• Tidak ada hasil yang ditemukan

Instructional variables, descriptive theory.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Instructional variables, descriptive theory."

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

REPOSISI VARIABEL DALAM PENELITIAN PEMBELAJARAN DI SEKOLAH BERBASIS TEORI

DESKRIPTIF Mutrofin

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FKIP-Universitas Jember

e-mail: cakfifin@yahoo.co.id

Abstract

For long-time, research on instructional in elementary and middle school setting based on “a model for the study of classroom teaching” by Dunkin & Biddle that includes four group variables, namely, presage variables, contex variables, process variables, and product variables. The aim of this article is recognition instructional variables reposition within instructional sains perspective (instructional design) based on instructional descriptive theory. Contrary to “a model for the study of classroom teaching”, descriptive theory of instructional includes three main variables so-called instructional method variables, instructional condition variables, and instructional outcomes variables.

(2)

PENDAHULUAN

Para mahasiswa lembaga pen-didikan tenaga kepenpen-didikan (LPTK) dalam menyelesaikan tugas akhir skripsi, thesis dan di-sertasi pada umumnya melakukan penelitian dengan latar pembelajar-an. Demikian halnya dengan para tenaga pendidik seperti guru dan dosen di LPTK. Penelitian berlatar pembelajaran dilaksanakan di ling-kungan pendidikan anak usia dini (PAUD), sekolah dasar (SD), se-kolah menengah pertama (SMP), maupun di sekolah menengah atas/ kejuruan (SMA/SMK). Sebagian besar penelitian bertujuan untuk membuktikan determinan atau ko-relat hasil pembelajaran. Hasil pem-belajaran diposisikan sebagai varia-bel terikat (tergantung), baik hasil pembelajaran yang nyata (actual

outcomes) maupun hasil

pembelaja-ran yang diinginkan (desired

outcomes).

Pengalaman membimbing para mahasiswa dan guru, pada umum-nya mereka menggunakan dua jenis

pendekatan atau perspektif pene-litian pembelajaran. Perspektif per-tama adalah perspektif teori “mo-del pembelajaran di kelas” (a mo“mo-del

for the study of classroom teaching) dari

Dunkin & Biddle (1974). Menurut Shulman (1986), perspektif teori ini disebut juga sebagai teori “riset proses-produk.” Sebagaimana ditunjukkan Gambar 1, perspektif ini menjelaskan bahwa variabel hasil belajar suatu bidang studi baik yang bersifat dengan segera bisa dikenali atau diukur (immediate) seperti pertumbuhan kognitif, sikap dan keterampilan siswa maupun yang bersifat jangka panjang seperti kepribadian dewasa, profesionalitas jabatan dan sebagainya dipenga-ruhi oleh tiga kelompok variabel. Kelompok variabel pertama di-sebut sebagai variabel penanda (presage variables); kelompok variabel kedua disebut sebagai va-riabel konteks (contex variables); dan kelompok variabel ketiga disebut variabel proses (process variables) (Wittrock, 1986).

(3)

Gambar 1. Model Teoretik Pembelajaran di Kelas Dunkin & Biddle (Sumber: Shulman, 1986: 6, Dikutip Tanpa Izin)

bar 2, perspektif teori disposisi belajar menjelaskan bahwa hasil belajar (pembelajaran) dipengaruhi oleh 5 kelompok variabel, yaitu kelompok variabel sosial (social

factors), kelompok variabel sekolah,

kelompok variabel pengajar, kelompok variabel pengajaran, dan kelompok variabel siswa yang menjalani proses pembelajaran. Perspektif kedua adalah teori

“disposisi belajar” Istilah ini dintro-duksikan oleh Fraser, et.al. (1987). Perspektif teori disposisi belajar berangkat dari teori faset-faset belajar sebagai suatu sintesis dari model-model belajar di sekolah sebagaimana dikemukakan Carrol (1963), Bloom (1976) dan Glasser (1980). Seperti ditunjukkan

(4)

Gam-Gambar 2. Model Teoretik Disposisi Belajar Fraser (Sumber: Fraser, et.al. 1987: 147. Dikutip Tanpa Izin)

umumnya merasa belum memiliki kapasitas dan kapabilitas mengapli-kasikan kedua perspektif teori ter-sebut dalam penelitian pembela-jaran. Alhasil, biasanya mereka meneliti sepotong demi sepotong, tidak menyeluruh. Hal itu bisa di-lihat dari sumirnya judul penelitian yang mereka ajukan. “Jalan pintas” yang kemudian diambil dengan risiko akademik kecil adalah me-milih metode riset tindakan kelas (classroom action research) yang tingkat generalisasinya rendah.

Harus diakui, perspektif teori “model pembelajaran di kelas” Dunkin & Biddle, serta perspektif teori “disposisi belajar” Fraser memang memiliki model yang sangat rumit. Bagi peneliti pemula, yakni para mahasiswa dan guru yang akan meneliti hasil pem-belajaran”mengingat tingkat keru-mitannya”kedua perspektif ter-sebut dipandang sulit dimana-jemeni (unmanageable). Selain melibatkan teknik analisis statistik yang berat, para peneliti pada

(5)

Guna menjembatani “kesulit-an” yang dialami jika menggunakan kedua perspektif tersebut, maka artikel ini mengenalkan kembali teori deskriptif pembelajaran yang lebih “sederhana” namun dipan-dang lebih komprehensif dalam menjelaskan korelat atau determi-nan inti hasil pembelajaran. Melalui model teoretik yang tidak rumit, para peneliti hasil pembelajaran diharapkan bisa mereposisi kembali variabel-variabel pembelajaran sehingga mampu membentuk satu proposisi yang konkret dan dapat diterapkan.

Perspektif teori deskriptif dalam pembelajaran sebagaimana dikemukakan Regeluth (1983, 1999, 2009), dan juga Landa (1983), menjelaskan bahwa hasil belajar atau hasil pembelajaran dipengaruhi oleh dua kelompok variabel dan interaksinya. Kelom-pok variabel pertama adalah varia-bel metode pemvaria-belajaran yang terdiri atas metode penyampaian, metode pengorganisasian dan metode pengelolaan. Kelompok variabel kedua adalah variabel kondisi pembelajaran yang meliputi tujuan dan karakteristik bidang studi, kendala dan karakteristik bidang studi, dan karakteristik

siswa atau mahasiswa. Sedangkan hasil pembelajaran secara umum meliputi keefektifan, efisiensi, dan daya taik pembelajaran.

PEMBAHASAN Variabel Pembelajaran

Karya nyata para teoritisi dan periset yang hingga kini banyak dirasakan manfaatnya dalam pene-rapan ilmu pembelajaran adalah eksperimentasi mereka dalam menglasifikasikan berbagai variabel atau komponen sistem pembelajar-an (Degeng, 2013). Sistem pem-belajaran dibangun oleh berbagai komponen atau variabel sebagai-mana telah dikemukakan oleh para ilmuwan pembelajaran. Glaser misalnya (1965, 1976), menyebut-kan empat komponen dari psikologi pembelajaran (four components of

psychology of instruction), yaitu: (1)

analisis isi bidang studi (analyzing

the subject matter); (2) diagnosis

kemampuan awal siswa (diagnosing

preinstructional behavior); (3) proses

pembelajaran (carrying out the

ins-tructional process); dan (4)

penguku-ran hasil belajar (measuring learning

outcomes). Sementara ilmuwan lain,

yakni Herbert A. Simon (1969), yang mengenalkan ilmu merancang (a design science), mengemukakan tiga

(6)

komponen sistem pembelajaran, yaitu: (1) pilihan tujuan atau pra-syarat (alternative goals or

require-ments); (2) kemungkinan tindakan

(possibillities for action); dan (3) parameter baku atau kendala (fixed

parameters or constraints).

Variabel pembelajaran lain di-kemukakan oleh Reigeluth & Merrill (1978, 1979), dan dipan-dang memadai serta rinci sebagai landasan teori pembelajaran. Teori

mereka hingga kini banyak dianut oleh sebagian besar ilmuwan pem-belajaran. Berbeda dengan Glaser dan Simon, Reigeluth & Merrill mengenalkan tiga komponen atau variabel pembelajaran, yaitu: (1) metode pembelajaran (instructional

methods); (2) kondisi pembelajaran

(instructional conditions); dan (3) hasil pembelajaran (instructional outcomes). Ketiganya divisualisasikan dalam Gambar 3 berikut ini.

SUBJECT-MATTER CHARACTERISTCS STUDENT GOALS CONSTRAINTS CHARACTERISTICS SUBJECT-MATTER CHARACTERISTICS STUDENT

GOALS CONSTRAINTS CHARACTERISTICS

ORGANIZATION AL STRATEGIES  Micro strategies  Macro strategies DELIVERY STRATEGIES MANAGEMENT STRATEGIES EFFECTIVENESS EFFICIENCY APPEAL of the Instruction INSTRUCTIONAL CONDITIONS INSTRUCTIONAL METHODS INSTRUCTIONAL OUTCOMES

Gambar 3. Kerangka Teoritik Penglasifikasian Variabel Pembelajaran yang Dihipotesiskan Saling Mempengaruhi (Sumber: Reigeluth, 1983:

19, Dikutip Tanpa Izin).

1. Metode Pembelajaran

Metode pembelajaran didefi-nisikan sebagai cara-cara yang berbeda untuk mencapai hasil

pem-belajaran yang berbeda di bawah kondisi pembelajaran yang berbeda pula. Makna metode pembelajaran ini sepadan dengan possibilities for

(7)

action dari Simon, atau dengan

kom-ponen proses pembelajaran dari Glaser. Pemilihan, penetapan, dan pengembangan metode pembela-jaran merupakan titik tekan utama dalam mendesain pembelajaran. Ada tiga variabel penting dalam komponen ini, yakni: (1) strategi pengorganisasian (organizational

strategy), (2) strategi penyampaian

(delivery strategy), dan (3) strategi manajemen atau pengelolaan

(ma-nagement strategy) (Reigeluth, 1983).

Strategi pengorganisasian ada-lah metode untuk mengorganisasi isi bidang studi atau mata ajar yang telah dipilih untuk pembelajaran. Istilah ini mengacu kepada suatu tindakan atau aktivitas seperti pe-milahan dan pemilihan isi, pena-taan isi, pembuatan diagram, for-mat, dan lain-lain yang setingkat dengan itu. Setiap guru dapat memilih satu dari dua jenis strategi, yakni strategi mikro apabila organi-sasi isi pembelajaran hanya men-cakup satu konsep, prosedur atau prinsip; atau memilih strategi makro jika organisasi isi pembelajaran mencakup lebih dari satu konsep, prosedur atau prinsip.

Strategi makro berurusan de-ngan bagaimana memilih, menata urutan, membuat sintesis, dan

rangkuman isi pembelajaran (apa-kah itu fakta, konsep, prosedur, atau prinsip) yang saling berkaitan. Pemilihan isi, berdasarkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, mengacu kepada penetapan fakta-fakta, konsep-konsep, atau pro-sedur-prosedur, atau prinsip-prinsip apa yang diperlukan untuk men-capai tujuan itu. Penataan urutan isi mengacu kepada keputusan untuk menata dengan urutan ter-tentu fakta-fakta, konsep-konsep, atau prosedur-prosedur, atau prin-sip-prinsip yang akan diajarkan. Pembuatan sintesis mengacu ke-pada keputusan tentang bagaimana cara menunjukkan keterkaitan diantara fakta-fakta, konsep-kon-sep, prosedur-prosedur, atau prin-sip-prinsip. Pembuatan rangkuman mengacu kepada keputusan ten-tang bagaimana cara melakukan tinjauan ulang fakta, konsep, pro-sedur, atau prinsip, serta kaitan-kaitan yang sudah diajarkan.

Strategi penyampaian adalah metode untuk menyampaikan pem-belajaran kepada siswa dan atau untuk menerima serta merespons masukan yang berasal dari siswa. Kecuali berfungsi untuk menyam-paikan isi pembelajaran kepada siswa, strategi penyampaian juga

(8)

berfungsi untuk menyediakan informasi atau bahan-bahan yang diperlukan siswa guna menam-pilkan kinerja (performance), misal-nya latihan dan tes. Dalam hubu-ngan itu, sekurang-kurangnya ada lima kriteria yang dapat dijadikan landasan argumentatif pemilihan strategi penyampaian, yakni: (1) tingkat kecermatannya dalam men-deskripsikan sesuatu, (2) tingkat interaksi edukatif yang mampu ditimbulkannya, 3) tingkat kemam-puan spesifik yang dimilikinya, (4) tingkat motivasi yang dapat dibangkitkannya, dan (5) tingkat biaya yang diperlukannya.

Strategi manajemen (penge-lolaan) pembelajaran menunjuk kepada komponen variabel strategi yang berurusan dengan bagaimana menata interaksi antarsiswa dengan variabel-variabel strategi pem-belajaran lainnya. Strategi ini ber-kaitan dengan pengambilan keputu-san tentang strategi pengorganisa-sian dan penyampaian mana yang digunakan dalam pembelajaran. Menurut Degeng (2013), paling tidak ada tiga klasifikasi penting variabel strategi manajemen, yaitu: penjadwalan, pembuatan catatan kemajuan belajar siswa, dan motivasi.

2. Kondisi Pembelajaran

Kondisi pembelajaran didefi-nisikan sebagai faktor yang me-mengaruhi efek metode (strategi) dalam meningkatkan hasil pem-belajaran. Kondisi pembelajaran mencakup semua variabel yang pada prinsipnya tidak dapat di-manipulasi oleh pendesain pem-belajaran dan harus diterima apa adanya (given, taken for granted). Komponen kondisi pembelajaran dari Reigeluth ini sepadan dengan komponen parameters or constraints dari Simon, atau dengan komponen analisis bidang studi dan kemam-puan awal dari Glaser.

Menurut Reigeluth & Merrill (1979), ada 3 kelompok variabel penting kondisi pembelajaran, yaitu: (1) tujuan dan karakteristik bidang studi; (2) kendala dan karakteristik bidang studi; dan (3) karakteristik peserta didik. Tujuan pembelajaran adalah pernyataan tentang hasil pembelajaran apa yang ingin dicapai, baik secara umum maupun secara khusus. Tujuan merupakan indikator dari kompetensi pembelajaran yang diharapkan. Karakteristik bidang studi adalah aspek-aspek suatu bidang studi yang dapat mem-berikan landasan yang bermanfaat

(9)

dalam mempreskripsikan strategi pembelajaran; sedangkan kendala bidang studi adalah segala keter-batasan sumber-sumber baik dalam bentuk waktu, media, sumberdaya manusia atau personalia, termasuk finansial. Adapun yang dimaksud karakteristik peserta didik, adalah aspek-aspek atau kualitas indivi-dual (perseorangan) siswa seperti bakat, motivasi, dan hasil belajar yang dimilikinya.

3. Hasil Pembelajaran

Hasil pembelajaran adalah semua efek yang dapat dijadikan sebagai indikator tentang nilai dari penggunaan metode pembelajaran di bawah kondisi yang berbeda. Hasil pembelajaran dalam klasifi-kasi Reigeluth ini setara dengan

alternative goals or reqirements dari

Simon, atau dengan komponen hasil pembelajaran dari Glaser. Ha-sil pembelajaran bisa berupa haHa-sil yang nyata (actual outcomes), yaitu hasil yang nyata dicapai dari peng-gunaan suatu metode di bawah kondisi tertentu; dapat pula berupa hasil yang diinginkan (desired

outcomes), yaitu tujuan yang ingin

dicapai yang sering memengaruhi keputusan perancang pembelajaran dalam melakukan pilihan metode yang sebaiknya atau seharusnya

dilakukan.

Keriteria hasil pembelajaran amatlah jelas. Sebagaimana ditulis Reigeluth (1983), dan juga Degeng (2013), ada 3 kriteria hasil belajar, yaitu: (1) keefektifan (effectiveness), (2) efisiensi (efficiency), dan (3) daya tarik (appeal). Keefektifan pem-belajaran biasanya diukur melalui tingkat pencapaian siswa (prestasi). Ada empat aspek penting yang dapat dipakai untuk mempreskripsi-kan keefektifan pembelajaran, yaitu: (1) kecermatan penguasaan perilaku yang dipelajari, (2) kece-patan kinerja, (3) tingkat alih bela-jar, dan (4) tingkat retensi dari apa yang dipelajari. Efisiensi pem-belajaran biasanya diukur dari rasio antara keefektifan dan jumlah waktu yang dipakai siswa dan atau jumlah biaya pembelajaran yang telah dipergunakan. Sedangkan daya tarik pembelajaran biasanya diukur dengan mengamati kecende-rungan siswa untuk tetap atau terus belajar.

Perihal terakhir, yakni daya tarik pembelajaran, umumnya erat sekali kaitannya dengan daya tarik bidang studi atau mata pelajaran di mana kualitas pembelajaran biasa-nya akan memengaruhi keduabiasa-nya. Itulah sebabnya pengukuran

(10)

kecenderungan siswa untuk terus belajar dapat dikaitkan dengan proses pembelajaran itu sendiri atau dengan bidang studi yang bersangkutan.

Teori Dekriptif

Menurut Yusufhadi Miarso (2008), pembelajaran sebaiknya berdasarkan teori pembelajaran yang bersifat preskriptif yaitu teori yang memberikan “resep” untuk mengatasi masalah belajar. Teori pembelajaran yang preskriptif itu harus memperhatikan tiga variabel pembelajaran, yaitu kondisi, me-tode (perlakuan) dan hasil pem-belajaran. Bersifat preskriptif arti-nya berusaha untuk merumuskan cara-cara membuat peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Pan-dangan ini, ditilik dari ilmu pem-belajaran akan lebih cocok bagi praktisi pembelajaran seperti guru, dosen, instruktur (pelatih), pamong dan widyaiswara; namun bagi ilmu-wan, teknolog, dan teknisi pem-belajaran diharapkan mengem-bangkan baik teori preskriptif maupun teori deskriptif.

Menurut Reigeluth (1983), Landa (1983), dan juga Gropper (1983), teori-teori dan

prinsip-prin-sip pembelajaran dapat dirumuskan dalam bentuk teori deskriptif dan teori preskriptif. Teori deskriptif bersifat goal free, sedangkan teori preskriptif bersifat goal oriented. Jika diterjemahkan, teori deskriptif (Gambar 4), menempatkan variabel kondisi pembelajaran dan variabel metode pembelajaran sebagai va-riabel bebas (independent variables), sedangkan variabel hasil pem-belajaran menjadi variabel tergan-tung (dependent). Artinya, parameter kedua variabel bebas tersebut berinteraksi guna menghasilkan efek pada variabel tergantung. Adapun yang dimaksud teori dalam hal ini adalah serangkaian proposisi yang menggambarkan hubungan antarvariabel (Kerlinger & Lee, 2000). Variabel adalah segala se-suatu atau fenomena yang apabila diukur memiliki variasi atau di-mensi. Landa (1983), secara seder-hana merumuskan teori deskriptif dalam bentuk struktur logika konektivitas antarvariabel melalui simbol: (a & A, maka α); “Jika a & A, ....maka α.” Posisi masing-masing variabel dalam teori des-kriptif pembelajaran divisualisasi-kan melalui gambar berikut ini (Reigeluth, 1983:22).

(11)

INSTRUCTIONAL CONDITIONS INSTRUCTIONAL METHODS INSTRUCTIONAL OUTCOMES

Gambar 4. Model Teori Deskriptif Pembelajaran (Sumber: Reigeluth, 1983: 22,

dikutip tanpa izin).

Aplikasi Penelitian

Pertanyaannya ialah bagaimana mengaplikasikan teori deskriptif pembelajaran dalam penelitian? Se-belum peneliti menentukan varia-bel yang dihipotesiskan berpe-ngaruh terhadap hasil pembelajaran berdasarkan kajian literatur dan rekomendasi penelitian lebih lanjut menurut jurnal ilmiah hasil pene-litian, maka hal utama yang hen-daknya dipahami dengan baik oleh para peneliti ialah bahwa kelompok variabel metode pembelajaran dan kelompok variabel kondisi pem-belajaran berpengaruh terhadap hasil pembelajaran. Pengaruh ter-sebut bisa berjalan sendiri-sendiri, bisa pula berpengaruh karena saling berinteraksi.

Berdasarkan latar belakang ma-salah dan identifikasi mama-salah yang sudah digali, maka dapat dihipo-tesiskan salah satu dari dua kelom-pok variabel independen, dan salah satu dari kelompok variabel depen-den. Bagi peneliti yang memilih metode riset kausal, variabel me-tode dan kondisi cukup bisa diten-tukan masing-masing satu variabel dengan suatu catatan analisisnya menggunakan teknik regresi. Misal-nya, “pengaruh metode pembelaja-ran kooperatif Tipe STAD (varia-bel strategi penyampaian) dan motivasi berprestasi (variabel karakteristik

peserta didik) terhadap hasil belajar

konsep (variabel keefektifan) dalam pembelajaran IPS di SMP.”

Dalam penelitian kausal, teori deskriptif bisa diperluas dengan menyertakan variabel antara

(inter-vening variable), dengan suatu

cata-tan analisisnya menggunakan tek-nik atau model persamaan struk-tural (strucstruk-tural equation modelling) atau teknik analisis jaklur (path

ana-lysis). Misalnya, “pengaruh metode

pembelajaran diskoveri terbimbing (variabel strategi penyampaian) dan tingkat kecerdasan matematika (variabel karakteristik peserta didik) terhadap prestasi belajar prosedur (variabel keefektifan) dalam

(12)

pem-belajaran Statistika berdasarkan alokasi waktu belajar mandiri di rumah (variabel intervening).”

Sedangkan bagi peneliti yang memilih metode penelitian kom-paratif, baik eksperimental maupun non-eksperimental, variabel me-tode hendaknya lebih dari satu dan variabel kondisi bisa cukup satu atau bisa lebih dari satu variabel dengan suatu catatan analisisnya menggunakan teknik Analisis Varians. Misalnya, “perbedaan pe-ngaruh kelas tunggal versus kelas rangkap (variabel strategi pengelolaan) dan kecerdasan linguistik (variabel

karakteristik peserta didik) terhadap

kemampuan menggunakan prinsip dalam penulisan kalimat bahasa Inggris (variabel hasil pembelajaran/

keefektifan) di SMA menurut

Taksonomi Merrill.”

Berdasarkan ketiga contoh penelitian tersebut menjadi jelas bahwa variabel independen pene-litian selalu menyertakan atau memposisikan variabel metode (apa yang dilakukan oleh guru) dan variabel kondisi pembelajaran (apa yang terjadi dengan bidang studi dan peserta didik) dalam mem-prediksi hasil pembelajaran. Bahkan pada konteks penelitian ATI (Aptitude-Treatment Interaction),

penyertaan variabel karakteristik peserta didik merupakan variabel yang absolut harus ada.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa teori deskriptif pembelajaran sangat relevan diterapkan dalam penelitian tentang pembelajaran. Selain tidak rumit, teori deskriptif pembelajaran lebih komprehensif digunakan untuk mencandra hasil pembelajaran. Teori deskriptif pem-belajaran benar-benar mengisolasi faktor, determinan atau variabel yang konkret dihipotesiskan, tidak melebar ke mana-mana di luar konteks pembelajaran di dalam kelas. Kecuali itu, derajad keman-faatan dan kontribusi teori deskrip-tif pembelajaran terhadap kualitas hasil pembelajaran mudah dikenali dan diterapkan karena “hanya” mendeskripsikan apa yang seharus-nya dilakukan oleh guru (metode), apa yang terjadi dengan bidang studi dan para siswa (kondisi), serta bagaimana masing-masing secara mandiri maupun berinteraksi mem-pengaruhi hasil belajar.

Berdasarkan kesimpulan ter-sebut disarankan agar para maha-siswa LPTK yang akan

(13)

menyelesai-kan tugas akhir, maupun guru dan dosen LPTK yang hendak melaku-kan penelitian dengan fokus pada pembelajaran (hasil belajar), meng-gunakan teori deskriptif dalam penelitiannya.

DAFTAR PUSTAKA

Degeng, N.S. 2013. Ilmu

Pem-belajaran: Klasifikasi Variabel untuk Pengembangan Teori dan Penelitian. Bandung: Kalam

Hidup & Aras Media.

Dunkin, M.J. & Biddle, B.J. 1974.

The Study of Teaching. New York:

Holt, Rinehart, and Winston. Fraser, B.J. et.al. 1987. Syntheses

of Educational Productivity Research. International Journal of

Educational Research, 2(11):

145-252.

Glaser, R. 1965. Toward a Beha-vioral Science Base for Instruc-tional Design. Dalam R. Glaser (Ed.). Teaching Machines and

Pro-grammed Learning , II.

Washington, DC.: National Educational Association. Glaser, R. 1976. Components of a

Psychology of Instruction: Toward a Science of Design.

Review of Educational Research,

46: 1-24.

Gropper, G.L. 1983. A Methatheory of Instruction: A Framework for Analyzing and Evaluating

Instructional Theories and Models. Dalam Reigeluth, C.M. (Ed.). Instructional-Design Theories and Models: An Overview of their Current Status. Hlm.

37-53. Hillsdale, New Jersey: Laurence Erlbaum Associates Publishers.

Kerlinger, F.N. & Lee, H.B. 2000.

Foundations of Behavioral Re-search. 4th Edition. USA: W a d s w o r t h - T h o m s o n Learning.

Landa, L.N. 1983. Descriptive and Prescriptive Theories of Learn-ing and Instruction: An Analysis of Relationships and Interac-tions. Dalam Regeluth, C.M. (Ed.). Instructional-Design

Theories and Models: An Overview of their Current Status. Hlm.

55-69. Hillsdale, New Jersey: Laurence Erlbaum Associates Publishers.

Reigeluth, C.M. & Carr-Cheliman, A.A. 2009. Understanding Ins-tructional Theory. Dalam Rei-geluth, C.M. & Carr-Cheliman, A.A. (Eds.) Instructional-Design

Theories and Models: Building a Common Knowledge Base. Volume

III. Hlm. 3-16. Madison Ave, New York: Roudledge.

Reigeluth, C.M. & Merrill, M.D. 1978. A Knowledge Base for Improving Our Methods of Ins-truction. Educational Psychologist, 13: 57-70.

(14)

Reigeluth, C.M. & Merrill, M.D. 1979. Classes of Instructional Variables. Educational Technology, 19(3): 5-24.

Reigeluth, C.M. (Ed.). 1983. Instructional Design: What Is It and Why Is It? Dalam Rei-geluth, C.M. (Ed.).

Instructional-Design Theories and Models: An Overview of their Current Status.

Hlm. 3-36. Hillsdale, New Jersey: Laurence Erlbaum Associates Publishers.

Reigeluth, C.M. (Ed.). 1999.

Instructional-Design Theories and Models Volume II: A New Paradigm of Instructional Theory.

Marwah, New Jersey: Laurence Erlbaum Associates Publishers.

Schulman, L.S. 1986. Paradigms and Research Programs in the Study of Teaching: A Contem-porary Perspective. Dalam Wittrock, M.C. (Ed.).

Hand-book of Research on Teaching. 3rd edition. Hlm. 3-36. New York: Macmillan Publishing Com-pany.

Simon, H.A. 1969. Science of the

Artificial. Cambridge,

Massa-chusetts: Massachusetts Insti-tute of Technology Press. Yusufhadi Miarso. 2008. Menyemai

Benih Teknologi Pendidikan.

Jakarta: PT. Kencana Prenada Media.

Gambar

Gambar 1. Model Teoretik Pembelajaran di Kelas Dunkin & Biddle (Sumber: Shulman, 1986: 6, Dikutip Tanpa Izin)
Gambar 2. Model Teoretik Disposisi Belajar Fraser (Sumber: Fraser, et.al. 1987: 147. Dikutip Tanpa Izin)
Gambar 3. Kerangka Teoritik Penglasifikasian Variabel Pembelajaran yang Dihipotesiskan Saling Mempengaruhi (Sumber: Reigeluth, 1983:
Gambar 4. Model Teori Deskriptif  Pembelajaran (Sumber: Reigeluth, 1983: 22,

Referensi

Dokumen terkait

Macnae (1968) menggunakan kata mangrove untuk jenis pohon- pohon atau semak belukar yang tumbuh diantara pasang surut air laut, dan kata mangal digunakan bila berhubungan

Sekolah adalah salah satu jenjang pendidikan dasar yang dalam Proses Belajar Mengajar (PBM) sangat memerlukan peran aktif guru dalam memberikan pengetahuan bagi para

Ibu merasa bahwa kehadiran anaknya yang autis menjadi suatu beban dalam hidupnya, perubahan sikap dari mertua dan lingkungannya dan semenjak memiliki anak autis,

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa umur, masa kerja, hubungan interpersonal, dan peran individu dalam organisasi merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan

1) Melaksanakan, mengatur dan mengawasi rencana pekerjaan administrasi pabrik seperti perawatan bangunan pabrik, mesin-mesin, peralatan dan juga produksi yang disesuaikan

Tumor kulit yang terlihat biasanya berupa nodul halus, bintil kasar dengan permukaan seperti kembang kol, terdapat massa pedunkulata yang melekat pada jaringan normal oleh

Dalam perancangan sistem penyediaan air untuk suatu gedung, kapasitas peralatan dan dimensi pipa didasarkan pada jumlah dan laju aliran air (kebutuhan air

Pemahaman siswa mengenai reproduksi remaja, menurut WHO dan ICPD (International conference on Population and Development) 1994 yang diselenggarakan di Kairo