• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II Perencanaan Gording

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II Perencanaan Gording"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

4 BAB II

PERENCANAAN GORDING 2.1 Dasar Teori

2.1.1 Kuat Acuan

Dalam tata cara perencanaan konstruksi kayu Indonesia (PPKI NI-5), berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI-5) ada 2 cara menentukan kuat acuan, yaitu :

1. Kuat acuan berdasarkan atas pemilihan secara mekanis 2. Kuat acuan berdasarkan atas pemilihan secara visual.

2.1.1.1 Kuat Acuan Berdasarkan Atas Pemilihan Secara Mekanis

Pemilihan secara mekanis untuk mendapatkan modulus elastisitas lentur harus dilakukan dengan mengikuti standar pemilihan meanis yang baku. Berdasarkan modulus elastisitas lentur yang diperoleh secara mekanis, kuat acuan lainya dapat diambil mengikuti Tabel 2.1. Nilai kuat acuan (Mpa) berdasarkan atas pemilihan secara mekanis pada kadar air 15 %. Kuat acuan yang berbeda dengan tabel: 2.1, dapat digunakan apabila ada pembuktian secara eksperimental yang mengikuti standar-standar eksperimen yang baku.

Tabel 0-1. Nilai Kuat Acuan (MPa), Berdasarkan Atas Peralihan Secara Visual Kode Kayu Modulus Elastisitas Lentur Ew Kuat Lentur Fb Kuat Tarik Sejajar Serat F1 Kuat Tekan Sejajar Serat F2 Kuat Geser Fv Kuat Tekan Tegak Lurus Serat Fc E26 25000 66 60 46 6,6 24 E25 24000 62 58 45 6,5 23 E24 23000 59 56 45 6,4 22 E23 22000 56 53 43 6,2 21 E22 21000 54 50 41 6,1 20 E21 20000 50 47 40 5,9 19 E20 19000 47 44 39 5,8 18 E19 18000 44 42 37 5,6 17 E18 17000 42 39 35 5,4 16

(2)

5 E17 16000 38 36 34 5,4 15 E16 15000 35 33 33 5,2 14 E15 14000 32 31 31 5,1 13 E14 13000 30 28 30 4,9 12 E13 12000 27 25 28 4,8 11 E12 11000 23 22 27 4,6 11 E11 10000 20 19 25 4,5 10 E10 9000 18 17 24 4,3 9

2.1.1.2 Kuat Acuan Berdasarkan Atas Pemilihan Secara Visual

Pemilihan secara visual untuk mendapatkan modulus clastisitas lentur harus mengikuti standar pemilihan secara visual yang baku. Apabila pemeriksaan visual dilakukan berdasarkan atas pengukuran berat jenis, maka kuat acuan untuk kayu berserat lurus tanpa cacat dapat dihitung dengan menggunakan langkah sebagai berikut ;

1. Kerapatan, ρ (kg/m3) pada kondisi basah (berat dan volume diukur pada kondisi basah, tetapi kadar airnya lebih kecil dari 30 %) dihitung dengan rumus ;

= 2. Menghitung kadar air m %, (dimana m< 30),

= ( − )× 100%

dimana;

 Wd = Berat kayu kering oven  Wg = Berat Basah Kayu  Vg = Volume Kayu Basah

3. Hitung berat jenis pada m % (Gm), dengan rumus =

100(1 + )

4. Hitung berat jenis dasar (Gb) =

(1 + 0,265 . . )

(3)

6  a =

5. Hitung Berat Jenis Pada Kadar Air 15 % (G15), =

(1−0,133 . )

6. Hitung estimasi kuat acuan dengan rumus-rumus pada tabel :2.2, dengan G = G15 Tabel 0-2. Estimasi Kuat Acuan Berdasarkan Atas Berat Jenis Pada Kadar Air

15% Untuk Kayu Berserat Lurus Tanpa Cacat Kayu

Kuat Acuan Rumus Estimasi

Modulus Elasitisitas Lentur , Ew (Mpa) 16.000 G0.7 Catatan: G adalah berat jenis kayu pada kadar air 15%

Mutu kayu bangunan, yaiut dengan mengalikan estimasi nilai modulus elastisitas lentur acuan dari Tabel 2.2.tersebut dengan nilai rasio thanan yang ada pada Tabel 2.3 yang tergantung pada kelas mutu kayu.

Tabel 0-3. Nilai Rasio Tahanan Kelas Mutu Nilai Rasio Tahanan

A 0,80

B 0,63

C 0,50

2.1.2 Pembebanan 2.1.2.1Beban Nominal

Beban nominal adalah beban yang ditentukan di dalam pedoman perencanaan pembebanan untuk rumah dan gedung, SKBI-1.3.53.1987.SNI03-1727-1989, Tata Cara Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah Dan Gedung Atau Penggantinya. Beban nominal yang harus ditinjau antar lain :

1. D = Beban Mati

Beban yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen, termasuk dinding, lantai, atap, plapon, partisi tetap, tangga dan peralantan layan tetap.

(4)

7 Beban yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung, termasuk pengaruh kejut, tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti angin, hujan dan lain-lain.

3. La = Beban hidup di Atap

Beban yang ditimbulkan selama perawatan oleh pekerja, peralatan dan material atau selama penggunaan biasa oleh orang dan benda bergerak.

4. H = Beban Hujan

Beban yang diakibatkan oleh hujan, tetapi tidak termasuk yang diakibatkan oleh gengan air.

5. W = Beban Angin

Beban yang diakibatkan oleh angin, termasuk dengan memperhitungkan bentuk aerodinamika bangunan dan peninjauan terhadap pengaruh angin topan, puyuh dan tornado, bila diperlukan.

6. E = Beban Gempa

Beban yang diakibatkan oelh gempa, yang ditentukan menurut SNI 03-1726-1989, atau penggantinya

2.1.2.2Kombinasi Pembebanan

Kecuali apabila ditetapkan lain, struktur, komponen struktur, dan sambungannya harus direncanakan dengan menggunakan pembebanan, seperti tabel berikut :

Tabel 0-4. Kombinasi Pembebanan

NO Kombinasi Pembebanan

1 1,4D

2 1,2D + 1,6L + 0,5 (La atau H) 3 1,2D + 1,6(La atau H) + (0,5L atau 0,8W) 4 1,2D + 1,3W + 0,5L + + 0,5(La atau H)

5 1,2D ± 1,0E + 0,5L

(5)

8 Pengecualian :

1. Faktor beban untuk L di dalam persamaan No. 3, 4 dan 5 harus sama dengan 1,0 untuk garasi parkir, daerah yang digunakan untuk pertemuan umum, dan semua dimana beban hidup lebih besar dari 5 Kpa.

2. Setiap keadaan batas yang relevan harus ditinjau, termasuk kasus-kasus dimana sebagian beban di dalam kombinasi pembebanan bernilai sama dengan nol.

3. Pengaruh kondisi pembebanan yang tak seimbang harus ditinjau sesuai dengan ketentuan di dalam tata cara gedung yang berlaku.

2.1.2.3 Kekangan Ujung

Perencanaan sambungan harus konsisten dengan asusmsi yang diambil dalam analisa sturktur dan dengan jensi konstruksi yang dipilih dalam gambar rencana.Dalam rangka sederhana sambungan harus diasumsikan bersifat sendi kecuali bila dapat ditujukan melalui eksperimen atau analosos bahwa sambungan harus mempunyai kapasistas rotsi yang memadai untuk menghindari elemen penyambung terbebani secara berlebihan.

2.1.2.4 Kondisi Batas Tahanan

Perencanaan sistem struktur, komponen struktur dan sambungannya harus menjamin bahwa tahanan rencana di semua bagian pada setiap sistem , komponen, dan sambungan struktur sama dengan atau melebihi gaya terfaktor Ru.

2.1.2.5 Gaya Terfaktor

Gaya – gaya pada komponen struktur dan sambungannya, gaya terfaktor Ru harus

ditentukan dari kombinasi pembebanan sebagaimana diatur pada butir 2.4 Beban dan Kombinasi Pembebanan.

2.1.2.6 Tahanan Rencana

Tahanan rencana dihitung untuk setiap keadaan batas yang berlaku, dan tahanan rencana harus memenuhi persamaan berikut:

≤ ′ Dimana : = Tahanan Rencana = Tahanan Terkoreksi = Faktor Waktu =FAktor Tahanan

(6)

9 Dengan R’ adalah tahanan terkoreksi untuk komponen struktur, elemen, atau sambungan, seperti tahanan lentur terkoreksi, M’ tahanan geser terkoreksi, V’ dan lain – lain. Begitu pula Ru diganti dengan Mu, Vu dan sebagainya untuk gaya – gaya pada komponen struktur atau sambungan.

Tahanan terkoreksi, R’ harus meliputi pengaruh semua faktor koreksi yang berasal dari keadaan masa layan dan faktor – faktor koreksi yang berlaku Faktor keamanan tahanan , yang digunakan adalah sperti tabel II-5 Faktor Tahanan sebagai berikut :

Tabel 0-5 Faktor Tahanan

No Jenis Simbol Nilai

1 Tekan 0,90 2 Lentur 0,85 3 Stabilitas 0,85 4 Tarik 0,80 5 Geser/Puntir 0,75 6 Sambungan 0,65

Kecuali bila ditetapkan lain, faktor waktu, , yang digunakan dalam kombinasi pembebanan pada tabel II-5. Kombinasi bebanan harus sesuai dengan yang tercantum di dalam abel II-6. Faktor waktu seperti berikut:

Tabel 0-6 Faktor Waktu

NO Kombinasi Pembebanan Faktor Waktu

1 1,4D 0,60

2 1,2D + 1,6L + 0,5 (La atau H) 0,70 Jika L dari gudang

0,80 Jika L dari ruangan umum 1,25 Jika L dari kejut

(7)

10 4 1,2D + 1,3W + 0,5L + + 0,5(La atau H) 1,00

5 1,2D ± 1,0E + 0,5L 1,00

6 0,9D ± (1,3W atau 1,0E) 1,00

Catatan : untuk sambungan = 1,00 jika L dari kejut

2.1.2.7 Keadaan Batas Kemampua Layan

Sistem Sturktur dan komponen struktur harus direncanakan dengan memperhatikan batas – batas deformasi, simpangan lateral, getaran, rangkak, atau deformasi lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuan layan gedung atau struktur kayu yang bersangkutan. Adapun keadaan batas layan yang dimaksud adalah meliputi:

1. Bahan dan kekuatan komponen struktur

Modulus elastisitas lentur yang digunakan dalam menghitung lendutan komponen struktur, rangka, dan komponen lainnya, diambil sebagai nilai rerata terkoreksi, EW’

2. Batasan lendutan

Disamping akibat deformasi komponen struktur, lendutan dapta terjadi karena pergeseran pada sambungan – sambungan.Untuk membatsi perubahan – perubahan bentuk struktur bangunan secara berlebihan, sehingga pergeseran masing – masing komponen struktur terjadi sekecil mungkin. Lendutan struktur bangunan akibat berat sendiri dan muatan tetap dibatasi sebagai berikut:

a. Untuk balok – balok pada struktur bangunan yang terlindung, lendutan maksimum adalah ≤1/300∙

b. Untuk balok – balok pada struktur bangunan yang tak terlindung, lendutan maksimum adalah ≤1/400∙

c. Untuk balok – balok pada kontruksi kuda – kuda, goring dan kasau, lendutan maksimum adalah ≤1/200∙

d. Untuk struktur rangka batang yang tidak terlindungi, lendutan maksimum adalah ≤ 1/700∙

Dimana adalah panjang bentang bersih.

Apabila gedung atau struktur kayu yang sudah ada, diubah fungsi atau bentuknya, maka harus dilakukan tinjauan terhadap kemungkinan pengaruh – pengaruh akibat kerusakan atau perlemahan yang disebabkan perubahan itu.

(8)

11 2.1.3 Perencanaan Struktur Lentur

Dalam perencanaan kompenen struktur lentur pada kondisi kayu, maka kompenen struktur lentur harus direncanakan untuk memenuhi ketentuan sbb:

1. Untuk momen lentur, harus memenuhi ketentuan berikut:

≤ ∅ ′

Dimana : = Momen Faktor

= Faktor waktu yang diperlukan sesuai table: 2.7 ∅ = Faktor tahan lentur = 0.85.

M’ = Tahan lentur terkoreksi.

2. Untuk geser lentur, harus memenuhi ketentuan berikut:

≤ ∅ ′

Dimana : = Gaya geser terfaktor.

= Faktor waktu yang diperlukan sesuai table: 2.7 ∅ = Faktor tahan geser = 0.75.

= Tahan geser terkoreksi.

Tahanan terkoreksi adalah diperoleh dari hasil perkalian antara tahanan acuan dengan Faktor – Faktor atau dapat ditulis seperti rumus berikut:

R’ = R. . . ……. . Dimana : R’= Tahanan terkoreksi.

R = Tahanan acuan.

s/d n = Faktor – Faktor koreksi.

Kompenen struktur lentur yang memikul gaya – gaya setempat harus diberi pendetailan tahanan dan kesetabilan yang cukup pada daereh bekerjanya gaya- gaya tersebut.

2.1.4 Faktor – Faktor Koreksi

Nilai faktor koreksi yang berbeda dari yang ditetapkan di dalam tatacara perencanaan kontruksi kayu ini, boleh digunakan bila dapat dibuktikan kebenarannya secara rasional brdasarkan prisip – prinsip mekanika. Keber lakuan Faktor – Faktor koreksi untuk setiap jenis struktur harus sesuai dengan faktor koreksi yang disyaratkan dalam tata cara ini.

2.1.4.1Faktor koreksi untuk masa layan

Untuk kondisi masa layan pada perencanaan kompenen struktur lentur pada konstruksi kayu, maka berlaku faktor koreksi sebagai berikut:

(9)

12 1. Faktor koreksi layanan basah,

Faktor koreksi layanan basah, adalah untuk memperhitung pengaruh kadar air masa layan yang lebih tinggi daripada 19% untuk kayu massif dan 16% untuk produk kayu yang dilem. Nilai faktor koreksi layan basah untuk berbagai kuat acuan, dapat dilihat pada table berikut:

Tabel 0-7Faktor koreksi layan basah, Modulus Elastisitas Lentur ( ) Kuat Lentur ( ) Kuata Tarik Sejajar Serat ( ) Kuat Tekan Sejajar Serat ( ) Kuat Geser ( ) Kuat Tekan Tegak Lurus Serat ( ) Balok kayu 0,90 0,85* 1,00 0,80** 0,97 0,67

Balok kayu besar (125mm x 125mm atau lebih besar)

1,00 1,00 1,00 0,91 1,00 0,67

Lantai papan kayu 0,90 0,85 - - 0,67

Glulam (kayu laminasi struktural)

0,83 0,80 0,80 0,73 0,87 0,53

Catatan: * untuk, / ≤ 8 , = 1,0 ** untuk, , / ≤5 , = 1,0 2. Faktor koreksi temperatur, ,

Faktor koreksi temperatur, , adalah untuk memperhitungkan temperatur layan lebih tinggi dari 38 C secara berkelanjutan. Nilai faktor koreksi ditetapkan berdasarkan spesifikasi pemasok, ketentuan, atau tata cara yang berlaku, atau seperti table barikut:

(10)

13 Kondisi Acuan Kadar air pada

masa layan T≤38 C 38 C<T≤52 C 52 C<T≤65 C

Ft.Ew Basah atau kering 1,00 0,90 0,90

Fb,Fv, Fe , ˔ Kering 1,00 0,80 0,70

Basah 1,00 0,70 0,50

Kondisi layan basah dan kering untuk kayu gergajian dan glulam (kayu laminasi struktural) ditetapkan ketentuan lain.

3. Faktor koreksi pengawetan kayu,

Faktor koreksi pengawetan kayu, adalah untuk memperhitungkan pengaruh proses pengawetan terhadap produk – produk kayu dan sambungan. Nilai faktor koreksi ditetapkan berdasarkan spesifikasi pemasok, ketentuan, atau cara yang berlaku.

4. Faktor koreksi tahan api,

Faktor koreksi tahan api, adalah untuk memperhitungkan pengaruh perlakuan tahan api terhadap produk – produk kayu dan sambungan. Nilai faktor koreksi ditetapkan berdasarkan spesifikasi pemasok, ketentuan, atau tata cara yang berlaku.

2.1.4.2Faktor koreksi untuk konfigurasi kompenen struktur

Sebagai tambahan dari faktor – faktor koreksi untuk masa layan, berlaku pada materi kondisi acuan di atas, berlaku faktor koreksi sebagai berikut:

1. Faktor koreksi ukuran, CF.

Faktor koreksi ukuran, CF untuk memperhitungkan pengaruh dimensi kompenen struktur sesuai dangan tata cara yang berlaku, untuk kayu yang mutunya ditetapkan secara masinal, maka CF = 1,0.

2. Faktor koreksi stabilitas balok, CL.

Faktor koreksi stabilitas balok, CL untuk memperhitungkan pengaruh pengekang lateral parsial, dimana faktor koreksi stabilitas balok, CL dibahas pada materi balok berpenampang primatis (tahan lentur terkoreksi dari balok primatis tanpa pengekang).

3. Faktor koreksi bentuk, Cf.

Tahan lentur dari kompenen struktur primatis berpenampang persegi panjang dan bundar, adalah tahan lentur balok yang terkekang dalam arah lateral tahanan lentur

(11)

14 terkoreksi dari balok berpenampang primatis yang terlentur terhadap sumbu kuatnya (x-x dan terhadap sumbu lemahnya y-y), harus dikalikan faktor koreksi bentuk, Cf , yaitu:

a. Untuk kompenen struktur berpenampang bundar selain daripada untuk tiang dan pancang, maka, Cf = 1,15.

b. Untuk kompenen struktur berpenampang persegi panjang yang terlentur tehadap sumbu diagonal, maka, Cf = 1,40.

2.1.5 Ketentuan Umum untuk Pengaku Lateral (Bracing)

Balok yang memiliki perbandingan tinggi (d) terhadap lebar (b) lebih besar dari pada 2 (dua)dan di bebani terhadap sumbu kuatnya harus memiliki pengaku lateral pada tumpuan-tumpuanya untuk mencegah terjadinya rotasi atau peralihan lateral. Pengaku lateral tidak di perlukan pada balok berpenampang bundar , bujur sangkar , atau persegi panjang yang mengalami lenturan terhadap pat mencegah gerakan lateral sisi tekan balok dan harus dapat mencegah rotasi pada balok lokasi-lokasi yang di kekang.

Sebagai alternatif untuk balok kayu masif, kekangan yang digunakan untuk mencegah rotasi atau peralihan interal di tentukan berdasarkan nilai perbandingan tinggi nominall terhadap tebal nominal, d/b sebagai berikut :

a. ≤2 : Tidak di perlukan Pangkal lateral

b. 2≤ ≤2 : Posisi tumpuan – tumpuannya harus di kekang menggunakan kayu masif

pada seluruh ketinggian balok

c. 5≤ ≤6 : sisi teken harus di kekang secara menerus sepanjang balok

d. 6≤ ≤7 : pengekang penuh setinggi balok harus di pasang untuk setiap selang 2.400 mm kecuali bila kedua sisi tekan balok di kekang pada seluruh panjang oleh lantai dan pada tumpuan-tumpuannya diberikan pengekang lateral untuk mencegah rotasi

e. ≥7 : Kedua sisi tekan dan tarik di kekang secara bersamaan pada seluruh panjangnya.

2.1.5.1Panjang Efektif Tak Terkekang

Pengaku lateral harus diadakan pada semua balok kayu masif berpenampang persegi panjang sedemikian sehingga reasio kelangsingannya, , tidak melebihi 50, seperti persaman berikut :

(12)

15

= ≤50

Dimana :

= panjang evektif ekivalen (menggunakan tabel : 3.3.) d’ = Tinggi balok.

B = Lebar balok.

Tabel 0-9 Faktor –faktor untuk menetapkan panjang efektif ekivalen, le, untuk penampang persegi panjang masif

Jenis tumpuan Jenis beban Jenis bresing Panjang efektif ekivalen, le 1/d<7 7≤1/d≤14,3 1/d≤14,3

Untuk semua keadaan yang tidak tercantum di bawah 2,06lu 1,84lu 1,63lu+3d Tumpuan sederhan Beban terpusat

ditengah bentang Beban terdistribusi merata Bresing di kedua ujung Bresing di kedua ujung 1,80lu 2,06lu 1,37lu+3d 1,63lu+3d

Kantilever Beban terpusat ditengah bentang Beban terdistribusi merata - - 1,87lu 1,33lu 1,44lu+3d 0,90lu+3d Panjang bentang, L Beban-beban terpusat dg jarak seragam Beban tunggal Beban ganda Tiga beban Empat beban Lima beban Enam beban Tujuh beban atau lebih

Bresing pada setiap titik kerja beban terpusat lu=L/2 lu=L/3 lu=L/4 lu=L/5 lu=L/6 lu=L/7 - lu 1,11lu 1,68lu 1,64lu 1,68lu 1,73lu 1,84lu 1,84lu Bentang dengan momen-momen ujung yang sama

(13)

16

Catatan : lu adalah panjang segmen di antara dua pengaku lateral yang berurutan

Tahanan Lentur Balok Berpenampang Prismatis tanpa Pengekang Lateral Penuh

Tahanan lentur terkoreksi terhadap sumbu kuatnya (x-x) dari balok berpenampang prismatis persegi panjang atau bagian yang tak terkekang dari balok tersebut adalah :

′ = . . ∗

Dimana :

M’ = M’x = Tahanan lentur terkoreksi terhadap sumbu kuat (x-x) Sx = Modulur penampang untuk lentur terhadap sumbu kuat (x-x) F*bx = Kuat lentur terkoreksi untuk lentur terhadao sumbu kuat (x-x) CL = Faktor stabilitas balok, dapat dihitung dengan rumus :

= − − => = ∅

∅ ∗

ℎ , = 2,40 . ′ .

Dimana :

Mx* = Tahanan lentur untuk lentur terhadap sumbu kuat (x-x) dikalikan dengan semua faktor, kecuali faktor koreksi penggunaan datar, Cfu, dan faktor koreksi stabilitas, C

Cb = 0,95

∅ = Faktor tahanan stabilitas = 0,85

λ = Faktor waktu yang diperlukan sesuai tabel 2.7 ∅ = Faktor tahanan lentur = 0,85

Me = Momen tekuk lateral elastis

E’y05 = Modulus elastis terkoreksi untuk lentur terhadap sumbu lemah (y-y) pada nilai presentil ke lima.

Iy = Momen inersia terhadap sumbu lemah (y-y) Ie = Panjang efektif ekivalen

2.1.5.2Tahanan Lentur dari Komponen Struktur Prismatis Berpenampang Persegi Panjang dan Bundar

Tahanan lentur terkoreksi dari balok berpenampang prismatis yang terlentur terhadap sumbu kuatnya (x-x) dan terhadap sumbu lemahnya (y-y), harus dikalikan fakotr koreksi bentuk, Cf, yaitu :

(14)

17 a. Untuk komponen struktur berpenampang bundar selain daripada untuk tiang dan

pancang, maka Cf = 1,15

b. Untuk komponen struktur berpenampang persegi panjang yang terlentur terhadap sumbu diagonal, maka Cf = 1,40

2.1.6 Perencanaan Struktur Geser 2.1.6.1Tahanan Geser Lentur

Dalam perencanaan komponen struktur lentur pada konstruksi kayu, maka tahanan geser lentur harus direncanakan untuk tahanan geser terkoreksi dari suatu balok, V’ dapat dihitung dengan persamaan sebagai berkut :

V’ = . . Dimana,

V’ = Tahanan geser terkoreksi

F’v = Kuat geser sejajar serat terkoreksi

I = Momen inersia balok untuk arah gaya geser yang ditinjau b = lebar penampang balok

Q = momen statis penampang terhadap sumbu netral

Untuk penampang persegi panjang dengan lebar b, dan tinggi d, persamaan diatas menjadi persamaan sebagai berikut :

V’ = . ′ . .

Sebagai alternatif, untuk balok kayu menerus atau kantilver, tahanan geser terkoreksi pada lokasi-lokasi berjarak paling sedikit tiga kali tinggi balok dari ujung balok, ditentukan menggunakan persamaan berikut :

V’ = . . atau V’ = . ′ . . . 1 + ≤ 2 ′ . . Dimana, x = jarak dari ujung balok

2.1.6.2Tahanan Geser di Daerah Tarikan

Pada penampang disepanjang takikan dari sebuah balok persegi panjang setinggi d, tahanan geser terkoreksi pada penampang bertekik dihitung dengan persamaan sebagai berikut ;

(15)

18 Sebagai alternatif, apabila pada ujung takikan terdapat irisan miring dengan sudut Ø terhadap arah kayu untuk mengurangi konsentrasi tegangan, maka tahanan geser terkoreksi pada penampang bertakik dihitung menggunakan persamaan berikut ;

V’ = . ′ . . . 1 + ( ) . ∅

Dimana,

V’ = Tahanan geser terkoreksi

F’v = Kuat geser sejajar serat terkoreksi b = lebar penampang balok

d = tinggi penampang balok tanpa takikan

dn = tinggi penampang balok di dalam daerah takikan

2.1.6.3 Tahanan Geser di Daerah Sambungan

Apabila suatu sambungan pada balok persegi panjang menyalurkan gaya yang cukup beser sehingga menghasilkan lebih dari setengah gaya geser di setiap sisi smabungan, maka tahanan geser terkoreksi dapat dihitung dengan persemaan sebagai berikut :

V’ = . ′ . . . Dimana,

V’ = Tahanan geser terkoreksi

F’v = Kuat geser sejajar serat terkoreksi b = lebar penampang balok

d = tinggi penampang balok tanpa takikan

de = tinggi efektif penampang balok di daerah sambungan 2.1.6.4 Keadaan Batas Kemampuan Layan

Disamping akibat deformasi komponen struktur, lendutan dapat terjadi karena pergeseran pada sambungan-sambungan.Untuk membatasi perubahan-perubahan bentuk struktur bangunan secara berlebihan, sehingga pergeseran masing-masing komponen struktru terjadi sekecil mungkin. Lendutan struktur bangunan akibat berat sendiri dan muatan tetap dibatasi sebagai berikut

a. Untuk balok-balok pada struktur banguanan yang terlindung, lendutan maksimum, adalah : fmax ≤ 1/300 . l

(16)

19 b. Untuk balok-balok pada struktur bangunan yang tak terlindung, lendutan

maksimum, adalah : fmax ≤ 1/400 . l

c. Untuk balok-balok pada konstruksi kuda-kuda, gording, dan kasau, lendutan maksimum, adalah : fmax ≤ 1/200 . l

d. Untuk struktur rangka batang yang tak terlundung, lendutan maksimum, adalah : fmax ≤ 1/700 .l

Dimana l, adalah panjang bentang bersih.

Apabila gedung atau struktur kayu yang sudah ada, diubah fungsi atau bentuknya, maka harus dilakukan tinjauan terhadap kemungkinan pengaruh-pengaruh akibat kerusakan atau perlemahan yang disebabkan perubahan itu.

Lendutan struktur banguanan akibat berat sendiri dan muatan tetao dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut ;

1. Lendutan untuk balok dengan beban merata sepanjan batang, maka lendutan maksimum dapat dihitung berdasarkan persamaan beriku;

= × . .

2. Lendutan untuk balok dengan beban terpusat di tengah batang, maka lendutan maksimum dapat dihitung berdasarkan persmanaan berikut;

= × . . Dimana,

q = beban merata P = Beban terpusat

E’ = Modulus elastisitas lentur terkoreksi

I = Momen Inersia, adalah perbandingan antara momen unjung yang terkecil, M1 terhadap momen ujung lebih besar, M2 . bernilai negatif bila momen-momen ujung menghasilkan kelengkungan tunggal

Cb = 1,0 untuk kantilever tak terkekang dan untuk balok atau segmen balok yang tak terkekang dengan momen terbesar tidak terletak di ujung segmen tak terkekang.

Apabila faktor pengaruh volume, Cv = 1,0 maka tahanan lentur terkoreksi dari suatu balok tak terkekang diambil dari nilai terkecil diantara nilai-nilai persamaan berikut;

(17)

20 M’= CL .Sx . Fbx

Dimana,

M’= Mx’ = tahanan lentur terkoreksi terhadap sumbu kuat (x-x) Sx = Modulus penampang untuk lentur terhadap sumbu kuat (x-x) Fbx= kuat lentur terkoreksi untuk lentur terhadap sumbu kuat (x-x) CL = Faktor stabilitas balok, dapat dihitung dengan rumus;

= ∝ − ∝ − ∝

∝ = ∅ .

∅ .

Mx* = tahanan lentur untuk lentur terhadap sumbu kuat (x-x) dikalikan dengan semua faktor, kecuali Ctu, Cv dan CL

Cb = 0,95

Øs = faktor tahanan stabilitas = 0,85 Me = Momen tekuk lateral elastis

2.2 Perencanaan Bentuk Kuda – Kuda

Sebelum merencanakan bentuk kuda – kuda terlebih dahulu dihitung tinggi dan panjang sisi miring kuda – kuda.

(18)

21 Perhitungan :

 Tinggi Atap (TA) :

Diketahui : Bentang Kuda – Kuda (L) = 12,5 m Sudut (β) = 30° = tan × 1 2 = tan 30° × 1 212,5 = 3,61  Sisi Miring (SM) :

Diketahui : Tinggi atap (TA) = 3,61 m Bentang (L) = 12,5 m

SM = TA + 1

2 L = (3,61) + (6,25)

SM = 7,22 m

2.2.1 Rencana Jarak Gording

(19)

22 Gambar 0-1 Jarak Rencana Gording

2.2.2 Perencanaan Bentuk Kuda - Kuda

Dari jarak gording yang telah ditentukan seperti gambar II-1 dapat direncanakan bentuk kuda –kuda seperti berikut :

 Bentuk Kuda – Kuda :

Gambar 0-2 Rencana Bentuk Kuda – Kuda

 Dengan jumlah batang sebanyak = 21 (Gambar II-3)  Dengan Jumlah Titik Buhul Sebanyak = 12 (Gambar II-3)

(20)

23 Gambar 0-3Titik Buhul Kuda – Kuda

2.3 Perhitungan Panjang Batang

Perhitungan Panjang batang sesuai nomor batang (Gambar II-4) sebagai berikut :  Batang AL dan GH adalah 2,22 m

 Batang LK, KJ, IJ, HI adalah 2,50 m  Batang DJ adalah 3,61 m

 Batang AB dan GF adalah : =

= ×

= 30 × 2,22

= 1,92  Batang BL dan FH adalah :

= ( ) −( )

= (2,22) −(1,92)

= 1,11

 Batang BC, CD, DE, EF adalah :

=

= ×

= 30 × 2,50

(21)

24 Batang BC, CD, DE, EF adalah 2,16 m

 Batang CL dan EH adalah :

= ( ) + ( )

= (2,16) + (1,11)

= 2,43

 Batang CK dan EI adalah :

= + = × ( + ) = 30 × (2,22 + 2,50) = 0,5 × 4,72 = 2,36  Batang DK dan DI adalah :

= ( ) + ( ) = (2,16) + (2,36) = 3,20

Tabel 0-10Rekapitulasi Panjang Batang

Batang Panjang Batang

(meter) AL dan GH 2,22 LK, KJ, IJ, HI 2,50 DJ 3,61 AB dan GF 1,92 BL dan FH 1,11 BC, CD, DE, EF 2,16 CL dan EH 2,43 CK dan EI 2,36 DK dan DI 3,20

(22)

25 2.4 Perhitungan Dimensi Gording

2.4.1 Menentukan Dimensi Gording :

Dimensi gording dicoba menggunakan balok 10/16, dapat dilihat pada gambar berikut :

b = 100 mm d = 160 mm

2.4.2 Pembebanan Pada Gording

Beban Mati (D)

Berdasarkan Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung (PPIUG,1983), berat bahan untuk atap dari asbes gelombang (tebal 5 mm)adalah 11kg/m2

(23)

26

= ⁄ ×

= 11 ⁄ × 2,5

= 27,5 ⁄

Berdasarkan tabel 2.1 Untuk kode mutu kayu E15 maka Ew= 14000 MPa = 14000 N/mm2.

Berdasarkan tabel 2.2 Ew = 16000 G0,7

= 14000

16000 = 0,826

G adalah berat jenis kayu pada kadar air (m) 15 % = (1−0,133 ) = (1−0,133 ) = (1−0,133 )0,83 = 0,83−0,110 1,11 = 0,83 = 0,83 1,11= 0,75

Berat Jenis Dasar (Gb) = (1 + 0,265 ) → = 30− 30 , = 15 = 30−15 30 = 15 30= 0,5 0,744 = (1 + 0,265(0,5) ) = 0,744(1 + 0,132 ) = 0,744 + 0,099 ) −0,099 ) = 0,744 0,901 = 0,744 =0,744 0,901= 0,826

(24)

27 = 1000 1 + 0,826 = 1000 1 + = 0,826[1000(1 + 0,15)] = 0,826[1000(1,15)] = 0,826 × 1150 = 949,9 ⁄ = × = 949,9 × (0,10 × 0,16) = 15,198 / , = + = , + , = , /

Beban mati ( ) diuraikan kedua arah

Sumbu y: = × cos = 42,698 × cos 30° = 36,977 ⁄ Sumbu x: = × sin = 42,698 × sin 30° = 21,349 ⁄ β β

qdx

qdy

(25)

28 Beban Hidup di Atap (La)

Berdasarkan Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung (PPIUG,1983, pasal 3.2 ayat 2b), beban hidup terpusat pada atap adalah 100 kg × PL =100 kg

Beban mati (La) diurakan kedua arah:

Sumbu y:

= × cos = 100 × cos 30° = 86,603

Sumbu x:

= × sin = 100 × sin 30° = 50

Beban Hujan (H)

Berdasarkan peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung (PPIUG,1983, pasal 3.2 ayat 2a) beban merata untuk air hujan : = 40−0,8 = 40−0,8(30) =

16 ⁄

= × = 16 × 2,5 = 40 ⁄

Beban hujan (H) diurakan kedua arah:

qLay

qLax

β β

qHy

qHx

β β

(26)

29 Sumbu y: = × cos = 40 × cos 30° = 34,641 Sumbu x: = × sin = 40 × sin 30° = 20 Beban Angin (W)

Berdasarkan Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung (PPIUG,1983, pasal 4.2 ayat 1), untuk bangunan yang jauh dari pantai, tekanan tiup minimumnya 25= kg/m2 .Diasumsikan:

1. Tekanan angin adalah (W) 30 kg/m2. 2. Bangunan tertutup ( ) = 0,02 −0,4 = 0,02(30)−0,4 = 0,2 = × = 0,2 × 30 = 6 / 2 = × = 6 × 2,5 = 15 / ( ) =−0,4 = × =−0,4 × 30 =−12 ⁄ = × =−12 × 2,5 =−30 / Bid//angin β +0,02β – 0,4 -0,4 -0,4 +0,9 β ≤ 65°

(27)

30

Beban angin hanya bekerja tegak lurus terhadap sumbu x

Angin Tekan Sumbu y: = = 15 ⁄ Sumbu x: = 0 ⁄  Angin Hisap Sumbu y: = = −30 ⁄ Sumbu x: = 0 ⁄ Y X

(28)

31 2.4.3 Perhitungan Gaya – Gaya Dalam

Akibat beban mati (D) :

Momen =1 8× × = 1 8× 36,977 × 3 = 41,599 = 1 8× × = 1 8× 21,349 × 3 = 24,018 Geser =1 2× × = 1 2× 36,977 × 3 = 55,465 = 1 2× × = 1 2× 21,349 × 3 = 32,023

q

D Sumbu Kuat (x-x) Sumbu Lemah (y-y)

qDx

qDy

Jadi Mx timbul akibat beban qy Dan My timnul akibat beban qx

(29)

32

Akibat beban hidup di atap(La)

Momen =1 4× × = 1 4× 86,603 × 3 = 64,925 = 1 4× × = 1 4× 50 × 3 = 37,5 Geser = 1 2× = 1 2× 86,603 = 43,301 = 1 2× = 1 2× 50 = 25 PLa

PLax

PLay

Sumbu Kuat (x-x) Sumbu Lemah (y-y)

Jadi Mx timbul akibat beban Py Dan My timnul akibat beban Px

(30)

33

Akibat beban hujan (H)

Momen = 1 8× × = 1 8× 34,641 × 3 = 38,971 = 1 8× × = 1 8× 20 × 3 = 22,5 Geser =1 2× × = 1 2× 34,641 × 3 = 51,961 =1 2× × = 1 2× 20 × 3 = 30

q

H

PHx

PHy

Sumbu Kuat (x-x) Sumbu Lemah (y-y)

Jadi Mx timbul akibat beban qy Dan My timnul akibat beban qx

(31)

34

Akibat beban Angin (W1)

Momen = 0 = 1 8× × = 1 8× (15) × 3 = 16,875 Geser = 0 = × × = × (15 × 3) =22,5 kg Sumbu Kuat (x-x) Sumbu Lemah (y-y) qWy

Jadi Mx timbul akibat beban qy Dan My timnul akibat beban qx qW

(32)

35 2.4.4 Kombinasi Pembebanan Pada Gording

Berdasarkan Tabel 2.4 Kombinasi Pembebanan, Beban pada gording dikombinasikan menggunakan persamaan 1, 3, dan 6, karena beban yang dihitung hanya beban mati, beban hidup, beban hujan, dan beban angin.

1. Kombinasi 1 dengan persamaan 1,4D

Momen = 1,4 = 1,4 × 41,599 = 58,238 = 1,4 = 1,4 × 24,018 = 33,625 Geser = 1,4 = 1,4 × 55,465 = 77,651 = 1,4 = 1,4 × 32,023 = 44,832

2. Kombinasi 3 dengan persamaan 1,2D + 1,6 (La atau H) + (0,5L atau 0,8W) Momen

Karena momen yang timbul akbiat La lebih besar dari H, maka yang digunakan dalam kombinasi pembebanan adalah momen akibat La. Dan karena L sama dengan nol (L=0) maka digunakan momen akbiat W.

= 1,2 + 1,6 + 0,8

= 1,2(41,599) + 1,6(64,925) + 0,8(16,875) = 167,299

= 1,2 + 1,6 + 0,8

= 1,2(24,018) + 1,6(37,5) + 0,8(0) = 88,821

Geser

Karena gaya geser yang timbul akbiat La lebih besar dari H, maka yang digunakan dalam kombinasi pembebanan adalah gaya geser akibat La. Dan karena L sama dengan nol (L=0) maka digunakan gaya geser akbiat W.

= 1,2 + 1,6 + 0,8

= 1,2(55,465) + 1,6(43,301) + 0,8(22,5) = 153,839

= 1,2 + 1,6 + 0,8

= 1,2(32,023) + 1,6(25) + 0,8(0) = 78,427 3. Kombinasi 6 dengan persamaan 0,9D ± (1,3W atau 1,0E)

Karena beban gempa tidak diperhitungkan, maka yang digunakan adalah momen dan gaya geser akibat beban angin (W).

(33)

36 Momen = 0,9 + 1,3 = 0,9(41,599) + 1,3(16,875) = 59,376 = 0,9 + 1,3 = 0,9(24,018) + 1,3(0) = 21,616 Geser = 0,9 + 1,3 = 0,9(55,465) + 1,3(22,5) = 79,168 = 0,9 + 1,3 = 0,9(32,023) + 1,3(0) = 28,821

Berdasarkan ketiga kombinasi pembebanan di atas, momen terbesar yang terjadi terdapat pada nomor 2 kombinasi 3.Maka Mu dan Vu yang digunakan adalah Mu dan Vu pada kombinasi nomor 2 kombinasi 3.

Momen = 167,299 = 88,821 Geser = 153,839 = 78,427

(34)

37 2.4.5 Kontrol Ketahanan Lentur dan Geser Serta Lendutan

Dimensi gording dicoba menggunakan balok 10/16, dapat dilihat pada gambarberikut:

b = 100 mm d = 160 mm = . . = 1 12× 100 × 160 = 34133333,333 mm = . . = 1 12× 160 × 100 = 13333333,333 mm = . . = 1 6× 100 × 160 = 426666,667 mm = . . = 1 6× 160 × 100 = 266666,667 mm = . = 100 × 160 = 16000 = 0,016

(35)

38 2.4.5.1Kontrol momen lentur

Untuk balok kayu yang terlentur terhadap sumbu kuat dan sumbu lemahnya, maka harus direncanakan untuk memenuhi ketentuan sebagai berikut :

Ø + Ø ≤ 1,0

d/b = 16/10 = 1,6 ,karena d/b ≤ 2 maka tidak diperlukan pengekang lateral

Sumbu kuat (x-x) = . . ∗ =1 + 2 − 1 + 2 − = ∅ ∅ ∗ ≫ = 2,40 ′ ≫ = 0,69.

 Untuk menentukan modulus elastisitas lentur (Ew) dicari pada tabel II-1 untuk kode kayu E15, maka Ew = 14000 N/mm2 .

 Untuk menentukan nilai rasio tahanan dicari pada tabel II-3 untuk kelas mutu kayu B, maka rasio tahanan = 0,63.

 Berdasarkan tabel 3.1 dan 3.2 untuk balok kayu dengan luas penampang lebih besar dari 125 mm x 125 mm dan T≤38o , maka Cm=1 dan Ct=1

 Untuk menentukan nilai faktor koreksi tempratur (Ct) dicari pada tabel II-8 untuk T≤38°C, maka Ct = 1.

 Sedangkan untuk faktor koreksi pengawetan (Cpt)dan faktor koreksi tahana api (Crt) ditentukan berdasarkan spesifikasi pemasok adalah 1.

E′ = (E . rasio tahanan). C . C . C . C

E′ = (14000 × 0,63) × 1 × 1 × 1 × 1

E′ = 8820 N/mm

= 0,69. = 0,69 × 8820

(36)

39

 = 13333333,333 mm

 ⇒l(panjang gording) = 3000 mm→ = = 18,75

Berdasarkan tabel II-9, untuk l/d≥14,3 maka panajang efektif ekivalen( ):

= 1,63. + 3.

= 1,63 × 3000 + 3 × 160 = 5370

 M = 2,40. E = 2,40 × 6085,8 × , = 36265474,860

 ∗ = .

 = 426666,667

 Untuk menentukan kuat lentur (Fb) dicari pada tabel II-1 untuk kode kayu E15, maka Fb = 32 N/mm2 .

 Untuk menentukan nilai rasio tahanan dicari pada tabel II-3 untuk kelas mutu kayu B, maka rasio tahanan = 0,63.

 Berdasarkan tabel 3.1 dan 3.2 untuk balok kayu dengan luas penampang lebih besar dari 125 mm x 125 mm, T≤38o dan Fb/CF =32/1, maka Cm=1 dan Ct=1

 Untuk menentukan nilai faktor koreksi tempratur (Ct) dicari pada tabel II-8 untuk T≤38°C, maka Ct = 1.

 Sedangkan untuk faktor koreksi pengawetan (Cpt)dan faktor koreksi tahana api (Crt) ditentukan berdasarkan spesifikasi pemasok adalah 1.

 F∗ = (F

.rasio tahanan). C . C . C . C

F∗ = (32 × 0,63) × 1 × 1 × 1 × 1 = 20,160 /

 M∗ = S . F= 426666,667 x 20,160 = 8601600

Untuk menentukan faktor tahanan lentur (∅ ) dan faktor tahanan stabilitas (∅ ) ditentukan berdasarkan tabel II-5 dan faktor waktu ( ) ditentukan berdasarkan tabel II-6 untuk kombinasi pembebanan 3, maka di dapat:

∅ = 0,85

∅ = 0,85

(37)

40 = ∅ ∅ ∗ = 0,85 × 36265474,860 0,80 × 0,85 × 8601600= 5,270 C =1 +α 2c − 1 +α 2c − α =1 + 5,270 2 × 0,95 − 1 + 5,270 2 × 0,95 − 5,270 0,95 = 0,989 M = C . S . F∗ = 0,989 × 426666,667 × 20,160 = 8506982,407 N mm M’x = 850,698 kg m

Sumbu lemah (y-y)

′ = . . ∗ C =1 +α 2c − 1 +α 2c − α = ∅ ∅ ∗ → = 2,40 ′  = 0,69.

 Untuk menentukan modulus elastisitas lentur (Ew) dicari pada tabel II-1 untuk kode kayu E15, maka Ew = 14000 N/mm2 .

 Untuk menentukan nilai rasio tahanan dicari pada tabel II-3 untuk kelas mutu kayu B, maka rasio tahanan = 0,63.

 Berdasarkan tabel 3.1 dan 3.2 untuk balok kayu dengan luas penampang lebih kecil dari 125 mm x 125 mm dan T≤38o , maka Cm=1 dan Ct=1  Untuk menentukan nilai faktor koreksi tempratur (Ct) dicari pada tabel II-8

untuk T≤38°C, maka Ct = 1.

 Sedangkan untuk faktor koreksi pengawetan (Cpt)dan faktor koreksi tahana api (Crt) ditentukan berdasarkan spesifikasi pemasok adalah 1.

E′ = (E . rasio tahanan). C . C . C . C

E′ = (14000 × 0,63) × 1 × 1 × 1 × 1

E′ = 8820 /

= 0,69. = 0,69 × 8820

(38)

41

 = 34133333,333

 ⇒l(panjang gording) = 3000 m → = = 30

Berdasarkan tabel II-9, untuk l/d≥14,3 maka panajang efektif ekivalen( ):

= 1,63. + 3.

= 1,63 × 3000 + 3 × 100 = 5190

 M = 2,40. E = 2,40 × 6085,8 × , = 96059486,705

 ∗ = . ∗

 = 266666,667

 Untuk menentukan kuat lentur (Fb) dicari pada tabel II-1 untuk kode kayu E15, maka Fb = 32 N/mm2 .

 Untuk menentukan nilai rasio tahanan dicari pada tabel II-3 untuk kelas mutu kayu B, maka rasio tahanan = 0,63.

 Berdasarkan tabel 3.1 dan 3.2 untuk balok kayu dengan luas penampang lebih kecil dari 125 mm x 125 mm, T≤38o dan Fb/CF =32/1, maka Cm=1 dan Ct=1

 Untuk menentukan nilai faktor koreksi tempratur (Ct) dicari pada tabel II-8 untuk T≤3II-8°C, maka Ct = 1.

 Sedangkan untuk faktor koreksi pengawetan (Cpt)dan faktor koreksi tahana api (Crt) ditentukan berdasarkan spesifikasi pemasok adalah 1.

 F∗ = (F

.rasio tahanan). C . C . C . C

F∗ = (32 × 0,63) × 1 × 1 × 1 × 1 = 20,160 /

 M∗ = S . F= 266666,667 × 20,160 = 5376000,007

Untuk menentukan faktor tahanan lentur (∅ ) dan faktor tahanan stabilitas (∅ ) ditentukan berdasarkan tabel II-5 dan faktor waktu ( ) ditentukan berdasarkan tabel II-6 untuk kombinasi pembebanan 3, maka di dapat:

∅ = 0.85

∅ = 0.85

(39)

42 = ∅ ∅ ∗ = 0.85 × 96059486,705 0.80 × 0.85 × 5376000,007 = 22,335 C =1 +α 2c − 1 +α 2c − α =1 + 22,335 2 × 0,95 − 1 + 22,335 2 × 0,95 − 22,335 0.95 = 0,998 M′ = C . S . F∗ = 0,998 × 266666,667 × 20,160 = 5363461,210 N mm Ø + Ø ≤ 1,0 167,299 0.80 × 0.85 × 850,698+ 88,821 0.80 × 0.85 × 536,346 0,289 + 0,243 = 0,523 , ≤ ,

Gording tersebut tahan terhadap momen lentur (OK)

2.4.5.2Kontrol geser lentur

′ ≤ ∅ ′ ≤ ∅ ′

=2

3. ′ . .

Untuk menentukan kuat geser (Fv) dicari pada tabel II-1 untuk kode kayu E15,

maka Fv = 5,1 N/mm2

 Untuk menentukan nilai rasio tahanan dicari pada tabel II-3 untuk kelas mutu kayu B, maka rasio tahanan = 0,63.

 Berdasarkan tabel 3.1 dan 3.2 untuk balok kayu dengan luas penampang lebih kecil dari 125 mm x 125 mm, T≤38o dan Fb/CF =32/1, maka Cm=1 dan Ct=1  Untuk menentukan nilai faktor koreksi tempratur (Ct) dicari pada tabel II-8

untuk T≤38°C, maka Ct = 1.

 Sedangkan untuk faktor koreksi pengawetan (Cpt)dan faktor koreksi tahana api (Crt) ditentukan berdasarkan spesifikasi pemasok adalah 1.

(40)

43 F′ = F . rasio tahanan. C . C . C . C F′ = (5,1 × 0,63) × 1 × 1 × 1 × 1 = 3,213 N/m V =2 3.F′ . b. d = 2 3. 3,213 × 100 × 160 = 34272 N = 3427,2 kg

Untuk menentukan faktor tahanan geser (∅ ) ditentukan berdasarkan tabel II-5 dan faktor waktu ( ) ditentukan berdasarkan tabel II-6 untuk kombinasi pembebanan 3, maka di dapat: = 0,80 ∅ = 0,85 ∅ = 0,80 × 0,85 × 3427,2 = 2330,496 ≤ ∅ , ≤ , ≤ ∅ , ≤ ,

Struktur tersebut aman terhadap geser lentur (OK)

2.4.5.3Kontrol Lendutan

Lendutan struktur bangunan akibat berat sendiri dan muatan tetap dibatasi untuk gording, ≤ 1/200.

= +

Berat sendiri dan muatan tetap adalah beban mati :

= 36,977 / = 21,349 / E w = 8820 / = 889082568,807 / 2 = 34133333,333 mm = 0,000034133 m = 13333333,333 mm = 0,000013333 m = 3

(41)

44 = 5 384× . . = 5 384× 36,977 × 3 (889082568,807 ) × (0,000034133) =0,00128 m = 5 384× . . = 5 384× 21,349 × 3 (889082568,807) × (0,000013333) = 0,00189 = + = (0,00128)² + (0,00189)² = 0,002 1 200. = 1 200× 3 = 0,015 ≤1/200. , ≤ ,

Jadi struktur tersebut aman terhadap lendutan (OK)

Sumbu Kuat (x-x) Sumbu Lemah (y-y)

qDy

qDx

Y X

Gambar

Tabel 0-1. Nilai Kuat Acuan (MPa), Berdasarkan Atas Peralihan Secara Visual  Kode  Kayu  Modulus  Elastisitas  Lentur  E w Kuat  Lentur Fb Kuat Tarik  Sejajar Serat F1 Kuat Tekan  Sejajar Serat F2 Kuat  Geser Fv Kuat Tekan  Tegak Lurus Serat Fc E 26 25000
Tabel 0-2. Estimasi Kuat Acuan Berdasarkan Atas Berat Jenis Pada Kadar Air  15% Untuk Kayu Berserat Lurus Tanpa Cacat Kayu
Tabel 0-4. Kombinasi Pembebanan
Tabel 0-6 Faktor Waktu
+5

Referensi

Dokumen terkait

Momen Lentur pada Balok Bordes Tumpuan ... Gaya Geser pada Balok Bordes

Tugas akhir ini merupakan perenc.lnqan struktur gedung dpartemen yang menggunakan konstruksi beton bertulang Elemen elemen struktur yang direncanakan berupa balok,

Kuat rencana yang diberikan oleh suatu komponen struktur, sambungan dengan komponen struktur lain, dan penampangnya, sehubungan dengan lentur, beban normal, geser

PERENCANAAN PERENCANAAN TULANGAN LENTUR TULANGAN LENTUR BALOK BALOK BETON BERTULANG BETON BERTULANG PENAMPANG PENAMPANG BERTULANGAN BERTULANGAN TUNGGAL TUNGGAL... DIAGRAM

Bila lebar balok lebih besar daripada lebar kolom, maka tulangan geser harus dipasang pada hubungan balok kolom untuk memberikan kekangan terhadap tulangan lentur balok yang berada

II-40 Gambar 2.12 Diagram Alir untuk Perencanaan Menghitung Tulangan pada Balok yang Dibebani Lentur ... II-41 Gambar 2.13 Diagram Alir untuk Perencanaan Tulangan geser

11 • Menahan gaya geser pada struktur balok • Menahan pertumbuhan retak diagonal • Menahan tulangan memanjang pada posisinya Ketahanan suatu penampang balok dalam menahan beban

Pada wilayah tengah bentang berdasarkan struktur balok tersebut hanya terjadi beban lentur murni tanpa adanya beban geser dalam penampang Rommel et al., 2015 Dalam analisa lentur