan

Pengolahan Jagung Bahan Baku Pakan. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.

Buniran S. 1999. Quality Control untuk Bahan Baku dan Produk Akhir Pakan Ternak. Kumpulan Makalah Feed Quality Management Workshop. [waktu dan tempat tidak diketahui]. American Soybean Associatin dan Balai Penelitian Ternak.

Cahyono B. 1998. Beternak Domba dan Kambing. Yogyakarta (ID): Kanisius. Conway EJ, O’Malley E. 1942. Microdifusion Method : Amonia and Urea Using

Buffered Absorbents (Revised Method for Ranges Greater than 10µg N). J Biochem. 36: 655-661.

Gasiorek E, Marta W. 2011. Possibilities of Utilizing The Solid By-Product of Biodiesel Production. J Chem Tech. Wroclaw (PL). 13: 60-61.

(26)

14

[GLP] General Laboratory Prosedur. 1966. General Laboratory Procedure. Wisconsin (US): University of Wisconsin.

Georing HK, Van Soest PJ. 1970. Forage Fiber Analyses. Washington (US): Agricultural Handbook 379.

Hakim M. 1992. Laju Degradasi Protein Kasar dan Organik Setaria splendida, rumput lapangan dan alang-alang (Imperate cylindrica) dengan teknik In-Sacco [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Haryanto B, Andi D. 1993. Pemenuhan Kebutuhan Zat-Zat Pakan Ruminansia Kecil dalam Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Solo [ID]: Sebelas Maret University Pr.

Puastuti W. 2008. Pengaruh Ransum dengan Sumber Protein Berbeda Terhadap Pertumbuhan dan Deposet Protein Wool. Bogor (ID): Balai Penelitian Ternak.

Sauvant D, JM Perez, G Tran. 2004. Tables of Composition and Nutritional Value of Feed Materials. Volume ke-2. INRA. Wageningen Academic Publishers. pp. 118 – 133.

Selly. 1994. Peningkatan kualitas pakan serat bermutu rendah dengan amoniasi dan inokulan digesta rumen [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Siregar SB. 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Jakarta (ID): Swadaya.

Suparjo. 2010. Analisis Proksimat dan Analisis Serat. [Internet]. [diunduh 13 Juni 2014]. Tersedia pada : http//www.Analisa/proksimat/serat/fakultas pertanianjambi.co.id.

Sutardi T. 1977. Ikhtisar ruminologi. Bahan Penataran Khusus Peternakan Sapi Perah di Kayu Ambon. Lembang (ID): BLPP. Dirjen Peternakan / FAO. Sutardi T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Syahrir SR, Islamiyati. 2010. Model Pemanfaatan Tanaman Murbei sebagai

Sumber Pakan Berkualitas Guna Meningkatkan Pendapatan Petani serta Mendukung Produksi Ternak Berkelanjut [skripsi]. Makassar (ID): Universitas Hasanuddin.

Takeuchi T. 1988. Laboratory Work-Chemical Evaluation of Dietary Nutrients, In Watanabe T. (editorial): Fish Nutrition and Mariculture. Tokyo. Departement of Aquatic Biosciences Tokyo Univercity of Fisheries. JICA. 69: 179-233.

Tilley JMA, Terry TA, 1963.A Two Stage Technique for The In Vitro Digestion of Forage Crops. J British Grassland Soc. 18:104 – 111.

Tulung B. 1987. Efek Fisiologis Serat Kasar Di Dalam Alat Pencernaan Bagian Bawah Hewan Monogastrik. Makalah Simposium Biologi. [waktu tidak diketahui]. Manado (ID): Universitas Sam Ratulangi.

Van Der Meer JM, Van Es AJH. 2001. Optimal degradation of lignocellulosic feeds by ruminants and in vitro digestibility tests. Proceedings of a Workshop, [17 s.d. 20 Maret 1986]. Degradation of Lignocellulosics in Ruminant and Industrial Processes. Lelystad, Netherlands. pp. 21-34. Wina E. 1999. Kualitas Protein Bungkil Kedelai: Metode Analisis dan

Hubungannya dengan Penampilan Ayam. Kumpulan Makalah Feed Quality Management Workshop. [waktu tidak diketahui]. American Soybean Association dan Balai Penelitian Ternak.

(27)

15 Wohlt JE, Snofgfen CJ, Hoover WH, Johnson LL, Walher CK. 1976. Nitrogen Metabolism In Wethers Affected by Dietary Protein Solubility and Amino Acid Profile. J Anim Sci. 42: 1280-1288.

(28)

16

Lampiran 1Pengaruh sampel terhadap degradasi bahan kering (DBK) Sumber Keragaman JK df Kuadrat Tengah F Sig Model Terkoreksi 4514.373a 8 564.297 15.189 .000 221181.842 1 221181.842 5953.562 .000 Kelompok 1161.020 2 580.510 15.626 .000 Konsentrat 3353.353 6 558.892 15.044 .000 Galat 1225.989 33 37.151 Total 226922.204 42 Total Terkoreksi 5740.362 41

a. R Squared = 0.786 (Adjusted R Squared = 0.735)

LAMPIRAN

Lampiran 2 Hasil uji lanjut degradasi bahan kering (DBK)

Konsentrat Subset N 1 2 3 4 4 6 58.466837 7 6 65.212665 65.212665 2 6 66.019391 1 6 73.202298 6 6 78.907843 78.907843 3 6 82.313046 5 6 83.859693 Sig .064 .820 .114 .193

(29)

17 Lampiran 3 Pengaruh sampel terhadap degradasi bahan organik (DBO) Sumber Keragaman JK df Kuadrat Tengah F Sig Model Terkoreksi 17072.781a 8 2134.098 34.566 .000 128396.393 1 128396.393 2079.655 .000 Kelompok 1836.667 2 918.334 14.874 .000 Konsentrat 15236.114 6 2539.352 41.130 .000 Galat 2037.396 33 61.739 Total 147506.570 42 Total Terkoreksi 19110.178 41

a. R Squared = 0.893 (Adjusted R Squared = 0.868)

Lampiran 4 Hasil uji lanjut degradasi bahan organik (DBO)

Konsentrat Subset N 1 2 3 6 6 16.143821 4 6 48.695544 7 6 52.024499 2 6 58.017167 1 6 58.554881 3 6 74.633987 5 6 78.964713 Sig 1.000 .053 .347

(30)

18

Lampiran 5 Pengaruh sampel terhadap kecernaan bahan kering (KCBK) Sumber Keragaman JK df Kuadrat Tengah F Sig Model Terkoreksi 1888.355a 8 236.044 37.915 .000 265043.136 1 265043.136 42572.863 .000 Kelompok 53.450 2 26.725 4.293 .022 Konsentrat 1834.905 6 305.818 49.122 .000 Galat 205.446 33 6.226 Total 267136.937 42 Total Terkoreksi 2093.801 41

a. R Squared = ,902 (Adjusted R Squared = ,878)

Lampiran 6 Hasil uji lanjut kecernaan bahan kering (KCBK) Konse ntrat Subset N 1 2 3 4 5 7 6 71.216567 6 6 75.335297 5 6 76.507488 76.507488 1 6 78.152222 78.152222 2 6 79.320742 79.320742 4 6 81.758369 3 6 93.782143 Sig 1.000 .072 .073 .100 1.000

(31)

19 Lampiran 7 Pengaruh sampel terhadap kecernaan bahan organik (KCBO) Sumber Keragaman JK df Kuadrat Tengah F Sig Model Terkoreksi 3585.590a 8 448.199 32.043 .000 237447.526 1 237447.526 16975.810 .000 Kelompok 149.834 2 74.917 5.356 .010 Konsentrat 3435.757 6 572.626 40.939 .000 Galat 461.584 33 13.987 Total 241494.701 42 Total Terkoreksi 4047.175 41

a. R Squared = 0.886 (Adjusted R Squared = 0.858)

Lampiran 8 Hasil uji lanjut kecernaan bahan organik (KCBO)

Konsentrat Subset N 1 2 3 4 6 6 62.726986 7 6 65.532788 5 6 73.750245 1 6 75.213887 75.213887 2 6 77.551035 77.551035 4 6 78.986498 3 6 92.567464 Sig .203 .105 .107 1.000

(32)

20

Lampiran 9 Pengaruh sampel terhadap kecernaan protein kasar (KCPK) Sumber Keragaman JK df Kuadrat Tengah F Sig Model Terkoreksi 3840.212a 8 480.027 28.011 .000 129030.524 1 129030.524 7529.402 .000 Kelompok 906.379 2 453.190 26.445 .000 Konsentrat 2933.833 6 488.972 28.533 .000 Galat 205.643 12 17.137 Total 133076.380 21 Total Terkoreksi 4045.855 20

a. R Squared = 0.949 (Adjusted R Squared = 0.915)

Lampiran 10 Hasil uji lanjut kecernaan protein kasar (KCPK)

Konsentrat Subset N 1 2 3 4 4 3 54.677171 2 3 72.817601 5 3 73.987855 6 3 80.148671 80.148671 7 3 85.443500 85.443500 1 3 89.444998 3 3 92.179779 Sig 1.000 0.061 0.143 0.081

(33)

21 Lampiran 11 Pengaruh sampel terhadap konsentrasi amonia (NH3)

Sumber Keragaman JK Df Kuadrat Tengah F Sig Model Terkoreksi 253.740a 8 31.717 13.895 .000 2936.749 1 2936.749 1286.523 .000 Kelompok 9.833 2 4.916 2.154 .132 Konsentrat 243.907 6 40.651 17.808 .000 Galat 75.329 33 2.283 Total 3265.818 42 Total Terkoreksi 329.069 41

a. R Squared = 0.771 (Adjusted R Squared = 0.716)

Lampiran 12 Hasil uji lanjut konsentrasi amonia (NH3)

Konsentrat Subset N 1 2 3 4 2 6 5.879252 4 6 6.348193 5 6 6.735549 6.735549 1 6 8.457170 8.457170 3 6 8.725113 7 6 8.785743 6 6 13.602796 Sig .362 .057 .726 1.000

(34)

22

Lampiran 13 Pengaruh sampel terhadap konsentrasi Volatil Fatty Acid (VFA) Sumber Keragaman JK df Kuadrat Tengah F Sig Model Terkoreksi 1334.982a 8 166.873 .212 .982 283215.423 1 283215.423 359.960 .000 Kelompok 861.740 2 430.870 .548 .592 Konsentrat 473.242 6 78.874 .100 .995 Galat 9441.564 12 786.797 Total 293991.969 21 Total Terkoreksi 10776.546 20

(35)

23

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada 20 April 1992 sebagai anak keempat dari pasangan Swartono dan Suparmi. Penulis menempuh pendidikan di Sekolah Dasar 01 Gedong Pagi dan menamatkannya pada tahun 2004 kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negri 223 Jakarta dan lulus pada tahun 2007 serta di Sekolah Menengah Atas Negri 104 Jakarta pada tahun 2007 hingga 2010. Penulis diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Penulis pernah menjadi anggota divisi informasi dan komunikasi dalam FAMM al-an’am pada tahun kepengurusan tahun 2011/2012, anggota Himpunan Pelajar dan Mahasiswa Bogor (HPMB) pada tahun 2010/2012, dan menjadi anggota divisi penulisan dan publikasi dalam Himpunan Pelajar dan Mahasiswa Bogor (HPMB) pada kepengurusan tahun 2012 hingga sekarang. Penulis juga aktif dalam beberapa kepanitiaan yaitu menjadi anggota divisi Publikasi Dekorasi dan Dokumentasi dalam DEKAN CUP 2012 dan Masa Perkenalan Fakultas Peternakan (Meet Cowboy) pada tahun 2012 dan 2013.

Penulis juga pernah menerima dana dalam kegiatan Program Kretivitas Mahasiswa (PKM) bidang penelitian (PKM-P) dan di bidang kewirausahaan (PKM-K) dengan judul ‘4-ransum.com, Training Online Formulasi Ransum sebagai Bisnis Bidang Peternakan Berbasis Web Edukasi’ pada tahun 2013.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Muhammad Ridla dan Bapak Drs Anuraga Jayanegara selaku pembimbing yang telah banyak membimbing penulis. Terima kasih kepada Ibu Dr Sri Suharti SPt MSc selaku dosen pembahas seminar hasil sekaligus dosen penguji tugas akhir penulis. Dan terima kasih kepada Ibu Dr Irma Isnafia Arief SPT MSi selaku dosen penguji tugas akhir penulis. Di samping itu, Terima Kasih tak lupa pula penulis sampaikan kepada BO-PTN Laboratorium yang telah memberikan beasiswa penelitian. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu dian dari Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Ibu Welly, Ibu Eneh, Ibu Ratih, Bapak Sofiyan, Bapak Dadan dan Bapak Endar dari Laboratorium Teknologi Ilmu Pakan dan Ibu Yanti dan Bapak Maman dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong - Bogor. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Swartono, Bunda Suparmi, Abang Aris, Abang Satrio, Kak Aghni, Nurul dan Ade Ayu atas segala doa dan kasih sayangnya. Serta ucapan terima kasih untuk Sari, Kak Hisar dan Kak Zuhdan, Mbo Rara, Ichan, Heni, Dinar, teman – teman INTP angkatan 47, ASADERS (Abih, Intan, Faqih, Bahrun, Mega dst) dan Cibanteng (muda – mudi, ibu – ibu, bapak – bapak dan caberawit) serta untuk Rizka, Mba Lisda, Rizal dan 47 Jokamers atas kebersamaan dan dukungan teman – teman.

Gambar

Tabel 1.  Kandungan Nutrisi Bahan Pakan Konsentrat
Tabel 2.  Kandungan  Komponen  Serat Van Soest dan Protein  Dinding Sel dalam  Komponen Serat  Bahan Pakan  NDF  (% BK)  NDICP  (% PK)  ADF  (% BK)  ADICP  (% PK)  Rapeseed Meal  53.27  37.53  48.54  36.28
Tabel 3.  Uji Biologis melalui Kecernaan In Vitro
Tabel 4. Kandungan VFA dan NH3 pada Kecernaan In Vitro

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa Fakultas di lingkup Universitas Trisakti yang melakukan kerjasama pada tahap ini adalah Fakultas Seni Rupa dan Disain (FSRD), Fakultas Ekonomi (FE) dan Fakultas Hukum

MREPC tidak akan melayan tuntutan sekiranya terdapat tuntutan sama yang telah dikemukakan oleh syarikat kepada agensi lain.. MREPC berhak menolak permohonan yang tidak mematuhi

Alat yang digunakan dalam proses perancangan melting unit mesin pembuat gula semut antara

Gambar 5 adalah grafik Sum Square Error (SSE) proses learning Jaringan saraf tiruan (JST) yang digunakan pada sistem ini menggunakan jenis multi layer perceptron.. Lapisan

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, khususnya di Kantor Kepolisian Resort Kota Besar Makassar, dengan menggunakan metode kepustakaan

Unit cost merupakan sebuah harga yang dikenakan oleh supplier untuk satu unit barang, atau biaya yang perusahaan bayar untuk membeli suatu barang. Secara umum, biaya ini

Catatan dan Tanggapan Penilai terhadap dokumen dan/atau keterangan guru (catat kegiatan yang dilakukan). Guru memiliki catatan tentang kemajuan belajar siswa, siswa yang tidak

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa penerapan strategi Think-Talk-Write (TTW) dapat memperbaiki proses pembelajaran dan meningkatkan