• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metoda Transportasi Yuwana Abalon (Haliotis squamata) Hasil Pembenihan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Metoda Transportasi Yuwana Abalon (Haliotis squamata) Hasil Pembenihan"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Metoda Transportasi Yuwana Abalon (

Haliotis squamata

) Hasil Pembenihan

Susanto B. dan I. Rusdi

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut PO Box. 140 Singaraja, 81101

Telpon: (0362) 92278 email: susantogdl@gmail.com

Abstract

Susanto B. and I. Rusdi. 2013.Method of Transportation Juvenile Abalone (Haliotis squamata) Production from Hatchery. Konferensi Akuakultur Indonesia 2013. Abalone (H. Squamata), belong to the class Gastropod and abalone species has been successfully cultured in Indonesia. Location for enlargement abalone, usually located far away from the hatchery, so require transportation to the location of enlargement abalone. Abalone H. squamata can survive even if there is no water in breaks time. The purpose of this trial is to determine a suitable method of transportation for abalone in the life conditions and can result in a high survival rate. Juvenile abalone from the hatchery were placed in a PVC pipe with diameter 3 inch and put in a plastic bag, then filled in pure oxygen into the plastic bag and put in a Styrofoam box with a temperature range of 24.5 to 27.0ºC. The results of trials of abalone seed transport with dry systems indicate that survival is high. Seed abalone with shell length 1.0-1.5 cm; 2.0-3.0 cm and 4.0-5.0 cm with an each density of 2,000; 750, and 500 ind./bag, transportation for 6-14 hours, showed that survival of 100% respectively, while abalone shell length > 5 cm with a density of 250 ind./bag showed survival rate were 93.5%. Transportation juvenile abalone with wet system using a live tank, and the shell length of 2-3 cm, during 6-6.5 hours, showed that survival rate of 100%.

Keywords: Abalone; H. squamata; Survival; Transportation

Abstrak

Abalon (H. squamata), termasuk dalam klas Gastropoda dan jenis kekerangan ini sudah berhasil dibenihkan di Indonesia. Lokasi pembesaran abalon biasanya berjauhan dari panti benih (hatchery), sehingga diperlukan transportasi yuwana ke lokasi pembesaran. Abalon H. squamata

dapat bertahan hidup dalam kondisi tanpa air dalam jedah waktu tertentu. Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengetahui metoda transportasi abalon hidup yang sesuai dan dapat menghasilkan kelulushidupan yang tinggi. Yuwana abalon yang berasal dari hatchery ditempatkan dalam shelter berupa potongan pipa PVC diameter 3”inch dan dimasukkan ke dalam kantong plastik, selanjutnya ditambahkan oksigen murni ke dalam kantong plastik tersebut dan dimasukkan dalam kotak

styrofoam dengan mengatur suhu pada kisaran 24,5-27,0oC. Hasil yang diperoleh selama transportasi abalon sistem kering selama 6-14 jam menunjukkan bahwa abalon ukuran panjang cangkang 1,0-1,5 cm; 2-3 cm; dan 4-5 cm yang diisi masing-masing dengan kepadatan 2.000; 750; dan 500 ekor/kantong menghasilkan kelulushidupan 100%, sedangkan abalon ukuran >5 cm dengan kepadatan 250 ekor/kantong menghasilkan kelulushidupan 93,5%. Untuk transportasi yuwana abalon sistem basah dengan ukuran panjang cangkang 2-3 cm menggunakan live tank selama 6-6,5 jam mampu menghasilkan kelulushidupan sebesar 100%.

Kata kunci: Abalon; H. squamata; Kelulushidupan; Transportasi

Pendahuluan

Abalone (H. squamata) digolongkan dalam jenis kekerangan bercangkang satu dan merupakan salah satu binatang laut yang termasuk dalam klas Gastropoda, famili Haliotidae dan genus Haliotis. Abalon saat ini mulai dikenal di Indonesia, walaupun pada daerah tertentu masih merupakan komuditas baru yang perlu dikembangkan. Abalon termasuk komuditas perikanan yang bernilai ekonomis dan harga biomasnya cukup mahal. Biomas abalon dalam kondisi hidup dijual dengan harga Rp 150.000-200.000,-/kg, tetapi jenis abalon lainnya (H. Supertextra) dengan harga

(2)

sekitar Rp. 600.000,- /kg (Annonymous, 2006; Susanto et al., 2012). Abalon juga sudah dikenalkan kepada Masyarakan melalui program sosialisasi atau diseminasi komuditas prospektif untuk dikembangkan, dan juga merupakan komuditas yang dapat menjadi pilihan alternatif usaha bagi nelayan untuk menambah pendapatannya.

Sumber induk abalon sebagai penghasil benih biasanya berlokasi jauh dari hatchery abalon, begitu juga lokasi hatchery abalon sebagai sumber penghasil yuwana untuk kebutuhan budidaya juga berlokasi relatif jauh dari tempat pembesaran abalon, sehingga diperlukan metoda transportasi yang cocok dan aman serta dapat mempertahankan kelulushidupanabalon sampai ke lokasi budidaya dalam kondisi yang sehat dalam waktu tertentu.

Transportasi benih ikan produksi hatchery sudah biasa dilakukan, terutama ikan bandeng dan ikan kerapu (kerapu bebek, kerapu macan dan kerapu hibreed) untuk dapat menyediakan kebutuhan benih ikan tersebut ke lokasi budidayanya. Transportasi telur dan benih kerapu telah berhasil dilakukan dan menghasilkan kelulushidupan yang cukup baik (Ismi 2005; Ismi 2013). Dengan keberhasilan transportasi telur dan benih akan mendukung pengembangan kegiatan budidaya pembesaran ikan kerapu khususnya dalam mengupayakan keselamatan dan kesehatan benih yang diangkut dari unit perbenihan sampai ke lokasi budidaya/pembesaran (Slamet et al.

2002), sementara transportasi abalon masih belum banyak dilaporkan (Susanto et al., 2008). Lama transportasi benih abalone sekitar 12 jam dengan kelulushidupan mencapai 95-100%. Dalam proses transportasi abalon dari hatchery BBPPBL sampai ke lokasi diseminasi sekitar 6 jam dengan kelulushidupan 100% (Susanto et al., 2012).

Dengan keberhasilan pembenihan abalon dan adanya program pengembangan budidaya abalon kedepan, maka dapat dipastikan kebutuhan yuwana abalon akan sangat menentukan keberhasilan progran tersebut, sehingga perlu ditunjang dengan teknik transportasi yuwana abalon yang memadai.

Kendala pengembangan budidaya abalon yang dihadapi saat ini adalah masih sulit menyediakan induk abalon yang siap memijah dan yuwana abalon dalam kondisi baik untuk keperluan budidaya, karena yuwana abalon yang dihasilkan dari hatchery lokasinya relatif jauh dari tempat budidayanya. Hal itu memerlukan waktu transportasi yang cukup lama sehingga menyebabkan abalon banyak yang stres dan bahkan mati apabila penanganan transportasi kurang baik. Sementara yuwana abalon yang akan dikembangkan untuk budidaya harus dalam kondisi sehat. Oleh karena itu maka dilakukan kegiatan ini dengan tujuan untuk mendapatkan metoda transportasi yang baik dari beberapa ukuran abalon dan menghasilkan kelulushidupan yang tinggi

Bahan dan Metoda

Persiapan trasportasi abalon

Transportasi untuk pengangkutan abalon dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan sistem basah dan sistem kering. Cara pertama, pengangkutan dengan sistem basah, menggunakan alat berupa live tank, atau pengangkutan menggunakan kantong plastik seperti pengangkutan benih ikan. Pengangkutan cara kedua, dengan menggunakan sistem kering yaitu yuwana abalon ditempatkan dalam pipa PVC yang berfungsi sebagai shelter tempat menempelnya abalon kemudia dimasukkan dalam kantong plastik yang diberi oksigen.

Persiapan bahan dan peralatan

Peralatan yang digunakan untuk pengangkutan abalon (H. squamata) seperti Gambar 1, antara lain berupa pipa PVC sebagai shalter/pelindung selama pengangkutan, waring, kantong plastik ukuran 100 x 40 cm2, Oksigen murni, termometer, box sterofoam (Box ukuran 70 x 40 x 30 cm3), karet gelang, tali atau solatip dan es batu. Pipa PVC diameter 3 inci dipilih yang tipis (dengan ketebalan 2 mm), kemudian dipotong dengan panjang sekitar 12,5-13,0 cm. Pipa yang telah terpotong tersebut ditutup dengan waring, dengan tujuan agar abalone tidak keluar, namun udara (oksigen) dapat masuk kedalam pipa dan abalon akan nyaman berada dalam pipa selama pengangkutan.

(3)

Gambar 1. Peralatan yang disiapkan untuk pengangkutan benih abalone (Pipa PVC, Oksigen murni, strerofoam, dan lainnya).

Pelaksanaan transportasi abalon sistem kering

Pengangkutan abalon hidup dengan sistem kering perlu diperhatikan ukuran abalon, jumlah abalon tiap shelter, dan cara packing yang benar agar yuwana abalon dapat diangkut dengan baik. Ukuran dan jumlah abalon tersaji dalam Tabel 1.

Tabel 1. Ukuran abalon, kepadatan tiap shelter dan jumlah abalon per kantong. Ukuran Abalon (cm) Kepadatan /shelter Jumlah shelter /

kantong Jumlah abalon / kantong

1-1,5 75-100 ek 20 2,000 ek

2-3 25-30 ek 25 750 ek

4-5 15-20 ek 25 500 ek

> 5 5-10 ek 25 250 ek

Tahapan dalam mempersiapkan pengangkutan adalah a) abalon dipuasakan sekirat 1-2 hari sebelum diangkut, b) pipa PVC yang sudah disiapkan, dicuci dan direndam dalam air, c) abalon dimasukkan dalam pipa PVC dengan kepadatan sesuai ukuran, seperti abalon ukuran 2-3 cm diisi sebanyak 25 ekor/PVC, d) abalon yang telah dimasukkan dalam PVC kemudian dimasukkan dalam bak dengan sistem air mengalir sampai saat packing (Gambar 2).

Gambar 2. Benih abalone dimasukkan dalam pipa PVC untuk persiapan pengangkutan benih.

Proses packing abalon dilakukan dengan cara memasukkan PVC yang telah berisi yuwana abalon kedalam kantong plastik, kemudian kantong tersebut diisi dengan oksigen murni sampai penuh dan ditali kuat dengan karet agar oksigen dapat bertahan dalam kontong tersebut. Satu kantong ditempatkan dalam sterofoam. Dibagian atas kantong, diberi es batu yang dibungkus koran untuk mempertahankan suhu tetap dingin, kemudian sterofoam ditutup rapat. Proses packing dan pengangkutan abalon dalam kondisi hidup dengan sistem kering seperti terlihat pada Gambar 3 dan 4. Lama pengangkutan berlangsung sekitar 6, 10 dan 12,5 jam. Kendaraan yang digunakan dalam pengangkutan berupa mobil ber AC sehingga suhu ruangan tetap dingin atau dapat menggunakan kendaraan Pick Up. Tranportasi abalon dengan lokasi yang jauh dapat dilanjutkan dengan transportasi melalui pesawat.

(4)

Gambar 4. Packing dan transportasi abalon dengan sistem kering. Transportasi abalon sistem basah

Transportasi abalon sistem basah atau transportasi dengan menggunakan air laut sebagai media abalon. Transportasi abalon sistem basah tidak jauh berbeda dengan transportasi benih ikan. Transportasi abalon dengan sistem basah menggunakan 2 buah live tank volume 100 L yang masing-masing diisi yuwana abalon ukuran panjang cangkang 2,5-3,5 cm sebanyak 3.250 ekor. Yuwana abalon sebelumnya disiapkan dalam pipa PVC seperti yang dilakukan dalam sistem kering, kemudian dimasukkan dalam live tank, dan diberi pasok oksigen murni (Gambar 6).

Gambar 6. Transportasi benih abalon system basah; benih abalon ditempatkan pada pipa PVC dan dimasukkan dalam live tank.

Gambar 3. Proses packing, benih abalone dimasukkan dalam kantong plastik dan ditambahkan oksigen, kemudian ditempatkan dalam strerofoam.

(5)

Hasil dan Pembahasan

Abalon dari jenis H. squamata atau jenis abalon lainnya merupakan binatang laut, yang bernapas menggunakan insang namun mampu bertahan hidup beberapa saat tanpa air (dalam kondisi kering) dalam jeda waktu tertentu pada suhu ruangan yang relatif dingin. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa abalon dapat bertahan hidup dan masih dalam kondisi sehat tanpa air laut selama kurang lebih 10-12 jam dengan kelulushidupan antara 93,40 -100%. Transportasi abalon sistem kering awalnya dilakukan dengan memperhatikan saat proses pemijahan induk abalon, dimana abalon dapat bertahan hidup walaupun tanpa air laut atau dikenal dengan istilah ”dry up”,

akan tetapi perlu diperhatikan suhu lingkungannya.

Suhu udara selama pengangkutan dipertahankan sekitar 24,5-27,5ºC, dan suhu tersebut merupakan faktor penting dalam proses pengangkutan sistem kering, karena dalam kondisi suhu relatif dingin dengan kandungan oksigen yang optimal, diharapkan abalon tidak stres dan akan mampu bertahan hidup lebih lama. Dalam kondisi suhu yang tinggi maka abalon akan banyak mengeluarkan lendir dan mengakibatkan abalon lemah yang berakibat kematian. Untuk mempertahankan suhu selama proses pengangkutan dengan cara menambah es batu sekitar 0,5-1 kg dalam satu sterofoam dan dikontrol kondisi suhunya untuk mempertahankan lingkungan yang cocok bagi abalon.

Oksigen dalam kantong plastik selama pengangkutan juga perlu dijaga jangan sampai kurang, hal ini penting dilakukan karena oksigen yang optimal akan memberikan kondisi yang nyaman bagi abalon selama pengangkutan. Cara yang paling mudah untuk mengetahui oksigen dalam kantong plastik masih cukup adalah dengan menekan kantong, dan bila kantong terasa lembek maka oksigen harus segera ditambahkan. Cara pengangkutan sistem kering ini merupakan metoda pengangkutan abalon yang cukup efektif karena mudah dilakukan dan menghasilkan kelulushidupan yang sangat baik yaitu memberikan kelulushidupan sekitar 93,40-100%.

Proses transportasi abalon yang dilakukan sebelumnya adalah dengan menggunakan keranjang plastik berlobang, kemudian abalon yang sudah berada dalam keranjang tersebut dimasukkan kedalam kantong plastik (Susanto et al., 2008). Dalam proses pengangkutan tersebut hanya mampu menampung abalon sebanyak 160-175 ekor dengan berat 2-2,5 kg dalam satu kantong plastik. Sementara pengangkutan abalon dengan menggunakan cara yang ditempatkan dalam PVC/shelter akan lebih efisien dan efektif dalam mengangkut abalon. Hasil pengangkutan yuwana abalon dalam satu kantong plastik sebanyak 625 ekor atau dengan berat sekitar 3,01 kg.

Tabel 2. Kepadatan, ukuran abalon. lama transportasi dan kelulushidupan. Ukuran Abalon (cm) Kepadatan abalon/shelter Jumlah abalon / kantong lama Transportasi (jam) Jumlah Koli SR (%) 1-1,5 75-100 ek 2,000 ek 12 3 100.00 2-3 25-30 ek 750 ek 6 23 100.00 4-5 15-20 ek 500 ek 6 16 100.00 > 5 5-10 ek 250 ek 20 2 93.40

Beda ukuran, kepadatan dan lama transportasi abalon tergantung dari jarak lokasi yang akan dituju. Dari Tabel 2. menunjukkan bahwa dengan lama transportasi 6 sampai 12 jam memberikan kelulushidupan abalon sebesar 100%, namun transportasi selama 20 jam memberikan kelulushidupan sekitar 93,40%. Abalon bernapas dengan Insang, dan insang tersebut letaknya langsung di bawah lobang/pori-pori pada cangkangnya. Insang berfungsi sebagai organ pernapasan dari abalon (Anonymous, 2011). Abalon memiliki sepasang insang di tengah ruang pernapasan, yang kiri menjadi lebih besar dari yang kanan. Sisi kiri dan belakang ruang pernapasan ditutup sehingga memungkinkan air atau udara masuk ke insang dari sisi atas dan kanan kepalanya (Anonymous, 2011). Dijelaskan pula bahwa Jumlah peningkatan konsumsi oksigen berhubungan langsung dengan suhu air sampai 24°C, tetapi konsumsi oksigen akan menurun pada suhu air atau udara lebih tinggi, sehingga pada suhu tinggi memungkinkan abalon akan sedikit mengkonsumsi

(6)

oksigen dan akan berakibat kondisi abalon melemah dan akan banyak mengeluarkan cairan atau lendir.

Transportasi abalon setelah sampai dilokasi tujuan, kemudian kantong plastik dibuka dan diamati kondisi abalon. Abalon yang sehat memiliki ciri-ciri diantaranya menempel kuat pada substrat, bila diletakkan dalam air secara terbalik maka langsung dapat membalikkan tubuhnya. semua abalon dimasukkan dalam wadah yang sudah disiapkan kemudian dibiarkan beberapa saat dan dikontrol kembali kondisinya. Apabila abalon melekat dengan sempurna pada shalter dalam wadah, maka abalon tersebut dinyatakan hidup sehat (Gambar 5), sementara abalon yang lemah dan abalon yang mati akan terlepas dari shalter.

Transportasi dengan sistem basah umumnya dilakukan untuk tranportasi abalon yang jarak lokasi pembenihan tidak terlalu jauh dengan lokasi pembesaran atau budidayanya. Transportasi abalon sistem basah ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan abalon yang lokasinya dapat ditembuh dengan kendaraan darat dengan waktu beberapa jam saja. Lama transportasi yuwana abalon sistem basah yang dilakukan selama 6-6,5 jam, menggunakan live tank dan diisi dengan kepadatan 3.250 ekor dapat menghasilkan kelulushidupan sebesar 100%.

Transportasi abalone dengan system basah, memiliki kesamaan dengan system transportasi benih ikan, yang dikenal juga dengan istilah transportasi sistem tertutup (Slamet et al., 2002). Dijelaskan pula oleh Slamet et al. (2002) bahwa untuk benih kerapu bebek ukuran 4–5 cm kepadatan yang optimum dengan kantong ukuran 30 x 50 cm2 pada lama waktu transportasi 12 jam adalah 30 ekor per kantong dengan kelulushidupan (SR) 95-99%; sedang selama 22 jam adalah 25 ekor per kantong (97-99%). Untuk yuwana ukuran 5 – 6 cm kepadatan yang optimum dengan kantong ukuran 30 x 50 cm pada lama waktu transportasi 12 jam adalah 25 ekor per kantong dengan kelulushidupan (SR) 98-99%; sedang selama 22 jam adalah 20 ekor per kantong (96-99%).

Keberhasilan transportasi abalon dengan sistem basah maupun transportasi ikan hidup selalu dipengaruhi sifat fisiologi, ukuran, kebugaran/mutu menjelang transportasi, mutu air selama transportasi (suhu media DO, pH, CO2. dan ammonia), kepadatan dalam wadah, teknik mobilitasi

dengan menggunakan suhu rendah atau bahan kimia serta metabolit alam dan lama penggangkutan (Piper et al., 1982; Basyarie, 1990; Froces 1997; Suryaningrum et al., 2000). Pada kenyataan dalam melakukan kegiatan transportasi baik abalon maupun jenis ikan hidup lainnya selalu terjadi kompetisi penggunaan ruang dan pemanfaatan oksigen yang tersedia. Pengangkutan dengan sistim tertutup menggunakan kantong plastik, nilai oksigen merupakan parameter penentu pada transportasi ikan hidup (Berka, 1986).

Untuk transportasi sistem basah, peningkatan kepadatan menyebabkan penurunan mutu air selama transportasi. Hal ini terlihat dari kondisi visual air selama pengangkutan, air media terlihat agak keruh, berlendir dan respon ikan terhadap perubahan lingkungan suhu, oksigen terlarut, serta peningkatan metabolik ikan ditunjukkan oleh perubahan warna (Utomo dalam Suryaningrum at al., 2000). Hal yang sama terjadi pada transportasi abalon sistem basah. Pada kondisi stress, warna ikan berubah menjadi pucat, agak keputihan dan pola warna hilang. Jika ikan mudah dapat beradaptasi dengan kondisi lingkungannya, maka pola warna tersebut dengan cepat akan normal kembali.

(7)

Kesimpulan

Transportasi abalon dapat dilakukan dengan dua metoda transportasi yaitu sistem kering dan sistem basah. Metoda transportasi abalon dengan sistem kering cukup efisien dan dapat memperbaiki teknik transportasi abalon yang dilakukan sebelumnya. Abalon jenis H. squamata

dapat bertahan hidup dengan baik selama transportasi dengan sistem kering dan menghasilkan kelulushidupan yang baik sekitar 93,4-100%. Lama transportasi dengan sistem ini dapat dilakukan sampai 12,5 jam. Metoda transportasi abalon dengan sistem basah dapat digunakan untuk waktu transportasi selama 6-6,5 jam dengan kelulushidupan mencapai 100%.

Daftar Pustaka

Anonymous. 2006. Budidaya Abalone. Majalah Demersal, Informasi Teknologi. Diakses dari http:// www. abalonedirect. com/ abdirect/About_Abalone/ Facts/facts.html.

Anonymous. 2011. Biology And Culture Of Abalone-FAO. Training manual on artificial breeding of abalone (Haliotis discus hannai). http://www.fao.org/docrep/ field/003/ ab731e/ AB731E01.htm. diunduh pada tanggal 30-10-2011.

Basyarie. A. 1990. Transportasi Ikan Hidup. Traning Penangkapan Aklimatisasi dan Peyimpanan Ikan Hias Laut. Jakarta 4 - 18 Desember 1990.

Berka. R. 1986. The Transport of live fish EIFAC Tech. Pap. No. 48. P.52.

Froces. R. 1997. How to Transport live Fish in Plastic Bags. FAO. Technical Paper. Roma.

Ismi S. 2005. Transportasi benih kerapu. Warta Penelitian Perikanan Indojesia. Vol 11, Nomor 6. Hlm. 13-16.

Ismi S. 2013. Lama Waktu Dan Kepadatan Telur Dalam Upaya Perbaikan Teknologi Transportasi Tertutup Pada Telur Kerapu. Jurnal ilmu dan teknologi kelautan tropis. Vol. 5, No. 1. Hlm. 54-59.

Piper. G.R, IBMc. Elwain, L.E. Ormen, J.P.Mc. Caren, L.G. Fowler and I.R. Leonard. 1982. Hatchery Management. Washington DC, US. Report of Interior, Fish.

Slamet B., S. Ismi dan T. Aslianti. 2002. Transportasi Benih Ikan Kerapu Bebek, Cromileptes altivelis Hasil Pembenihan Di Bali. Seminar Nasional Peningkatan Pendapatan Petani Melalui Penerapan Teknologi Tepat Guna. Hlm: 197-201.

Suryaningrum, T.D., A. Sari dan N. Indiarti. 2000. Pengaruh Kapasitas Angkut Terhadap Kelulushidupan dan Kondosi Ikan pada Transportasi Kerapu Hidup Sistim Basah. Dalam Proseding Seminar Hasil Penelitian Perikanan 1999/2000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Eksplorasi Laut dan Perikanan Jakarta. Hlm; 259-268.

Susanto B., I. Rusdi dan M. Buda. 2008. Ujicoba transportasi abalon (Haliotis squamata) kondisi hidup dengan metoda kering Prosiding seminar Nasional Biodiversitas II, Dep Biologi, Univ Airlangga, Surabaya. 235-238 p.

Susanto B., I. Rusdi dan F.H. Khotimah. 2012. Diseminasi Teknik Pendederan dan Pembesaran Abalon (Haliotis squamata) Di Masyarakat. Laporan Teknis Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut. 37 hlm. (Unpublish).

Gambar

Gambar 2. Benih abalone dimasukkan dalam pipa PVC untuk persiapan pengangkutan benih.
Gambar  6.  Transportasi  benih  abalon  system  basah;  benih  abalon  ditempatkan  pada  pipa  PVC  dan  dimasukkan dalam live tank
Tabel 2. Kepadatan, ukuran abalon. lama transportasi dan kelulushidupan.
Gambar 5. Benih abalon melekat kuat dengan sempurna pada shalter (pvc) dalam wadah.

Referensi

Dokumen terkait