• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 7 Hasil elektroforesis gen sitokrom b pada kuda Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Gambar 7 Hasil elektroforesis gen sitokrom b pada kuda Indonesia"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis DNA

Analisis Gen Sitokrom b

Analisis dengan menggunakan primer sitokrom b untuk mengamplifikasi bagian DNA mitokondria dilakukan pada kuda lokal Indonesia (Sumbawa). Produk PCR yang dihasilkan dielektroforesis dengan menggunakan gel agarose dan hasil elektroforesis disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7 Hasil elektroforesis gen sitokrom b pada kuda Indonesia

Berdasarkan hasil elektroforesis pada Gambar 7 diketahui berdasarkan

marker pada baris 1 bahwa gen sitokrom b pada kuda Indonesia yang terdapat

pada baris kedua ternyata teramplifikasi dan berada pada range marker 300 bp. Untuk mengetahui lebih lanjut keberadaan susunan gen dari sitokrom b tersebut, maka dilakukan kegiatan sekuensing. Hasil sekuensing dari produk PCR tersebut ditampilkan pada Gambar 8.

350 300 DNA Marker Produk PCR gen sitokrom b Kuda Indonesia

▸ Baca selengkapnya: seorang kuda selalu mempunyai

(2)

Gambar 8 Hasil sekuensing gen sitokrom b pada kuda Indonesia

CTTTT2 6 0T ACAGT TATA2 7 0GCTACAGCAT2 8 0TCATGGGCTA2 9 0TGTCCTACCA3 0 0TGAGGACAAA3 1 0TATCATTC TG3 2 0AGGGGCA AAT 1 3 0 TATCCGC TAC 1 4 0 CTCCAT GCCA 1 5 0 ACGG AGCATC 1 6 0 CATAT TCTTT 1 7 0 ATCTGCCTCT 1 8 0 TCAT TCAC GT 1 9 0 AGGAC GCG GC 2 0 0 CTCTACTACG 2 1 0 GCTCCTACAC 2 2 0 CTTCCTAGAA 2 3 0 ACATGAAACA 2 4 0 T TGG AATCAT 2 5 0 CCT ACT C TCC TC C TA 1 0 G G ATCT GCCT 2 0 A T CCTC CA AA 3 0 T CT T A ACAGG 4 0 CCTAT TCCT A 5 0 GCCATACACT 6 0 ACACAT CAGA 7 0 CACAACA ACC 8 0 GCCTT CTCAT 9 0 CC GTCAC TC A 1 0 0 CATC T GCCGA 1 1 0 GACGTGA ACT 1 2 0 ACGG A

(3)

Berdasarkan Gambar 8 diketahui bahwa jumlah basa nukleotida yang tersekuen pada gen sitokrom yang dilakukan pada kuda Indonesia adalah 326 bp dengan persentase basa nukleotida T = 27.2%; C = 30%; A = 26.9%; G = 15.8%. Berdasarkan Gambar 4 tersebut juga dapat dilihat hasil sekuensing cukup baik, dimana dalam setiap grafik yang menunjukan satu basa nukleotida hanya ditunjukan oleh singel fic dominan yang muncul, tanpa terjadi penumpukan. Hasil sekuensing hanya pada awal sekuensing terlihat kurang baik karena terjadi penumpukan grafik. Hasil blast dari sekuen kuda Indonesia dengan data genbank disajikan pada Gambar 9.

Kuda Ind 4 CCTCCTAGGA-TCTGCCTA-TCCTCCAAATCTTAACAGGCCTATTCCTAGCCATACACT 60

DQ223539 105 ...A...A... 163

DQ297662 105 ...A...A... 163

DQ297661 105 ...A...A... 163

DQ297658 105 ...A...A... 163

Kuda Korea 14292 ...A...A... 14350

Kuda Aus 14292 ...A...A... 14350

Kuda Ind 61 ACACATCAGACACAACAACCGCCTTCTCATCCGTCACTCACATCTGCCGAGACGTGAACT 120 DQ223539l 164 ...G...T...T.... 223 DQ297662l 164 ...G...T...T.... 223 DQ297661l 164 ...G...T...T.... 223 DQ297658l 164 ...G...T...T.... 223 Kuda Korea 14351 ...G...T...T.... 14410 Kuda Aus 14351 ...G...T...T.... 14410

Kuda Ind 121 ACGGATGAATTATCCGCTACCTCCATGCCAACGGAGCATCCATATTCTTTATCTGCCTCT 180 DQ223539 224 ...A...T... 283

DQ297662 224 ...A...T... 283

DQ297661 224 ...A...T... 283

DQ297658 224 ...A...T... 283

Kuda Korea 14411 ...T...A...T... 14470

Kuda Aus 14411 ...T...A...T... 1447

Kuda Ind 181 TCATTCACGTAGGACGCGGCCTCTACTACGGCTCCTACACCTTCCTAGAAACATGAAACA 240 DQ223539 284 ...T...A...G... 343

DQ297662 284 ...T...A...G... 343

DQ297661 284 ...T...A...G... 343

DQ297658 284 ...T...A...G... 343

Kuda Korea 14471 ...T...A...G... 14530

Kuda Aus 14471 ...T...A...G... 14530

Kuda Ind 241 TTGGAATCATCCTACTTTTTACAGTTATAGCTACAGCATTCATGGGCTATGTCCTACCAT 300 DQ223539 344 ...C... 403 DQ297662 344 ...C... 403 DQ297661 344 ...C... 403 DQ297658 344 ...C... 403 Kuda Korea 14531 ...C... 14590 Kuda Aus 14531 ...C... 14590

Kuda Ind 301 GAGGACAAATATCATTCTGAGGGGCA 326 DQ223539 404 ....C...C..T... 425 DQ297662 404 ....C...C..T... 425 DQ297661 404 ....C...C..T... 425 DQ297658 404 ....C...C..T... 425 AY584828 14591 ....C...C..T... 14612 X79547 14591 ....C...C..T... 14612

(4)

Berdasarkan hasil blast pada Gambar 9 diketahui bahwa homologi gen terjadi

pada basa nukleotida 4 sampai dengan 326. sehingga data basa nukleotida ke-1 sampai 3 tidak digunakan. Pada susunan basa ke-4 sampai 60 terdapat dua basa nukleotida yang hilang dibandingkan dengan basa dari genbank, sedangkan pada basa 61 sampai dengan 300 terdapat 9 basa yang tidak tersekuen dengan baik dimana basa tersebut tidak cocok dengan genbank dan juga berdasarkan pensejajaran grafik menggunakan program trace editor ternyata hasilnya kurang baik, sehingga data basa tersebut mengikuti basa yang telah ada di genbank. Basa nukleotida yang tidak tersekuen dengan baik tersebut ditandai dengan huruf basa yang berwarna merah. Pada sekuen sitokrom b pada Gambar 5 terdapat 4 pasang basa yang tidak dimiliki genbank tetapi hasilnya menunjukan grafiknya bagus ketika diperiksa dengan trace editor, sehingga empat situs basa tersebut yang terletak pada basa 133, 305, 314 dan 317 dapat dikategorikan situs variable, sedangkan motif konservatif ditemui pada susunan basa 3-132, 134-303, 305-313, dan 318-326. Motif konservatif dan juga variabel tersebut dapat menjelaskan keberadaan lokal Indonesia yang akan menjadi penanda genetik yang cukup diperlukan untuk identifikasi dan karakteristik kuda Indonesia dibandingkan dengan kuda bangsa lain. Menurut Aripin (2004) mengemukakan bahwa analisis homologi dapat dipergunakan untuk mempelajari struktur basa nukleotida gen, identifikasi gen dan juga melihat kekerabatan. Keberadaan lokal perlu dijaga kemurniannya sebagai bahan baku genetik. Untuk menjaganya perlu pengembangan bibit murni terutama diwilayah aslinya dengan strategi pada wilayah tersebut tidak boleh ada introduksi kuda dari luar, sehingga tidak terjadi kehilangan atau penurunan genetik bibit unggul kuda lokal Indonesia. Berdasarkan nilai homologi dapat disusun pohon kekerabatan antar kuda.. Hasil perhitungan jarak genetik kuda Indonesia dengan data kuda di genbank pada gen sitokrom b disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Jarak genetik kuda Indonesia dengan kuda di genbank

Kode Kuda 1 2 3 4 5 6 1 2 0.00935 3 0.00935 0.00000 4 0.00935 0.00000 0.00000 5 0.00935 0.00000 0.00000 0.00000 6 0.01566 0.00623 0.00623 0.00623 0.00623 7 0.01566 0.00623 0.00623 0.00623 0.00623 0.00000 Keterangan : kuda Indonesia = 1; kuda LN (luar negeri) = 2, 3, 4, 5; kuda Jeju Korea = 6; Kuda Australia = 7

(5)

Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa jarak genetik kuda Indonesia dengan kuda dari data genbank cukup jauh terutama kuda Korea dan kuda dari Australia yang memiliki basa mitokondria lengkap 16660 bp (Nilson et al. 2003), maupun dengan kuda luar negeri (LN) lainnya. Kuda Korea dengan kuda Australia mempunyai jarak genetik sangat dekat sehingga tidak terjadi evolusi yang berarti diantara mereka, sedangkan jarak genetik keempat kuda LN adalah sangat dekat, kemungkinan berasal dari breed kuda yang sama. Rata-rata jarak genetik dari overall semua kuda tersebut adalah 0.00563. Sebuah konstruksi dari pohon filogenetik yang berasal dari jarak genetik disajikan pada Gambar 10.

DQ297662 DQ297658 DQ223539 DQ297661

Kuda Lokal Jeju Korea Kuda dari Australia Kuda Indonesia (Sumba)

24 18

89 84

Gambar 10 Pohon filogenetik kuda lokal Indonesia dengan kuda di genbank.

Berdasarkan pohon filogenetik pada Gambar 10 diketahui bahwa nilai

bootstrep dari pembentukan pohon genetik tersebut cukup naik karena memiliki nilai

lebih dari 85%.Dari pohon filogenetik tersebut kuda Indonesia memiliki perbedaan dengan kuda lain dari genbank. Hal tersebut dapat dilihat dari posisi kuda Indonesia yang berada diluar cluster kuda lain. Jauhnya jarak genetik dan jauhnya cluster kuda Indonesia menunjukan adanya aliran genetik dan juga kekerabatan yang cukup jauh dengan kuda lain, sehingga program persilangan untuk mencapai heterosis maksimal dapat dilakukan dengan baik kerena jauhnya kekerabatan.

Analisis Gen 12S RNA

Pada sampel kuda lokal Indonesia (Sumbawa) yang diamplifikasi dengan sitokrom b, seperti pada penjelasan sebelumnnya. Maka pada bagian ini akan dibahas mengenai amplifikasi bagian dari DNA mitokondria kuda lokal Indonesia yaitu 12S RNA dengan menggunakan primer 12S. Hasil PCR dengan primer 12S telah dielektroforesis dan hasilnya di tampilkan pada Gambar 11.

(6)

Gambar 11 Hasil elektroforesis gen 12S RNA pada kuda Indonesia

Berdasarkan hasil elektroforesis pada Gambar 11 diketahui bahwa DNA yang

teramplifikasi menggunakan primer 12S mempunyai jumlah basa nukleotida pada range marker 400 bp. Hasil PCR yang telah dielektroforesis tersekun kemudian di sekuen. Hasil sekuensing dari DNA mitokondria 12S RNA tersebut ditampilkan pada Gambar 12.

400 350 300 DNA Marker Produk PCR gen 12S RNA Kuda Indonesia

(7)

Gambar 12 Hasil sekuen 12S RNA pada kuda lokal Indonesia AAA TTT TG1G0C CTTT TATC2C0A C AA CA AA3AG0CT AT T C GCC4A0G AGT ACTAC5T0AG CAACA GC6C0TAAAACTCA7A0AG GACTT G G8C0G GTGCTT TA9C0ATCCCTC T1AG0A0G GAGCCT 1GT1T0CCATAATC1G2A0TAAACCCC1G3A0 TAAACCC1CA4C0CATCCC T1TG5C0TAATTC AG1C6C0TATATACC1G7C0CATC T TC1AG8C0AA ACCC T1AA9A0C AAGGT AC2C0G0AAGTAAGC2 A1C0AAATATCC2 A2A0CATAAAA2AC3G0TTAGG TC2AA4G0G TGT AGCC2 C5A0TGG G ATGG2 A6G0 AG AAATG G2G7C0TAC ATTT2TC8T0ACCC TAAG2 A9A0C AAG AAC3TT0T0AACCC GG3AC1G0A AAGTC T3CC2A0TG AAAC TG3G3A0G AC TAAAG3G4A0G G ATTTA3GC5A0G TAAAT T3AA6G0AATAG AG A3G7C0TT AATTG3AA8T0C AGGCC AT 9 0 AAGC GC GC4AC0A0CAC CGCCC4G1T0C ACCCTC T

(8)

Berdasarkan hasil sekuen pada Gambar 12 menunjukan bahwa ternyata hasil PCR tersebut tersekuen basa nuklueotida sebanyak 419 bp. Hasil sekuen tersebut terdiri dari basa nukleotida T = 20.4%; C = 26.0%; A = 34.4%; G = 19.1%. Berdasarkan grafik pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa terdapat single pic dominan sebagai representasi dari basa nukleotida, sehingga hasil sekuen tersebut dapat dikategorikan hasil sekuen yang cukup baik. Hasil sekuen tersebut kemudian di alignment dengan program blast. Hasil blast tersebut disajikan pada Gambar 13.

Kuda Ind 27 AAAGCTATTCGCCAGAGTACTACTAGCAACAGCCTAAAACTCAAAGGACTTGGCGGTGC 85

Kuda Korea 550 ... 608

Kuda Aus 550 ... 608

AY012147(LN1) 478 ... 536

U02581(LN2) 34 ... 92

Kuda Ind 86 TTTACATCCCTCTAGAGGAGCCTGTTCCATAATCGATAAACCCCGATAAACCCCACCATC 145 Kuda Korea 609 ... 668

Kuda Aus 609 ... 668

AY012147(LN1) 537 ... 596

U02581(LN2) 93 ... 152

Kuda Ind 146 CCTTGCTAATTCAGCCTATATACCGCCATCTTCAGCAAACCCTAAACAAGGTACCGAAGT 205 Kuda Korea 669 ... 728

Kuda Aus 669 ... 728

AY012147(LN1) 597 ... 656

U02581(LN2) 153 ... 212

Kuda Ind 206 AAGCACAAATATCCAACATAAAAACGTTAGGTCAAGGTGTAGCCCATGGGATGGAGA 262 Kuda Korea 729 ... 785

Kuda Aus 729 ... 785

AY012147(LN1) 657 ... 713

U02581(LN2) 213 ...C... 269

Kuda Ind 263 GAAATGGGCTACATTTTCTACCCTAAGAACAAGAACTTTAACCCGGACGAAAGTCTCCAT 322 Kuda Korea 786 ... 845

Kuda Aus 786 ... 845

AY012147(LN1) 714 ... 773

U02581(LN2) 270 ... 329

Kuda Ind 323 GAAACTGGAGACTAAAGGAGGATTTAGCAGTAAATTAAGAATAGAGAGCTTAATTGAA 380 Kuda Korea 846 ... 903

Kuda Aus 846 ... 903

AY012147(LN1) 774 ... 831

U02581(LN2) 330 ...G... 387

Kuda ind 381 TCAGGCCATGAAGCGCGCACACACCGCCCGTCACCCTC 418 Kuda Korea 904 ... 941

Kuda Aus 904 ... 941

AY012147(LN1) 832 ... 869

U02581(LN2) 388 ... 405

Gambar 13 Hasil blast sekuen 12s RNA pada kuda Indonesia

Berdasarkan hasil blast terhadap kuda lokal Indonesia yang ditampilkan pada

Gambar 13 menunjukan bahwa situs atau motif konservatif ditemui disemua sekuen. Situs yang dapat dijadikan situs variabel terdapat pada basa ke-215 dan 335 dan itupun hanya ditemui pada kuda LN 2. Berdasarkan situs konservatif dan variabel pada kuda lokal Indonesia maka pada 12S RNA tersebut tidak dapat dijadikan penanda genetik

(9)

yang baik untuk keberadaan lokal, karena tidak memiliki motif yang spesifik pada kuda lokal Indonesia. Hasil dari homologi gen, kemudian dihitung jarak genetiknya. Hasil perhitungan jarak genetik ditampilkan pada Tabel 6.

Tabel 6 Nilai jarak genetik kuda Indonesia dengan data genbank.

Kode Kuda Kuda Indonesia (1)

Kuda Jeju Korea (2)

Kuda LN 1 (3)

Kuda dari Australia (4) Kuda LN 2 (5) 1 2 0.00000 3 0.00000 0.00000 4 0.00000 0.00000 0.00000 5 0.00541 0.00541 0.00541 0.00541

Keterangan : LN 1 = Kuda luar negeri 1; LN 2 = Kuda luar negeri 2

Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa kuda Indonesia dibandingkan dengan kuda Korea, kuda LN1 dan kuda dari Australia memiliki jarak genetik yang sangat dekat. Jarak genetik yang cukup jauh terdapat pada kuda LN2. Rata-rata jarak genetik diantara kuda-kuda tersebut adalah 0.00216. Berdasarkan jarak genetik kemudian dibuat sebuah pohon filogenetik yang disajikan pada Gambar 14.

Kuda Indonesia(Sumbawa) kuda Jeju

Kuda LN 1

Kuda dari Australia Kuda LN 2

32

26

Gambar 14 Pohon filogenetik kuda Indonesia dengan data genbank pada gen 12 S RNA Berdasarkan pohon filogenetik pada Gambar 14 diketahui bahwa kuda Indonesia satu cluster dengan kuda Korea, serta memiliki kekerabatan yang cukup dekat dengan kuda Austalia dan LN1, tetapi mempunyai kekerabatan yang jauh dengan kuda LN2.

Kuda lokal Indonesia (Sumbawa) kemudian dialignment dan dibuat sebuah pohon filogenetik yang membandingkannya dengan kuda Thorougbred, Kuda G4 dan KPI yang juga telah diamplifikasi menggunakan primer 12 s yang sama digunakan pada kuda lokal Indonesia (sumbawa). Sebuah pohon filogenetika antara kuda lokal Indonesia dibandingkan keturunan grading up serta kuda import Thorougbred disajikan pada Gambar 15.

(10)

Kuda G4 (keturunan Priangan) Kuda Thorougbred (Australia) Kuda KPI (keturunan Sumba) Kuda G0 (Sumbawa)

Gambar 15 Filogenetik kuda lokal Indonesia dengan kuda grading up dan Thorougbred Berdasarkan pohon filogenetik pada Gambar 14 diketahui bahwa kuda lokal Indonesia (G0) memiliki kekerabatan dekat dengan kuda KPI dan mempunyai kekerabatan yang cukup jauh dengan kuda Thorougbred dan G4. Sehingga grading up yang dilakukan dengan kuda lokal Indonesia dengan kuda Thorougbred merupakan strategi yang cukup bagus mengingat pentingnya muncul efek heterosis akan terjadi jika kekerabaatan bangsa kuda yang disilangkan cukup jauh.

Pola Pemotongan Enzim Restriksi

Sebagai upaya untuk mengetahui kespesifikan gen sitokrom b pada kuda lokal Indonesia maupun kuda LN dari genbank, maka digunakan beberapa enzim restriksi untuk melihat motif situs pemotongan dengan enzim pemotong tertentu. Enzim yang digunakan adalah EcoNI, HaeII, HaeIII, HindIII, HinfI, EaeI, EcoRI, EcoRV, NheI, BamHI, MstII, TaqI, NotI, AluI. Hasil pemotongan pada sekuen kuda lokal Indonesia dan kuda di Genbank disajikan pada Gambar 16

(11)

Kuda lokal Indonesia (Sumba)

CCTCCTAGGA-TCTGCCTA- HaeIII

TCCTCCAAATCTTAACAGGICCTATTCCTAGCCATACACTACACATCAGACACGACAACTGCCTTCTCATCCGTCACTCACATCTGCC GAGACGTTAACTACGGATGAATTATCCGCTACCTCCATGCCAACGGAGCATCAATATTTTTTATCTGCCTCTTCATTCACGTAGGACG HaeIII AluI

CGGICCTCTACTACGGCTCTTACACATTCCTAGAGACATGAAACATTGGAATCATCCTACTTTTCACAGTTATAGICTACAGCATTCA TGGGCTATGTCCTACCATGAGGACAAATATCATTCTGAGGGGC

Fragmen sitokrom b (321bp) terbentuk 3 fragmen oleh HaeIII 37bp 159bp 125bp

2 fragmen oleh AluI 266 bp 55 bp

Kuda Luar Negeri (Genbank)

HinfI HaeIII

CCTCCTAGGIAATICTGCCTAATCCTCCAAATCTTAACAGGICCTATTCCTAGCCATACACTACACATCAGACACGACAACTGCCTTC TCATCCGTCACTCACATCTGCCGAGACGTTAACTACGGATGAATTATCCGCTACCTCCATGCCAACGGAGCATCAATATTTTTTATCT HaeIII HinfI

ccCTCTTCATTCACGTAGGACGCGGICCTCTACTACGGCTCTTACACATTCCTAGAGACATGAAACATTGGIAATICATCCTACTTTT AluI HaeIII

cacAGTTATAGICTACAGCATTCATGGGCTATGTCCTACCATGAGGICCAAATATCCTTTTGAGGGGCA

Fragmen sitokrom b (321bp) terbentuk 5 fragmen oleh hinFI 9 bp, 3 bp, 232bp, 3 bp, 79 bp 4 fragmen oleh HaeIII 39 bp, 159 bp, 105 bp, 22 bp 2 fragmen oleh AluI 269 bp, 56 bp

Gambar 16 hasil pemotongan enzim restriksi pada sitokrom b

Berdasarkan Gambar 16 diketahui bahwa penggunaan 14 enzim restriksi hanya dua yang dapat memotong kuda lokal Indonesia yaitu HaeIII (tiga situs pemotongan) dan AluI (satu situs pemotongan), tetapi pada sekuen kuda dari genbank terdapat 3 enzim restriksi yang dapat memotongnnya yaitu HinfI (dua situs pemotongan), HaeIII (tiga situs pemotongan) dan AluI (satu situs pemotongan). Situs pemotongan tersebut sebagai marker untuk mengetahui keberadaan lokal kuda Indonesia. Pada gen 12S dicoba digunakan 14 enzim restriksi yang hasilnya disajikan pada Gambar 17.

AluI

CCACAACAAAGICTATTCGCCAGAGTACTACTAGCAACAGCCTAAAACTCAAAGGACTTGGCGGTGCTTTACATCCCTCTAGAGGAGC TaqI

CTGTTCCATAATICGATAAACCCCGATAAACCCCACCATCCCTTGCTAATTCAGCCTATATACCGCCATCTTCAGCAAACCCTAAACA AGGTACCGAAGTAAGCACAAATATCCAACATAAAAACGTTAGGTCAAGGTGTAGCCCATGGGATGGAGAGAAATGGGCTACATTTTCT ACCCTAAGAACAAGAACTTTAA

Fragmen 12S RNA (284bp) terbentuk 2 fragmen oleh AluI 11bp 273bp 2 fragmen oleh TaqI 99bp 185bp

(12)

Berdasarkan Gambar 16 diketahui bahwa penggunakan 14 enzim restriksi untuk memotong sekuen gen 12S pada kuda lokal Indonesia dapat dilakukan oleh AluI (satu situs pemotongan) dan TaqI (satu situs pemotongan). Pemotongan dengan enzim restriksi sebagai penanda menjadi kurang baik jika dilakukan pada gen 12S karena motif konservatifnya dimiliki pula oleh sekuen kuda lain sehingga akan menyulitkan dalam mengidentifikasi kelokalan kuda Indonesia dan gen 12S ini sepertinya memiliki aliran genetik evolusi yang sangat lambat.

(13)

39

Analisis Ukuran Tubuh Kuda

Ukuran-ukuran tubuh ternak dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin. Peningkatannya akan terjadi seiring dengan bertambahnya umur ternak, begitu pula, ternak jantan mempunyai ukuran tubuh yang lebih besar dari betina. Hasil pencatatan dan pengukuran terhadap 18 ekor kuda persilangan didapatkan ukuran-ukuran tubuh ternak yang dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Penampilan kecepatan pacu dan ukuran tubuh kuda yang berprestasi

Parameter Rerata + SD Koefisien Keragaman

(%) Kecepatan Tinggi Pundak Panjang badan Lebar dada Panjang bahu Tinggi punggung 15.707 m/det + 0.692 154.89 cm + 4.17 144.08 cm + 8.56 34.167 cm + 1.79 68 cm + 2.68 148.62 cm + 3.19 4.4 2.7 5.9 5.2 3.9 2.1

Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 7 tersebut menunjukkan bahwa rerata kecepatan pacu, dan ukuran tubuh relatif tidak bervariasi. Nilai kecapatan dan ukuran tubuh seperti yang ditampilkan pada Tabel 7 merupakan niali ideal untuk menjadi kuda pacu yang unggul. Koefisien keragaman sebagai suatu ukuran keragaman relatif pada ternak kuda yang di amati tidak menunjukan koefisien keragaman yang tinggi pada parameter yang diamati, hal tersebut dapat disebabkan diambilnya sampel yang hanya berasal dari kuda yang berprestasi, sehingga mempunyai nilai yang relatif seragam dan hanya sedikit menunjukan sedikit keragaman dimana pada nilai koefisien keragamannya tidak ada yang melebihi 7 %. Nilai keragaman yang kecil tersebut menunjukan adanya variasi ukuran tubuh antar individu kuda yang rendah.

Pertumbuhan merupakan tampilan dari suatu perubahan ukuran, bentuk, komposisi dan struktur tubuh yang secara normal akan meningkatkan ukuran dan bobot hidup hewan.. Apabila ditelusuri lebih lanjut, ukuran-ukuran tubuh tertentu mengalami peningkatan seiring bertambahnya umur dan ukuran-ukuran tubuh tersebut nantinya akan mengalami kondisi tetap. Kondisi tubuh yang hampir tetap dan tidak berubah dengan keragaman yang rendah biasanya terjadi pada waktu

(14)

40

tertentu (dewasa tubuh). Perkembangan tulang kerangka yang telah sempurna terjadi pada kondisi dewasa tubuh dan ukuran-ukuran tubuh yang terkait langsung dengan tulang kerangka ukurannya relatif tidak berubah.

Hubungan antara Ukuran Tubuh Kuda

Analisis korelasi secara umum digunakan untuk mengetahui keterkaitan antara dua peubah atau lebih peubah pada satu sampel yang sama. Beberapa teknik analisis dapat digunakan untuk melihat ada tidaknya hubungan antara peubah tersebut. Analisis korelasi yang digunakan adalah korelasi dua peubah dengan kesimpulan bahwa semakin besar koefisien korelasi atau mendekati + 1 atau – 1, berarti hubungan antara dua peubah tersebut sangat erat. Korelasi yang bernilai positif atau negatif dapat terjadi karena beragamnya ukuran tubuh ternak yang di amati. Korelasi positif dicirikan dengan meningkatnya suatu sifat, maka akan meningkatkan sifat yang lain, sedangkan korelasi negatif ditunjukan dengan meningkatnya suatu sifat, maka akan menurunkan sifat yang lain. Berdasarkan analisis korelasi terhadap ternak kuda didapat hasil korelasi seperti yang dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Korelasi antara ukuran-ukuran tubuh kuda

Ukuran Tubuh TP PB LD PBH

PB 0.341

LD -0.012 0.195

PBH 0.404 0.225 0.221

TPG 0.899 0.330 -0.081 0.464

Keterangan : TP = tinggi pundak; PB = panjang badan; LD = lebar dada; PBH = panjang bahu

Berdasarkan nilai koefisien korelasi pada Tabel 8 di ketahui bahwa korelasi tertinggi terdapat pada tinggi pundak dengan tinggi punggung (0.899) dan korelasi terendah terdapat pada lebar dada dengan tinggi punggung (-0.081)

Hubungan Kecepatan dengan Ukuran Tubuh

Penampilan luar dari kuda yang dilihat berdasarkan ukuran tubuh digunakan untuk menentukan tipe kuda dengan kemampuan pacu yang cepat. Ukuran-ukuran tubuh yang digunakan untuk menduga kemampuan pacu kuda adalah tinggi pundak, panjang badan, lebar dada, panjang bahu, dan tinggi punggung.

(15)

41

Penggunaan ukuran-ukuran tubuh untuk menduga kecepatan pacu dilakukan karena kepraktisan dan memudahkan dalam penilaian. Sehingga didapatkan kisaran pendekatan kecepatan pacu yang mendekati hasil sebenarnya dari seekor kuda. Oleh sebab itu perlu diketahui keeratan hubungan antara kecepatan pacu dengan ukuran-ukuran tubuh tersebut sebagai penduga. Meski demikian, penggunaan alat yang memudahkan dalam pengerjaannya juga perlu diperhatikan. Apabila faktor penduga kecepatan telah didapat, tetapi pengadaan alat pendukung untuk mendapatkan data penduga tersebut sulit didapat dan harganya relatif mahal maka perlu dicari faktor penduga lainnya, maka sebaiknya dicari penduga lain yang memudahkan untuk aplikasinya dilapangan, yaitu mudah dan murah. Hubungan antara ukuran tubuh dan kecepatan pacu disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Nilai korelasi antara kecepatan pacu dengan ukuran-ukuran tubuh kuda

Ukuran Tubuh Koefisien Korelasi

Panjang Badan (cm) Lebar Dada (cm) Tinggi Pundak (cm) Tinggi Punggung (cm) Panjang Bahu (cm) -0.523* -0.277 tn -0.108 tn -0.036tn -0.014 tn

Keterangan : P>0.05 (tn= tidak nyata); P<0.05 (* = nyata)

Analisis korelasi ukuran-ukuran tubuh terhadap kecepatan pacu didapatkan hasil yang sangat beragam, karena penampilan seekor kuda terkait dengan hasil dari suatu proses yang berkesinambungan dalam seluruh hidup kuda tersebut. Kecepatan pacu kuda secara umum mempunyai hubungan yang negatif dengan ukuran-ukuran tubuh. Berdasarkan Tabel 9 diketahui bahwa korelasi tertinggi terjadi pada panjang badan dengan kecepatan pacu (-0.523), diikuti dengan lebar dada (-0.277 tn), tinggi pundak (-0.108 tn), tinggi punggung (-0.036tn), panjang bahu (-0.014 tn) dengan kecepatan pacu. Berdasarkan uraian tersebut dapat disebutkan, bahwa tidak semua ukuran tubuh berkorelasi nyata dengan kecepatan pacu. Identifikasi sifat yang berkorelasi dengan kecepatan pacu mempunyai arti penting dengan berbagai sifat yang dapat diukur. Sehingga menjadi penting bagi

(16)

42

penilik dalam memilih kuda dengan memperhatikan ukuran tubuhnya.dengan melihat bagian panjang badannya atau lebar dadanya.

Keeratan hubungan secara tidak langsung bisa terjadi, kondisi tersebut mengisyaratkan bahwa korelasi sangat mungkin terjadi bukan sebagai akibat saling pengaruh-mempengaruhi secara lansung, tetapi akibat satu atau lebih faktor lain yang mempengaruhi kedua ciri tersebut. Kuda dengan kecepatan kuda yang cukup tinggi memiliki lebar dada yang tidak terlalu besar dan juga panjang badan yang tidak terlalu panjang. Berdasarkan penjelasan sebelumnya kecepatan pacu merupakan performa yang sangat dipengaruhi banyak gen (poligen), sehingga memperhatikan sedikit parameter kurang mewakili kondisi yang menyebabkan kemampuan pacu. Keeratan hubungan telah diperlihatkan antara kecepatan pacu dengan ukuran-ukuran tubuh. Berdasarkan keeratan tersebut dapat dibuat suatu persamaan regresi berdasarkan analisis regresi terbaik.

Persamaan Regresi Kecepatan dengan Ukuran Tubuh

Analisis regresi yang digunakan untuk mengetahui peubah yang paling sesuai digunakan untuk menggambarkan hubungan antara kecapatan pacu dengan ukuran-ukuran tubuh, meliputi analisis regresi linear dan analisis regresi ganda. Penggunaan kedua analisis regresi ini dimaksudkan karena model yang relatif sederhana, realistik dengan tingkat akurasi yang cukup tinggi dan mudah dalam penerapannya dilapangan. Pemilihan kedua model ini memperhatikan ketepataan peubah yang digunakan, sehingga didapatkan model yang sesuai. Analisis dengan persentase koefisien determinasi (R2) tertinggi atau mendekati 100% adalah yang diambil sebagai model persamaan regresi. Faktor penduga yang digunakan dalam persamaan regresi menggunakan metode best subset. Metode tersebut merupakan metode mencari kombinasi peubah yang dapat digunakan sebagai penduga dengan memperhatikan (R2) dan c-p, dimana persamaan terbaik mempunyai nilai (R2) yang tinggi dengan c-p yang kecil. Kombinasi penduga berdasarkan best subset disajikan pada Tabel 10 yang menunjukan persamaan regresi dengan penggunaan peubah-peubah yang paling sesuai untuk menduga kecepatan pacu.

(17)

43

Tabel 10 Kombinasi peubah berdasarkan best subset

(R2) c-p Tinggi

pundak

Panjang badan

Lebar dada Panjang

bahu Tinggi punggung 27.4 7.7 30.6 29.5 32.6 32.0 32.9 32.9 33.8 -0.8 2.7 0.6 0.8 2.2 2.3 4.1 4.2 6.0 X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X

Berdasarkan Tabel 10 diketahui bahwa penggunaan kombinasi penduga yang semakin banyak akan meningkatkan kehandalan sebuah persamaan regresi. berdasarkan informasi nilai (R2) dan c-p dengan pertimbangan jumlah penduga yang lebih sedikit agar memudahkan aplikasi dilapangan, maka persamaan regresi yang cukup baik adalah dengan menggunakan persamaan regresi linear dengan peubah panjang badan sebagai predictor kecepatan pacu sebagai respon. Untuk melihat bentuk persamaan regresi berdasarkan best subset di atas, disajikan pada tabel 11.

Tabel 11 Persamaan regresi kecepatan pacu dengan ukuran-ukuran tubuh kuda

Bentuk Regresi Persamaan Regresi R2(%) P Regresi Linear Regresi Kubik Regresi Kuadratik Regresi Berganda Kec = 19.3632 – 0.107 LD Kec = 21.8 - 0.0423 PB Kec = 64.2223 - 0.625071 PB + 0.0019946 PB2 Kec = 724.778 - 14.1974 PB + 0.0946728 PB2 - 0.0002103 PB3 Kec = 23.8 – 0.0394 PB – 0.0702 LD Kec = 17.4 – 0.0464 PB + 0.0334 TPG Kec = 21.9 – 0.0417 PB – 0.0808 LD + 0.0384 PBH Kec = 20.0 – 0.0431 PB – 0.0628 LD + 0.0276 TPG Kec = 19.0 – 0.0378 TB – 0.0424 PB –0.0582 LD + 0.072 TPG Kec = 20.1 – 0.0433 PB – 0.0743 LD + 0.0301 PBH + 0.0155 TPG Kec = 19.2 – 0.0350 TB – 0.0426 PB – 0.0692 + 0.0278 PBH + 0.057 TPG 7.7 27.4 34.8 40.8 30.6 29.5 32.6 32.0 32.9 32.9 33.8 0.266 0.026 0.041 0.056 0.065 0.073 0.127 0.134 0.234 0.234 0.356

Keterangan : P>0.05 (tn= tidak nyata); P<0.05 (* = nyata); TP = tinggi pundak; PB = panjang badan; LD = lebar dada; PBH = panjang bahu; Kec = kecepatan

Berdasarkan Tabel 11 pasangan kombinasi pada persamaan regresi linear ganda tidak perlu berkaitan dengan derajat koefisien korelasi yang dimiliki masing-masing peubah bila berdiri sendiri-sendiri. Pengkombinasian antar peubah-peubah bebas dalam menentukan kecepatan dapat meningkatkan atau malah menurunkan dugaan Hal tersebut berkaitan dengan pengaruh komplementer

(18)

44

dari pola kombinasi yang ada. Berdasarkan analisis pada Tabel 10 dapat diketahui bahwa persamaan regresi terbaik dengan factor penduga kecepatan pacu yang paling handal adalah penggunaan panjang badan (PB) dalam regresi kuadratik, kubik dan linear.

Pada Penggunaan model regresi berganda penggunaan model yang cukup handal dapat menggunakan kombinasi peubah panjang badan, lebar dada dengan panjang bahu untuk menduga kecepatan pacu kuda. Model-model tersebut adalah persamaan regresi yang cukup handal dari percobaan penggunaan peubah bebas lain pada masing-masing analisis, tetapi dalam penerapannya dilapangan untuk regresi berganda kurang praktis dibandingkan regresi linear, karena memerlukan informasi pendukung yang lebih banyak untuk menentukan respon yang akan diduga. Sehingga penggunaan regresi sederhana dengan model linear, kubik maupun kuadratik untuk menduga kecepatan pacu lebih sesuai untuk diterapkan dilapangan, selain itu penggunaannya didukung oleh nilai koefisien determinasi yang cukup tinggi serta tingkat signifikansi persamaan regresi yang nyata. Penggunaan persamaan regresi dengan peubah panjang badan merupakan penduga kecepatan pacu paling handal.

(19)

45

Analisis Silsilah

Prestasi atau tidaknya keturunan kuda sangat dipengaruhi asal tetuanya. Untuk mengetahui pengaruh dari asal tetua terhadap prestasi kuda keturunan up

grading nya ditampilkan pada Tabel 12.

Tabel 12 Prestasi keturunan G1, G2, G3, G4 dan KPI dari kuda lokal (G0) yang berbeda

Kuda Lokal

Lokal sumba Lokal Priangan Lokal Jawa

Timur

Lokal Minahasa Keturunan Prestasi Tidak

Prestasi Prestasi Tidak Prestasi Prestasi Tidak Prestasi Prestasi Tidak Prestasi G1 G2 G3 G4 KPI Total % 2 1 2 4 0 9 37.5 4 4 3 2 2 15 62.5 3 2 4 1 - 10 43 0 5 3 5 - 13 57 1 1 2 0 - 4 67 0 0 0 2 - 2 33 0 0 0 - - 0 0 1 1 1 - - 3 100

Berdasarkan Tabel 12 diketahui bahwa persentase keturunan kuda yang banyak berprestasi berasal dari tetua kuda betina lokal Jawa Timur yang diikuti oleh lokal Priangan, Sumba dan Minahasa. Tetapi keberadaan keturunan lokal Jawa Timur kurang mewakili dalam populasi begitupula untuk lokal Minahasa sehingga belum bisa menggambarkan kondisi sebenarnya. Pada perbandingan antara kuda keturunan lokal Priangan dan Sumba, maka keturunan lokal Priangan lebih banyak menghasilkan kuda yang lebih berprestasi (44%) dibandingkan keturunan kuda Sumba (39%). Hal tesebut kemungkinan disebabkan adanya pengaruh gen lain yang dihasilkan dari kuda Priangan yang berasal dari persilangan kuda Sumba dengan kuda Pakistan atau LN Australia, dimana pada persilangan kuda Sumba dengan dengan kuda Pakistan menghasilkan satu kuda berprestasi dan 2 tidak berprestasi, sedangkan pada persilangan pembentuk kuda lokal Priangan antara kuda Sumba dengan LN Australia menghasilkan keturunan 10 kuda berprestasi dan 12 kuda tidak berprestasi. Untuk mengetahui trend penurunan sifat prestasi kepada keturunannya disajikan pada Gambar 18.

Berdasarkan Gambar 18 diketahui bahwa kuda keturunan ketiga (G3) mempunyai prestasi yang lebih baik dibandingkan dengan keturunan G2, G4, dan KPI. Hal tersebut sedikit mengindikasikan bahwa persilangan pada tahap menghasilkan G3 merupakan persilangan terbaik dalam komposisi genetik yang

(20)

46

menghasilkan kuda pacu yang berprestasi. Peluang penurunan sifat prestasi tetua kepada keturunan dari G2 ke G3 lebih tinggi dibandingkan G3 ke G4. hal tersebut kemungkinan disebabkan komposisi gen yang dibutuhkan untuk kuda pacu di lingkungan Indonesia yang cocok untuk mengembangkan potensi prestasinya terjadi pada G3 dan sedikit berkurang pada keturunan G4 yang mempunyai presentase gen lokal hanya 6.25 %. Berdasarkan Gambar 18 juga dapat diketahui bahwa penurunan sifat tidak berprestasi pada seekor kuda adalah 100 % diturunkan pada G2 dan mulai menurun pada generasi G3 dan diikuti generasi G4. Gambaran kondisi tersebut diilustrasikan pada Gambar 18.

44 55 37,5 0 0 33 50 0 0 10 20 30 40 50 60 G2 G3 G4 KPI Asal tetua Ju m la h K u d a ( % ) Tetua berprestasi Tetua tidak berprestasi

Gambar 18 Trend penurunan sifat prestasi kuda

Berdasarkan Gambar 18 diketahui bahwa pola penurunan tetua tidak berprestasi akan semakin meningkat mulai dari G3 prestasinya. Hal tersebut dapat disebabkan karena komposisi gen lokal yang tidak berprestasi masih cukup banyak, tetapi jika diteruskan ke G4, maka sifat tidak berprestasinya menurun karena adanya pengaruh faktor gen Thorougbred yang semakin banyak pada generasi ke-4.

Analisis Kondisi Pacuan Kuda

Acuan menilai perkembangan pacuan kuda akan sangat jelas dengan melihat kondisi pacuan kuda di gelanggang pacu. Representasi pacuan ini dapat di amati di Gelanggang Pacu Pulomas Jakarta. Persaingan kuda jantan dan betina yang dipacukan bersama-sama dapat diketahui pada Tabel 13.

(21)

47

Tabel 13 Prestasi kuda berdasarkan jenis kelamin

Urutan Jenis Kelamin Nilai % Posisi 1 Jantan 43%(73/170) Betina 57%(97/170) Posisi 2 Jantan 51%(87/170) Betina 49%(83/170) Posisi 3 Jantan 51%(87/170) Betina 49%(83/170)

Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa prestasi kuda betina dibandingkan jantan yang dipacukan pada pacuan yang sama memperlihatkan prestasi yang tidak signifikan antara betina (57%) dibandingkan jantan (43%) pada posisi finish ke-1, begitupula pada posisi finish 2 dan posisi finish 3 betina relatif hampir sama dengan jantan. Secara deskriptif kondisi betina yang lebih banyak berprestasi kemungkinan disebabkan secara alamiah kondisinya lebih baik jika dibandingkan dengan jantan dimana betina pada pola kehidupan hewan harus bisa lebih survive dalam kondisi alam liar, terutama karena kuda merupakan hewan yang dimangsa dan sepertinya kondisi tersebut berlaku pada kuda.

Perbedaan dalam sistim organ juga dapat menyebabkan perbedaan prestasi kuda, sistem saraf akan bertanggung jawab dalam mengontrol dan meregulasi sistem lain. Kardiovaskular dan sistem respirasi menyediakan nutrisi dan oksigen untuk otot yang akan diubah dari energi biokimiawi menjadi energi mekanik. Aparatus lokomotor yang ada di bawah kontrol neurosensor memungkinkan mengkoordiasikan semuanya dengan baik (Saatomomen dan Barrey 2000).

Untuk melihat bagaimana perbandingan kuda dengan warna bulu tertentu bersaing dalam pacuan kuda. Maka disajikan Tabel 14 yang menampilkan sebuah persentase perbandingan kuda dengan warna tertentu dalam menempati posisi

(22)

48

Tabel 14 Prestasi kuda berdasarkan warna

Urutan Warna Nilai %

Jeragem 33.52% (57/170) Napas 26.47% (45/170) Posisi 1 Hitam 12.945 (22/170) Merah 22.94% (39/170) Bopong 3.52% (6/170) Kelabu 0.58% (1/170)

Berdasarkan Tabel 14 diketahui bahwa prestasi kuda yang menjadi juara dalam pacuan kuda memponyai warna yang berturut-turut dari yang terbanyak hingga yang terendah adalah Jeragem, Napas, Merah, Bopong dan Kelabu. Hal tersebut masih belum jelas bagaimana mekanisme yang terjadi antara korelasi pigmen bulu terhadap prestasi pacu, tetapi diyakini ada hubungannya, seperti pelari kulit hitam pada manusia prestasi larinya lebih baik dibandingkan pelari kulit putih Komponen genetik dari performa pacu atau balapan mungkin sangat kompleks dan melibatkan banyak fungsi dari anatomi, pola fisiologi, neurologi, dan endokriniologi. Kemampuan genetik dalam kecepatan berlari tidak diragukan lagi merupakan faktor penting dalam menentukan pemenang dan yang kalah, sehingga seleksi pemenang dalam pacuan merupakan cara yang efisien dalam mencari kuda yang mempunyai kecepatan tinggi. Kemenangan pada kuda sangat

dipengaruhi mental dan fisik kuda dalam bereaksi terhadap lingkungan seperti kompetitor, signal dari joki, dan variasi kecepatan pada fase yang berbeda pada sebuah pacuan, kemampuan memobilisasi metabolisme

anaerob perototan serta fighting spirit akan menjadi penentu kemenangan (Arnason dan Van Vleck 2000).

Dalam menilai kondisi persaingan kuda di Indonesia dapat dilihat dari bagaimana persaingan di pacuan kuda,. Pacuan kuda yang menampilkan persaingan ketika finish dengan selisish jarak yang pendek menjadi catatan tersendiri bahwa persaingan pacuan kuda cukup merata di Indonesia. Persaingan pacuan kuda ketika finih ditampilkan pada Tabel 15.

(23)

49

Tabel 15 Kondisi persaingan pacuan

Posisi Perbedaan jarak

Moncong Kepala 1 Badan 2 Badan 3 Badan --- % --- Posisi 1 Posisi 2 Posisi 3 3 4 5 2 2 4 48 54 58 28 24 18 19 16 15

Berdasarkan Tabel 15 diketahui bahwa persaingan pacuan kuda yang dipacukan di Pulomas Jakarta yang menghimpun kuda pilihan berlangsaung cukup bersaing terlihat dari posisi finish yang kebanyakan hanya berbeda satu badan (1.5 meter). Hal tersebut juga memberikan gambaran bahwa peta persaingan kuda di Indonesia cukup merata terlihat dari persaingan pacuannya yang cukup sengit. Akan tetapi untuk kedepannya perebutan posisi finish pertama dengan selisih kepala harus lebih diperbanyak sehingga akan menambah anemo masyarakat terhadap dunia pacuan kuda

(24)

Gambar

Gambar 7 Hasil elektroforesis gen sitokrom b pada kuda Indonesia
Gambar 8 Hasil sekuensing gen sitokrom b pada kuda Indonesia
Gambar 10 Pohon filogenetik kuda lokal Indonesia dengan kuda di genbank.
Gambar 11 Hasil elektroforesis gen 12S RNA pada kuda Indonesia
+7

Referensi

Dokumen terkait

a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri

Dengan berdiskusi, siswa mampu menggali informasi dari teks berkaitan dengan pertanyaan apa, siapa, di mana, mengapa, dan bagaimana3. Dengan berdiskusi siswa dapat menuliskan

Selain itu, peningkatan kapasitas individu yang terlibat dalam proses kolaborasi dapat mengarahkan kolaborasi antar stakeholders dalam pengelolaan TN Babul menjadi

Anti Pratiwi, 2020 Pengaruh Kompetensi Pedagogik Guru Dan Media Pembelajaran Terhadap Efektivitas Pembelajaran Pada Mata Pelajaran Kearsipan Kelas X Di SMK PGRI 2 Cimahi..

Mengenai pengaruh kebudayaan terhadap budaya politik masyarakat Samin (Sedulur Sikep) dapat ditarik kesimpulan bahwa kebudayaan asli yang dipegang warga masyarakat Samin

reduce the width of the specimen throughout the test section with abrasive cloth or paper, or by machining sufficiently to facilitate fracture within the gage marks,

Na pake kainanurã, nuku  hãtxa kui  anurã, ketash kene xarabu retsami kaina xarabunã, haskai nuku yui kiki; ki inu  , kiki inu  , kiaki rã hamapai haskai

Dalam penelitian ini, Peran Pemimpin Anak Cabang Pemuda Pancasila adalah sebuah gerakat keikut sertaan Pimpinan Anak Cabang Ormas Pemuda Pancasila (PP) dalam