• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN PENDAPAT DI ANTARA PARA IMAM MADZHAB TENTANG MASUKNYA WAKTU-WAKTU SALAT FARDHU. Reza Akbar * ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBEDAAN PENDAPAT DI ANTARA PARA IMAM MADZHAB TENTANG MASUKNYA WAKTU-WAKTU SALAT FARDHU. Reza Akbar * ABSTRAK"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Reza Akbar* ABSTRAK

Salat merupakan ibadah yang pelaksanaannya sah apabila dilakukan pada saat telah masuknya waktu yang ketentuannya didasarkan pada posisi Matahari terhadap pengamat di Bumi. Hal ini memudahkan pakar astronomi (ilmu falak) menentukan waktu-waktu salat melalui pendekatan sains dengan adanya ketetapan waktu salat sepanjang masa. Artikel ini disusun menggunakan metode kualitatif kepustakaan untuk mengungkap perbedaan masuknya waktu-waktu salat di antara pendapat empat imam madzhab. Perbedaan mengenai ketentuan waktu-waktu salat fadhu ini ternyata disebabkan oleh perbedaan matan hadis mengenai masuknya waktu Asar dan interpretasi kata Syafaq untuk masuknya waktu salat Isya. Perbedaan masuknya waktu salat ini sebenarnya tidak begitu besar. Hanya saja, di dalam pelaksanaanya hal ini sulit dilakukan dalam kehidupan masyarakat Indonesia karena dapat mengganggu keharmonisan kehidupan berjama‟ah di antara umat Islam itu sendiri. Kata Kunci: waktu salat, Isya, Asar, imam madzhab

(2)

Jurnal Shar-E (Kajian Syariah, Hukum, dan Ekonomi) - 66 -

PENDAHULUAN

Salat merupakan ibadah fardhu yang sangat diistimewakan di dalam ajaran Islam. Di dalam al-Qur‟an, kata salat dan kata yang seakar dengannya disebutkan sebanyak 85 kali (Rohmah, 2002: 17). Dalam sehari, seseorang bisa melaksanakan sekurang-kurangnya lima salat wajib dan lebih dari sepuluh varian salat sunah yang apabila ditotalkan bisa mencapai lebih dari lima puluh raka‟at per hari. Secara kuantitas, ibadah ini tentu mencengangkan apabila dibandingkan dengan ibadah (sembahyang) di dalam agama lain. Selain itu, keistimewaan salat dapat dijumpai melalui pernyataan Allah berupa perintah yang tegas di dalam al-Qur‟an. Perihal keistimewaan salat, Rasulullah menempatkan ibadah mahdhah ini sebagai rukun Islam yang kedua setelah syahadat.

Sumber-sumber otoritatif hukum Islam telah menjelaskan waktu pelaksanaan salat dan waktu-waktu terlarang untuk melaksanakannya berdasarkan posisi Matahari (dan Bulan) terhadap pengamat di Bumi. Waktu pelaksanaan salat fardhu didasarkan pada posisi Matahari akibat gerak semu hariannya, sedangkan beberapa jenis salat sunah dilaksanakan berdasarkan kombinasi gerakan Matahari, Bumi, dan Bulan atau apa yang dinamakan peristiwa gerhana. Hal ini memudahkan pakar astronomi (ilmu falak) menentukan waktu-waktu salat melalui pendekatan sains dengan adanya ketetapan waktu salat sepanjang masa.

Terdapat perbedaan dalam hal penentuan awal dan akhir waktu salat di antara imam empat2, di antaranya adalah perihal masuknya waktu salat Asar dan isya‟. Perbedaan masuk waktu asar berasal dari sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah. Di dalam hadis yang sama, dinyatakan bahwa Nabi

2 Madzhab Imam Malik, Imam Hanafi,

Imam Ahmad ibn Hambal, dan Imam Syafi‟i.

mengerjakan salat Asar ketika: 1) bayangan tiap-tiap sesuatu telah menjadi sama dan 2) bayangan sesuatu telah menjadi dua kali lebih panjang. Adapun perbedaan mengenai masuknya waktu isya‟ disebabkan oleh perbedaan dalam interpretasi kata syafaq berdasarkan beberapa hadis. Perbedaan inilah yang nantinya akan penyusun paparkan dan diulas secara singkat berdasarkan kemampuan penyusun, terutama ketercukupan referensi yang berkaitan dalam masalah ini.

Melalui makalah ini, penyusun akan memaparkan tiga hal pokok yaitu: 1) dasar otoritatif salat lima waktu, 2) perbedaan pendapat imam madzhab empat tentang masuknya waktu salat, terutama salat Asar dan isya‟, dan 3) pendapat penyusun terhadap implikasi mengenai perbedaan ini. Dasar Otoritaf Salat Fardhu

Kata salat )ة لاصلا) berasal dari kata shallaa, yushallii, shalaatan

yang berarti do‟a. Secara terminologi syara‟ (jumhur

al-„ulama‟), salat berarti ucapan dan

perbuatan yang diawali dengan takbiratul

ihram dan diakhiri dengan salam sesuai

dengan syarat-syarat tertentu. Sebagian

madzhab Hanafi mendefinisikan salat

sebagai rangkaian rukun yang dikhususkan dan zikir yang ditetapkan dengan syarat-syarat tertentu dalam waktu yang telah ditetapkan pula. Sebagian ulama Hambali memberikan pengertian lain bahwa salat adalah nama untuk sebuah aktifitas yang terdiri dari rangkaian berdiri, ruku‟, dan sujud (Mu‟thi, 2007: 2).

Adapun kewajiban mendirikan salat dinyatakan oleh Allah dalam al-Qur‟an surat an-Nisa ayat 103 sebagai berikut.

                      

Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu

(3)

Jurnal Shar-E (Kajian Syariah, Hukum, dan Ekonomi) - 67 - berdiri, di waktu duduk dan di waktu

berbaring. kemudian apabila kamu telah merasa aman, Maka dirikanlah shalat itu

(sebagaimana biasa). Sesungguhnya

shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (QS. an-Nisa‟: 103).

Seluruh ulama sependapat bahwa salat menjadi tidak sah apabila dikerjakan sebelum waktunya (Maghniyyah, 2016).

Sedangkan mengenai waktu

pelaksanaannya, dinyatakan pula di dalam Qur‟an, salah satunya adalah surat al-Isra‟ ayat 78 sebagai berikut.

               

Dirikanlah shalat dari sesudah Matahari tergelincir sampai gelap malam dan

(dirikanlah pula shalat) subuh.

Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat) (QS. al-Isra‟: 78).

Di ayat yang lain Allah berfirman:

        

Peliharalah semua shalat(mu), dan

(peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu' (Q.S. al-Baqarah: 238).

Adapun tentang pelaksanaan salat lima waktu dalam sehari tercantum dalam sebuah hadis panjang yang dari Jabir bin Abdullah yaitu sebagai berikut.

اَنَ ثَّدَح

ْنَع ِداَنِّزلا ِبَِأ ُنْب ِنَْحَّْرلا ُدْبَع اَنَ ثَّدَح ِّيِرَّسلا ُنْب ُداَّنَى

ِميِكَح ْنَع َةَعيِبَر ِبَِأ ِنْب ِشاَّيَع ِنْب ِثِراَْلْا ِنْب ِنَْحَّْرلا ِدْبَع

ِْيَْ بُج ُنْب ُعِفاَن ِنَِرَ بْخَأ ٍفْيَ نُح ِنْب ِداَّبَع ُنْبا َوُىَو ٍميِكَح ِنْب

ْطُم ِنْب

ٍساَّبَع ُنْبا ِنَِرَ بْخَأ َلاَق ٍمِع

م َلََّسلا ِوْيَلَع ُليِْبِْج ِنَِّمَأ َلاَق َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص َِّبَِّنلا َّنَأ

َناَك َيِْح اَمُهْ نِم َلَوُْلْا ِفِ َرْهُّظلا ىَّلَصَف ِْيَْ تَّرَم ِتْيَ بْلا َدْنِع

َّلَص َُّثُ ِكاَرِّشلا َلْثِم ُءْيَفْلا

َلْثِم ٍءْيَش ُّلُك َناَك َيِْح َرْصَعْلا ى

ُمِئاَّصلا َرَطْفَأَو ُسْمَّشلا ْتَبَجَو َيِْح َبِرْغَمْلا ىَّلَص َُّثُ ِوِّلِظ

َيِْح َرْجَفْلا ىَّلَص َُّثُ ُقَفَّشلا َباَغ َيِْح َءاَشِعْلا ىَّلَص َُّثُ

َو ِمِئاَّصلا ىَلَع ُماَعَّطلا َمُرَحَو ُرْجَفْلا َقَرَ ب

َةَيِناَّثلا َةَّرَمْلا ىَّلَص

ِسْمَْلْاِب ِرْصَعْلا ِتْقَوِل ُوَلْ ثِم ٍءْيَش ِّلُك ُّلِظ َناَك َيِْح َرْهُّظلا

ىَّلَص َُّثُ ِوْيَلْ ثِم ٍءْيَش ِّلُك ُّلِظ َناَك َيِْح َرْصَعْلا ىَّلَص َُّثُ

َرِخ ْلْا َءاَشِعْلا ىَّلَص َُّثُ ِلَّوَْلْا ِوِتْقَوِل َبِرْغَمْلا

َبَىَذ َيِْح َة

َتَفَ تْلا َُّثُ ُضْرَْلْا ْتَرَفْسَأ َيِْح َحْبُّصلا ىَّلَص َُّثُ ِلْيَّللا ُثُلُ ث

َكِلْبَ ق ْنِم ِءاَيِبْنَْلْا ُتْقَو اَذَى ُدَّمَُمُ اَي َلاَقَ ف ُليِْبِْج ََّلَِإ

ِْيَْ تْ قَوْلا ِنْيَذَى َْيَْ ب اَميِف ُتْقَوْلاَو

ا ِفَِو ىَسيِع وُبَأ َلاَق

ىَسوُم ِبَِأَو َةَدْيَرُ بَو َةَرْ يَرُى ِبَِأ ْنَع باَبْل

ٍمْزَح ِنْب وِرْمَعَو ٍرِباَجَو ٍديِعَس ِبَِأَو ِّيِراَصْنَْلْا ٍدوُعْسَم ِبَِأَو

ُدْبَع اَنَرَ بْخَأ ىَسوُم ِنْب ِدَّمَُمُ ُنْب ُدَْحَْأ ِنَِرَ بْخَأ ٍسَنَأَو ِءاَرَ بْلاَو

َأ ِكَراَبُمْلا ُنْب ِوَّللا

ِنَِرَ بْخَأ ٍْيَْسُح ِنْب ِّيِلَع ُنْب ُْيَْسُح اَنَرَ بْخ

ِوَّللا ِلوُسَر ْنَع ِوَّللا ِدْبَع ِنْب ِرِباَج ْنَع َناَسْيَك ُنْب ُبْىَو

ِثيِدَح َوَْنَ َرَكَذَف ُليِْبِْج ِنَِّمَأ َلاَق َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص

ُكْذَي َْلََو ُهاَنْعَِبِ ٍساَّبَع ِنْبا

وُبَأ َلاَق ِسْمَْلْاِب ِرْصَعْلا ِتْقَوِل ِويِف ْر

ِنْبا ُثيِدَحَو ٌبيِرَغ ٌحيِحَص ٌنَسَح ٌثيِدَح اَذَى ىَسيِع

ِفِ ٍءْيَش ُّحَصَأ ٌدَّمَُمُ َلاَق و ٌحيِحَص ٌنَسَح ٌثيِدَح ٍساَّبَع

َسَو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص ِِّبَِّنلا ْنَع ٍرِباَج ُثيِدَح ِتيِقاَوَمْلا

َلاَق َمَّل

ٍحاَبَر ِبَِأ ُنْب ُءاَطَع ُهاَوَر ْدَق ِتيِقاَوَمْلا ِفِ ٍرِباَج ُثيِدَحَو

ِِّبَِّنلا ْنَع ِوَّللا ِدْبَع ِنْب ِرِباَج ْنَع ِْيَْ بُّزلا وُبَأَو ٍراَنيِد ُنْب وُرْمَعَو

ْنَع َناَسْيَك ِنْب ِبْىَو ِثيِدَح َوَْنَ َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص

َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص ِِّبَِّنلا ْنَع ٍرِباَج

Artinya: [[[telah menceritakan kepada kami [Hannad bin As Sari] berkata; telah menceritakan kepada kami [Abdurrahman bin Abu Az Zinad] dari [Abdurrahman bin Al Harits bin Ayyasy bin Abu Rabi'ah] dari [Hakim bin Hakim] -yaitu Ibnu Abbad bin Hunaif- berkata; telah mengabarkan kepadaku [Nafi' bin Jubair bin Muth'im] berkata; telah mengabarkan kepadaku [Ibnu Abbas] bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jibril 'Alaihis Salam pernah mengimamiku di sisi Ka'bah dua kali. Pertama kali, ia salat zhuhur ketika bayang-bayang seperti tali sandal.

(4)

Jurnal Shar-E (Kajian Syariah, Hukum, dan Ekonomi) - 68 -

Kemudian ia salat asar ketika bayangan sesuatu seperti benda aslinya. Kemudian salat maghrib ketika Matahari terbenam dan orang-orang yang berpuasa berbuka. Kemudian salat isya ketika warna merah di langit hilang. Setelah itu ia salat subuh ketika fajar terbit dan makanan menjadi haram bagi orang yang berpuasa. Pada kali kedua, ia salat zhuhur bayangan sesuatu sebagaimana aslinya, persis untuk waktu salat asar kemarin. Lalu ia salat asar ketika bayangan setiap sesuatu dua kali dari benda aslinya. Kemudian ia salat maghrib sebagaimana waktu yang lalu, lalu salat isya yang akhir ketika telah berlalu sepertiga waktu malam. Kemudian salat subuh ketika Matahari Matahari telah merekah menyinari Bumi. Setelah itu Jibril menoleh ke arahku seraya berkata; "Wahai Muhammad, ini adalah waktu para Nabi sebelummu, dan waktu salat adalah antara kedua waktu ini." Abu Isa berkata; "Dalam bab ini juga ada riwayat dari Abu Hurairah, Buraidah, Abu Musa, Abu Mas'ud Al Anshari, Abu Sa'id, Jabir, 'Amru bin Hazm, Al Bara dan Anas." Telah mengabarkan kepadaku [Ahmad bin Musa] berkata; telah mengabarkan kepada kami [Abdullah bin Al Mubarak] berkata; telah mengabarkan kepada kami [Husain bin Ali bin Husain] berkata; telah mengabarkan kepadaku [Wahb bin Kaisan] dari [Jabir bin Abdullah] dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam,

beliau bersabda: "Jibril

mengimamiku……lalu ia menyebutkan sebagaimana dalam hadits Ibnu Abbas secara makna. Dan ia tidak menyebutkan dalam hadits tersebut, "Untuk waktu asar seperti yang kemarin." Abu Isa berkata; "Hadits ini derajatnya hasan shahih gharib. Dan hadits Ibnu Abbas derajatnya hadits hasan shahih. Muhammad berkata; "Riwayat yang paling shahih dalam hal waktu salat adalah hadits Jabir dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam." Ia berkata; "Hadits Jabir tentang waktu-waktu salat telah diriwayatkan oleh ['Atha bin Abu Rabah] dan [Amru bin Dinar] dan [Abu Az

Zubair] dari [Jabir bin Abdullah] dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, seperti hadits Wahb bin kaisan, dari Jabir, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam."]]] (H.R. Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi No.138, Maktabah Syamilah).

Perbedaan Pendapat di Antara Imam

Madzhab tentang Waktu-Waktu Salat

Secara umum, waktu-waktu salat dalam sehari berhubungan dengan kedudukan Matahari yang digambarkan sebagai berikut.

Gambar 1. Kedudukan Matahari yang menjadi sebab masuknya waktu salat

(www.jadwalsholat.org, 2016)

a. Salat Zuhur

Masuknya waktu salat zuhur dimulai sejak tergelincirnya Matahari (zawal) dari tengah-tengah langit (Jaziri, 2003: 167). Hal ini telah disepakati oleh

fuqaha‟ berdasarkan firman Allah:

“Dirikanlah salat (zuhur), ketika tergelincirnya Matahari” (Al-Isro‟: 78).

Dari hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad, An-Nasa‟I, dan At-Turmudzi dari Jabir bin Abdullah r.a., disebutkan pula bahwa Nabi salat zuhur ketika bayang-bayang sama panjang dengan dirinya. Ini tidaklah bertentangan sebab untuk Saudi Arabia yang terletak di 20o – 30o lintang utara (LU) pada saat Matahari tergelincir, panjang bayang-bayang dapat mencapai panjang bendanya bahkan lebih. Keadaan ini dapat terjadi ketika Matahari sedang

(5)

Jurnal Shar-E (Kajian Syariah, Hukum, dan Ekonomi) - 69 -

berposisi jauh di Selatan (Departemen Agama RI, 1994: 5)

Masuknya waktu zuhur dapat diamati pada tengah hari (sebelum Matahari berkulminasi3) melalui panjang bayangan pada lingkaran-lingkaran yang berpusat pada tiang lurus yang ditegakkan di permukaan yang datar. Bayangan akan semakin memendek dan sekaligus mengalami pergeseran sudut ke arah timur. Suatu saat bayangan tersebut akan mencapai titik jenuh selama beberapa saat (tidak memendek dan memanjang) dan hanya mengalami pergeseran sudut saja ke arah timur. Temponya lebih kurang 10 hingga 15 menit. Waktu ini disebut waktu karahah yaitu waktu yang dilarang salat padanya. Panjang bayangan di saat waktu

karahah disebut fai‟ zawal. Setelah

melampaui waktu karahah, bayangan akan mulai memanjang. Inilah awal waktu dhuhur (Ihsan, 2011).

Keadaan bayangan tongkat pada saat masuknya waktu zuhur dapat dilihat pada gambar berikut.

3 Kulminasi (meridian pass) yang

dimaksudkan di sini adalah kulminasi atas yaitu pukul 12 waktu Matahari (waktu hakiki) atau saat Matahari mencapai titik tertinggi. Pada saat ini bayangan benda mencapai panjang minimum (terpendek). Kulminasi (meridian pass) dikenal pula dengan istilah saat istiwa‟.

Gambar 2. Keadaan bayangan saat masuk waktu salat zuhur (Ihsan, 2011).

b. Salat Asar

Mengenai masuknya waktu salat Asar4, ulama berbeda pendapat. Menurut Jaziri (2003: 167), masuknya waktu Asar dimulai saat panjang bayang-bayang benda bertambah dari panjang benda aslinya tanpa memperhitungkan panjang bayang-bayang saat zawal. Adapun Menurut pendapat Imam syafi‟i, Imam Malik, Abu Tsaur, dan Daud, waktu Asar masuk ketika bayang-bayang sebuah benda sama dengan panjang bendanya. Sedangkan menurut pendapat Imam Abu Hanifah, waktu Asar masuk ketika bayang-bayang benda sama dengan dua kali bendanya (Amri, 2014: 211). Perbedaan ini disebabkan oleh matan hadis yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah yang telah dipaparkan di atas.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya telah terjadi perbedaan pendapat di antara ulama fikih mengenai masuknya waktu salat Asar.5 Menurut

madzhab Syafi‟i, Maliki, Ja‟fari, dan

Hambali, masuknya waktu salat Asar adalah ketika panjang bayangan suatu

4 Menurut madzhab Maliki, waktu Asar ada

2 yaitu waktu ikhtiyar dan waktu dhoruri. Waktu

ikhtiyar adalah waktu saat masuknya Asar yaitu

pada saat panjang bayang-bayang benda bertambah panjang dari benda aslinya hingga Matahari menguning saat sebelum ghurub. Sedangkan waktu

dhoruri adalah ketika Matahari menguning hingga

Matahari terbenam seluruhnya di bawah ufuk (Jaziri, 2003: 167).

5 Dalam Hadis Jabir ibn Abdullah yang telah

dipaparkan sebelumnya, disebutkan bahwa Nabi melakukan salat Asar pada saat panjang bayang-bayang sepanjang dirinya dan juga disebutkan saat panjang bayang-bayang dua kali panjang dirinya. Ini dikompromikan bahwa Nabi melakukan salat Asar pada saat panjang bayang-bayang sepanjang dirinya, ini terjadi karena ketika Matahari berkulminasi atas, setiap benda tidak mempunyai

bayang-bayang. Sedangkan pada saat Nabi

melakukan salat Asar pada saat panjang bayang-bayang dua kali panjang dirinya, ini terjadi ketika Matahari berkulminasi, panjang bayang-bayangnya sama dengan dirinya (Departemen Agama RI, 1994: 5)

(6)

Jurnal Shar-E (Kajian Syariah, Hukum, dan Ekonomi) - 70 -

objek mencapai panjang asli objek itu ditambah dengan panjang bayangan pada

zawal yang pada gambar 3 ditunjukkan

oleh Asr-I. Sedangkan menurut pendapat Hanafi, masuknya waktu Asar dimulai pada saat panjang bayangan suatu objek mencapai dua kali panjang asli objek ditambah panjang bayangan saat zawal (Zadeh, 2016) yang ditunjukkan oleh Asr-II. Ilustrasi perbedaan kedua pendapat tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 3. Perbedaan definisi waktu Asar (Ozlem, 2016).

Penyusun mengambil contoh perbedaan masuknya waktu salat Asar berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Mufarrohah (2010) untuk daerah Semarang (Desa Batur Kecamatan Getasan) pada tanggal 29 September 2010. Hasilnya sebagai berikut.

Gambar 4. Panjang bayangan pada waktu kulminasi 29 September 2010 (Mufarrohah, 2010:

67)

Gambar 5. Masuknya waktu Asar menurut

madzhab Syafi‟i, Maliki, Ja‟fari, dan Hambali, 29

September 2010 pukul 14.42 (Mufarrohah, 2010: 67).

Gambar 6. Masuknya waktu Asar menurut

madzhab Hanafi, 29 September 2010 pukul 15.32

(Mufarrohah, 2010: 68)

Perbedaan pendapat tentang masuknya waktu Asar menurut penyusun masih dapat ditolerir karena selisih waktunya tidak begitu signifikan. Di wilayah tertentu, diperlukan waktu sekitar 30 sampai 40 menit oleh suatu objek untuk mengubah panjang bayangannya menjadi dua kali panjangnya (Anonim, 2011). Sedangkan untuk daerah Semarang berdasarkan penelitian yang dilakukan Mufarrohah (2010), terdapat selisih waktu sekitar 50 menit untuk mengubah panjang bayangannya menjadi dua kali pada saat pengamatan dilakukan. Dari sini dapat disimpulkan bahwa untuk mengubah

(7)

Jurnal Shar-E (Kajian Syariah, Hukum, dan Ekonomi) - 71 -

panjang bayangan benda menjadi dua kali panjangnya memerlukan waktu yang bervariasi antara satu tempat dengan tempat lain.

Untuk wilayah Indonesia, digunakan pendapat madzhab Syafi‟i, sedangkan untuk beberapa negara Eropa lebih tepat digunakan pendapat madzhab Hanafi karena dapat mengatasi masalah panjang bayangan pada musim dingin. Untuk wilayah kutub, pendapat Imam Hanafi juga lebih tepat digunakan. Hal ini disebabkan oleh kedudukan Matahari pada awal zuhur tidak begitu tinggi dan dalam keadaan demikian bayang-bayang memanjang lebih cepat daripada ketika Matahari pada tengah hari berkedudukan tinggi di langit seperti di negara kita (Djambek, 1974: 9).

c. Salat Magrib

Masuknya waktu salat magrib telah disepakati seluruh ulama berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah yaitu ketika Matahari terbenam (ghurub)6. Hanya saja terdapat perbedaan mengenai akhir waktu salat magrib (awal waktu isya‟) yaitu dalam memaknai kata

syafaq berdasarkan hadis nabi yang

diriwayatkan oleh „Abdullah ibn Amr sebagai berikut.

َح ،ُّيِقَرْوَّدلا َميِىاَرْ بِإ ُنْب ُدَْحَْأ ِنَِثَّدَحَو

ُدْبَع اَنَ ثَّد

،َبوُّيَأ ِبَِأ ْنَع ،ُةَداَتَ ق اَنَ ثَّدَح ،ٌماََّهَ اَنَ ثَّدَح ،ِدَمَّصلا

ِوْيَلَع ُللها ىَّلَص ِللها َلوُسَر َّنَأ ،وٍرْمَع ِنْب ِللها ِدْبَع ْنَع

: َلاَق ،َمَّلَسَو

«

َناَكَو ُسْمَّشلا ِتَلاَز اَذِإ ِرْهُّظلا ُتْقَو

ِلوُطَك ِلُجَّرلا ُّلِظ

ُتْقَوَو ،ُرْصَعْلا ِرُضَْيَ َْلَ اَم ،ِو

ِبِرْغَمْلا ِة َلََص ُتْقَوَو ،ُسْمَّشلا َّرَفْصَت َْلَ اَم ِرْصَعْلا

6 Matahari dikatakan terbenam (ghurub)

apabila piringan Matahari sudah seluruhnya berada di bawah ufuk. Pada saat itu garis ufuk bersinggungan dengan piringan Matahari sebelah atas (Ali, 1997: 35). Menurut Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama (1981, 244), Matahari dan Bulan dikatakan terbenam apabila jarak zenithnya sama dengan 90o + semidiameter + refraksi + parallaks.

ِفْصِن َلَِإ ِءاَشِعْلا ِة َلََص ُتْقَوَو ،ُقَفَّشلا ِبِغَي َْلَ اَم

ِعوُلُط ْنِم ِحْبُّصلا ِة َلََص ُتْقَوَو ،ِطَسْوَْلْا ِلْيَّللا

اَم ِرْجَفْلا

ُسْمَّشلا ِتَعَلَط اَذِإَف ،ُسْمَّشلا ِعُلْطَت َْلَ

ٍناَطْيَش َْنِْرَ ق َْيَْ ب ْعُلْطَت اَهَّ نِإَف ،ِة َلََّصلا ِنَع ْكِسْمَأَف

»

Ahmad Ibn Ibrahim ad-Dauraqiy

menceritakan kepadaku, „Abdus-Shomad menceritakan kepada kami, Hammam menceritakan kepada kami, Qatadah menceritakan kepada kami, dari Abi Ayyub, dari „Abdullah bin „Umar bahwa Rasulullah saw berkata: “Waktu Zhuhur dimulai saat Matahari tergelincir ke barat (waktu zawal) hingga bayangan seseorang sama dengan tingginya dan selama belum masuk waktu „Asar. Waktu Asar masih

terus ada selama Matahari belum

menguning. Waktu salat Maghrib adalah selama syafaq (saat Matahari tenggelam) belum hilang. Waktu salat „Isya‟ ialah hingga pertengahan malam. Waktu salat Shubuh adalah mulai terbit fajar (shodiq) selama Matahari belum terbit. Jika Matahari terbit, maka tahanlah diri dari salat karena ketika itu Matahari terbit antara dua tanduk setan. ” (HR. Muslim, Shahih Muslim No. 173, Maktabah Syamilah).

Imam Hanafi, Hambali, dan Syafi‟i berpendapat bahwa waktu Maghrib adalah antara tenggelamnya Matahari sampai tenggelamnya mega atau sampai hilangnya cahaya merah di barat. Sedangkan Imam Maliki berpendapat bahwa sesungguhnya waktu maghrib sempit, ia hanya khusus dari awal tenggelamnya Matahari sampai diperkirakan dapat melaksanakan salat maghrib itu, yang termasuk di dalamnya, cukup untuk bersuci dan adzan dan tidak

boleh mengakhirkannya

(mengundurkannya) dari waktu ini (Amri, 2014: 212).

(8)

Jurnal Shar-E (Kajian Syariah, Hukum, dan Ekonomi) - 72 -

d. Salat Isya‟7

Ulama telah sepakat bahwa waktu salat isya‟ dimulai ketika syafaq8 (twilight) telah menghilang. Berdasarkan hasil identifikasi hadis terkait dengan syafaq, terdapat dua macam syafaq yaitu syafaq

ahmar (mega merah) dan syafaq abyadh

(mega putih). syafaq ahmar terjadi lebih dulu daripada syafaq abyadh (Rohmah, 2002: 26).

Imam Syâfi„i dan mayoritas ulama berpendapat bahwa awal waktu Isya‟ ialah ketika hilangnya syafaq ahmar. Namun, Imam Hanafi berpendapat bahwa awal waktu isya‟ ialah ketika tidak ada jejak cahaya di langit. Fenomena ini dikenal sebagai syafaq abyadh (Rohmah, 2002: 26). Dengan demikian, Imam Hanafi dan

7 Menurut Imam Hambali, waktu isya‟

dibagi menjadi dua yaitu waktu ikhtiyar dan waktu

dhoruri. Waktu ikhtiyar dimulai dari hilangnya syafaq sampai masuknya sepertiga malam pertama

Sedangkan waktu dhoruri dimulai dari sepertiga malam yang kedua sampai terbit fajar shadiq (Jaziri, 2003: 168).

8 Al-Syafaq berasal dari bahasa Arab

bermakna “sinar merah Matahari setelah

terbenam”. Namun para ulama berbeda pendapat

mengenai arti syafaq, karena pada

dasarnya syafaq memiliki dua makna, yaitu merah dan putih. Adapun beberapa ulama yang berbeda pendapat di antaranya pendapat pertama yang menyatakan bahwa syafaq adalah warna merah. Ini pendapat Imam Malik, Sufyan At Tsauri, Syafi‟i dan yang lainnya yang diriwayatkan dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas. Pendapat kedua, Syafaq adalah warna putih. Ini riwayat dari Anas, Abu Hurairah, Umar bin Abdul Aziz dan Nu‟man bin Basir. Pendapat ketiga, Syafaq dalam bahasa arab mempunyai dua makna yang berbeda yaitu warna merah dan putih. Adapun pendapat yang dipakai kebanyakan ahlu ilmi falak bahwa syafaq adalah warna merah karena dalam Daruquthniy disebutkan dari hadis Ibnu Umar bahwa Rasulullah saw bersabda: “Saya telah membaca kitab asli Ahmad

bin Amr bin Jabir al-Ramliy dengan tulisannya telah menceritakan kepadaku Ali bin Abd. al-Shamad al-Thayalisiy diceritakan oleh Harun bin Sufyan diceritakan oleh Athiq bin Ya‟qub diceritakan oleh malik bin Anas dari Nafi dari Ibn Umar berkata: bersabda Rasulullah saw: al-syafaq (mega) adalah merah, ketika al-syafaq hilang maka wajib melaksanakan salat.

(H.R. al-Daruquthniy) (Atsari, 2016)

pengikutnya melaksanakan salat isya‟ lebih lambat dibandingkan pengikut imam lainnya. Di Indonesia, para ulama sepakat bahwa waktu isya‟ ditandai dengan mulai memudarnya syafaq ahmar di bagian langit sebelah barat, yaitu tanda masuknya gelap malam. Peristiwa ini dikenal sebagai akhir senja astronomi (astronomical

twilight) (Amri, 2014: 212).

e. Waktu Subuh

Waktu subuh adalah waktu mulai terbitnya fajar shadiq dan berlangsung hingga terbitnya Matahari. Para ahli fikih sepakat dengan pendapat tersebut, meskipun ada beberapa ahli fikih syâfi„iyah yang menyimpulkan bahwa batas akhir waktu subuh adalah sampai tampaknya sinar Matahari. Fajar shadiq dapat dipahami sebagai dawn astronomical twilight (fajar astronomi),

yaitu ketika langit tidak lagi gelap dimana atmosfer Bumi mampu membiaskan cahaya Matahari dari bawah ufuk. Cahaya ini mulai muncul di ufuk timur menjelang terbit Matahari pada saat Matahari berada sekitar 18° di bawah ufuk atau jarak zenit Matahari sebesar 108° (Amri, 2014: 213).

Gambar 7. Fenomena fajar kazib (Mohammed, 2016)

Gambar 8. fajar shadiq (Mohammed, 2016)

Fajar ada dua macam yaitu fajar

shadiq (dawn astronomical twilight) dan

(9)

Jurnal Shar-E (Kajian Syariah, Hukum, dan Ekonomi) - 73 -

adalah warna putih yang muncul di langit bagian timur menyebar horizontal di cakrawala yang berasal dari cahaya Matahari. Sedangkan fajar kazib adalah cahaya vertikal atau piramida cahaya seperti ekor serigala (Djokolelono, 2007: 104) yang muncul lebih awal dari fajar

shadiq. Penyebab munculnya fajar kazib

ini adalah hamburan cahaya Matahari oleh debu-debu antar planet dan kenampakannya sejajar dengan bidang ekliptika. Proses terbentuknya fajar kazib ini dapat diilustrasikan sebagai berikut.

Gambar 9. Hamburan sinar Matahari oleh debu antar planet menyebabkan penampakan fajar kazib (Rao, http://www.space.com, diakses 22 Desember

2016)

Implikasi Perbedaan Pendapat Tentang Masuknya Waktu Salat

Walaupun dari sisi perbedaan masuknya waktu Asar dan isya ini dapat ditolerir, namun secara praktis hal ini sulit dilakukan dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. Penyebabnya adalah dengan adanya perbedaan teknis seperti perbedaan waktu azan dan memulai salat antara satu masjid dengan masjid lain atau antara satu kelompok dengan dengan kelompok yang lain dapat mengganggu keharmonisan kehidupan berjama‟ah di antara umat Islam itu sendiri. Dengan demikian, sebaiknya pelaksanaan salat berjama‟ah

madzhab tertentu mengikuti waktu

pelaksanaan madzhab yang dominan di suatu daerah, kecuali pelaksanaannya

dilakukan secara internal madzhab yang bersangkutan atau perbedaan ini sudah dapat dipahami dengan baik dan diterima oleh masyarakat.

Penutup

Dari paparan yang telah disajikan, dapat disimpulkan bahwa perbedaan tentang masuknya waktu salat di antara Imam madzhab adalah berkenaan dengan masuknya waktu salat Asar dan salat isya‟. Perbedaan masuknya waktu Asar disebabkan oleh perbedaan yang jelas disebutkan di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Jarbr bin Abdullah tentang panjang bayang-bayang ketika Nabi melaksanakan salat Asar. Sedangkan perbedaan masuknya waktu isya‟ disebabkan oleh perbedaan interpretasi arti kata syafaq.

Walaupun perbedaan masuknya waktu salat Asar dan isya‟ ini masih dapat ditolerir, namun secara praktis hal ini sulit dilakukan dalam masyarakat, seperti di Indonesia. Hal ini disebabkan perbedaan memulai waktu salat justru akan menuai persoalan yang dapat menggiring kepada perpecahan di tubuh umat Islam, kecuali di masyarakat tersebut telah memahami dan menerima perbedaan tersebut.

Adapun saran penyusun melalui makalah ini adalah perlu adanya praktik lapangan untuk memahami fenomena fajar

kazib, yang menurut hemat penyusun

masih belum teramati selama ini. Selain itu, perlu diadakannya kajian-kajian falak tentang bagaimana melaksanakan salat di daerah yang memiliki lintang tinggi hingga daerah kutub melalui pendekatan sains dan tinjauan ilmu fikih untuk menambah khasanah keilmuan di bidang ilmu falak.

(10)

Jurnal Shar-E (Kajian Syariah, Hukum, dan Ekonomi) - 74 -

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. Suyuthi, (1997). .Ilmu Falak Jilid I, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Amri, Tamhid, Salat dalam Perspektif Syar‟i, Jurnal Asy-Syari‟ah Volume 16, Nomor 3, Desember 2014.

Anonim, The 2 asr times? https://readforsoul.wordpress.com/2011/05/14/the-2-asr-times/ , diakses tanggal 10 Desember 2016.

Anonim, https://en.wikipedia.org/wiki/Asr_prayer, diakses tanggal 10 Desember 2016 Anonim, Syafaq Ahmar Versi SQM,

https://pakarfisika.wordpress.com/2016/01/22/syafaq-ahmar-versi-sqm/, diakses tanggal 13 Desember 2016

Anonim, Jadwal Sholat Hari Ini, https://www.jadwalsholat.org, diakses tanggal 13 Desember 2016.

Atsari, Abu Ishaq Muslim, Waktu-Waktu Salat, http://drussalaf.or.id, diakses tanggal 13 Desember 2016.

Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama, (1981). Almanak Hisab Rukyat, Jakarta: Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam.

Departemen Agama RI, (1994). Pedoman Penentuan Jadwal Waktu Salat Sepanjang Masa, Jakarta: Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam.

Djambek, Saadoe‟ddin, (1974). Salat dan Puasa di Daerah Kutub, Jakarta: Bulan Bintang. Djokolelono, Mursid, (2007). Abu Raihan Al-Biruni dan Karyanya dalam Astronomi dan

Geografi Matematika, Jakarta: Suara Bebas.

Giesen, Juergen, Islam Prayer Times, http://www.geoastro.de/ astro/PrayerTimes/index.html

diakses tanggal 8 Desember 2016.

Ihsan, Fadhl, Cara Mudah Mengetahui Waktu Salat, https://fadhlihsan. wordpress.com/2011/06/14/cara-mudah-mengetahui-waktu-salat-dileng-kapi-gambar/, diakses tanggal 9 Desember 2016.

Jaziri, Abdur Rahman, (2003). Kitab Al-Fiqh „Ala Al-Madzahibi Al-Arba‟ati Juz 1, Beirut: Daarul Kutub Al-„Ilmiah.

Gambar

Gambar 1. Kedudukan Matahari yang menjadi  sebab masuknya waktu salat
Gambar 2. Keadaan bayangan saat masuk waktu  salat zuhur (Ihsan, 2011).
Gambar 5. Masuknya waktu Asar menurut  madzhab Syafi‟i, Maliki, Ja‟fari, dan Hambali, 29  September 2010 pukul 14.42 (Mufarrohah, 2010:
Gambar 7. Fenomena fajar kazib (Mohammed,  2016)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Apabila perubahan faktor lingkungan lebih besar dari kisaran toleransi yang dapat diterima oleh organisme, maka tidak dapat bertahan hidup, sehingga suatu jenis

Setelah melihat hasil temuan diatas, didapatkan bahwa teori modal sosial yang dipakai pada penelitian ini yaitu tentang kekentalan jaringan, Hal tersebut terbukti

Hal tersebut merupakan strategi yang dilakukan karena adanya kekuatan yang secara internal dominan dimiliki oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Gorontalo

Sumber daya yang dibutuhkan oleh Dinas Perhubungan Kota Padang masih belum mencukupi untuk melaksanakan masing – masing kegiatan dari Program Peningkatan

Pada pelaksanaannya, pengabdian ini akan mempraktekan dasar dasar bagaimana para remaja bisa berkomunikasi secara online maupun secara langsung dengan cara komunikasi yang baik dan

hubungan variabel-variabel sehingga dapat digunakan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam penelitian.” Menurut Sugiono (2005 : 15) bahwa “data kualitatif adalah

Namun demikian masih terdapat kendala dalam operasionalnya diantaranya adalah bahwa (i) lembaga ini hanya terbatas pada fungsi koordinasi sehingga implementasi program

Pada hasil pengamatan daerah survei di Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Batu-Malang, pada titik survei ke-1 N2, memiliki kelas drainase tanah yang baik, permeabilitas