• Tidak ada hasil yang ditemukan

STATUS MUTAKHIR MEN GENAl KESIAPSIAGAAN NUKLIR DI INDONESIA. Dedik Eko Sumargo Biro Perencanaan - BAPETEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STATUS MUTAKHIR MEN GENAl KESIAPSIAGAAN NUKLIR DI INDONESIA. Dedik Eko Sumargo Biro Perencanaan - BAPETEN"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Scminar Tahunan Pcngawasan Pemanfa lan Tc"aga Nuklir - Jakarta, II Desember 2003

STATUS MUTAKHIR MEN GENAl

KESIAPSIAGAAN NUKLIR DI INDONESIA

Dedik Eko Sumargo

Biro Perencanaan - BAPETEN

ISSN 1693 -7902

ABSTRAK

STATUS MUTAKHIR MENGENAI KESIAPSIAGAAN NUKLIR DI

INDONESIA. Aspek Kesiapsiagaan Nuklir merupakan salah satu aspek penting dalam

pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia. Pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia saat ini mencakup pemanfaatan yang cukup luas dalam dunia kesehatan, industri dan penelitian. Tantangan pengawasan dimas a mendatang menjadi semakin besar dengan semakin dekatnya era pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Seluruh kegiatan pemanfaatan teknologi nuklir tersebut harus mempunyai program kesiapsiagaan nuklir yang telah memperhitungkan kemungkinan terjadinya kecelakaan nuklir. Kecelakaan nuklir secara mendasar dapat disebabkan oleh faktor-faktor kesalahan manusia, penyimpangan prosedur, kesalahan teknis peralatan, ancaman alam dan ancaman terorisme. Sistem kesiapsiagaan nuklir dimaksudkan untuk mepertahankan keselamatan pad a kondisi operasi normal serta menjamin terciptanya kemampuan penanggulangan kedaruratan nuklir yang mungkin terjadi. Makalah ini memberikan evaluasi terhadap kondisi dan status kemampuan kesiapsiagaan nuklir di Indonesia serta rekomendasi penetapan sistem kesiapsiagaan nuklir nasional.

Kata kunci : Kesiapsiagaan Nuklir, Kecelakaan Nuklir, Kedaruratan nuklir, Penanggulangan kedaruratan nuklir.

ABSTRACT

STATUS OF THE EMERGENCY PREPAREDNESS IN INDONESIA. Nuclear

emergency preparedness represents one of the important aspects in controlling the use of nuclear energy in Indonesia. Nowadays, the use of nuclear energy in Indonesia covers large area including various fields of medicine, industryal and research. The challenge in the future for control becomes much greater with the comming of the era nuclear power plant (NPP). The entire utilization ofp!:lcl~ar technology should have a nuclear emergency preparedness program which reckons the possibility of the occurence of nuclear accidents that might arise. Nuclear accidents can basically be caused by factors of human error, procedure deviation, natural disaster and terrorism thread. A nuclear emergency preparedness system is intended to maintain safety at normal operational condition and to give guaranty for th~=existence of the response capability which is capable to respond against nuclear emergency that might happen. This paper gives an evaluation of the condition and status of the emergency preparedness in Indonesia as well as a recommendation for an established national nuclear emergency preparedness system.

Keywords : Nuclear Emergency Preparedness, Nuclear accident, Nuclear emergency, Nuclear emergency respond.

(2)

Seminar Tahunan Pengawasan Pemanfaatan Tenaga Nuklir - Jakarta, 11 Dcscmber 2003

PENDAHULUAN

ISSN 1693 - 7902

Pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia di bidang kesehatan, industri dan penelitian saat ini telah mencapai tahap kemajuan yang cukup signifikan baik dari segi kualitas dan kuantitas. Pengawasan terhadap pemanfaatan tenaga nuklir diatur sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran dengan peraturan-peraturan pelaksana dibawahnya seperti Peraturan Pemerintah dan Keputusan Kepala BAPETEN. Pengawasan terhadap pemanfaatan tenaga nuklir oleh BAPETEN dilaksanakan melalui peraturan, perizinan dan inspeksi. Inspeksi dilakukan dalam rangka meyakinkan ditaatinya syarat-syarat dalam perizinal1 dan peraturan perundang-undangan dibidang keselamatan nuklir. Pelaksanaan Inspeksi terse but dilakukan secara berkala dan sewaktu-waktu dengan ruang lingkup inspeksi Keselamatan Nuklir, Keselamatan Radiasi, Kesiapsiagaan Nuklir, Jaminan Kualitas dan Inspeksi Bahan N uklir (8).

Inspeksi Kesiapsiagaan Nuklir menitik beratkan pemeriksaan pada program kesiapsiagaan nuklir dan kemampuan unsur infrastruktur maupun unsur fungsional pada masing-masing fasilitas/instalasi pengguna tenaga nuklir. Oalam persyaratan disain dan operasionalnya setiap fasilitas/instalasi tenaga nuklir harus mempunym kemampuan mencegah kecelakaan dan rencana kedaruratan untuk mitigasi dampak yang ditimbulkan (1),(2),(3),(4),(5),(9). Kewajiban harus mempunyai program kesiapsiagaan nuklir diatur dalam Peraturan Pemerintah No.63 tahun 2000, Bab VI. Berdasarkan PP .No.63 Pasal 34 ayat (2) program kesiapsiagaan nuklir harus memuat sekurang-kurangnya:

a). Jenis/klasifikasi kecelakaan yang mungkin terjadi pada instalasi b). Upaya penanggulangan terhadap jenis klasifikasi kecelakaan terse but c). Organisasi penanggulangan keadaan darurat

d). Prosedur penanggulangan keadaan darurat

e). Peralatan penanggulangan yang hams disediakan dan perawatannya

f). Personil penanggulangan keadaan darurat g). Latihan penanggulangan keadaan darurat

h). Sistem komunikasi dengan pihak lain yang terkait dalam penanggulangan kedaan darurat.

(3)

Seminar Tahunan Pengawasan Pemanfaatan TCllaga Nuklir - Jakarta, II Desember 2003 ISSN 1693 - 7902

Persyaratan tersebut diatas mewajibkan setiap pihak harus mengambil langkah yang tepat untuk menjamin bahwa terdapat program kesiapsiagaan nuklir, baik untuk di dalam maupun di luar lokasi yang secara rutin diuji untuk instalasi nuklir yang bersangkutan dan meliputi kegiatan yang harus dilaksanakan pada keadaan darurat (13).

Ketentuan terse but diatur lebih lanjut dalam Keputusan Kepala BAPETEN No.OS-P/I-03 tentang Pedoman Rencana Penanggulangan Keadaan Darurat.

Desember tahun 1999, Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) seSUaI permintaan Pemerintah Indonesia telah mengirimkan Tim EPREV (Emergency Preparedness Review) untuk melakukan review Kesiapsiagaan Nuklir di Indonesia. Review dilaksanakan terhadap pencapaian fungsi dan tug as BAPETEN khusus dibidang Kesiapsiagaan Nuklir dan kesiapsiagaan nuklir di beberapa fasilitas pemanfaat tenaga nuklir dan beberapa lembaga pemerintah terkait, antara lain: Bakornas PB, P2TRR -BA TAN Serpong, Div EBN - BA TEK, Div.PRI - BA TEK, Pusat Koordinasi Kedaruratan PUSPIPTEK, Pusat Keamanan PUSPIPTEK, Kantor Kecamatan Serpong, PolSek Serpong dan Kompi Nuklir Biologi Kimia (NUBIKA)-TNI AD.

Review dilaksanakan baik pada aspek on-site dan off-site dari kesiapan unsur-unsur infrastruktur dan fungsional meliputi (I) :

a). Kendali komando dan kewenangan b). Tanggung jawab organisasi

c). Koordinasi respon penanggulangan d). Perencanaan dan prosedur

e). Fasilitas, Peralatan dan dukungan Logistik f). Pelatihan dan Uji Coba

g). Analisa dan Klasifikasi Kecelakaan

h). Notifikasi dan Aktivasi Mitigasi Kecelakaan i). Langkah Penanggulangan Mendesak

j). Pendidikan dan Instruksi Masyarakat k). Perlindungan Pekerja Kedaruratan

1). Bantuan Medis, Pemadam kebakaran dan Kepolisian

Kegiatan inspeksi Kesiapsiagaan Nuklir BAPETEN dan review EPREV merupakan pelaksanaan tugas BAPETEN untuk mempersiapkan kemampuan kesiapsiagaan nuklir di Indonesia baik pada tingkatan fasilitas, kawasan, daerah dan

(4)

Seminar Tahunan Penga\\'asan Pemanfaatan Tenaga Nuklir - Jakarta, II Desember 2003 , ISSN 1693 - 7902

nasional. Kesiapsiagaan nuklir menjadi terna penting yang mengemuka untuk segera ditindak lanjuti secara serius seiring dengan semakin dekatnya era PLTN di Indonesia disamping ancaman kondisi aktual "ancaman terorisme global" disamping faktor-faktor lain yang dapat memicu terjadinya kecelakaan nuklir akibat kesalahan manusia, kesalahan prosedur, kegagalan teknis peralatan dan ancaman alamo

Penelitian menyajikan data bahwa kecelakaan radiasi disebabkan 75% oleh kesalahan operator atau kesalahan mengikuti prosedur dan sisanya 25% diakibatkan kesalahan teknis peralatan[6]. Kasus kecelakaan TMI, Chernobyl dan Tokaimura juga merupakan lesson learn yang berharga untuk mendorong akselerasi terciptanya sistem kesiapsiagaan nuklir di Indonesia.

Respon terhadap kecelakaan nuklir pada dasarnya sarna dengan respon terhadap kecelakaan bahan berbahaya lainnya. Perbedaan utamanya terletak pada kenyataan bahwa pada sebagian besar kecelakaan bahan berbahaya, bahaya terse but dapat dicium, dilihat dan dirasakan, sementara bahaya nuklir tidak. Keandalan kemampuan untuk menanggulangi kedaruratan nuklir membutuhkan perencanaan kesiapan yang saling mendukung dan terintegrasi pada semua tingkatan serta diprogramkan dalam suatu sistem kesiapsiagaan nuklir Dengan demikian sistem kesiapsiagaan nuklir yang terpadu harus dikembangkan sehingga fungsi penanggulangan kedaruratan dapat diaplikasikan setiap saat jika dibutuhkan. Dalam kasus kedaruratan nuklir, penanggulangan kedaruratan ditujukan untuk(2) :

• Mengendalikan situasi

• Mencegah atau mengurangi dampak di lokasi kecelakaan

• Mencegah timbulnya efek deterministik terhadap pekerja dan masyarakat • Memberikan pertolongan pertama dan penanganan korban radiasi

• Mencegah timbulnya efek stokastik pada masyarakat

• Mencegah timbulnya dampak non radiologi yang tidak diharapkan • Mencegah terjadinya kerusakan alam dan lingkungan

• Kegiatan pemulihan kondisi.

Evaluasi terhadap status kesiapsiagaan nuklir di Indonesia saat ini diharapkan dapat memberikan deskripsi utuh tentang kondisi sesungguhnya status kesiapsiagaan nuklir menyongsong era Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dimasa datang.

(5)

Scminar Tahunan Pcngawasan Pcm~nfaatan Tenaga Nuklir - Jakarta, 11 Dcsember 2003

PEMBAHASAN

ISSN 1693 - 7902

Pembahasan aspek kesiapsiagaan nuklir menyajikan hasil-hasil inspeksi kesiapsiagaan nuklir yang telah dilakukan BAPETEN dan hasil review tim EPREV IAEA sebagai baseline status kesiapsiagaan nuklir di Indonesia saat ini. Hasil-hasil tersebut dievaluasi tingkat pencapainnya dan diidentifikasikan aspek-aspek yang perlu disempurnakan. Pembahasan dan evaluasi dilakukan dengan membandingkan data hasil inspeksi/review dengan pokok kriteria penerimaan sesuai ketentuan yang berlaku. Evaluasi diharapkan dapat menyempurnakan kekurangan-kekurangan yang ada sehingga dapat disusun suatu sistem Kesiapsiagaan Nuklir Nasional yang terpadu, efektif dan efisien.

Ruang lingkup evaluasi dibatasi pada hasil inspeksi kesiapsiagaan nuklir dibidang kesehatan, industri dan penelitian. Bahasan status kesiapsiagaan nuklir bidang kesehatan dan industri dibatasi pada intalasi yang mempunyai potensi dampak radiologi tinggi mencakup antara lain: instalasi irradiator, akselerator, radioterapi, produksi radioisotop dan instalasi sejenis lainnya (9),(10). Untuk bidang penelitian pembahasan status kesiapsiagaan nuklir difokuskan pada reaktor penelitian dan instalasi nuklir lain seperti, instalasi elemen bakar nuklir, pengelolaan limbah radioaktif.

Kriteria Penerimaan

Kriteria penerimaan untuk unsur infrastmktur mencakup dan meliputi hal-hal berikut :

l). Tanggung jawab organisasi hams sesuai dengan fungsi penunjukannya;

2). Koordinasi semua tindakan yang dilakukan oleh selumh unsur terkait hams dapat dikoordinasi dalam satu sistem;

3). Perencanaan dan prosedur hams mampu menjamin penerapan tindakan yang efektif;

4). Fasilitas, peralatan dan sarana pendukung harus tersedia secara memadai; dan 5). Pelatihan dan uji coba hams mampu membentuk personil dan organisasi

(6)

· Seminar Tahunan Pengawasan Pemanfaatan Tenaga Nuklir - Jakarta, 11 Dcsembcr 2003 ISSN 1693 -7902

Kriteria penerimaan untuk fungsi penanggulangan mencakup dan meliputi hal-hal berikut :

1). Pengkajian kecelakaan awal harus mampu mengidentifikasi kecelakaan dan memulai tindakan yang terkoordinasi;

2). Pemberitahuan dan pengaktifan harus dapat menginformasikan dengan segera, efektif, dan terkoordinasi diseluruh kelompok dan instansi yang terkait dalam melaksanakan tugas penanggulangan kedaruratan;

3). Tindakan penanggulangan pada sumber kecelakaan harus mampu melaksanakan semua tindakan segera yang tepat dan tindakan tindak lanjut untuk mengurangi resiko atau besaran pelepasan dalam fasilitas atau ke lingkungan;

4). Tindakan penanggulangan mendesak harus mampu dilaksanakan untuk mencegah dampak kesehatan deterministik;

5). Penerangan dan informasi masyarakat harus mampu memberikan informasi yang tepat dan efisien kepada masyarakat;

6). Perlindungan terhadap pekerja kedaruratan harus mampu menjamin pekerja kedaruratan pada fasilitas, kawasan dan lepas kawasan bahwa dosis komulatif mereka dipantau sesuai dengan batasan yang ditentukan oleh BAPETEN; 7). Bantuan medis, pemadam kebakaran dan kepolisian harus tersedia dengan

cukup,dan

8). Hubungan media massa harus mampu memberikan informasi terkoordinasi ke media massa secar berkala untuk menjamin bahwa masyarakat menerima informasi yang tepat akurat mengenai tindakan penanggulangan dan perkembangan kedaruratan.

Status Kesiapsiagaan Nuklir

Secara nasional ketentuan yang berkaitan dengan penanggulangan kecelakaan nuklir di Indonesia telah diatur dalam beberapa peraturan pemerintah dan Keputusan Kepala BAPETEN (8),(9),(11),(12),(14). Ketentuan-ketentuan terse but belum mengatur dan menetapkan satu sistem kesiapsiagaan nuklir nasional terpadu untuk menyatukan seluruh komponen terkait dalam fungsi kesiapsiagaan dan penanggulangan kedaruratan yang efektif dan efisien. Kondisi ini mengakibatkan belum terwujudnya suatu sistem

(7)

Seminar Tahunan Pengawasan Pemanfaatan Tenaga Nuklir - Jakarta, 11 Desember 2003 ISSN 1693 - 7902

kesiapsiagaan nuklir yang tcrpadu pada tingkat fasilitas, kawasan, daerah dan nasional, hal ini ditunjukan dengan data sebagai berikut :

HasH Inspeksi BAPETEN

Status kesiapsiagaan nuklir dibidang kesehatan ,industri dan penelitian di Indonesia perIu mendapatkan perhatian pembinaan yang lebih serius. Beberapa kejadian insiden atau kecelakaan dibidang kesehatan, industri dan penelitian tercatat misalnya : meninggalnya 1 orang pasien overexposure di Surabaya (1998), hilangnya zat radioaktif di PT.Krakatau Steel (2000), insiden kegagalan produksi FPM di P2TRR-BATAN (2000) dU. Secara garis besar hal-hal penting yang harus mendapatkan perhatian dan pembinanan serius adalah :

a). Pengguna tenaga nuklir belum atau tidak melakukan identifikasi tentang potensi dan dampak bahaya radiasi yang ada di fasilitas terhadap manusia dan lingkungan pada saat kondisi kecelakaan nuklir seperti tersebut dalam Laporan Analisa Keselamatan (LAK) atau pada saat kecelakaan parah. / b). Pengguna tenaga nuklir belum atau tidak mempunyai kemampuan untuk

melaksanakan evaluasi dan identifikasi kondisi kecelakaan beserta dampaknya sebagai dasar klasifikasi kecelakaan dan upaya langkah penanggulangan kedaan darurat.

c). Pengguna tenaga nuklir belum atau tidak mempunyai sistem pelaporan kepada BAPETEN dan pihak terkait lainnya.

d). Pengusaha instalasi belum atau tidak mempunyai organisasi maupun personil yang bertanggung jawab dalam penanggulangan kedaruratan nuklir

e). Pengusaha instalasi belum atau tidak mempunyai koordinasi dengan pihak terkait lainnya.

f). Tidak ada atau tidak mencukupinya prosedur penanggulangan keadaan darurat g). Tidak tersedianya atau tidak mencukupinya fasilitas, peralatan dan pendukung

yang diperIukan untuk fungsi penanggulangan kedaruratan.

h). Belum adanya program pelatihan uji coba dan sistem tes/evaluasi untuk menjamin kesiagaan personil, peralatan dan sistem secara keseluruhan.

i). Fungsi penanggulangan : identifikasi kecelakaan awal, pemberitahuan dan pengaktifan, tindakan penanggulangan, perIindungan terhadap pekerja

(8)

Seminar Tahunan Pengawasan Pemanfaatan Tenaga Nuklir - Jakarta, II Desember 2003 ISSN 1693 - 7902

kedaruratan dan masyarakat, informasi dan instruksi kepada masyarakat belum ditetapkan.

Evaluasi EPREV-IAEA

Review Kesiapsiagaan Nuklir pada tahun 1999 dilakukan sesuai standar IAEA (I).

Ruang lingkup review dilakukan berdasarkan skenario potensi kecelakaan terparah yang mungkin terjadi pada reaktor P2TRR - BA TAN. Reaktor P2TRR - BA TAN sebagai reaktor penelitian dengan daya termal 30 MWth dikategorikan mempunyai kategori ancaman tingkat n(1),(2),(3), kondisi ini mewajibkan Indonesia secara nasional harus

mampu menyusun Sistem Kesiapsiagaan Nuklir Nasional pada tingkatan kategori II. Hasil Review Tim EPREV - IAEA terhadap BAPETEN, Pengguna tenaga nuklir, dan Jembaga terkait lain sebagai berikut :

a). Kebijakan sistem kesiapsiagaan nuklir tingkat Nasional, tingkat Daerah, tingkat Kawasan dan Fasilitas belum disusun sebagai sistem dan program yang terintegrasi dan konsisten dengan manajemen kedaruratan non nuklir.

b). Organisasi-organisasi yang bertanggung jawab dalam tug as-tug as penanggulangan tertentu belum diidentifikasikan.

c). Mekanisme koordinasi kesiapsiagaan dan tugas penanggulangan pada semua tingkatan, baik di tingkat on-site/off-site, organisasi respons lokal dan koordinasi semua lapisan pemerintah belum ditetapkan.

d). Sistem dan Proses notifikasi yang efektif dan efisien belum ditetapkan pada semua tingkatan

e). Rencana dan Prosedur penanggulangan kedaruratan nuklir/radiologi belum disusun.

f). Fasilitas, Peralatan dan sarana Pendukung belum mencukupi sesuai dengan tugas dan fungsi-fungsi penanggulangan kedaruratan.

g). Program pelatihan dan uji coba di tingkat Nasional, Daerah, Kawasan dan Fasilitas belum diprogramkan secara terpadu.

h). Fungsi penanggulangan : identifikasi kecelakaan awal, pemberitahuan dan pengaktifan, tindakan penanggulangan, perlindungan terhadap pekerja kedaruratan dan masyarakat, informasi dan instruksi kepada masyarakat belum ditetapkan.

(9)

Seminar Tahunan Pengawasan Pemanfaatan Tenaga Nuklir - Jakarta,

II

Desember 2003 ISSN 1693 - 7902

Uji Status

Status kesiapsiagaan nuklir Indonesia diuji dengan sebuah skenario ancaman tertinggi (Lampiran 1) yang dapat terjadi di Indonesia:

Reaktor P2TRR-BATAN telah beroperasi dengan daya penuh selama beberapa hari, terjadi suatu kecelakaan pada hari Sabtu dengan initiating event tertentu sehingga mengakibatkan release zat radioaktif kelingkungan melewati batas kawasan PUSPIPTEK melebihi batas keselamatan yang telah ditentukan sehingga kuat diperkirakan dapat menimbulkan dampak kesehatan terhadap masyarakat dan berpengaruh terhadap kerusakan lingkungan hidup.

Analisa terhadap skenario kemampuan fungsi penanggulangan : a). Bagaimana pelaporan dan pemberitahuan dilakukan?

b). Siapa yang berkwajiban lapor dan memberitahu, kepada siapa saja pelaporan dan pemberitahuan disampaikan?

c). Siapa yang berkwajiban declare kedaruratan dan declare berakhimya kedaruratan?

d). Bagaimana identifikasi kecelakaan awal dilaksanakan : pendeteksian kecelakaan, pengklasifikasian kecelakaan, dan identifikasi peralatan yang digunakan?

e). Apa dan bagaimana tindakan penanggulangan dilakukan : identifikasi dampak kecelakaan, operasional penanggulangan, langkah evakuasi, dekontaminasi dan pertolongan medis, survei, monitoring dan pengawasan respon untuk mengurangi eskalasi dan resiko kecelakaan?

f). Bagaimana perlindungan terhadap pekerja kedaruratan dan masyarakat dilaksanakan?

g). Bagaimana informasi dan instruksi kepada masyarakat yang tepat dan efisien diberikan?

Skenario kemampuan fungsi penanggulangan terse but diuji kesiagaannya dengan mengevaluasi kecukupan unsur-unsur infrastruktur yang harus dimiliki :

a). Sudahkah organisasi penanggulangan keadaan darurat terbentuk dengan kelengkapan personil yang berkualifikasi sesuai tug as masing masing?

b). Sudahkah koordinasi dipersiapkan untuk menunjang tugas penanggulangan yang terpadu : sistem hubungan antar organisasi yang terkait dalam fungsi

(10)

Scminar Tahunall PCllgawasall Pcmallfaatan Tcnaga Nuklir • Jakarta, 11 Dcscmbcr 200.\ ISSN 1693 - 7902

penanggulangan, prosedur koordinasi organisasi terkait, perjanjian atau dokumen tertulis dengan organisasi terkait lainnya?

C). Sudah tersedia dan mencukupikah semua prosedur penanggulangan yang mendasari dan memandu pelaksanaan penanggulangan?

d). Sudah tersedia dan mencukupikah semua fasilitas, peralatan dan sarana pendukung yang akan digunakan dalam fungsi penanggulangan?

e). Sudah pemahkah semua kelengkapan un sur infrastruktur diatas diuji cobakan dalam program pelatihan?

Secara garis besar data lapangan yang diperoleh disajikan sebagai berikut : Tingkat Lokal :

a). Instalasi belum mempunyai analisa kecelakaan parah dan dampaknya untuk kepentingan manajemen kedaruratan.

b). Koordinasi dengan pemerintah lokal (Kecamatan, Kabupaten, Propinsi) belum ditetapkan.

c). Koordinasi dengan organisasi penanggulangan terkait (Kepolisian, Rumah Sakit rujukan, Dinas Pemadam Kebakaran dll) belum ditetapkan.

d). Prosedur penanggulangan untuk proteksi pekerja kedaruratan off-site belum tersedia.

e). Prosedur penanggulangan untuk proteksi dan evakuasi masyarakat belum tersedia.

f). Fasilitas, peralatan dan sarana pendukung untuk pelaksanaan evakuasi, prasarana dan lokasi evakuasi, dan pos koordinasi penanggulangan kedaruratan belum ditetapkan.

g). Pedoman pelaksanaan pemberian informasi dan instruksi kepada masyarakat belum tersedia.

Tingkat Nasional :

a). Kebijakan manajemen kedaruratan nuklir belum diakomodasikan didalam kebijakan manajemen penanggulangan bencana seperti misalnya yang telah dikoordinasikan oleh BAKORNAS-PB.

b). Identifikasi dan pembagian tugas teknis penanggulangan dari tiap-tiap organisasi terkait pada tingkat Nasional belum ditetapkan.

(11)

Seminar Tahunan Pengawasan Pemanfaatan Tenaga Nuklir - Jakarta, II Descmber 2003 ISSN 1693 - 7902

c). Kewenangan didalam fungsi koordinator pengendalian, komando dan pengawasan penangulangan kedaruratan nuklir tingkat nasional belum ditetapkan.

d). Ketersediaan fasilitas, peralatan dan sarana pendukung fungsi penanggulangan belum mencukupi.

e). Program dan pelaksanaan pelatihan dan uji coba penanggulangan kedaruratan nuklir tingkat nasional belum disusun.

f). Standar Pedoman Pelaksanaan Penanggulangan belum ditetapkan.

Secara umum data tersebut menunjukkan kondisi status Kesiapsiagaan nuklir di Indonesia :

1). Manajemen Penanggulangan Bencana masih terfokus pada bencana-bencana konvensional.

2). Belum tersedianya Manajemen Kecelakaan nuklir ctengan anggapan bahwa kecelakaan nuklir tidak mungkin akan terjadi karena sudah disediakan desain yang inherently safe maupun engineering safety pada fasilitas yang dimiliki. 3). Belum tersedianya ketentuan yang mengatur Sistem Kesiapsiagaan nuklir

Nasional yang disebabkan oleh belum terintegrasinya kedaruratan nuklir di dalam kebijakan nasional dalam manajemen penanggulangan bencana yang dikoordinasikan oleh BAKORNAS-PB. Secara struktural keberadaan kelembagaan BAKORNAS-PB mengalami perubahan setelah beberapa kali pergantian kabinet Pemerintahan sehingga menimbulkan hambatan dalam pelaksana koordinasi integrasi program.

4). Keterbatasan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia dan infrastruktur pendukung.

KESIMPULAN

Status Sistem Kesiapsiagaan Nuklir di Indonesia sekarang ini belum dapat berfungsi secara optimal dan efektif dalam merespon tantangan kedaruratan yang dapat terjadi kapan saja dimanapun di wilayah Republik Indonesia.

Status Sistem Kesiapsiagaan Nuklir Indonesia harus segera ditingkatkan dan disempurnakan sehingga ketersediaan dan kelengkapan unsur infrastruktur dan

(12)

Seminar Tahunan Pengawasan Pemanfaatan Tenaga Nuklir - Jakarta, 11 Desember 2003 ISSN 1693 - 7902

fungsional ditingkat fasilitas, kawasan, daerah dan nasional dapat mewujudkan kemampuan respon kedaruratan yang handal setiap saat diperlukan. Peningkatan kemampuan ini menjadi sangat penting karena keberadaan PL TN disuatu negara mengharuskan negara tersebut mempunyai kemampuan Program Kesiapsiagaan Nuklir Kategori I dengan persyaratan lebih kompleks dan ketat dibandingkan dengan Sistem kesiapsiagaan Nuklir Kategori II.

Status Kesiapsiagaan Nuklir Indonesia saat ini merupakan pencapaian positif yang berguna untuk menyempumakan langkah-Iangkah pengawasan yang sudah terlaksana dan sebagai langkah mendasar yang penting untuk segera menyusun Sistem Kesiapsiagaan Nuklir Nasional sebagai upaya antisipasi kesiapan dengan dioperasikannya PL TN.

SARAN

1). Sesuai dengan ketentuan PP.63/2000 Pengusaha Instalasi hams segera membuat Program Kesiapsiagaan Nuklimya dengan melengkapi dan atau menyempumakan unsur infrastruktur serta unsur Fungsi Penanggulangan sesuai dengan ketentuan seperti yang diatur dalam SK.Ka.BAPETEN No.05-P/2003. 2). BAPETEN sesuai dengan tugas dan kewenangan seperti diatur dalam

UU.No.10/1997 pada tingkat nasional diharapkan segera menyusun Sistem Kesiapsiagaan Nuklir Nasional dengan :

a. Melaksanakan identifikasi dan koordinasi terhadap Departemen, Lembaga Pemerintah atau Lembaga lain yang terkait tugas-tugas penting penanggulangan kedaruratan sesuai kemampuan, tugas dan wewenang, misalnya :

• BAKORNAS-PB

• Departemen Kesehatan, Dinas Kesehatan, Rumah Sakit • Departemen Pertanian

• Depertemen Kelautan

• Departemen Pertahanan Keamanan, NUBIKA • Kepolisian

(13)

Seminar Tahunan Pengawasan Pemanfaatan Tenaga Nuklir - Jakarta, II Desember 2003 ISSN 1693 - 7902

b. Menyusun pengembangan sistem komunikasi, koordinasi, komando pelaksanaan dan pengawasan penanggulangan kedaruratan secara efektif dan efisien disetiap tingkatan Fasilitas, Kawasan, Daerah dan Nasional.

c. Menyusun Standar Prosedur Penanggulangan Kedaruratan Nuklir.

d. Menyusun dan melaksanakan program pelatihan penanggulangan kedaruratan nuklir tingkat nasional.

3). Sistem Kesiapsiagaan Nuklir Nasional hendaknya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah yang mengatur secara menyeluruh tentang Organisasi, Tugas dan Kewenangan, Koordinasi, Fasilitas dan Sarana pendukung, Program Pelatihan dan Jaminan Kualitas Sistem. Peraturan Pemerintah ini akan memudahkan dan mengefektifkan jalur otoritas komando oleh koordinator nasional kepada seluruh departemen atau lembaga pemerintah terkait dalam tugas penanggulangan kedaruratan nuklir di semua tingkatan.

DAFTARPUSTAKA

1. IAEA, Method for Development of Emergency Response Preparedness for Nuclear or Radiological Accident, IAEA-TECDOC-953, Viena,1997;

2. IAEA, Method for Developing Arrangements for Response to Nuclear or Radiological Emergency, Updating IAEA-TECDOC-953, Viena, 2003;

3. IAEA Safety Standards Series, Preparedness and Rensponse for a Nuclear or Radiological Emergency, GS-R-2, Viena, 2002;

4. IAEA, International Basic Safety Standards for Protection against Ionizing Radiation and for the Safety of Radiation Sources, Safety Series No. 115, Vienna,

1996;

5. IAEA, Safety Assessment of Research Reactor and Preparation of the Safety Analysis Report, Safety Series No.35-Gl, Vienna, 1994;

6. IAEA, Categorization of Radiation Sources, IAEA-TECDOC-1191, Viena 2000; 7. IAEA - EPREV Team, Resume Final Report Emergency Preparedness Review

Indonesia, Indonesia 1999;

8. Undang-Undang Republik Indonesia No.10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, 1997;

(14)

Seminar Tahunan Pengawasan Pema'lfaatan Tenaga Nuklir - Jakarta, II Oesember 2003- ISSN 1693 - 7902

9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.63 Tahun 2000 tentang Keselamatan dan Kesehatan terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion, 2000;

10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.64 Tahun 2000 tentang Perizinan Pemafaatan Tenaga nuklir, 2000;

11. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.26 Tahun 2002 tentang Keselamatan Pengangkutan Zat Radioaktif, 2002;

12. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.2? Tahun 2002 tentang Pengelolaan limbah Radioaktif, 2002;

13. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 106 Tahun 2001 tentang Pengesahan Convention on Nuclear Safety, 2001;

14. BAPETEN, Pedoman Rencana Penanggulangan Keadaan Darurat, No. 05-PlKa-BAPETEN/I-03, 2003.

(15)

Seminar Tahunan Pengawasan Pemanfaatan Tenaga Nuklir - Jakarta, 11 Desember 2003

Lampiran 1

ALUR LOG IS UJI STATUS

PROGRAM KESIAPSIAGAAN NUKLIR

ISSN 1693 - 7902

...

ldentifikasikan ] ~. Organisasi

komponen

---1.

Koordinasi

lnfrastruktur - ~.

.

Prosedur

1

~.

L ~...~~.:~~~~~.

Fasilitas, peralatan

~. ~~

.i.. ~.~.~.~ ...

"-•

,

U

j

i berdasar skenario "-kecelakaan

:

.

postulasi terparah~

ldentifikasikan komponen Fungsi

1

•••••••••••••••••• 1 ••••••••••••••••• ~ ••••••••••

...

j.

Identifikasi ~ kecelakaan awal ~. Pemberitahuan & pengaktifan Tindakan penanggulangan Penerangan & instruksi masyarakat Perlindungan pekerja kedaruratan Bantuan instansi terkait Hubungan media massa PROGRAM KESIAPSIAGAAN NUKLIR

Pelatihan &Uji coba

I

I

Evaluasi & Review

...

1.

Prosedur ···1. Juklak • Juknis • Dokumen : pendukung ...

(16)

Seminar Tahunan Pengawasan Pcmanfaatan Tenaga Nuklir - Jakarta, II Dcscmber 2u03 ISSN 1693 - 7902

DISKUSI

Pertanyaan (Priyanto M Joyosukarto -INDUS)

Sejauh mana kedaruratan yang saudara maksud telah mempertimbangkan peran institusi terkait?

Jawaban (Dedik Eko Sum argo - BAP ETEN)

Sistem kesiapsiagaan dan pemanggulangan kedaruratan melibatkan peran institusi yang banyak dan lintas sektoral baik dari : Pengusaha instalasi, Pemerintah lokal propinsi dan tingkat nasional. Peran dan fungsi masing-masing institusi tersebut harus diatur, dikoordinasikan dan disatukan dalam sebuah satu sistem kesiapsiagaan nuklir nasional yang terpadu, efektif dan efisien. Ketentuan yang mengatur semua hal tersebut diatas sebaiknya diatur dalam peraturan pemerintah sehingga dapat dicapai tujuan secara optimal.

Referensi

Dokumen terkait

Skema klasifikasi habitat bentik perairan dangkal yang dihasilkan dari 434 titik stasiun pengamatan, selanjutnya akan dibagi menjadi dua yaitu sebanyak 217 stasiun

Tempoh minimum intenship adalah 504 jam yang bernilai 6 jam kredit di mana tempoh minimum 192 jam hendaklah merupakan perhubungan secara bersemuka ( face to face

Adapun untuk besarnya pengaruh limbah kelapa sawit terhadap pendapatan petani di Desa Pariok Kecamatan Candi Laras Utara Kabupaten Tapin adalah sebesar 72%.. Sedangkan

Penerapan pola agroforestri di Maluku dengan mengelola pohon secara bersama-sama dengan tanaman pertanian dan atau makanan ternak dalam sebuah sistem ditujukan untuk

Dari data status hara tanah sawah di Kabupaten Bengkulu Selatan maka diperoleh rekomendasi pupuk N, P dan K dalam bentuk Urea, SP-36 dan KCl untuk padi sawah

Dalam suatu peralatan di sistem pembangkitan yang telah terpasang rele-rele proteksi, diperlukan setting terhadap rele tersebut dengan mengetahui gangguan tidak

Setelah dilakukan penelitian tentang pengaruh terapi pijat refleksi kaki terhadap tekanan darah pada penderita hipertensi primer didapatkan hasil yang menunjukkan bahwa

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa figur orang tua di dalam keluarga besar memiliki pemaknaan bahwa pengasuhan anak, selain dari segi fisik seperi memberikan