• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Pemberdayaan dan Partisipasi Masyarakat 1. Konsep dan Manajemen Partisipasi Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat adalah upaya mendorong masyarakat untuk mandiri serta memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan sendiri, prakarsa sendiri, dan memperbaiki hidup sendiri. Keterlibatannya, dapat berupa aktifitas dalam wujud sumbangan pikiran, pendapat maupun tindakan, dapat pula berupa sumbangan biaya, material untuk perbaikan lingkungannya. (Alit, 2005). Pada hakekatnya pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari keikutsertaannya dalam 5 tahap kegiatan, yaitu kegiatan dalam pengambilan inisiatif, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi, serta pengelolaan dan pemeliharaan.

Menurut Parsons dalam Suharto (2005:58-59), “Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagi pengontrolan atas, dan mempengaruhi terhadap, kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menenkankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya.”

Selanjutnya berdasarkan konsep World Bank dalam Mardikanto (2010:34) disebutkan bahwa:

“Pemberdayaan sebagai upaya untuk memberikan kesempatan dan kemampuan kepada kelompok masyarakat (miskin) untuk mampu dan berani bersuara atau menyuarakan pendapat,ide, atau gagasannya, serta kemampuan dan keberanian untuk memilih (choice) sesuatu (konsep, metoda, produk, tindakan, dan lain-lain) yang terbaik bagi pribadi,keluarga, dan masyarakatnya. Dengan kata lain, pemberdayaan masyarakat merupakan proses meningkatkan kemampuan dan sikap kemandirian masyarakat.

Bebbington dalam Mardikanto (2010:36) mengemukakan pengertian pemberdayaan masyarakat sebagai “Empowernment is a process trough wich those excluded are able to participate more fully in decision about forms of growth, strategies

of development, and distribution of their product.” (Pemberdayaan masyarakat

merupakan upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan

(2)

dan keterbelakangan. Pemberdayaan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat.

Kristiadi dalam Wrihatnolo dan Dwidjowijoto (2007:117) mengemukakan bahwa ujung dari pemberdayaan masyarakat ialah harus membuat masyarakat memenuhi 3 kriteria, yaitu :

a. Swadiri : yaitu mampu mengurusi diri sendiri

b. Swadana : yaitu mampu membiayai keperluan sendiri

c. Swasembada :yaitu mampu memenuhi kebutuhannya sendiri secara berkelanjutan. Konsep pemberdayaan masyarakat mencakup pengertian pembangunan masyarakat (community development) dan pembangunan yang bertumpu pada masyarakat (community-based development) (Chamber, 1995 dalam Kartasasmita, 1997). Pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan adalah bahwa masyarakat tidak dijadikan obyek dari berbagai proyek pembangunan, tetapi merupakan subyek dari upaya pembangunannya sendiri. Tahapan pelaksanaan pemberdayaan masyarakat dimulai dari proses seleksi lokasi sampai dengan pemandirian masyarakat (Subejo dan Supriyanto, 2004). Menurut Laverack (2006) dalam Heritage (2009), pemberdayaan tidak dapat dilakukan kepada orang lain kecuali jika ia mempunyai daya (power) dan menginginkannya. Hal ini dapat dilakukan melalui capacity building dan tindakan sosial untuk mengatasi kondisi sosial, struktural dan ekonomi yang berdampak pada kesehatan.

Menurut WHO (2002) dalam Heritage (2009), partisipasi masyarakat adalah proses di mana masyarakat dimungkinkan menjadi aktif dan terlibat dalam mendefinisikan isu-isu di masyarakat, pengambilan keputusan tentang faktor yang berdampak pada kehidupan, menyusun dan mengimplementasikan kebijakan, merencanakan, mengembangkan dan memberikan pelayanan dan mengambil tindakan untuk mencapai perubahan. Konsep partisipasi dapat diuraikan lebih lanjut dalam pengertian berikut ini:

Pertama, partisipasi masyarakat mengimplikasikan perbedaan tipe dan tingkatan

partisipasi (contoh konsultasi dan pemberdayaan). Kedua, Partisipasi masyarakat merepresentasikan metode kerja yang prioritasnya agar memungkinkan masyarakat untuk berpartisipasi (membangun kapasitas masyarakat dan pengembangan masyarakat). Ketiga, Partisipasi masyarakat menjelaskan atau mempetakan interaksi dan hubungan dengan masyarakat yang dipengaruhi oleh partisipasi dan hubungannya dengan kesehatan dan kesejahteraan (contoh social capital dan community cohesion.

(3)

Partisipasi masyarakat merupakan suatu proses teknis untuk memberikan kesempatan dan wewenang yang lebih luas kepada masyarakat untuk secara bersama-sama memecahkan berbagai persoalan. Pembagian kewenangan ini dilakukan berdasarkan tingkat keikutsertaan (level of involvement) masyarakat dalam kegiatan tersebut. Partisipasi masyarakat bertujuan untuk mencari solusi permasalahan yang lebih baik dalam suatu komunitas dengan membuka lebih banyak kesempatan bagi masyarakat untuk ikut memberikan kontribusi sehingga implementasi kegiatan berjalan lebih efektif, efesien, dan berkelanjutan.

Menurut Marisa B. Guaraldo Chougil, partisipasi masyarakat di negara-negara yang kurang berkembang (underdeveloped), dapat dibagi menjadi 8 tingkatan yaitu : Pemberdayaan (Empowerment), Kemitraan (Partnership), Mendamaikan

(Conciliation) Dissimulasi/Pura-pura (Dissimulation), Diplomasi (Diplomation),

Memberikan Informasi (Informing), Konspirasi (Conspiration), Management Diri Sendiri (Self Management). Dalam penelitian ini akan dipergunakan 2 bentuk partisipasi. Bentuk partisipasi yang dipakai dalam pengkajian ini disesuaikan dengan bentuk kegiatan partisipasi yang berkaitan dengan pembangunan masyarakat yaitu pemberdayaan (empowerment) dan kemitraan (partnership). Dalam menentukan tingkatan partisipasi masyarakat, pengkajian faktual ini menggunakan analisis skoring terhadap 5 (lima) variabel yang diukur untuk menentukan tingkat partisipasi, yaitu Prakrasa, Pembiayaan, Pengambilan Keputusan, Mobilisasi Tenaga serta Pelaksanaan Pembangunan dalam kegiatan partisipatif program STBM.

2. Hambatan-hambatan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan

Ada beberapa kendala dalam mewujudkan pembangunan partisipatif, yaitu :Hambatan struktural yang membuat iklim atau lingkungan menjadi kurang kondusif untuk terjadinya partisipasi, Hambatan internal masyarakat sendiri, Hambatan karena kurang terkuasainya metode dan teknik partisipasi. Apabila tidak ada kesepakatan masyarakat terhadap kebutuhan dalam cara mewujudkan kebutuhan tersebut, serta apabila kebutuhan tesebut tidak langsung mempengaruhi kebutuhan mendasar anggota masyarakat.

Korten (1983) dalam Setiawan (2005) menyebutkan terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan dalam dua kategori yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor dari dalam komunitas yang berpengaruh dalam

(4)

program partisipasi masyarakat. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar komunitas, dan ini akan meliputi dua aspek menyangkut system social politik makro dimana komunitas tersebut berada.

3. Perencanaan dan Peningkatan Tingkat Partisipasi Masyarakat

Perencanaan dengan pendekatan partisipatif sebagai strategi pembangunan dan proses penentuan keputusan publik sangat bergantung pada kesadaran masyarakat untuk mau melibatkan diri dalam proses pembangunan. Namun demikian sebelumnya perlu diketahui mengapa masyarakat begitu esensial dalam proses penentu keputusan publik itu sendiri. Hal ini sebenarnya sangat terkait erat dengan posisi negara dan masyarakat dalam kelangsungan unsur-unsur publik yang akhirnya juga terkait dengan kelangsungan negara berikut tatanan bermasyarkat yang ada di dalamnya. Masyarakat sebagai elemen terbesar dalam suatu sistem publik atau sistem kehidupan dalam suatu negara seringkali terbentur ketika berhadapan dengan pemerintah yang dianggap sebagai perwujudan negara itu sendiri.

Dalam praktik manajemen publik sejumlah faktor sosial dan politik memiliki keterkaitan dengan keduanya, yaitu: tingkat kepercayaan masyarakat (public trust), legitimasi (legitimacy), tanggung gugat (accountability), kualitas layanan (public

service quality),dan mencegah pembangkangan publik (public disobedience). Sebagai

suatu proses maka perencanaan pembangunan yang partisipatif akan mencakup sejumlah tahapan yang harus dilalui dengan melibatkan seluruh stakeholders. Tahapan-tahapan ini diawali oleh kegiatan identifikasi kebutuhan dan potensi daerah dan diakhiri dengan kegiatan monitoring dan evaluasi dalam rangka memperoleh umpan balik untuk penyusunan visi dan misi berikutnya. Lingkup partisipasi ini menyangkut penentuan siapa yang akan dilibatkan dan dalam perencanaan yang bagaimana ia harus dilibatkan. Model partisipasi yang sifatnya masif (melibatkan masyarakat luas) lebih tepat diterapkan bagi perencanaan yang menyangkut kepentingan umum atau pembangunan yang berbasis wilayah. Sementara model partisipasi terbatas dapat diterapkan dalam perencanaan yang sifatnya strategis yang menyangkut identifikasi dan penentuan kebijakankebijakan yang membutuhkan pemikiran dan skala prioritas yang visioner. Untuk tahapan perencanaan strategis, akan lebih tepat jika stakeholders yang dilibatkan adalah kelompok-kelompok ahli yang kompeten karena menyangkut dimensi teknokratis dari perencanaan pembangunan. untuk menerapkan perencanaan partisipatif dalam pembangunan daerah masih diperlukan upaya untuk mendesain model partisipasi publik yang sesuai dengan kebutuhan, terutama menyangkut lingkup

(5)

partisipasi yang sesuai. Di sisi lain, implementasi konsep perencanaan partisipatif juga tidak akan berhasil tanpa didukung oleh sejumlah prasyarat yang mencakup perubahan struktur dan kultur dalam masyarakat daerah, antara lain: a) adanya upaya

pelibatan seluruh stakeholders, b) adanya upaya pembangunan institusi masyarakat yang kuat dan legitimate, c) adanya proses politik melalui upaya negosiasi yang pada akhirnya mengarah pada pembentukan kesepakatan bersama (collective agreement), dan d) adanya usaha pemberdayaan masyarakat sehingga masyarakat dapat mengetahui kebutuhannya; kapasitas yang dimilikinya; mampu mengidentifikasi alternatif solusi untuk memenuhi kebutuhannya

Terdapat 10 kunci utama dalam meningkatkan partisipasi masyarakat yaitu: a. Menentukan tingkatan partisipasi. Dalam pendekatan ini terdapat 5 tingkatan yaitu :

1) Information, Memberitahu apa yang telah kita rencanakan. Kendala yang sering

terjadi dalam upaya meningkatkan kader posyandu adalah informasi yang kurang jelas mengenain rencana yang akan dilakukan.

2) Consultation

3) Deciding Together, Menggali ide baru dan pengambilan keputusan secara

bersama. Kendala yang sering terjadi adalah kurangnya keterlibatan kader dalam pengambilan keputusan. Hal ini disebabkan karena rendahnya pengetahuan kader sehingga yang sering timbul adalah adanya persaan takut salah dalam pengambilan keputusan.

4) Acting Together , Harus ada parnership yang baik antara provider dengan kader.

5) Supporting independent community interest, Adanya dukungan dari masyarakat

lokal dan pemerintah. Tahap ini merupakan tahap paling vital untuk keberlangungan kader. Tidak adanya/rendahnya incentives bagi kader merupakan faktor yang menyebabkan angka droup out kader cukup tinggi.

b. Initiation and process,

Upaya meningkatkan partisipasi kader perlu adanya kesepakatan antara provider dan kader. Kegagalan dalam meningkatkan paritisipasi kader pada umumnya juga disebabkan karena organisasi gagal memenuhi janji-janjinya. Dalam initiation and

process ini meliputi tahap Initiation – Preparation – Participation – Continuation.

c. Control

Upaya meningkatkan partisipasi kader juga membutuhkan pengawasan.

(6)

Seseorang akan dapat diberdayakan jika mempunyai power untuk mencapai apa yang diinginkan dan tujuannya. Selama ini capacity building yng dilakukan oleh pemerintah terhadap kader masih rendah seperti pendidikan dan pelatihan.

e. Role of the practicioner

Upaya meningkatkan partisipasi kader juga membutuhkan peran aktif para praktisi seperti petugas kesehatan puskesmas. Peran praktisi disini adalah mengelola partisipan.

f. Stakeholders and community

Upaya meningkatkan partisipasi kader juga membutuhkan peran aktif stakeholder dan masyarakat. Upaya peningkatan partisipasi kader selama ini lebih banyak menggunakan pendekatan manajerial artinya membentuk kelompok kerja di masyarakat melalui surat penugasan.

g. Partnership

Kerja sama dengan berbagai pihak dalam upaya meningkatkan partisipasi kader sangat dibutuhkan baik dengan para praktisi seperti petugas kesehatan puskesmas, pemerintah maupun swasta.

h. Commitment

Komitmen dari berbagai pihak sangat dibutuhkan dalam upaya meningkatkan partisipasi kader sangat dibutuhkan baik dari petugas kesehatan puskesmas, pemerintah maupun swasta, stakeholder, masyarakat.

i. Ownership of ideas

Adanya peluang untuk menyampaikan gagasan/ide sehingga kader mempunyai kesempatan untuk bergaining dan pengambilan keputusan secara bersama

j. Confidence and capacity

Mengembangkan rasa percaya diri dan capacity building pada kader seperti pendidikan dan pelatihan (dalam Budi, 2011:157)

Hasil penelitian Herawatty (2006) mengungkapkan beberapa strategi peningkatan partisipasi masyarakat sebagai berikut :

a. Untuk meningkatkan prakarsa masyarakat, Herrawati (2006) menyarankan strategi pemberdayaan terus menerus, terarah dan terencana dari pemerintah untuk mendorong masyarakat agar mampu mengembangkan prakarsanya.

b. Untuk meningkatkan pembiayaan masyarakat, strategi yang disarankan adalah mendorong masyarakat untuk mengajukan permohonan pembiayaan kepada pemerintah untuk pemeliharaan skala berat.

(7)

c. Untuk meningkatkan pembuatan keputusan oleh masyarakat, strategi yang disarankan adalah memperkuat posisi modal sosial yang ada di masyarakat dan juga menekankan pada fasilitator untuk terus menerus mengingatkan masyarakat akan pentingnya peranan mereka dalam membuat kputusan.

d. Untuk meningkatkan ataupun mempertahankan kemampuan memobilisasi tenaga, strategi yang disarankan adalah menetapkan sanksi yang adil kepada masyarakat yang tidak terlibat aktif dalam memobilisasi tenaga, menghidupkan kembali organisasi kemasyarakatan sebagai sarana untuk memobilisasi tenaga.

e. Untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, strategi yang disarankan adalah perlu adanya pedoman teknis yang memberi arahan bagi semua pihak yang berkepentingan dalam berpartisipasi berupa hak, kewajiban, sanksi apabila terjadi pelanggaran dalam berpartisipasi

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian arkeologi pada volume ini juga menunjukkan bahwa peristiwa-peristiwa dalam sejarah kebudayaan memiliki kaitan erat dengan masa lalu, bahkan ada yang memanfaatkan

Pada puisi ini tema tentang kesenangan siswa terhadap hewan langsung tampak ketika membaca judulnya, yaitu “Hamsterku”, puisi ini juga mendapatkan hasil analisis

8 Teori tersebut sesuai dengan hasil penelitian ini yang menunjukkan tidak adanya kelarutan kalsium pada kelompok perlakuan ekstrak air kulit manggis pada waktu

(4) Tanda Nomor Kendaraan Dinas Jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dipergunakan untuk pelaksanaan tugas pemegang jabatan Pimpinan Dewan Perwakilan

Masukan dari client yang berupa data teks akan ditangani dan akan disimpan di server dan ditampilkan kembali ke client untuk memberitahukan client bahwa client telah

c. Mahasiswa dan Lulusan: 1) Secara kuantitatif, jumlah mahasiswa baru yang diterima Prodi PAI relatif stabil dan di atas rata-rata dibandingkan dengan jumlah

Surat berharga yang dijual dengan janji dibeli kembali (repo ) Tagihan atas surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali (reverse repo ) LAPORAN KEUANGAN NERACA BANK POS

• Formulir Pengajuan Perubahan Dana Investasi asli wajib diiisi dengan leng- kap dan ditandatangani oleh Pemegang Polis sesuai dengan tanda tangan yang tercantum dalam SPAJ dan