• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI PENGEMBANGAN KOMODITAS BIJI PALA DI AMBON

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STRATEGI PENGEMBANGAN KOMODITAS BIJI PALA DI AMBON"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI PENGEMBANGAN KOMODITAS BIJI PALA

DI AMBON

NUTMEG COMMODITY DEVELOPMENT STRATEGY IN AMBON

Edward S. Dumatubun1), Marcus J. Pattinama2), Natelda R. Timisela2)

1)Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kota Ambon 2)Program Studi Magister Agribisnis PPS Unpatti

E-mail:edward31dumatubun@gmail.com mjpattinama@gmail.com nateldatimisela@yahoo.com

Abstrak

Pala merupakan salah satu komoditas unggulan di Kota Ambon. Sebagai rempah asli Maluku, Pala diusahakan dalam sistem Dusung yang merupakan warisan turun-temurun. Pemasaran merupakan salah satu persoalan yang menghambat pengembangan komoditas Pala di Kota Ambon. Penelitian ini bertujuan untuk menyusun strategi pengembangan komoditas Pala di Kota Ambon. Penelitian ini menggunakan analisis SWOT untuk menyusun strategi dan kebijakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alternatif strategi yang perlu dibangun yaitu, peningkatan sarana dan prasarana penunjang terkait mutu dan pemasaran komoditi eksport biji Pala, perluasan areal pertanian, peningkatan standart mutu komoditi eksport biji Pala, penataan kelembagaan petani, pemberdayaan lembaga keuangan dan permodalan, peningkatan kualitas sumberdaya manusia, dan teknologi melalui pelatihan-pelatihan, pembangunan pusat informasi rempah termasuk di dalamnya komoditi Pala, serta perbaikan kebijakan dan kelembagaan, khususnya pembuatan regulasi dan peraturan daerah yang mendukung tata niaga komoditi eksport biji Pala.

Kata kunci: Pala; pengembangan tataniaga; strategi

Abstract

Nutmeg is one of the leading commodities in Ambon City. As a native spice of Maluku, nutmeg is cultivated in the Dusung system which is a legacy from generation to generation. Marketing is one of the problems that hinder the development of nutmeg in Ambon City. This study aims to develop a strategy for developing nutmeg commodities in Ambon City. This study uses a SWOT analysis to develop strategies and policies. The results showed that alternative strategies that needed to be built were, improvement of supporting facilities and infrastructure related to the quality and marketing of nutmeg export commodities, expansion of agricultural areas, improvement of the quality standards of export commodities of nutmeg, arrangement of farmer institutions, empowerment of financial institutions and capital, improvement of resource quality human, and technology through trainings, development of spices information centers including nutmeg commodities, as well as improvement of policies and institutions, especially the making of regulations and regional regulations that support the trade system of nutmeg export commodities.

(2)

Pendahuluan

Komoditi perkebunan merupakan komoditi unggulan di Indonesia dan merupakan penghasil devisa yang cukup besar bagi negara. Diantara komoditi perkebunan tersebut adalah komoditi rempah-rempah yang mana diantaranya adalah komoditi Pala. Indonesia merupakan pemasok utama biji Pala dan produk turunannya untuk pasar Amerika Serikat. Kekurangan kebutuhan di negara tersebut dipasok oleh Grenada dan Sri Lanka. Selain itu Pala Indonesia juga dipasarkan ke Belanda, Inggris dan Jerman (Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, 2016)

Berdasarkan data rata-rata produksi Pala Indonesia tahun 2012-2016, sentra produksi Pala di Indonesia terdapat di 5 (lima) provinsi, yaitu Aceh, Maluku Utara, Sulawesi Utara, Maluku dan Papua Barat. Kelima provinsi tersebut memberikan kontribusi kumulatif sebesar 86,71 %. Aceh menempati urutan pertama dengan kontribusi sebesar 25,46 % per tahun. Peringkat kedua ditempati oleh Maluku Utara dengan kontribusi sebesar 19,89 % per tahun, diikuti oleh Sulawesi Utara, Maluku dan Papua Barat dengan kontribusi masing-masing sebesar 14,79 %, 14,65 % dan 11,93 % sedangkan kontribusi produksi dari provinsi lainnya sebesar 13,29 % (BPS, 2017).

Tanaman Pala di Maluku telah diusahakan sejak dahulu dan Maluku sejak dahulu terkenal sebagai Daerah Rempah dimana tanaman Pala diusahakan secara turun temurun oleh masyarakat di beberapa Kabupaten/Kota yang ada di Maluku. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Maluku maka komoditi Pala di Maluku terlihat pada Tabel 1.

Pala merupakan tanaman rempah asli Maluku (Purseglove dkk. 1995) dan telah diperdagangkan dan dibudidayakan secara turun temurun dalam bentuk perkebunan rakyat disebagian besar Kepulauan Maluku. Keragaman tanaman tertinggi ditemukan di Pulau Banda, Siau, dan Papua (Hadad dan Hamid 1990). Hasil penelitian Olong, dkk (2012) menunjukkan adanya beragam rantai pemasaran untuk komoditas Pala di Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah, serta lebih menguntungkan pedagang dengan margin share mencapai Rp.

(3)

20.000 per kilogram. Sedangkan di Sulawesi Utara, hasil penelitian Kaunang, dkk (2014) menunjukkan untuk meningkatkan margin share petani Pala, maka petani juga harus merangkap sebagai pedagang pengumpula sehingga petani dapat mengolah biji Pala yang dimiliki termasuk yang ditampung melalui pengeringan, sehingga harga jualnya lebih tinggi dan lebih menguntungkan.

Tabel 1. Luas areal dan produksi tanaman perkebunan rakyat tanaman Pala di Maluku Maluku (Tahun) Luas Areal (Ha) Jumlah Petani (KK) Produksi (Ton) 2017 2016 2015 2014 2013 2012 2011 2010 31.642 30.436 27.275 28.426 26.587 31.205 25.060 22.325 26.360 28.234 27.700 27.775 26.244 27.179 24.922 20.200 5.512,10 5.238,40 4.650 4.743 4.321 4.307 2.700 2.391

Sumber : Maluku Dalam Angka 2018

Berdasarkan Data dari tabel 1. diatas maka terlihat adanya peningkatan yang sangat signifikan jumlah produksi tanaman Pala di Maluku dan Kabupaten/Kota di Maluku termasuk adanya penambahan jumlah petani. Peningkatan itu terjadi sebagai akibat dari penambahan luas areal perkebunan (BPS, 2018).

Data yang ada terlihat pada tabel 1 menunjukkan peningkatan luas areal tanaman Pala dan diikuti peningkatan produksi yang cukup signifikan khususnya untuk dua tahun terakhir. Dibandingkan periode 2010-2015, maka dalam dua tahun terakhir (2016-2017) terjadi peningkatan luas areal sebesar 4000 ha. Peningkatan luas areal juga diikuti peningkatan produksi yang mencapai hampir 1000 ton dari tahun 2015. Hal ini membuktikan komoditas Pala menjadi salah satu komoditas perkebunan penyumbang penerimaan rumahtangga petani di Propinsi Maluku termasuk di Kota Ambon.

Hasil penelitian Chelsy, Mea, dkk (2014) menyimpulkan strategi pengembangan usaha manisan Pala yaitu mempertahankan dan memperluas

(4)

strategi pemasaran dengan memanfaatkan perkembangna teknologi, melakukan kerjasama dengan kemitraan usaha, meningkatkan kualitas produk sesuai selera konsumen, melakukan promosi yang menggunakan teknologi sebagai media, menggunakan teknologi untuk mendapatkan informasi, dan membuat kemasan produk yang lebih menarik dari produk sejenisnya. Pattiselanno, dkk (2018) mnunjukkan konstribusi cengkeh dan Pala terkategori tinggi terhadap penerimaan rumahtangga, yaitu mencapai 7080%, sedangkan sisanya berasal dari kelapa 10 -20% dan aktivitas tambahan sebagai nelayan dan tukang sebesar 5-10%. Penelitian Pattiselanno, dkk (2018b) juga menunjukkan bahwa komoditas Pala dan cengkeh sudah berumur 15–20 tahun, dan merupakan umur produktif dengan produksi rata-rata antara 300 – 400 kg per panen. Artinya, cengkeh dan Pala merupakan komoditas unggulan yang diwariskan dari generasi sebelumnya (orangtua petani). Ditunjang hasil penelitian Lalopua, dkk (2019) bahwa jus Pala yang dikelola oleh kelompok perempuan di Negeri Hutumuri memberikan kontribusi 6.6 persen terhadap pendapatan rumahtangga. Hasil analisis Litbang Pertanian (2018) menunjukkan tanaman Pala rata-rata mulai berbuah pada umur 5-6 tahun. Setelah mencapai umur 10 tahun hasilnya mulai meningkat dan meningkat terus hingga mencapai optimum pada umur rata-rata 25 tahun. Produksi optimum ini bertahan hingga tanaman Pala berumur 60-70 tahun. Lambat laun produksinya menurun hingga mencapai umur 100 tahun atau lebih, bila tidak ada aral melintang.

Beberapa hasil penelitian tersebut menunjukkan pentingnya komoditas perkebunan khususnya Pala bagi pendapatan rumahtangga petani di Kota Ambon. Walaupun demikian, perlu didalami khususnya bagaimana strategi pengembangan tata niaga komoditi biji Pala guna meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani Pala di Kota Ambon. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menyusun strategi pengembangan tata niaga komoditi biji Pala di Kota Ambon.

(5)

Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kota Ambon. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) yaitu Kota Ambon, yang terdiri dari 5 kecamatan. Sampel petani di masing – masing Kecamatan ditentukan secara sengaja, demikian pula Pedagang Pengumpul/Perantara Antar Pulau yang ada di Kecamatan Sirimau.

Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung (observasi) dan wawancara/kuesioner (Singarimbun, 2011). Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif dan kuantitatif, kemudian dilakukan langkah pengolahan dan analisis data untuk Teknik analisa data menggunakan analisa SWOT (Strength, Weaknesses, Opportunities,Threats) digunakan untuk mengevaluasi kesempatan dan tantangan dilingkungan agribisnis. Untuk memudahkan dalam melaksanakan analisis SWOT diperlukan matriks SWOT. Matriks SWOT akan mempermudah merumuskan berbagai strategi yang perlu atau harus dijalankan. Dengan cara mengelompokan masing-masing problem unsur SWOT ke dalam Tabel (Rangkuti, 2015 dan Fahmi, 2015)

Hasil dan Pembahasan

Karakteristik Responden Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu aspek penting yang mempengaruhi perilaku petani dalam menjalankan aktivitas usahataninya. Hal ini karena pendidikan berkaitan dengan pola pikir petani dalam mengakses informasi berupa inovasi baru serta mampu menerapkan inovasi tersebut untuk keperluan usahataninya (Todaro, 2017).

(6)

Table 2. Jumlah dan persentase petani Pala berdasarkan tingkat pendidikan responden di Kota Ambon

Tingkat Pendidikan Jumlah Responden (Org) Persentase (%) SD SMP SMA S1 57 43 81 2 31,15 23,50 44,26 1,09 Total 183 100,00

Tabel 2 menunjukan bahwa responden mempunyai tingkat pendidikan formal yang berbeda-beda. Hal ini berarti dalam menjalankan usahataninya responden mempunyai pola pikir yang berbeda-beda dalam penerapan inovasi baru. Pendidikan merupakan unsur terpenting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Semakin tinggi tingkat pendidikan dapat diasumsikan semakin tinggi pula pengetahuan masyarakat terhadap suatu ilmu yang selalu berkembang. Tingginya tingkat pendidikan seseorang maka seseorang tersebut dapat mengetahui cara berusahatani sayran secara tepat.

Pekerjaan Responden

Pekerjaan yang dimiliki oleh responden beragam jenisnya. Tabel 3 menyajikan sebaran pekerjaan yang dimiliki responden, selain berusahatani paponden bekerja sebagai petani dengan menanam beragam komoditas, namun ada juga responden yang berusahatani Pala tetapi bekerja di luar pertanian.

Pertani menjadi pekerjaan utama sebagian besar masyarakat, karena rata-rata petani memiliki komoditas warisan orangtua dengan luasan lahan antara 0.5 – 1 hektare yang ditanami komoditas pekerbunan seperti Pala dan cengkeh. Pekerja swasta juga ditekuni masyarakat, sebagai bagian dan usaha memenuhi kebutuhan hidup rumahtangganya. Selain itu, nelayan dan tukang menjadi pekerjaan lainnya yang mendukung keberadaan usahatani Pala warisan mereka.

(7)

Tabel 3. Jumlah dan persentase petani Pala berdasarkan pekerjaan utama responden

Pekerjaan Utama Jumlah Responden (Org) Persentase (%) Petani Swasta Nelayan Pensiunan Tukang PNS TNI Supir Tukang Ojek 146 13 8 6 5 2 1 1 1 79,78 7,10 4,37 3,28 2,73 1,09 0,55 0,55 0,55 Jumlah 183 100,00

Jumlah Anggota Keluarga

Menurut BKKBN (1998), jumlah anggota keluarga terbagi menjadi 3 yakni, jumlah anggota keluarga kecil (≤ 4 orang), sedang (5-7 orang) dan jumlah anggota besar besar (> 7 orang). Berikut keadaan responden berdasarkan jumlah anggota keluarga.

Tabel 4. Sebaran jumlah anggota keluarga responden

No Kriteria (orang) Jumlah Responden (Org) Persentase (%) 1 2 3 ≤ 4 5-7 > 7 119 57 7 65,03 31,15 3,82 Jumlah 183 100,00

Tabel 4 menunjukkan sebagian besar rumah tangga memiliki anggota keluarga yang tergolong kecil. Jumlah anggota keluarga yang tergolong sedang ini dapat mengurangi beban tanggungan dalam rumah tangga. Artinya kebutuhan rumahtangga masih dapat ditanggulangi karena dianggap tidak begitu besar sehingga anak-anak dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.

(8)

Luas Lahan, Luas Tanam dan Luas Panen Usahatani Pala

Luas lahan merupakan faktor penting yang mempengaruhi besar kecilnya produksi yang dihasilkan. Apabila luas lahan petani cukup besar, maka peluang ekonomi untuk meningkatkan produksi dan pendapatan akan lebih besar (Soekartawi, 2006). Tabel 4 menggambarkan penyebaran luas lahan, luas tanam dan luas panen petani Pala.

Tabel 5 menggambarkan luas lahan petani di Negeri Latuhalat tergolong sempit (< 1 ha) untuk usahatani Pala. Ini menunjukkan bahwa tingkat produksi petani pun sedikit sehingga penerimaan yang diperoleh pun ikut berpengaruh. Seperti diketahui semakin besar tingkat produksi maka besar pula tingkat penerimaan yang diperoleh.

Tabel 5. Penyebaran responden petani Pala di Kota Ambon berdasarkan luas lahan, luas tanam dan luas panen yang dimiliki

Kategori (Ha) Luas Lahan (Ha) Luas Tanam (Ha) Luas Panen (Ha) Jumlah Respon den (org) Persentase (%) Jumlah Responden (org) Persentase (%) Jumlah Responden (org) Persen tase (%) <1 129 70,50 131 71,59 131 71,59 1-2 49 26,77 47 25,68 47 25,68 >2 5 2,7 5 2,73 5 2,73 Total 183 100,00 183 100,00 183 100,00

Jumlah Produksi Pala Responden

Dalam kegiatan usaha produksi biji Pala kering, hasil produksi akan tergantung dengan luas lahan yang dimiliki petani. Jumlah produksi reponden dapat dilihat dalam Tabel 6 berikut ini.

(9)

Tabel 6. Klasifikasi jumlah produksi Pala Jumlah Produksi Pala

(Kg) Jumlah Responden (Org) Persentase (%)

< 200 200 – 400 400 - 600 600 - 800 > 800 22 112 29 10 10 12,02 61,20 15,85 5,46 5,46 Jumlah 183 100,00

Produksi Pala responden terbanyak berada pada posisi 200-400 kg. Kemudian jumlah produksi lainnya berimbang. Hal ini berkaitan dengan umur pohon Pala yang dimiliki dengan kisaran 10-15 tahun, sehingga kisaran produksinya juga lebih banyak antara 200-400 kg.

Pendapatan Bersih Petani Pala

Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa adanya perbedaan pendapatan tiap responden. Pendapatan di sini adalah pendapatan bersih yang diterima petani berupa uang dari hasil penjualan biji kering Pala, yang dapat dilihat dalam tabel 7.

Tabel 7. Klasifikasi pendapatan bersih petani pala Pendapatan (Rp) Jumlah Responden (Org) Persentase (%) < 1.000.000 14 7,65 1.000.000 – 2.000.000 10 5,46 2.000.000 – 3.000.000 14 7,65 >3.000.000 145 79,24 Jumlah 183 100,00

Tabel 7 terlihat bahwa pendapatan responden terbanyak rata-rata ialah > Rp. 3.000.000,- sebanyak 145 responden (79,24 %), diikuti pendapatan < Rp 1.000.000,- dan pendapatan Rp 2.000.000,- sampai Rp 3.000.000,- masing – masing 14 responden (7,65%) dan pendapatan responden terendah rata-rata ialah Rp 1.000.000,- sampai Rp 2.000.000,- sebesar 10 responden (5,46%).

(10)

Strategi dan Kebijakan Pengembangan Tata Niaga Biji Pala di Kota Ambon

Faktor Internal

Faktor internal yang menjadi kekuatan. a. Potensi Sumber Daya Lahan

b. Tersedianya tenaga kerja yang cukup c. Kesesuaian tempat tumbuh tanaman Pala d. Kesesuaian agroklimat tanaman Pala e. Budidaya Pala yang turun temurun. f. Kedekatan dengan potensi pasar g. Kelancaran transportasi

h. Adanya Sarana dan Prasana Penunjang Faktor internal yang menjadi kelemahan.

a. Terbatasnya Sumbar Daya yang memiliki keahlian. b. Teknologi masih sederhana

a. Sistem Informasi yang belum memadai. b. Aspek kelembagaan yang belum efektif

c. Aspek Sarana dan Prasarana Penunjang yang belum memadai d. Terbatasnya modal petani Pala

e. Aspek Alih Fungsi Lahan Faktor Eksternal

Faktor eksternal yang menjadi peluang. a. Prospek pasar dalam negeri dan luar negeri

b. Kebijakan pemerintah yang mulai mendukung pengembangan komoditi eksport c. Adanya sarana dan prasarana penunjang

d. Minat pedagang dan Bayer di luar negeri terhadap komoditi biji Pala Faktor eksternal yang menjadi ancaman.

a. Tidak adanya pedagang Eksport yang berusaha di Kota Ambon

b. Kebijakan pemerintah daerah atau pusat yang tidak konsisten antara satu dinas/instansi dengan lainnya.Kebijakan yang saling tidak konsisten

(11)

Evaluasi dan Matriks Faktor Internal dan Eksternal Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal

Dalam evaluasi ini digolongkan faktor-faktor lingkungan yang dihadapi sebagai kombinasi atas faktor kekuatan dan peluang, kelemahan dan ancaman seperti yang disajikan dalam Tabel 7 dan Tabel 8 . Pembobotan terhadap faktor internal menggunakan perbandingan berpasangan.

Tabel 8. Matriks Internal Factor Evaluation IFE)

Faktor-Faktor Internal Bobot Rating Skor

I. Kekuatan

a Potensi sumber daya lahan 0.124 2 0.248

b Tersedianya tenaga kerja yang cukup 0.117 2 0.234

c Kesesuaian tempat tumbuh tanaman Pala 0.045 4 0.180

d Kesesuaian agroklimat tanaman Pala 0.037 4 0.148

e Budidaya Pala yang turun temurun 0.105 3 0.315

f Kedekatan dengan potensi pasar 0.019 3 0.057

g Kelancaran transportasi penunjang 0.033 2 0.066

h Kedekatan dengan Pelabuhan sebagai jalur transportasi antar daerah dan antar negara

0.033 2 0.066

Jumlah (I) 0.513 1.314

I. Kelemahan

a Terbatasnya sumber daya yang memiliki keahlian tentang Pala

0.098 3 0.297

b Teknologi pengolahan masih sederhana 0.089 3 0.267

c Sistem informasi yang belum memadai 0.079 4 0.316

d Kelembagaan belum efektif 0.079 4 0.316

e Sarana dan Prasarana penunjang yang belum memadai

0.101 3 0.303

f Terbatasnya modal petani Pala 0.008 4 0.032

g Aspek alih fungsi lahan 0.033 2 0.066

Jumlah (II) 0.487 1.594

Total (I + II) 1.00 2.908

Berdasarkan Tabel 8, dapat dikatakan bahwa faktor yang menjadi kekuatan bagi pengembangan p e m a s a r a n / T a t a n i a g a biji Pala adalah budidaya Pala yang turun temurun (0.315).Tersedianya sumber daya lahan yang

(12)

cukup (0.248) juga menjadikan kekuatan apabila dimanfaatkan sebagai area untuk pembudidayaan tanaman Pala yang sangat penting. Faktor kelemahan yang sangat penting untuk diperhatikan adalah sistem informasi yang belum memadai (0.316) dan aspek kelembagaan yang belum efektif (0.316). Kelemahan yang penting juga untuk dikaji selain dua kelemahan diatas yang memiliki skor berimbang adalah ketersediaan sarana dan prasarana penunjang komoditi eksport biji Pala (0.303). Berdasarkan Tabel 8 maka yang menjadi peluang terbesar adalah kebijakan pemerintah yang mendukung pengembangan komoditi eksport biji Pala (0.620). Ancaman yang berpengaruh paling besar adalah tidak adanya pedagang eksport di Maluku/kota Ambon (0.801).

Matriks Internal-Eksternal

Berdasarkan analisis faktor-faktor internal dan eksternal, diperoleh hasil berupa nilai matriks yang akan menentukan posisi pemasaran biji Pala, untuk menjadi acuan didalam memformulasikan alternatif strategi yang diperoleh. Formulasi strategi ini tidak terlepas dari aspek lingkungan internal dan eksternal. Setelah matrik IFE dan EFE dibuat, langkah selanjutnya adalah menyusun

matriks IE yang merupakan pemetaan dari skor total matriks IFE dan EFE. Tabel 9 . Matriks Eksternal Factor Evaluation (EFE)

Faktor-Faktor Eksternal Bobot Rating Skor

I. Peluang

a Prospek pasar dalam dan luar negeri 0.022 5 0.110

b Kebijakan pemerintah yang mendukung pengembangan komoditas ekspor biji Pala

0.155 4 0.620

c Adanya sarana dan prasarana penunjang pelabuhan eksport komoditi biji Pala

0.267 2 0.534

d Adanya minat pedagang terhadap biji Pala dari Maluku 0.100 4 0.400

Jumlah (I) 0.544 1.664

II. Ancaman

a Tidak adanya pedagang ekspor di kota Ambon 0.267 3 0.801

b Kebijakan pemerintah daerah/pusat yang tidak konsisten antar satu dinas/instansi dengan lainnya

0.189 3 0.567

Jumlah (II) 0.456 1.368

(13)

I II Pertumbuhan III 3,0 IV V VI 2,0 VII VIII IX Total S k or EF E

Total Skor IFE

4.0 Kuat 3.0 Rata-rata 2.0 Lemah 1.0 Tinggi

Sedang

Lemah 1.0

Gambar 1. Posisi Pengembangan Tata Niaga Komoditi Eksport Biji Pala Matriks diatas menggambarkan nilai skor E FE sebesar 3.032 dan I FE 2.908 sehingga posisi pengembangan Tata Niaga komoditi eksport biji Pala berada pada kuadran II atau posisi sel dua (pertumbuhan) yang menunjukkan posisi strategi pertumbuhan dengan kata lain Tata Niaga Komoditi eksport biji Pala mempunyai tingkat keunggulan dalam faktor eksternal yang merupakan kontribusi dari tingginya faktor- faktor peluang. Strategi yang disarankan pada kondisi tersebut adalah bahwa harus merumuskan strategi pemasaran untuk menembus pasar, melakukan diversifikasi produk dan mengembangkan wilayah pasar yang dikuasainya. Kuadran I, II, dan IV dikenal dengan grow and build, kuadran III, V, dan VII adalah hold and maintain, sedangkan VI, VII, dan IX adalah Harvest and divesture.

Matriks SWOT

Matriks SWOT Pengembangan Tata Niaga Komoditi Eksport Biji Pala adalah sebagai berikut : Hasil formulasi dikelompokkan menjadi empat kelompok formulasi strategi yang terdiri dari strategi Kekuatan – Peluang (S– O) merupakan strategi Agresif, strategi Kekuatan – Ancaman (S–T) merupakan strategi Diferensiasi, strategi Kelemahan – Peluang (W–O) merupakan strategi Intensifikasi dan strategi Kelemahan – Ancaman (W–T) merupakan strategi Defensif (Tabel 9).

(14)

Internal

Eksternal

Kekuatan (S) Kelemahan

(W) 1. Tersedianya SD lahan yang

cukup

2. Tersedianya tenaga kerja yang cukup

3. Kesesuaian tempat tumbuh. 4. Kesesuaian agroklimat. 5. Budidaya Pala yang telah

lama ada (turun temurun) 6. Kedekatan dengan potensi

pasar.

7. Ke[ancaran transportasi penunjang.

8. Kedekatan dengan pelabuhan sebagai jalur transportasi antar daerah dan antar negara

1. Terbatasnya SD ahli 2. Teknologi pengolahan masih sederhana 3. Sistem informasi belum memadai 4. Kelembagaan belum efektif 5. Aspek Alih fungsi lahan 6. Terbatasnya modal petani

7. Sarana dan Prasarana penunjang yang belum memadai.

Peluang (O) S-O W-O

1.Peluang pasar DN dan LN

2. Kebijakan pemerintah yang mendukung pengembangan komoditi eksport biji Pala

3. Adanya sarana dan prasarana

penunjang pelabuhan eksport komoditi biji

1. perluasan areal perkebunan Pala

2. Peningkatan standart mutu pemasaran komoditi

eksport biji Pala 3. Peningkatan pemasaran

dan Tata Niaga biji Pala 4. Peningkatan standart

mutu komoti eksport biji Pala

5. eksport komoditi biji Pala melalui pelabuhan esport

1. Peningkatan kualitas SDM & teknologi melalui pelatihan ttg Standart mutu biji Pala 2. Pembangunan pusat informasi rempah 3. Penataan kelembagaan 4. Membuat regulasi tentang peraturan daerah terkait peningkatan

(15)

Pala.

4. Adanya Minat pedagang/bayers terhadap biji Pala dari Maluku/Ambon

Kota Ambon langsung ke bayer. pengembangan Tata Niaga eksport 5. Mengintensifkan penyuluhan budidaya, 6. Pembentukan LK dan permodalan Ancaman (T) S-T W-T 1.Tidak adanya pedagang eksport di kota Ambon 2. Kebijakan pemda atau pusat yang tidak konsisten antar satu dinas/instansi dengan lainnya 1. Perbaikan kebijakan yang mendukung keberadaan pedagang eksport di kota Ambon terkait pemasaran komoditi biji Pala dalam hal ini penggunaan pelabuhan eksport di Maluku/kota Ambon 2. Di intensifkannya

hubungan kerjasama yang sintentis antar instansi terkait dalam menangani Tata Niaga eksport komoditi biji Pala 1. Peningkatan Sarana dan prasarana penunjang terkait mutu dan pemasaran komoditi eksport biji Pala. 2. Perbaikan kualitas SDM dan teknologi 3. Perbaikan kebijakan / regulasi / peraturan daerah yang memihak terhadap pemasaran/tata niaga komoditi eksport biji Pala di Kota Ambon Hasil analisis matriks SWOT mengarah pada alternatif strategi yaitu :

1. Peningkatan Sarana dan prasarana penunjang terkait mutu dan pemasaran komoditi eksport biji Pala.

2. Perluasan areal pertanian

(16)

3. Penataan kelembagaan petani

4. Pemberdayaan lembaga keuangan dan permodalan

5. Peningkatan kualitas SDM dan teknologi melalui pelatihan-pelatihan. 6. Pembangunan pusat informasi rempah termasuk di dalamnya komodi Pala 7. Perbaikan kebijakan dan kelembagaan, khususnya pembuatan regulasi dan peraturan daerah yang mendukung tata niaga komoditi eksport biji Pala.

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa perhatian pemerintah sudah mulai nampak namun kebijakan belum cukup untuk meningkatkan pendapatan para Petani terutama dalam memperpendek Pola Pemasaran/Tata Niaga komoditi Pala. Yang ini terkait sarana dan prasarana penunjang yang belum memadai dan maksimal di upayakan serta belum adanya regulasi yang mengikat dan menguntungkan bagi usaha komoditi rempah/komoditi Pala dari Maluku termasuk Kota Ambon sebagai sentra pemasaran. Oleh karena itu, alternatif strategi yang mungkin dilakukan yaitu, peningkatan sarana dan prasarana penunjang terkait mutu dan pemasaran komoditi eksport biji Pala, perluasan areal pertanian, peningkatan standart mutu komoditi eksport biji Pala, penataan kelembagaan petani, pemberdayaan lembaga keuangan dan permodalan, peningkatan kualitas SDM dan teknologi melalui pelatihan-pelatihan, pembangunan pusat informasi rempah termasuk di dalamnya komodi Pala, dan perbaikan kebijakan dan kelembagaan, khususnya pembuatan regulasi dan peraturan daerah yang mendukung tata niaga komoditi eksport biji Pala.

Daftar Pustaka

BKKBN. 1998. Buku Pegangan Untuk Petugas Lapangan Mengenai Reproduksi Sehat. Jakarta : BKKBN, 33-34.

BPS. 2017. Statistik Pertanian tahun 2017. Jakarta : BPS, 22-27.

(17)

Fahmi, Irham., 2015. Manajemen Strategis. Bandung : CV Alfabeta, 53-58. Hadad, E.A., dan Hamid A. 1990. “Mengenal Berbagai Plasma Nutfah Pala di.

Daerah Maluku Utara”. Bogor : Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, 112-119.

Kaunang, Alvonda., C.B.D. Pakasi., J. Baroleh, dan J.N.K. Dumais., 2014. “Perbandingan Pendapatan Petani Pala Pada Berbagai Saluran Pemasaran Di Kecamatan Kauditan Kabupaten Minahasa Utara”. Cocos E-journal Unsrat. Vol 4 (6) : 1-30.

Lalopua, Herica F., A.M. Sahusilawane, Dan S.F.W. Thenu., 2019. “Peran Perempuan Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Rumah Tangga (Studi Kasus Kelompok Nunilai Negeri Hutumuri)”. Agrilan. Vol 7 No 1 : 49-64. Litbang Pertanian., 2018. “Teknik Budidaya Pala (Miristica Fragrans)., Bogor :

Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat”. 13-22.

Chelasea, Mea; Tomy Lolowang; Olvie Bennu, Dan Ribka Kumaat., 2014. “Analisis Usaha Dan Strategi Pengembangan Agroindustri Manisan Pala Di Kelurahan Aermadidi Kabupaten Minahasa Utara (Studi Kasus Di Ud. Murni)”. Cocos E-Journal Unsrat. Vol 4 (2) : 1-18.

Olong, Ibrahim., Marcus J. Pattinama, dan Maisie. T. F. Tuhumury. 2013. “Analisis Pemasaran Pala (Myristica Fragrans Houtt) di Desa Morella Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah”. Agrilan. Vol 1 (3) : 26-43. Pattiselanno, August E., E. Jambormias, Dan J.F. Sopamena., 2018. “Konstribusi

Komoditas Perkebunan Terhadap Penerimaan Rumah Tangga Di Kecamatan Nusaniwe Kota Ambon”. Agric. Vol. 30 (2) : 75-88.

Pattiselanno, August E., E. Jambormias, Dan J.F. Sopamena., 2018. “Strategi Nafkah Petani Perkotaan Pulau Kecil (Studi Kasus Kecamatan Leitimur Selatan Kota Ambon)”. Jurnal Sosial Humaniora. Vol 11 (2) : 104-120. Purseglove JW, Brown EG, Green SL, & Robbins SRJ. 1995. Spices. New York

: Longmans, 175-228.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2016. “Informasi Pertanian Tahun 2016”. Jakarta : Kementerian Pertanian, 137-144.

Rangkuti, Freddy., 2015. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 65-70

Singarimbun Masry., 2011. Metode Penelitian Survai. Jakarta : LP3ES, 46-62. Soekartawi. 2006. Analisis Usahatani. Jakarta : UI Press, 29-36

Sugiyono, 2011. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta, 58-67.

Todaro, P. 2017. Pembangunan Ekonomi. Edisi Kesebelas. Jakarta: Erlangga, 17-25.

Gambar

Tabel  1.    Luas  areal  dan  produksi  tanaman  perkebunan  rakyat  tanaman  Pala  di                Maluku  Maluku  (Tahun)  Luas Areal (Ha)  Jumlah Petani (KK)  Produksi (Ton)  2017  2016  2015  2014  2013  2012  2011  2010  31.642 30.436 27.275 28.426
Table 2.  Jumlah  dan  persentase  petani  Pala  berdasarkan  tingkat  pendidikan  responden di Kota  Ambon
Tabel  3.  Jumlah  dan  persentase  petani  Pala  berdasarkan  pekerjaan  utama  responden
Tabel  5  menggambarkan  luas  lahan  petani  di  Negeri  Latuhalat  tergolong  sempit  (&lt;  1  ha)  untuk  usahatani  Pala
+4

Referensi

Dokumen terkait

persamaan Schrodinger dengan menggunakan metode Step-Split dengan memvariasikan parameter seperti nilai Fourier dan wilayah periodanya: 15 dan 20, sehingga

Pengukuran iklim mikro dilakukan pada pohon palem uban (Washingtonia robusta) yang memiliki tinggi sekitar 10 meter dengan bentuk tajuk menjurai dan ditanam secara

Dengan mempertimbangkan pilihan-pilihan adaptasi yang dikembangkan PDAM dan pemangku kepentingan, IUWASH juga merekomendasikan untuk mempertimbangkan aksi-aksi adaptasi berikut:

Klemens Petrik Saing : “ Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ( Student Teams Achievment Divisions ) dengan Permainan Kartu untuk Meningkatkan Prestasi

dakwah yang efektif dalam pembinaan akhlak narapidana di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas II B Kabupaten Jeneponto adalah materi dakwah sesuai dengan metode

Berdasarkan lingkup kajian yang ada maka penelitian ini difoskuskan pada: (1) optimalisasi metode sintesis zeolit dari abu layang secara alkali hidrotermal untuk

dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Badan Pengawas Tenaga Nuklir tentang Sistem Manajemen Keamanan Informasi di Lingkungan Badan Pengawas

Kajian psikologi, yang masuk dalam wilayah keilmuan sosial, seharusnya bisa memberikan pandangan yang lebih arif tentang persoalan yang dihadapi manusia modern, bukan