• Tidak ada hasil yang ditemukan

RENUNGAN KELUARGA KRISTIANI TENTANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RENUNGAN KELUARGA KRISTIANI TENTANG"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

RENUNGAN KELUARGA

KRISTIANI TENTANG

(2)

Renungan Keluarga Kristiani Tentang Santo Yusuf Komisi Keluarga Konferensi Waligereja Indonesia Jl. Cikini II no 10 Menteng 10330 Jakarta Pusat

Telp.: 021-3912336 Fax. : 021-3106694. Email: komkelkwi@gmail.com

Editor : Y. Aristanto HS. MSF Desain : Angelic Sabrina Aji

Nihil Obstat dan Imprimatur :

Mgr. Christophorus Tri Harsono Purwokerto - 5 Februari 2021

Buku renungan dan doa ini dapat diperbanyak sendiri dan digunakan untuk kepentingan umat dalam bentuk tertulis maupun digital.

(3)

PENGANTAR

Tahun Santo Yusuf, yang dibuka oleh Paus Fransiskus melalui Surat Apostolik Patris Corde pada tanggal 08 Desember 2020, menjadi kesempatan baik bagi keluarga di masa pandemi ini untuk menggali dan meneladan keutamaan hidup Santo Yusuf. Santo Yusuf bukan hanya teladan bagi para suami atau bapak keluarga saja tetapi juga teladan bagi kita sebagi orang beriman.

Kisah mengenai Santo Yusuf tidak banyak kita temukan dalam Kitab Suci. Kehadirannya dalam rencana keselamatan itu penting dan unik. Keheningan kisah tentang Santo Yusuf di dalam Kitab Suci itu tidak berarti hening dalam sejarah gereja. Ada banyak Bapa Gereja dan orang kudus berbicara mengenai Santo Yusuf. Bahkan Beato Paus Pius IX menjadikan Santo Yusuf sebagai Pelindung Gereja Semesta.

Devosi Santo Yusuf mempunyai beberapa makna. Pertama-tama, devosi berarti merenungkan dan meneladan keutamaan hidup dan iman Santo Yusuf. Kedua, devosi berarti kita berdoa bersama dan dengan perantaan Santo Yusuf kepada Allah untuk memohonkan rahmat yang sama yang telah Allah limpahkan kepada Santo Yusuf dan berdoa pula untuk kepentingan atau kebutuhan kita.

Devosi Santo Yusuf ini unik dan khas, sebagaimana diungkapkan oleh Santa Teresa dari Avila : “ Sampai sekarang saya tidak ingat permohonan apa yang saya minta kepada Santo Yusuf. Perbuatan Tuhan yang saya alami melalui Santo Yusuf itu sangat mempesona. Tubuh dan jiwaku dibebaskannya dari bahaya. Kepada para kudus yang lain Allah memberikan dan membantu kita dalam sebuah kebutuhan, tetapi pengalaman saya akan kepada Santo Yusuf berbeda. Melalui perantaannya, Allah membantu kita dalam semua hal dan Allah, seperti seorang Bapa, membantu kita memahami bagaimana menjalani hidup di dunia ini seperti di surga” (V. 6).

Semoga renungan dan doa yang disusun oleh Komisi Keluarga KWI ini bermanfaat bagi keluarga-keluarga katolik untuk meneladan hidup Santo Yusuf terutama di masa pandemi ini. Pelaksanaan doa dan renungan ini dapat disesuaikan selaras dengan kebutuhan, situasi dan kondisi keluarga-keluarga di berbagai macam setempat.

Tuhan memberkati. Mgr. Ch. Tri Harsono

(4)

TAHUN SANTO YUSUF

Dengan Surat Apostolik Patris Corde (Dengan Hati Seorang Bapa), Paus Fransiskus memperingati 150 tahun deklarasi Santo Yusuf sebagai Pelindung Gereja Semesta oleh Beato Paus Pius IX. Untuk memperingati peristiwa tersebut, Bapa Suci telah mencanangkan “Tahun Santo Yusuf” mulai tanggal 08 Desember 2020 hingga tanggal 08 Desember 2021.

Dalam surat apostoliknya tersebut, Paus Fransiskus menggambarkan figur Santo Yusuf sebagai bapa yang terkasih, bapa yang lembut dan penuh kasih, bapa yang patuh, bapa yang menerima; bapa yang secara kreatif pemberani, bapa yang bekerja, bapa dalam bayang-bayang.

Bapa Suci menulis Patris Corde (PC) dengan latar belakang pandemi Covid-19, yang, dikatakannya, telah membantu kita melihat lebih jelas pentingnya orang-orang “biasa” yang, meski jauh dari pusat perhatian, tetap sabar dan menawarkan harapan setiap hari. Dalam hal ini, mereka menyerupai Santo Yusuf, “orang yang kehadirannya sehari-hari tidak diperhatikan, bijaksana dan tersembunyi”, yang meskipun demikian memainkan “peran yang tak tertandingi dalam sejarah keselamatan”.

Santo Yusuf, pada kenyataannya, “secara nyata mengungkapkan kebapaannya” dengan mempersembahkan dirinya dalam kasih, “kasih yang ditempatkan untuk melayani Mesias yang tumbuh hingga dewasa di rumahnya”, tulis Paus Fransiskus, mengutip pendahulunya, Santo Paulus VI.

Dan karena perannya di “persimpangan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru”, Santo Yusuf “selalu dihormati sebagai seorang bapa oleh umat Kristiani” (PC. 1). Di dalam dia, “Yesus melihat kasih Allah yang lembut”, yang membantu kita menerima kelemahan kita, karena “melalui” dan terlepas dari “ketakutan kita, kerapuhan kita, dan kelemahan kita,” sebagian besar rencanan ilahi terwujud. “Hanya kasih yang lembut yang akan menyelamatkan kita dari jerat sang penuduh”, tegas Paus Fransiskus, dan dengan menjumpai belas kasih Allah khususnya dalam Sakramen Rekonsiliasi kita “mengalami kebenaran dan kelembutan-Nya,” - karena “kita tahu bahwa kebenaran Allah tidak menghukum kita, melainkan menyambut, merangkul, menopang dan mengampuni kita” (PC. 2).

Santo Yusuf juga seorang bapa dalam ketaatan kepada Allah : dengan ‘ya’-nya ia melindungi Maria dan Yesus serta mengajarkan Putra-Nya untuk “melakukan kehendak Bapa”. Dipanggil oleh Tuhan untuk melayani perutusan Yesus, ia “bekerjasama dalam misteri agung Penebusan”, seperti yang dikatakan Santo Yohanes Paulus II, “dan benar-benar seorang pelayan keselamatan” (PC. 3).

(5)

Pada saat yang sama, Santo Yusuf adalah “Bapa yang menerima”, karena ia “menerima Maria tanpa syarat” - sebuah isyarat penting bahkan hingga hari ini, kata Paus Fransiskus, “di dunia kita di mana kekerasan psikologis, verbal dan fisik terhadap perempuan begitu nyata”. Tetapi sang mempelai Maria tersebut juga adalah orang yang, dengan percaya kepada Tuhan, menerima dalam hidupnya bahkan peristiwa-peristiwa yang tidak ia pahami, “mengesampingkan gagasan-gagasannya” dan mendamaikan dirinya dengan sejarahnya sendiri.

Jalan spiritual Santo Yusuf “bukan jalan yang menjelaskan, tetapi jalan menerima” - yang tidak berarti bahwa ia “pasrah”. Sebaliknya, ia “dengan berani dan tegas proaktif”, karena dengan “karunia ketabahan Roh Kudus”, dan penuh harapan, ia mampu “menerima hidup apa adanya, dengan segenap pertentangan, frustrasi dan kekecewaan”. Dalam prakteknya, melalui Santo Yusuf, seolah-olah Allah mengulangi kepada kita : “Jangan takut!” karena “iman memberi makna pada setiap peristiwa, entah gembira maupun sedih”, dan membuat kita sadar bahwa “Allah dapat membuat bunga bermunculan dari tanah berbatu”. Santo Yusuf “tidak mencari jalan pintas tetapi menghadapi kenyataan dengan mata terbuka dan secara pribadi bertanggung jawab terhadap kenyataan tersebut”. Karena alasan ini, “ia mendorong kita untuk menerima dan menyambut orang lain apa adanya, tanpa kecuali, dan menunjukkan perhatian khusus kepada orang-orang yang lemah” (PC 4).

Patris Corde menyoroti “keberanian kreatif” Santo Yusuf, yang “muncul terutama dalam cara kita menghadapi kesulitan.” “Sang tukang kayu dari Nazareth”, jelas Paus Fransiskus, mampu mengubah masalah menjadi kemungkinan dengan percaya akan pemeliharaan ilahi. Ia harus menghadapi “masalah nyata” yang dihadapi keluarganya, masalah yang dihadapi oleh keluarga lain di dunia, dan terutama para migran.

Dalam pengertian ini, Santo Yusuf adalah “santo pelindung khusus dari semua orang yang terpaksa meninggalkan tanah air mereka karena perang, kebencian, penganiayaan, dan kemiskinan”. Sebagai penjaga Yesus dan Maria, Santo Yusuf tidak dapat “menjadi yang lain selain penjaga Gereja”, penjaga keibuan Gereja, dan penjaga tubuh Kristus. “Akibatnya, setiap orang yang miskin, membutuhkan, menderita atau menghadapi ajal, setiap orang asing, setiap narapidana, setiap orang yang lemah adalah ‘anak’ yang terus dilindungi oleh Santo Yusuf”. Dari Santo Yusuf, tulis Paus Fransiskus, “kita harus belajar ... mengasihi Gereja dan orang miskin” (PC. 5).

“Seorang tukang kayu yang mencari nafkah dengan jujur untuk menafkahi keluarganya”, Santo Yusuf juga mengajari kita “nilai, martabat dan kegembiraan dari apa artinya makan roti yang merupakan buah dari kerja kerasnya sendiri”. Segi karakter Santo Yusuf ini memberi Paus Fransiskus kesempatan untuk mengajukan permohonan yang mendukung pekerjaan, yang telah menjadi “masalah sosial yang membara” bahkan di negara-negara

(6)

dengan tingkat kesejahteraan tertentu. “Ada kebutuhan baru untuk menghargai pentingnya pekerjaan yang bermartabat, di mana Santo Yusuf adalah santo pelindung yang perlu diteladani”, tulis Paus Fransiskus.

Bekerja, Bapa Suci mengatakan, “adalah sarana untuk ambil bagian dalam karya keselamatan, kesempatan untuk mempercepat kedatangan Kerajaan Allah, mengembangkan talenta dan kemampuan kita, dan menempatkannya dalam pelayanan masyarakat dan persekutuan persaudaraan”. Orang-orang yang bekerja, beliau menjelaskan, “bekerjasama dengan Allah sendiri, dan dalam beberapa hal menjadi pencipta dunia di sekitar kita”. Paus Fransiskus mendorong setiap orang “untuk menemukan kembali nilai, pentingnya, dan perlunya pekerjaan untuk mewujudkan ‘kenormalan’ baru di mana tak seorang pun dikecualikan”. Terutama mengingat meningkatnya pengangguran karena pandemi Covid-19, Paus Fransiskus meminta semua orang untuk “meninjau prioritas kita” dan mengungkapkan keyakinan teguh kita bahwa tidak ada orang muda, tidak ada orang, tidak ada keluarga tanpa pekerjaan!” (6).

Mengacu pada The Shadow of the Father - sebuah buku karya penulis Polandia Jan Dobraczyski - Paus Fransiskus menggambarkan kebapaan Santo Yusuf terhadap Yesus sebagai “bayang-bayang duniawi dari Bapa surgawi”.

“Bapa tidak dilahirkan, tetapi dijadikan”, kata Paus Fransiskus. “Seorang laki-laki tidak menjadi seorang bapa hanya dengan membawa seorang anak ke dunia, tetapi dengan bertanggung jawab untuk merawat anak itu”. Sayangnya, dalam masyarakat saat ini, anak-anak “sering kali tampak seperti yatim piatu, tidak memiliki bapa” yang mampu memperkenalkan mereka “pada kehidupan dan kenyataan”. Anak-anak, kata Paus Fransiskus, membutuhkan bapa yang tidak akan mencoba menguasai mereka, tetapi membesarkan mereka agar “mampu memutuskan sendiri, menikmati kebebasan, dan menjelajahi kemungkinan baru”.

Ini adalah pengertian di mana Santo Yusuf digambarkan sebagai bapa yang “paling tulus”, yang berlawanan dengan sifat posesif yang menguasai. Santo Yusuf, kata Paus Fransiskus, “tahu bagaimana mengasihi dengan kebebasan yang luar biasa. Ia tidak pernah menjadikan dirinya pusat dari segala hal. Ia tidak memikirkan dirinya sendiri, tetapi berfokus pada kehidupan Maria dan Yesus”.

Bagi Santo Yusuf, kebahagiaan melibatkan pemberian diri yang sejati : “Di dalam dirinya, kita tidak pernah melihat frustrasi, tetapi kepercayaan semata”, tulis Paus Fransiskus. Keheningannya yang sabar adalah awal dari ungkapan kepercayaan yang nyata. Oleh karena itu, Santo Yusuf menonjol sebagai sosok teladan untuk zaman kita, di dunia yang “membutuhkan bapa”, dan bukan “penguasa lalim”; sebuah masyarakat yang “menolak orang-orang yang mengacaukan otoritas dengan otoritarianisme, pelayanan dengan penghambaan, diskusi dengan penindasan, amal dengan mentalitas kesejahteraan, kekuasaan dengan kehancuran”.

(7)

Bapa sejati, sebaliknya, “menampik menjalani kehidupan anak-anaknya demi mereka”, dan sebaliknya menghormati kebebasan mereka. Dalam pengertian ini, kata Paus Fransiskus, seorang bapa menyadari bahwa “ia sungguh bapa dan pendidik pada saat ia menjadi ‘tidak berguna’, ketika ia melihat bahwa anaknya telah mandiri dan dapat menjalani kehidupan tanpa pendamping”. Menjadi seorang bapa, Paus Fransiskus menekankan, “tidak ada hubungannya dengan kepemilikan, tetapi lebih merupakan ‘tanda’ yang menunjuk pada kebapaan yang lebih besar” : tanda “Bapa surgawi” (PC. 7).

Dalam suratnya, Paus Fransiskus mencatat bagaimana, “Setiap hari, selama lebih dari empat puluh tahun, setelah Laudes [Doa Pagi]” beliau telah “mendaraskan doa kepada Santo Yusuf yang diambil dari buku doa Perancis abad ke-19 dari Kongregasi Suster-suster Yesus dan Maria”. Doa ini, beliau mengatakan, mengungkapkan pengabdian dan kepercayaan, serta bahkan menimbulkan tantangan tertentu bagi Santo Yusuf, karena, sebagai kata penutupnya, “bapaku yang terkasih, segenap kepercayaanku ada padamu. Jangan biarkan aku memanggil engkau dengan sia-sia, dan karena engkau dapat melakukan segalanya bersama Yesus dan Maria, tunjukkan kepadaku bahwa kebaikanmu sebesar kekuatanmu”.

Di akhir suratnya, beliau kembali menambahkan doa kepada Santo Yusuf. Dengan doa tersebut beliau mendorong kita semua untuk berdoa bersama :

Salam, Penjaga Sang Penebus, Mempelai Santa Perawan Maria.

Kepadamu Allah mempercayakan Putra-Nya yang Tunggal. Di dalam dirimu Maria menaruh kepercayaannya,

bersamamu Kristus menjadi manusia. Santo Yusuf, kepada kami juga, perlihatkan dirimu seorang bapa dan bimbing kami di jalan kehidupan.

Perolehkan bagi kami rahmat, belas kasih, dan keberanian, serta lindungi kami dari setiap kejahatan. Amin.

(8)

PETUNJUK PRAKTIS

Pada tanggal 19 Maret 2021, menurut Kalender Liturgi, Gereja akan merayakan Hari Raya Santo Yusuf. Dalam rangka mempersiapkan Hari Raya ini, keluarga-keluarga katolik diundang untuk berdoa dan merenungkan hidup dan pribadi Santo Yusuf ini selama 30 hari berturut-turut. Kita akan mengawali doa dan renungan tersebut pada tanggal 18 Februari 2021 dan akan menutupnya dalam rekoleksi nasional yang diadakan secara online pada Hari Raya Santo Yusuf tanggal 19 Maret 2021.

Doa dan renungan yang disajikan ini diramu dari beberapa sumber devosi kepada Santo Yusuf dari Tradisi Gereja. Doa dan Renungan 30 hari ini sebagian besar diinspirasi dari Medatasi Persiapan Pesta Santo Yusuf dari Institut Abdi-Abdi Tuhan dan Bunda dari Matara. Dan doa-doa yang dipilih merupakan doa-doa devosial yang dipraktekkan secara umum dalam tradisi Gereja Katolik.

Untuk memulai doa dan renungan keluarga ini, kita perlu mempersiapkan altar kecil, patung/gambar/ikon Santo Yusuf, dan lilin kecil yang dinyalakan setiap kali kita berdoa. Urutan Doa dan Permenungan yang diusulkan adalah seperti berikut:

1. Tanda Salib dan Salam 2. Doa Tobat

3. Doa Pembukaan 4. Renungan

5. Doa Pribadi

6. Doa Santo Yusuf 7. Doa Penutup 8. Berkat Penutup

Urutan doa dan renungan ini dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi keluarga yang bersangkutan.

Doa dan renungan ini dapat dilaksanakan secara pribadi atau bersama keluarga. Bagi keluarga yang anggotanya terpisah karena tempat tinggal yang berjauhan, doa dan renungan ini dapat dilakukan secara online. Kepala keluarga dapat meminta setiap anggota keluarga untuk bergantian memimpin atau bertugas membacakan renungan atau doa.

(9)

Semoga doa dan permenungan Santo Yusuf ini membantu setiap anggota keluarga untuk semakin mengenal, mendalami dan meneladan keutamaan hidup dan iman Santo Yusuf terutama dalam hidup di masa pandemi ini.

Penyusun - Editor

RP. Y Aristanto HS, MSF Sekretaris Eksekutif Komisi Keluarga KWI

(10)

DAFTAR ISI

1. Tanda Salib Dan Salam ... 2. Doa Tobat ... 3. Doa Pembuka ... 4. Renungan

4.1. Renungan Hari 1 -18 Februari: “Perantaraan Orang Suci” 4.2. Renungan Hari 2 -19 Februari : “Allah Itu Bapa “

4.3. Renungan Hari 3 -20 Februari : “Allah Putera Penebus Dunia” 4.4. Renungan Hari 4 -21 Februari “Allah Roh Kudus”

4.5. Renungan Hari 5 -22 Februari : “Allah Tritunggal Mahakudus” 4.6. Renungan Hari 6 -23 Februari : “Santa Maria”

4.7. Renungan Hari 7 -24 Februari : “Santo Yusuf”

4.8. Renungan Hari 8 - 25 Februari : “Santo Yusuf, Keturunan Daud”

4.9. Renungan Hari 9 - 26 Februari :”Penjaga Suci Perawan Maria“

4.10. Renungan Hari 10 - 27 Februari “Bapa Pengasuh Anak Allah” 4.11. Renungan Hari 11 - 28 Februari “Pembela Kristus Yang

Setia“

4.12. Renungan Hari 12 - 29 Februari : “Kepala Keluarga Kudus” 4.13. Renungan Hari 13 - 01 Maret : “Yusuf, Pribadi Yang Tulus

Hati “

4.14. Renungan Hari 14 - 02 Maret “Yusuf Yang Murni”

4.15. Renungan Hari 15 - 03 Maret : “Pribadi Yang Bijaksana” 4.16. Renungan Hari 16 - 04 Maret : “Yusuf, Pribadi Yang Berani

dan Teguh”

4.17. Renungan Hari 17 - 05 Maret : “Yusuf, Pribadi Yang Taat” 4.18. Renungan Hari 18 - 06 Maret : “Yusuf, Pribadi Yang Setia” 4.19. Renungan Hari 19 - 07 Maret : “Yusuf, Cermin Kesabaran” 4.20. Renungan Hari 20 - 08 Maret “Yusuf, Teladan Hidup

Sederhana”

4.21. Renungan Hari 21 - 09 Maret : “Yusuf, Teladan Kerendahan Hati”

4.22. Renungan Hari 22 - 10 Maret : “Yusuf, Teladan Para Pekerja” 4.23. Renungan Hari 23 - 11 Maret “Yusuf, Penjaga Perawan Suci” 4.24. Renungan Hari 24 - 12 Maret : “Yusuf, Penopang Keluarga” 4.25. Renungan Hari 25 - 13 Maret : “Yusuf, Penghibur orang yang

mengalami kemalangan” 12 12 12 13 14 15 16 16 17 18 19 20 21 22 22 23 23 24 25 25 26 26 27 27 28 29 29 30

(11)

4.26. Renungan Hari 26 - 14 Maret “Yusuf, Harapan bagi orang yang sakit”

4.27. Hari 27 - 15 Maret : “Yusuf, Pelindung mereka yang berada dalam Sakrat Maut”

4.28. Renungan Hari 28 - 16 Maret “Yusuf, Pelindung dari kuasa setan”

4.29. Renungan Hari 29 - 17 Maret : “Yusuf, Pelindung Gereja Suci”

4.30. Renungan Hari 30 - 18 Maret : “Meneladan Keluarga Kudus” 5. Doa Pribadi... 6. Doa Bersama

6.1. Doa Santo Yusuf (Paus Fransiskus)... 6.2. Doa Para Pekerja kepada Santo Yusuf... 6.3. Doa Mohon Pekerjaan... 6.4. Santo Yusuf, Pelindung dan Penjaga Gereja ... 6.5. Permohonan Kepada Santo Yusuf... 6.6. Doa Harian kepada Santo Yusuf... 6.7. Kunjungan kepada Santo Yusuf... 6.8. Doa kepada Santo Yusuf I... 6.9. Doa kepada Santo Yusuf II... 6.10. Santo Yusuf, Teladan Para Pekerja... 6.11. Seruan Kepada Santo Yusuf ( Yohanes XXIII) ... 6.12. Permohonan Melalui Santo Yusuf... 6.13. Doa Paus Leo XIII kepada Santo Yusuf... 6.14. Litani Santo Yusuf... 7. Doa Penutup... 8. Berkat... 31 31 32 33 33 35 35 35 35 36 36 37 37 38 39 39 39 40 40 41 43 43

(12)

DOA DAN RENUNGAN

1. Tanda Salib Dan Salam

2. Doa Tobat

(Hening sejenak)

3. Doa Pembuka

(Dapat dipilih salah satu) Doa Pembuka 1 P : U : P : U : P : U : P : U : P : U :

Dalam nama Bapa, dan Putera dan Roh Kudus Amin.

Semoga kasih karunia Allah senantiasa menyertai kita. Sekarang dan selama-lamanya.

Saya mengaku,

Saya mengaku kepada Allah Yang Maha Kuasa dan kepada saudara sekalian bahwa saya telah berdosa dengan pikiran dan perkataan dengan perbuatan dan kelalaian. Saya berdosa. Saya berdosa. Saya sungguh berdosa. Oleh sebab itu saya mohon kepada Santa Perawan Maria, kepada para malaikat dan orang kudus dan kepada saudara sekalian supaya mendoakan saya pada Allah Tuhan kita.

Semoga Allah yang Mahakuasa mengasihani kita, mengampuni dosa kita dan menghantar kita ke hidup yang kekal.

Amin.

Marilah berdoa bersama,

Allah Bapa yang Mahabaik, Engkau telah mempersiapkan dan memilih Santo Yusuf menjadi suami Maria dan bapa bagi Yesus PuteraMu. Dengan penuh kasih, ia telah mendampingi Maria, mendidik Yesus dalam iman dan keutamaan hidup, dan menunaikan tanggungjawabnya sebagai kepala Keluarga Kudus dengan penuh pengabdian, kesetiaan, keheningan dan kesederhanaan. Semoga melalui doa dan permenungan ini, kami dapat semakin mengenal dan meneladan keutamaan hidupnya dalam hidup kami sehari-hari. Demi Kristus, Tuhan dan Pengantara kami. Amin.

(13)

Doa Pembuka 2

Doa Pembuka 3

4. Renungan

(Renungan ini disusun berdasarkan hari 1- 30 secara berurutan) 4.1 Renungan Hari I -18 Februari: “Perantaraan Orang Suci”

Beberapa orang masih bertanya: Mengapa kita, orang katolik, berdoa dan meminta kepada Allah dengan perantaan orang-orang kudus? Bukankah Yesus Kristus adalah satu-satunya Pengantara Allah dengan manusia sebagaimana dikatakan di dalam Kitab Suci: “Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus” (1 Tim 2: 5; Ibr 8: 6 dan 9: 11-14)?

Kita perlu memahami bahwa orang-orang kudus bukanlah “penghalang” bagi kita untuk datang kepada Allah Bapa atau kepada Yesus Kristus atau Roh kepada Kudus. Mereka tidak menjauhkan kita dari Allah. Justru teladan iman mereka mendorong kita untuk semakin dekat dengan satu-satunya pengantara kita yaitu Yesus Kristus.

Ketika Gereja mengatakan bahwa orang-orang kudus adalah perantara kita di hadapan Yesus Kristus, itu tidak berarti bahwa merekalah yang mengabulkan doa dan memberikan mujizat. Merekalah yang mendoakan kita di hadapan Allah, dan Allahlah yang mengabulkan doa mereka untuk kita dan memberikan mujijat kepada kita, “melalui perantaraan” orang-orang kudus ini.

P : U :

P : U :

Marilah berdoa bersama,

Bapa yang Mahabaik, Santo Yusuf dengan segala kerendahan hati dan ketaatan melaksanakan kehendakMu bahkan ketika kehendakMu itu berbeda dengan apa yang ia pikirkan dan rencanakan. Semoga melalui teladannya, kami semakin belajar untuk mencari, mendengarkan, menaati dan melaksanakan kehendakMu, yang kadang berbeda dengan kehendak dan rencana kami. Demi Kristus, Tuhan dan Pengantara kami. Amin.

Marilah berdoa bersama,

Bapa yang Mahabaik, Engkau menempatkan Keluarga Kudus dalam hidup sederhana di Nazareth dan hidup dari pekerjaan Yusuf sebagai tukang kayu. Ajarilah kami, sesuai dengan tanggungjawab masing-masing, untuk bekerja dengan tekun dan penuh pengabidan demi kepentingan hidup seluruh keluarga sehari-hari. Semoga pekerjaan kami semakin menguduskan kami dan menjadi persembahan yang baik bagiMu dan bagi sesama kami. Demi Kristus, Tuhan dan pengantara kami. Amin.

(14)

Kepengantaraan ini sama dengan apa yang dilakukan oleh Bunda Maria pada pesta pernikahan di Kana. Melihat bahwa mereka kekurangan anggur, Bunda Maria diam-diam meminta Putranya untuk melakukan sesuatu dengan mengatakan: “Mereka kehabisan anggur.” Walaupun saatNya belum tiba, namun atas permintaan Bunda Maria, Yesus melakukan mukjizat. Dan itu adalah mujijat yang pertama (Yoh. 2, 1-12).

Santo Thomas dari Aquino dalam bukunya Suma Teologi (Bagian II-III-83) mengatakan bahwa: “orang-orang kudus di surga membantu para peziarah dengan doa-doa mereka dan membantu para peziarah untuk semakin sempurna dalam cinta kasih. Semakin dekat dengan Allah, doa-doa mereka semakin didengarkan. Maka sudah layak, menurut ketetapan Allah, yang di atas mengalir kepada yang di bawahnya, seperti pendaran udara yang bersinar karena sinar matahari. Senada dengan itu, Santo Hieronimus menulis dalam bukunya Contra Vigilantium: Jika dalam kehidupannya di dunia ini para rasul dan para martir, yang masih harus memikirkan keselamatan diri mereka sendiri, dapat mendoakan orang lain, terlebih lagi ketika mereka telah menerima mahkota abadi, kemenangan dan sukacita.

Semoga kita dengan penuh iman berdoa bersama Santo Yusuf dan memohon doanya untuk kepentingan kita yang masih berziarah di dunia ini.

4.2. Renungan Hari 2 -19 Februari : “Allah Itu Bapa “

Injil Matius menunjukkan kepada kita pribadi pertama dari Allah Tritunggal yang kita dengan nama “Bapa”. Nama “Bapa” menjadi “nama Allah” yang dikenalkan oleh Tuhan Yesus dan dengan menyebut Allah sebagai Bapa, kita menyatakan diri sebagai anak-anakNya. Tuhan Yesus menggambarkan Bapa sebagai Penyelenggara kehidupan (Mat 6:32); Bapa mengampuni dosa, mendengarkan setiap anaknya, memberkati dan murah hati. Ia tidak pernah meninggalkan kita. Dan Bapa itu hanya satu sebagaimana dikatakan: “ Dan janganlah kamu menyebut siapapun bapa di bumi ini, karena hanya satu Bapamu yaitu Dia yang di sorga” (Mat 23,9).

Figur Bapa surgawi ini sedikit banyak erat kaitannya dengan pengalaman Yesus akan bapa duniawinya yaitu Santo Yusuf. Keutamaan-keutamaan Bapa yang diajarkan oleh Tuhan Yesus juga tidak jauh dari kebapaan Santo Yusuf. Kedekatan relasiNya dengan Bapa juga mencerminkan kedekatan relasi Yesus dengan Santo Yusuf.

St. Yohanes Chrisostomus, dalam Matth, Hom. V.3; PG 57-58 mengatakan bahwa Santo Yusuf telah dipanggil oleh Allah untuk melayani secara langsung pribadi dan misi Yesus dengan menjalankan peran sebagai bapa. Dengan cara ini, ia bekerja sama sepanjang waktu dalam misteri besar penebusan dan ia sungguh-sungguh “pelayan keselamatan”.

(15)

Paus Yohanes Paulus, Seruan Apostolik Redemptoris Custos no.8 juga mengungkapkan: kebapaan Santo Yusuf diwujudkan secara nyata dengan menjadikan dirinya sendiri seorang pelayanan dan persembahan untuk melayani misteri inkarnasi dan misi penebusan; Santo Yusuf melaksanakan tanggungjawabnya sebagai bapa legal atas Keluarga Kudus dengan pemberian diri total melalui hidup dan perkerjaannya.

Menjadi permenungan bagi kita: Bagaimana kita mengalami Allah sebagai Bapa jika kita tidak mengenal bapa kita sehari-hari? Marilah kita mohon supaya kita mampu mengenal figur Allah Bapa melalui bapa duniawi kita. Dan semoga bapa-bapa keluarga semakin mampu mencerminkan figur Bapa Surgawi.

4.3. Renungan Hari 3 -20 Februari : “Allah Putera Penebus Dunia”

“Pusat hidup iman kita adalah Yesus Kristus. Ia sungguh Allah dan sungguh manusia dalam satu pribadi. Ia adalah Firman Allah yang menjadi manusia (Yoh 1,14); Ia esa dan menjadi pengantara antara Allah dan manusia (1 Tim 2:5); dan ia adalah satu-satunya yang mempunyai sabda hidup yang kekal (Yoh 6:68). Ia adalah satu satunya jalan menuju kepada Bapa dan tidak ada seorang pun yang dapat datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Yesus (bdk. Yoh 15:5). Ia menjadi jalan keselamatan bagi semua orang, seperti dikatakan: “tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan” (Kis 4:12). Dan dengan mengenal Putera kita mengenal Bapa sebagaimana nampak dalam dialog Tuhan Yesus dengan Filipus :”Tuhan, tunjukkanlah Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup bagi kami.” Dan Yesus menjawab: “Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa” (lih. Yoh 14:8-9). Allah tidak pernah begitu dekat dengan manusia dan manusia tidak pernah begitu dekat dengan Allah sebagaimana nampak dalam Figur Yesus Kristus pada peristiwa misteri inkarnasi.

Santo Yusuf dan Bunda Maria menjadi pribadi yang pertama terlibat, bersentuhan dan mengalami dengan begitu dekat arti dari “Firman menjadi daging ini.” Firman Allah hadir ke dunia dalam cara yang sangat manusiawi; lahir dan besar sebagaimana proses hidup manusia. Sungguh terberkatilah Santo Yusuf dan Bunda Maria.

Menjadi permenungan bagi kita: Berinspirasi pada hidup Santo Yusuf, bagaimana kita dapat bertumbuh dalam iman akan Yesus Kristus? Apakah kita merasa dekat dengan Tuhan, seperti halnya Maria dan Yusuf? Apakah kita membangun kedekatan dengan Yesus dan mengenal identitas Yesus sesungguhnya seperti mereka? Semoga kita dapat bertumbuh dalam pengenalan dan kesatuan dengan Tuhan kita Yesus Kristus melalui perantaraan Santo Yusuf.

(16)

4.4. Renungan Hari 4 -21 Februari “Allah Roh Kudus”

Katekismus Gereja Katolik (KGK) no. 687 mengatakan: “Tidak ada orang yang tahu, apa yang terdapat di dalam diri Allah, selain Roh Allah” (1 Kor 2:11). Roh yang mewahyukan Allah itu, membuat kita mengenal Kristus, SabdaNya yang hidup, tetapi Ia tidak berbicara tentang diriNya sendiri. Ia yang “bersabda melalui para nabi”, membuat kita mendengarkan Dia secara tidak langsung, bila Ia mewahyukan Sabda kepada kita dan mempersiapkan kita, menerimaNya dalam iman. Roh Kebenaran yang “mengungkapkan” Kristus bagi kita, tidak berbicara “dari diriNya sendiri” (Yoh 16:13). Sikap rendah hati yang ilahi ini menjelaskan mengapa “dunia tidak dapat menerima-Nya, karena ia tidak melihatNya dan tidak mengenalNya”, sedangkan mereka yang percaya kepada Kristus mengenal-Nya, karena Ia menyertai mereka (Yoh 14:17).”

Di awal Injil Matius, peran Roh Kudus itu ditunjukan oleh Malaikat ketika ia menampakkan diri kepada Yusuf dalam mimpi: “Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil menerima Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus.” (bdk. Mat 1:20). Roh Kudus berkarya dan terlibat dalam proses Friman menjadi daging. Yusuf mengakui dan mempercayai akan karya Roh Kudus ini dalam diri Maria. Karena itu, sesudah bangun dari tidurnya, ia segera berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya (Mat 1:24).

Roh Kudus bekerja dalam diri kita maupun dalam peristiwa hidup sehari-hari. Roh Kudus berkarya dengan caraNya yang kadang tidak dapat kita pahami. Ia juga memampukan kita menerima kehendak Allah dan melaksanakannya (bdk. Fil 2:13). Roh Kudus yang diberikan Allah kepada kita bukanlah roh ketakutan, tetapi roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban (2 Tim 1:7).

Marilah kita mohon rahmat kepada Allah melalui Santo Yusuf supaya kita bertumbuh dalam iman akan karya Roh Kudus dan melakukan apa yang dikatakan oleh Roh Kudus kepada kita.

4.5. Renungan Hari 5 -22 Februari : “Allah Tritunggal Mahakudus”

Pikiran duniawi kita tidak mampu mengenal Allah Tritunggal. Namun iman akan Yesus Kristus dan percaya pada pengajaranNya kita mengenal Allah Tritunggal itu: Bapa, Putera dan Roh Kudus. Kita yang lahir dari iman akan Yesus Kristus. Kita menjadi manusia rohani yang dapat mengenal dan percaya akan Allah Tritunggal itu walaupun bagi kita Allah Tritunggal tetaplah sebuah misteri iman. Kita tidak akan pernah dapat memahami dan mengetahui segala sesuatu tentang Allah, karena “Allah itu tidak akan menjadi Allah, jika orang itu memahamiNya”, kata Santo Agustinus.

Walaupun Allah Tritunggal adalah misteri, namun Allah menyatakan misteri itu kepada kita. Maka penting bagi kita untuk memahami, mengenal

(17)

dan mengalaminya. Santo Atanasius mengatakan bahwa sangat baik bagi kita untuk mendalami isi tradisi kuno, doktrin dan iman Gereja Katolik mengenai Allah Tritunggal ini, seperti yang diwartakan oleh para rasul dan diteruskan oleh para bapa gereja. Terlebih lagi pada masa sekarang ini, di mana roh kegelapan membingungkan kita dengan aneka ajarannya dengan tujuan untuk menjauhkan banyak orang dari iman. Pengenalan akan Allah Tritunggal itu dapat kita dalami sekarang ini secara mendasar melalui Katekismus Gereja Katolik.

Rasul Paulus dalam 1 Kor 2:14-16 mengatakan : “Tetapi manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal dari Roh Allah, karena hal itu baginya adalah suatu kebodohan; dan ia tidak dapat memahaminya, sebab hal itu hanya dapat dinilai secara rohani. Tetapi manusia rohani menilai segala sesuatu, tetapi ia sendiri tidak dinilai oleh orang lain. Sebab “Siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan, sehingga ia dapat menasihati Dia?” Tetapi kami memiliki pikiran Kristus.

Setiap berkat diberikan kepada kita dalam nama Bapa, melalui Anak, di dalam Roh Kudus, terutama dalam sakramen-sakramen yang kita rayakan. Dengan berkat, Allah Tritunggal berkenan melibatkan kita dalam misteriNya dan terlibat dalam hidup kita sehari-hari.

Melalui pengalaman imannya, Santo Yusuf mengenal Allah Tritunggal ini. Malaikat menunjukkan kepada Santo Yusuf bahwa Yesus adalah Immanuel “Allah yang menyertai” (Mat 1:23), orang majus yang menyebut Yesus sebagai Raja dan menyembahNya (Mat 2:2), di Bait Allah, Yusuf juga mendengarkan bagaimana Yesus menyebuat Allah sebagai Bapa :”Tidakkah kamu tahu bahwa Aku harus berada di rumah BapaKu?” Dari keterlibatannya dalam rencana keselamatan dan dari pengalaman hidup bersama dengan Yesus, Santo Yusuf mengenal dan bersentuhan dengan misteri Allah Tritunggal.

Menjadi permenungan bagi kita: Bagaimana kita mengalami Allah sebagai Bapa, Putera dan Roh Kudus dalam pengalaman iman sehari-hari? Semoga Santo Yusuf menganugerahi kita rahmat kekuatan untuk bisa mengenal misteri Allah Tritunggal : Bapa, Putera dan Roh Kudus.

4.6. Renungan Hari 6 -23 Februari : “Santa Maria”

Setelah manusia jatuh ke dalam dosa, Allah “mengadili” Ular, Hawa dan Adam. Dalam salah satu putusanNya kepada ular, Allah menyatakan : “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya: keturunannya akan meremukan kepalamu dan engkau akan meremukkan tumitnya”( Kej 3:15).

Permusuhan yang ditetapkan oleh Allah ini bukanlah permusuhan antara dua orang atas kejadian tertentu; juga bukan konflik atau pertengkaran untuk mencari pendamaian antara kedua belah ini. Permusuhan ini adalah

(18)

permusuhan yang tak terdamaikan dan berlangsung terus menerus antara “kuturunan ular” dan “keturunan wanita”. Siapakah wanita itu dan keturunannya? Tentunya jawaban kita terletak pada figur Bunda Maria dan Tuhan Yesus dimana sejarah dosa ditebus menjadi sejarah rahmat. Tradisi gereja juga menggambarkan figur Bunda Maria yang menginjak kepala ular.

Maria menjadi figur pribadi yang taat kepada Allah ketika ia berani menerima kehadiran Anak Allah dalam rahimnya. Ia adalah perempuan yang melawan setan. Ia mengalahkan setan dengan ketaatan dan kesediaannya. Iapun membesarkan dan mendidik Yesus, turut merasakan penolakan di Nazareth dan konflik Yesus dengan orang-orang Farisi dan ahli Kitab. Iapun dengan setia mendampingi Tuhan Yesus dalam penderitaanNya sampai wafat di kayu salib. Bunda Maria turut serta merasakan dan mengalami pergumulan yang dialami oleh Yesus, Anaknya dalam melawan kuasa dosa. Ia menjadi figur wanita yang “menang” melawan kuasa setan.

Di atas salib, Tuhan Yesus menyerahkan Maria kepada Yohanes sebagai ibunya: “Ibu inilah anakmu “ dan menyatakan kepada Yohanes: “Itulah ibumu”. Tuhan Yesus menyerahkan ibunya kepada kita untuk melindungi kita, gereja, dari kuasa dan pengaruh dan kuasa setan. Dengan penuh kepercayaan, Paus Yohanes Paulus II, yang memiliki devosi kuat kepada Maria Suci mengatakan: Totus Tuus Maria! Aku semua milikmu Maria!

Santo Yusuf membangkitkan kasih dan devosi kita kepada Bunda Maria. Marilah kita meminta rahmat kepada Santo Yusuf untuk datang ke Maria dan menerimanya sebagai Bunda kita, yang melindungi kita dari kuasa dan pengaruh setan.

4.7. Renungan Hari 7 -24 Februari : “Santo Yusuf”

Pada abad-abad pertama, dengan berpangkal pada Kitab Suci, para bapa gereja melihat Santo Yusuf sebagai pribadi yang merawat dan melindungi Gereja. Santo Yusuf menjadi pelindung Gereja sama seperti ia telah melindungi Maria. Santo Yusuf menjadi perawat gereja, sama seperti ia telah merawat dan mendidik Yesus. Santo Yusuf sebagai pelindung gereja ini diungkapkan oleh Paus Pius IX dalam dekret Quemandmodum Deus dan ditegaskan oleh Paus Yohanes Paulus dalam Redemptoris Custos.

Tempat Santo Yusuf sangat istimewa dalam iman katolik. Ia dipilih secara khusus oleh Allah untuk terlibat begitu dekat dengan misteri inkarnasi, berbeda dengan orang kebanyakan. Peran Yusuf sebagai “bapa legal” bagi Yesus, lebih dari sekedar bapa dalam arti hukum tetapi bapa dalam arti relasi dan fungsi. Dan karena ikatan perkawinannya dengan Maria, Santo Yusuf pun mempunyai tempat yang luhur sebagaimana Gereja menempatkan Bunda Maria. Tempat Santo Yusuf berbeda dengan orang-orang kudus lainnya.

(19)

Namun nampaknya devosi kepada Santo Yusuf tidakah begitu populer dalam hidup beriman. Figurnya menempel kuat dalam Keluarga Kudus dan tidak kelihatan sebagaimana santo dan santa lain. Namun sesungguhnya Devosi kepada Santo Yusuf itu agung dan unggul. Santa Teresa dari Avila berkata: “Aku menjadikan Santo Yusuf yang mulia sebagai pembela dan tuanku. Dan aku mempercayakan diriku kepadanya ... aku mendapatkan lebih banyak dari yang kuminta..” (Buku tentang Kehidupan, Bab 6, no.6). Marilah kita menghormati Santo Yusuf dan menempatkannya sebagai pelindung dan pendidik bagi kita, orang beriman.

4.8. Renungan Hari 8 - 25 Februari : “Santo Yusuf, Keturunan Daud”

Ketika malaikat mendatangi Yusuf dalam mimpi, ia menyapa Yusuf sebagai anak Daud: “Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai istrimu sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus. Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umatNya dari dosa mereka “ (Mt 1:20-21). Dalam awal tulisannya, Matius juga memberikan sederet nama dalam silsilah untuk menunjukkan bahwa Yusuf adalah keturunan Daud. Lukas dengan cara berbeda menunjukkan identitas Yusuf sebagai keturunan Daud ini: “Dalam bulan yang keenam Allah menyuruh malaikat Gabriel pergi ke sebuah kota di Galilea bernama Nazareth, kepada seorang perawan yang bertunangan dengan seorang bernama Yusuf dari keluarga Daud; nama perawan itu Maria” (Luk 1:26-27).

Peran Yusuf, sebagai keturunan Daud, itu mau menggarisbawahi identitas Yesus sebagai anak Daud, anak Abraham (Mat 1;1). Yesus terhubung dengan Daud karena Yusuf menjadi bapa legalNya. Pentingnya Yusuf sebagai keturunan Daud (garis raja) ini mau menunjukkan tergenapinya nas-nas dalam Kitab Suci Perjanjian Lama tentang Raja Damai yang muncul dari keturunan Daud.

Sebagai keturunan Daud, Yusuf adalah pribadi yang unggul di antara banyak pribadi yang disebut dalam silsilah itu. Nama-nama leluhurnya adalah pribadi yang bergumul di dalam rahmat dan dosa. Dan nama Yusuf tampil cemerlang sebagai pribadi yang mendapat kehormatan untuk menerima keturunan yang terpuji dan dinantikan dalam sejarah.

Kita dapat merenungkan bagaimana hidup Santo Yusuf, yang walaupun keturunan raja, ia tetap hidup dalam kesederhanaan dan menjadikan nama leluhurnya baik karena hidup imannya yang taat.

Bersama Santo Yusuf, marilah kita bersyukur atas para leluhur kita dalam iman, yang telah mengantar kita untuk mengenal Allah.

(20)

4.9. Renungan Hari 9 - 26 Februari :”Penjaga Suci Perawan Maria “

Santo Yusuf dipilih di antara semua pria, untuk menjadi pelindung dan penjaga Perawan Bunda Allah.

Keperawanan Maria

Injil Lukas menyebut Maria disebut sebagai “seorang perawan yang bertunangan dengan seorang yang bernama Yusuf” (Luk 1:27). Dari kutipan ini, kondisi Maria pada saat itu adalah seorang “perawan “ dan dalam kondisi “bertunangan”.

Dalam masyarakat Yahudi saat itu, seorang wanita yang berusia 12-13 tahun dan pria yang berusia 18-24 tahun sudah dikategorikan siap menikah. Pernikahan didahului oleh upacara pertunangan dimana pria dan wanita sepakat untuk membangun ikatan perkawinan. Lama masa pertunangan adalah 1 tahun. Dan selama masa itu, mereka tinggal di rumah yang berbeda. Setelah masa pertunangan itu selesai, mempelai laki-laki akan datang ke rumah mempelai perempuan untuk mengadakan upacara perkawinan dan kemudian membawa mempelai perempuan ke rumah mempelai laki-laki hidup sebagai suami isteri.

Untuk menegaskan situasi pertunangan dan keperawanan Maria, Injil Matius mengatakannya dengan sebuah frase “sebelum mereka hidup sebagai suami isteri”. Keperawanan bagi tradisi Yahudi sangat penting. Keperawan itu dibuktikan pada saat mempelai perempuan dibawa ke kediaman mempelai laki-laki. Dan jika selama masa 1 tahun setelah pengikatan itu terjadi sesuatu, maka perkawinan itu bisa dibatalkan.

Lukas juga menegaskan bahwa Maria adalah perawan (yun: parthénos). Kenyataan itu tampak dalam pertanyaan Maria kepada malaikat “Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?” (Luk 1:34). Pertanyaan ini mengungkapkan kesediaan Maria untuk mengandung Putera Allah sekaligus rencana untuk hidup murni. Dari tradisi Gereja, kita mengetahui bahwa Maria memutuskan menjadi seorang perawan seumur hidupnya. Meskipun hal ini tidak terlalu umum di Israel, namun, ada bentuk hidup keperawanan di antara beberapa kelompok, seperti kelompok Eseni. Yohanes Pembaptis tidak akan menikah, begitu pula dengan Yesus. Oleh karena itu, Yusuf tentunya mempertimbangkan keputusan Maria untuk hidup sebagai perawan. Yusufpun menerimanya dan memutuskan untuk hidup murni.

Santo Yusuf, Penjaga Maria

Perlindungan Santo Yusuf kepada Maria dilukiskan oleh Injil Matius : “Karena Yusuf, suaminya seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum, ia bermaksud mencerikannya dengan diam-diam” (Mat 1:19). Kutipan ini menunjukkan pergumulan

(21)

Yusuf setelah mengetahui bahwa Maria mengandung dari Roh Kudus di masa pertunangan.

Secara hukum Yusuf mempunyai 2 pilihan:

Dari kutipan itu, kita dapat merasakan kelurusan hati Yusuf, sikap perduli, dan perghormatannya terhadap pribadi Maria. “Berbahagialah orang yang suci hatinya karena mereka akan melihat Allah.” (Mat 5:8) Santo Yusuf, suami suci dari Perawan Maria, doakanlah kami supaya kami mempunyai hati yang murni dan dapat melihat Allah.

4.10. Renungan Hari 10 - 27 Februari “Bapa Pengasuh Anak Allah”

Paternitas (kebapaan) Santo Yusuf tidak berhenti dalam silsilah sebagai bapa yuridis Yesus. Paternitas itu didasarkan karena kehendak Allah sendiri. Kebapaan Yusuf secara jelas diungkapkan dalam Kisah Yesus pada umur dua belas tahun dalam Bait Allah ( Luk 2:41-52). Maria mengatakan kepada Yesus “Nak mengapa Engkau berbuat demikian terhadap kami? Bapa-Mu dan aku dengan cemas mencari Engkau.” (Seruan Apostolik Redemptoris Custos no 15). Dengan seruan “BapaMu” ini menyiratkan bahwa Yusuf benar-benar melaksanakan perannya sebagai bapa dari Yesus dan Yesus melihat Yusuf sebagai bapaNya. Paternitas Yusuf nampak pula dalam pemberian nama atas anak yang dilahirkan : “Engkau akan menamai Dia Yesus”. Dan Injil Lukas 2:51: “ Ia pulang bersama-sama mereka ke Nazareth; dan Ia tetap hidup dalam asuhan mereka (Redemptoris Custos no 16).

Dari renungan ini, kita menyadari bahwa paternitas bukanlah status seorang ayah atau mempunyai mampu mempunyai keturunan, tetapi yang terutama adalah relasi dan pengakaran iman dan kehidupan yang kita berikan kepada anak-anak kita.

Marilah kita mohon kepada Santo Yusuf supaya para orang tua melaksanakan tanggungjawab pendidikan anak-anak dalam hikmat dan kebijakan, dikasihi Allah dan sesama.

• Menuntut Maria di depan pengadilan. Menurut hukum Musa sebagaimana terdapat dalam Im 20:20, Ul 22:22-24; bdk Yoh 8:2. • Memberi surat cerai, sebagimana diizinkan oleh hukum untuk

kasus seperti itu. Yusuf tidak meragukan kesucian Maria. Yusuf memikirkan cara “yang terbaik” untuk tidak mencemarkan nama isterinya di muka umum. Keraguan kedua ini dijawab oleh Malaikat: “Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus”(Mat 1:20).

(22)

4.11. Renungan Hari 11 - 28 Februari “Pembela Kristus Yang Setia “

Matius mengisahkan bahwa setelah orang Majus pulang, Malaikat Tuhan menampakkan diri kepada Yusuf dalam mimpi dan menyuruhnya membawa Anak dan ibuNya melarikan diri ke Mesir dan tinggal di sana sampai Allah memberitahunya karena Herodes sedang mencari mereka untuk membunuh Yesus. (lih. Mat 2:13)

Melalui Malaikat, Allah memberikan kepercayaan kepada Yusuf untuk menyelamatkan dan menjaga hidup “Anak dan ibuNya”. Menanggapi kepercayaan itu, Yusuf dengan segera melaksanakannya walaupun Malaikat itu juga memberikan tentang cara dan bagaimana harus dilakukan. Orang yang memusuhinya adalah Herodes yang mempunyai kedudukan dan kuasa besar. Siapakah Yusuf di hadapan Herodes? Bagaimana pribadi Yusuf mengambil resiko berhadapan dengan mereka? Namun Yusuf menunjukkan keberanian. Ia tampil sebagai pribadi yang melindungi, menjaga dan membela Yesus dan Maria dengan resiko apapun. Ia mungkin dapat bertanya: Mengapa Allah dengan kuasanya tidak mengadakan mujijat untuk dapat menyembunyikan mereka?

Sesuai dengan perintah Malaikat, Yusuf berangkat ke Mesir. Pengungsian ke Mesir adalah jalan panjang dan penuh perjuangan. Situasinya tidak pasti dan tidak mudah untuk berjalan sendiri, dan sekarang Yusuf “melarikan diri” bersama dengan Yesus dan Maria. Yusuf sungguh-sungguh bergantung pada penyelenggaraan ilahi dan sekaligus berjuang dengan segala kemampuannya untuk dapat hidup. Dan Yusuf melaksanakannya dengan baik, sampai mereka boleh kembali dan hidup di Nazareth.

Apakah kita, sebagai anggota keluarga, melindungi anggota-anggota keluarga yang lemah? Apakah kita menjadikan mereka sebagai beban dalam hidup kita? Marilah kita mohon kepada Santo Yusuf, supaya kita menjadi pelindung, penopang dan pembela saudara-saudara kita yang lemah.

4.12. Renungan Hari 12 - 29 Februari : “Kepala Keluarga Kudus”

Santo Agustinus dan Santo Thomas mengatakan bahwa dalam perkawinan itu selalu ada unsur-unsur “kesatuan rohani yang tak kelihatan”, “kesatuan hati” dan “kesepakatan bebas”. (St. Agustinus, Contra Faustum XXIII - St Thomas, Summa Theo, III).

Ketika mengungkapkan rencana kasihNya dalam Firman Yang Menjadi Daging, Allah membutuhkan jawaban manusia (Yusuf dan Maria). Pada saat menjawab rencana Allah ini, Yusuf dan Maria dipanggil untuk masuk hidup perkawinan yang disertai pula dengan “kebebasan dan pemberian diri penuh” satu sama lain. Karya keselamatan Allah diawali dengan persekutuan yang kudus dan murni, menjadikan keluarga sebagai tempat

(23)

kudus dan palungan hidup. (Paus Paulus VI, Alukusio dalam Gerakan Equipes de Notre-Dame, 4 Mei 1970).

Dari pengalaman ini, kita melihat bahwa perkawinan itu tidak hanya menyangkut urusan dua orang saja, tetapi juga menyangkut rencana Allah yang mau mencintai dan menyelamatkan kita melalui dan dalam keluarga. Di dalam keluarga, terlaksana rencana Allah dan hadir Yesus di tengah-tengah kita, yang menguduskan keluarga kita.

Santo Yusuf menjadi Kepala Keluarga Kudus, yang membawa keluarga Nazareth hidup sebagai keluarga biasa/duniawi saja, namun juga menghadirkan Allah di dalam keluarga”. Keluarga Kudus Nazareth adalah gereja rumah tangga yang asali. “Kehadiran Putera Allah yang hidup tersembunyi selama bertahun-tahun, menjadi prototipe dan teladan bagi semua keluarga Kristen” (Familiaris Consortio no. 49).

Marilah kita memohon supaya Santo Yusuf membantu keluarga kita untuk mampu mengalami kehadiran Tuhan di tengah-tengah kita dan menjadikan hidup keluarga sebagai jalan kekudusan.

4.13. Renungan Hari 13 - 01 Maret : “Yusuf, Pribadi Yang Tulus Hati “ Injil Matius menampilkan figur Yusuf sebagai pribadi “yang tulus hati” (Mat 1:19). Paus Yohanes Paulus II melihat keutamaan ini adalah keutamaan unggul seorang suami (Redempotis Custos no 18).

Ketulusan hati Santo Yusuf ini tidak hanya berbicara mengenai kejujuran atau kebaikan hatinya, tidak juga berbicara mengenai tindakan yang benar dan adil, melainkan sebuah keutamaan untuk memberikan hidup bagi orang lain, tidak melanggar hak-hak orang lain, dan terutama menundukkan diri sendiri untuk melaksanakan kehendak Allah. Pujian atas ketulusan hati Santo Yusuf tampaknya tidak luar biasa, namun sesungguhnya keutamaan ini lebih unggul dari ketulusan hati siapapun.

Ketulusan hati Santo Yusuf adalah rahmat Allah: ia rela melepaskan dirinya sendiri untuk kepentingan karya Allah di atas segala-galanya, menjadi sungguh menjadi suami Maria, menjadi ayah bagi Yesus dan melaksanakan tanggungajwab sebagai kepala keluarga. Ketulusan hati ini melampaui semua orang kudus, dalam Perjanjian Lama mupun Perjanjian Baru, tentunya kecuali Maria dan Yesus.

Marilah kita memohon kepada Santo Yusuf bagi seluruh bapa keluarga, untuk dapat bertumbuh dalam keutamaan ketulusan hati seperti Santo Yusuf.

4.14. Renungan Hari 14 - 02 Maret “Yusuf Yang Murni”

“Kemurnian Santo Yusuf itu adalah cahaya bagi dunia; pria yang tulus hati dan penjaga Perawan Maria ini memelihara kemurnian hidupnya dengan cara yang mengagumkan. Karena kasihnya kepada Allah, Santo

(24)

Yusuf meninggalkan rencana perkawinan duniawinya dengan Maria. Ia membangun cinta perkawinan secara mendalam dan rohani dengan Maria. Karena anugerah Allah yang demikian istimewa itu, ia hidup secara kudus bersama Maria dalam relasi surgawi, dalam kasih dan ketulusan. Kemurnian Santo Yusuf ini menjadi tanda dari kehidupan kita di masa yang akan datang, dan akan perubahan kasih suami isteri yang semakin lama semakin diubah menjadi cinta yang tulus dan pemberian diri.

Santo Yusuf adalah teladan kemurnian. Kemurnian itu kita usahakan dengan kasih yang tulus, menghormati setiap pribadi dan mengasihi tanpa pamrih. Dan hanya dengan rahmat Allahlah, kita mampu meneruskan semangat kemurnian Santo Yusuf ini. Jangan sampai kita masuk dan terjerat dalam kenikmatan badaniah dan duniawi yang membuat kita tidak bertumbuh dalam kasih pemberian diri.

Marilah kita mohon rahmat Allah supaya kita dapat bertumbuh dalam kemurnian cinta kasih seperti Santo Yusuf.

4.15. Renungan Hari 15 - 03 Maret : “Pribadi Yang Bijaksana”

Kebijaksanaan adalah sebuah keutamaan dalam mengambil sebuah keputusan yang baik pada situasi tertentu dan sekaligus melakukannya dengan cara yang tepat. Jadi bukan hanya maksud atau pikiran baik saja tetapi juga cara yang baik. Istilah rohani yang sering digunakan adalah discernment. Discerment itu diungkapkan di dalam dalam Rm 12:2 : “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.”

Dalam mengambil keputusan, Santo Yusuf menampakkan kebijaksanaannya. Ia dengan hati-hati dan cara yang baik mengambil setiap keputusan-keputusan yang tidak mudah dalam mengemban perutusan Allah menjadi Penjaga Yesus dan suami dari Maria Yang Mahakudus. Dia tahu bagaimana membuat keputusan yang diperlukan setiap saat, selalu berusaha untuk bertindak sesuai dengan hukum Tuhan dengan cara yang bijak. Ia teguh dalam hukum Tuhan tetapi lembut dalam cara.

Menjadi permenungan bagi kita: apakah dalam mengambil keputusan dan bertindak, kita melakukannya dengan hati-hati dan dalam dialog dengan Tuhan? Apakah kita mencari Allah dan melaksanakannya dengan cara yang benar?

Marilah kita memohon rahmat Allah supaya kita dapat meneladan kebijaksanaan hidup Santo Yusuf dalam keputusan dan tindakan sehari-hari kita.

(25)

4.16 Renungan Hari 16 - 04 Maret : “Yusuf, Pribadi Yang Berani dan Teguh” Uskup Agung Fulton John Sheen pernah berkata: Kekuatan itu dapat didefinisikan sebagai keutamaan yang membuat kita mampu menghadapi rasa takut akan kesulitan dan bahaya yang menghalangi kita dalam melaksanakan tanggungjawab kita. Keutamaan ini ada di tengah-tengah antara keberanian yang tanpa pertimbangan dan sikap pengecut yang membuat kita lari dari situasi. Keutamaan ini menuntut kemampuan untuk mampu menguasai rasa takut dan mengambil sikap yang tepat.

Keberanian dan keteguhan hidup itu dapat berasal dari keutamaan manusiawi maupun diterima sebagai rahmat dari Allah atau kedua-duanya. Para pahlawan adalah orang yang berani dan teguh dalam keutamaan manusiawi karena cinta kepada tanah air. Santo santa adalah orang yang berani dan teguh dalam keutamaan rohani karena cinta dan pemberian dirinya kepada Allah.

Keberanian Santo Yusuf muncul bukan karena ia punya kemampuan manusiawi yang dapat diandalkan, tetapi karena kecintaan dan kepercayaannya kepada Allah. Santo Yusuf mengandalkan Allah dalam menghadapi tantangan dan situasi yang paling sulit sekalipun. Keberanian seperti inilah yang ada di dalam diri Santo Yusuf dalam menghadapi tantangan yang tidak mudah. Rahmat Allah itulah yang membuat Santo Yusuf teguh dan mampu mengelola rasa takut serta mengambil keputusan yang tepat.

Semoga seperti Santo Yusuf, kita dikuatkan untuk bijak, berani, kuat dan teguh dalam menghadapi tantangan dan kesulitan sehari-hari.

4.17 Renungan Hari 17 - 05 Maret : “Yusuf, Pribadi Yang Taat”

Santo Yusuf adalah pribadi yang taat. Ia melakukan apa yang diperintahkan oleh Allah, bahkan melakukannya dengan segera dan tanpa ragu-ragu, sesulit apapun kondisi dan situasinya. Ia taat ketika Malaikat memintanya untuk menerima Maria sebagai isterinya, memberi nama Yesus kepada Anak yang dilahirkan Maria, taat untuk pergi ke Mesir dan taat untuk kembali ke Mesir. Ketaatan itu juga digambarkan oleh Injil Lukas dalam dalam hidup iman ketika menyunatkan Yesus pada hari ke delapan dan pentahiran Maria, dan dalam kebiasaan iman “Tiap-tiap tahun orang tua Yesus pergi ke Yerusalem pada hari raya Paskah.” (Luk 2:41).

Ketaatan Yusuf ini adalah sebuah ketaatan yang dipupuk dari tahun ke tahun sebagai orang beriman. Ia menempatkan Allah sebagai Tuhan dalam hidupnya. Ia mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa, pikiran dan kehendaknya. Ketaatan kepada Allah ini tidak berarti bahwa Santo Yusuf seperti bidang catur yang tanpa kebebasan. Dalam semangat ketaatan, Santo Yusuf tetap mengalami pergumulan karena ia juga mempunyai kehendak dan keinginan pribadi. Namun, pada akhirnya ia meletakkan itu

(26)

semua di bawah kehendak Allah.

Ketaatan iman Santo Yusuf ini dilaksanakan dengan sepenuh hatinya. Ia melaksanakan perintah Allah dengan maksimal, kesungguhan dan dengan kecintaan serta iman. Ketaatan seperti ini adalah buah dari Roh Kudus. Bersama Santo Yusuf, marilah kita mohon kepada Allah supaya kita kita taat menerima dan melaksanakan kehendak Allah dengan penuh tanggungjawab dan kasih serta pengabdian.

4.18. Renungan Hari 18 - 06 Maret : “Yusuf, Pribadi Yang Setia”

Kesetiaan adalah keputusan yang dibuat sekali dan dipegang untuk selamanya; atau keputusan yang disertai dengan komitmen. Kesetiaan itu itu membuat kita berani mengikatkan diri kepada orang lain dan hidup selaras dengan kesepakatan yang telah disetujui bersama. Dasar kesetiaan adalah kasih, kepercayaan dan tanggungjawab yang mewajibkan kita untuk melakukan sesuatu bagi orang lain.

Santo Yusuf adalah pribadi yang setia pada Allah dan mendengarkan Allah melalui Malaikat. Sebagai pribadi yang beriman, ia menjaga warisan kesetiaan pada perjanjian yang dibuat oleh nenek moyangnya. Yusuf tidak meninggalkan Allah ketika kehendakNya itu berbeda dengan harapannya. Selain dalam iman, kesetiaan Santo Yusuf juga nampak kepada Maria dan Yesus. Yusuf setia kepada Maria dan tidak pernah meninggalkannya dalam menjalani panggilan hidupnya, terutama pada peristiwa sulit yang mereka alami. Yusuf setia menjadi pendamping bagi Yesus termasuk ketika ia dan Maria tidak memahami apa yang dikatakan dan dilakukan oleh Yesus. Ia setia sampai paripurna menjadi pendamping bagi keluarga kudus.

Mengambil keputusan sekali itu mudah, tetapi tidaklah mudah membangun kesetiaan seumur hidup atas keputusan itu. Semoga teladan Santo Yusuf, membuat kita semakin belajar untuk memegang janji dan komitmen kita untuk setia kepada Allah dan setia mendampingi mereka yang dipercayakan Allah kepada kita.

Marilah kita mohon kepada Allah, supaya kesetiaan Santo Yusuf dapat kita praktekkan dalam hidup keluarga kita.

4.19. Renungan Hari 19 - 07 Maret : “Yusuf, Cermin Kesabaran”

Kesabaran adalah keutamaan yang membuat kita mampu menanggung situasi tidak nyaman dengan sukacita, damai dan ketegaran hati; dan tentunya karena kasih akan Allah. Kesabaran dikatakan sebagai jalan menuju surga karena kesabaran menjadi obat untuk melawan dosa. Sebaliknya ketidaksabaran akan membuat orang menolak penderitaan dan situasi hidup yang tidak menguntungkan, yang pada akhirnya akan membawa orang menolak Allah sendiri.

(27)

banyak diwarnai dengan peristiwa-peristiwa tidak nyaman dan sulit jika dilihat dari kacamata manusiawi. Namun Injil tidak mencatat keluhan, keberatan, konflik ataupun tindakan Yusuf yang menyiratkan penolakan. Yusuf menerima situasi tidak nyaman itu dengan damai yang mendalam, sukacita dan kepasrahan kepada Allah.

Kita dapat merenungkan berapa kali kita menjadi tidak sabar ketika menghadapi peristiwa sulit dan berat? Apakah kita harus kehilangan rasa damai dan kegembiraan ketika hidup kita tidak seperti yang kita harapkan? Marilah kita meneladan Santo Yusuf dalam keutamaan kesabaran ini supaya kita mampu menjalani hidup kita dengan penuh kedamaian dan kegembiraan, terutama pada saat-saat sulit dan berat.

4.20. Renungan Hari 20 - 08 Maret “Yusuf, Teladan Hidup Sederhana” Santo Yusuf adalah pribadi yang sederhana. Ia tidak membutuhkan dan mensyaratkan sesuatu yang hebat untuk dapat melaksanakan kehendak Allah, melainkan keutamaan-keutamaan hidup manusiawi yang wajar. Ia tidak mengandalkan kemampuan diri, kepemilikan atau menuntut fasilitas dari Allah sebagai orang yang mendapat perutusan istimewa. Ia justru hidup apa adanya dalam kesederhanaan yang asli.

Kemiskinan dan semangat kesederhanaan itu nampak dari sejak awal perjalanan hidup Yusuf. Ia meninggalkan segala sesuatu yang dimilikinya untuk menerima tanggungjawab yang diberikan oleh Allah. Pengalaman Bethlehem, pengungsian di Mesir, hidup di Nazareth sebagai tukang kayu dan persembahan yang diberikan di Bait Allah adalah cermin dari hidup yang sederhana.

Kesederhanaan hidup itu tercermin juga dalam keberadaan hidup keluarga kudus yang sama seperti keluarga-keluarga yang ada di Nazareth dan sekitarnya. Maka tidak mengherankan Yesus dikenal sebagai “anak tukang kayu”. Tidak ada yang istimewa dan luar biasa kecuali keutamaan hidup mereka.

Marilah kita meneladan semangat kemiskinan dan kesederhanaan Santo Yusuf supaya kita mampu bersikap lepas bebas terhadap kekayaan hidup dunaiwi dan menjadi kaya di hadapan Allah.

4.21. Renungan Hari 21 - 09 Maret : “Yusuf, Teladan Kerendahan Hati” Kerendahan hati adalah keutamaan mengalir dari sikap takut akan Allah. Kerendahan hati itu muncul dari kesadaran kita bahwa kita terbatas dan lemah dan bergantung semata-mata pada kebaikan dan kuasa Allah. Santa Teresa mengatakan bahwa “kerendahan hati adalah berjalan dalam kebenaran; kita sadar bahwa kita tidak memiliki apa-apa yang dapat kita andalkan, yang kita sadari adalah ketidakmampuan dan ketidakberdayaan kita. Jika kita tidak memahami semua itu, maka kita berjalan dalam

(28)

kebohongan.”

Berkat terindah yang diberikan oleh Allah kepada Santo Yusuf adalah kerendahan hati. Santo Yusuf menyadari dan menerima keterbatasan dan ketidakberdayaannya. Namun ia menjalani hidupnya dengan mengandalkan Allah, yang berkuasa dan tahu apa yang akan terjadi.

Kerendahan hati itu yang membuat Yusuf mampu melaksanakan perannya sebagai ayah bagi Yesus. Walaupun ia tahu bahwa Yesus adalah Anak Allah, ia tetap mengasuhnya sebagimana bapa keluarga yang lain: apa adanya dan sungguh-sungguh. Tidak ada yang dapat diandalkan dan disombongkan sebagai pendidik Putera Allah.

Tentang kerendahan hati ini, Santo Agustinus berkata: Noverim me, noverim te: Semoga Tuhan mengenal aku dan aku mengenalMu Tuhan. Tidak ada sesuatu yang dapat kita banggakan di hadapan Tuhan, selain kebanggaan bahwa Ia berkenan memilih dan bekerja dalam dalam hidup kita.

Apakah kita menyadari betapa kecilnya kita di hadapan Allah? Apakah dalam hidup dan pekerjaan kita, kita mengandalkan bakat, ketrampilan, kehebatan, kebajikan, kecerdasan diri sendiri, atau apakah kita menyadari bahwa segala sesuatu yang baik dan luar biasa dalam diri kita itu berasal dari Allah?

Marilah kita mohon kepada Allah supaya kita semakin menyadari diri kita sendiri di hadapan Allah dan bertumbuh dalam kerendahan hati seperti Santo Yusuf.

4.22. Renungan Hari 22 - 10 Maret : “Yusuf, Teladan Para Pekerja”

Paus Yohanes Paulus II menulis dalam Ensiklik Laborem Exercens : Yang dimaksudkan dengan kerja ialah kegiatan manusia mana pun juga, kerja tangan atau kegiatan akalbudi, entah manakah sifat atau situasinya. Kerja itu mengalir dari kodrat manusia. Allah menciptakan manusia menurut gambar dan rupaNya dan memanggilnya untuk bekerja. Kerja ini menjadi salah satu ciri khas yang membedakan manusia dari makluk-mahluk ciptaan lainnya.

Dalam Seruan Apostolik Redemptoris Custos no 22, Paus mengungkapkan bahwa kerja merupakan ungkapan cinta sehari-hari dalam kehidupan Keluarga Nazareth. Yusuf adalah seorang tukang kayu sepanjang hidupnya. Dalam dunia tukang kayu inilah, Yusuf, Maria dan Yesus hidup dan bertumbuh. Yesus ambil bagian dalam pekerjaan Yusuf sehari-hari. Ia mengenal seluk beluk, suka duka dalam hidup dan bekerja sebagai keluarga tukang kayu. Dan Yesus taat tunduk kepada asuhan mereka. Yesuspun dikenal orang sebagai “anak tukang kayu”.

Keluarga Kudus bekerja dalam pekerjaan sehari-hari sama seperti kita untuk menunjukkan bahwa pekerjaan sehari-hari itu adalah sebuah

(29)

kewajiban hidup yang kita terima dari Allah untuk hidup kita sendiri dan untuk kebaikan dunia. Pekerjaan tidak mempunyai arti dalam pekerjaan itu sendiri. Pekerjaan membuat kita semakin bertumbuh menjadi pribadi yang semakin baik dan semakin kudus. Di dalam pekerjaan baik kecil maupun besar, Allah mengajarkan kepada kita kebijaksanaan hidup dan keutamaan. Pekerjaan menjadi bagian dari misteri keselamatan Allah yang bekerja dalam hidup kita. Pekerjaan itu penting “untuk membantu manusia untuk dekat kepada Allah, Pencipta dan Penebus, untuk berpartisipasi dalam rencana penyelamatanNya atas manusia dan dunia dan untuk memperdalam persahabatan dengan Kristus, mengambil bagian dalam tiga tugas Yesus Kristus sebagai imam, nabi dan raja ” (Laborem Excercens no. 24)

Bagaimana kita melakukan pekerjaan kita? Apa yang kita cari? Marilah kita berdoa supaya kita berkerja dengan hati baik itu dalam pekerjaan yang besar maupun pekerjaan yang sederhana. Semoga Allah mencukupkan hidup kita melalui pekerjaan kita.

4.23. Renungan Hari 23 - 11 Maret “Yusuf, Penjaga Perawan Suci”

Dalam tradisi Devosi, Santo Yusuf dikenal juga sebagai pelindung para perawan, yaitu mereka, anggota gereja yang telah menyerahkan hidupnya kepada Allah melalui hidup selibat.

Sebagaimana Santo Yusuf melindungi Perawan Maria dan menjadi pendamping dalam hidupnya dalam menerima panggilan Allah, demikian pula Santo Yusuf melindungi para perawan untuk setia hidup dalam panggilan kekudusan. Ia adalah pelindung yang dapat diandalkan.

Perlidungan Santo Yusuf itu dilakukan dengan diam-diam, dengan kerendahan hati dan keheningan. Namun ia senantiasa hadir mendampingi dalam kesetiaan total (Homili Paus Fransiskus 19 Maret 2013).

Semoga berkat perlindungan Santo Yusuf, kita semakin hidup kudus dan murni di hadapan Tuhan.

4.24. Renungan Hari 24 - 12 Maret : “Yusuf, Penopang Keluarga”

Santo Yusuf dipilih oleh Allah untuk menjadi “pendukung, penopang, perlindungan” hidup Yesus dan Maria. Kata penopang atau pendukung itu mencakup banyak aspek, tidak hanya aspek ekonomi, keamaan saja tetapi dukungan secara moral dan rohani. Sebagai pendukung, Santo Yusuf “membesarkan” Yesus, dengan memberi makan, pakaian dan mengajar Yesus dalam hukum dan dalam pekerjaan, sesuai dengan tugas yang seorang ayah dalam tradisi Yahudi (bdk Redemptoris Custos no. 16). Allah juga menumbuhkan otoritas dan cinta kebapaan dalam hati Yusuf. Yesus bertumbuh karena pribadi pendukung ini. Yusuf menjadi figur pendukung bukan karena ia mampu dan menguasai dalam banyak bidang dan lebih

(30)

unggul dalam segala hal, tetapi karena ia sediri menempatkan dirinya dalam dukungan dan perlindungan Allah sendiri.

Kita menjadi sepeti kita sekarang ini adalah karena ada pribadi-pribadi yang menjadi pendukung kita dalam banyak aspek dari aspek yang menyangkut fisik sampai kepada aspek rohani. Dan terutama pendukung kita adalah Tuhan sendiri. Tuhan adalah “batu karang kita, perlindungan kita, penyelamat kita, perlindungan kita yang kuat, benteng kita, batu tempat saya berlindung” (Mzm 18), Jika penopang kita kuat dan kokoh, kitapun mampu menjadi penopang bagi keluarga dan masyarakat. Pencobaan dan kesulitan yang datang tidak akan menyesatkan iman kita, justru memperkuatnya. Kita harus menjadi kuat karena Kristus menopang kita!

Marilah kita bersyukur karena kita ada sampai sekarang ini karena ada pribadi-pribadi yang menopang hidup kita. Marilah kita juga belajar dari Santo Yusuf untuk menjadi penopang hidup mereka yang dipercayakan Tuhan kepada kita.

4.25. Renungan Hari 25 - 13 Maret : “Yusuf, Penghibur orang yang mengalami kemalangan”

Dalam sabda bahagia dikatakan : “Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur” (Mt, 5,4). Yang berduka adalah mereka yang mengalami pencobaan, menderita dengan penuh kesabaran, dan dalam air mata mereka percaya kepada Allah. Mereka ini akan dihibur dengan harapan, penghiburan dan kegembiraan abadi.

Santo Yusuf adalah perantara bagi mereka yang menderita kesusahan, untuk mendapatkan penghiburan dan kekuatan dari Allah. Perjalanan hidup Yusuf sebagai pendamping Maria dan Yesus tidaklah mudah. Ia meneguhkan Maria dengan keputusan yang dibuatnya untuk mendampinginya dalam melaksanakan tugas Allah. Kematangan hidup rohani Yusuf dan Maria membuat perjalanan hidup mereka yang berat, tidak bertambah berat lagi. Dengan tinggal sederhana di Nazareth, Yusuf juga mewariskan karakter kepekaan sosial dan rohani terhadap mereka yang membutuhkan kepada Yesus. Penderitaan bukanlah hukuman Allah bagi manusia, tetapi kesempatan bagi manusia untuk mengalami kasih Allah. Mereka yang miskin, menderita, berduka, dan berkekurangan ada di hati Yusuf, dan juga nampak di hati Yesus.

Kita dapat merenungkan bagaimana sikap kita terhadap saudara-saudara kita yang menderita? Apakah kita datang memberikan penghiburan, bantuan dan dukungan yang meringankan bagi mereka?

Semoga teladan Santo Yusuf membuat kita semakin peka akan penderitaan orang lain, dan menjadikan diri kita sahabat bagi mereka yang menderita.

(31)

4.26. Renungan Hari 26 - 14 Maret “Yusuf, Harapan bagi orang yang sakit” Mempersembahkan sakit kepada Tuhan, mendoakan mereka yang sakit dan, menerima kehendak Allah dalam sakit adalah sebuah doa yang luar biasa. Santo Yohanes dari Salib menulis sebuah surat kepada seorang pastor yang sedang sakit, katanya: Jangan pikirkan, apa yang akan anda lakukan untuk kesehatan anda, melainkan bersyukurlah kepada Allah dalam sakit anda. Jika anda mencari kehendak Tuhan dengan sungguh-sungguh, apa bedanya bagi anda dalam keadaan sakit ataupun keadaan sehat, karena Kehendak-Nya adalah demi kebaikan kita? Dan lebih dari itu, bahwa lebih mulialah menerima kehendakNya daripada melakukan pekerjaan kita. Itulah sebabnya Santo Fransiskus dari Sales juga mengatakan bahwa Tuhan dilayani lebih banyak dengan penderitaan daripada dengan bekerja. Kadang-kadang kita kekurangan dokter dan obat-obatan, atau kadang kita merasa dokter tidak mampu mengobati penyakit kita; selaras dengan itu kitapun perlu belajar menyesuaikan diri dengan kehendak Allah, yaitu menerima sakit untuk kebaikan hidup kita.

Santo André Bessette, yang setia dalam devosi kepada Santo Yusuf, sering berkata kepada orang sakit berkunjung di ruang doa “Berdoalah kepada Santo Yusuf. Doakan Novena kepada Santo Yusuf. Ketika anda memohon kepada Santo Yusuf, anda tidak perlu banyak bicara. Bapa di surga tahu apa yang anda butuhkan; begitu juga sahabat anda, Santo Yusuf “ Ungkapan lain yang sering ia ucapkan adalah: “Pergilah ke patung Santo Yusuf dan tanyakankah: Santo Yusuf, jika anda berada di situasi seperti saya, apa yang akan anda lakukan? Doakanlah hal itu terjadi bagi saya.

Marilah kita memohon kepada Santo Yusuf rahmat bagaimana memikul salib setiap hari dan mensyukurinya karena salib adalah tanda kasih ilahi dan mutiara bagi jiwa.

4.27. Hari 27 - 15 Maret : “Yusuf, Pelindung mereka yang berada dalam Sakrat Maut”

Keberadaan Santo Yusuf terakhir kita temukan pada peristiwa Yesus usia 12 tahun di Bait Allah. Dan setelah itu kita tidak menemukan lagi, bahkan setelah Yesus tampil di depan umum. Dalam tradisi, Santo Yusuf meninggal karena sakit pada rentang usia Yesus dewasa. Ia berpulang sebagai manusia dalam kerapuahannya kepada Allah, didampingi oleh Maria, Perawan Suci, dan Yesus Putera Allah. Inilah Santo Yusuf: ia menerima kehendak Allah dan menjalani hidup manusiawi dengan penuh kesetiaan dan kerendahan hati. Kematiannya adalah kematian bahagia, karena ia telah menyelesaikan tugas yang dipercayakan kepadanya secara paripurna.

“Penyerahan diri sampai akhir adalah anugerah yang luar biasa. Kitapun perlu memohonkan rahmat tersebut. Allah yang mencari orang yang berdosa, apakah akan menolak jiwa yang hidup hanya dalam kasih dan

(32)

ketaatan kepadaNya? (Dom Vital Lehodey, El Santo Abandono, hal.229). Sakit dan kematian adalah perjalanan hidup manusiawi yang perlu kita terima sebagai manusia fana.Namun penting bagi kita adalah memberi makna kepada sakit dan kematian itu. Cinta Allah kepada kita tidak dapat kita ukur dengan hidup tanpa sakit dan hidup selamanya di dunia ini. Sakit dan kematian menjadi tanda penyerahan diri kepada Allah dan penyadaran diri kita yang terbatas. Tidak ada yang ditakutkan dengan kematian bagi orang yang mengasihi dan memberikan hidup sepenuhnya untuk Allah.

Kita dapat merenungkan bagaimana kita menerima sakit dan kematian? Semoga Santo Yusuf mendoakan kita senantiasa supaya kita belajar menerima sakit dan kematian sebagai sebuah persembahan hidup kepada Allah secara paripurna.

4.28. Renungan Hari 28 - 16 Maret “Yusuf, Pelindung dari kuasa setan” Santo Yusuf adalah perantara yang kuat melawan kekuatan dan serangan Setan.

Dalam pidato perpisahanNya dengan murid-muridNya, Yesus mengatakan tentang kemenangan : “Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya kamu beroleh damai sejahtera dalam Aku. Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia. “(Yoh 16:33). Dunia yang diungkapkan oleh Tuhan adalah kematian dan kegelapan, termasuk juga kesusahan hidup. Dan kemenangan itu dicapai oleh Tuhan Yesus di kayu salib, tepatnya ketika di mata dunia Yesus tampak benar-benar kalah dan menyerahkan segala-galanya kepada Bapa.

Kitab Suci juga berbicara mengenai kemenangan orang-orang percaya: 1 Yoh 5,4: “...sebab semua yang lahir dari Allah, mengalahkan dunia. Dan inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: iman kita. (1 Yoh 5:4). Hal yang sama juga diungkapkan dalam beberapa kutipan : 1 Yoh 2:13; 4;40. Orang beriman yang setia pada imannya adalah mereka yang mengalahkan dunia. Kemenangan orang beriman didasarkan pada kemenangan Kristus.

Kemenangan Kristus dan iman itu ditegaskan di dalam Surat Yakobus : “Karena itu tunduklah kepada Allah, dan lawanlah Iblis, maka ia akan lari daripadamu.” Iblis tidak melakukan apa pun selain menimbulkan rasa takut, tetapi ketakutannya tidak memiliki kekuatan; Iblis tidak bisa menggulingkan para hamba Allah, yang percaya kepada Allah dengan segenap hati. Iblis bertarung dengan mereka, tapi ia tidak bisa mengalahkan mereka.

Santo Yusuf adalah pribadi yang suci. Ia mampu menundukkan dirinya sendiri dan rencana-rencananya untuk kepentingan kehendak Allah. Ia melindungi Maria dan Yesus terhadap ancaman-ancaman kuasa dunia dan kegelapan.

Referensi

Dokumen terkait