• Tidak ada hasil yang ditemukan

DJM 14(1) 1-88 February 2015 DAMIANUS VOLUME 14, NOMOR 1, PUBLISHED SINCE 2002 February 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DJM 14(1) 1-88 February 2015 DAMIANUS VOLUME 14, NOMOR 1, PUBLISHED SINCE 2002 February 2015"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

ARTIKEL PENELITIAN

1 - 18 ELDER CARE FACILITY MENURUT MAHASISWA DAN DOSEN FAKULTAS KEDOKTERAN

Shannia Tritama, Elisabeth Rukmini

19 - 27 UJI BAKTERIOLOGIK AIR OLAHAN RAIN WATER HARVESTING SYSTEM DI SDN PEJAGALAN 01 DAN 02, JAKARTA UTARA

Intan Permata Sari, Sandy Vitria Kurniawan, Liling Pudjilestari, Enty

28 - 36 HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA DAN PSIKOPATOLOGI PADA PERAWAT RUMAH SAKIT ATMA JAYA

Surilena, Stella Levina Kurniawan, R Irawati Ismail

37 - 47 PROPORSI PASIEN TUBERKULOSIS PARU DENGAN PENGOBATAN LEBIH DARI ENAM BULAN BERDASARKAN RADIOGRAFI TORAKS

Yurika Elizabeth Susanti, Yopi Simargi, Rensa

48 - 56 PROPORSI DEFISIT WORKING MEMORY MURID SEKOLAH DASAR DI SDN PEGANGSAAN II/07, JAKARTA UTARA

Felicia Nike, Surilena, Tjhin Wiguna, Herlina Uinarni

57 - 66 PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU TENTANG AKUPUNKTUR PADA PASIEN RAWAT JALAN RUMAH SAKIT ATMA JAYA, JAKARTA

Linawati Hananta, Christian Syukur, Nelly Tina Widjaja, Fitria Halim

TINJAUAN PUSTAKA

67 - 79 MELATONIN SEBAGAI ANTIPENUAAN KULIT AKIBAT SINAR ULTRAVIOLET

Marcelina Grace Tjondro Putri, Lorettha Wijaya, Poppy K Sasmita

LAPORAN KASUS

80 - 88 NUTRISI PADA TUBERKULOSIS PARU DENGAN MALNUTRISI

Florentina M Rahardja

ISSN 2086-4256

PUBLISHED SINCE 2002 February 2015

DJM 14(1) 1-88 F

ebruary 2015

DAMIANUS

Journal of Medicine

VOLUME 14, NOMOR 1, 2015

(2)

HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA DAN PSIKOPATOLOGI

PADA PERAWAT RUmAH SAKIT ATmA JAYA

THE ASSOCIATION BETWEEN JOB STRESS AND PSYCHOPATOLOGY AT

ATMA JAYA HOSPITAL NURSES

Surilena1, Stella Levina Kurniawan2, R Irawati Ismail3 ARTIKEL PENELITIAN

1 Departemen Psikiatri, Fakultas

Kedokteran Unika Atma Jaya, Jalan Pluit Raya No. 2 Jakarta Utara 14440

2 Fakultas Kedokteran Unika Atma

Jaya, Jalan Pluit Raya No. 2 Jakarta Utara 14440

3 Departemen Psikiatri, Divisi Psikiatri

Anak dan Remaja, Fakultas Ke-dokteran Universitas Indonesia, Jl. Salemba Raya 6, Jakarta 10430

Korespondensi:

Surilena, Departemen Psikiatri, Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya. E-mail: [email protected]; [email protected]

ABSTRACT

Introduction: The demand for nurse duty in inpatient and outpatient unit can cause physical, emotional, and mental fatigue, that can have further effect to stress caused by work and psychopathology.

Objectives: To investigate the relationship between stress caused by job and psychopathology of nurses in inpatient and outpatient unit at Atma Jaya hospital. Methods: Cross-sectional study, a total of 66 respondents (54 inpatient nurses

and 12 outpatient nurses) obtained by stratified random sampling, October

2013-November 2014 at Atma Jaya Hospital, North Jakarta. The instrument used was a demographic questionnaire, Stress Diagnostic Survey (SDS-30) to measure stress caused by work, and Symptoms Checklist (SCL-90) to measure psychopathology. Data were analyzed using univariate and Fisher bivariate analysis.

Results: From 66 respondent, there are 15 (22.8%) nurses have positive psychopathology (risk of emotional mental disorders), which is 13 people (18.9%) had compulsive obsessive disorder, 12 people (17.3%) had interpersonal sensitivity, and 9 people (13.1%) had additional symptoms. Positive psychopathology was found in 86.7% of nurses who served in inpatient unit and 13.3% of nurses who served in outpatient unit. Most respondents’ age are 18-25 years old, with 90.09% of women. Nurse in inpatient unit experienced stress caused by job more in

moderate degree than those outpatient unit. Fisher analysis showed a significant

relationship (p<0.05) between stress caused by work factor, which is qualitatively

excessive workload and role conflict, with psychopathology. There is no significant

relationship (p<0.05) between stress caused by work factor, which is responsibility, career development, qualitatively excessive workload, and indistinct role, with psychopathology.

Conclusion: Positive Psychopathology and stress caused by work in moderate degree are more common on nurse who served in inpatient unit.

Key Words: Atma Jaya Hospital, nurse, occupational stress, psychopathology

ABSTRAK

Latar Belakang: Tuntutan tugas perawat di ruang rawat inap dan ruang rawat

jalan dapat menyebabkan kelelahan fisik, emosi, mental yang dapat berdampak

lanjut dengan stres kerja dan psikopatologi.

(3)

-Hubungan antara stres kerja dan psikopatologi pada perawat Rumah Sakit Atma Jaya

Tujuan: Mengetahui hubungan antara stres kerja dan psikopatologi pada perawat di ruang rawat inap dan ruang rawat jalan Rumah Sakit (RS) Atma Jaya. Metode: Metode penelitian cross-sectional, sebanyak 66 responden (54 perawat

rawat inap dan 12 rawat jalan) didapat secara stratified random sampling, pada

Oktober 2013-November 2014 di RS Atma Jaya, Jakarta Utara. Instrumen yang

digunakan adalah kuesioner demografi, Survey Diagnostic Stress (SDS-30)

untuk mengukur stres kerja, dan Symptoms Checklist (SCl-90) untuk mengukur psikopatologi. Analisis data dengan analisis univariat dan analisis bivariat Fisher. Hasil: Sebanyak 15 dari 66 (22,8%) perawat dengan psikopatologi positif (risiko gangguan mental emosional), yaitu 13 orang (18,9%) obsesif kompulsif, 12 orang (17,3%) sensitivitas interpersonal, dan 9 orang (13,1%) gejala tambahan. Psikopatologi positif dijumpai pada 13,3% perawat yang bertugas di ruang rawat jalan dan 86,7% perawat yang bertugas di ruang rawat inap. Usia responden terbanyak usia 18-25 tahun, dengan 90,09% perempuan. Perawat rawat inap lebih banyak mengalami stres kerja derajat sedang dibandingkan perawat rawat jalan. Analisis Fisher menunjukkan ada hubungan bermakna (p<0,05) antara faktor

stres kerja, yaitu beban kerja berlebih secara kualitatif dan konflik peran dengan

psikopatologi. Tidak terdapat hubungan bermakna (p>0,05) antara faktor stres kerja, yaitu tanggung jawab, pengembangan karier, beban kerja berlebih secara kualitatif, dan ketidakjelasan peran dengan psikopatologi

Kesimpulan: Psikopatologi positif dan stres kerja derajat sedang lebih banyak dijumpai pada perawat yang bertugas di rawat inap.

Kata Kunci: Perawat, psikopatologi, RS Atma Jaya, stres kerja

PENDAHULUAN

Rumah Sakit (RS) merupakan lembaga yang menyediakan perawatan medis bagi berbagai penyakit atau kondisi permasalahan kesehat-an. Rumah Sakit dituntut untuk memberikan pelaya nan dengan mutu yang baik dan me-nyediakan fasilitas memadai dengan sumber daya manusia yang berkualitas dan profesio-nal.1 Perawat merupakan salah satu sumber daya terpenting untuk pelayanan kesehatan di Rumah Sakit. Departemen Kesehatan Repu-blik Indonesia (Depkes RI) menyatakan bah-wa perabah-wat profesional adalah perabah-wat yang bertanggung jawab dan berwewenang mem-berikan pelayanan keperawatan secara man-diri dan/atau bekerja sama dengan tenaga

ke-sehatan lain sesuai dengan kewenangannya.2 Perawat memiliki tugas antara lain memberi asuhan keperawatan, membantu pasien dalam meningkatkan pengetahuan kesehatan dan tindakan yang diberikan, mengarahkan, me-rencanakan, dan mengorganisasi pelayanan kesehatan yang akan diberikan, serta sebagai tempat konsultasi berbagai masalah atau tin-dakan keperawatan yang akan diberikan.1,2 Pelayanan Rumah Sakit terdiri dari layanan rawat inap dan rawat jalan. Tuntutan tugas perawat, baik di unit rawat inap maupun unit

rawat jalan dapat menyebabkan kelelahan fisik,

emosi, dan mental yang disebut burnout.3

Burn-out adalah penarikan diri secara psikologis dari pekerjaan yang dilakukan sebagai reaksi atas

(4)

stres dan ketidakpuasan terhadap situasi kerja yang berlebihan atau berkepanjangan.3,4 Pene-litian Kristanto et al. menunjukkan bahwa pe-rawat yang bertugas di ruang pe-rawat jalan yang berusia 30-41 tahun lebih banyak mengalami burnout.5 Kondisi tersebut dapat terjadi akibat adanya kejenuhan akan rutinitas pekerjaan. Perawat perempuan lebih rentan mengalami burnout dibandingkan dengan perawat laki-laki. Hal ini disebabkan karena perawat perempuan setelah pulang dari tempat bekerja masih harus mengurus rumah tangga dan merawat anak-anaknya.5

Stres adalah segala masalah atau tuntutan penyesuaian diri yang akibatnya dapat meng-ganggu keseimbangan manusia.6 National

Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) melaporkan bahwa perawat adalah profesi berisiko sangat tinggi untuk terjadinya stres.7 Sumber stres kerja pada perawat adalah

menghadapi kematian pasien, konflik dengan dokter atau rekan sejawatnya, kelelahan fisik,

emosional, dan mental dalam menghadapi pasien maupun keluarganya, beban kerja ber-lebih, gaji tidak sesuai, dan kejenuhan dalam melakukan rutinitas.6,7 Penelitian Setyawan et

al., menyatakan bahwa perawat yang bekerja di unit rawat inap 20% lebih sering mengalami stres dibandingkan dengan rawat jalan.8 Pene-litian Liauw et al., menunjukkan bahwa 42% stres kerja pada perawat disebabkan oleh be-ban kerja, 18% pemberian upah tidak adil, 22% kondisi kerja, dan 18% tidak diikutsertakan dalam pengambilan keputusan.9

Perawat diharapkan mampu menyesuaikan diri

dengan pekerjaannya dan apabila perawat ti-dak dapat menyesuaikan diri akan berdampak terjadinya gangguan mental emosional. Pene-litian Prihatini menunjukkan prevalensi gang-guan mental emosional pada perawat sebesar 17,7%.7 Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Provinsi Ratchaburi Thailand, menunjukkan bahwa 26,2% perawat di rumah sakit berada pada kelompok risiko tinggi untuk terkena stres akibat kerja.10 Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) menyatakan bahkan sebanyak 50,9% perawat Indonesia mengala-mi stres akibat beban kerja yang terlalu tinggi. Mereka sering merasa pusing, lelah, jantung berdebar, gangguan tidur, gangguan pencer-naan, dan lain sebagainya.11 Dampak psikopa-tologi akibat stres kerja pada seorang perawat dapat berimplikasi pada kinerjanya, seperti menjadi kurang ramah dan menjadi lambat dalam memberikan pelayanan, dan lain seba-gainya, sehingga dapat menurunkan kualitas asuh keperawatan terhadap pasien.10,11

Penentu adanya stres kerja pada perawat dapat dilakukan dengan banyak cara. Instrumen Sur-vey Diagnosis Stress (SDS-30) merupakan salah satu instrumen yang dapat digunakan

untuk mengidentifikasi faktor stres dan derajat

stres pada perawat. Kuesioner ini dikembang-kan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Depkes RI dari buku aslinya Action on Stress at Work, dan sudah divalidasi oleh Raden Irawati Ismail pada tahun 2011. Instrumen ini merupa-kan kuesioner berskala nilai berbentuk self rat-ing/self report dengan 30 butir pertanyaan atau pernyataan yang mencakup enam jenis stresor

(5)

Hubungan antara stres kerja dan psikopatologi pada perawat Rumah Sakit Atma Jaya beban kerja berlebih secara kuantitatif, beban

kerja berlebih secara kualitatif, pengembangan karir dan tanggung jawab personal. Instrumen SDS 30 ini berasumsi bahwa setiap orang me-miliki stres dan kuesioner ini hanya mengu-kur derajat/tingkatan stres, yaitu derajat stres ringan, sedang, berat, dan sangat berat. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan antara stres kerja dan psikopatologi pada pe-rawat Rumah Sakit (RS) Atma Jaya, Jakarta Utara.

mETODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan pada 66 perawat yang diperoleh dengan stratified random sampling, yang dilakukan pada bulan Oktober 2013 sam-pai November 2014 di RS Atma Jaya, Jakarta Utara. Kriteria inklusi penelitian ini adalah pe-rawat RS Atma Jaya yang bertugas di ruang rawat inap (bangsal Melati, yaitu ruang rawat untuk pasien Penyakit Dalam dan Neurologi; bangsal Mawar, yaitu untuk pasien bedah; bangsal Soka untuk pasien anak; dan bangsal Jayaputra untuk ruang rawat Kelas 1, VIP, dan VVIP), serta perawat RS Atma Jaya yang ber-tugas di ruang rawat jalan (poliklinik spesialis dan poliklinik bagian), laki-laki dan perempuan, dapat membaca dan menulis, dan minimal

su-dah bekerja selama ≥3 bulan. Kriteria eksklusi

adalah tidak bersedia menjadi responden dan tidak bersedia menandatangani informed con-sent. Penelitian ini adalah analitik cross-section-al. Dilakukan wawancara pada responden dan

mereka mengisi kuesioner demografi,

kuesio-ner Survey Diagnosis Stress 30 (SDS-30) untuk mengukur stres kerja, dan Symptom CheckList

90 (SCL-90) untuk mengukur psikopatologi. Analisis univariat dan analisis bivariat dilakukan dengan uji Fisher Exact dengan menggunakan SPSS versi 17.

HASIL PENELITIAN

Penelitian dilakukan di RS Atma Jaya yang merupakan RS Pendidikan Utama dari Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya. Jumlah subjek penelitian ini adalah 66 perawat dengan rincian 12 perawat (18,18%) bertugas di ruang rawat jalan dan 54 perawat (81,82%) di ruang rawat inap. Berdasarkan penelitian diketahui mayo-ritas perawat (di ruang rawat jalan dan rawat inap) adalah perempuan (90,91%) dengan pendidikan setara D3/S1/S2 (90,91%), bekerja kurang dari satu tahun (51,52%), belum meni-kah (63,64%), dan terbanyak berada di kelom-pok usia 18-35 tahun (84,85%). Status ekonomi orang tua responden mayoritas di atas UMR 2014, yaitu Rp. 2.240.000,- (59,09%). (Tabel 1) Diketahui sebanyak 15 (22,8%) perawat di RS Atma Jaya memiliki psikopatologi positif yang terdiri dari 2 (13,3%) perawat bertugas di rawat jalan dan 13 (86,7%) di rawat inap (Tabel 2). Sebagian besar perawat di RS Atma Jaya de-ngan psikopatologi positif adalah perempuan, berumur 18-35 tahun dan sudah menikah (Ta-bel 1). Terdapat tiga gejala psikopatologi yang banyak dijumpai, yaitu 18,9% obsesif kompul-sif; 17,3% sensitivitas interpersonal; dan 13,1% depresi (Tabel 3).

Perawat yang bertugas di rawat jalan lebih ba-nyak dijumpai mengalami stres kerja ringan

(6)

disebabkan karena faktor tanggung jawab per-sonal (31,0%), pengembangan karir (23,5%), beban kerja berlebih secara kualititatif (28,6%), dan beban kerja secara kuantitatif (29,6%).

Pe-rawat Pe-rawat jalan yang mengalami stres sedang

disebabkan karena faktor konflik peran (20,7%)

dan ketidakjelasan peran (22,6%). Berbeda dengan perawat rawat jalan, perawat yang

Tipe Psikopatologi N Depresi 5 (7,2%) Ansietas 4 (5,8%) Obsesif Kompulsif 13 (18,9%) Fobia 7 (10,1%) Somatisasi 5 (7,2%) Sensitivitas interpersonal 12 (17,3%) Hostilitas 3 (4,3%) Paranoid 5 (7,2%) Psikotisisme 3 (4,3%) Tambahan 9 (13,1%) Total 66 (100,0%)

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Tipe Psikopatologi Perawat RS Atma Jaya

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Psikopatologi Perawat RS Atma Jaya

Perawat RS Atma Jaya Psikopatologi

+

Rawat jalan 10 (19,6%) 2 (13,3%)

Rawat inap 41 (80,4%) 13 (86,7%)

Total 51 (77,2%) 15 (22,8%)

Variabel Psikopatologi - + Total

Usia 18-35 43 (84,3%) 13 (86,7%) 56 (84,85%) 36-64 8 (15,7%) 2 (13,3%) 10 (15,15%) Jenis kelamin laki-laki 4 (7,8%) 2 (13,3%) 6 (9,09%) Perempuan 47 (92,2%) 13 (86,7%) 60 (90,91%) Status Pernikahan Tidak menikah 37 (72,5%) 5 (33,3%) 42 (63,64%) Menikah 14 (27,5%) 10 (66,7%) 24 (36,36%) Pendidikan SMK 6 (11,7%) - 6 (9,09%) D3/S1/S2 45 (88,3%) 15 (100%) 60 (90,91%) Status ekonomi

Status ekonomi kurang 22 (43,1%) 5 (33,3%) 27 (40,91%) Status ekonomi cukup 29 (56,9%) 10 (66,7%) 39 (59,09%)

Penyakit kronis

Ada penyakit kronis 13 (25,5%) 8 (53,3%) 21 (31,82%) Tidak ada penyakit kronis 38 (74,5%) 7 (46,7%) 45 (68,18%)

Lama bekerja < 1 tahun 26 (50,9%) 8 (53,5%) 34 (51,52%) ≥ 1 tahun 25 (49,1%) 7 (46,7%) 32 (48,48%) Perawat Rawat Jalan 10 (19,6%) 2 (13,3%) 12 (18,18%) Rawat Inap 41 (80,4%) 13 (86,7%) 54 (81,82%)

(7)

Hubungan antara stres kerja dan psikopatologi pada perawat Rumah Sakit Atma Jaya bertugas di rawat inap lebih banyak dijumpai

mengalami stres sedang, yaitu faktor tanggung jawab personal (91,9%), pengembangan karir (87,5%), beban kerja berlebih secara kualita-tif (89,5%), dan beban kerja secara kuantitakualita-tif (89,7%); sedangkan perawat rawat inap yang mengalami stres ringan, yaitu disebabkan

kare-na faktor konflik peran (83,8%) dan ketidakjela -san peran (55,6%). (Tabel 4)

Hasil analisis bivariat dengan uji analisis fisher

exact menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna (p<0,05) antara faktor stres kerja,

yaitu konflik peran dan beban kerja berlebih

secara kualitatif dengan psikopatologi pada perawat RS Atma Jaya. Namun, tidak terdapat hubungan bermakna (p>0,05) antara faktor stres kerja, yaitu tanggung jawab, pengembang-an karier, bebpengembang-an kerja berlebih secara kupengembang-antita- kuantita-tif, dan ketidakjelasan peran dengan psikopa-tologi (Tabel 5).

PEmBAHASAN

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa seba-gian besar responden perempuan, berada di

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Faktor dan Derajat Stres Kerja Perawat RS Atma Jaya

Faktor dan Derajat Stres Kerja (SDS-30) PerawatRawat Jalan (n=12) Rawat Inap (n=54)

Tanggung jawab personal Ringan 9 (31,0%) 20 (69,0%) Sedang 3 (8,1%) 34 (91,9%) Pengembangan karir Ringan 8 (23,5%) 26 (76,5%) Sedang 4 (12,5%) 28 (87,5%) Beban kerja berlebih secara kualitatif Ringan 8 (28,6%) 20 (71,4%) Sedang 4 (10,5%) 34 (89,5%) Beban kerja berlebih secara kuantitatif Ringan 8 (29,6%) 19 (70,4%) Sedang 4 (10,3%) 35 (89,7%)

Konflik peran Ringan 6 (16,2%) 31 (83,8%)

Sedang 6 (20,7%) 23 (79,3%) Ketidakjelasan peran Ringan 5 (14,3%) 30 (55,6%) Sedang 7 (22,6%) 24 (44,4%)

Faktor Stres Kerja Psikopatologi Nilai p

- +

Tanggung jawab personal Ringan 24 (47,1%) 5 (33,3%) 0,346 Sedang 27 (52,9%) 10 (66,7%)

Pengembangan karir Ringan 29 (56,8%) 5 (33,3%) 0,109 Sedang 22 (43,2%) 10 (66,7%)

Beban kerja berlebih secara kualitatif Ringan 26 (50,9%) 2 (13,3%) 0,009* Sedang 25 (49,1%) 13 (86,7%)

Beban kerja berlebih secara kuantitatif Ringan 24 (47,1%) 3 (20,0%) 0,055 Sedang 27 (52,9%) 12 (80,0%)

Konflik peran Ringan 32 (62,7%) 5 (33,3%) 0,044*

Sedang 19 (37,3%) 10 (66,7%)

Ketidakjelasan peran Ringan 28 (54,9%) 7 (46,7%) 0,574 Sedang 23 (45,1%) 8 (53,3%)

(8)

kelompok usia antara 18-35 tahun, belum me-nikah, dan pendidikan D3/S1. Beberapa peneli-tian di berbagai rumah sakit di Indonesia (2009-2013) menunjukkan bahwa perawat-perawat di rumah sakit lebih banyak dijumpai perempuan, pendidikan D3/S1, dan kelompok usia berada pada kisaran 26-42 tahun.11-14 Perawat perem-puan “lebih sabar dan teliti” dalam merawat pasien serta dalam menghadapi pasien dan ke-luarganya yang bervariasi karakternya.11,12 Pe-rawat dengan latar belakang pendidikan tinggi umumnya memiliki pengetahuan dan keteram-pilan yang lebih baik dalam merawat pasien dan menghadapi pasien dan keluarganya serta para dokter yang bertugas di rumah sakit.12,14 Perawat di kelompok usia di atas 40 tahun di-jumpai lebih dapat mengendalikan stres yang ada. Perawat dengan usia yang lebih tua lebih matang kejiwaannya, bijaksana, berpikir rasio-nal, mengendalikan emosi, toleran terhadap pandangan dan perilaku yang berbeda darinya, dan kematangan intelektual dan psikologis-nya.12,13

Sebagian besar perawat di Rumah Sakit Atma Jaya dengan psikopatologi positif adalah perempuan, di kelompok umur 18-35 tahun, dan sudah menikah. Perawat yang sudah menikah memiliki risiko lebih besar terjadinya stres dan psikopatologi, karena masalah yang timbul lebih banyak dan kebutuhan hidup makin meningkat dan pikiran mereka tidak hanya berfokus pada pekerjaan, namun juga dengan keluarganya; sedangkan perawat yang belum menikah lebih sering mengalami stres dan psikopatologi kare-na banyaknya tugas, kesulitan adaptasi dengan lingkungannya dan masalah dalam hubungan

interpersonal.15,16

Perawat yang bertugas di ruang rawat inap Rumah Sakit Atma Jaya lebih banyak dengan psikopatologi positif dibanding perawat yang bertugas di ruang rawat jalan. Perawat RS Atma Jaya yang bertugas di rawat inap banyak mengalami gangguan tidur karena seringnya putaran shift malam (akibat jumlah perawat yang kurang), jumlah pasien yang banyak dan umumnya kondisi penyakit “cukup berat”, serta harus bekerja sama dengan mahasiswa kedok-teran yang sedang menjalani pendidikan profe-si di RS Atma Jaya. Namun, perawat yang ber-tugas di rawat jalan harus menghadapi pasien dan keluarga yang sering marah-marah karena harus menunggu lama dalam antrian layanan kesehatan, serta dokter yang sering datang ter-lambat ke poliklinik.

Hasil penelitian ini menunjukkan perawat bertu-gas di rawat jalan RS Atma Jaya lebih banyak mengalami stres ringan dan perawat bertugas di rawat inap lebih banyak mengalami stres sedang pada faktor tanggung jawab personal, perkembangan karir, beban kerja kualitatif, dan beban kerja kuantitatif. Berdasarkan penelitian di RSCM pada tahun 2010 menemukan bahwa perawat yang bertugas di rawat inap mengala-mi derajat stres tinggi pada beban kerja secara kualitatif, dan derajat stres sedang pada faktor pengembangan karir; sedangkan pada perawat rawat jalan derajat stres tinggi pada faktor

kon-flik peran dan beban kerja secara kualitatif, se -dangkan derajat stres sedang pada faktor be-ban kerja secara kuantitatif.16 Penelitian Iswanti menunjukkan bahwa perawat yang bertugas di

(9)

Hubungan antara stres kerja dan psikopatologi pada perawat Rumah Sakit Atma Jaya bagian rawat inap lebih sering mengalami stres

dibanding rawat jalan, karena perawat yang bertugas di rawat inap dilibatkan kerja gilir, dan lebih banyak dijumpai perawat baru, sehingga keterampilan dan pengalaman kerja kurang memadai.17

Penelitian ini menunjukkan bahwa stres kerja tidak berhubungan secara bermakna dengan psikopatologi pada perawat RS Atma Jaya.

Na-mun, stres kerja pada faktor konflik peran dan

beban kerja berlebih secara kualitatif berhu-bungan bermakna dengan psikopatologi pada perawat RS Atma Jaya. Wawancara dengan perawat RS Atma Jaya pada mereka yang ber-tugas di rawat inap dan rawat jalan didapatkan lebih banyak faktor stres beban kerja berlebih secara kualitatif, yaitu perawat kurang mampu dan kurang terampil melakukan pekerjaannya. Perawat di RS Atma Jaya lebih banyak dijum-pai perawat muda (“junior”) yang baru lulus dari akademik keperawatan, sehingga mereka ma-sih belum cukup memiliki pengalaman bekerja serta kurangnya komunikasi antara perawat “junior” dengan “senior”-nya. Selain itu, perawat muda (“junior”) mengalami berbagai kesulitan dalam menghadapi berbagai karakter pasien dan dokter. Dokter sulit untuk dihubungi dengan karakter yang berbeda-beda (“ramah”, “galak”, dan “cerewet”). Pasien ada yang meminta bu-ru-buru untuk bertemu dokter atau meminta untuk dibantu segera atau pasien yang “galak” dan “cerewet”. Kondisi tersebut dapat menye-babkan beban psikososial yang berkembang menjadi stres pada perawat, sehingga pera-wat menjadi mudah kesal dan marah-marah terhadap pasien dan keluarganya yang

kemu-dian dapat berdampak lanjut menjadi gangguan mental emosional pada perawat.

KESImPULAN

Psikopatologi positif dan stres kerja derajat se-dang lebih banyak dijumpai pada perawat yang bertugas di rawat inap; sedangkan perawat RS Atma Jaya yang bertugas di rawat jalan lebih banyak dijumpai dengan stres kerja ringan. Hasil uji statistik hanya terdapat hubungan

ber-makna antara faktor stres kerja, yaitu konflik

peran dan beban kerja berlebih secara kualitatif dengan psikopatologi pada perawat RS Atma Jaya.

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Hospitals [docu-ment on the Internet]. 2014. Available from: http://www.who.int/ topics/hospitals/en/. 2. Hafsyah H. Pengaruh stres kerja terhadap

Kkinerja perawat ruang instalasi rawat daru-rat RSU Salewangan Maros. Majalah Ke-dokteran Hasanudin. 2010; 7(2): 87-94. 3. Triyoga A, Maharani PA. Job burnout

with performance by nurses in nursing care provision. Jurnal Penelitian Stikes. 2012;5(2):167-178.

4. Mariyanti S, Citrawati A. Burnout Pada Pe-rawat yang Bertugas di Ruang Rawat Inap dan Rawat Jalan RSAB Harapan Kita. Jur-nal Psikologi. 2011;9(2):48-59. Available from:http://download.portalgaruda.org/ar-ticle.php?article=94857&val=4564.

(10)

5. Kristanto AA, Dewi KS, Dewi EK. Faktor-kaktor penyebab stres kerja pada perawat ICU Rumah Sakit Tipe C di Kota Semarang [Tesis]. Semarang: Fakultas Diponegoro. 2010.

6. Ismail, Suriani C, Arsunan AA, Alimin MM. Analisis faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada perawat di Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Teng-gara Tahun 2013. Jurnal Media Kesehatan Masyarakat Indonesia. 2013;2(1):16-21. 7. Prihatini LD. Analisis hubungan beban kerja

dengan stres kerja perawat di tiap ruang rawat inap RSUD Sidikalang. Majalah Ke-dokteran Indonesia. 2008;3:99-103.

8. Setyawan ZY, Amri Z, Sosrosumiharjo D. Stres kerja dan kecenderungan gejala gangguan mental emosional pada karya-wan Redaksi Surat Kabar “X” di Jakarta. Maj Kedokt Indon. 2008;58(8):278-83. 9. Liauw F, Umar FA, Hendrianto F, Idrus H,

Pi-nontoan HS, Widyahening IS, et al. Skoring psikopatologi dan faktor yang berhubung-an pada perempuberhubung-an usia perimenopause. Maj Kedokt Indon. 2007;57(3):146-53. 10. Beh LS, Loo LH. Job stress and coping

mechanisms among nursing staff in pub-lic health services. International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences. 2012;2(7):131-76.

11. Gatot DB, Adisasmito W. Hubungan karak-teristik perawat, isi pekerjaan dan lingkung-an pekerjalingkung-an terhadap kepuaslingkung-an kerja perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Gu-nung Jati Cirebon. Makara Kesehatan. 2005;9(1):1-8.

12. Hariyono W, Suryani D, Wulandari Y. Hubungan antara beban kerja, stres

ker-ja dan tingkat konflik dengan kelelahan

kerja perawat di Rumah Sakit Islam Yog-yakarta PDHI Kota YogYog-yakarta. Kesmas. 2009;3(3):162-232.

13. Indriyani A. Pengaruh konflik peran ganda

dan stres kerja terhadap kinerja perawat wanita rumah sakit: Studi pada Rumah Sakit Roeemani Muhammadiyah Semarang [Thesis]. Semarang: Fakultas Psikologi Uni-versitas Diponegoro. 2009.

14. Prismayanti FI, Alifin, Suratmi. Hubungan

shift kerja dengan stres kerja pada perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soegiri Lamongan [document on the Internet]. 2010;3(7):102-8. Available from: http://stikesmuhla.ac.id/v2/wp-con-tent/uploads/jurnalsurya/noVII/1.pdf.

15. Revalicha NS, Samian. Perbedaan stres kerja ditinjau dari shift kerja pada pe-rawat di RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi. 2013;2(1).16-25.

16. Suwarni E. Analisis hubungan antara stresor kerja dengan gangguan mental emosional perawat wanita di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Ciptomangunku-sumo Jakarta. Majalah Kedokteran Indone-sia. 2010;8(9):179-84.

17. Iswanti SD. Analisis Faktor-faktor yang ber-pengaruh terhadap kepuasan kerja tenaga medis Poliklinik Rawat Jalan RSUD Tugure-jo Semarang Tahun 2004 [Tesis]. Sema-rang: Fakultas Kedokteran Universitas Di-ponegoro. 2007.18.

Gambar

Tabel 3. Distribusi Frekuensi  Tipe Psikopatologi  Perawat RS Atma JayaTabel 2. Distribusi Frekuensi Psikopatologi Perawat RS Atma JayaPerawat RS Atma Jaya             Psikopatologi
Tabel  4. Distribusi Frekuensi  Faktor dan Derajat Stres Kerja Perawat RS Atma Jaya             Faktor dan Derajat Stres Kerja (SDS-30)                              Perawat

Referensi

Dokumen terkait

Valasindo Sentra Usaha dalam memanajemen persediaan bahan baku menggunakan perhitungan yang lebih efisien yaitu melihat dari jumlah kuantitas pembelian yang optimal

10 41122165 Mohamad Aldy Tofan RPL Penentuan Penerimaan Bantuan Dana Rumah Tidak Layak Huni ( Rutilahu) Melalui Penerapan Sistem Pendukung Keputusan Menggunakan Metode

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya biaya, penerimaan, keuntungan, profitabilitas, efisiensi dan risiko usaha industri rengginang singkong

Kesadaran individu terhadap kenyataan bahwa dirinya mengalami kekurangan yang disertai dengan sikap pengingkaran, tidak terima, serta menyalahkan diri sendiri atau

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa sikap terhadap profesi petani selain mengandung penilaian netral (dilambangkan dengan angka 0), juga mengandung penilaian

Dalam komputasi grid digunakan Certificate Authority (CA) yang berguna untuk memastikan bahwa resource yang terhubung dalam grid atau user yang menggunakan resource komputasi

Dalam lingkungan seperti itu, pengguna harus dapat diberikan jaminan bahwa kunci publik yang digunakan untuk mengenkripsi informasi adalah benar-benar kunci publik dari penerima

Akan tetapi, informasi pada situs OGSA-DAI sebagai acuan utama penulis tidak diberikan secara detil dalam hal pustaka yang terkait dengan sistem operasi dan paket GT yang