• Tidak ada hasil yang ditemukan

REKAYASA HORMONAL PADA UDANG VANAME SELAMA 28 HARI SEBAGAI PENGGANTI TEKNIK ABLASI MATA DALAM USAHA PERCEPATAN PEMATANGAN GONAD HARI RAMDANI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "REKAYASA HORMONAL PADA UDANG VANAME SELAMA 28 HARI SEBAGAI PENGGANTI TEKNIK ABLASI MATA DALAM USAHA PERCEPATAN PEMATANGAN GONAD HARI RAMDANI"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

1

REKAYASA HORMONAL PADA UDANG VANAME SELAMA

28 HARI SEBAGAI PENGGANTI TEKNIK ABLASI MATA

DALAM USAHA PERCEPATAN PEMATANGAN GONAD

HARI RAMDANI

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

3

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Rekayasa Hormonal pada Udang Vaname selama 28 Hari sebagai Pengganti Teknik Ablasi Mata dalam Usaha Percepatan Pematangan Gonad” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013 Hari Ramdani NIM C14090028

(4)

2

ABSTRAK

HARI RAMDANI. Rekayasa Hormonal pada Udang Vaname selama 28 Hari sebagai Pengganti Teknik Ablasi Mata dalam Usaha Percepatan Pematangan Gonad. Dibimbing oleh AGUS OMAN SUDRAJAT dan ALIMUDDIN.

Isu animal walfare menjadi sesuai hal yang harus diperhatikan dalam penerapan ablasi tangkai mata pada proses pematangan gonad udang dalam pembenihan udang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan alternatif pengganti terhadap teknik ablasi tangkai mata dengan induksi hormonal dalam pematangan gonad pada udang vaname. Hormon pregnant mare serum gonadotropin (PMSG), hormon pertumbuhan rekombinan dari Epinephelus lanceolatus (rElGH), dan antidopamin (AD) digunakan untuk menginduksi pematangan gonad calon induk udang. Hormon diberikan melalui pakan selama 28 hari, dengan perlakuan : A. 40 IU PMSG/kg udang + 0,01 mg AD/kg udang, B. 80 IU/kg udang PMSG + 0,02 mg AD/kg udang, C. 40 IU PMSG/kg udang + 0,01 mg AD/kg udang + 0,1 mg rElGH/kg udang, D. 80 IU PMSG/kg udang + 0,02 mg AD/kg udang + 0,1 mg rElGH/kg, E. Ablasi, dan F. Kontrol. Setiap perlakuan terdiri dari 15 udang dengan individu udang sebagai ulangan. Hasil menunjukkan bahwa udang yang diinduksi dengan hormon telah matang pada hari ke 14, sedangkan udang yang diablasi mulai pada hari ke 7. Perlakuan hormon 40 IU PMSG + 0,01 mg AD + 0,1 mg rElGH menunjukkan hasil terbaik untuk jumlah udang matang gonad (80%), persentase pemijahan udang (66,7%), fekunditas (84600±1528), derajat penetasan (41%) dibandingkan perlakuan hormon lainnya. Kinerja dari perlakuan hormon 40 IU PMSG + 0,01 mg AD + 0,1 mg rElGH bila dibandingkan dengan ablasi menunjukkan hasil bahwa jumlah udang matang gonad mencapai 86%, persentase pemijahan udang 93%, fekunditas 87%, dan derajat penetasan 73%. Pemberian hormon pertumbuhan rekombinan tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan bobot udang (P>0,05), tetapi berpengaruh nyata terhadap fekunditas dan derajat penetasan (P<0,05). Pemberian hormon PMSG, rGH, dan antidopamin dapat menginduksi pematangan gonad pada udang vaname. Induksi hormonal dapat menjadi alternatif teknik ablasi dalam pematangan gonadal pada udang vaname.

Kata kunci: pematangan gonad, hormon, pakan, udang vaname.

ABSTRACT

HARI RAMDANI. Hormonal manipulation of white shrimp for 28 days rearing as an alternative of eye ablation technique in acceleration gonadal maturation. Supervised by AGUS OMAN SUDRAJAT and ALIMUDDIN.

Animal walfare issues to appropriate things to be considered in the application of eyestalk ablation on gonadal maturation of shrimp in the shrimp hatchery. The purpose of this study was to develop an alternative to eye stalk ablation technique with the hormonal induction of gonad maturation in shrimp vaname. Pregnant mare serum gonadotropin (PMSG) hormone, recombinant growth hormones from Epinephelus lanceolatus (rElGH), and antidopamin (AD)

(5)

3 is used to induce gonadal maturation of broodstock shrimp. Hormones administered via the feed for 28 days, with treatment: A. 40 IU PMSG/kg shrimp + 0,01 mg AD/kg shrimp, B. 80 IU PMSG/kg shrimp + 0,02 mg AD/kg shrimp, C. 40 IU PMSG/kg shrimp + 0,01 mg AD/kg + 0,1 mg rElGH/kg shrimp, D. 80 IU PMSG/kg shrimp + 0,02 mg AD/ kg + 0,1 mg rElGH/kg shrimp, E. Ablation, and F. Control. Each treatment consists of 15 individual shrimp with shrimp as replication. Results showed that the shrimp were induced with hormones have matured on day 14, while the shrimp were ablated started on day 7. Treatment hormone 40 IU PMSG + 0,01 mg AD + 0,1 mg rElGH showed the best results for the number of shrimp mature gonads (80%), the percentage of spawning shrimp (66,7%), fecundity (84.600±1.528), hatching rate (41%) compared to other hormone treatments. Performance of hormone treatment 40 IU PMSG + 0,01 mg AD + 0,1 mg rElGH when compared with the results of ablation showed that the number of shrimp mature gonad reached 86%, the percentage of spawning shrimp 93%, fecundity 87%, and hatching 73%. Recombinant growth hormone has no effect on the growth of shrimp weight (P>0,05), but significant effect on fecundity and hatching rate (P<0,05). PMSG hormone, rGH, and antidopamin can induce gonadal maturation in shrimp vaname. Induction hormonal ablation may be an alternative technique in gonadal maturation in shrimp vaname.

(6)
(7)

5

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Budidaya Perairan

REKAYASA HORMONAL PADA UDANG VANAME SELAMA

28 HARI SEBAGAI PENGGANTI TEKNIK ABLASI MATA

DALAM USAHA PERCEPATAN PEMATANGAN GONAD

HARI RAMDANI

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Rekayasa Hormonal pada Udang Vaname selama 28 Hari sebagai Pengganti Teknik Ablasi Mata dalam Usaha Percepatan

Pematangan Gonad Nama : Hari Ramdani

NIM : C14090028

Program Studi : Teknologi dan Manajemen Pelikanan Budidaya

Disetujui oleh

Dr Alimuddin, SPi MSc

Pembimbing I Pembimbing II

(10)

7 Judul Skripsi : Rekayasa Hormonal pada Udang Vaname selama 28 Hari sebagai

Pengganti Teknik Ablasi Mata dalam Usaha Percepatan Pematangan Gonad

Nama : Hari Ramdani NIM : C14090028

Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya

Disetujui oleh

Dr Ir Agus Oman Sudrajat, MSc Pembimbing I Dr Alimuddin, SPi MSc Pembimbing II Diketahui oleh Dr Ir Sukenda, MSc Ketua Departemen Tanggal Lulus:

(11)

8

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi dengan judul “Rekayasa Hormonal pada Udang Vaname selama 28 Hari sebagai Pengganti Teknik Ablasi Mata dalam Usaha Percepatan Pematangan Gonad” dapat diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2013 hingga Mei 2013 dimulai dari pemeliharaan udang di Instalasi Pembenihan Udang, Gelung, Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo, Jawa Timur dan uji histologi gonad di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr Ir Agus Oman Sudrajat, MSc selaku Pembimbing I dan Bapak Dr Alimuddin, SPi MSc selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sampai menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Dr Ir Nur Bambang Priyo Utomo, MSi dan Ibu Dr Dinamella

Wahjuningrum, SSi MSi selaku dosen penguji tamu dan komisi pendidikan S1 departemen budidaya perairan yang telah banyak memberikan kritik dan saran-sarannya.

3. Ayahanda Dayat Hidayat dan Ibunda Rukaemah serta keluarga besar yang telah memberikan semangat, doa dan dukungannya.

4. Bapak Ir. Dwi Soehermanto, MM selaku kepala Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo dan Bapak Ir. Mohammad Afandi selaku kepala Instansi Pembenihan Udang, Gelung, yang telah memberikan izin kepada penulis dalam melaksanakan penelitian di Situbondo.

5. Mas Wendy Tri Prabowo, S.Pi selaku Pembimbing Lapangan, serta Mas Deni, Mas Mulyadi, Mas Rico, Pak Sugianto, Pak Imron yang telah membantu penulis melaksanakan penelitian di Situbondo.

6. Ka Ahmad, Ka Leo, Ka Fikri, Ka Oci, Ka Muta, Ka Habib selaku Pembina Tarbawi yang telah memberikan bimbingan, doa dan dukungannya.

7. Sahabat seperjuangan Gurame’ers Riza, Riandy, Rio, Umay, Fajar, Arbi, Winda, serta teman seperjuangan Aktivis Dakwah IPB atas semangat, doa dan dukungannya.

8. Ardila dan Mita atas kerjasamanya, serta keluarga besar BDP 46 terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya.

9. BUMN yang memberikan beasiswa bantuan biaya kuliah kepada penulis hingga masa studi selesai.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013 Hari Ramdani

(12)

9

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL………... vi DAFTAR GAMBAR………...vi DAFTAR LAMPIRAN………... vi PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan Penelitian ... 2 METODE ... 3 Rancangan Percobaan ... 3 Pelaksanaan Penelitian ... 3 Parameter Pengamatan ... 5

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 7

Hasil ... 7

Pembahasan ... 13

KESIMPULAN DAN SARAN ... 15

Kesimpulan ... 15

Saran ... 15

DAFTAR PUSTAKA ... 16

LAMPIRAN………... 18

(13)

10

DAFTAR TABEL

1 Rerata bobot tubuh dan pertumbuhan relatif udang vaname setelah

diberi perlakuan hormon, ablasi dan kontrol…...7

2 Jumlah induk udang vaname yang matang gonad setelah diberi perlakuan hormon, ablasi dan kontrol……….…8

3 Tingkat pemijahan induk udang vaname setelah diberi perlakuan hormon, ablasi dan kontrol………...…………...9

4 Jumlah rerata telur induk dan naupli setelah diberi perlakuan hormon, ablasi dan kontrol………...10

DAFTAR GAMBAR

1 Rerata bobot tubuh (g/ekor) induk udang vaname setelah diberi perlakuan hormon, ablasi dan kontrol ………8

2 Histologi gonad udang vaname minggu ke-2 pasca perlakuan hormon dan ablasi……….….11

3 Histologi gonad udang vaname minggu ke-4 pasca perlakuan hormon, ablasi dan kontrol……….12

DAFTAR LAMPIRAN

1 Tahapan ablasi mata ………18

2 Tahapan pencampuran bahan percobaan pada pakan………….……….18

3 ANOVA dan uji Duncan rerata bobot tubuh………...………18

4 ANOVA dan uji Duncan jumlah telur……….………19

5 ANOVA dan uji Duncan jumlah naupli………..………19

(14)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Udang vaname (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu komoditas unggulan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). KKP menargetkan produksi udang vaname meningkat 30 persen menjadi 608.000 ton pada tahun 2013 (KKP 2013). Peningkatan produksi tersebut dilakukan sebagai upaya mengantisipasi peningkatan permintaan ekspor udang vaname ke pasar global. Upaya peningkatan produksi tersebut berdampak kepada meningkatnya kebutuhan benur udang. Salah satu cara untuk meningkatkan produksi benur adalah dengan melakukan percepatan pematangan gonad pada induk udang.

Secara alami induk udang vaname membutuhkan waktu 12 bulan untuk bisa matang gonad secara sempurna (Ceballos-Vázques et al. 2010). Oleh karena itu perlu dilakukan teknik yang dapat mempercepat pematangan gonad pada udang vaname. Teknik yang umumnya digunakan adalah ablasi. Teknik ablasi adalah proses pemotongan salah satu tangkai mata udang atau perusakan organ X yang menghasilkan hasil hormon penghambat perkembangan dan pematangan gonad (gonad inhibiting hormone/GIH). Jika organ X sudah tidak ada maka organ Y menjadi lebih aktif menghasilkan hormon perangsang pembentukan gonad (gonad stimulating hormone/GSH) sehingga proses pematangan gonad dapat berlangsung dengan cepat (Huberman 2000).

Teknik ablasi cukup efektif dalam merangsang perkembangan gonad, tetapi penghilangan organ penghasil hormon akan mengganggu sistem endokrin dalam tubuh udang. Ablasi ini dapat menyebabkan kerusakan permanen pada mata dan menurunkan 50% sintesis neurohormon oleh kelenjar sinus. Hal tersebut menyebabkan kemampuan udang untuk mengatur berbagai proses fisiologis tidak berjalan dengan baik (Huberman 2000). Sementara itu, penggunaan teknik ablasi ini mulai ditentang oleh kelompok pecinta binatang melalui isu animal welfare. Uni Eropa dan negara maju lainnya sebagai importir terbesar dunia telah menjadikan isu animal welfare sebagai persyaratan dalam perdagangan komoditas perikanan (Amin 2012). Oleh karena itu, Indonesia sebagai salah satu negara eksportir udang perlu segera mengantisipasi isu tersebut melalui upaya mempercepat kematangan gonad udang tanpa ablasi mata .

Alternatif yang mulai berkembang saat ini adalah induksi pematangan gonad melalui rangsangan hormonal. Menurut Yusuf (2011), penggunaan 10 mg antidopamin dan 40 IU PMSG dapat menjadi alternatif dalam mempercepat pematangan gonad sebagai pengganti teknik ablasi mata pada udang vaname. Keberhasilan metode tersebut masih relatif rendah, yakni 35% induk matang gonad, dan menghasilkan 20% naupli yang menetas. Antidopamin adalah bahan kimia yang dapat menghentikan kerja dopamin, sedangkan dopamin merupakan neurotransmitter yang berperan dalam menghambat pematangan gonad udang (Chen dan Zhuang 2003). Pregnant mare serum gonadotropin (PMSG) adalah sebuah glikoprotein komplek yang terdapat di dalam serum darah kuda bunting. Menurut Hafez dan Hafez (2000), PMSG merupakan hormon gonadotropin yang memiliki biopotensi ganda dengan aktivitas follicle stimulating hormone (FSH) yang lebih dominan dibandingkan dengan luteinizing hormone (LH). Kerja FSH

(15)

2

yang lebih dominan ini diharapkan dapat memperbesar peluang berlangsungnya pematangan gonad.

Perkembangan bioteknologi akuakultur telah banyak mendukung berbagai teknik untuk memanipulasi pertumbuhan, seperti melalui pakan dengan jumlah protein tertentu dan pemberian hormon seperti prolaktin, insulin, dan hormon pertumbuhan (growth hormone/GH). GH merupakan rantai polipeptida rantai tunggal dengan ukuran 22 kDa yang dihasilkan di kelenjar pituitari (Rousseau dan Dufour 2007). GH berfungsi mengatur pertumbuhan tubuh, reproduksi, sistem imun, dan mengatur tekanan osmosis pada ikan teleostei, serta mengatur metabolisme vertebrata. Penggunaan GH dalam berbagai aplikasi sudah banyak dilakukan, tetapi prosedur yang ada untuk mendapatkan hormon tersebut sangatlah rumit, selain itu hanya diperoleh dalam jumlah yang sedikit. Hal ini disebabkan karena konsentrasi GH yang dihasilkan secara biologi oleh kelenjer pituitari sangat kecil. Menurut Lesmana (2010), penggunaan teknologi hormon pertumbuhan rekombinan dapat memberikan solusi dalam memproduksi GH dalam jumlah besar dan menunjukkan hasil yang cukup baik dalam mempercepat pertumbuhan ikan.

Hormon pertumbuhan rekombinan (recombinant growth hormone/rGH) merupakan GH yang diproduksi dengan bantuan mikroba, seperti Escherichia coli, Bacillus sp, Streptomyces sp, dan Saccharomyces sp (Brown 2006). Penggunaan rGH untuk memacu pematangan gonad pada ikan belum banyak dilakukan, namun untuk memacu pertumbuhan ikan sudah banyak dilakukan. Studi pustaka sebelumnya menunjukkan bahwa, rGH dapat diberikan melalui penyuntikan atau injeksi, oral melalui pakan, dan perendaman. Menurut Tsai et al. (1997), pemberian 0,5% rGH dalam pakan yang diberikan secara oral selama 12 minggu pada juvenil ikan sea bream hitam menunjukkan perbedaan bobot sebesar 41,67% dari ikan kontrol setelah pemeliharaan selama 18 minggu. Aplikasi rGH pada udang juga sudah mulai diterapkan. Menurut Santiesteban et al. (2010), penggunaan rGH pada pasca larva udang vaname melalui perendaman selama 60 menit dapat meningkatkan bobot tubuh sebesar 41% dibandingkan dengan kontrol.

Pada penelitian ini dilakukan pemberian antidopamin, PMSG dan rGH sebagai upaya meningkatkan keberhasilan percepatan pematangan gonad udang vaname. Penggunaan antidopamin pada penelitian ini dimaksudkan untuk mencegah produksi hormon GIH yang berperan sebagai penghambat perkembangan kematangan gonad dan berlokasi di tangkai mata udang, sedangkan PMSG berperan untuk merangsang percepatan pertumbuhan gonad. Selanjutnya, rGH diharapkan dapat membantu mempercepat kematangan gonad, serta meningkatkan jumlah telur induk udang vaname. Pemberian kombinasi antidopamin, PMSG dan rGH ini dilakukan dengan menggunakan metode oral melalui pakan. Metode ini diharapkan dapat lebih praktis dan dapat diterapkan pada skala massal.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektivitas dalam mempercepat kematangan gonad udang vaname menggunakan metode ablasi mata

(16)

3 dan menggunakan kombinasi antidopamin, PMSG dan rElGH dengan dosis berbeda selama 28 hari pemeliharaan.

METODE

Rancangan Percobaan

Penelitian ini terdiri dari 6 perlakuan dengan 15 kali ulangan. Rancangan perlakuan penelitian adalah sebagai berikut.

- Perlakuan A : 0,01 mg Antidopamin/kg udang + 40 IU PMSG/kg udang - Perlakuan B : 0,02 mg Antidopamin/kg udang + 80 IU PMSG/kg udang - Perlakuan C : 0,01 mg Antidopamin/kg udang + 40 IU PMSG/kg udang

+ 0,1 mg rElGH/kg udang

- Perlakuan D : 0,02 mg Antidopamin/kg udang + 80 IU PMSG/kg udang + 0,1 mg rElGH/kg udang

- Perlakuan E : Ablasi mata - Perlakuan F : Kontrol

Dosis antidopamin dan PMSG yang digunakan pada perlakuan A merupakan dosis yang biasa diberikan ke ikan, sedangkan perlakuan B merupakan 2 kali dosis yang biasa diberikan ke ikan (Yusuf 2011). Dosis rElGH yang digunakan pada perlakuan C dan D merupakan dosis yang biasa diberikan pada ikan untuk memacu pertumbuhan somatik (Li et al. 2003).

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan Wadah

Wadah yang digunakan berupa 6 buah bak beton ukuran 3x1x1,5 m. Sebelum bak tersebut digunakan, terlebih dahulu disterilisasi menggunakan kaporit dengan dosis 100 ppm. Kaporit dilarutkan dalam air kemudian ditebar merata pada dinding, lantai dan daerah di sekitar bak pemeliharaan. Setelah 24 jam, dinding bak dibersihkan dan dibilas dengan air tawar. Sterilisasi juga dilakukan pada peralatan lainnya seperti selang aerasi, batu aerasi, pipa inlet dan outlet.

Pemilihan Calon Induk

Induk udang vaname “Vaname Nusantara 1” yang digunakan berasal dari BBAP Situbondo. Induk udang vaname betina yang digunakan sebanyak 90 ekor dan jantan sebanyak 30 ekor. Kriteria pemilihan induk udang pada penelitian ini yaitu tubuh tidak cacat, warna cerah, organ tubuh lengkap dan normal, umur 7-8 bulan. Induk betina yang digunakan pada penelitian ini memiliki panjang awal 17-18 cm dan bobot 37-40 g, sedangkan induk jantan memiliki panjang awal 15-17 cm dan bobot 30-35 g.

Aklimatisasi Induk

Aklimatisasi induk dilakukan sebelum ditebar ke dalam wadah pemeliharaan. Aklimatisasi ini dilakukan dengan cara merendam wadah yang

(17)

4

berisi induk udang selama 5 menit. Hal tersebut dilakukan agar suhu pada wadah awal sama dengan suhu pada wadah pemeliharaan yang baru. Langkah ini perlu dilakukan agar udang yang digunakan untuk penelitian benar-benar dalam keadaan sehat dan nyaman di lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan kehidupannya. Hal ini penting untuk menghindari udang stres pada saat dilakukan penelitian.

Ablasi Mata

Ablasi dilakukan pada induk udang betina dengan menggunakan gunting yang dipanasi terlebih dahulu. Pemotongan salah satu tangkai mata dilakukan dengan hati-hati dengan prosedur detil seperti terdapat pada Lampiran 1. Induk udang yang sudah diablasi akan pulih setelah 3-7 hari dan sudah siap untuk dipijahkan.

Pembuatan dan Pemberian Pakan Mengandung Antidopamin, PMSG dan rElGH

Pakan yang digunakan adalah pakan komersial berbentuk pellet dengan kadar protein sebesar 48%. Recombinant Epinephelus lanceolatus growth hormone (rElGH) yang digunakan berasal dari ikan kerapu kertang. Hormon tersebut didapatkan dari stok yang terdapat pada Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Departemen Budidaya Perairan, FPIK IPB. Cara pembuatan pakan uji adalah mula-mula udang ditimbang untuk mengetahui bobotnya, lalu antidopamin, PMSG dan rElGH diambil sesuai dosis perlakuan/kg udang. Selanjutnya dicampur dengan 1 butir telur ayam (sebagai binder), lalu dicampurkan ke dalam pakan. Setelah itu pakan dikering-anginkan dan dapat diberikan langsung ke udang. Pembuatan pakan ini dilakukan setiap seminggu dan disimpan dalam ruangan yang dilengkapi mesin pendingin.

Pemberian pakan yang ditambah antidopamin, PMSG dan rElGH dilakukan dua kali setiap hari. Pemberian pakan dilakukan empat kali dalam sehari dengan kombinasi pakan buatan dan pakan alami (cacing laut). Pemberian pakan buatan dilakukan pada pagi dan malam hari sebanyak 5% (minggu ke-1 dan ke-2), 7% (minggu ke-3 dan ke-4) dari bobot udang, sedangkan pemberian cacing laut dilakukan pada siang dan sore hari sebanyak 15% (minggu pertama dan kedua), 20% (minggu ketiga dan keempat) dari bobot udang.

Pemeliharaan Induk

Induk yang diberi perlakuan dipelihara selama 28 hari (empat minggu) di dalam wadah percobaan. Air yang digunakan berasal dari laut yang sebelumnya telah dilakukan filterisasi. Pergantian air dilakukan setiap harinya pada pagi hari sebanyak 100%. Suhu air pemeliharaan dijaga antara 28-30°C dan salinitasnya 31-33 ppt. Selain itu, air dalam wadah percobaan juga diberi aerasi untuk meningkatkan kadar O2.

(18)

5

Parameter Pengamatan

Kelangsungan Hidup Induk

Kelangsungan hidup merupakan persentase jumlah udang yang hidup dari jumlah seluruh udang yang dipelihara dalam suatu wadah. Parameter ini akan menentukan keberhasilan produksi dan erat kaitannya dengan jumlah larva yang dihasilkan. Kelangsungan hidup udang dihitung pada akhir penelitian.

Rerata Bobot Tubuh

Bobot udang ditimbang setiap minggu 1 kali menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 1 g. Semua udang ditimbang pada setiap perlakuannya. Data rerata bobot tubuh udang diketahui dengan mengakumulasikan seluruh bobot udang dibagi jumlah udang yang di ukur.

Pertumbuhan Relatif

Pertumbuhan relatif merupakan persentase pertumbuhan pada setiap interval waktu atau perbedaan ukuran pada akhir interval dengan awal interval. Pertumbuhan relatif udang dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

PR = [(Wt-Wo) /Wo] x 100% PR = Pertumbuhan Relatif

Wt = Biomassa udang pada waktu t (gram)

Wo = Biomassa udang pada awal pemeliharaan (gram)

Tingkat Kematangan Gonad

Tingkat kematangan gonad diperiksa secara rutin setiap hari selama empat minggu. Pemeriksaan dilakukan pada pagi hari setelah dilakukannya pergantian air. Pemeriksaaan tingkat kematangan gonad dilakukan dengan cara melihat perkembangan warna dan tingkat ketebalan gonad pada punggung udang. Tingkat kematangan gonad diukur berdasarkan perkembangan ovari, yang terletak dibagian punggung atau dorsal dari tubuh udang, mulai dari carapace sampai ke pangkal ekor (telson). Ovari tersebut berwarna kuning sampai kuning gelap makin matang ovari makin gelap warnanya dan tampak melebar serta berkembang kearah kepala (Carapace). Udang yang matang gonad dicatat dan diakumulasikan hingga akhir percobaan (minggu ke-4).

Tingkat Pemijahan

Pemijahan dilakukan dengan memindahkan induk betina yang telah matang gonad ke dalam bak pemijahan yang di dalamnya terdapat induk jantan. Perbandingan induk betina dan jantan yang dipijahkan adalah 1:3. Induk yang dipijahkan diperiksa 5-8 jam setelah induk betina dan jantan digabungkan. Persentase tingkat pemijahan dapat dihitung sebagai berikut.

Induk yang memijah

Tingkat Pemijahan = --- x 100% Total induk betina yang digabung

(19)

6

Jumlah Telur

Jumlah telur dari setiap ekor induk ditentukan atas dasar contoh sebanyak 1 liter dari media yang diambil acak 10 kali. Jumlah telur contoh dalam media dihitung untuk dijadikan dasar penentuan jumlah total telur yang dilepas induk betina, dengan menggunakan rumus:

Bp

Jt = --- x Yt

Ps x Gc

Jt = Jumlah telur yang dihasilkan setiap ekor induk Bp = Volume air wadah pemijahan

Ps = Frekuensi pengambilan contoh telur

Gc = Volume air contoh gelas ukur yang dipergunakan dalam pengambilan contoh telur

Yt = Jumlah telur dari seluruh contoh

Derajat Penetasan Telur (hatching rate/HR)

Derajat penetasan telur adalah persentase jumlah embrio yang menetas dibandingkan dengan jumlah telur yang dibuahi. Perhitungan HR dilakukan setelah telur menetas secara keseluruhan.

Histologi Gonad

Untuk mengetahui pengaruh rangsangan hormonal terhadap perkembangan sel telur diperlukan pengamatan secara histologis terhadap ovarium yang sedang mengalami proses pematangan gonad. Pengambilan sampel gonad dilakukan pada minggu ke-2 dan minggu ke-4 sebanyak 1 ekor pada setiap perlakuan. Tahapan dari histologi meliputi fixation, decalcification, bleaching, embedding, sectioning, staining, dan mounting (Lampiran 3).

Berikut ini merupakan tahapan perkembangan histologi gonad pada udang (Arcos et al. 2011).

1. TKG I. Didalam gonad terdapat bakal sel telur (oogonia). Sel telur (oosit) telah tampak nukleus, dan beberapa nukleolus dalam nukleoplasma. Nukleolus umumnya berada di tepi nukleus.

2. TKG II . Ukuran sitoplasma lebih besar dari sebelumnya. Sitoplasma mulai terisi butiran-butiran kuning telur sehingga tampak perubahan warna oosit. 3. TKG III. Nukleus masih tampak tapi nukleolus sudah tidak tampak lagi.

Selain itu tampak butiran-butiran protein kecil yang menyebar di sekitar sitoplasma.

4. TKG IV. Butiran-butiran besar protein di dalam sitoplasma semakin banyak dan besar.munculnya cortical rods, Inti sudah melebur.

Analisis Data

Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan berupa Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan dan 15 kali ulangan. Data yang diperoleh diolah dengan Microsoft Excel 2007 dan dibahas secara deskriptif. Data Rerata bobot tubuh, jumlah telur dan jumlah naupli dilakukan uji ANOVA dengan

(20)

7 menggunakan program komputer SPSS 17.0 untuk melihat perbedaan antar perlakuan. Apabila uji tersebut memberikan hasil yang berbeda nyata, dapat dilanjutkan dengan uji Duncan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kelangsungan Hidup Induk

Kelangsungan hidup udang vaname pada semua perlakuan adalah 100%. Hal ini menunjukan bahwa pemberian perlakuan hormon dan perlakuan ablasi mata tidak mempengaruhi kelangsungan hidup induk udang vaname.

Rerata Bobot Tubuh Udang

Rerata bobot tubuh udang paling tinggi terdapat pada perlakuan C (0,01 mg Antidopamin + 40 IU PMSG + 0,1 mg rElGH), rerata bobot udang bertambah sebesar 7,6 g dari awal pemeliharaan 39,33 g menjadi 46,93 g pada akhir pemeliharaan (Tabel 1 dan Gambar 1). Berdasarkan uji ANOVA (P>0,05) nilai rerata bobot tubuh pada hari ke-28 pada semua perlakuan memiliki nilai yang tidak berbeda nyata. Selanjutnya, pertumbuhan relatif udang paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya terdapat pada perlakuan C dengan nilai sebesar 19,32%. Hal ini menunjukan bahwa perlakuan C dengan penambahan 0,1 mg rElGH dapat meningkatkan rerata bobot tubuh dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Tabel 1 Rerata bobot tubuh dan pertumbuhan relatif udang vaname setelah diberi perlakuan hormon, ablasi dan kontrol.

Perlakuan Rerata bobot tubuh hari ke-0

Rerata bobot tubuh hari ke-28 Pertumbuhan Relatif A 38,73 ± 5,01 42,67 ± 7,01a 10,15% B 39,60 ± 4,72 43,67 ± 4,24a 10,27% C 39,33 ± 4,53 46,93 ± 5,82a 19,32% D 39,93 ± 3,31 46,60 ± 3,14a 16,69% E 39,75 ± 3,87 44,20 ± 4,07a 11,24% F 39,11 ± 4,09 43,07 ± 5,95a 10,24%

Keterangan: nilai rerata bobot tubuh dinyatakan dalam rerata (g/ekor) ± simpangan baku. Huruf di belakang standar deviasi pada rerata bobot tubuh hari ke-28 menunjukkan setiap perlakuan tidak berbeda nyata (p>0,05). perlakuan A: 0,01 mg Antidopamin + 40 IU PMSG; perlakuan B: 0,02 mg Antidopamin + 80 IU PMSG; perlakuan C : 0,01 mg Antidopamin + 40 IU PMSG + 0,1 mg rElGH; perlakuan D : 0,02 mg Antidopamin + 80 IU PMSG + 0,1 mg rElGH; perlakuan E : Ablasi mata; perlakuan F : Kontrol.

(21)

8

Gambar 1 Rerata bobot tubuh (g/ekor) induk udang vaname setelah diberi perlakuan hormon, ablasi dan kontrol. Perlakuan A: 0,01 mg Antidopamin + 40 IU PMSG; perlakuan B: 0,02 mg Antidopamin + 80 IU PMSG; perlakuan C: 0,01 mg Antidopamin + 40 IU PMSG + 0,1 mg rElGH; perlakuan D: 0,02 mg Antidopamin + 80 IU PMSG + 0,1 mg rElGH; perlakuan E: Ablasi mata; perlakuan F : Kontrol.

Jumlah Udang Matang Gonad

Jumlah udang vaname yang matang gonad hingga akhir pemeliharaan disajikan pada Tabel 2. Jumlah induk yang matang gonad pada awal pemeliharaan belum ada pada semua perlakuan. Udang matang gonad mulai tampak pada hari ke-7 hari yaitu pada perlakuan ablasi sebanyak 3 ekor. Jumlah udang yang paling banyak matang gonad hingga akhir pemeliharaan berasal dari perlakuan ablasi sebanyak 14 ekor, sedangkan udang yang tidak diberi perlakuan (kontrol) hanya 2 ekor.

Jumlah udang matang gonad yang diberi perlakuan hormon paling tinggi hingga akhir pemeliharaan adalah perlakuan C sebanyak 12 ekor. Hal ini menunjukan bahwa peningkatan dosis antidopamin dan PMSG meningkatkan jumlah udang matang gonad seperti ditunjukkan pada perlakuan B dibandingkan dengan perlakuan A. Selanjutnya, penambahan 0,1 mg rElGH meningkatkan jumlah udang matang gonad (perlakuan C), tetapi peningkatan dosis antidopamin dan PMSG ditambah dengan rElGH menyebabkan penurunan jumlah udang matang gonad (perlakuan D). Kinerja dari perlakuan C bila dibandingkan dengan ablasi menunjukkan hasil bahwa jumlah udang matang gonad mencapai 86%. Tabel 2 Jumlah induk udang vaname yang matang gonad setelah diberi perlakuan

hormon, ablasi dan kontrol. Perlakuan

Jumlah Induk Udang Vaname Matang Gonad (hari ke-) Jumlah Total dan Persentase 0 7 14 21 28 A 0 0 1 7 7 7 (47%) B 0 0 3 7 10 10 (67%) C 0 0 2 6 12 12 (80%) D 0 0 2 5 8 8 (53%) E 0 3 4 10 14 14 (93%) F 0 0 0 1 2 2 (13%) 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47

Hari ke-0 Hari ke-7 Hari ke-14 Hari ke-21 Hari ke-28

B o b o t (gr am ) Waktu A B C D E F

(22)

9

Keterangan: jumlah total udang setiap perlakuan masing-masing sebanyak 15 ekor. Perlakuan A: 0,01 mg Antidopamin + 40 IU PMSG; perlakuan B: 0,02 mg Antidopamin + 80 IU PMSG; perlakuan C : 0,01 mg Antidopamin + 40 IU PMSG + 0,1 mg rElGH; perlakuan D : 0,02 mg Antidopamin + 80 IU PMSG + 0,1 mg rElGH; perlakuan E : Ablasi mata; perlakuan F : Kontrol.

Tingkat Pemijahan

Tingkat keberhasilan pemijahan hingga akhir pemeliharaan disajikan pada Tabel 3. Keberhasilan pemijahan paling tinggi berasal dari udang yang diberi perlakuan ablasi (71,4%), sedangkan keberhasilan yang diberi perlakuan hormon paling tinggi adalah perlakuan C (66,7%). Pada perlakuan kontrol tidak ada udang yang memijah. Pemberian antidopamin dan PMSG (perlakuan A & B) dan dengan penambahan rGH (perlakuan C&D) memiliki rata-rata keberhasilan pemijahan sebesar 60% (perlakuan A, B, C, D) dibandingkan dengan perlakuan ablasi. Kinerja dari perlakuan C bila dibandingkan dengan ablasi menunjukkan hasil bahwa persentase pemijahan udang mencapai 93%.

Tabel 3 Tingkat pemijahan induk udang vaname setelah diberi perlakuan hormon, ablasi dan kontrol.

Perlakuan Induk Matang Gonad Induk Memijah Persentase Pemijahan (%)

(ekor) (ekor) A 7 4 57,1 B 10 6 60 C 12 8 66,7 D 8 5 62,5 E 14 10 71,4 F 2 0 0

Keterangan: Perlakuan A: 0,01 mg Antidopamin + 40 IU PMSG; perlakuan B: 0,02 mg Antidopamin + 80 IU PMSG; perlakuan C : 0,01 mg Antidopamin + 40 IU PMSG + 0,1 mg rElGH; perlakuan D : 0,02 mg Antidopamin + 80 IU PMSG + 0,1 mg rElGH; perlakuan E : Ablasi mata; perlakuan F : Kontrol.

Jumlah Telur

Jumlah rerata telur atau fekunditas induk udang vaname disajikan pada Tabel 4. Udang yang diberi perlakuan ablasi mata memiliki fekunditas telur yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Jumlah rerata telur udang perlakuan ablasi mata adalah sebanyak 96.600 butir. Jumlah rerata telur udang yang terbanyak pada perlakuan hormon adalah perlakuan C, yaitu sebesar 84.600 butir. Berdasarkan uji ANOVA (P<0,05) perlakuan ablasi memiliki hasil yang berbeda nyata dengan perlakuan hormon, sedangkan perlakuan hormon terbaik pada perlakuan C tidak berbeda nyata dengan perlakuan D. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan yang diberi penambahan 0,1 mg rElGH memiliki fekunditas terbaik dibandingkan perlakuan hormon lainnya. Kinerja dari perlakuan C bila dibandingkan dengan ablasi menunjukkan hasil bahwa jumlah telur udang mencapai 87%.

(23)

10

Tabel 4 Jumlah rerata telur dan naupli setelah diberi perlakuan hormon, ablasi dan kontrol.

Perlakuan Jumlah Telur Jumlah naupli HR (%)

(butir) (ekor) A 64.300 ± 2.517a 23.300 ± 1.528a 35 B 71.000 ± 2.000b 26.000 ± 2.646a 37 C 84.600 ± 1.528c 34.600 ± 1.528b 41 D 82.000 ± 2.000c 31.600 ± 1.528b 39 E 96.600 ± 1.528d 54.000 ± 3.000c 56 F 0 0 0

Keterangan: nilai dinyatakan dalam rerata ± simpangan baku. Huruf di belakang standar deviasi yang berbeda dalam baris menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05). Perlakuan A: 0,01 mg Antidopamin + 40 IU PMSG; perlakuan B: 0,02 mg Antidopamin + 80 IU PMSG; perlakuan C : 0,01 mg Antidopamin + 40 IU PMSG + 0,1 mg rElGH; perlakuan D : 0,02 mg Antidopamin + 80 IU PMSG + 0,1 mg rElGH; perlakuan E : Ablasi mata; perlakuan F : Kontrol.

Derajat Penetasan Telur (HR)

Berdasarkan Tabel 4 diatas diketahui bahwa udang yang diberi perlakuan ablasi mata memiliki derajat penetasan telur yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Jumlah rerata naupli udang perlakuan ablasi mata, yaitu berjumlah 54.000 ekor (HR 56%). Jumlah rerata naupli udang yang menetas yang diberi perlakuan hormon paling banyak adalah perlakuan C, yaitu sebesar 34.600 ekor (HR 41%). Berdasarkan uji ANOVA (P<0,05) perlakuan ablasi memiliki hasil yang berbeda nyata dengan perlakuan hormon lainnya, sedangkan perlakuan hormon terbaik yaitu perlakuan C yaitu tidak berbeda nyata dengan perlakuan D, tetapi perlakuan C dan D berbeda nyata dengan perlakuan A dan B. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan yang diberi penambahan 0,1 mg rElGH memiliki jumlah naupli yang lebih banyak dibandingkan perlakuan hormon lainnya. Kinerja dari perlakuan C bila dibandingkan dengan ablasi menunjukkan hasil bahwa HR udang mencapai 73%.

Histologi gonad

Berdasarkan uji histologi yang dilakukan pada minggu ke-2 diketahui bahwa gonad udang yang diberi perlakuan hormon (perlakuan A, B, C, dan D) telah berkembang hingga TKG III, sedangkan udang perlakuan ablasi mata pada minggu ke-2 gonadnya telah mencapai TKG IV (Gambar 2). Uji histologi pada minggu ke-4 (Gambar 3) menunjukkan bahwa setiap perlakuan baik perlakuan hormon maupun ablasi telah mencapai TKG IV. Gonad udang kontrol baru mencapai TKG III pada minggu ke-4 masa pemeliharaan.

(24)

11

Gambar 2 Histologi gonad udang vaname minggu ke-2 pasca perlakuan hormon dan ablasi. M (mature), A (0,01 mg Antidopamin + 40 IU PMSG), B (0,02 mg Antidopamin + 80 IU PMSG), C (0,01 mg Antidopamin + 40 IU PMSG + 0,1 mg rElGH), D (0,02 mg Antidopamin + 80 IU PMSG + 0,1 mg rElGH), E (Ablasi mata), F (Kontrol)

50 m

µ

50 m

µ

50 m

µ

50 m

µ

(25)

12

Gambar 3 Histologi gonad udang vaname minggu ke-4 pasca perlakuan hormon, ablasi dan kontrol. M (mature), FM (full mature), A (0,01 mg Antidopamin + 40 IU PMSG), B (0,02 mg Antidopamin + 80 IU PMSG), C (0,01 mg Antidopamin + 40 IU PMSG + 0,1 mg rElGH), D (0,02 mg Antidopamin + 80 IU PMSG + 0,1 mg rElGH), E (Ablasi mata), F (Kontrol)

50 m

µ

50 m

µ

50 m

µ

50 m

µ

50 m

µ

50 m

µ

(26)

13

Pembahasan

Berdasarkan penelitian dapat diketahui bahwa rerata bobot tubuh udang pada semua perlakuan mengalami peningkatan di setiap sampling hingga akhir percobaan. Peningkatan bobot rata-rata udang paling tinggi terdapat pada udang perlakuan C (0,01 mg Antidopamin + 40 IU PMSG + 0,1 mg rElGH). Perubahan bobot udang selain dipengaruhi oleh faktor adaptasi udang terhadap lingkungan baru, juga dipengaruhi jenis pakan yang diberikan. Pada penelitian ini pelet yang diberikan kepada udang diperkaya dengan penambahan telur ayam. Selain berfungsi sebagai perekat (binder), telur ayam juga memiliki bau (attractant) yang berfungsi sebagai merangsang nafsu makan udang. Pemberian pelet diselingi pakan segar yang berupa cacing laut dilakukan selama 28 hari pada masa pemeliharaan. Pemberian pakan segar sangat baik dilakukan karena mengandung nutrisi cukup lengkap. Menurut Subaidah et al. (2007), kombinasi pakan segar dan pakan buatan dapat menjadi alternatif dalam mempercepat proses kematangan gonad pada perbaikan nutrisi udang vaname.

Pemberian pakan yang berprotein tinggi ternyata harus diikuti dengan teknik percepatan kematangan gonad yang tepat. Ablasi mata merupakan teknik yang efektif untuk mempercepat kematangan gonad.Teknik ini dimaksudkan untuk menghilangkan atau mengurangi kinerja dari organ-X yang ada pada udang. Organ-X ini bekerja menghasilkan hormon GIH dan mandibular organ inhibiting hormone (MOIH). Hormon GIH mempunyai peranan dalam pematangan gonad baik jantan dan betina, hal ini dikarenakan GIH merupakan hormon yang bekerja menghambat perkembangan gonad. Sama halnya dengan hormon MOIH yang berfungsi untuk menghambat proses sintesis methyl farnesoate (MF) oleh organ mandibular. MF tersebut memiliki peranan penting dalam reproduksi udang terutama dalam perkembangan gonad (Huberman 2000). Pengaruh hormon GIH maupun MOIH sangat dominan pada udang sehingga dapat menghambat perkembangan gonad. Berdasarkan hasil yang didapat jumlah udang yang paling banyak matang gonad berasal dari udang yang diberi perlakuan ablasi sebanyak 14 ekor (keberhasilan 93%), sedangkan udang yang tidak diberi perlakuan hanya 2 ekor (keberhasilan 13%). Hasil ini menunjukkan bahwa perlakuan ablasi dapat mempercepat kematangan gonad dikarenakan organ-X yang berperan sebagai penghambat dalam perkembangan gonad telah dihilangkan. Hilangnya organ-X pada udang membuat proses perkembangan gonad menjadi lebih efektif sehingga proses pematangan gonad dapat berlangsung dengan cepat.

Selain teknik ablasi mata pada penelitian ini juga dilakukan teknik percepatan kematangan gonad dengan menggunakan hormon. Menurut Vaca dan Alfaro 2000), penggunaan 50 µg serotonin melalui injeksi dapat menjadi alternatif dalam pematangan gonad udang vaname tanpa ablasi mata. Namun, keberhasilan metode tersebut masih relatif rendah, yakni 35,4% induk matang gonad, dan menghasilkan 58,2% naupli yang menetas. Hormon yang digunakan pada penelitian ini adalah antidopamin, PMSG dan rGH. Berdasarkan hasil penelitian, jumlah udang yang matang gonad karena pengaruh hormon tersebut sudah ada walaupun belum sebanyak udang yang diablasi. Udang yang diberi perlakuan antidopamin dan PMSG (perlakuan A) pada hari ke-28 memiliki 7 ekor (keberhasilan 47%). Udang yang diberi perlakuan antidopamin dan PMSG dengan dosis 2 kali lipat (perlakuan B) pada hari ke-28 memiliki 10 ekor (keberhasilan

(27)

14

67%). Hasil ini menunjukan bahwa peningkatan dosis antidopamin dan PMSG dapat meningkatkan jumlah udang matang gonad seperti ditunjukkan pada perlakuan B dibandingkan dengan perlakuan A. Selain itu, hasil ini juga lebih baik jika dibandingkan penelitian sebelumnya, bahwa penggunaan 10 mg antidopamin dan 40 IU PMSG dapat mempercepat kematangan gonad sebanyak 7 ekor (Yusuf 2011).

Pengaruh antidopamin yang diberikan pada perlakuan berperan untuk memblok kerja dopamin sehingga dapat menstimulasi sekresi gonadotropin dalam proses pematangan gonad. Sedangkan hormon gonadotropin (GtH) yang terkandung dalam PMSG merupakan salah satu jenis hormon yang memiliki fungsi untuk menyeragamkan ukuran telur, sehingga waktu kematangan gonadnya dapat sama. Menurut Hafez dan Hafez (2000), sintesis hormon GtH terjadi dalam sel epitel berbentuk mangkuk dari jaringan endometrium uterus. Segera setelah disintesis, hormon GtH akan dibawa dalam sirkulasi darah untuk selanjutnya di bawah menuju organ sasaran yaitu kelenjar ovarium, karena hormon ini bekerja sebagai pendorong pertumbuhan folikel baru yang ada di ovarium. Selain itu, daya kerja hormon GtH adalah merangsang pertumbuhan folikel serta mematangkan folikel yang sudah ada dengan merangsang pertumbuhan sel-sel interstitial dan terbentuknya sel-sel luteal.

Aplikasi rGH telah banyak berhasil dilakukan. Namun demikian, aplikasi tersebut baru dipakai dalam percepatan pertumbuhan somatik. Penelitian ini menggunakan perlakuan penambahan rElGH sebagai alternatif dalam mengkombinasikan kerja antidopamin dan PMSG. Hasil penelitian pada udang yang diberi perlakuan dengan kombinasi antidopamin, hormon PMSG dan rElGH (perlakuan C), pada hari ke-28 menghasilkan 12 ekor udang matang gonad. Udang yang diberi perlakuan dengan kombinasi antidopamin, hormon PMSG dan rElGH dengan dosis 2 kali lipat (perlakuan D), pada hari ke-28 menghasilkan 8 ekor udang matang gonad. Hasil ini menunjukkan bahwa penambahan 0,1 mg rElGH dapat meningkatkan jumlah udang matang gonad (perlakuan C), tetapi peningkatan dosis antidopamin dan PMSG yang ditambah dengan rElGH menyebabkan penurunan jumlah udang matang gonad (perlakuan D). Hal ini diduga bahwa penambahan rElGH berpengaruh jika dikombinasikan dengan antidopamin dan PMSG dalam jumlah sedikit, sehingga jika dikombinasikan dalam jumlah besar maka akan terjadi efek balik yaitu penghambatan terhadap proses pematangan gonad.

Selain itu, berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa jumlah tingkat pemijahan berbanding lurus dengan banyaknya telur dan naupli yang dihasilkan. Udang yang diberi perlakuan ablasi menghasilkan performa yang tertinggi diantara kesemua perlakuan. Persentase keberhasilan pemijahannya mencapai 71,4%, jumlah telur terbanyak yang dihasilkan 96.600 butir, dan derajat penetasan telurnya ada yang mencapai 56%. Sedangkan perlakuan yang diberi hormon, jumlah telur terbanyak yang dihasilkan oleh perlakuan C sebanyak 84.600 butir (derajat penetasan telur 41%), dan disusul oleh perlakuan D dengan jumlah telur sebanyak 82.000 butir (derajat penetasan telur 39%). Hasil ini menunjukkan bahwa penambahan 0,1 mg rElGH memberikan hasil yang paling baik pada jumlah telur dan derajat penetasan setelah perlakuan ablasi.

Perlakuan hormon yang nilainya paling baik adalah udang perlakuan C (kombinasi antidopamin, PMSG dan rElGH). Hasil perlakuan C memiliki jumlah

(28)

15 sebanyak 12 ekor udang yang matang gonad. Hasil tersebut hampir mendekati perlakuan ablasi dengan jumlah 14 ekor yang matang gonad. Adanya perbedaan hasil antara penggunaan antidopamin dan PMSG dibandingkan dengan kombinasi penambahan rElGH, dapat diketahui bahwa kerja dari rElGH, hormon PMSG dan antidopamin saling melengkapi. Hasil tersebut menunjukan bahwa pengaruh rElGH pada penelitian ini dapat meningkatkan jumlah udang matang gonad, jumlah telur dan derajat penetasan naupli. Menurut Sirotkin (2005), GH dapat digunakan untuk meningkatkan reproduksi yaitu pada proses spermatogenesis dan oogenesis, ovulasi, pengembangan embrio, dan kelangsungan hidup. Pengaruh rElGH pada penelitian ini terlihat pada minggu ke-3 sampai puncaknya pada minggu ke-4.

Pada vertebrata, insulin dan insulin-like growth factor-I (IGF-I) merupakan pemain kunci dalam regulasi proses anabolik dalam metabolisme. Menurut Reinecke et al. (2005), pada ikan air laut IGF-I tidak hanya berpengaruh pada pertumbuhan, tetapi juga dengan metabolisme, perkembangan, reproduksi dan osmoregulasi. IGF-I ini pada tubuh ikan dikendalikan oleh GH di semua organ. Selain itu, pengaruh GH dalam proses perkembangan reproduksi juga ditemukan pada mamalia. Menurut Sirotkin (2005), pengaruh GH selain berkaitan pada anabolik dan pertumbuhan, GH juga berperan dalam merangsang system imun dan fungsi reproduksi, juga penting dalam pengendalian reproduksi. Davis et al. (2008) menambahkan, GH juga mempengaruhi sistem reproduksi pada ikan nila dalam proses vitelogenesis.

Berdasarkan uji histologi yang telah dilakukan pada penelitian ini didapatkan hasil pada udang yang diablasi mata telah mencapai TKG IV yang ditandai dengan munculnya cortical rods (CRs), selain itu inti mulai melebur dan beberapa sudah tidak tampak lagi. Uji histologi pada perlakuan hormon telah mencapai TKG IV hingga akhir penelitian, hal ini menunjukkan hormon mampu mempengaruhi percepatan kematangan gonad jika dibandingkan dengan udang yang tidak diberi perlakuan. Udang yang tidak diberi perlakuan setelah di uji histologi, tingkat kematangan gonadnya baru mencapai TKG III.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Perlakuan hormon dapat mempercepat kematangan gonad udang vaname selama 28 hari pemeliharaan. Perlakuan pemberian 0,01 mg antidopamin + 40 IU PMSG + 0,1 mg rElGH memperlihatkan hasil yang paling baik dengan jumlah udang yang matang gonad mencapai 80% (ablasi 93%), persentase pemijahan udang 66,7% (ablasi 71,4%), fekunditas sebanyak 84.600 butir (ablasi 96.600 butir) dan derajat penetasan 41% (ablasi 56%).

Saran

Dari hasil penelitian ini disarankan perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menentukan dosis optimal antidopamin, PMSG dan rElGH sehingga dapat

(29)

16

meningkatkan hasil pemijahan, serta dilakukan penambahan pengamatan terhadap waktu rematurasi setelah induk dipijahkan.

DAFTAR PUSTAKA

Amin R. 2012. Produk Pasar Ikan Hias di Hongaria. Budapest: ITPC.

Arcos FG, Ibarra AM, Racotta LS. 2011. Vitellogenin in hemolymph predicts gonad maturity in adult female Litopenaeus (Penaeus) vannamei shrimp. Aquaculture. 316:93-98.

Brown TA. 2006. Gene cloning and analysis. United Kingdom: Blackwell Science Ltd.

Ceballos-Váquez BP, Palacios E, Aguilar-Villavicencio J, Racotta IS. 2010. Gonadal development in male and female domesticated whiteleg shrimp, Litopenaeus vannamei, in relation to age and weight. Aquaculture. 308:116-123.

Chen L, Zhuang X. 2003. Transgenic mouse model of dopamine deficiency. American Neurological Association. 54(6):91-100.

Davis LK, Pierce AL, Hiramatsu N, Sullivan CV, Hirano T, Grau EG. 2008. Gender-specific expression of multiple estrogen receptors, growth hormone receptors, insulin-like growth factors and vitellogenins, and effects of 17b-estradiol in the male tilapia (Oreochromis mossambicus). General and Comparative Endocrinology. 156:544-551.

Hafez ESE, Hafez B. 2000. Reproduction in farm animal. Ed ke-7. Philadelphia, Pennsyvania: Lappicod Williams & Wilkins.

Huberman A. 2000. Shrimp endocrinology. A review. Aquaculture. 191:191-208. KKP. 2013. Produksi Udang Akan Didorong 30 Persen [Internet].

http://www.kkp.go.id/index.php/arsip/c/8499/Produksi-Udang-Akan-Didorong-30-Persen [diunduh 2013 Januari 20].

Li Y, Bai J, Jian Q, Ye X, Lao H, Li X, Luo J, Liang X. 2003. Expression of common carp growth hormone in the yeast Pichia pastoris and growth stimulation of juvenile tilapia (Oreochromis niloticus). Aquaculture. 216: 329-341.

Lesmana I. 2010. Produksi dan bioaktivitas protein rekombinan hormon pertumbuhan dari tiga jenis ikan budidaya. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Reinecke M, Bjornsson BT, Dickhoff WW, McCormick SD, Navarro I, Power DM, Gutierrez J. 2005. Growth Hormone and insulin-like growth factors in fish: where we are and where to go. General and Comparative Endocrinology. 142:20-24.

Rousseau K, Dufour S. 2007. Comparative aspects of GH and metabolic regulation in lower vertebrates. Neuroendocrinology. 86:165-174.

Santitiesteban D, Martin L, Arenal A, Franco R, Sotolongo J. 2010. Tilapia growth hormone binds to a receptor in brush border membrane vesicles from the hepatopancreas of shrimp Litopenaeus vannamei. Aquaculture. 306:338-342.

Sirotkin AV. 2005. Conrtol of reproductive processes by growh hormone: extra- and intracellular mechanism. Review. The Veterinary Journal. 170:307-317.

(30)

17 Subaidah S, Prabowo WT, Gede, Darmawiyanti V, Yunus M, Slamet, Kusumaningrum I. 2007. Perbaikan nutrisi induk udang vanname (Litopenaeus vannamei) dengan kombinasi pakan segar dan pakan buatan [Internet]. http://www.kkp.go.id/ [diunduh 2012 Desember 21].

Tsai HJ, Hsih MH, Kuo JC. 1997. Escherichia coli-produced fish growth hormone as a feed additive to enhance the growth of juvenile black seabream (Acanthopagrus schlegeli). J Appl Ichthyol. 13:79-82.

Vaca AA, Alfaro J. 2000. Ovarian maturation and spawning in the white shrimp, Penaeus vannamei, by serotonin injection. Aquaculture. 182:373-385.

Yusuf K. 2011. Efektifitas Antidopamin dan hormon GTH sebagai pengganti teknik ablasi mata dalam usaha percepatan kematangan gonad udang vaname [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(31)

18

Lampiran 1 Tahapan ablasi mata

1. Calon induk udang yang tidak cacat dipilih terlebih dahulu.

2. Calon induk yang akan diablasi ditaruh ke dalam ember dan ember ditaruh didekat bak pemeliharaan.

3. Gunting besi, tabung gas kecil, dan pemantik api yang telah dimodifikasi disiapkan.

4. Salah satu mata udang digunting menggunakan gunting yang telah dipanaskan dengan api.

5. Udang dimasukkan ke dalam bak pemeliharaan.

Lampiran 2 Tahapan pencampuran bahan percobaan pada pakan

1. Bobot udang yang akan diberi perlakuan ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui dosis hormon.

2. Pakan komersial berupa pelet disiapkan dengan feeding rate 5% pada minggu ke-1 dan ke-2 serta 7% pada minggu ke-3 dan ke-4.

3. Lalu disiapkan hormon sesuai dosis pada masing-masing perlakuan sesuai bobot udang, kemudian dicampur dengan telur ayam (binder) sebanyak 1 butir telur/kg pakan.

4. Seluruh bahan tersebut dicampurkan dalam baskom.

5. Lalu dikering-anginkan selama 1 hari di dalam ruangan yang dilengkapi mesin pendingin.

6. Pakan siap digunakan.

Lampiran 3 ANOVA dan uji Duncan Rerata Bobot Tubuh

Jumlah Kuadrat df Rataan Kuadrat F Sig. Antar Kelompok 247.922 5 49.584 1.828 .116 Dalam Kelompok 2278.533 84 27.125 Total 2526.456 89 Perlakuan N Untulk alpha = 0.05 1 A 15 42.6667 F 15 43.0667 B 15 43.6667 E 15 44.2000 D 15 46.6000 C 15 46.9333 Sig. .051

(32)

19

Lampiran 4 ANOVA dan uji Duncan jumlah telur

Jumlah Kuadrat df Rataan Kuadrat F Sig. Antar Kelompok 1.889 4 4.722 124.272 .000 Dalam Kelompok 3.800 10 3800000.000 Total 1.927 14 Perlakuan N Untulk alpha = 0.05 1 2 3 4 A 3 64333.3333 B 3 71000.0000 D 3 82000.0000 C 3 84666.6667 E 3 96666.6667 Sig. 1.000 1.000 .125 1.000

Rata-rata untuk tiap kelompok pada homogenus diperlihatkan

Lampiran 5 ANOVA dan uji Duncan jumlah naupli

Jumlah Kuadrat df Rataan Kuadrat F Sig. Antar Kelompok 1.817 4 4.542 98.746 .000 Dalam Kelompok 4.600 10 4600000.000 Total 1.863 14 Perlakuan N Untulk alpha = 0.05 1 2 3 A 3 22333.3333 B 3 26000.0000 D 3 31666.6667 C 3 34666.6667 E 3 54000.0000 Sig. .063 .117 1.000

(33)

20

Lampiran 6 Tahapan Pembuatan Preparat Histologi

1. Diagram alir pembuatan blok paraffin

Sampel organ ikan uji

Fiksasi dalam larutan Bouin’s selama 24 jam

Rendam dalam alkohol 70% atau larutan formalin 4%, selama 24 jam

Alkohol 70%, selama 24 jam Alkohol 80%, selama 2 jam Alkohol 90%, selama 2 jam Alkohol 95%, selama 2 jam Alkohol absolut I, selama 12 jam

Alkohol absolut II, selama 1 jam Alkohol : Xylol (1:1), selama 30 menit

Xylol I, selama 30 menit Xylol II, selama 30 menit Xylol III, selama 30 menit Infiltrasi paraffin dalam oven 60 oC Xylol : paraffin (1:1), selama 45 menit

Paraffin I, selama 45 menit Paraffin II, selama 45 menit Paraffin III, selama 45 menit

Dicetak dalam blok paraffin

Fiksasi Jaringan Dehidrasi Clearing Impregnasi Embedding

(34)

21 2. Diagram alir proses pemberian warna pada sediaan jaringan dengan

pewarna haematoksilin dan eosin. Preparat jaringan

Dicelup dalam larutan xylol I, 5 menit

Alkohol absolut I, 2-3 menit Alkohol absolut II, 2-3

menit Alkohol 95%, 2-3 menit Alkohol 90%, 2-3 menit Alkohol 80%, 2-3 menit Alkohol 70%, 2-3 menit Alkohol 50%, 2-3 menit Bilas dengan air mengalir (aquadest),

2 menit

Haemotoksilin , 7 menit Bilas dengan air mengalir (aquadest),

5 menit Eosin, 3 detik

Bilas dengan air mengalir (aquadest), 5 menit

Alkohol 50%, 2-3 menit Alkohol 70%, 2-3 menit Alkohol 85%, 2-3 menit Alkohol 90%, 2-3 menit Alkohol absolut I, 2-3 menit

Alkohol absolut II, 2-3 menit

Xylol I, 2-3 menit

Xylol II, 2-3 menit

Preparat dilapisi dengan entellan neu kemudian ditutup dengan cover glass jangan samapai ada udara

Dikeringkan dalam oven pada suhu 40 oC, 24 jam

(35)

22

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 1 April 1991 dari pasangan Bapak Dayat Hidayat dan Ibu Rukaemah. Penulis menyelesaikan Sekolah Menengah Atas Negeri 29 Jakarta tahun 2009. Penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada program studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama masa perkuliahan, penulis aktif di Lembaga Dakwah Kampus Al-Hurriyyah (2009-2010), Dewan Perwakilan Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (2009-2010), Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (2010-2011) dan Ketua (2011-2012). Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum pada beberapa mata kuliah yaitu Pendidikan Agama Islam (2011-2013) dan Fisiologi Reproduksi Organisme Akuatik (2012-2013). Penulis juga pernah menerima Hibah Dikti untuk kegiatan Program Kreatifitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKMM) dengan judul “Aplikasi Biogas sebagai Alternatif Sumber Energi Pendingin dan Pembersih Kandang untuk Meningkatkan Produktivitas Sapi Perah di Peternakan Darul Fallah, Bogor” pada tahun 2011. Penulis juga pernah melaksanakan praktek kerja lapangan akuakultur dengan judul “Pembesaran Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) di PT. Nuansa Ayu Karamba, Kepulauan Seribu”. Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan dengan menulis Skripsi yang berjudul “Rekayasa Hormonal pada Udang Vaname selama 28 Hari sebagai Pengganti Teknik Ablasi Mata dalam Usaha Percepatan Pematangan Gonad”.

Referensi

Dokumen terkait

1) Kurang matangnya observasi yang dilakukan sebelumnya sehingga banyak hal yang seharusnya diketahui lebih dini, terutama model pembelajaran dan metode penyampaian

Tahapan pelatihan adalah untuk mendapat bobot nilai pada file huruf dan angka dari pelatihan yang telah diinputkan selanjutnya dilakukan proses yang dilakukan

Karokum &amp; KLN Achmad Gunaryo Ketua Edi Kusnadi Dir.Diktis Dede Rosyada Dirjen Pendis Kamruddin Amin Sekjen Nur Syam BAB XIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 117. (1)

Amandemen harus dilakukan dalam rangka perubahan terhadap Buku Pedoman Pengoperasian Bandar Udara (aerodrome manual) untuk memastikan status amandemen serta data dan

Perkenankanlah kami menyampaikan Keterangan Presiden, baik secara lisan maupun secara tertulis yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak terpisahkan, sehubungan

Spektrofotometri adalah suatu metode analisis yang berdasarkan pada pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada panjang gelombang yang spesifik

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data bahwa faktor-faktor yang menjadi penghambat pengembangan industri tas adalah faktor kualitas sumber daya manusia (SDM), media

MCan gehien erabiltzen den iragazkia etapa bakarreko bigarren orde- nako LC iragazkia da (1. irudia); bertan, iragazkia seriean konektatzen da bihurgailuaren