• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH EKUITAS MEREK TERHADAP MINAT BELI SMARTPHONE MEREK NOKIA (Studi pada Mahasiswa S-1 Reguler UPN “Veteran” Jawa Timur).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH EKUITAS MEREK TERHADAP MINAT BELI SMARTPHONE MEREK NOKIA (Studi pada Mahasiswa S-1 Reguler UPN “Veteran” Jawa Timur)."

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH EKUITAS MEREK TERHADAP MINAT BELI SMARTPHONE MEREK NOKIA

(Studi pada Mahasiswa S-1 Reguler UPN “Veteran” J awa Timur )

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Jurusan Manajemen

Oleh:

H.TARHIBUL FATHIR 0812010218 / FE /EM

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

J AWA TIMUR

2012

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(2)

(Studi pada Mahasiswa S-1 Reguler UPN “Veteran” J awa Timur )

Disusun Oleh : H.TARHIBUL FATHIR

0812010218 / FE /EM Telah dipertahankan dihadapan Dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada tanggal : 14 Desember 2012

Pembimbing : Tim Penguji :

Pembimbing Utama Ketua

Sugeng Pur wanto, SE.MM Drs. Ec Gendut Soekarno, Ms

Sugeng Pur wanto, SE.MM Sekretaris

Her ry Arianto LW, SE. MM Anggota

Mengetahui Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

(3)

USULAN PENELITIAN

PENGARUH EKUITAS MEREK TERHADAP MINAT BELI SMARTPHONE MEREK NOKIA

(Studi pada Mahasiswa S-1 Reguler UPN “Veteran” J awa Timur )

Yang diajukan

H. Tar hibul Fathir 0812010218 / FE /EM

Telah disetujui untuk diseminarkan oleh :

Pembimbing Utama

Sugeng Pur wanto, SE.MM Tanggal : 26 - September - 2012

Mengetahui

Ketua Program Studi Manajemen

Dr. Muhadjir Anwar, MM NIP. 196509071991031001

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(4)

SMARTPHONE MEREK NOKIA

(Studi pada Mahasiswa S-1 Reguler UPN “Veteran” J awa Timur )

Yang diajukan

H. Tar hibul Fathir 0812010218 / FE /EM

Telah diseminarkan dan disetujui untuk menyusun skripsi oleh :

Pembimbing Utama

Sugeng Pur wanto, SE.MM Tanggal : 10 - Oktober - 2012

Mengetahui

Ketua Program Studi Manajemen

(5)

i

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Dengan mengucap syukur kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PENGARUH EKUITAS MEREK TERHADAP MINAT BELI SMARTPHONE MEREK NOKIA (Studi Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi S-1 Reguler UPN “Veteran Jawa Timur) ” dapat diselesaikan dengan baik.

Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi satu syarat penyelesaian Program Studi Pendidikan Strata Satu, Fakultas Ekonomi, Jurusan Manajemen, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Surabaya.

Dalam penyusunan skripsi, penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai dengan baik tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menghaturkan rasa terima kasih yang mendalam kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP, selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Dr. Dhani Ichsanudin Nur, MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Dr. Muhadjir Anwar, MM, selaku Ketua Progdi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

4. Bapak Sugeng Purwanto, SE.MM selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah memberikan bimbingan dan dorongan yang tidak ada henti hentinya kepada peneliti dalam menyelesaika skripsi ini.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(6)

setiawan: Indra, Andri, Tresno, Mustika, Andi, Yosie, Mazhuda, Fredi, Mas Hisam, Mas Danang, Mas Robbi, Marta, Febri, Novan, , Eko, Rizky, Fahri, Didik, Louis, Wahyu, Irsyad, Beserta teman desa saya Aan, Bayu, Ulum, mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan berupa, dorongan moril doa maupun materiil serta kesabaran yang tidak ternilai harganya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Staff Dosen Fakultas Ekonomi (Manajemen) Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.

7. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih banyak.

Pada akhirnya, penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata penulis berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surabaya, 16 April 2012

(7)

ABSTRAKSI

Pada tahun- tahun terakhir, persaingan dalam dunia bisnis semakin kompetitif, hal ini dipicu oleh maraknya issu perdagangan bebas. Merek-merek produk asing sering kali sangat mudah dijumpai di pasaran Indonesia. Apalagi produk-produk dengan teknologi tinggi yang sebagian besar berasal dari produk asing, termasuk ponsel (Smartphone). Nokia, sebagai market leader Smartphone di Indonesia mengalami penurunan pangsa pasar akibat datangnya para pendatang baru, antara lain Smartphone dari Cina dengan harga yang relative murah dengan fitur yang beragam hingga ponselponsel pendatang dengan harga yang lumayan mahal seperti Black Berry dari RIM maupun iPhone produksi Apple dengan segmen menengah ke atas. penelitian ini mengulas upaya yang dilakukan Nokia untuk mempertahankan posisinya sebagai market leader dengan cara membentuk dan meningkatkan ekuitas mer ek sekuat mungkin, karena ekuitas merek yang kuat dapat mendorong konsumen untuk melakukan minat pembelian bahkan pembelian ulang pada produk tersebut. Adapun masalah penelitian ini adalah ”apakah indikator ekuitas merek (brand equity) pada produk Smartphone merek Nokia dapat mempengaruhi minat pembelian konsumen pada produk Smartphone merek Nokia?”.

Setelah dilakukan tinjauan pustaka dan penyusunan hipotesis, data dikumpulkan melalui metode kuesioner dengan menggunakan teknik purposive sampling terhadap 30 orang responden, Sedangkan populasi yang dijadikan responden dalam penelitian ini adalah mahasiswa S-1 Reguler UPN “Veteran” Jawa Timur. Kemudian dilakukan analisis terhadap data yang diperoleh dengan menggunakan metode Partial Least Square.

Hasil pengujian pada tabel outer weight menunjukkann bahwa indikator Trend signifikan karena nilai t statistiknya di atas 1,96 (pada Z α = 0,05). Jadi dapat disimpulkan bahwa indikator Trend adalah indikator yang paling dominan dibanding dengan indikator lainnya untuk mengukur variabel Ekuitas Merek. Nilai R2 = 0,385. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa model tidak terlalu baik, yaitu mampu menjelaskan fenomena minat beli sebesar 38,50 %. Sedangkan sisanya (61,50 %) dijelaskan oleh variabel lain (selain ekuitas merek) yang belum masuk ke dalam model dan error. Artinya minat beli dipengaruhi oleh ekuitas mer ek sebesar 38,50% sedang sebesar 61,50% dipengaruhi oleh variabel selain Ekuitas Mer ek, Jadi Ekuitas Mer ek berpengaruh signifikan positif terhadap Minat Beli Smartphone Nokia.

Kata Kunci: Ekuitas Merek Dan Minat Beli

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(8)

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 11

1.3 Tujuan Penelitian ... 11

1.4 Manfaat Penelitian ... 12

BAB II TINJ AUAN PUSTAKA 2.1 Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu ... 13

2.2 Landasan Teori ... 15

2.2.1 Pengertian Pemasaran ... 15

2.2.2 Ekuitas Merek... 16

2.2.2.1. Pengertian Ekuitas Merek ... 16

2.2.2.2. Kesadaran Merek... 19

2.2.2.3. Asosiasi Merek... 20

2.2.2.4. Kesan Kualitas... 22

(9)

ii

2.2.3 Minat Beli ... 26

2.2.3.1. Pengertian Minat Beli... 26

2.2.3.2. Karakteristik Pembeli... 30

2.3 Hubungan Antar Variabel ... 33

2.3.1 Pengaruh Ekuitas Merek Terhadap Minat beli ... 33

2.4 Kerangka Konseptual ... 34

2.5 Hipotesis... 34

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 35

3.1.1. Pengukuran Variabel ... 37

3.2 Teknik Pengambilan Sampel ... 38

3.3 Prosedur Pengumpulan data ... 38

3.3.1. Jenis data ... 39

3.3.2. Sumber Data ... 39

3.3.3. Metode Pengumpulan Data ... 39

3.4 Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ... 40

3.4.1 Teknik Analisis ... ... 40

3.4.2 Model Indikator Reflektif Dan Formatif... ... 42

3.4.2.1 Model Indikator Reflektif... 42

3.4.2.2 Model Indikator Formatif... ... 44

3.4.3 Kegunaan Metode Partial Least Square... 47

3.4.4 Pengukuran Metode Partial Least Square... ... 47

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(10)

3.4.8 Uji Validitas Dan Uji Reliabilitas ... 51

3.5 Model Kerangka Penelitian ... 53

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskriptif Objek Penelitian ... 54

4.1.1 Profil Perusahaan ... 54

4.2 Deskriptif Hasil Penelitian ... 57

4.2.1 Analisis Karakteristik Responden ... 57

4.2.2 Deskripsi Ekuitas Merek Dan Indikatornya ... 58

4.2.3 Deskripsi Minat Beli Dan Indikatornya ... 60

4.3 Analisis Data ... ... 62

4.3.1 Evaluasi Outlier ... 62

4.3.2 Evaluasi Reliabilitas ... 64

4.3.3 Evaluasi Outer Weigt ... 65

4.3.4 Evaluasi Inner Model ... 66

4.3.5 Evaluasi R-square ... 66

4.3.7 Uji Kausalitas ... 67

4.4 Pembahasan ... 67

(11)

iv BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 69 5.2 Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(12)

Tabel 1.1 Data Top Brand Indeks Nokia pada tahun 2009-2011 ... 7

Tabel 1.2 Daftar Pemenang ICSA (Indonesian Customer Satisfaction Award) Tahun 2009-2011 untuk Kategori Smartphone ... 9

Tabel 4.1 Seri ponsel yang dikeluarkan oleh Nokia ... 7

Tabel 4.2 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin ... 7

Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 7

Tabel 4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Tahun Angkatan ... 7

Tabel 4.5 Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai Ekuitas Merek 7 Tabel 4.6 Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai Minat Beli... 7

Tabel 4.7 Outer Loading (Model Pengukuran dan Validitas) ... 7

Tabel 4.8 Average variance extracted (AVE) ... 7

Tabel 4.9 Reliabilitas Data ... 7

Tabel 4.10 Outer Weigt ... 7

Tabel 4.11 R-square ... 7

(13)

vi DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Piramida Kesadaran Merek ... 19

Gambar 2.2 Nilai-Nilai Kesan Kualitas ... 22

Gambar 2.3 Piramida Loyalitas ... 24

Gambar 2.4 Five Stage of the Consumer Buying Process ... 32

Gambar 3.1 Principal Factor (Reflective) Model ... 41

Gambar 3.2 Composite Latent Variable (Formative) Model ... 44

Gambar 3.3 Model Kerangka Penelitian ... 50

Gambar 4.1 Pengujian Model Struktural ... 50

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(14)

Lampiran 2 : Tabulasi Jawaban Responden Lampiran 3 : Hasil Frekuinsi

(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Perkembangan zaman menjanjikan suatu peluang dan tantangan bisnis baru bagi perusahaan yang ada di seluruh dunia. Dengan bertambahnya jumlah produk dan pesaing berarti tidak kekurangan barang, namun kekurangan konsumen. Ini membuat konsumen menjadi raja, konsumen memiliki lebih banyak pilihan dan informasi.

Seiring dengan perkembangan zaman, teknologi telekomunikasi tidak hanya menjadi instrumen peningkatan efektifitas dan efisiensi bisnis tetapi juga telah menjadi area bisnis yang menggiurkan. Era teknologi telekomunikasi telah melanda sendi-sendi kehidupan manusia, dimana penggunaan teknologi telekomunikasi dalam membantu serta meringankan pekerjaan sangat dibutuhkan. Era teknologi telekomunikasi menjadi area bisnis yang banyak diperebutkan pelaku usaha karena potensi luar biasa yang dikandungnya. Salah satu produk teknologi telekomunikasi yang saat ini dipasarkan adalah SmartPhone.

Fenomena persaingan antara perusahaan yang ada telah membuat setiap perusahaan menyadari suatu kebutuhan untuk memaksimalkan aset-aset perusahaan demi kelangsungan perusahaan yang menghasilkan produk Smartphone. Salah satu aset untuk mencapai keadaaan tersebut adalah melalui

merek. Merek menjadi semakin penting karena konsumen tidak lagi puas hanya dengan tercukupi kebutuhannya.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(16)

Merek berfungsi mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang atau sekelompok penyaji dan membedakannya dari produk sejenis dari penyaji lain (Kotler, 2004).

Brand Equity (ekuitas merek) adalah seperangkat asosiasi dan perilaku yang dimiliki oleh pelanggan merek, anggota saluran distribusi,dan perusahaan yang memungkinkan suatu merek mendapatkan kekuatan, daya tahan, dan keunggulan yang dapat membedakan dengan merek pesaing (Astuti dan Cahyadi, 2007).

Menurut David A. Aaker (1997) ekuitas merek adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah barang atau jasa kepada perusahaan atau para pelanggan perusahaan.

Menurut Astuti dan Cahyadi (2007) jika pelanggan tidak tertarik pada suatu merek dan membeli karena karateristik produk,harga,kenyamanan,dan dengan hanya sedikit memperdulikan merek, kemungkinan ekuitas mereknya rendah. Sedangkan jika para pelanggan cenderung membeli suatu merek walaupun dihadapkan pada para pesaing yang menawarkan produk yang lebih unggul, misalnya dalam hal harga dan kepraktisan, maka merek tersebut memiliki nilai ekuitas yang tinggi.

Menurut David A. Aaker (1997) konsep dasar Brand Equity (ekuitas merek) bisa dikelompokkan dalam 5 elemen, yaitu kesadaran merek (brand awareness), persepsi kualitas (perceived quality), asosiasi merek (brand

(17)

3

(other proprietary brand assets). Elemen ekuitas merek yang digunakan dalam penelitian kali ini terdiri dari kesadaran merek (brand awareness), persepsi kualitas (perceived quality), asosiasi merek (brand association), dan loyalitas merek (brand loyalty), tanpa mengikutsertakan aset-aset hak milik lain dari merek (other proprietary brand assets) karena salah satu tujuan dari penelitian ini adalah melihat konsep ekuitas merek dari perspektif pelanggan.

Sedangkan hak milik lain dari merek (other proprietary brand assets) adalah komponen ekuitas merek yang lebih cenderung ditinjau dari perspektif perusahaan. Sehingga pada pembahasan elemen ekuitas merek dalam penelitian ini hanya terdiri dari 4 variabel tersebut. David A. Aaker (1997) mendefinisikan kesadaran merek (brand awareness) sebagai kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu.

Persepsi pelanggan merupakan penilaian, yang tentunya tidak selalu sama antara pelanggan satu dengan lainnya (David A. Aaker, 1991). Persepsi kualitas yang positif dapat dibangun melalui upaya mengidentifikasi dimensi kualitas yang dianggap penting oleh pelanggan (segmen pasar yang dituju), dan membangun persepsi kualitas pada dimensi penting pada merek tersebut (David A. Aaker, 1996).

Asosiasi merek (brand association) adalah segala hal yang berkaitan dengan ingatan (memory) mengenai sebuah merek adalah serangkaian asosiasi, biasanya terangkai dalam berbagai bentuk yang bermakna (David A. Aaker, 1997).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(18)

Suatu merek yang lebih mapan akan mempunyai posisi yang menonjol dalam suatu kompetisi karena didukung oleh berbagai asosisasi yang kuat (Humdiana, 2005).

Loyalitas merek (brand loyalty) menurut David A. Aaker (1997) merupakan satu ukuran keterkaitan seorang pelanggan pada sebuah merek. Loyalitas merek didasarkan atas perilaku konsisten pelanggan untuk membeli sebuah merek sebagai bentuk proses pembelajaran pelanggan atas kemampuan merek memenuhi kebutuhannya

(Henry Assael, 1995). Selain sebagai bentuk perilaku pembelian yang konsisten, loyalitas merek juga merupakan bentuk sikap positif pelanggan dan komitmen pelanggan terhadap sebuah merek lainnya.

Seiring dengan berkembangnya teknologi, masyarakat Indonesia khususnya yang hidup di wilayah perkotaan mulai mengalami perubahan gaya hidup. Bagi mereka, Smartphone atau ponsel tidak hanya digunakan sebagai alat telepon atau sms saja, tetapi mereka juga sudah memperhatikan fitur-fitur lainnya yang mulai terdapat pada semua jenis dan tipe Smartphone yang beredar di pasaran. Selain itu, merek smartphone pun sudah menjadi pilihan gaya hidup mereka, merek yang lebih terkenal di kalangan masyarakat Indonesia maka akan lebih diminati daripada merek lainnya yang belum terkenal atau bahkan tidak terkenal sama sekali. Salah satunya adalah smartphone merek Nokia yang sudah dikenal di pasaran oleh masyarakat Indonesia pada umumnya.

(19)

5

tahun 1980. Sejak berdiri Nokia telah berhasil memimpin di pasaran, dan bisnis Nokia telah berkembang di semua negara untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dan perkembangan industri telekomunikasi di negara-negara tersebut termasuk Indonesia. Berdasarkan pengamatan, di Indonesia sendiri terjadi ‘perang’ antar merek melalui penerapan strategi marketing mix yang sangat gencar (Muafi dan Effendi, 2001).

Semakin banyak merek-merek ponsel pendatang, dengan berbagai segmen yang disasar, mulai dari pertarungan harga ponsel pada target menengah ke bawah, hingga persaingan ponsel smartphone dengan teknologi tercanggih, Nokia tetap melakukan variasi dan mencoba memasuki semua segmen dengan tetap memperhatikan kualitas produk. artinya Nokia sebagai perusahaan ponsel terbesar, mencoba memasuki semua segmen. Dari segi pilihan produk, Nokia menawarkan berbagai pilihan jenis desain dan smartphone Nokia menggunakan sistem operasi symbian os merupakan sebuah sistem operasi tak bebas (closed source) yang di kembangkan oleh symbian Ltd. Sistem operasi ini di rancang

khusus untuk digunakan peralatan bergerak (mobile) dan rata-rata yang menggunakan system operasi symbian adalah varian /type Nokia Nseries, adapun smartphone Nokia berbasis Windows 7 yang di terapkan di type Nokia Lumia

(www.teknojurnal.com).

Sebenarnya kesemuanya ingin membangun ekuitas merek yang kuat, karena ternyata ada korelasi yang positif antara ekuitas merek yang kuat dengan keuntungan yang tinggi (Futrell dan Stanton, 1989).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(20)

Untuk mencapainya diperlukan visi yang panjang, komitmen serta keyakinan yang kuat dari top management, khususnya dari para pemasar (Muafi dan Effendi, 2001).

Skor Brand Value diyakini memiliki indikasi kuat terhadap peningkatan

pangsa pasar maupun keuntungan perusahaan (Palupi, 2009). Brand Value yang dihasilkan dalam survei Indonesia Top Brand mempertimbangkan lima aspek, yaitu: brand awereness (popularitas merek), ada awareness (popularitas iklan), satisfaction & loyalty index (tingkat kepuasan dan loyalitas pelanggan), brand

share (pangsa pasar), dan gain index (potensi pertumbuhan merek di masa

mendatang). Menurut Maulana (dalam Palupi, 2009) kelima aspek tersebut cukup menggambarkan ekuitas merek (brand equity) secara komprehensif dan terukur.

Berdasarkan Brand Value, pengelola merek sudah bisa mendapatkan rapor merek setiap tahun dan dari hasil rapor tersebut pengelola merek sudah bisa menjadikannya sebagai umpan balik untuk melihat aspek mana saja yang kuat dan aspek mana saja yang membutuhkan perhatian khusus (Palupi, 2009). Metodologi penelitian yang digunakan dalam Indonesia Top Brand merupakan pengembangan dari konsep Brand Equity oleh David A. Aaker (Palupi, 2009).

Brand Equity (ekuitas merek) merupakan tingkat kemampuan sebuah

merek dalam memenuhi kebutuhan dan harapan pengguna atau pelanggannya. Oleh karena itu merek yang memiliki ekuitas tinggi akan memiliki daya tarik yang kuat pula dalam memikat konsumen untuk membeli produk tersebut.

(21)

7

sedangkan mulai tahun 2007 nilai indeks telah distandarisasi, alias memiliki batas minimum dan maksimum yakni 0 hingga 100. Semakin besar nilai indeks suatu merek, semakin kuat kemampuan merek tersebut dalam memenuhi kebutuhan dan harapan penggunanya, demikian pula sebaliknya (Palupi, 2008).

Berikut ini adalah data-data yang menjadi masalah pada smart phone merek Nokia di Indonesia menurut survei Indonesia Top Brand :

Tabel 1.1

Data Top Brand Indeks

Katagor i Telekomunikasi & TI SmartPhone 2009-2011

Merek

Top Brand Index

2009 2010 2011

Nokia 72,0% 39,5% 37,9%

BlackBerry 4,3% 41,5% 40,7%

Iphone 3,9% 6,2% 3,8%

Samsung 3,3% 5,3% 6,6%

Sony Ericsson 9,6% 3,3% 3,6%

Nexian - - 3,9%

Sumber: http://www.topbrand-award.com/top-brand-survey/survey-result/

Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa pada 2009 Nokia menduduki peringkat pertama dalam Top Brand SmartPhone dengan nilai 72,0%, hal ini menunjukkan bahwa hampir seluruh masyarakat telah mengenal merek Nokia sebagai merek SmartPhone.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(22)

Pada tahun 2010 blackberry yang menjadi pringkat pertama dalam Top Brand SmartPhone dengan nilai 41,5%, Sedangkan Nokia menduduki peringkat

ke dua dalam Top Brand SmartPhone dengan nilai 39,5%, yang artinya merek Nokia mulai tidak di kenal masyarakat sebagai merek smartphone.

Pada tahun 2011 Nokia menduduki peringkat ke dua dalam Top Brand SmartPhone dengan nilai 37,9%, Nokia mengalami penurunan nilai dari tahun

sebelumnya, sedangkan blackberry dimana pada tahun 2010 sampai 2011 menduduki peringkat pertama yang menggantikan posisi Nokia di Dalam Top Brand, hal ini menunjukkan bahwa hampir seluruh masyarakat telah mengenal merek Blackberry sebagai merek SmartPhone, di banding merek Nokia.

SmartPhone merek Blackberry yang terhitung baru masuk ke pasar

Indonesia namun mengalami peningkatan yang besar karena merek tersebut begitu fenomenal di Indonesia, begitu juga kehadiran merek SmartPhone seperti Nexian juga harus diwaspadai karena dapat merebut pangsa pasar yang sudah berkembang.

(23)

9

Berikut Tabel 1.2 menunjukan data pemenang ICSA dari tahun 2009-2011 untuk kategori smartphone:

Tabel 1.2

Daftar Pemenang ICSA (Indonesian Customer Satisfaction Award) Tahun 2009-2011 untuk Kategori Smartphone

Merek Tahun

2009 2010 2011

Nokia 4.456 4.007 3.895

Blackberry 3.557 4.191 4.205

Sumber : Modifikasi dari www.icsa-indo.com 2011

Berdasarkan Tabel 1.2 menunjukan bahwa indeks kepuasan konsumen untuk tahun ini Nokia masih kalah bersaing dengan RIM Blackberry, dari hasil di atas bahwa nilai Nokia dan RIM Blackberry tahun 2009 sebesar 4.456 dan 3557 Rim Blackberry kalah dengan Nokia, untuk tahun 2010 sebesar 4.007 dan nilai Nokia dan RIM Blackberry 4.191 kemudian di tahun 2011 nilai Nokia dan RIM Blackberry sebesar 3.895 dan 4.205 dimana pada tahun 2011 ini diduduki oleh RIM Blackberry.

Data diatas menunjukan kondisi Nokia yang sedang mengalami masalah secara keseluruhan di Indonesia baik dalam hal brand indeksnya maupun dalam hal tingkat kepuasan konsumennya yang sedang menurun dari tahun ke tahun dan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(24)

beruntun, mengindikasikan adanya penurunan minat beli pada produk SmartPhone merek Nokia, di karenakan kondisi persaingan yang semakin ketat

dan banyak beberapa merek smartphone yang bermunculan salah satunya produk smartphone merek blackberry yang bisa menggantikan posisi Nokia di dalam Top Brand maupun di dalam ICSA.

Hal tersebut menunjukkan semakin menurunnya ekuitas merek yang dimiliki oleh merek Nokia. Hal tersebut dapat disimpulkan karena metodologi penelitian yang digunakan dalam Indonesia Top Brand merupakan pengembangan dari konsep Brand Equity oleh (David A. Aaker 1997)

Menurut Astuti dan Cahyadi (2007) Minat beli yang dilakukan pelanggan melibatkan keyakinan pelanggan pada suatu merek sehingga timbul rasa percaya diri atas kebenaran tindakan yang diambil. Rasa percaya diri pelanggan atas minat beli yang diambilnya mempresentasikan sejauh mana pelanggan memiliki keyakinan diri atas memilih suatu merek.

Menurut Sudarmadi (2005), membangun sebuah merek tidak akan pernah selesai meskipun suatu perusahaan telah memiliki merek bagus dan ekuitas mereknya paling tinggi di Indonesia.

Berdasarkan data tersebut, maka penelitian ini menggunakan SmartPhone Nokia sebagai objek penelitian.

(25)

11

pada berbagai pilihan merek-merek, seperti yang di alami produk smartphone merek nokia yang pernah menjadi top brand di Indonesia namun kini Nokia yang semakin menurun dari tahun ke tahun, bahkan smartphone merek Nokia di dalam Top Brand sudah di gantikan blackberry sebagai pringkat pertama smartphone di indonesia.

Dalam penelitian ini akan difokuskan pada ekuitas merek Nokia, dengan obyek penelitihan di UPN “Veteran” Jatim,

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka dilakukanlah suatu penelitian yang berjudul

“Analisis Pengaruh Ekuitas Mer ek Terhadap Minat Beli Smartphone Merek

Nokia (Studi pada Mahasiswa S-1 Reguler UPN “Veteran” J atim)”

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada pengaruh ekuitas merek terhadap minat beli konsumen pada produk SmartPhone merek Nokia?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh ekuitas merek terhadap minat beli SmartPhone merek Nokia.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(26)

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian dan penulisan laporan ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi Perusahaan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan informasi, serta bahan pertimbangan untuk evaluasi dalam menentukan strategi bisnis yang tepat dan efektif di masa yang akan datang bagi perusahaan Nokia. 2. Bagi Fakultas Ekonomi

Untuk menambah khasanah perpustakaan dan referensi bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian lanjutan terhadap kajian dan pembahasan yang lebih mendalam dan lebih baik lagi di masa yang akan datang.

3. Bagi Penulis

(27)

13 BAB II

TINJ AUAN PUSTAKA

2.1 Hasil Penelitian Ter dahulu

Penelitian terdahulu merupakan telaah pustaka yang berasal dari penelitian-penelitian yang sudah pernah dilakukan. Beberapa penelitian terdahulu yang menjadi rujukan penelitian ini antara lain:

Penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penelitian ini telah dilakukan oleh Epy Ponco Istiyono Dkk, (2007) dengan judul penelitian ”Pengaruh Ekuitas Merek berbasis pelanggan Telkomnet Instan terhadap Minat Pembelian Telkomnet Speedy ” Tujuan Penelitian ini dilakukan adalah: untuk mengetahui dimensi ekuitas mana yang lebih berperan lebih signifikan terhadap minat pembelian Telkomnet Speedy. Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan kesan kualitas terhadap minat pembelian Telkomnet Speedy.

Penelitian selanjutnya yang dilakukan Fadli dan Inneke Qamariah (2008) mengenai “Analisis pengaruh faktor-faktor ekuitas merek sepeda motor merek honda” terhadap keputusan pembelian(Studi Kasus pada Universitas Sumatera Utara) dengan variabel-variabel penelitihan adalah kesadaran merk, kesan kualitas, asosiasi merk, dan loyalitas merk. Sedangkan variabel dependennya adalah keputusan pembelian. Dari hasil analisis regresi linier berganda dalam penelitiannya, dapat disimpulkan bahwa keempat variabel independen memiliki pengaruh yang positif signifikan baik secara bersama maupun individu terhadap

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(28)

rasa percaya diri pelanggan atas keputusan pembelian sepeda motor Honda. Hasil penilitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh kesan kualitas terhadap keputusan pembelian konsumen pada motor merek Honda. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Durianto, dkk. (2004) yang menyatakan bahwa kesan kualitas (perceived quality) harus diikuti dengan peningkatan kualitas yang nyata dari produknya.

(29)

15

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Pengertian Pemasaran

Pemasaran merupakan salah satu kegiatan pokok yang dilakukan oleh perusahaan dalam usahanya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya untuk berkembang dan mendapatkan keuntungan secara maksimal. Berhasil atau tidaknya dalam pencapaian tujuan tersebut tergantung pada keahlian perusahaan di bidang pemasarannya. Kegiatan pemasaran yang dilakukan perusahaan dapat memberikan kepuasan terhadap konsumen apabila membeli suatu produk dari perusahaan sehingga konsumen akan memiliki pandangan yang baik kepada perusahaan.

Menurut Stanton, pemasaran merupakan suatu sistem keseluruhan dari kegiatan-kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan baik pembeli yang ada maupun potensial (Swastha, 2007). Dalam dunia pemasaran, banyaknya persaingan bisnis terutama untuk tekhnologi informasi dan komunikasi menimbulkan beberapa perubahan yang dapat diamati langsung didalam pasar, seperti munculnya beragam merek, ketatnya pesaing-pesaing baru, inovasi produk yang dilakukan oleh perusahaan, segmen pelanggan yang berkembang, dan penyampaian informasi yang cepat kepada pelanggan, serta perlakuan yang berbeda yang diinginkan oleh pelanggan akan berpengaruh terhadap keputusan konsumen dalam melakukan pembelian.

Promosi merupakan cara pemasaran efektif yang digunakan oleh retailer , untuk mempengaruhi konsumen dalam membuat minat beli. dan memungkinkan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(30)

retailer untuk memperoleh penghematan yang merupakan akses bagi konsumen guna mendapatkan kualitas merk yang tinggi dengan harga yang tidak

biasa.(murah),jenis-jenis promosi meliputi potongan harga, pameran, pengiklanandan sample gratis.. Meskipun begitu, tidak semua konsumen menanggapi promosi dengan respon yang sama, banyak konsumen menjadi lebih peka terhadap jenis – jenis promosi tertentu . Pada saat promosi itu mahal dan memiliki pengaruh pada keuntungan penjualan, mereka sangat tertarik menguji keefektifan promosi yang mempengaruhi pada minat beli konsumen.

2.2.2. Ekuitas Merek (Brand Equity)

2.2.2.1. Pengertian Ekuitas Merek (Brand Equity)

Banyak literature tentang ekuitas merek. Menurut Stanton dalam Rangkuti (2002) “Merek adalah nama, istilah, simbol atau desain khusus atau beberapa kombinasi unsur-unsur ini yang dirancang untuk mengidentifikasikan barang atau jasa yang ditawarkan oleh penjual”. Menurut Retnawati (2003) ”Merek menjadi sangat strategis bagi perusahaan dikarenakan adanya manfaat yang diberikan bagi penjual dan pembeli karena:

1. Pengelolaan merek yang efektif dimungkinkan dapat mempertahankan kesetiaan konsumen yang ada, nantinya bisa dipakai untuk menghambat serangan pesaing dan membantu memfokuskan program pemasaran; 2. Merek dapat membantu dalam melakukan segmentasi pasar;

(31)

17

4. Memberikan ciri-ciri produk yang unik dan perlindungan hukum (hak paten) yang dapat mempermudah prosedur klaim apabila terdapat cacat produksi pada produk yang dibeli oleh konsumen”.

Menurut Simamora (2003), ekuitas merek (brand equity) disebut juga nilai merek, yang menggambarkan keseluruhan kekuatan merek di pasar. Ekuitas merek memberikan suatu keunggulan kompetitif bagi sebuah perusahaan karena orang lebih cenderung membeli produk yang membawa nama merek terkenal dan dihormati.

Menurut Aaker (1997), ekuitas merek atau brand equity adalah: “Seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah barang atau jasa kepada perusahaan atau para pelanggan perusahaan.

Menurut Soehadi (2005), kekuatan suatu merek (brand equity) dapat di ukur berdasarkan 7 indikator, yaitu:

1. Leadership: kemampuan untuk mempengaruhi pasar, baik harga maupun atribut non/harga.

2. Stabilty: kemampuan untuk mempertahankan loyalitas pelanggan.

3. Market: kekuatan merek untuk meningkatkan kinerja toko atau distributor. 4. Internationality: kemampuan merek untuk keluar dari area geografisnya

atau masuk ke negara atau daerah lain.

5. Trend: merek semakin penting dalam industri.

6. Support: besarnya dana yang di keluarkan untuk mengkomunikasikan merek.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(32)

7. Protection: merek tersebut mempunyai legalitas.

David A.Aaker (1997) menuliskan bahwa ekuitas merek dapat dikelompokkan ke dalam empat kategori, yaitu:

1. Kesadaran merek (brand awareness)

Adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori merek tertentu.

2. Asosiasi merek (brand association)

Adalah segala kesan yang mucul di benak seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek.

3. Persepsi kualitas (perceived quality)

Adalah persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan yang sama dengan maksud yang diharapkannya.

4. Loyalitas merek (brand loyality)

(33)

19

2.2.2.2. Kesadar an Merek (Brand Awareness)

Menurut Aaker (1997) ”Kesadaran Merek adalah kesanggupan seorang pembeli untuk mengenali dan mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan perwujudan kategori produk tertentu”.

Kesadaran merek membutuhkan jangkauan kontinum (Continum Ranging) dari perasaan yang tak pasti bahwa merek tertentu dikenal menjadi keyakinan bahwa produk tersebut merupakan satu-satunya dalam kelas produk bersangkutan, kontinum ini dapat diwakili oleh tingkat kesadaran merek yang berbeda yaitu:

Gambar 2.1

Piramida Kesadar an Merek

TOP OF MIND

BRAND RECALL

BRAND RECOGNITION

UNWARE OF BRAND

Sumber: David A.Aaker, 1997

Jangkauan kontinum ini diwakili oleh 4 tingkatan kesadaran merek, yaitu:

1. Tidak Menyadari Merek (Unware of Brand) Merupakan tingkatan merek yang paling rendah dimana konsumen tidak menyadari akan eksistensi suatu merek.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(34)

2. Pengenalan Merek (Brand Recognition) Merupakan tingkat minimal dari kesadaran merek yang merupakan pengenalan merek dengan bantuan, misalnya dengan bantuan daftar merek, daftar gambar, atau cap merek. Merek yang masuk dalam ingatan konsumen disebut brand recognition. 3. Pengingatan Kembali Merek (Brand Recall) Mencerminkan merek-merek

apa saja yang diingat konsumen setelah menyebutkan merek yang pertama kali disebut. Dimana merek-merek yang disebutkan kedua, ketiga dan seterusnya merupakan merek yang menempati brand recall dalam benak konsumen.

4. Puncak Pikiran (Top of Mind) Yaitu merek produk yang pertama kali disebutkan oleh konsumen secara spontan atau yang pertama kali dalam benak konsumen. Dengan kata lain merek tersebut merupakan merek utama dari berbagai merek yang ada dalam benak konsumen

2.2.2.3. Asosiasi Merek (Brand Association)

Asosiasi merek dapat menciptakan nilai bagi perusahaan dan para pelanggan, karena ia dapat membantu proses penyusunan informasi untuk membedakan merek yang satu dengan merek lainnya.

(35)

21

Menurut Aaker (1997), “Asosiasi merek adalah segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai merek. Terdapat lima keuntungan asosiasi merek, yaitu: 1. Membantu proses penyusunan informasi yang dapat meringkaskan

sekumpulan fakta yang dapat dengan mudah dikenal konsumen;

2. Perbedaan, yang mempunyai peran penting dalam menilai keberadaan atau fungsi suatu merek dibandingkan lainnya;

3. Alasan untuk membeli, yang sangat membantu konsumen dalam mengambil keputusan untuk membeli produk atau tidak;

4. Perasaan positif yang merangsang tumbuhnya perasaan positif terhadap produk;

5. Menjadi landasan untuk perluasan merek yang dinilai kuat”. Konsumen yang terbiasa menggunakan merek tertentu cenderung memiliki konsistensi terhadap citra merek (brand image) yang disebut juga dengan kepribadian merek (brand personality) yang kemudian dapat membentuk kesetiaan konsumen terhadap merek tertentu (brand loyalty).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(36)

2.2.2.4. Kesan Kualitas (Perceived Quality)

Menurut Aaker (1997) ”Kesan atau persepsi kualitas merupakan persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan yang sama dengan maksud yang diharapkannya”.

Secara umum nilai-nilai atau atribut dari kesan konsumen dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.2

Nilai-Nilai Kesan Kualitas

Sumber : Rangkuti (2002)

Penjelasan dari Gambar 2.2 di atas dapat dilihat sebagai berikut:

Persepsi kualitas

Minat saluran distribusi

Perluasan merek

Diferensiasi / posisi

(37)

23

1. Alasan membeli Kesan kualitas sebuah merek memberikan alasan yang penting untuk membeli, Hal ini mempengaruhi merek-merek mana yang harus dipertimbangkan, dan selanjutnya mempengaruhi merek apa yang akan dipilih.

2. Diferensiasi/posisi Diferensiasi mempunyai didefinisikan sebagai suatu karakteristik penting dari merek, apakah merek tersebut bernilai atau ekonomis juga berkenaan dengan persepsi apakah merek tersebut terbaik atau sekadar kompetitif terhadap merekmerek lain.

3. Harga optimum Keuntungan ini memberikan pilihan-pilihan dalam menetapkan harga optimum yang bisa meningkatkan laba atau memberikan sumber daya untuk reinvestasi pada merek tersebut.

4. Minat Saluran distribusi Keuntungan ini yaitu meningkatkan minat para distributor dikarenakan dapat menawarkan suatu produk yang memiliki persepsi kualitas tinggi dengan harga yang menarik dan menguasai lalu lintas distribusi tersebut untuk menyalurkan merek-merek yang diminati konsumen.

5. Perluasan Merek Kesan kualitas dapat dieksploitasi dengan cara mengenalkan berbagai perluasan merek, yaitu dengan menggunakan merek tertentu untuk masuk kedalam kategori produk baru.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(38)

2.2.2.5. Loyalitas Merek (Brand Loyality)

Definisi dari loyalitas merek adalah ukuran dari kesetiaan konsumen terhadap suatu merek (Aaker: 1997).

Loyalitas merek merupakan inti dari brand equity yang menjadi gagasan sentral dalam pemasaran, karena hal ini merupakan suatu ukuran keterkaitan seorang pelanggan pada sebuah merek. Apabila loyalitas merek meningkat maka kerentaan kelompok pelanggan dari serangan kompetitor dapat dikurangi. Hal ini merupakan suatu indikator dari brand equity yang berkaitan dengan perolehan laba dimasa yang akan datang karena loyalitas merek secara langsung dapat diartikan sebagai penjualan di masa depan.

Gambar 2.3. Piramida Loyalitas

Commited

Menyukai merek

Pembeli yang puas dengan biaya peralihan

Pembeli yang puas/bersifat kebiasaan,

tidak ada masalah untuk beralih

Berpindah-pindah, peka terhadap perubahan harga, tidak ada loyalitas merek

Sumber: Rangkuti (2002)

Melalui gambar piramida loyalitas di atas dapat dimengerti bahwa:

(39)

25

buyer (konsumen yang lebih memperhatikan harga di dalam melakukan pembelian)

2. Tingkat kedua adalah para pembeli yang merasa puas dengan produk yang digunakan, atau minimal tidak mengalami kekecewaan. Pada dasarnya tidak terdapat dimensi ketidak puasan yang dapat menjadikan sumber perubahan, apalagi bila perpindahan ke merek yang lain itu ada penambahan biaya. Para pembeli tipe ini dapat disebut pembeli tipe kebiasaan (habitual buyer).

3. Tingkat ketiga berisi orang-orang yang puas, tetapi harus memikul biaya peralihan (switching cost), baik dalam waktu, uang atau resiko sehubungan dengan upaya untuk melakukan pergantian ke merek lain. Kelompok ini biasanya disebut dengan konsumen loyal yang merasakan adanya suatu pengorbanan apabila ia melakukan penggantian ke merek lain. Para pembeli tipe ini disebut satisfied buyer.

4. Tingkat keempat adalah konsumen yang benarbenar menyukai suatu merek Pilihan mereka terhadap suatu merek dilandasi pada suatu asosiasi, seperti simbol, rangkaian pengalaman, atau kesan kualitas yang tinggi. Konsumen jenis ini memiliki perasan emosional dalam menyukai merek tersebut. Tingkat teratas adalah para pelanggan yang setia yang merasakan kebanggaan ketika menjadi pengguna suatu merek karena merek tersebut penting bagi mereka baik dari segi fungsi maupun.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(40)

2.2.3. Minat beli

2.2.3.1. Pengertian Minat Beli

Minat beli merupakan kecenderungan konsumen untuk membeli suatu merek atau mengambil tindakan yang berhubungan dengan pembelian yang diukur dengan tingkat kemungkinan konsumen melakukan pembelian (Henry Assael, 2001).

Pengertian minat beli menurut ( Durianto dan Liana, 2004: 44) adalah minat beli merupakan sesuatu yang berhubungan dengan rencana konsumen untuk membeli produk tertentu serta berapa banyak unit produk yang dibutuhkan pada periode tertentu.

Dapat dikatakan bahwa minat beli merupakan pernyataan mental dari dari konsumen yang merefleksikan rencana pembelian sejumlah produk dengan merek tertentu. Hal ini sangat diperlukan oleh para pemasar untuk mengetahui minat beli konsumen terhadap suatu produk, baik para pemasar maupun ahli ekonomi menggunakan variabel minat untuk memprediksi perilaku konsumen dimasa yang akan datang.

Sedangkan definisi minat beli menurut Kinnear dan Taylor (1995) adalah merupakan bagian dari komponen perilaku konsumen dalam sikap mengkonsumsi, kecenderungan responden untuk bertindak sebelum keputusan membeli benar-benar dilaksanakan.

(41)

27

seperti mengusulkan (pemrakarsa) merekomendasikan (influencer), memilih, dan akhirnya mengambil keputusan untuk melakukan pembelian.

Menurut Schiffman dan Kanuk (1994) menyatakan bahwa motivasi sebagai kekuatan dorongan dari dalam diri individu yang memaksa mereka untuk melakukan tindakan. Jika seseorang mempunyai motivasi yang tinggi terhadap obyek tertentu, maka dia akan terdorong untuk berperilaku menguasai produk tersebut. Sebaliknya jika motivasinya rendah, maka dia akan mencoba untuk menghindari obyek yang bersangkutan. Implikasinya dalam pemasaran adalah untuk kemungkinan orang tersebut berminat untuk membeli produk atau merek yang ditawarkan pemasaran atau tidak.

Minat beli timbul setelah menerima stimulasi dari sesuatu yang ia lihat. Menurut kamus pemasaran, Ismail Solihin (2004: 92), minat (interest) didefinisikan sebagai berikut:

“Interest adalah ketertarikan seseoreng terhadap suatu produk”. Menurut

Rogers yang dikutip oleh Kotler (2002: 405), konsumen melalui lima tahap dalam mengadopsi produk baru:

1. Kesadaran (awareness): konsumen menyadari adanya inovasi tersebut tetapi masih kekurangan informasi mengenai hal tersebut.

2. Minat (interest): konsuen terdorong untuk mencari informasi mengenai inovasi tersebut.

3. Evaluasi (evaluation): konsumen mempertimbangkan untuk mencoba inovasi tersebut.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(42)

4. Percobaan (trial): konsumen mencoba inovasi tersebut untuk memperbaiki pikirannya atas nilai inovasi tersebut.

5. Penerimaan (adoption): konsuen memutuskan untuk menggunakan inovasi tersebut sepenuhnya dan secara teratur.

Pada minat, konsumen dirangsang untuk mencari informasi mengenai inovasi seorang konsumen yang mulai tergugah minatnya mungkin akan atau mungkin tidak akan mencari informasi yang lebih banyak.

Minat beli merupakan kecenderungan konsumen untuk membeli suatu merek atau mengambil tindakan yang berhubungan dengan pembelian yang diukur dengan tingkat kemungkinan konsumen melakukan pembelian (Henry Assael, 2001).

Titik tolak untuk memahami ekuitas merek dapat mempengruhi perilaku pembelian konsumen adalah melalui stimuli AIDA yang berusaha untuk mengambarkan tahap-tahap rangsangan tertentu yang diberikan oleh pemasar, yaitu:

1. Perhatian ( Attention )

Timbulnya perhatian konsumen terhadap suatu produk. 2. Minat ( Interest )

Munculnya rasa tertarik, maka mulailah timbul hasrat. 3. Keinginan ( desire )

(43)

29

4. Tindakan ( Action )

Merupakan tindakan yang muncul setelah tindakan ketiga tahap diatas yang mengarah pada keputusan pembelian.

Minat beli konsumen merupakan masalah yang kompleks, namun harus tetap jadi perhatian pemasar. Minat konsumen untuk membeli dapat muncul akibat dari adanya stimulus ( rangsangan ) yang ditawarkan oleh perusahaan. Adapun ciri-ciri minat adalah:

1. Minat tidak dibawa orang sejak lahir, melainkan di bentuk dan dipelajari selama perkembangan orang itu dalam hubungannya dengan objeknya. 2. Minat itu dapat berubah-ubah sejalan dengan kedekatan hubungan orang

itu dengan objeknya.

3. Minat itu tidak berdiri sendiri melainkan mengandung hubungan terhadap suatu objek.

4. Objek minat bukan hanya merupakan satu hal saja, tetapi dapat merupakan kumpulan hal-hal tertentu.

5. Minat merupakan segi motivasi dan perasaan.

Minat konsumen untuk membeli akibat dari adanya stimulus ( rangsangan ) yang ditawarkan oleh perusahaan. Masing-masing stimulus tersebut dirancang untuk menghasilkan tindakan membeli dari konsumen. Keputusan untuk membeli timbul karena adanya penilaian yang objektif atau karena dorongan emosi. Keputusan untuk bertindak adalah hasil dari rangkaian aktifitas dan rangsangan mental dan emosional. Proses untuk menganalisa, merasakan dan memutuskan ini,

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(44)

pada dasarnya adalah sama seperti seorang individu dalam memecahkan masalahmasalah lainnya.

Adapun indikatornya menurut Agusty (2006: 206) adalah sebagai berikut: 1. Intensitas pencarian informasi:

Konsumen yang tergugah kebutuhanya akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak.

2. Keinginan segera membeli:

Munculnya rasa tertarik, maka mulailah timbul hasrat atau keinginan untuk membeli produk tersebut.

3. Keinginan preferensial:

Keinginan membeli dan memilki satu produk dan rela mengabaikan produk yang lainya walaupun sejenis.

2.2.3.2. Karakteristik pembeli (Buyer’s characteristic)

(45)

31

segmen dengan definisi masing-masing group sebagai berikut : Actualizers, Fulfilleds, Believers, Achievers, Strivers, Experiencers, Makers and Strugglers.

(Assel, 1996:326)

Group Believers adalah kelompok yang mempunyai orientasi prinsip yang kurang dalam memiliki harta kekayaan. Orientasi mereka lebih tradisional dibandingkan dengan kelompok fulfilleds. Kehidupan mereka terpusat pada keluarga, gereja (rumah ibadat/masjid), komunitas dan bangsa. Mereka menghargai aturan dan percaya pada otoritas figure.

Gaya hidup adalah pola hidup seseorang yang diekspresikan dalam aktivitas, minat dan opininya, yang menggambarkan “keseluruhan diri seseorang” yang berinteraksi dengan lingkungannya. Gaya hidup seorang pegawai negeri umumnya adalah mencari status dirinya dalam lingkungan birokrasi, sedangkan gaya hidup seorang kyai adalah menggambarkan seorang yang moralis.

Kepribadian biasanya dijelaskan dengan menggunakan ciri-ciri seperti kepercayaan diri, dominasi, otonomi, ketaatan bersosialisasi, daya tahan dan kemampuan beradaptasi. Kepribadian yang diklasifikasikan dengan akurat dan terdapat korelasi yang kuat antara jenis kepribadian tertentu dengan pilihan produk atau merek.

Faktor psikologis yang mempengaruhi seseorang untuk membeli terdiri dari empat faktor yaitu : motivasi (dorongan seseorang untuk bertindak guna memuaskan kebutuhannya sehingga dapat mengurangi ketegangan yang dimilikinya), persepsi (proses seseorang individu memilih, mengorganisasi dan mengintepretasi masukan-masukan untuk menciptakan gambaran yang

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(46)

bermakna), pengetahuan (pembelajaran yang meliputi perubahan dalam perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman).serta keyakinan dan pendirian yang dapat diperoleh seseorang melalui bertindak dan belajar.

Gambar 2.4

Five Stage of the Consumer Buying Process

Sumber : Kotler, 2000, 179

Untuk sampai ketahap pembelian, terdapat langkah-langkah dalam proses pembelian dengan tahapan sebagai berikut :

1. Tahap pengenalan masalah, yaitu saat pembeli mengenali kebutuhan untuk membeli suatu barang atau produk.

2. Pencarian informasi, yaitu tahap konsumen mencari informasi untuk memperoleh pengetahuan tentang barang yang dibutuhkan dari sumber-sumber yang mungkin didapatkan.

3. Evaluasi terhadap merek yang kompetitif, membuat penilaian akhir dan mengembangkan keyakinan tentang posisi merek terhadap atributnya. 4. Melalui evaluasi tersebut konsumen sampai pada sikap keputusan

pembelian atas preferensi dari bermacam-macam merek melalui prosedur atribut.

(47)

33

2.3. Hubungan Antar Variabel

2.3.1 Pengaruh Ekuitas Merek Ter hadap Minat Beli

Merek merupakan nilai tangible dan intangible yang terwakili dalam sebuah trade mark yang mampu menciptakan nilai dan

pengaruh tersendiri di pasar bila diatur dengan tepat. Saat ini merek sudah menjadi konsep yang kompleks dengan sejumlah ratifikasi teknis dan psikologis (Durianto, Et al, 2001:1).

Hal ini juga didukung oleh penelitian (Epy Ponco Istiyono, dkk 2007 ) yang terbukti ekuitas merek berpengaruh positif terhadap minat membeli konsumen. Mengacu pada teori yang dikemukakan oleh (Aeker, 1991) klasifikasi elemen-elemen ekuitas merek tersebut terdiri dari kesadaran merek (brand awareness), persepsi kualitas (perceived quality), asosiasi merek (brand association), dan loyalitas merek (brand loyalty).

Menurut Simamora (2003), ekuitas merek (brand equity) disebut juga nilai merek, yang menggambarkan keseluruhan kekuatan merek di pasar. Ekuitas merek memberikan suatu keunggulan kompetitif bagi sebuah perusahaan karena orang lebih cenderung membeli produk yang membawa nama merek terkenal dan dihormati.

Menurut Aaker (1997), ekuitas merek atau brand equity adalah: “Seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah barang atau jasa kepada perusahaan atau para pelanggan perusahaan.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(48)

Minat beli merupakan kecenderungan konsumen untuk membeli suatu merek atau mengambil tindakan yang berhubungan dengan pembelian yang diukur dengan tingkat kemungkinan konsumen melakukan pembelian (Assael, 2001)

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi ekuitas merek yang di miliki suatu produk maka semakin tinggi tingkat minat beli terhadap produk tersebut atau dengan kata lain bahwa Ekuitas Merek berpengaruh positif terhadap minat beli. Hal ini di dukung oleh Jurnal Epy Ponco Istiyono, dkk 2007.

2.4. Kerangka Konseptual

2.5. Hipotesis

Berdasarkan uraian pada kerangka pemikiran di atas, maka diajukan suatu hipotesis penelitian: “ Diduga Ekuitas Merek berpengaruh positif signifikan terhadap minat beli smartphone Nokia”.

Ekuitas mer ek (X)

(49)

35 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Definisi operasional dan pengukuran variabel berisi pernyataan tentang pengoperasiaan atau pendefinisian konsep penelitian termasuk penetapan cara dan satuan pengukuran variabelnya, adalah sebagai berikut:

1. Ekuitas Merek ( X )

David A. aker mendefinisikan ekuitas merek sebagai serangkaian aset dan kewajiban merek smartphone Nokia yang terkait dengan nama dan simbol sebuah merek smartphone Nokia, yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu smartphone Nokia kepada perusahaan maupun kepada pelanggan perusahaan. Jika nama dan simbol suatu merek smartphone Nokia diubah, baik sebagian atau semua aset dan kewajiban merek smartphone Nokia tersebut, maka pengaruh yang dihasilkan dapat mengakibatkan keuntungan atau kerugian bagi perusahaan.

Menurut Soehadi (2005), kekuatan suatu merek (brand equity) dapat di ukur berdasarkan 5 indikator, yaitu:

1. Leadership: kemampuan untuk mempengaruhi pasar, baik harga

maupun atribut non/harga.

2. Market: kekuatan merek untuk meningkatkan kinerja toko atau distributor.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(50)

3. Internationality: kemampuan merek untuk keluar dari area geografisnya atau masuk ke negara atau daerah lain.

4. Trend: merek semakin penting dalam industri. 5. Protection: merek tersebut mempunyai legalitas. 2. Minat Beli ( Y )

Minat beli merupakan kecenderungan konsumen untuk membeli suatu merek smartphone Nokia atau mengambil tindakan yang berhubungan dengan pembelian

yang diukur dengan tingkat kemungkinan konsumen melakukan pembelian. (Henry Assael, 2001).

Sedangkan pengertian minat beli menurut ( Durianto dan Liana, 2004: 44) adalah minat beli merupakan sesuatu yang berhubungan dengan rencana konsumen untuk membeli produk smartphone Nokia serta berapa banyak unit produk yang dibutuhkan pada periode tertentu.

dalam penelitian ini merupakan kecenderungan konsumen untuk membeli suatu merek atau tindakan yang berhubungan dengan pembelian yang diukur dengan tingkat kemungkinan konsumen melakukan pembelian.

Adapun indikatornya menurut Agusty (2006: 206) adalah sebagai berikut: 1. Intensitas pencarian informasi: Konsumen yang tergugah kebutuhanya

akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak.

2. Keinginan segera membeli: Munculnya rasa tertarik, maka mulailah timbul hasrat atau keinginan untuk membeli produk tersebut.

(51)

37

3.1.1 Pengukuran Variabel

Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala interval dengan menggunakan teknik pembobotan skala ( Likert ), Skala Likert merupakan skala yang dipakai untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang / sekelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2004). Skala ini banyak digunakan karena mudah dibuat, bebas memasukkan pernyataan relevan, realibilitas yang tinggi dan aplikatif pada berbagai aplikasi. Penelitian ini menggunakan statement dengan skala 5, skala ini mudah dipakai untuk penelitian yang terfokus pada responden dan obyek.

Indikator-indikator diatas diukur dengan skala Likert yang memiliki lima tingkat preferensi jawaban yang masing-masing mempunyai skor 1-5 dengan rincian:

1. = Sangat tidak setuju 2. = Tidak setuju 3. = Netral 4. = Setuju

5. = Sangat setuju

1 2 3 4 5

STS TS N S SS

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(52)

3.2 Teknik Pengambilan Sampel a. Populasi

Populasi merupakan kelompok subyek / obyek yang memiliki ciri-ciri atau karakteristik-karakteristik tertentu yang berbeda dengan kelompok subyek / obyek yang lain, dan kelompok tersebut akan dikenai generalisasi dari hasil penelitian (Sumarsono, 2004: 44). Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan mahasiswa UPN “Veteran” yang berminat untuk membeli Smartphone merke Nokia.

b. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang mempunyai ciri dan karakteristik yang sama dengan populasi tersebut. Karena itu sample harus representative dari sebuah populasi (Sumarsono, 2002 : 45). Metode pengambilan sampel dengan metode non probability sampling dengan teknik Purposive Sampling yaitu sampel dipilih berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh peneliti. “Dengan kriteria mahasiswa yang Mengetahui manfaat dan fitur-fitur merek Smartphone Nokia”.

(53)

39

3.3.Prosedur Pengumpulan Data 3.3.1. J enis Data

Data dalam penelitian ini yaitu menggunakan data primer, data yang diolah dalam penelitian ini diperoleh dengan menyebarkan kuesioner kepada konsumen.

3.3.2.Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam analisis ini adalah data yang diambil langsung dari konsumen yang dalam penelitian ini adalah adalah mahasiswa aktif reguler S-1 UPN “Veteran” Jawa Timur dengan cara menyebarkan kuesioner. 3.3.3. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam skripsi ini dilakukan dengan menggunakan beberapa cara berikut:

a. Wawancara

Yaitu pengumpulan data dan pernyataan dengan cara bertanya kepada mahasiswa aktif reguler S-1 UPN “Veteran” Jawa Timur.

b. Kuisioner

Yaitu pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan daftar pertanyaan kepada mahasiswa aktif reguler S-1 UPN “Veteran” Jawa Timur untuk diisi agar memperoleh jawaban langsung dari konsumen.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(54)

3.4.Teknik Analisis dan Uji Hipotesis 3.4.1. Teknik Analisis

Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode SEM berbasis komponen dengan menggunakan PLS dipilih sbeagai alat analisis pada penelitian ini. Teknik Partial Least Square (PLS) dipilih karena perangkat ini banyak dipakai untuk analisis kausal – prediktif yang rumit dan merupakan teknik yang sesuai untuk digunakan dalam aplikasi prediksi dan pengembangan teori seperti pada penelitian ini.

PLS merupakan pendekatan yang lebih tepat untuk tujuan prediksi, hal ini terutama pada kondisi dimana indikator bersifat formatif. Dengan variabel laten berupa kombinasi linier dari indikatornya, maka prediksi nilai dari variabel laten dapat dengan mudah diperoleh, sehingga prediksi nilai terhadap variabel laten yang dipengaruhinya juga dapat dengan mudah diperoleh, sehingga prediksi terhadap variabel laten yang dipengaruhi juga dapat dengan mudah dilakukan.

SEM berbasis kovarian membutuhkan banyak asumsi parametrik, misalnya variabel yang diobservasi harus memiliki multivariate normal distribution yang dapat terpenuhi jika ukuran sampel yang digunakan besar

(antara 200-800). Dengan ukuran sampel yang kecil akan memberikan hasil parameter dan model statistik yang tidak baik (Ghozali, 2008)

(55)

41

Untuk melakukan pengujian dengan SEM berbasis komponen atau PLS, digunakan dengan bantuan SmartPLS. PLS mengenal dua macam komponen dalam model kausal yaitu model pengukuran (measurement models) dan model struktural (structural model).

Melalui pendekatan ini, diasumsikan bahwa semua varian yang dihitung merupakan varian yang berguna untuk penjelasan. Pendekatan pendugaan variabel laten dalam PLS adalah sebagai exact kombinasi linear dari indikator, sehingga mampu menghindari masalah indeterminacy dan menghasilkan skor komponen yang tepat. Dengan menggunakan algoritma iteratif yang terdiri dari beberapa analisis dengan metode kuadrat kecil biasa (ordinary least square) maka persoalan identifikasi tidak menjadi masalah, karena model bersifat rekursif.

Pendekatan PLS didasarkan pada pergeseran analisis dari pengukuran estimasi parameter model menjadi pengukuran prediksi yang relevan. Sehingga fokus analisis bergeser dari hanya estimasi dan penafsiran signifikan parameter menjadi validitas dan akurasi prediksi.

Didalam PLS variabel laten bisa berupa hasil pencerminan indikatornya, diistilahkan dengan indikator refleksif (reflective indicator). Disamping itu, juga bisa konstruk dibentuk (formatif) oleh indikatornya, diistilahkan dengan indikator formatif (formative indicator).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(56)

3.4.2 Model Indikator Refleksif Dan Indikator Formatif 3.4.2.1 Model Indikator Refleksif

Dikembangkan berdasarkan pada classical test theory yang mengasumsikan bahwa variasi skor pengukuran konstruk merupakan fungsi dari true score ditambah error. Jadi konstruk laten seolah-olah mempengaruhi variasi

pengukuran dan asumsi hubungan kausalitas dari konstruk ke indikator. Model refleksif sering juga disebut principal factor model dimana kovarian pengukuran indikator seolah-olah dipengaruhi oleh konstruk laten atau mencerminkan variasi dari konstruk laten.

Pada model refleksif, konstruk (unidimensional) digambarkan dengan bentuk ellips dengan beberapa anak panah dari konstruk ke indikator. Model ini menghipotesiskan bahwa perubahan pada konstruk laten akan mempengaruhi perubahan pada indikator. Model indikator refleksif harus memiliki internal konsistensi karena semua indikator diasumsikan mengukur satu konstruk, sehingga dua indikator yang sama reliabilitasnya dapat saling dipertukarkan. Walaupun reliabilitas (Cronbach Alpha) suatu konstruk akan rendah jika hanya ada sedikit indikator, tetapi validitas konstruk tidak akan berubah jika satu indikator dihilangkan.

(57)

43

Sedangkan niat membeli umumnya diukur dengan ukuran subyektif seperti how likely-unlikely, probable-improbable, dan/atau possible-impossible.

Gambar 3.1

Pr incipal Factor (Reflective) Model

Sumber: Prof. Dr. Imam Ghozali, M.Com, Akt., “Structural Equation Modeling-Metode Alternatif dengan Partial Least Square, Jan 2004, hal 9

Ciri-ciri model indikator reflektif adalah:

• Arah hubungan kausalitas seolah-olah dari konstruk ke indikator. • Antar indikator diarapkan saling berkorelasi (memiliki internal

consitency Reliability).

• Menghilangkan satu indikator dari model pengukuran tidak akan merubah makna dan arti konstruk.

• Menghitung adanya kesalahan pengukuran (error) pada tingkat indikator.

Principal Factor

X1

X2

X3

e1

e2

E3

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(58)

3.4.2.2 Model Indikator For matif

Konstruk dengan indikator formatif mempunyai karakteristik berupa komposit, seperti yang digunakan dalam literatur ekonomi yaitu index of sustainable economics welfare, the human development index, dan the quality of life index. Asal usul model formatif dapat ditelusuri kembali pada “operational definition”, dan berdasarkan definisi operasional, maka dapat dinyatakan tepat menggunakan model formatif atau refleksif. Jika η menggambarkan suatu variabel laten dan x adalah indikator, maka: η = x

(59)

45

Oleh karena diasumsikan bahwa antar indikator tidak saling berkorelasi maka ukuran internal konsistensi reliabilitas (Alpha Cronbach) tidak diperlukan untuk menguji reliabilitas konstruk formatif. Kausalitas hubungan antar indikator tidak menjadi rendah nilai validitasnya hanya karena memiliki internal konsistensi yang rendah. Untuk menilai validitas konstruk perlu dilihat vaiabel lain yang mempengaruhi konstruk laten. Jadi untuk menguji validitas dari konstruk laten, peneliti harus menekankan pada nimological dan atau criterion-related validity.

Implikasi lainnya dari model formatif adalah dengan menghilangkan (dropping) satu indikator dalam model akan menimbulkan persoalan serius. Menurut para ahli psikometri indikator formatif memerlukan semua indikator yang membentuk konstruk. Jadi menghilangkan satu indikator akan menghilangkan bagian yang unik dari konstruk laten dan merubah makna dari konstruk. Komposit variabel laten memasukkan error term dalam model, hanya error term diletakkan pada konstruk laten dan bukan pada indikator.

Model formatif memandang (secara matematis) indikator seolah-olah sebagai variabel yang mempengaruhi variabel laten, dalam hal ini memang berbeda dengan model analisis faktor, jika salah satu indikator meningkat, tidak harus diikuti oleh peningkatan indikator lainnya dalam satu konstruk, tapi jelas akan meningkatkan variabel latennya.

Model refleksif mengasumsikan semua indikator seolah-olah dipengaruhi oleh variabel konstruk, oleh karena itu menghendaki antar indikator saling berkorelasi satu sama lain. Dalam hal ini konstruk diperoleh menggunakan analis faktor. Sedangkan, model formatif (konstruk diperoleh melalui analisis komponen

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(60)

utama) tidak mengasumsikan perlunya korelasi antar indikator, atau secara konsisten berasumsi tidak ada hubungan antar indikator. Oleh karena itu, internal konsisten (Alpha Cronbach) kadang-kadang tidak diperlukan untuk menguji reliabilitas konstruk formatif.

Gambar 3.2

Composite Latent Variable (For mative) Model

Sumber: Prof. Dr. Imam Ghozali, M.Com, Akt., “Structural Equation Modeling –Metode Alternatif dengan Partial Least Square, Jan 2004, hal 11. Ciri-ciri model indikator formatif adalah:

• Arah hubungan kausalitas dari indikator ke konstruk.

• Antara indikator diasumsikan tidak berkorelasi (tidak diperlukan uji konsistensi internal atau cronbach alpha ).

• Menghilangkan satu indikator berakibat merubah makna dari konstruk • Kesalahan pengukuran diletakkan pada tingkat konstruk (zeta)

• Konstruk mempunyai makna “surplus” • Skala skor tidak menggambarkan konstruk

Zeta Composite X2

Factor

X1

(61)

47

3.4.3 Kegunaan Metode Partial Least Squar e (PLS)

Kegunaan PLS adalah untuk mendapatkan model struktural yang powerfull untuk tujuan prediksi. Pada PLS, penduga bobot (weight estimate) untuk menghasilkan skor variabel laten dari indikatornya dispesifikasikan dalam outer model, sedangkan inner model adalah model struktural yang menghubungkan antar variabel laten.

3.4.4 Pengukuran Metode Partial Least Squar e (PLS)

Pendugaan parameter di dalam PLS meliputi 3 hal, yaitu :

1. Weight estimate yang digunakan untuk menciptakan skor variabel laten.

2. Estimasi jalur (path estimate) yang menghubungkan antar variabel laten dan estimasi loading antara variabel laten dengan indikatornya.

3. Means dan lokasi parameter (nilai konstanta regresi, intersep) untuk indikator dan variabel laten.

Untuk memperoleh ketiga estimasi ini, PLS menggunakan proses iterasi tiga tahap dan setiap tahap iterasi menghasilkan estimasi. Tahap pertama menghasilkan penduga bobot (weight estimate), tahap kedua menghasilkan estimasi untuk inner model dan outer model, dan tahap ketiga menghasilkan estimasi means dan lokasi (konstanta). Pada dua tahap pertama proses iterasi dilakukan dengan pendekatan deviasi (penyimpangan) dari nilai means (rata-rata). Pada tahap ketiga, estimasi bisa didasarkan pada matriks data asli dan taua hasil

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

Gambar

Gambar 2.1 Piramida Kesadaran Merek ................................................
Tabel 1.1  Data Top Brand Indeks
Tabel 1.2 Daftar Pemenang ICSA (Indonesian Customer Satisfaction Award)
Gambar 2.1 Piramida Kesadaran Merek
+7

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu upaya atas pemanfaatan kemajuan teknologi informasi dimaksud, antara lain dengan implementasi layanan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi yang nyata antara dosis pupuk urea dengan frekuensi penyiraman terhadap tinggi tanaman, jumlah tunas

Demikian Pengumuman ini disampaikan, apabila Peserta yang keberatan dengan hasil tersebut diberi kesempatan untuk melakukan sanggahan sampai dengan tanggal 15 Mei 2012 yang

Meskipun di Indonesia status konservasi spesies ini belum diketahui karena belum tersedianya data yang akurat tentang biologi, perikanan, dan sumber dayanya, tetapi dalam daftar

siswa adalah 41%, sedangkan kriteria yang ingin dicapai. Dapat disimpulkan jika keduanya belum memenuhi kriteria yang ditetapkan. Berdasarkan nilai yang didapatkan siswa

Rasa ridrk amn yans sirabya obyekil umumlx dikaitlon dcngan ,ndikator J,ang jclas scperti Jn'b r?rre, unhrk!. mcngeiahui ksirbiian krryaMr dalam o.gaDh$i scncnkm ms

7 Model Application of Learning in Science Teaching Children to Learn Math at the Students of SMP State 53 Palembang Marhamah Fajriyah Nasution, Faculty of Teacher Training and

Pelaksanaan jual beli secara timbangan di desa kalakahkasihan yaitu pemilik pohon tidak menjual pohonnya, tetapi hasil kapuk di panen sendiri. Kalau pemiliknya bisa