• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Pariwisata Rendah Karbon Sebagai Solusi Pembangunan Ekonomi yang Berkelanjutan bagi Masyarakat Indonesia. Oleh : Siti Aisyah Alting

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penerapan Pariwisata Rendah Karbon Sebagai Solusi Pembangunan Ekonomi yang Berkelanjutan bagi Masyarakat Indonesia. Oleh : Siti Aisyah Alting"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1 Penerapan Pariwisata Rendah Karbon Sebagai Solusi Pembangunan Ekonomi yang

Berkelanjutan bagi Masyarakat Indonesia

Oleh : Siti Aisyah Alting

Abstrak

Menghadapi dilema antara pertumbuhan ekonomi yang cepat dan emisi karbon dioksida tinggi, ekonomi rendah karbon dapat menjadi salah satu solusi efektif. Industri pariwisata rendah karbon dapat menjadi salah satu pendekatan untuk dapat mengimplementasikan pembangunan yang berkelanjutan sebagai bagian dari penerapan pembangungan ekonomi rendah karbon. Artikel ini akan memuat konsep fundamental dari kepariwisataan rendah karbon dan akan mencoba mengkaji pariwisata rendah karbon ini dan kemungkinan untuk dapat diaplikasikan di Indonesia. Beberapa poin didalam pembangungan yang berkelanjutan di bidang industri pariwisata akan didiskusikan dalam ruang lingkup peran pemangku kebijakan, sektor pendukung pariwisata, masyarakat lokal, dan wisatawan sebagai subjek pariwisata untuk mencapai kualitas pariwisata yang lebih baik dan diharapkan membentuk suatu keharmonisan antara pembangunan ekonomi, sosial, dengan tetap memperhatikan aspek lingkungan.

Kata kunci : Pariwisata rendah karbon, ekonomi rendah karbon, pembangunan yang berkelanjutan

I. Pendahuluan

Indonesia tidak dapat dipungkiri merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dan juga objek wisata termasuk didalamnya wisata alam maupun wisata budaya. Industri pariwisata di Indonesia mengalami pertumbuhan yang sangat pesat ditandai dengan meningkatnya kunjungan wisatawan setiap tahun menurut data yang dilansir oleh Biro Pusat Statistik. Dengan industri pariwisata yang akan terus mengalami perkembangan pesat hingga tahun-tahun mendatang ini, lingkungan di sekitar objek wisata akan mengalami tekanan yang cukup besar dalam hal konsumsi energi dan emisi limbah (terutama sampah domestik) yang disebabkan oleh pengembangan pariwisata. Semakin banyaknya volume wisatawan, baik domestik maupun internasional, akan meningkatkan emisi dari gas rumah kaca, terutama karbon dioksida. Hal ini dapat menjadi suatu permasalahan penting jika tidak disikapi secara bijak oleh pemerintah, pemangku kebijakan, dan terutama masyarakat lokal yang menerima dampak secara langsung. Pemerintah, baik pusat maupun daerah, perlu merumuskan strategi

(2)

2 atau kebijakan untuk mengembangkan strategi industri pariwisata rendah karbon sebagai bentuk proteksi terhadap lingkungan sehingga menjadikan industri pariwisata sebagai bagian dari rencana pembangunan ekonomi yang berkelanjutan bagi masyarakat.

Pada dasarnya industri pariwisata adalah industri terbesar didunia menurut WTO di tahun 2007. Dari 50 negara paling miskin di dunia, pendapatan dari industri pariwisata adalah salah satu sumber pendapatan utama di 46 negara tersebut (WTO, 2007). Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa betapa pentingnya untuk mempertimbangkan dampak lingkungan dari industri pariwisata ini. Sebuah studi menyebutkan bahwa wisatawan menyebabkan 4.4% dari emisi CO2 global, dan emisi ini diproyeksikan akan meningkat dengan angka rata-rata 3.2% pertahun hingga tahun 2035 (Peters dan Dubois, 2010 dalam Jiuping, 2011). Hal ini menandakan bahwa pengembangan dari industri pariwisata dapat memberikan dampak penting bagi ekonomi secara global.

II. Teori Terkait Ekonomi dan Pariwisata Rendah Karbon

Ekonomi rendah karbon adalah ekonomi yang didasari oleh konsumsi energi yang lebih rendah, lebih sedikit menghasilkan polusi, dan emisi yang lebih rendah. Mengacu pada petunjuk pembangunan yang berkelanjutan, pengembangan energi yang terbarukan dan lain sebagainya, pokok penting dari ekonomi rendah karbon adalah meminimalisasi konsumsi energi dari bahan bakar fosil, mereduksi emisi gas rumah kaca, dan untuk menghasilkan pola yang saling menguntungkan antara pembangunan ekonomi dan sosial serta tetap menjaga ekologi dan lingkungan. hal ini dapat dilakukan melalui inovasi secara teknis, inovasi sistem, maupun restrukturisasi industri (Huang, 2009).

Konsep Pariwisata rendah karbon pertama kali dicetuskan dalam Forum Ekonomi Dunia di tahun 2009 bertajuk “Menuju Industri Perjalanan dan Pariwisata Rendah Karbon”. Pariwisata rendah karbon adalah suatu metode baru penerapan pembangunan yang berkelanjutan yang dapat meraih lebih banyak keuntungan bagi industri pariwisata baik dari segi ekonomi, sosial, maupun lingkungan, melalui penggunaan teknologi-teknologi rendah karbon, tatacara untuk penerapan mekanisme penurunan karbon, dan promosi industri pariwisata yang rendah karbon (Cai, 2010). Tujuan utama dari pariwisata rendah karbon adalah untuk menghasilkan kualitas pariwisata yang lebih baik dengan emisi karbon dan polusi yang lebih rendah dalam hal transportasi, akomodasi, konsumsi, dan aspek hiburan lain terkait kegiatan wisatawan selama melakukan perjalanan wisata (Liu, 2010).

Terdapat lima subsistem yang termasuk didalam sistem kepariwisataan rendah karbon, yaitu : energi, emisi limbah yang dihasilkan (terutama sampah domestik), jumlah

(3)

3 turis/wisatawan, pendapatan dari sektor pariwisata, dan jumlah dari fasilitas penerima turis/wisatawan (Jiuping, 2011). Hubungan kuantitatif dari kelima sub sistem ini sangat penting bagi penentu kebijakan, dalam hal ini pemerintah, dalam hal perencanaan kebijakan untuk pembangunan sektor pariwisata yang berkelanjutan. Kelima sub sistem ini juga merupakan kontributor terbesar dalam menghasilkan gas rumah kaca di dalam industri pariwisata.

III. Tinjauan Studi Mengenai Pariwisata Rendah Karbon

Penilaian secara kuantitatif dalam emisi karbon dalam industri pariwisata merupakan salah satu topik yang cukup hangat di kalangan para ilmuwan dunia. Hal ini terbukti dari berbagai studi mengenai pariwisata rendah karbon (Tang, 2011). Sebagai contoh Beckena dkk menyebutkan bahwa total energi yang dikeluarkan oleh wisatawan internasional adalah empat kali dari jumlah energi yang dikeluarkan oleh wisatawan domestik. Transportasi merupakan kontributor utama yaitu senilai 65–73% dari total konsumsi energi, dan bisa menjadi prioritas untuk menjadi poin yang dapat direduksi untuk penghematan energi. Dalam studi Kuo dan Chen digunakan metode “Penilaian Siklus Hidup” untuk mengeksplorasi dampak lingkungan dalam transportasi dan aktivitas rekreasi pada pariwisata di daerah kepulauan.

IV. Pengembangan Industri Pariwisata Rendah Karbon di Indonesia

IV.1 Peran pemangku kebijakan dalam hal penerapan pariwisata rendah karbon Dalam mewujudkan pariwisata rendah karbon, peranan seluruh pemangku kebijakan sangat penting dan juga turut melibatkan masyarakat mulai dari sektor hulu (kegiatan produksi) hingga kegiatan hilir (kegiatan produksi jasa). Hal ini ditujukan agar masyarakat lokal tidak hanya menjadi penonton tetapi juga turut serta menjaga, merasa memiliki, dan ikut menyukseskan penerapan pariwisata rendah karbon. Tanpa dukungan dari masyarakat lokal, konsep pariwisata rendah karbon akan mengalami banyak gangguan dalam pelaksanaannya.

Pemerintah diharapkan dapat merumuskan suatu kebijakan mengenai proteksi lingkungan dalam hal pembuatan suatu rencana pariwisata. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mempertimbangkan adat istiadat setempat dan kearifan lokal. Pariwisata Indonesia, dengan keragaman budaya dan adat istiadat masing-masing daerah, memerlukan suatu kebijakan yang khusus bagi tiap daerah dalam perumusannya, tentunya dengan tetap mengacu pada rancangan kebijkan pariwisata nasional sebagai pondasinya. Pemerintah bekerja sama dengan sektor swasta juga diharapkan dapat meningkatkan jumlah sekolah

(4)

4 kejuruan maupun balai latihan dan keterampilan kerja yang akan menciptakan tenaga kerja profesional siap pakai untuk dapat mendukung industri pariwisata yang dibangun. Di dalam kurikulum mata pelajaran diharapkan ditambah dengan pengenalan mengenai lingkungan dan juga pentingnya untuk menjaga lingkungan sejak dini.

IV.2 Peran sektor pendukung pariwisata dalam hal penerapan industri pariwisata rendah karbon

IV.2.1 Biro Perjalanan Wisata.

Sebagai bagian penting dalam pariwisata, biro perjalanan wisata memainkan peranan dalam penerapan pariwisata rendah karbon. Biro perjalanan wisata ini mampu menjadi agen penyebar informasi mengenai alternatif pariwisata rendah karbon. Hal ini dimungkinkan dengan pengembangan produk dan rute wisata yang rendah karbon untuk para wisatawan yang menginginkan. Sebagai contoh, wisata pendakian gunung yang disertai dengan perjalanan dengan menggunakan sepeda untuk mengurangi emisi karbon selain mengembangkan pariwisata yang berkelanjutan.

IV.2.1.1 Hotel dan Penginapan

Pihak hotel maupun penginapan jenis lainnya mampu meningkatkan pemahaman dan manajemen rendah karbon melalui penerapan standar pelayanan yang hemat energi, misalnya dalam hal hemat dalam penggunaan lampu maupun pendingin ruangan, daur ulang air misalnya untuk air toilet, mengurangi penggunaan minuman kemasan plastik,atau penyediaan makanan dari bahan baku lokal. Makanan dari bahan baku lokal dapat menghemat energi transportasi yang dikeluarkan dalam hal pengiriman barang selain tentu menguntungkan bagi masyarakat lokal.

IV.2.1.2 Sarana transportasi bagi wisatawan

Alat transportasi merupakan penyumbang terbesar dalam emisi karbon. Penggunaan alat transportasi yang rendah karbon dipadukan dengan adat istiadat setempat dapat menjadi pilihan, misalnya penggunaan delman atau becak sebagai mode transportasi yang rendah karbon dan juga merupakan paket wisata yang menarik bagi wisatawan.

IV.2.1.3 Objek wisata yang menciptakan pola pariwisata rendah karbon

Sebagai bagian penting dalam aktivitas wisatawan, objek wisata dapat menjadi tempat yang penting untuk mereduksi emisi karbon yang dihasilkan. Pembangunan objek wisata, mulai dari rencana, pengembangan, dan konstruksi bangunan fisik diharapkan tetap mengacu pada prinsip rendah karbon. Tiap objek wisata dapat dipasangi informasi mengenai aktivitas daur ulang produk yang dapat dilakukan, fakta terkait lingkungan, maupun informasi mengenai pentingnya menjaga kebersihan. Bagi para pengunjung yang melanggar aturan

(5)

5 tersebut ,jika perlu, dapat dikenakan denda. Selain itu diharapkan pada setiap objek wisata memiliki sarana pengolahan air tap gratis untuk mengurangi pembelian air minum dalam kemasan plastik.

IV.2.1.4 Implementasi pola rendah karbon bagi wisatawan

Sebagai pelaku dalam aktivitas wisata, wisatawan adalah penggerak utama dalam penerapan wisata rendah karbon. Pola rendah karbon bagi wisatawan ini dapat diterapkan misalnya dalam hal pola makan makanan hijau, tidak menggunakan sumpit atau peralatan makan sekali pakai lainnya. Dalam hal akomodasi, wisatawan dianjurkan untuk memilih hotel yang menerapkan prinsip “hijau”, untuk rombongan wisatawan dalam jumlah besar dapat memilih untuk tinggal bersama di hostel sehingga menghemat biaya serta menghemat listrik yang digunakan. Pada saat berwisata, wisatawan diharapkan dapat berkontribusi dalam hal mereduksi sampah yang dihasilkan, dan juga turut serta membuang sampah di tempat yang telah disediakan sebagai bagian dari pelestarian lingkungan. Saat berbelanja, wisatawan diharapkan menggunakan kantong belanja sendiri, dan membeli produk cinderamata eko-wisata dan menghindari pengepakan yang berlebihan. Wisatawan diharapkan untuk tidak membeli hewan langka dan produk hewan yang diawetkan untuk menjaga hewan tersebut dari kepunahan.

Wisatawan juga dapat memilih paket wisata yang ramah lingkungan misalnya wisata potong padi, menanam padi di sawah, penyelaman maupun mendaki bukit. Wisatawan juga dapat terlibat dalam acara ritual kebudayaan setempat sekaligus menerapkan pola wisata rendah karbon.

V. Kesimpulan

Sebagai salah satu metode baru dalam pengembangan industri pariwisata, pariwisata rendah karbon dapat menjadi salah satu alternatif yang memiliki nilai lebih dalam penerapannya. Penerapan pariwisata rendah karbon secara menyeluruh harus melibatkan para pemangku kebijakan, seluruh sektor pendukung pariwisata, masyarakat lokal, selain tentu wisatawan sebagai subjek untuk mencapai kualitas pariwisata yang lebih baik dan diharapkan membentuk suatu keharmonisan antara pembangunan ekonomi, sosial, dengan tetap memperhatikan aspek lingkungan.

(6)

6 Daftar Pustaka

Beckena S, Simmonsb DG, Frampton C.(2003). Energy use associated with different travel choices. Tourism Management; 24:267-277.

Cai M, Wang YM.(2010). Low-carbon tourism: a new mode of tourism development. Tourism Tribune; 1:3-17.

Huang WS. (2009).On the low-carbon tourism and the creation of low carbon tourist attractions. Ecological Economy; 11:100-2.

Jiuping Xu, Liming Yao, Liwen Mo. (2011). Simulation of low-carbon tourism in world natural and cultural heritage areas: An application to Shizhong District of Leshan City in China. Energy Policy; 39 ; 4298–4307.

Kuo NW, Chen PH.( 2009). Quantifying energy use, carbon dioxide emission, and other environmental loads from island tourism based on a life cycle assessment approach. Journal of Cleaner Production; 17:1324-1330.

Liu X. (2010). Low carbon tour: a future rural tourism model of Beijing. Social Science of Beijing; 1:42-6.

WTO, 2007. International trade statistics 2006. World Trade Organization, Geneva, Switzerland.

Z. Tang C.B. Shia, Z. Liuc.(2011). Sustainable Development of Tourism Industry in China under the Low-carbon Economy. Energy Procedia;5 :1303–1307

Referensi

Dokumen terkait

Pembagian dividen tunai dengan rasio dividen tunai adalah setiap 1 (satu) saham akan memperoleh

Éta Sang Hiang Galuh, kocapkeun kagungan istri, nya geulis ku hade polah, nama rajung raja Mantri, ti dinya kagungan putra, tuluy sahiji the istri. Nu kocap Prabu Galuh,

[r]

Menurut Supranto (2010: 228), kualitas pelayanan adalah sebuah kata yang bagi penyedia jasa merupakan suatu yang harus dikerjakan dengan baik, dengan harapan pelanggan

Legenda-legenda itu khususnya terkait dengan keberadaan Prabu Siliwangi, Raja Kerajaan Pajajaran yang merupakan karuhun (leluhur) orang Sunda. Menurut

Pada penderita GAD kecemasan yang dialami bersifat kronis dan sulit dikendalikan karena mereka mengalami gangguan emosional yang berlangsung terus menerus dan

Pada dasarnya aliran fluida dalam pipa akan mengalami penurunan tekanan atau pressure drop seiring dengan panjang pipa ataupun disebabkan oleh gesekan dengan

Metode penelitian yang digunakan adalah field research, berdasarkan aspek sosial tradisi membangun rumah, tatanan ruang dalam, bahan dan konstruksi bangunan, dengan