• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Sistem Pemerintahan Daerah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah Sistem Pemerintahan Daerah"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH SISTEM PEMERINTAHAN DAERAH MAKALAH SISTEM PEMERINTAHAN DAERAH

BAB I BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1. Latar Belakang

Pengertian "otonom" secara bahasa adalah

Pengertian "otonom" secara bahasa adalah "berdiri sendiri" atau "dengan"berdiri sendiri" atau "dengan pemerintahan sendiri". Sedangkan "daerah" adalah suatu "wilayah" a

pemerintahan sendiri". Sedangkan "daerah" adalah suatu "wilayah" atau "lingkungantau "lingkungan pemerintah". Dengan demikian pengertian secara istilah "otonomi daerah"

pemerintah". Dengan demikian pengertian secara istilah "otonomi daerah" adalahadalah wewenang atau kekuasaan pada suatu

wewenang atau kekuasaan pada suatu wilayah atau daerah yang mengatur danwilayah atau daerah yang mengatur dan mengelola untuk kepentingan wilayah atau

mengelola untuk kepentingan wilayah atau daerah masyarakat itu sendiri. Pengertiandaerah masyarakat itu sendiri. Pengertian yang lebih luas lagi adalah wewenang atau

yang lebih luas lagi adalah wewenang atau kekuasaan pada suatu wilayah atau kekuasaan pada suatu wilayah atau daerahdaerah yang mengatur dan mengelola untuk kepentingan wilayah atau daerah masyarakat itu yang mengatur dan mengelola untuk kepentingan wilayah atau daerah masyarakat itu sendiri mulai dari ekonomi, politik, dan

sendiri mulai dari ekonomi, politik, dan pengaturan perimbangan keuangan termasukpengaturan perimbangan keuangan termasuk pengaturan sosial, budaya, dan

pengaturan sosial, budaya, dan ideologi yang sesuai dengan tradisi adat istiadat daerahideologi yang sesuai dengan tradisi adat istiadat daerah lingkungannya.

lingkungannya.

Pelaksanaan otonomi daerah dipengaruhi oleh faktor-faktor

Pelaksanaan otonomi daerah dipengaruhi oleh faktor-faktor yang meliputi kemampuanyang meliputi kemampuan pelaksana, kemampuan dalam keuangan, ketersediaan alat dan bahan, dan kemampuan pelaksana, kemampuan dalam keuangan, ketersediaan alat dan bahan, dan kemampuan dalam berorganisasi. Otonomi daerah tidak mencakup

dalam berorganisasi. Otonomi daerah tidak mencakup bidang-bidang tertentu, sepertibidang-bidang tertentu, seperti politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, fiskal, dan agama. politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, fiskal, dan agama. Bidang-bidang tersebut tetap menjadi urusan

bidang tersebut tetap menjadi urusan pemerintah pusat. Pelaksanaan otonomi daerahpemerintah pusat. Pelaksanaan otonomi daerah berdasar pada prinsip demokrasi, keadilan, pemerataan,

berdasar pada prinsip demokrasi, keadilan, pemerataan, dan keanekaragaman.dan keanekaragaman.

Otonomi daerah tidak hanya pelaksanaan demokrasi pemerintahan dari, oleh, dan untuk Otonomi daerah tidak hanya pelaksanaan demokrasi pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat. Rakyat tidak saja menentukan

rakyat. Rakyat tidak saja menentukan nasibnya melainkan juga memperbaiki nasibnyanasibnya melainkan juga memperbaiki nasibnya sendiri. Di dalam UUD 1945 antara

sendiri. Di dalam UUD 1945 antara lain tersurat bahwa sistem pemerintahan Negaralain tersurat bahwa sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia memberikan keleluasaan kepada daerah untuk

Kesatuan Republik Indonesia memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menyelengg

(2)

dilaksanakan secara proporsional sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan dan dilaksanakan secara proporsional sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan dan pemerataan bahkan dalam kenyataannya, terlihat sangat kuatnya kekuasaan

pemerataan bahkan dalam kenyataannya, terlihat sangat kuatnya kekuasaan yangyang

terpusat dan lemahnya kekuasaan daerah. Dalam perkembangannya, pemerintah pusat terpusat dan lemahnya kekuasaan daerah. Dalam perkembangannya, pemerintah pusat yang semula dalam posisi kuat, kenyataannya justru mengandung kelemahan. Hal ini yang semula dalam posisi kuat, kenyataannya justru mengandung kelemahan. Hal ini antara lain disebabkan oleh berbagai permasalahan yang muncul. Salah

antara lain disebabkan oleh berbagai permasalahan yang muncul. Salah satunya yangsatunya yang paling rawan adalah ancaman beberapa daerah un

paling rawan adalah ancaman beberapa daerah untuk melepaskan diri dari pemerintahtuk melepaskan diri dari pemerintah pusat.

pusat.

Merespon perkembangan tuntutan reformasi yang berkaitan

Merespon perkembangan tuntutan reformasi yang berkaitan dengan pemerintahandengan pemerintahan daerah ini, pertimbangan yang sangat strategis adalah perlu adanya Undang-undang daerah ini, pertimbangan yang sangat strategis adalah perlu adanya Undang-undang yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan di daerah yang

yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan di daerah yang sesuai dengansesuai dengan perkembangan baru dan mengantisipasi perkembangan masa depan dengan

perkembangan baru dan mengantisipasi perkembangan masa depan dengan tetaptetap memperhatikan faktor eksistensi, efektifitas, dan keserasian dengan tujuan

memperhatikan faktor eksistensi, efektifitas, dan keserasian dengan tujuan dalamdalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah.

penyelenggaraan pemerintahan di daerah.

Sistem pemerintahan daerah di Indonesia menurut konstitusi Un

Sistem pemerintahan daerah di Indonesia menurut konstitusi Undang-Undang Dasardang-Undang Dasar 1945, berdasarkan penjelasan dinyatakan bahwa daerah Indonesia akan dibagi dalam 1945, berdasarkan penjelasan dinyatakan bahwa daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah provinsi dan daerah provinsi akan dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil. Di daerah provinsi dan daerah provinsi akan dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil. Di daerah yang bersifat otonom atau bersifat administrasi belaka, semuanya menurut daerah yang bersifat otonom atau bersifat administrasi belaka, semuanya menurut aturan yang ada akan

aturan yang ada akan ditetapkan dengan undang-undang. Di daerah yang bersifatditetapkan dengan undang-undang. Di daerah yang bersifat otonom akan diadakan badan perwakilan daerah.

otonom akan diadakan badan perwakilan daerah. Oleh karena itu walaupun di daerah,Oleh karena itu walaupun di daerah, pemerintahan akan bersendi atas dasar permusyawaratan. Dalam rangka

pemerintahan akan bersendi atas dasar permusyawaratan. Dalam rangka penyelenggaraan pemer

penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai amanat UUD intah daerah sesuai amanat UUD Negara RI tahun 1945 makaNegara RI tahun 1945 maka kebijakan politik hukum yang ditempuh oleh pemerintah terhadap pemerintahan daerah kebijakan politik hukum yang ditempuh oleh pemerintah terhadap pemerintahan daerah yang dapat mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan, menurut asas

yang dapat mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan, menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk

otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnyamempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan dandan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah, dengan

peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah, dengan mempertimbang

(3)

dilaksanakan secara proporsional sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan dan dilaksanakan secara proporsional sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan dan pemerataan bahkan dalam kenyataannya, terlihat sangat kuatnya kekuasaan

pemerataan bahkan dalam kenyataannya, terlihat sangat kuatnya kekuasaan yangyang

terpusat dan lemahnya kekuasaan daerah. Dalam perkembangannya, pemerintah pusat terpusat dan lemahnya kekuasaan daerah. Dalam perkembangannya, pemerintah pusat yang semula dalam posisi kuat, kenyataannya justru mengandung kelemahan. Hal ini yang semula dalam posisi kuat, kenyataannya justru mengandung kelemahan. Hal ini antara lain disebabkan oleh berbagai permasalahan yang muncul. Salah

antara lain disebabkan oleh berbagai permasalahan yang muncul. Salah satunya yangsatunya yang paling rawan adalah ancaman beberapa daerah un

paling rawan adalah ancaman beberapa daerah untuk melepaskan diri dari pemerintahtuk melepaskan diri dari pemerintah pusat.

pusat.

Merespon perkembangan tuntutan reformasi yang berkaitan

Merespon perkembangan tuntutan reformasi yang berkaitan dengan pemerintahandengan pemerintahan daerah ini, pertimbangan yang sangat strategis adalah perlu adanya Undang-undang daerah ini, pertimbangan yang sangat strategis adalah perlu adanya Undang-undang yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan di daerah yang

yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan di daerah yang sesuai dengansesuai dengan perkembangan baru dan mengantisipasi perkembangan masa depan dengan

perkembangan baru dan mengantisipasi perkembangan masa depan dengan tetaptetap memperhatikan faktor eksistensi, efektifitas, dan keserasian dengan tujuan

memperhatikan faktor eksistensi, efektifitas, dan keserasian dengan tujuan dalamdalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah.

penyelenggaraan pemerintahan di daerah.

Sistem pemerintahan daerah di Indonesia menurut konstitusi Un

Sistem pemerintahan daerah di Indonesia menurut konstitusi Undang-Undang Dasardang-Undang Dasar 1945, berdasarkan penjelasan dinyatakan bahwa daerah Indonesia akan dibagi dalam 1945, berdasarkan penjelasan dinyatakan bahwa daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah provinsi dan daerah provinsi akan dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil. Di daerah provinsi dan daerah provinsi akan dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil. Di daerah yang bersifat otonom atau bersifat administrasi belaka, semuanya menurut daerah yang bersifat otonom atau bersifat administrasi belaka, semuanya menurut aturan yang ada akan

aturan yang ada akan ditetapkan dengan undang-undang. Di daerah yang bersifatditetapkan dengan undang-undang. Di daerah yang bersifat otonom akan diadakan badan perwakilan daerah.

otonom akan diadakan badan perwakilan daerah. Oleh karena itu walaupun di daerah,Oleh karena itu walaupun di daerah, pemerintahan akan bersendi atas dasar permusyawaratan. Dalam rangka

pemerintahan akan bersendi atas dasar permusyawaratan. Dalam rangka penyelenggaraan pemer

penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai amanat UUD intah daerah sesuai amanat UUD Negara RI tahun 1945 makaNegara RI tahun 1945 maka kebijakan politik hukum yang ditempuh oleh pemerintah terhadap pemerintahan daerah kebijakan politik hukum yang ditempuh oleh pemerintah terhadap pemerintahan daerah yang dapat mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan, menurut asas

yang dapat mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan, menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk

otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnyamempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan dandan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah, dengan

peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah, dengan mempertimbang

(4)

kekhususan suatu daerah

kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI.dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI. Seiring dengan dilaksanakannya program otonomi daerah, p

Seiring dengan dilaksanakannya program otonomi daerah, pada umumnya masyarakatada umumnya masyarakat mengharapkan adanya peningkatan kesejahteraan dalam bentuk peningkatan mutu mengharapkan adanya peningkatan kesejahteraan dalam bentuk peningkatan mutu pelayanan masyarakat, partisipasi masyarakat yang lebih

pelayanan masyarakat, partisipasi masyarakat yang lebih luas dalam pengambilanluas dalam pengambilan kebijakan publik, yang sejauh ini hal tersebut kurang

kebijakan publik, yang sejauh ini hal tersebut kurang mendapat perhatian darimendapat perhatian dari

pemerintahan pusat. Namun kenyataannya sejak diterapkannya Undang-Undang No. 22 pemerintahan pusat. Namun kenyataannya sejak diterapkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun

Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 19991999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah sejak Januari tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah sejak Januari 2001, belum menunjukkan perkembangan yang signifikan bagi pemenuhan harapan 2001, belum menunjukkan perkembangan yang signifikan bagi pemenuhan harapan masyarakat tersebut.

masyarakat tersebut.

Dengan berkembangnya globalisasi, demokratisasi dan transparansi

Dengan berkembangnya globalisasi, demokratisasi dan transparansi penyelenggaraanpenyelenggaraan pemerintahan tidak akan terlepas dari

pemerintahan tidak akan terlepas dari pengaruh global tersebut. Prinsip demokrasi,pengaruh global tersebut. Prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan menuntut adanya pemberian peran serta kepada warga pemerataan dan keadilan menuntut adanya pemberian peran serta kepada warga negara dalam sistem pemerintahan, antara

negara dalam sistem pemerintahan, antara lain perlindungan konsitusional. Artinya,lain perlindungan konsitusional. Artinya, selain menjamin hak-hak individu, konstitusi harus pula menentukan cara prosedural selain menjamin hak-hak individu, konstitusi harus pula menentukan cara prosedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin, badan kehakiman yang untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin, badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak, pemilihan umum yang bebas, kebebasan menyatakan bebas dan tidak memihak, pemilihan umum yang bebas, kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan berserikat atau

pendapat, kebebasan berserikat atau berorganisasi dan beroposisi, serta pendidikanberorganisasi dan beroposisi, serta pendidikan kewarganegaraan. Prinsip keistimewaan atau kekhususan sehingga pemerintah

kewarganegaraan. Prinsip keistimewaan atau kekhususan sehingga pemerintah memberikan otonomi khusus kepada daerah tertentu dalam ikatan NKRI.

memberikan otonomi khusus kepada daerah tertentu dalam ikatan NKRI. Kebijakan politik hukum pemerintahan guna

Kebijakan politik hukum pemerintahan guna efisiensi dan efektivitas penyelengefisiensi dan efektivitas penyelenggaraangaraan pemerintahan daerah, diperlukan peningkatan dengan lebih memperhatikan pemerintahan daerah, diperlukan peningkatan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antar susunan

aspek hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan daerah, potensipemerintahan dan antar pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, peluang dann

dan keanekaragaman daerah, peluang dann tantangan persaingan global dengantantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah dengan

memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah dengan pemberian hakpemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan

dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistemsistem penyelenggaraan pemerintahan NKRI.

(5)

Dalam penulisan makalah ini, kami mengkaji mengenai peran Otonomi daerah yang Dalam penulisan makalah ini, kami mengkaji mengenai peran Otonomi daerah yang dinilai mampu mewujudkan tujuan pemerintahan NKRI

dinilai mampu mewujudkan tujuan pemerintahan NKRI yaitu peningkatan kesejahteraan,yaitu peningkatan kesejahteraan, terkait pelaksanaan sistem pemerintahan dalam wilayah

terkait pelaksanaan sistem pemerintahan dalam wilayah NKRI.NKRI.

1.2. Rumusan Masalah 1.2. Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini ada 4 masalah utama yan

Dalam penelitian ini ada 4 masalah utama yang perlu dibahas yaitu:g perlu dibahas yaitu: 1. Apa landasan hukum

1. Apa landasan hukum sistem otonomi Daerah?sistem otonomi Daerah?

2. Bagaimana karakter hubungan Pemerintah NKRI dengan Daerah? 2. Bagaimana karakter hubungan Pemerintah NKRI dengan Daerah? 3. Bagaimana realisasi otonomi daerah

3. Bagaimana realisasi otonomi daerah dalam pemerintahan NKRI?dalam pemerintahan NKRI? 4. Apa hasil penerapan kebijakan otonomi daerah

4. Apa hasil penerapan kebijakan otonomi daerah di wilayah NKRI?di wilayah NKRI?

1.3. Tujuan 1.3. Tujuan

Tujuan penulisan mengenai sistem otonomi daerah di

Tujuan penulisan mengenai sistem otonomi daerah di dalam Sistem Penyelenggaraandalam Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara RI, adalah sebagai berikut:

Pemerintahan Negara RI, adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui landasan hukum sistem otonomi Daerah. 1. Mengetahui landasan hukum sistem otonomi Daerah.

2. Mengetahui karakter hubungan Pemerintah NKRI dengan Daerah. 2. Mengetahui karakter hubungan Pemerintah NKRI dengan Daerah. 3. Mengetahui realisasi otonomi daerah dalam pemerintahan NKRI. 3. Mengetahui realisasi otonomi daerah dalam pemerintahan NKRI. 4. Mengetahui penerapan kebijakan otonomi daerah di wilayah NKRI. 4. Mengetahui penerapan kebijakan otonomi daerah di wilayah NKRI.

1.4. Manfaat 1.4. Manfaat

Tulisan dalam makalah ini dapat digunakan sebagai bahan yang mendukung proses Tulisan dalam makalah ini dapat digunakan sebagai bahan yang mendukung proses perenungan serta diskusi untuk

perenungan serta diskusi untuk mengkaji sistem yang dinilai tepat digunakan dalammengkaji sistem yang dinilai tepat digunakan dalam sistem pemerintahan NKRI yang berdasarkan Pancasila dan

(6)

terkait dengan pewujudan peningkatan kesejahteraan rakyat

terkait dengan pewujudan peningkatan kesejahteraan rakyat melalui otonomi daerah.melalui otonomi daerah.

BAB II BAB II

TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Hukum Otonomi Daerah 2.1 Dasar Hukum Otonomi Daerah

Pemberlakuan sistem otonomi daerah merupakan amanat yang diberikan oleh Pemberlakuan sistem otonomi daerah merupakan amanat yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) Amandemen Kedua1945) Amandemen Kedua tahun 2000 untuk

tahun 2000 untuk dilaksanakan berdasarkan undang-undang yang dibentuk khususdilaksanakan berdasarkan undang-undang yang dibentuk khusus untuk mengatur pemerintahan daerah. UUD 1945 pasca-amandemen itu

untuk mengatur pemerintahan daerah. UUD 1945 pasca-amandemen itu

mencantumkan permasalahan pemerintahan daerah dalam Bab VI, yaitu Pasal 18, Pasal mencantumkan permasalahan pemerintahan daerah dalam Bab VI, yaitu Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B. Sistem otonomi daerah

18A, dan Pasal 18B. Sistem otonomi daerah sendiri tertulis secara umum dalam Pasal 18sendiri tertulis secara umum dalam Pasal 18 untuk diatur lebih lanjut oleh undang-undang.

untuk diatur lebih lanjut oleh undang-undang. Pasal 18 ayat (2) menyebutkan,

Pasal 18 ayat (2) menyebutkan, “Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan“Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.” Selanjutnya, pada ayat (5) tertulis, “Pemerintahan daerah

tugas pembantuan.” Selanjutnya, pada ayat (5) tertulis, “Pemerintahan daerah

menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan yang oleh menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.” Dan ayat (6)

undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.” Dan ayat (6) pasapasal yang samal yang sama menyatakan, “Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan

menyatakan, “Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan

peraturan-peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.”peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.” Secara khusus, pemerintahan daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun Secara khusus, pemerintahan daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.

1999 tentang Pemerintahan Daerah. Namun, karena dianggap tidak sesuai lagi denganNamun, karena dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan

perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomipenyelenggaraan otonomi daerah, maka aturan baru

daerah, maka aturan baru pun dibentuk untuk menggantikannya. Pada 15 Oktoberpun dibentuk untuk menggantikannya. Pada 15 Oktober 2004, Presiden Megawati Soekarnoputri mengesahkan Undang-Undang Nomor 32 2004, Presiden Megawati Soekarnoputri mengesahkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

(7)

tentang Pemerintahan Daerah (UU Nomor 32 Tahun 2004) memberikan definisi otonomi daerah sebagai berikut.

“Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”

UU Nomor 32 Tahun 2004 juga mendefinisikan daerah otonom sebagai berikut.

“Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri

berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

Dalam sistem otonomi daerah, dikenal istilah desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh

pemerintah pusat kepada daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia, Sedangkan

dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.

Sementara itu, tugas pembantuan merupakan penugasan dari pemerintah pusat kepada daerah atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.

Sebagai konsekuensi pemberlakuan sistem otonomi daerah, dibentuk pula perangkat peraturan perundang-undangan yang 5 Indonesia (b), Undang-Undang Tentang

Pemerintahan Daerah, No. 32 Tahun 2004, LN No. 125 tahun 2004, TLN No. 4437, ps. 1. mengatur mengenai perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, yaitu

(8)

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU Nomor 25 Tahun 1999) yang kemudian diganti

dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU Nomor 33 Tahun 2004).

Selain itu, amanat UUD 1945 yang menyebutkan bahwa, “Gubernur, Bupati, dan

Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis” direalisasikan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (PP Nomor 6 Tahun 2005).

2.2 Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia

Menurut amanat UU Nomor 32 Tahun 2004, publik seharusnya dilibatkan dalam pembuatan kebijakan. Namun, di beberapa daerah yang sudah mengadopsi sistem otonomi daerah, kenyataan yang terjadi masih jauh dari harapan. Pengambilan

keputusan belum melibatkan publik dan masih berada di lingkaran elite lokal provinsi dan kabupaten/kota. Keterlibatan publik dalam pembuatan kebijakan itu tercermin dari pembuatan peraturan daerah (perda).

Otonomi daerah yang dicanangkan sejak Januari 2001 telah membawa perubahan politik di tingkat lokal (daerah). Salah satunya adalah menguatnya peran Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Jika di masa sebelumnya DPRD hanya sebagai simbol dan kedudukannya di bawah legislatif, setelah otonomi daerah, peran legislatif menjadi lebih besar, bahkan dapat memberhentikan kepala daerah.

Sebagai contoh dari gambaran tersebut, sejak pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Deli Serdang, Sumatera Utara, telah membuat 43 perda. Dari 43 perda itu, sebagian berkaitan dengan peningkatan pendapatan daerah, yaitu perda tentang retribusi dan pajak. Pembuatan perda semuanya berasal dari eksekutif,

(9)

itu baru disosialisasikan ke publik. Meskipun Pemkab Deli Serdang cukup produktif  dalam mengeluarkan peraturan, tidak demikian dengan pelayanan publik yang mereka berikan.

Walaupun pelaksanaan otonomi daerah lebih memikirkan peningkatan pendapatan daerah, seperti yang ditunjukkan dari ringkasan penelitian tentang desentralisasi di 13 kabupaten/kota di Indonesia, implementasi otonomi daerah selain telah mendekatkan pemerintah setempat dengan masyarakat, juga mendorong bangkitnya partisipasi warga.

Otonomi daerah, di lain pihak, memperkenalkan kecenderungan baru, yaitu banyaknya lembaga sosial masyarakat baru yang bertujuan untuk mengatasi konflik, perbedaan etnis, dan masalah sosial-ekonomi dengan bantuan minimal dari pemerintah lokal. Pemerintah lokal juga mencoba mengadopsikan peran aktif mengasimilasi kepentingan golongan minoritas. Untuk mengatasi masalah asimilasi, pada awal 1970-an, Presiden Soeharto membentuk Badan Kesatuan Bangsa dan Pembaruan Masyarakat (BKBPM), dan setelah reformasi, mengubah namanya menjadi Badan Kesatuan Bangsa (BKB).

Badan ini memberikan dana kepada lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bertujuan untuk menjalankan program asimilasi dan membangkitkan sensitif suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dan saling pengertian antarkelompok minoritas. Program BKB  juga menggunakan LSM dan aparat pemerintah dalam membangun program asimilasi

kebudayaan dan kelompok etnis plural.

Dampak positif otonomi daerah adalah memunculkan kesempatan identitas lokal yang ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusat

mendapatkan respon tinggi dari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah yang berada di daerahnya sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak daripada yang didapatkan melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Dana tersebut memungkinkan pemerintah lokal mendorong pembangunan daerah serta membangun program

(10)

Dalam kehidupan modern yang kita jalani dewasa ini, eksistensi pemerintahan tidak dapat dipungkiri lagi. Kehadiran pemerintah menjangkau hampir semua segi kehidupan, mulai dari kelahiran anak (akte kelahiran), nikah (harus pakai akte nikah), bahkan sampai seseorang meninggal dunia (harus mengurus akte kematian).

Tujuan utama dibentuknya pemerintahan adalah untuk menjaga suatu sistem ketertiban di dalam mana masyarakat bisa menjalani kehidupannya secara wajar. Pemerintahan modern, dengan kata lain, pada hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat. Pemerintahan tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat, menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreatifitasnya demi mencapai kemajuan bersama. Oleh karena itu, secara umum, tugas-tugas pokok pemerintahan mencakup tujuh bidang pelayanan, yaitu :

1. Menjamin keamanan negara dari segala kemungkinan serangan dari luar, dan menjaga agar tidak terjadi pemberontakan dari dalam yang dapat menggulingkan pemerintah yang sah melalui cara-cara kekerasan;

2. Memelihara ketertiban dengan mencegah terjadinya perselisihan di antara warga masyarakat, menjamin agar perubahan apapun yang terjadi di dalam masyarakat dapat berlangsung secara damai;

3. Menjamin diterapkannya perlakuan yang adil kepada setiap warga masyarakat tanpa membedakan status apapun yang melatarbelakangi keberadaan mereka. Jaminan

keadilan ini terutama harus tercermin melalui keputusan-keputusan pengadilan, dimana kebenaran diupayakan pembuktiannya secara maksimal, dan dimana konstitusi dan hukum yang berlaku dapat ditafsirkan dan diterapkan secara adil dan tidak memihak, serta dimana perselisihan bisa didamaikan;

4. Melakukan pekerjaan umum dan memberikan pelayanan dalam bidang-bidang yang tidak mungkin dikerjakan oleh lembaga non-pemerintah. Ini antara lain mencakup

(11)

berpendapatan rendah, pelayanan pos dan pencegahan penyakit menular;

5. Melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahteraan sosial : membantu orang miskin dan memelihara orang-orang cacat, jompo dan anak-anak terlantar, menampung serta menyalurkan para gelandangan ke sektor kegiatan yang produktif, dan

semacamnya;

6. Menerapkan kebijakan ekonomi yang menguntungkan masyarakat luas, seperti mengendalikan laju inflasi, mendorong penciptaan lapangan kerja baru, memajukan perdagangan domestik dan antar bangsa, serta kebijakan lain secara langsung

menjamin peningkatan ketahanan ekonomi negara dan masyarakat;

7. Menerapkan kebijakan untuk pemeliharaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, seperti air, tanah, dan hutan. Pemerintah juga berkewajiban mendorong kegiatan

penelitian dan pengembangan untuk pemanfaatan sumber daya alam yang mengutamakan keseimbangan antara eksploitasi dan reservasi.

Sementara itu, untuk melaksanakan tugas-tugas pokok tersebut, pemerintah

mempunyai beberapa fungsi. Pada umumnya pemerintah menjalankan dua fungsi

pokok, fungsi pemerintahan umum. Yaitu mengatur kehidupan politik, sosial, ketertiban, pertahanan keamanan, termasuk kependudukan. Fungsi ini merupakan monopoli

pemerintah, dalam arti pihak lain tidak mempunyai kewenangan untuk

melaksanakannya. Fungsi penyediaan pelayanan masyarakat dalam arti luas, antara lain, kesehatan, pendidikan, pos, telekomunikasi, dan sebagainya. Fungsi ini bukan monopoli pemerintah, terbuka untuk fihak swasta yang melakukannya. Selain dua fungsi tersebut, dalam negara berkembang pemerintah juga dibebani fungsi ke tiga yaitu fungsi

pembangunan.

Tugas pokok dan fungsi pemerintahan yang tertera di atas menggambarkan adanya  jangkauan yang luas dan kompleks, dengan tanggung jawab yang sangat berat, terpikul

di atas pundak setiap pemerintahan. Untuk melakukan tugas pokok dan fungsi tersebut, adalah hal yang sangat sulit jika dilaksanakan secara terpusat (concentrated) oleh

(12)

Pemerintah Pusat. Untuk itu, tugas pokok dan fungsi tersebut harus diserahkan atau didelegasikan sebagian dalam bentuk kewenangan melalui asas desentralisasi kepada daerah (otonom) untuk diselenggarakan.

Pilihan terhadap orientasi pemerintahan yang desentralistis didasarkan pada beberapa alasan yang ditinjau dari beberapa dimensi, yaitu :

1. Dilihat dari sudut politik sebagai permainan kekuasaan, desentralisasi dimaksudkan untuk mencegah penumpukan kekuasaan pada salah satu pihak saja, yang pada

akhirnya dapat menimbulkan tirani;

2. Dalam bidang politik penyelenggaraan desentralisasi dianggap sebagai tindakan pendemokrasian, untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih diri dalam mempergunakan hak-hak demokrasi;

3. Dari sudut organisatoris pemerintahan, alasan mengadakan pemerintahan daerah (desentralisasi) adalah semata-mata untuk mencapai suatu pemerintahan yang efisien. Apa yang dianggap lebih utama diurus oleh pemerintah setempat pengurusannya diserahkan kepada daerah. Hal-hal yang lebih tepat di tangan pusat tetap diurus oleh Pemerintah Pusat;

4. Dari sudut kultural, desentralisasi perlu diadakan supaya perhatian dapat sepenuhnya ditumpahkan kepada kekhususan suatu daerah, seperti geografi, keadaan penduduk, kegiatan ekonomi, watak kebudayaan atau latar belakang sejarahnya;

5. Dari sudut kepentingan pembangunan ekonomi, desentralisasi diperlukan karena pemerintah daerah dapat lebih banyak dan secara langsung membantu pembangunan tersebut.

Desentralisasi dalam tinjauan etimologis (Latin ; “de” lepas, “centrum” pusat) dapat diartikan melepaskan dari pusat. Pengertian ini dapat dikonotasikan sebagai

pencerminan adanya pelepasan dalam konteks penyerahan kekuasaan atau kewenangan dari pusat ke daerah. Scligman mengemukakan bahwa desentralisasi merupakan suatu proses penyerahan wewenang (authority) dari pemerintah yang lebih tinggi yang

(13)

mempunyai kekuasaan (power) kepada pemerintah yang lebih rendah derajatnya, yang menyangkut bidang legislatif atau administratif. Senada dengan hal tersebut,

selanjutnya Ruiter meneruskan bahwa kewenangan tersebut untuk secara mandiri dan berdasarkan kepentingan, sendiri mengambil keputusan pengaturan dan pemerintahan, serta struktur wewenang yang terjadi dari hal tersebut.

Format desentralisasi terdapat dalam dua bentuk, yakni : desentralisasi administratif  atau dekonsentrasi, yang berarti delegasi wewenang pelaksanaan kepada tingkat lokal, dan desentralisasi politik atau devolusi, yang berarti bahwa wewenang pembuatan keputusan dan kontrol tertentu terhadap sumber daya diberikan kepada pejabat-pejabat regional dan lokal.

Desentralisasi adalah merupakan penyerahan wewenang dari Pemerintah Pusat kepada Daerah Otonom, untuk secara mandiri dapat mengembangkan kreatifitas dan prakarsa dalam penyelenggaraan pemerintahan. Hak dan wewenang untuk mengurus rumah tangga sendiri (local self government) ini dikenal dengan otonomi daerah.

Wewenang dalam konsep organisasi dan manajemen diartikan sebagai hak suatu unit kerja atau seseorang pejabat untuk melakukan sesuatu tugas dengan penuh tanggung  jawab. Terry (2000 : 101) berpendapat bahwa pada organisasi-organisasi resmi yang

berjalan, wewenang harus didelegasikan atau dibagi dari seorang manajer atau kelompok kerja organisasi pada pihak-pihak lain untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban khusus. Pendelegasian wewenang adalah untuk memutuskan perkara yang cenderung menjadi kewajibannya. Walaupun demikian, manajer yang mendelegasikan wewenang tidak menyerahkan secara permanen baik wewenang maupun tanggung  jawabnya. Hal-hal yang dilakukan itu merupakan penyerahan hak untuk mengelola

tugas-tugas di dalam batas-batas yang telah ditentukan, namun wewenang akhir tetap berada pada manajer yang memegang wewenang untuk mengelola seluruh kegiatan dan memikul tanggung jawab terakhir.

(14)

merupakan suatu faktor yang vital di dalam organisasi dan manajemen, karena : 1. Menetapkan hubungan oraganisatoris format di antara anggota-anggota; 2. Memberikan kekuasaan manajerial;

3. Mengembangkan bawahan dengan cara memberi izin kepada mereka untuk mengambil keputusan.

Dalam melaksanakan pendelegasian wewenang, Nitisemito (1996 : 136-137) berpendapat bahwa hal-hal yang harus diperhatikan, yaitu :

1. Kemampuan mengkategorikan antara tugas yang penting dan yang kurang penting; 2. Wewenang dan tanggung jawab harus dikemukakan dengan jelas;

3. Dalam pendelegasian wewenang diperlukan tanggapan, rasa tanggung jawab, inisiatif  dan kreatifitas yang diberi wewenang, untuk itu dibutuhkan kepercayaan dari pemberi wewenang;

4. Dalam pendelegasian wewenang tidak setengah dan dalam batas kemampuan. Melengkapi pendapat di atas, menurut Purbopranoto dalam Nihin (1999 : 47), untuk mewujudkan pemerintahan yang dikehendaki “good governance” adalah melalui asas-asas umum pemerintahan yang baik, antara lain sebagai berikut : asas-asas jangan

mencampuradukkan kewenangan, bahwa keputusan badan-badan pemerintah yang dikeluarkan harus sesuai dengan tujuan dan kewenangan yang diberikan kepada badan -badan pemerintah itu, atau dengan perkataan lain, bahwa tidak boleh menggunakan kewenangan untuk lain tujuan selain daripada tujuan yang telah ditetapkan oleh kewenangan tersebut.

Apabila rambu-rambu tersebut diikuti dengan baik, maka akan memberi manfaat yang signifikan. Terry (2000 : 105) mengemukakan bahwa manfaat yang diperoleh dari

desentralisasi wewenang, yaitu antara lain : mendorong efektifitas hubungan, terdapat kesempatan yang lebih besar berkembang.

Penyerahan atau pembagian kewenangan daerah dari Pemerintah Pusat kepada daerah, membawa konsekuensi pada terbaginya urusan dan tugas pemerintahan. Beberapa

(15)

sistem dalam pembagian kewenangan, yaitu antara lain :

1. Sistem Residu; Dalam sistem ini, secara umum telah ditentukan lebih dahulu tugas-tugas yang menjadi wewenang Pemerintah Pusat, sedangkan sisanya menjadi urusan rumah tangga Daerah.

2. Sistem Material; Dalam sistem ini tugas Pemerintah Daerah ditetapkan satu per satu secara limitative atau terinci. Selain dari tugas yang telah ditentukan, merupakan urusan Pemerintah Pusat.

3. Sistem Formal; Dalam sistem ini urusan yang termasuk dalam urusan rumah tangga Daerah tidak secara apriori ditetapkan atau dengan Undang-Undang. Daerah boleh mengatur dan mengurus segala sesuatu yang dianggap penting bagi daerahnya, asal tidak mencakup urusan yang telah diatur oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang lebih tinggi tingkatnya.

4. Sistem Riil; Dalam sistem ini, penyerahan urusan atau tugas dan kewenangan kepada daerah didasarkan pada faktor yang nyata atau riil, sesuai dengan kebutuhan dan

kemampuan riil dari Daerah maupun Pemerintah Pusat serta pertumbuhan kehidupan masyarakat yang terjadi.

Faktor yang menjadi dasar pembagian wewenang antara pusat dan daerah adalah : Fungsi yang sifatnya berskala nasional dan berkaitan dengan eksistensi negara sebagai kesatuan politik, wewenangnya diserahkan kepada Pemerintah Pusat; fungsi yang

menyangkut pelayanan masyarakat yang perlu disediakan secara seragam atau standard untuk seluruh daerah, kewenangan ini lebih sesuai dikelola oleh Pemerintah Pusat

mengingat lebih ekonomis bila diusahakan dalam skala besar (economic of scale); fungsi pelayanan yang bersifat lokal. Fungsi ini melibatkan masyarakat luas tetapi tidak

memerlukan tingkat pelayanan yang seragam, untuk melaksanakan fungsi tersebut wewenangnya dapat diserahkan pada Pemerintah Daerah.

(16)

2.3 Pelaksanaan Otonomi Daerah

Otonomi Daerah yang dilaksanakan saat ini adalah Otonomi Daerah yang berdasarkan kepada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Menurut UU ini, otonomi daerah dipahami sebagai kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Prinsip otonomi daerah yang digunakan adalah otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Kewenangan otonomi yang luas adalah keleluasaan daerah untuk menyelengarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang

pemerintahan, kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Yang dimaksud dengan otonomi nyata adalah

keleluasaan Daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintahan di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh hidup, dan berkembang di daerah, sedangkan yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab adalah berupa perwujudan pertanggung-jawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, berupa peningkatan pelayanan dan

kesejahteraan masyarakat yang semkain baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara Pusat dan

daerah serta antara daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Prinsip-prinsip pemberian Otonomi Daerah dalam UU 22/1999 adalah :

1. Penyelengaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman daerah.

2. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertangung  jawab.

(17)

3. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan daerah kota.

4. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antara Daerah.

5. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan kemandirian Daerah Otonom, dan karenanya dalam daerah Kabupaten dan Daerah Kota tidak ada lagi wilayah administratif.

6. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif Daerah, baik sebagai fungsi legislatif, fungsi pengawas maupun fungsi

anggaran atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

7. Pelaksanaan azas dekonsentrasi diletakkan pada Daerah Propinsi dalam

kedudukannya sebagai Wilayah Administratis untuk melaksanakan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah.

8. Pelaksanaan azas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari Pemerintah kepada Daerah, tetapi juga dari Pemerintah dan Daerah kepada Desa yang disertai dengan pembiayaan sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.

Dalam implementasi kebijakan Otonomi Daerah berdasarkan UU 22/1999 yang

dilaksanakan mulai 1 Januari 2001 terdapat beberapa permasalahan yang perlu segera dicarikan pemecahannya. Namun sebagian kalangan beranggapan timbulnya berbagai permasalahan tersebut merupakan akibat dari kesalahan dan kelemahan yang dimiliki oleh UU 22/1999, sehingga merekapun mengupayakan dilakukannya revisi terhadap UU 22/1999 tersebut.

Jika kita mengamati secara obyektif terhadap implementasi kebijakan Otonomi Daerah berdasarkan UU 22/1999 yang baru berjalan memasuki bulan kesepuluh bulan ini,

(18)

dalam proses transisi. Timbulnya berbagai permasalahan tersebut lebih banyak

disebabkan karena terbatasnya peraturan pelaksanaan yang bisa dijadikan pedoman dan rambu-rambu bagi implementasi kebijakan Otonomi Daerah tersebut.

2.4 Otonomi Daerah dan Masa Depannya

Perhatian dalam prinsip-prinsip pemberian dan penyelenggaraan otonomi Daerah dapat diperkirakan prospek ke depan dari Otonomi Daerah tersebut. Untuk mengetahui

prospek tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai pendekatan. Salah satu pendekatan yang kita gunakan disini adalah aspek ideologi, politik, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.

Prinsip-prinsip dan dasar pemikiran yang digunakan dianggap sudah cukup memadai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat dan daerah. Kebijakan Otonomi Daerah yang pada hakekatnya adalah upaya pemberdayaan dan pendemokrasian kehidupan masyarakat diharapkan dapat mememnuhi aspirasi berbagai pihak dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan negara serta hubungan Pusat dan Daerah.

Dari aspek ideologi, sudah jelas dinyatakan bahwa Pancasila merupakan pandangan, falsafah hidup dan sekaligus dasar negara. Nilai-nilai Pancasila mengajarkan antara lain pengakuan Ketuhanan, semangat persatuan dan kesatuan nasional, pengakuan hak azasi manusia, demokrasi, dan keadilan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh

masyarakat. Jika kita memahami dan menghayati nilai-nilai tersebut maka dapat

disimpulkan bahwa kebijakan Otonomi Daerah dapat diterima dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Melalui Otonomi Daerah nilai-nilai luhur Pancasila tersebut akan dapat diwujudkan dan dilestarikan dalam setiap aspek kehidupan bangsa Indonesia.

Dari aspek politik, pemberian otonomi dan kewenangan kepada Daerah merupakan suatu wujud dari pengakuan dan kepercayaan Pusat kepada Daerah. Pengakuan Pusat terhadap eksistensi Daerah serta kepercayaan dengan memberikan kewenangan yang luas kepada Daerah akan menciptakan hubungan yang harmonis antara Pusat dan

(19)

Daerah. Selanjutnya kondisi akan mendorong tumbuhnya dukungan Derah terhadap Pusat dimana akhirnya akan dapat memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. Kebijakan Otonomi Daerah sebagai upaya pendidikan politik rakyat akan membawa dampak terhadap peningkatan kehidupan politik di Daerah.

Dari aspek ekonomi, kebijakan Otonomi Daerah yang bertujuan untuk pemberdayaan kapasitas daerah akan memberikan kesempatan bagi Daerah untuk mengembangkan dan meningkatkan perekonomiannya. Peningkatan dan pertumbuhan perekonomian daerah akan membawa pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat di Daerah. Melalui kewenangan yang dimilikinya untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat, daerah akan berupaya untuk meningkatkan perekonomian sesuai dengan kondisi, kebutuhan dan kemampuan. Kewenangan daerah melalui Otonomi Daerah diharapkan dapat memberikan pelayanan maksimal kepada para pelaku ekonomi di daerah, baik lokal, nasional, regional maupun global.

Dari aspek sosial budaya, kebijakan Otonomi Daerah merupakan pengakuan terhadap keanekaragaman Daerah, baik itu suku bangsa, agama, nilai-nilai sosial dan budaya serta potensi lainnya yang terkandung di daerah. Pengakuan Pusat terhadap

keberagaman daerah merupakan suatu nilai penting bgi eksistensi daerah. Dengan pengakuan tersebut Daerah akan merasa setara dan sejajar dengan suku bangsa

lainnya, hal ini akan sangat berpengaruh terhadap upaya mempersatukan bangsa dan negara. Pelestarian dan pengembangan nilai-nilai budaya lokal akan dapat ditingkatkan dimana pada akhirnya kekayaan budaya lokal akan memperkaya khasanah budaya nasional.

Selanjutnya dari aspek pertahanan dan keamanan, kebijakan Otonomi Daerah

memberikan kewenangan kepada masing-msing daerah untuk memantapkan kondisi Ketahanan daerah dalam kerangka Ketahanan Nasional. Pemberian kewenangan kepada Daerah akan menumbuhkan kepercayaan Daerah terhadap Pusat. Tumbuhnya

(20)

separatis yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia . Memperhatikan pemikiran dengan menggunakan pendekatan aspek ideologi, politik, sosal budaya dan pertahanan keamanan, secara ideal kebijakan Otonomi Daerah merupakan kebijakan yang sangat tepat dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Hal ini berarti bahwa kebijakan Otonomi Daerah mempunyai prospek yang bagus di masa mendatang dalam menghadapi segala tantangan dalam

penyelenggaraan kehidupan bermasya-rakat, berbangsa dan bernegara.

Namun demikian prospek yang bagus tersebut tidak akan dapat terlaksana jika berbagai kendala dan tantangan yang dihadapi tidak dapat diatasi dengan baik. Un tuk dapat mewujudkan prospek Otonomi Daerah di masa mendatang tersebut diperlukan suatu kondisi yang kondusif diantaranya yaitu:

• Adanya komitmen politik dari seluruh komponen bangsa terutama pemerintah dan lembaga perwakilan untuk mendukung dan memperjuangkan implementasi kebijakan Otonomi Daerah.

• Adanya konsistensi kebijakan penyelenggara negaraterhadap implementasi kebijakan Otonomi Daerah.

• Kepercayaan dan dukungan masyarakat serta pelaku ekonomi dalam pemerintah dalam mewujudkan cita-cita Otonomi Daerah.

Dengan kondisi tersebut bukan merupakan suatu hal yang mustahil Otonomi Daerah mempunyai prospek yang sangat cerah di masa mendatang. Kita berharap melalui dukungan dan kerjasama seluruh komponen bangsa kebijakan Otonomi Daerah dapat diimplementasikan dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah.

III

PEMBAHASAN

(21)

Di dalam pokok-pokok perubahan UUD 1945 pada bab IV pasal 18 ayat 1 tentang pengaturan pemerintahan daerah, dijelaskan bahwa negara Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota. Setiap provinsi, kabupaten dan kota mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang. Sebagai negara kesatuan, kita tidak mengenal adanya negara dalam negara, karena memang bukan negara federal (serikat). Pembagian daerah adalah sekedar suatu desentralisasi dengan otonomi yang luas untuk melancarkan jalannya pemerintahan. Selanjutnya dalam ayat 2 diatur tentang otonomi pemerintahan daerah. Dijelaskan dalam pasal tersebut bahwa pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan. Selain mengatur tentang otonomi daerah, UUD 1945 hasil amandemen juga mengakui keistimewaan

pemerintahan daerah. Dalam pasal 18B ayat 1, hubungan pemerintah pusat dan daerah provinsi, kabupaten dan kota diatur dalam suatu undang-undang dengan

memperhatikan keistimewaan daerah masing-masing. Selain itu, negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat berserta hak-hak

tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI yan diatur dalam undang-undang (pasal 18B ayat2). Hal ini merupakan perwujudan kebinekaan masyarakat dan wilayah Negara Indonesia dengan segala

kekayaan etnis, budaya, adat istiadat dan karakter masing-masing.

Kebebasan dan keterbukaan politik yang terjadi pasca Orde Baru membawa

konsekuensi logis pada pemerintahan untuk segera mengubah diri. Segala macam kebijakan dan regulasi yang berbau orde baru yang sentralistis diubah sedemikian besarnya menjadi sangat terdesentralisasi. Kebijakan desentralisasi diperkenalkan pada tahun 1999 melalui UU No.22/1999 dan UU 25/1999. Dua undang-undang ini lahir untuk merespon dua kondisi sosial-politik yaitu merebaknya tuntutan daerah untuk memperoleh otonomi yang lebih luas, bahkan tuntutan federasi dan merdeka, serta semangat demokrasi yang menuntut ruang partisipasi yang luas.

(22)

Dengan setting sosial politik ini maka UU No. 22/1999 dan UU 25/1999 hadir dengan dua misi utama. Untuk memuaskan semua daerah dengan memberikan ruang partisipasi politik yang tinggi melalui „desentralisasi politik‟ dari pusat kepada daerah, dan

memberikan kesempatan dan kepuasan politik kepada masyarakat dengan memberikan kesempatan untuk menikmati simbol-simbol utama demokrasi lokal (misal pemilihan Kepala Daerah). Untuk memuaskan daerah-daerah kaya sumberdaya alam yang

„memberontak‟ dengan memberikan akses yang lebih besar untuk menikmati sumberdaya alam yang ada di daerah mereka masing-masing.

Regulasi yang baru ini memberikan kewenangan yang luas kepada daerah otonom yang meliputi seluruh bidang pemerintahan kecuali politik luar negeri, hankam, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta beberapa kewenangan bidang lain. Disamping memperoleh kewenangan politik yang luas, daerah juga memperoleh peluang partisipasi politik yang tinggi. Hal ini dapat dilihat dari kesempatan untuk memilih Kepala Daerah secara langsung, juga pembentukan Badan Perwakilan Desa sebagai perkembangan baru bagi kehidupan demokrasi di tingkat desa. Secara lebih detail, UU No.22/1999 yang kemudian dilanjutkan dengan UU No.32/2004 dengan beb erapa revisi, telah melakukan perubahan signifikan dibandingkan dengan sistem yang digunakan di masa Orde Baru.

Semangat otonomi daerah yang lebih besar ini dimulai dengan perubahan simbolisasi pada nama daerah otonom. Istilah tingkatan daerah otonom (Dati I dan Dati II)

dihapuskan, dan diganti dengan istilah yang lebih netral, yaitu Propinsi, Kabupaten dan Kota. Hal ini didasari semangat untuk menghindari citra bahwa tingkatan lebih tinggi (Dati I) secara hierarkhis lebih berkuasa daripada tingkatan lebih rendah (Dati II). Padahal dua-duanya merupakan badan hukum yang terpisah dan sejajar yang mempunyai kewenangan berbeda. UU No.22/1999 memperpendek jangkauan asas dekonsentrasi yang dibatasi hanya sampai pemerintahan Propinsi. Pemerintahan Kabupaten dan Kota telah terbebas dari intervensi pusat yang sangat kuat melalui

(23)

perangkapan jabatan Kepala Daerah Otonom (Local Self-government) dan Kepala

Wilayah Administratif (Field Administration). Bupati dan Walikota adalah Kepada Daerah Otonom saja. Sementara itu jabatan Kepala Wilayah pada kabupaten dan Kota (dulu Kotamadya) sudah tidak dikenal lagi. UU No.22/1999 yang kemudian dilanjutkan oleh UU No.32/2004 menghapuskan posisi wilayah administratif (field administration) pada level Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. Integrated Prefectoral System yang sentralistis yang digunakan UU No.5/1974 diubah menjadi Functional System, dan bukan sekedar Unintegrated Prefectoral System yang dikenal pada UU No.1/1957.

UU tersebut menempatkan pemerintahan kecamatan dan kelurahan sebagai perangkat Daerah otonom, yaitu Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. Dengan kata lain,

pemerintahan kecamatan menempati posisi sebagai kepanjangan tangan pemerintahan daerah otonom (desentralisasi), dan bukan sebagai aparat dekonsentrasi.

Bupati dan Walikota dipilih secara mandiri di daerah tanpa melibatkan pemerintah Propinsi maupun pemerintah Pusat. Dalam UU No.22/1999, Kepala Daerah dipilih oleh DPRD. Oleh karena itu, Bupati/Walikota harus bertanggung jawab kepada dan bisa diberhentikan oleh DPRD sebelum masa jabatannya usai. Sementara itu, pemerintah pusat (Presiden) hanya diberi kekuasaan untuk „memberhentikan sementara‟ seorang Bupati/Walikota jika dianggap membahayakan integrasi nasional. Pada tahun 2004, diperkenalkanlah Pilkada Langsung di mana Kepala Daerah dipilih secara langsung oleh rakyat dari para pasangan calon yang diajukan oleh partai politik. Perubahan ke arah pendalaman demokrasi ini terus berkembang. UU No.32/2004 ini kemudian direvisi di tahun 2008 dengan memberikan kesempatan kepada calon perseorangan untuk

berkompetisi dalam Pilkada Langsung.

Kewenangan yang lebih luas kepada daerah otonom yang meliputi seluruh bidang pemerintahan kecuali politik luar negeri, hankam, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta „kewenangan bidang lain‟. Hanya saja, definisi „kewenangan bidang lain‟ ini

(24)

pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan SDM,

pendaya gunaan SDA serta teknologi tinggi strategis, koservasi dan standarisasi nasional.

Sementara itu, keuangan daerah juga mengalami beberapa perubahan. Melalui UU No.25/1999 dan UU No. 33/2004, secara makro sumber-sumber keuangan daerah diperbesar, sejalan dengan dikembangkannya prinsip perimbangan. Jumlah alokasi transfer keuangan ke daerah terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Jumlah ini juga semakin terasa untuk dua provinsi yang memperoleh otonomi khusus, yaitu Papua dan Aceh (Nanggroe Aceh Darussalam) melalui dana Otsus dan penyesuaian. Semua ini dilakukan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah, meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah, serta meningkatkan sinergi

perencanaan pembangunan pusat dan daerah. 3.2 Karakter Hubungan Pusat dan Daerah

Sentralisasi sumberdaya politik dan ekonomi di tangan sekelompok kecil elit di pemerintah pusat adalah konsekuensi yang melekat dari sistem politik otoritarian tersebut. Bahkan, sentralisasi ini masih diperparah lagi dengan dikembangkannya uniformitas supra- dan infra-struktur politik.

Orde Baru mengatur pemerintahan lokal secara detail dan diseragamkan secara nasional (Devas 1989). Organ-organ supra-struktur politik lokal diatur secara terpusat dan

seragam tanpa mengindahkan heterogenitas „sistem politik‟ lokal yang telah eksis jauh sebelum terbentuknya konsep kebangsaan Indonesia. Melalui strategi korporatisme negara, pemerintah Orde Baru melakukan penunggalan kelompok kepentingan yang dikontrol secara terpusat. Para buruh di seluruh nusantara hanya diakui eksistensinya apabila bernaung di bawah SPSI. Demikian pula halnya untuk pegawai negeri yang telah disediakan Korpri, untuk guru telah disediakan PGRI, untuk petani telah disediakan HKTI, untuk pengusaha telah disediakan KADIN, untuk para wartawan telah disediakan PWI,

(25)

dan lain-lain.

Mekanisme kontrol politik secara nasional tersebut bahu-membahu dengan sentralisasi pengelolaan sumber daya ekonomi secara nasional yang sangat bias pusat (Jakarta, dan kemudian Jawa). Dengan wacana pembangunan nasional, pemerataan pembangunan antar daerah dan integrasi nasional, pemerintah melakukan pengelolaan sumber daya ekonomi daerah secara nasional. Pertambangan, hutan, beberapa hasil laut dan

beberapa jenis perkebunan dikelola secara nasional yang hasilnya dibawa secara penuh ke Jakarta.

Mekanisme sentralistis semacam ini terus berkepanjangan karena dua hal utama. Pada tingkat nasional, elit politik pembuat keputusan tidak mempunyai basis politik lokal sama sekali. Kekuatan eksekutif nasional yang menjadi aktor tunggal dalam pentas politik nasional tidak berakar dari bawah, dan bahkan tidak membutuhkan dukungan politik dari masyarakat untuk kelangsungan kekuasaan politik mereka. Pada tingkat daerah, masyarakat politik lokal teralienasi dari mekanisme politik yang telah

sepenuhnya ternasionalisasi. Bahkan juga, arena politik lokal telah dimonopoli oleh orang pusat yang ada di daerah.

Cara kerja politik yang sentralistis dan monolitis ini hanya mampu memperbaiki keadaan sesaat dan bersifat semu belaka. Sinyal-sinyal kegagalan pengaturan politik lokal Orde baru semakin mencolok ke permukaan tatkala beberapa masyarakat daerah, terutama Irian Jaya dan Aceh, menuntut perubahan mendasar dalam pengaturan politik lokal dan dalam hubungan pusat-daerah di tahun 1997an. Bahkan, salah satu bentuk tuntutan itu adalah tuntutan separatis untuk membentuk negara sendiri. Tuntutan pembentukan negara sendiri atau melepaskan diri dari bagian wilayah NKRI benar-benar terwujud yakni dengan lepasnya Propinsi Timor Timur dari bagian wilayah NKRI melalui

referendum pada era Presiden Habibie.

Fakta-fakta tentang adanya tuntutan separatis yang akhirnya diwujudkan melalui lepasnya Timor Timur dari wilayah Indonesia merupakan bukti bahwa „ketaatan‟

(26)

komunitas politik lokal terhadap pusat yang terjadi selama ini adalah sebuah ketaatan yang semu dan penuh keterpaksaan. Tentu saja konsep negara-bangsa semacam ini sangat rentan terhadap gejolak.

3.3 Realisasi dalam Pemerintahan NKRI

Daerah otonom sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah, yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri, berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem NKRI. Berdasarkan rumusan tersebut, dalam otonom terdapat unsur-unsur

sebagai berikut :

1. Unsur batas wilayah. Sebagai kesatuan masyarakat hukum, batas suatu wilayah adalah sangat menentukan untuk kepastian hukum bagi pemerintah dan masyarakat dalam melakukan interaksi hukum, misalnya dalam penetapan kewajiban tertentu sebagai warga masyarakat serta pemenuhan hak-hak masyarakat terhadap fungsi pelayanan umum pemerintahan dan peningkatan kesejahteraan secara luas kepada masyarakat setempat. Di sisi lain, batas wilayah ini sangat penting apabila ada sengketa hukum yang menyangkut wilayah perbatasan antar daerah. Dengan perkataan lain, dapat dinyatakan bahwa suatu daerah harus mempunyai wilayah dengan batas-batas yang jelas sehingga dapat dibedakan antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya.

2. Unsur pemerintahan. Eksistensi pemerintahan di daerah didasarkan atas legitimasi undang-undang yang memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk menjalankan urusan pemerintahan yang berwenang mengatur kreativitasnya sendiri. Elemen pemerintahan daerah adalah meliputi pemerintahan daerah dan lembaga DPRD sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

3. Unsur masyarakat. Masyarakat sebagai suatu elemen pemerintahan daerah merupakan kesatuan masyarakat hukum, kebiasaan dan adat istiadat yang turut

mewarnai sistem pemerintahan daerah, mulai dari bentuk cara berpikir, bertindak dan kebiasaan tertentu dalam kehidupan masyarakat. Bentuk-bentuk partisipasi budaya

(27)

masyarakat antara lain gotong-royong, permusyawaratan, cara menyampaikan pendapat dan pikiran yang menunjang pembangunan daerah untuk meningkatkan kesejahteraan melalui pelayanan pemerintahan.

Kebijakan pemerintah memberikan pengakuan keistimewaan Provinsi Nangroe Aceh Darussalam berupa pelaksanaan kehidupan beragama, adat dan pendidikan serta

memperhatikan peranan ulama dalam ikut serta menetapkan kebijakan daerah. Adapun keistimewaan Provinsi Istimewa Yogyakarta adalah pengangkatan gubernur dan wakil gubernur, sedangkan di Papua kekhususan adalah dengan mempertimbangkan tentang peran kepala adat masyarakat Papua yang mendapat wewenang dalam

keikutsertaannya menetapkan kebijakan pemerintahan dan pembangunan masyarakat Papua. Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dalam perimbangan keuangan pusat dan daerah, dirasakan kurang menampung aspirasi masyarakat dan ulama berdasarkan hak keistimewaan Aceh di atas.

Berdasarkan kebijakan politik hukum pemerintah di atas, penyelenggaraan

pemerintahan wilayah NKRI dilakukan dengan penetapan strategi sebagai berikut: 1. Peningkatan pelayanan. Pelayanan di bidang pemerintahan, kemasyarakatan dan pembangunan adalah suatu hal yang bersifat esensial guna mendorong atau

menunjang dinamikan interaksi kehidupan masyarakat baik sebagai sarana untuk

memperoleh hak-haknya, maupun sebagai sarana kewajiban masyarakat sebagai warga negara yang baik. Bentuk pelayanan pemerintahan tersebut antara lain meliputi

rekomendasi, perizinan, dispensasi, hak berusaha, surat keterangan kependudukan dan sebagainya.

2. Pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Konsep pembangunan dalam rangka otonomi daerah ini, bahwa peran serta masyarakat lebih menonjol yang dituntut

kreativitas masyarakat baik pengusaha, perencana, pengusaha jasa, pengembang dalam menyusun konsep strategi pembangunan daerah, dimana peran pemerintah hanya terbatas pada memfasilitasi dan mediasi. Disamping itu dalam kehidupan berpolitik,

(28)

berbangsa dan bernegara memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat khususnya partai politik untuk memberikan pendidikan politik rakyat guna

meningkatkan kesadaran bernegara dan berbangsa guna tercapainya tujuan nasional dalam wadah NKRI.

3. Peningkatan daya saing daerah. Peningkatan daya saing daerah ini guna tercapainya keunggulan lokal dan apabila dipupuk kekuatan ini secara nasional akan terwujud

resultan daya saing nasional. Disamping itu daya saing nasional akan menunjang sistem ekonomi nasional yang bertumpu pada strategi kebijakan perekonomian rakyat.

Dalam politik hukum, yang paling esensi dalam penyelenggaraan peemerintahan daerah yang bersifat otonomi ialah pemberian kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban tertentu. Dalam realita di lapangan,

ternyata kebijakan ini hanya tinggal kebijakan belaka, dalam beberapa kewenangan tertentu yang berpotensial sering ditarik ulur sehingga berpengaruh terhadap efektivitas dan efisien penyelenggaraan pemerintahan daerah. Hubungan antar pemerintahan

yakni hubungan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dengan pemerintah kabupaten/kota, di era pemberlakuan otonomi daerah, kebiasaan-kebiasaan

penyelenggaraan pemerintahan daerah sering terjadi salah tafsir yang berimplikasi pada hubungan masing-masing kepala daerah. Adapun hubungan antar pemerintah daerah, khususnya hubungan antara pemerintah daerah dengan Badan Legislatif Daerah sering terjadi disharmonisasi sehingga mengganggu sistem kemitraan antara pemerintah daerah dan legislatif daerah. Atas dasar itulah, Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan,

ketatanegaraan dan tuntutan otonomi daerah sehingga perlu diganti dengan Undang-Undang nomor 32 tahun 2004.

3.4 Hasil Penerapan Kebijakan

Berbagai daerah juga telah semakin maju mengembangkan lembaga-lembaga kerjasama antar daerah untuk memfasilitasi manajemen konflik, pengembangan

(29)

ekonomi lintas daerah, efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, dan sebagainya. Beberapa lembaga kerjasama antar daerah yang sudah mulai dikenal antara lain

Javapromo (kerjasama 13 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta di bidang Pariwisata), Kartamantul (kerjasama Kota Yogyakarta, Kab Sleman, dan Kab Bantul), Subosuko Wonosraten (mencakup daerah Surakarta, Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri, Sragen, dan Klaten), Pawonsari (Pacitan, Wonogiri, Wonosari), Barlingmascakeb (Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap dan Kebumen),

Gerbangkertosusilo (Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoardjo dan Lamongan), dan lain-lain.

Gambaran di atas telah memperluas arena dan memperbesar sumberdaya yang tersedia di daerah. Melalui desentralisasi dan otonomi, pemerintah daerah memiliki kesempatan lebih luas untuk memperbaiki kondisi pelayanan publik, perkembangan perekonomian daerah, serta dalam mengembangkan berbagai terobosan baru dalam pengelolaan pemerintahan daerah. Lembaga-lembaga pemantau pelaksanaan otonomi daerah seperti Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Jawa Pos Institute of Pro Otonomi (JPIP), SMERU Research Institute, Sustainable Capacity Building for Decentralization Project (SCBD), Yayasan Inovasi Pemerintahan Daerah (YIPD), dan

berbagai lembaga lain telah berhasil mendokumentasikan sejumlah inovasi baru daerah yang dikembangkan pada masa implementasi otonomi daerah.

Berbagai kemajuan tersebut menunjukkan bahwa daerah-daerah semakin memiliki kebebasan untuk mengembangkan wilayahnya sesuai kebutuhan masyarakat lokal dengan bekal kebijakan otonomi yang diberikan oleh pusat.

Namun di sisi lain, masyarakat lokal belum sepenuhnya menikmati desentralisasi fungsi dan fiskal yang diberikan ke daerah. Banyak bagian-bagian dari daerah yang kecewa terhadap kebijakan daerah otonom maupun pemerintah pusat yang pada gilirannya kemudian menuntut mandiri menjadi daerah otonom sendiri. Fenomena inilah yang disebut dengan pemekaran daerah.

(30)

Hanya dalam waktu setengah dekade, jumlah daerah otonom di Indonesia bertambah menjadi hampir dua kali lipat. Sejak Oktober 1999 sampai Januari 2008, tercatat telah terbentuk 164 daerah baru terdiri dari 7 provinsi baru, 23 kota baru, dan 134 kabupaten baru,

Fenomena pemekaran daerah pada dasarnya merupakan bentuk lain dari upaya daerah dalam menarik perhatian pusat. Jika pada era Orde Lama daerah menyuarakan

tuntutannya melalui pemberontakan, pada era Orde Baru pemberontakan daerah diredam melalui mekanisme penyuapan loyalitas yang elitis dari pusat, maka pada era reformasi pusat merespon tuntutan dari daerah dengan lebih terlembaga melalui pemberian rekognisi politik dan kultural serta alokasi sumberdaya ekonomi yang tidak merata ke seluruh bagian daerah.

Sebagian besar kajian akademis tentang pemekaran daerah menunjukkan bahwa inisiasi pemekaran daerah dipicu oleh kebutuhan untuk pemerataan ekonomi, dan upaya

memperbaiki kondisi pelayanan publik dengan menghadirkan negara di tengah-tengah masyarakat. Disamping itu, adanya insentif pemekaran dalam bentuk alokasi DAU dan DAK juga menjadi daya tarik tersendiri bagi daerah-daerah untuk mengajukan usul pemekaran.

Kebijakan pemekaran daerah yang berjumlah lebih dari 160 kasus tersebut tidak membawa dampak yang sama. Pemekaran di masing-masing daerah mempunyai kekhasannya sendiri yang tidak mudah untuk digeneralisasikan. Untuk kepentingan perumusan kebijakan di tingkat nasional, perlu dilakukan identifikasi dampak

pemekaran secara umum. Dampak ini tidak hanya terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan publik dan pembangunan di tingkat nasional, tetapi juga dampak sosial, politik dan ekonominya di tingkat daerah.

Mengambil pelajaran dari studi-studi yang dilakukan oleh beberapa lembaga riset, seperti Percik, LIPI dan beberapa lembaga lainnya, dampak sosial dan politik kebijakan pemekaran tidak bisa digambarkan secara generik. Sangat tidak mudah untuk

(31)

disimpulkan apakah pemekaran daerah berdampak positif ataukah negatif. Setiap dimensi, sosio-kultural, politik dan pemerintahan, serta pelayanan publik dan

pembangunan ekonomi, dampak pemekaran selalu bermata ganda: bisa positif, tetapi pada saat yang sama juga bersifat negatif. Belum lagi apabila dampak tersebut

diletakkan dalam skala yang berbeda dalam skala daerah ataukah dalam skala nasional. Berdasarkan pertimbangan tersebut, gambaran tentang dampak pemekaran dalam tulisan ini diletakkan dalam pandangan ganda. Menghindari ataupun meminimalisasi dampak negatif pada dasarnya adalah mengelola proses kebijakan pemekaran dan proses pasca pemekaran.

1. Dampak Sosio Kultural

Pemekaran daerah membawa implikasi positif dalam bentuk pengakuan sosial, politik dan kultural masyarakat daerah. Melalui kebijakan pemekaran, entitas masyarakat yang mempunyai sejarah kohesivitas dan kebesaran yang panjang, memperoleh pengakuan sebagai daerah otonom baru. Pengakuan ini pada gilirannya memberikan kontribusi positif terhadap kepuasan masyarakat, sehingga meningkatkan dukungan daerah terhadap pemerintah nasional.

Namun demikian, kebijakan pemekaran juga bisa memicu konflik yang pada gilirannya  juga menimbulkan masalah horisontal dan vertikal dalam masyarakat. Sengketa antara pemerintah daerah induk dengan pemerintah daerah pemekaran dalam hal pengalihan aset dan batas wilayah, seringkali berimplikasi pada ketegangan antar kubu masyarakat dan antara masyarakat dengan pemerintah daerah.

2. Dampak Pada Pelayanan Publik

Kebijakan pemekaran daerah mampu memperpendek jarak geografis antara

pemukiman penduduk dengan sentra pelayanan, juga mempersempit rentang kendali antara pemerintah daerah dengan unit pemerintahan di bawahnya. Disamping itu,

pemekaran juga memungkinkan untuk menghadirkan jenis-jenis pelayanan baru, seperti pelayanan listrik, telepon, serta fasilitas urban lainnya, terutama di wilayah ibukota

(32)

daerah pemekaran.

Tetapi, pemekaran juga menimbulkan implikasi negatif bagi pelayanan publik, terutama pada skala nasional, terkait dengan alokasi anggaran untuk pelayanan publik yang

berkurang. Hal ini disebabkan adanya kebutuhan belanja aparat dan infrastruktur pemerintahan lainnya yang bertambah dalam jumlah yang signifikan sejalan dengan pembentukan DPRD dan birokrasi di daerah hasil pemekaran.

3. Dampak Bagi Pembangunan Ekonomi

Pasca terbentuknya daerah otonom baru, terdapat peluang yang besar bagi akselerasi pembangunan ekonomi di wilayah yang baru. Bukan hanya infrastruktur pemerintahan yang terbangun, tetapi juga infrastruktur fisik dan infrastruktur kebijakan pembangunan ekonomi yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah otonom baru. Semua infrastruktur ini membuka peluang yang lebih besar bagi wilayah hasil pemekaran untuk

mengakselerasi pembangunan ekonomi.

Namun, kemungkinan akselerasi pembangunan ini harus dibayar dengan besarnya anggaran yang dikeluarkan untuk membiayai belanja pegawai dan belanja operasional pemerintahan daerah. Dari sisi teoritik, belanja ini bisa diminimalisir melalui kebijakan pembangunan ekonomi yang menjangkau seluruh wilayah, sehingga akselerasi

pembangunan ekonomi tetap dimungkinkan dengan harga yang murah. Namun, dalam perspektif masyarakat daerah, selama ini tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa

pemerintah nasional akan melakukannya tanpa kehadiran pemerintah daerah otonom. 4. Dampak Bagi Pertahanan, Keamanan dan Integrasi Nasional

Pembentukan daerah otonom baru, bagi beberapa masyarakat pedalaman dan

masyarakat di wilayah perbatasan merupakan isu politik nasional yang penting. Bagi masyarakat tersebut, bisa jadi mereka tidak pernah melihat dan merasakan kehadiran 'Indonesia', baik dalam bentuk simbol pemerintahan, politisi, birokrasi dan bahkan kantor pemerintah. Pemekaran daerah otonom, oleh karenanya, bisa memperbaiki kenangan politik nasional di daerah melalui peningkatan dukungan terhadap

(33)

pemerintah nasional dan menghadirkan pemerintah pada level yang lebih bawah. Dalam sudut pandang pemerintah pusat, kebijakan pemekaran juga sangat penting ditempuh dalam kaitannya untuk mendorong munculnya aktivitas perekonomian dan akselerasi pertumbuhan ekonomi di daerah perbatasan dan tertinggal, penguatan identitas kenegaraan dengan mendekatkan pelayanan pada masyarakat sehingga negara akan dirasakan kehadirannya sangat riil oleh masyarakat, dan sebagai upaya untuk penjagaan wilayah aktif dalam rangka membangun pertahanan dan keamanan di wilayah perbatasan. Namun, biaya politik untuk menghadirkan pemerintahan daerah otonom baru ini seringkali juga bisa sangat mahal, apabila pengelolaan politik selama proses dan pasca pemekaran tidak bisa dilakukan dengan baik. Berdasarkan

pengamatan pada beberapa daerah hasil pemekaran, ketidakmampuan untuk membangun ornamen politik antar kelompok dalam masyarakat mengakibatkan munculnya tuntutan untuk memekarkan lagi daerah yang baru saja mekar.

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN a. Kesimpulan

Untuk melaksanakan amanat memang tidak mudah, apalagi amanat yang di dalam Undang-undang dasar 1945. Amandemen kedua tahun 2000 mengatur pelaksanaan sistem pemerintahan khususnya pemerintahan daerah. UUD 1945 pasca-amandemen itu mencantumkan permasalahan pemerintahan daerah dalam Bab VI, yaitu Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B. Sistem otonomi daerah sendiri tertulis secara umum dalam Pasal 18 untuk diatur lebih lanjut oleh undang-undang.

Bangsa Indonesia menaruh harapan yang besar terhadap keberhasilan format kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah dalam memperkuat integrasi nasional dan semangat

Referensi

Dokumen terkait

Kelemahan pemahaman masyarakat di dalam memaknai asas hukum pertanahan yaitu hak atas tanah bersifat mutlak, kuat dan abadi, sehingga pemikiran mereka hak

Praktik mengajar mandiri dilaksanakan 2 kali di kelas tinggi dan kelas rendah. Pelaksanaan praktik mandiri dilaksanakan pada tanggal 29 Agustus dan 2 September

Sel parietal sebagai penghasil HCL (asam hidroklorida), menyisipnya sel tersebut hingga ke bagian basal area gastric glands diduga untuk menjangkau setiap sel chief

menunjukkan 50% terjadi degenerasi melemak pada sebagian sel hepar, 12,25% degenerasi melemak hampir pada keseluruhan sel hati, 12,25% degenerasi melemak yang disertai

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kualitas air di Sungai Plumbon dengan menggunakan metode Indeks Pencemaran (IP) dan menganalisis pengaruh kondisi tata

Pada kalimat (3) kata bujing-bujing ‘gadis-gadis’ dalam kalimat ketiga menunjukkan makna yang jelas bahwa bujing-bujing ‘gadis-gadis’ yang dimaksud sudah dewasa,

1) Melakukan penyusunan rencana kegiatan Sub Bagian Analisis Informasi berdasarkan tugas, permasalahan dan regulasi kebijakan tentang perencanaan program dan kegiatan SETDA

Pengaruh signifikasi terhadap variabel fitur layanan terhadap keputusan menggunakan internet banking Bank Mandiri disebabkan karena sebagian besar responden