• Tidak ada hasil yang ditemukan

Publikasi Monitoring Pemantauan Kesehatan Ikan Dan Lingkungan Di Desa Tg

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Publikasi Monitoring Pemantauan Kesehatan Ikan Dan Lingkungan Di Desa Tg"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

MONITORING PEMANTAUAN KESEHATAN IKAN DAN

LINGKUNGAN DI DESA Tg. BATU KECIL, KECAMATAN BURU,

KABUPATEN KARIMUN, PROVINSI KEPULAUAN RIAU

DISUSUN OLEH :

ROMI NOVRIADI

( PHPI PELAKSANA LANJUTAN )

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA

BALAI BUDIDAYA LAUT BATAM

2010

(2)

MONITORING PEMANTAUAN KESEHATAN IKAN DAN LINGKUNGAN DI DESA Tg. BATU KECIL, KECAMATAN BURU, KABUPATEN KARIMUN, PROVINSI

KEPULAUAN RIAU Romi Novriadi

Balai Budidaya Laut Batam

Jl. Barelang Raya Jembatan III, Pulau Setokok-Batam PO BOX 60 Sekupang, Batam – 29422

E-mail : Romi_bbl@yahoo.co.id

Abstrak

Monitoring & pemetaan sebaran (geographical distribution) jasad patogen pada ikan merupakan salah satu kegiatan dimana hasil kegiatan yang diperoleh dapat digunakan sebagai pedoman dalam upaya pengendalian berbagai penyakit ikan. Agar dapat dihasilkan pemetaan sebaran penyakit yang baik, maka Laboratorium Kesehatan Ikan dan Lingkungan dengan melibatkan berbagai Pejabat Fungsional khususnya PHPI melalui anggaran DIPA tahun 2010 melakukan kegiatan monitoring rutin khususnya di wilayah kerja Balai Budidaya Laut Batam. salah satunya adalah Desa Tg. Batu kecil, Kecamatan Buru, Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau.

Kegiatan monitoring ini bertujuan untuk mengetahui kondisi keragaan kualitas lingkungan perairan dan juga distribusi penyebaran penyakit ikan di desa Tg. Batu kecil. Metoda pengambilan sampel dilakukan secara purposive (ditentukan) untuk dianalisa baik secara kimiawi maupun biologi. Monitoring ini juga disertai dengan pengumpulan data secara survey kepada para pembudidaya untuk mengetahui kendala, hambatan, dan berbagai aspek teknis lainnya khususnya dalam hal penanggulangan penyakit ikan dan lingkungan.

Dari hasil analisa baik di lapangan maupun di laboratorium diperoleh data sebagai berikut : pH 7,45 – 7,58, salinitas 28 ‰, oksigen terlarut 5,0 – 5,1 mg/l, Alkalinitas 90 mg/l, TDS 569 - 622 mg/l, NH3 = 0,11 - 0,14 mg/l, NO3 = 0,2 – 0,3 mg/l, PO4 = 0,07 – 0,09 mg/l dan Total Bakteri Umum 5,04 x 104 - 5,11 x 104 CFU/mL. Sementara dari hasil pengamatan biologi pada sampel ikan yang diperoleh diketahui bahwa Vibrio sp ---telah menyerang komoditas ikan budidaya yang disertai dengan gejala klinis exopthalmia, luka pada sirip dan hilang nafsu makan. Sementara untuk analisa VNN (Viral Nervous Necrosis) menunjukkan hasil negatif.

(3)

BAB I PENDAHULUAN I.1 Pendahuluan

Dalam beberapa tahun belakangan ini masalah kesehatan ikan dan lingkungan menjadi salah satu masalah terbesar yang harus dihadapi oleh oleh para pembudidaya ikan di seluruh dunia. Di negara-negara Asia Tenggara produksi ikan telah sangat dipengaruhi oleh adanya berbagai wabah penyakit ikan seperti misalnya wabah penyebaran virus KHV, VNN, maupun wabah yang disebabkan oleh penyebaran parasit an bakteri. Khusus wabah yang disebabkan oleh bakteri penyebarannya sangat beragam. Salah satu contoh diantaranya adalah wabah

Aeromonas hydrophila yang masih menjadi masalah yang serius terutama pada peternakan lele dumbo (Clarias gariepinus) dan Ikan hias. Demikian pula infeksi bakteri Mycobacterium sp. telah mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit pada usaha budidaya ikan gurame. Kerugian yang diakibatkannya dapat mencapai 60% kematian. Atau infeksi oleh bakteri pathogen Vibrio sp yang dapat menyebabkan ikan laut ekonomis penting seperti Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) mengalami kematian.

Hingga kini belum tersedia data yang pasti tentang kerugian ekonomi akibat penyakit ikan, biasanya angka yang tercatat lebih didasarkan pada laporan parsial yang sangat mungkin hanya merupakan puncak “gunung es” dari kondisi yang sesungguhnya. Sebagai gambaran, akibat infeksi “luminescent vibriosis” pada udang windu telah mengakibatkan kerugian puluhan milyar rupiah pada awal tahun 1990-an. Sejak tahun 1994 hingga kini, kerugian akibat White Spot Syndrome Virus (WSSV) pada budidaya udang windu diperkirakan mencapai lebih dari 100 milyar rupiah/tahun. Akibat kasus penyakit Koi Herpesvirus (KHV) selama periode 2002 hingga akhir 2006, secara kumulatif diperkirakan telah menimbulkan kerugian lebih dari 150 milyar rupiah. Kerugian tidak langsung yang berkaitan dengan kasus penyakit ikan relatif sulit dihitung nilainya, karena hal ini terkait dengan kredit macet, pengangguran, inefisiensi penggunaan lahan budidaya, terhambatnya investasi baru, dan industri saprokan (pakan, mesin-mesin perikanan, dll.) menjadi terganggu. Berbagai upaya dalam hal pengendalian penyakit pada perikanan budidaya dapat dilakukan. Salah satunya adalah dengan melakukan kegiatan monitoring secara rutin sehingga diharapkan dapat berperan sebagai Early warning system

pada kegiatan budidaya untuk tahun-tahun berikutnya. Beberapa kasus penyakit ikan sering muncul secara temporer (musiman) sebagai akibat dari perubahan iklim makro, musim pemijahan, atau penyebab lainnya. Apabila program monitoring telah dilakukan dengan baik, akan diperoleh informasi yang akurat terkait dengan kasus penyakit, hasil diagnosa, tindakan yang dilakukan serta hasil yang dicapai; sehingga akan memudahkan untuk menyusun strategi pengelolaan kesehatan ikan secara lebih dini dan antisipatif, efisien dan efektif agar peluang keberhasilannya lebih tinggi.

(4)

Sebagai salah satu sentra produksi perikanan budidaya, Kabupaten Karimun menyimpan potensi yang sangat besar untuk pengembangan berbagai komoditas budidaya. Potensi sumberdaya perikanan dan kelautan yang terdapat di Kabupaten Karimun ini terdiri dari berbagai hasil perikanan laut, wisata bahari dan pantai, ekosistem mangrove, terumbu karang dan rumput laut serta beragam jenis biota laut lainnya. Salah satu daerah yang diharapkan dapat tumbuh dan berkembang adalah Kecamatan Buru. Oleh karena itu Tim Kesehatan Ikan dan Lingkungan mengarahkan Monitoring ke Desa Tg. Batu kecil sebagai salah satu sentra pengembangan produksi ikan laut dan payau di Kecamatan Buru, Kabupaten Karimun.

I.2 Tujuan Kegiatan

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka tujuan kegiatan pemantauan ini adalah:

1. Mengetahui sebaran jenis penyakit ikan di desa Tg. Batu kecil, Kecamatan Buru, Kabupaten Karimun.

2. Mengetahui kondisi keragaan kualitas lingkungan di desa Tg. Batu kecil., Kecamatan Buru, Kabupaten Karimun, dalam upaya mendukung produksi perikanan budidaya berkelanjutan.

3. Mengetahui pola manajemen pemeliharaan dan penanganan penyakit ikan pada daerah budidaya khususnya di desa Tg. Batu kecil, Kecamatan Buru, Kabupaten Karimun.

1.3 Manfaat Kegiatan

Hasil pengamatan ini diharapkan dapat dimanfaatkan dalam hal pengembangan ilmu pengetahuan dan penerapan dimasyarakat serta sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil kebijakan di Kabupaten Karimun.

1. Dari segi pengembangan ilmu pengetahuan hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah ilmu pengetahuan bidang pengelolaan manajemen budidaya.

2. Bagi masyarakat, hasil pengamatan ini diharapkan dapat dijadikan rujukan dalam inventarisir dan penentuan lokasi budidaya khususnya di ds. Tg. Batu kecil

3. Bagi pengambil kebijakan, hasil pengamatan ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mengembangkan dan mewujudkan kemajuan budidaya ikan di Kabupaten Karimun.

(5)

BAB III

METODA PENGAMATAN III.1 Waktu Pelaksanaan

Kegiatan pemantauan Kesehatan Ikan dan Lingkungan ini dilaksanakan pada hari Kamis – Jum’at, tanggal 8 – 9 Juli 2010 di satu lokasi titik sampling yakni di KJA Milik Bp. A Ho (Bp. Sumanti), di desa Tg. Batu kecil, Kecamatan Buru, Kabupaten karimun, Kepulauan Riau.

III.2. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan dan alat yang dipergunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: A. Bahan:

− Kuisioner monitoring

− Media agar umum ( Triple Soya Agar ) − Media agar selektif ( TCBS )

− Alkohol 75% − Spritus − Ammonia salycilate − Ammonia cyanurate − NitriVer − NitraVer

− Ammonium visicolor test kit − Nitrit visicolor test kit

− Glyserol − NaOH − HCl − Indikator phenolphtalein − H2SO4 − Buffer pH 4,01 − Buffer pH 7,0 − Buffer pH 10,0 − Larutan elektrolit − Aquadest − IQ 2000 PCR analisis kit − NaCl fisiologis − Parafilm − Agarose

(6)

B. Peralatan − Hand Refraktometer − DO meter

− pH meter

− HACH DR 890 Kolorimeter − HANNA C203 Ion Specific meter − Inkubator − Oven − Mikroskop − Cawan petri − Cool box − Kamera digital − Thermocycler − Vortex − UV dokumentasi − Elektroforesis chamber − Buret

− Statif dan klem − Glassware − Dissecting set

III.3 Metode Pengamatan

Pengamatan pada kegiatan pemantauan kesehatan ikan dan lingkungan di desa Tanjung batu, Kecamatan Buru, Kabupaten Karimun dilakukan dengan menggunakan beberapa tahapan, yakni :

1. Metoda Survey, pada tahapan ini metoda survey yang dilakukan adalah metoda Report generation. Dimana responden langsung menjawab pertanyaan yang diberikan. Jenis pertanyaan yang diajukan mencakup tentang : manajemen budidaya ikan, manajemen kesehatan ikan dan lingkungan.

2. Analisa di lapangan, pada tahapan analisa ini dilakukan untuk pengamatan parameter –parameter yang mengharuskan analisa dilakukan secara langsung. Pada tahapan ini mencakup kepada parameter : Visual (Warna, bau dan rasa), pH (derajat keasaman), oksigen terlarut, Temperatur, dan isolasi organ target untuk analisa bakteri dengan menggunakan agar TSA dan TCBS, dikarenakan ikan memiliki borok dan pembengkakan pada permukaan tubuh

3. Analisa di Laboratorium, pada tahapan ini analisa mencakup parameter-parameter yang telah di preparasi sebelumnya. Diantaranya adalah : unsur Nitrogen : Nitrit (NO2), Nitrat (NO3), Ammonium (NH4), Ammonia (NH3), Posfat (PO4), alkalinitas, uji lanjutan bakteri isolasi dan diagnosa Virus VNN (Viral Nervous Necrosis).

(7)

Didalam melakukan sampling, baik air atau ikan, patokan yang digunakan oleh Tim Monitoring Pemantauan Kesehatan Ikan dan Lingkungan adalah SNI dan juknis yang direkomendasikan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Untuk sampling air digunakan SNI 6989.57:2008, dimana kegiatan yang dilakukan meliputi :

1.1 Untuk penentuan tentang titik sampling, didasarkan pada prinsip tempat pengambilan sampel dapat mewakili kualitas badan perairan.

1.2 Membuat persyaratan wadah contoh, diantaranya :

a) Menggunakan bahan gelas atau plastik Poli Etilen (PE) atau Poli Propilen (PP) atau Teflon (Poli Tetra Fluoro Etilen, PTFE);

b) dapat ditutup dengan kuat dan rapat; tidak mudah pecah c) bersih dan bebas kontaminan;

d) contoh/sampel tidak berinteraksi dengan wadah yang digunakan. 1.3 Persiapan Wadah Sampel

a) untuk menghindari kontaminasi contoh di lapangan, seluruh wadah contoh harus benar-benar dibersihkan di laboratorium sebelum dilakukan pengambilan contoh.

b) wadah yang disiapkan jumlahnya harus selalu dilebihkan dari yang dibutuhkan, untuk jaminan mutu, pengendalian mutu dan cadangan. c) Jenis wadah contoh dan tingkat pembersihan yang diperlukan

tergantung dari jenis contoh yang akan diambil.

1.4Cara pengambilan contoh dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

a) Disiapkan alat pengambil contoh yang sesuai dengan keadaan sumber airnya;

b) Dibilas alat pengambil contoh dengan air yang akan diambil, sebanyak 3 (tiga) kali;

c) Diambil contoh sesuai dengan peruntukan analisis dan campurkan dalam penampung sementara, kemudian homogenkan;

d) Dimasukkan ke dalam wadah yang sesuai peruntukan analisis;

e) Dilakukan segera pengujian untuk parameter suhu, kekeruhan dan daya hantar listrik, pH dan oksigen terlarut yang dapat berubah dengan cepat dan tidak dapat diawetkan;

f) Hasil pengujian parameter lapangan dicatat dalam buku catatan khusus; g) Pengambilan contoh untuk parameter pengujian di laboratorium

dilakukan pengawetan

Sementara untuk pengamatan hama dan penyakit ikan, pengambilan sampel metoda sampling yang digunakan dapat bervariasi menurut kondisi tertentu seperti area budidaya, sistim budidaya atau jenis penyakit. Sesungguhnya dalam pengambilan sampel (sampling) ada 2 teknik yaitu

(8)

Non probability sampling dalam metode ini, probabilitas anggota populasi hewan yang dipilih tidak diketahui dan ada kecenderungan kelompok tertentu mendapat perhatian lebih dari kelompok lainnya. Contoh metode ini yaitu:

1. metode Convenience sampling yang mendasari pemilihan sampel atas alasan kemudahan mendapatkan

2. metode purposive sampling, yaitu pemilihan sampel ditujukan untuk kepentingan tertentu

Adapun metoda sampling yang lebih menjamin akurasi dan mencegah bias yaitu metoda random sampling. Random sampling dapat mengurangi kemungkinan inferensi (asumsi bahwa status seluruh populasi sama dengan sampel yang diamati) yang mungkin saja tidak tepat, dan mencegah terjadinya bias.

Dalam pengambilan sampel, jumlah sampel yang diambil harus “cukup” sesuai dengan tujuan monitoring yaitu mengetahui prevalensi penyakit, estimasi insiden penyakit dan untuk deteksi penyakit atau menentukan status freedom from disease pengambilan data sekunder dengan mewawancarai pembudidaya mengenai kondisi budidaya, lingkungan, kasus serangan penyakit, cara penanggulangan penyakit, taksiran kerugian, obat-obatan yang dipakai, pakan, dan lain sebagainya.

(9)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Hasil

A. Data Survey Monitoring

Beberapa point yang menjadi bahan survey dengan metoda Report Generation pada monitoring Kesling ini adalah : Luas budidaya, tingkat teknologi, manajemen budidaya dan manajemen kesehatan ikan dan lingkungan. Beberapa kendala baik aspek teknis dan non teknis juga menjadi bahan masukan pada kegiatan monitoring ini. Hasil survey yang kami lakukan ditampilkan pada tabel berikut :

Nama Pemilik Bp. A Ho ( Bp. Sumanti )

Lokasi Desa Tanjung Batu

Kecamatan Buru Kabupaten Karimun

Luas budidaya 40 hole dengan ukuran @ 3 x 3 meter Tingkat Teknologi Madya

Dilengkapi dengan mesin penggiling pakan dan penyemprot jaring

Pakan Pelet dan Rucah

Komoditas Bawal Bintang ( jumlah : 1700 ekor ) Kerapu macan ( jumlah : 1200 ekor ) Kakap Putih ( jumlah : 1.100 ekor ) Padat tebar 800 ekor/jaring

Asal Benih Balai Budidaya Laut Batam Medan

Biosekuriti Negatif Kematian Ikan Ada Bobot serangan Ringan Gejala klinis Exopthalmia

Luka di sirip

Luka di permukaan tubuh Kurang nafsu makan Upaya yang dilakukan Perendaman air tawar

Perendaman dengan Acriflavine Waktu serangan April

Perubahan Lingkungan Diawali dengan adanya hujan lebat dan limpasan air tawar dari sungai gunung papan

(10)

B. Data Analisa Kualitas Air

Pengambilan data dan analisa kualitas air dilakukan dengan dua (2) tahap, yakni :

1. Pengambilan data langsung di lapangan, dilakukan untuk parameter yang mengharuskan pengamatan secara In-situ, diantaranya adalah pH (derajat keasaman), oksigen terlarut, temperatur, salinitas dan Ammonium.

2. Pengambilan data secara laboratorium, dilakukan untuk sampel air yang dapat dianalisa di laboratorium setelah mendapatkan perlakuan preparasi sampel menurut SNI 6989.57:2008.

Adapun tabel hasil analisa kualitas air adalah sebagai berikut :

PARAMETER PARAMETERS SATU AN UNIT HASIL UJI

TEST RESULT SPESIFIKASI METODE METHODE SPESIFICATION TITIK A TITIK B pH 7,45 7,58 SNI 06-6989.11-2004 Nitrat (NO3) mg/L 0,3 0,2 Kolorimetrik

Nitrit (NO2) 0 0 Kolorimetrik

Amoniak (NH3) 0,14 0,11 Kolorimetrik Phosphat (PO4) 0,09 0,07 Kolorimetrik Salinitas o/ oo 28 28 (Refraktometrik)IKM/5.4.4/BBL-B Ammonium (NH4) mg/l

0 0 Visicolor Test kit

Alkalinitas 90 90 Titrimetri Oksigen terlarut 5,1 5,0 Elektrometri T D S 569 622 Elektrometri Temperatur 0c 29,4 29,3 Elektrometri Total Bakteri Umum CFU/mL 5,04 x 104 5,11 x 104

Isolasi dan Identifikasi Konvensional

(11)

C. Data Analisa Mikrobiologi

Berdasarkan isolasi organ target untuk analisa bakteri dan virus diperoleh hasil sebagai berikut :

N o KODE SAMPEL SAMPLE CODE PARAMETER PARAMETER S HASIL UJI TEST RESULT SPESIFIKASI METODE METHODE SPESIFICATION 1 Bawal Bintang Bakteri Vibrio sp Isolasi dan Identifikasi Konvensional VNN Negatif (-) IKM/5.4.1/BBL-B (PCR) 2 Kerapu Bakteri Vibrio sp Isolasi dan Identifikasi Konvensional VNN Negatif (-) IKM/5.4.1/BBL-B (PCR) Sampel 1 : Bawal Bintang

( Trachinotus blochi, Lacepede) Asal Benih :

Balai budidaya Laut batam Gejala klinis :

1. Exopthalmia 2. Luka sirip

3. Berenang abnormal 4. Kurang nafsu makan

Sampel 2 : Kerapu Lumpur

( Epinephelus coiodes)

Asal benih :

Medan, Tangkapan alam Gejala klinis :

1. Luka di permukaan tubuh 2. Berenang abnormal

(12)

3. Kurang nafsu makan

IV.2 Pembahasan

A. Gambaran Umum Lokasi Monitoring

Kabupaten Karimun merupakan salah satu dari 12 Kabupaten dan Kota hasil pemekaran wilayah di Propinsi Riau. Sebelumnya Kabupaten Karimun adalah dari Kabupaten Kepulauan Riau dan diresmikan sebagai Kabupaten yang berdiri sendiri berdasarkan UU No. 53 Tahun 1999, dan pada awalnya hanya terdiri dari 3 (tiga) Kecamatan yatiu Kecamatan Karimun, Kecamatan Kundur dan Kecamatan Moro. Selanjutnya dalam rangka mendekatkan dan meningkatkan pelayanan umum maka Kabupaten Karimun dimekarkan menjadi 9 (sembilan) Kecamatan antara lain Kecamatan Karimun, Kecamatan Meral , Kecamatan Tebing, Kecamatan Buru, Kecamatan Kundur, Kecamatan Kundur Utara, Kecamatan Kundur Barat, Kecamatan Moro dan Kecamatan Durai.

Secara geografis, Kabupaten Karimun berada pada posisi 000 – 50’ – 25” Lintang Utara, 010 – 10’ – 30” Lintang Selatan, 030 – 31’ – 20” Bujur Barat dan 1020 – 15’ – 15” Bujur Timur. Kabupaten Karimun mencakup wilayah seluas

(13)

7.984 Km2 , yang terdiri dari Wilayah Daratan seluas 1.524 Km2 dan Wilayah Lautan seluas 6.460 Km2 serta memiliki tapal batas wilayah langsung dengan Selat Singapura, Selat Malaka dan Semenanjung Malaysia. Dengan batas – batas wilayah sebagai berikut :

• Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Singapura dan Semenanjung Malaysia atau Selat Malaka;

• Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Kateman Kabupaten Indragiri Hilir;

• Sebelah Timur berbatasan dengan Kota Batam; dan

• Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Bengkalis serta Kecamatan Kuala Kampar Kabupaten Pelalawan.

Karena terdiri dari wilayah perairan, seluruh wilayah Kabupaten Karimun membentang di sepanjang 3 ( tiga ) gugusan kepulauan yang mencakup 251 buah Pulau. Dari keseluruhan jumlah pulau dimaksud, Pulau yang telah dihuni sebanyak 54 buah dan sisanya sebanyak 197 buah masih belum berpenghuni. Sedangkan 2 (dua) buah pulaunya merupakan pulau terluar sesuai PERPRES Nomor 78/2005/2007; yaitu Pulau Tokong Hiu Besar dan Pulau Karimun Kecil. Kondisi iklim Kabupaten Karimun dipengaruhi oleh Perubahan Musim Kemarau terjadi pada bulan Maret hingga dengan bulan Mei, sebahagian musim hanya terjadi pada bulan September sampai dengan bulan Desember, dengan suhu rata – rata antara 300C dengan tingkat Kelembaban Udara sekitar80%. Sedangkan curah hujan adalah sekitar 2.200 mm. Sebahagian besar wilayah daerah ini terdiri dari daratan landai di Pesisir Pantai, dengan ketinggian yang bervariasi antara 2 meter sampai dengan 500 meter diatas permukaan laut, dengan tingkat kemiringan lebih kurang 40 derjat celcius

Dilihat dari kondisi geografis Kabupaten Karimun mempunyai potensi laut sehingga disamping untuk kegiatan Perikanan juga dimanfaatkan untuk kegiatan Transportasi dan kegiatan Penambangan Pasir Laut dan Timah. Perairan laut Kabupaten Karimun mempunyai kedalaman yang bervariasi dengan dasar perairan lumpur berpasir dan berkarang, Salinitas air laut berkisar antara 28 – 32 0/00. Kecepatan arus bervariasi pada masing – masing gugusan pulau di tiap Kecamatan. Tingkat kecerahan air laut bervariasi, hal ini disebabkan kegiatan penambangan pasir laut dan timah, serta adanya pengaruh air dari sungai Kampai terutama di disekitar perairan Kundur, Durai, Buru dan Karimun.

Disamping Perairan Laut daerah ini memiiliki beberapa Selat yang berpotensi untuk Pengembangan Usaha Perikanan di bidang Budidaya Keramba Jaring Apung dan Budidaya Rumput Laut serta pertambakan. Selain itu juga memiliki

(14)

KJA milik Bp. A Ho

sungai namun tidak begitu berarti dalam pemanfaatan baik bagi Transportasi maupun untuk Pengembangan Budidaya Perikanan.

B. Manajemen Budidaya

Manajemen budidaya ikan bila ditinjau dari Penerapan better management practices mencakup dua hal yaitu:

a. Good aquaculture practices

(pendederan), mencakup weaning, padat penebaran, pemberian pakan, grading, sampling, penggantian waring dan panen. b. Good feed management, mencakup kegiatan peberian pakan komersial, pakan alami atau ikan rucah, frekuensi pemberian pakan dan waktu pemberian pakan Berdasarkan pemantauan yang dilakukan di KJA milik Bp. A Ho, beberapa prinsip Better Management Practices telah dilakukan walaupun belum terlalu baik. Untuk padat tebar dengan jumlah tebar yang diperoleh dari Staff KJA Bp. A Ho dengan jumlah 800 ekor/hole untuk ukuran konsumsi tergantung kepada komoditas budidaya yang dilakukan. Menurut Putro dan Sunaryat, 2008, penebaran benih kerapu macan untuk kegiatan pendederan (ukuran 2-2,5 cm) berkisar antara 500-700 ekor/m3. dan kalau untuk kegiatan budidaya jumlah 800 ekor/m3 ini sudah cukup padat. Akibat yang terjadi adalah stress terhadap lingkungan dan kemungkinan terjadinya gesekan antar ikan dan gesekan ikan dengan jaring cukup terbuka untuk terjadi. Oleh karena itu saran yang diberikan adalah pengurangan jumlah padat tebar. Khusunya untuk Bawal bintang yang merupakan ikan perenang cepat dan membutuhkan ruang gerak yang cukup luas.

Untuk pengelolaan pakan, Pakan yang digunakan hendaknya mempunyai kandungan nutrisi sesuai untuk benih dan dalam kondisi baik. Pertumbuhan ikan yang dipelihara dalam keramba jaring apung dipengaruhi oleh faktor biotik dan abiotik. Diantara faktor tersebut mutu jenis pakan, frekuensi pemberian pakan, dan

(15)

kepadatan ikan yang secara langsung akan mempengaruhi pertumbuhan, produksi, konversi pakan, dan sintasan (Chua dan Tang, 1979). Lebih lanjut dijelaskan oleh Putro (1997), bahwa jenis pakan yang sudah digunakan dalam kegiatan pendederan antara lain: pelet, ikan rucah serta pakan hidup seperti udang rebon, jambret dan artemia.

Berdasarkan pemantauan, pakan yang diberikan merupakan kombinasi antara pelet (lihat gambar) dan rucah. Kombinasi yang efektif dan disertai dengan frekuensi pemberian pakan yang optimal dapat mendukung optimalisasi pertumbuhan komoditas ikan budidaya.

Pemberian pakan sebaiknya diberikan secara adlibitum (pemberian sampai kenyang, sebanyak 4-5 kali dalam sehari, jam 06.00; 14.00; 18.00 atau jam 06.00, 09.00, 12.00 dan 18.00). Selama pemberian pakan diusahakan tidak terjadi kelebihan pakan, karena dapat menimbulkan efek yang dapat merugikan. Kelebihan pakan pada pendederan bak, akan mempercepat proses penurunan kualitas air yang dapat menyebabkan turunnya nafsu makan

C. Manajemen Kesehatan Ikan.

Penyakit ikan biasanya timbul karena adanya interaksi antara tiga faktor yaitu lingkungan, inang dan adanya jasad penyebab penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut berada dalam keseimbangan maka tidak akan terjadi masalah penyakit.

Penyakit yang muncul pada ikan selain di pengaruhi kondisi ikan yang lemah juga cara penyerangan dari organisme yang menyebabkan penyakit tersebut. Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit pada ikan antara lain : 1. Adanya serangan organisme parasit, virus, bakteri dan jamur.

2. Lingkungan yang tercemar (amonia, sulfida atau bahanbahan kimia beracun)

3. Lingkungan dengan fluktuasi ; suhu, pH, salinitas, dan kekeruhan yang besar

4. Pakan yang tidak sesuai atau Gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan ikan

5. Kondisi tubuh ikan sendiri yang lemah, karena faktor genetik (kurang kuat menghadapi perubahan lingkungan).

Berdasarkan hasil survey dan wawancara yang dilakukan, beberapa kegiatan yang dilakukan Bp. A Ho untuk manajemen kesehatan ikan dan lingkungan adalah perendaman dengan air tawar dan perendaman

(16)

menggunakan Acriflavine. Untuk pencegahan hal ini sudah cukup baik. Hanya saja perlu ditingkatkan pemahaman tentang pentingnya memperkuat sistem immun ikan, seperti : pemberian vaksin atau Vitamin C

C. Kondisi Kualitas Air 1. pH (derajat keasaman)

pH suatu larutan mencerminkan aktivitas kation hidrogennya, dan dinyatakan sebagai logaritma negatif dari aktivitas kation hidrogen dalam mole per liter pada suhu tertentu. Istilah pH lazimnya digunakan untuk menyatakan intensitas kondisi asam atau alkalin suatu larutan. Kalau pH antara 1 dan 7, ini merupakan kisaran asam, dan kisaran alkalin adalah pH 7 - 14.

Untuk nilai pH pada lokasi monitoring, berada pada rentang 7,45 – 7,58. kondisi ini menunjukkan bahwa sifat dasar perairan adalah alkalin. Namun kurang optimal bagi pengembangan ikan Kerapu ataupun Bawal bintang yang mempersyaratkan nilai pH berada pada rentang 7,8 – 8,2 ( Juknis BBL Batam). Kualitas air yang ada, bila ditinjau dari nilai pH, harus dideskripsikan untuk suatu kawasan pengembangan budidaya perikanan tertentu. Perhatian harus diberikan kepada variasi pH-perairan secara musiman akibat peristiwa alamiah ataupun karena aktivitas manusia.

Pengaruh nilai pH terhadap komunitas biologi perairan dapat dilihat pada table berikut :

Nilai pH Pengaruh Umum

6,0 – 6,5 1. Keanekaragaman plankton dan bentos sedikit menurun

2. Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas tidak mengalami perubahan

5,5 – 6,0 1. Penurunan keanekaragaman plankton dan bentos mulai semakin tampak

2. Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas masih belum mengalami perubahan yang berarti

3. Algae hijau berfilamen mulai tampak pada zona litoral 5,0 – 5,5 1. Penurunan keanekaragman dan komposisi jenis plakton,

perifilton dan bentos semakin besar

2.Terjadi penurunan kelimpahan total dan biom,assa zooplankton dan bentos

Algae hijau berfilamen semakin tampak Proses nitrifikasi terhambat

4,5 – 5,0 1. Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton, perifilton dan bentos semakin besar

2. Penurunan kelimpahan totatl dan biomassa zooplankton dan Bentos

(17)

3. Algae hijau berfilamen semakin banyak 4.Proses Nitrifikasi terhambat

Sumber : Modifikasi Baker et al., 1990- dalam Effendi, 2003

2. NH3 (Ammonia)

Amonia dan garam-garamnya bersifat mudah larut dalam air. Sumber amonia di perairan adalah pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang banyak terdapat di dalam tanah dan air, yang berasal dari dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biota akuatik yang telah mati) oleh mikroba dan jamur. Tinja dari biota akuatik yang merupakan limbah aktivitas metabolisme juga banyak mengeluarkan amonia. Sumber amonia yang lain adalah reduksi gas nitrogen yang berasal dari proses difusi udara atmosfer, limbah industri dan domestik. Amonia yang terdapat dalam mineral masuk ke badan air melalui erosi tanah. Di perairan alami, pada suhu dan tekanan normal amonia berada dalam bentuk gas dan membentuk kesetimbangan dengan gas amonium.

Berdasarkan pengamatan, rentang konsentrasi NH3 (Ammonia) di perairan KJA Bp. A Ho di wilayah ds. Tg. Batu, Kecamatan Buru berada pada rentang konsentrasi 0,11 – 0,14 mg/l. Keadaan ini sudah jauh melampaui batas ambang kelayakan konsentrasi Ammonia perairan yang mempersyaratkan konsentrasi <0,02 mg/l. Bila dilihat kembali hasil analisa maka terdapat kenaikan hingga 600%.

Amonia bebas (NH3) yang tidak terionisasi (Unionized) bersifat toksik terhadap makhluk akuatik. Toksisitas amonia terhadap organisme budidaya dapat meningkat jika terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, pH, dan suhu. Ikan tidak dapat bertoleransi terhadap kadar amonia bebas yang tinggi di perairan karena dapat mengganggu proses pengikatan oksigen oleh darah dan pada akhirnya akan menyebabkan Sufokasi. (Hafni Effendi, 2003).

3. Alkalinitas

Alkalinitas secara umum menunjukkan konsentrasi basa atau bahan yang mampu menetralisir keasaman dalam air. Secara khusus, alkalinitas sering disebut sebagai besaran yang menunjukkan kapasitas pem - buffer -an dari ion bikarbonat, dan sampai tahap tertentu ion karbonat dan hidroksida dalam air. Ketiga ion tersebut di dalam air akan bereaksi dengan ion hidrogen sehingga menurunkan kemasaman dan menaikkan nilai pH.

Bila ditinjau dari hasil pengamatan di ds. Tg. Batu, nilai alkalinitas yang diperoleh adalah 90 mg/l. Nilai alkalinitas yang baik adalah 100 mg/l. Hal ini berarti perairan dapat diklasifikasikan sebagai perairan lunak (Soft water). Alkalinitas biasanya dinyatakan dalam satuan ppm (mg/l) kalsium Karbonat (CaCO3). Nilai alkalinitas berkaitan erat dengan korosivitas logam dan dapat menimbulkan permasalahan pada kehidupan makhluk hidup. Terutama yang

(18)

berhubungan dengan iritasi pada sistem pencernaan (Gastro intestinal). Jika dididihkan dalam waktu yang cukup lama, perairan dengan nilai alkalinitas yang tinggi akan menghasilkan deposit dan menimbulkan bau yang kurang sedap. Perairan dengan nilai alkalinitas tinggi (100-200 mg/l) lebih produktif bila dibandingkan dengan nilai alkalinitas rendah. Tingkat produktivitas perairan ini berkaitan dengan keberadaan Posfor dan elemen essensial lainnya yang kadarnya meningkat dengan meningkatnya nilai alkalinitas.

4. T D S (Total Dissolved Solid)

Padatan Terlarut Total (Total Dissolved Solid atau TDS) adalah bahan-bahan terlarut (Diameter <10-6 mm) dan koloid (Diamater 10-6 – 10-3 mm) yang berupa senyawa-senyawa kimia dan bahan-bahan lain, yang tidak tersaring pada kertas saring berdiameter 0,45 μm. TDS sangat penting karena pengaruhnya terhadap palatabilitas dan efeknya untuk menyebabkan reaksi fisiologis yang buruk. Air yang kaya mineral juga kurang bagus bagi aplikasi industri, dan juga kualitasnya untuk irigasi agak terbatas.

TDS biasanya disebabkan oleh bahan anorganik yang berupa ion-ion yang biasa ditemukan di perairan. Untuk air laut biasanya memiliki nilai TDS yang cukup tinggi, karena banyak mengandung senyawa kimia, yang juga mengakibatkan tingginya nilai salinitas dan daya hantar listrik / Konduktivitas.

Baku Mutu Lingkungan (BML) untuk TDS adalah <400 mg/l. Bila ditinjau dari hasil analisa maka rentang konsentrasi yang diperoleh adalah 569 – 622 mg/l. Hal ini sudah jauh melampaui BML yang ditetapkan. Salah satu hal yang patut menjadi perhatian bila nilai padatan terlarut ini tinggi adalah terganggunya proses osmoregulasi pada ikan akibat banyakya partikel terlarut di dalam air. 5. Posfat (PO4)

Posfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan (Dugan, 1972). Karakteristik posfor sangat berbeda dengan unsur-unsur utama lain yang merupakan penyusun biosfer karena unsur ini tidak terdapat di atmosfer. Berdasarkan kadar posfat di perairan, maka perairan diklasifikasikan menjadi 3, yaitu :

1. Perairan oligotrofik, yakni perairan dengan kadar ortofosfat 0,003 – 0,01 mg/l 2. Perairan mesotrofik, yakni perairan dengan kadar ortofosfat 0,011 – 0,03 mg/l 3. Perairan eutrofik, yakni perairan dengan kadar ortofosfat 0,031 – 0,1 mg/l (Vollenweider dalam Wetzel, 1975).

Jika ditinjau dari hasil analisa di lokasi monitoring, konsentrasi Posfat yang diperoleh adalah 0,07 – 0,09 mg/l. Hal ini berarti perairan tergolong kepada perairan eutrofik, yang berarti tingkat kesuburannya dapat menstimulir ledakan algae di perairan (algae bloom). Alga yang melimpah ini dapat membentuk lapisan pada permukaan air, yang selanjutnya dapat menghambat penetrasi cahaya matahari dan oksigen sehingga kurang menguntungkan bagi ekosistem perairan. Disamping hal tersebut, tingkat kesubran tinggi ini juga dapat menstimulir pertumbuhan bakteri yang cukup tinggi dan ini juga didukung dengan

(19)

data Total Bakteri Umum dalam perairan yang mencapai 5,04 x 104 - 5,11 x 104 CFU/ml.

6. Salinitas

Salinitas didefinisikan sebagai total padatan dalam air setelah semua karbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromida dan iodida diganti dengan klorida, dan semua bahan organik telah dioksidasi. Satuan untuk salinitas lazimnya adalah g/kg atau satu per seribu.

Salinitas menimbulkan tekanan-tekanan osmotik. Pada umumnya kandungan garam dalam sel-sel biota laut cenderung mendekati kandungan garam kebanyakan air laut. Kalau sel-sel itu berada di lingkungan dengan salinitas berbeda maka suatu mekanisme osmoregulasi diperlukan untuk menjaga keseimbangan kepekatan antara sel dengan lingkungannya. Pada kebanyakan binatang estuarin, penurunan salinitas biasanya dibarengi juga dengan penurunan salinitas di dalam sel. Suatu mekanisme osmoregulasi baru terjadi bila ada perubahan salinitas yang nyata.

Cara-cara osmoregulasi meliputi perlindungan luar dari perairan sekitarnya, perlindungan membran sel dan mekanisme ekskresi untuk membuang kelebihan air tawar dan sel dari badan. Bila ikan berada di lingkungan dengan salinitas berbeda dikhawatirkan energi pakan yang masuk akan terbuang dikarnakan ikan terus melakukan proses osmoregulasi untuk mengatur keseimbangan cairan tubuh dengan lingkungan sehingga pakan yang diberikan tidak optimal untuk mendukung pertumbuhan ikan.

Untuk konsentrasi salinitas pada pemeliharaan ikan laut seperti Kerapu dan Bawal Bintang yang dipersyaratkan adalah 28-32‰. Berdasarkan hasil pemantauan dimana konsentrasi salinitas adalah 28‰, berarti masih berada dalam BML yang ditetapkan namun sudah berada di batas bawah. Hal yang dikhawatirkan adalah bila terjadi limpasan air dari Sungai gunung

(20)

papan dalam jumlah besar, dikhawatirkan perairan mengalami penurunan konsentrasi salinitas yang menyebabkan ikan lebih sering melakukan osmoregulasi, yang berarti energi yang diberikan melalui pakan akan habis untuk menyesuaikan tekanan osmotik dalam tubuh dan lingkungan. Bila ini terjadi dalam waktu yang cukup lama dan berkelanjutan dikhawatirkan ikan mengalami kematian bila ada arus air yang berasal dari muara sungai gunung papan. Solusi yang dapat diambil aalah memilih lokasi budidaya baru yang memiliki nilai salinitas yang lebih stabil sepanjang tahun.

D. Analisa Bakteri dan Virus

Untuk mendapatkan hasil terbaik, isolasi organ target dilakukan langsung di lapangan dengan memperhatikan tingkat sterilisitas tempat dan peralatan yang dipakai. Untuk bakteriologi, organ target langsung diisolasi di media umum TSA (Triple Soya Agar) dan media selektrif (TCBS). Pengamatan dan uji lanjutan selanjutnya dilakukan di laboratorium. Dari hasil pengamatan bakteri yang ditemukan adalah Vibriosis sementara hasil analisa virus menunjukkan hasil negatif.

Penyakit Vibriosis pada ikan budidaya laut telah diketahui sebagai salah satu penyebab rendahnya sintasan baik pada saat di pembenihan maupun pada saat pembesaran. Ada beberapa bakteri Vibrio sp yang berperanan dalam menyebabkan timbulnya penyakit pada ikan, namun menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Murdjani (2002) yang paling dominan adalah V. alginolyticus. Penanggulangan penyakit Vibriosis pada ikan kerapu sampai saat ini masih tertumpu pada penggunaan obat-obatan atau antibiotika, namun hasilnya belum memuaskan. Hal ini disebabkan singkatnya waktu inbukasi bakteri tersebut sampai menyebabkan kematian. Dengan semikian pengobatan dengan antibiotik sering mengalami keterlambatan dan akibatnya antibiotik menjadi tidak efektif. Disamping itu, pembudidaya ikan, khususnya dan pembudidaya ikan pada umumnya tidak melakukan monitoring penyakit secara rutin dan benar, sehingga adanya penyakit sering diketahui sudah dalam keadaan tidak bisa diobati atau sakitnya sudah terlalu lanjut

Tidak konsistennya pembudidaya dalam melakukan monitoring internal menyebabkan terdapat beberapa sampel ikan yang mengalami berbagai gejala Vibriosis. Pengobatan dengan perendaman ataupun Acriflavine tidak terlalu efektif dalam menanggulangi penyakit ini. Saran yang diberikan adalah dengan dilakukannya pemberian Vitamin sejak dini ataupun dengan pemberian vaksinasi pada benih yang baru didatangkan.

(21)

Untuk hasil analisa VNN (Viral Nervous Necrosis) menunjukkan hasil negatif. Hal ini juga didukung dengan kondisi di lapangan. Dimana tidak ditemukannya gejala klinis yang memperlihatkan ikan terserang penyakit virus VNN.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Kesimpulan

1. Penerapan Good Aquaculture Practices pada KJA Bp. A Ho, sudah baik. Namun beberapa hal yang harus diperhatikan adalah tingkat padat tebar, pemberian pakan, grading dan Biosekuriti harus diaplikasikan sesuai dengan petunjuk teknis budidaya ikan.

2. Lingkungan KJA Bp. A Ho sangat tidak optimal dalam mendukung budidaya ikan berkelanjutan, hal ini terbukti dari hasil analisa untuk parameter pH, NH3, salinitas, PO4, Alkalinitas, TDS dan Total Bakteri Umum yang semuanya telah melampaui Ambang batas Baku Mutu Lingkungan baik menurut Kepmen LH No.51/2004 untuk biota laut maupun menurut juknis pemeliharaan ikan laut Kementerian Kelautan dan Perikanan.

3. Analisa Mikrobiologi pada sampel ikan menunjukkan bahwa penyakit Vibriosis sudah mulai menyerang komoditas ikan budidaya sementara hasil analisa virus negatif.

V.2 Saran

Berdasarkan hasil pengamatan tersebut diatas, maka disarankan untuk dilakukan penelitian lanjutan tentang jenis Vibrio yang ditemukan baik di tubuh ikan maupun yang ada di perairan.

(22)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan yang berbahagia ini ijinkan kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu kelancaran tugas monitoring di Desa Tanjung Batu, Kecamatan Buru, Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau. Sehingga berjalan lancar dan tidak ada halangan satu apapun. Adapun pihak-pihak yang ingin kami haturkan terima kasih adalah :

1. Bp. Ir. Hazmi Yuliansyah, M.Si selaku Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Karimun

2. Ibu Nurjanah, S.Pi, selaku Kepala Bagian Budidaya Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Karimun

3. Bp. Saiful, S.St.Pi, Selaku staff bagian budidaya Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Karimun

4. Bp. Anton, selaku petugas PPL Kecamatan Buru Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Karimun

5. Bp. Samad, selaku staff teknis KJA milik Bp. A Ho

Demikian ucapan terima kasih ini kami haturkan, semoga bantuan yang Bapak/Ibu berikan menjadi amal jariyah dan diberikan balasan yang setimpal dari Yang Maha Kuasa

(23)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2002. Pedoman Umum Monitoring dan Surveilance Hama dan Penyakit Ikan. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya. Direktorat Kesehatan Ikan Dan Lingkungan

Cameron, A. 2002. Survey Toolbox for Aquatic Animal Diseases. A Practical Manual and Software Package. ACIAR Monograph, No. 94, 375p.

Crosa, J.H., M.A. Walter, and S.A. Potter, 1983. The genetic of plasmid-mediated virulence in the marine fish pathogen Vibrio anguillarum. Bacterial and viral diseases of fish. Molecular studies. A Washington Sea Grant Pub. Univ. of Washington, Seattle.

Effendi, Hefni, 2003, Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Egusa, S. 1983. Disease problem on Japanese Yellow tail (Seriola quinquiradiata), culture : A riview. In Stewrt, J.E. (ed) Diseases of comercially important Marine fish and Shellfish. Conseil International pour l'Exploration de la Mer, Copenhagen p 10-18.

Evelyn, T.P.T., 1984. Immunization against pathogenic Vibrio. Symposium on fish Vaccination. OIE, Paris 20-22 February 1984.

Ghufran, M. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. Jakarta : Rineka Cipta.

Glamuzina, B., N. Glavic, B. Skaramuca, V. Kozul and P. Turtman, 2001. Early development of the hybrid Epinephelus costal (male) x E. marginatus

(female). Aquaculture 198 (1-2) 55-61

Iverson, J. B. (1971) Strontium chloride B and E. E. enrichment broth media for the isolation of Edwardsiella, Salmonella and Arizona species from Tiger Snakes.

(24)

Johni F, Roza. D dan Zafran. 2005. Infeksi Bakteroal pada Ikan Laut Budidaya dan Upaya Pengendaliannya. Dipresentasikan sebagai bahan Diseminasi Budidaya Laut Berkelanjutan 10 – 13 April. BBRBL Gondol Bali. 11 hal

Kamiso, H.N., Triyanto dan Sri Hartati, 1992. Penanggulangan penyakit Motil Aeromonas Septisemia (MAS) pada ikan lele (Clarias sp.). ARM Project, Balitbang Pertanian, Deptan., 38 p.

Kasonchandra, J., 1999. Major viral bacterial diseases of marine fishes with emphasison seabass and grouper. Paper contributed to the Fourth Symposium on Diseases in Asian Aquaculture. Cebu International Convention Centre, Waterfront Cebu City Hotel, Cebu Cyti Philippines.

Kitao T., T. Aoki, M. Fukudome, K. Kawano, Y. Wada dan Y. Mizuno, 1983. Serotyping of Vibrio anguillarum isolated from diseased freshwater fishes in Japan. J. Fish Diseases, 6:175-181.

Murdjani, M., 1997. Pembenihan ikan kerapu Tikus (Cromileptes altivelis) dalam bak terkendali di Loka BAP Situbondo. Ditjen Perikanan, Deptan., 9 hal.

Murdjani, M., 2002. Identifikasi dan patologi bakteri Vibrio alginolyticus pada ikan kerapu tikus (Cromileptes altivelis). Disertasi, Program Pasca Sarjana, Universitas Brawijaya, Malang.

Taukhid, 2010, Dukungan Monitoring dan Pemetaan Sebaran Jasad Patogen Bagi Upaya Pengendalian Penyakit Ikan, Makalah, Disampaikan di Hotel Salak pada pertemuan : Penyusunan Pedoman Umum Monitoring dan Surveillance, Bogor.

Referensi

Dokumen terkait

Pada bagian ini dijelaskan mengenai implementasi data yang telah dikumpulkan dan telah dirancang sedemikian rupa dan proses implementasi atau pengujian data ke aplikasi

Berdasarkan beberapa uraian di atas, menarik minat peneliti untuk meneliti dan mengkaji pengaruh dari iklan, motivasi, persepsi dan sikap konsumen dalam melakukan

Kegiatan usahatani sawi biaya yang nyata dikeluarkan responden di Kelurahan Landasan Ulin Utara adalah meliputi penggunaan biaya penyusutan alat, biaya tenaga

Kualitas pelayanan dapat diterima oleh semua kalangan masyarakat karena langkah-langkah kerja para karyawan dapat dimengerti tanpa adanya kekeliruan dalam menjalankan

Pemilihan segmentasi khu- susnya untuk penjualan produk bisnis surat dan paket PT Pos Indonesia memilih lebih fokus dalam memilih pelanggan yang ingin ditarik

SLTA dan S1 menunjukkan bahwa pengusaha memiliki kemampuan berfikir dengan wawasan yang cukup luas serta memiliki pengalaman selama untuk Kelurahan Tugu Hiu 4

Berkenaan dengan rencana Pertamina mendirikan pabrik baru di Pangkalan Brandan untuk memproduksi Sodium Ligno Sulfanat , perlu perusahaan mengenali

Pada pemrosesan penurunan kadar air dalam madu dari Kampung Madu Lumbang, Kecamatan Lumbang, Kabupaten Probolinggo ini dipilih dengan menggunakan sistem proses