BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pencemaran Udara Dalam Ruangan
Pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi dan atau komponen lain ke dalam udara oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan atau mempengaruhi kesehatan manusia. Berdasarkan definisi ini maka segala bahan padat, gas dan cair yang ada di udara dan dapat menimbulkan tidak nyaman disebut polutan udara (Salim, E., 2002).
Polutan adalah suatu zat atau bahan yang menyebabkan terjadinya polusi. Suat zat disebut polutan bila keberadaannya di suatu lingkungan dapat menyebabkan kerugian terhadap makhluk hidup. Dengan kata lain dapat disebut polutan apabila jumlahnya melebihi jumlah normal, berada pada waktu yang tidak tepat dan berada pada tempat yang tidak tepat (Soedomo, M., 2001). Pencemaran udara dapat terjadi dimana-mana, misalnya di dalam rumah, sekolah, kantor atau yang sering disebut pencemaran dalam ruangan (indoor polution) (Idham, M., 2003).
Menurut hasil penelitian dari Badan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Amerika Serikat atau National Institition for Occupational Safety and Health
(NIOSH), menemukan bahwa terdapat 6 sumber utama pencemaran udara di dalam ruangan yaitu pencemaran akibat ventilasi sebanyak 5 %, pencemaran dari alat-alat di dalam ruangan sebesar 17 %, pencemaran dari luar ruangan
sebesar 11 %, pencemaran dari bahan bangunan sebesar 3 %, pencemaran dari mikroorganisme sebesar 5 % dan sumber-sumber tidak diketahui sebesar 12 % (Aditama, T.Y., 2002).
2.2. Bakteri Udara 2.2.1. Lingkungan Udara
Dari semua lingkungan, udara merupakan lingkungan yang paling sederhana. Komposisi normal udara terdiri atas gas nitrogen 78,1 %, oksigen 20,93 % dan karbondioksida 0.03 %, sementara selebihnya berupa gas argon, neon, kripton, xenon dan helium. Udara juga mengandung uap air, debu, bakteri, spora dan sisa-sisa tumbuhan (Budiman, C., 2007).
Meskipun terdapat bakteri di udara, belum ditemukan bakteri yang berhabitat asli dari udara. Udara bukanlah lingkungan alami bagi bakteri, karena tidak mengandung cukup air dan nutrisi untuk mendukung pertumbuhan dan reproduksinya (Wasetiawan, 2008).
Udara dalam ruang tertutup mengandung lebih sedikit bakteri dari jenis yang sama dibandingkan yang ditemukan di udara terbuka. Bakteri tersebut sebagian besar adalah saprofit dan bersifat non patogenik, tetapi dengan bertambahnya bakteri non patogenik dalam jumlah yang relatif besar dapat berpotensi sama seperti bakteri patogenik (Pelczar, et al,. 2008)
Pada mulanya udara jarang mengandung bakteri patogenik, tetapi dalam perkembangan selanjutnya menjadi sasaran penularan sejumlah spesies utama yang menyebebkan infeksi pada saluran pernafasan (Wasetiawan, 2008).
Dalam hal ini droplet berperan sebagai sumber bakteri patogen di udara. Bakteri dalam mulut yang keluar bersama batuk dan bersin dapat tersebar, kemudian menguap pada waktu jatuh sehingga meninggalkan droplet nuklei (inti tetesan) yang mampu bertahan dalam sirkulasi udara di dalam ruangan selama berjam-jam, bahkan berhari-hari (Slamet, J.S., 2002).
2.2.2. Jenis Bakteri Udara
Bakteri yang sering ditemukan pada umumya dari jenis basil gram positif baik berspora maupun non spora, basil gram negatif dan kokus gram positif. Bakteri yang biasanya terdapat dalam mulut dan tenggorokan orang normal seperti Staphylococcus sp, Streptococcus sp ditemukan di udara melalui batuk, bersin, dan berbicara. Beberapa jenis lain yang terdeteksi mencemari udara antara lain : Pseudomonas sp, Klebsiella sp, Proteus sp, Bacillus sp dan golongan jamur (Waluyo, L., 2007).
2.2.3. Jumlah Bakteri Udara Ruangan
Droplet dapat mempengaruhi jumlah bakteri udara. Bakteri disebarkan melalui droplet dan hidung atau mulut selama batuk, bersin, dan bicara. Droplet dalam ukuran kecil tetap tersuspensi di udara untuk periode waktu yang lama, sedangkan yang lebih besar jatuh dengan cepat sebagai debu. Selama ada aktivitas dalam ruangan, debu kembali melayang-layang sebagai akibat adanya gerakan udara
Ada beberapa hal yang mempengaruhi tingkat kepadatan bakteri yaitu yang bersifat meningkatkan pertumbuhan jasad renik antara lain ruang tertutup dan gelap, kelembabab udara, dan orang yang tinggal di ruangan tersebut.
Sedangkan yang bersifat mengurangi pertumbuhan bakteri antara lain sinar matahari, perputaran udara bebas dengan udara luar, pemberian sinar ultra violet, tindakan aseptik setiap orang di dalamnya dan suhu udara (Wasetiawan, 2008).
2.2.4. Penyakit Menular Lewat Udara
Bakteri yang tersebar bersama-sama dengan aerosol yang ada di udara dikenal dengan istilah bioaerosol. Dampak kesehatan dari bioaerosol, pada dasarnya berbeda-beda tergantung dari bahan-bahan di dalamnya. Kebanyakan dari bioaerosol adalah non pathogen dan hanya dapat dirasakan oleh orang yang sensitif. Setiap bakteri pathogen, selalu dapat menginfeksi pada keadaan tertentu.
Penyakit yang disebabkan oleh bakteri di udara ruang diklasifikasikan sebagai penyakit yang menular lewat udara (air borne diseases). Beberapa bakteri yang disebabkan airborne diseases ditampilkan dalam tabel berikut ini (Slamet, J.S., 2002).
Tabel 2 : Beberapa Penyakit Menular Lewat Udara (Slamet, J.S., 2002)
Agen Penyakit
Corynebacterium diphtheriae Difteri Mycobacterium tuberculosis Tuberculosis Bordetella pertusis Pertusis
Diplococcus pneumoniae Pneumonia
2.3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri
2.3.1. Nutrien : Nutrien/ zat makanan yang digunakan untuk pertumbuhan bakteri harus mengandung sumber karbon, sumber nitrogen, mineral (sulfur, posfat) dan faktor-faktor pertumbuhan yang meliputi asam amino, purin,
pirimidin dan vitamin.Persyaratan untuk pertumbuhan bakteri beraneka ragam sesuai dengan jenis bakterinya. Beberapa bakteri dapat memperbanyak diri pada berbagai jenis nutrisi, sedangkan yang lain mempunyai kekhususan dan hanya membutuhkan jenis nutrisi tertentu untuk pertumbuhannya (Jawetz , 2005).
2.3.2. Suhu : Suhu optimal untuk pertumbuhan bagi bakteri sangat bervariasi tergantung pada jenis bakteri itu sendiri. Pada suhu yang tepat (optimal), sel bakteri dapat memperbanyak diri dan tumbuh sangat cepat. Sedangkan pada suhu yang lebih rendah atau lebih tinggi, masih dapat memperbanyak diri, tetapi dalam jumlah yang lebih kecil dan tidak secepat jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada suhu optimalnya.Berdasarkan rentang suhu di mana dapat terjadi pertumbuhan, bakteri dikelompokan menjadi tiga :
a. Psikrofilik : -5- 300C, optimum pada 10-200C. b. Mesofilik : 10 - 450C, optimum pada 20 - 400C. c. Termofilik : 25 - 800C, optimum pada 50 - 600C.
Suhu optimal biasanya mencerminkan lingkungan normal bakteri tersebut, oleh karena itu bakteri yang patogen bagi manusia biasanya tumbuh optimal pada suhu 370 (Staf Pengajar FKUI, 1995).
2.3.3. Kelembaban : Kelembaban sangat penting untuk pertumbuhan bakteri. Bakteri membutuhkan kelembaban yang tinggi, pada umumnya untuk prtumbuhan bakteri yang baik dibutuhkan kelembaban di atas 85 %. Udara yang sangat kering dapat membunuh bakteri, tetapi kadar kelembaban minimum yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan bakteri bukanlah
merupakan nilai pasti. Kandungan aiar atau kelembaban yang terjadi dan tersedia, bukan total kelembaban yang ada, juga dapat mempengaruhi pertumbuhan bakteri.
2.3.4. Pencahayaan : Cahaya yang berasal dari sinar matahari dapat mempengaruhi pertumbuhan bakteri. Bakteri lebih menyukai kondisi gelap, karena terdapatnya sinar matahari secara langsung dapat menghambat pertumbuhan bakteri (Jawetz, et al,. 2005).
2.3.5. Konsentrasi Ion Hidrogen (pH) : pH medium biakan juga mempengaruhi kecepatan pertumbuhan, untuk pertumbuhan bakteri juga terdapat rentang ph dan ph optimal. Pada bakteri patogen ph optimalnya 7,2 – 7,6. Meskipun medium pada awalnya dikondisikan dengan pH yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, tetapi secara bertahap besarnya pertumbuhan akan dibatasi oleh produk metabolit yang dihasilkan bakteri tersebut. Bermacm-macam sistem yang mencerminkan luas renatang pH diperlihatkan oleh berbagai bakteri. Asidofil memiliki nilai rentang pH 6,5 – 7,0, mesofil memiliki nilai rentang pH 7,5 – 8,0 dan alkalofil memiliki nilai rentang pH 8,4 – 9,0. Bakteri fermentatif memperlihatkan rentang nilai pH yang lebih tinggi, karena produk fermentatif yang bersifat asam dan akumulasinya mengakibatkan gangguan keseimbangan pH dan pembatasan pertumbuhan. 2.3.6. Oksigen : Kebutuhan oksigen pada bakteri tertentu mencerminkan mekanisme yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan energinya. Berdasarkan kebutuhan oksigen tersebut, bakteri dapat dipisahkan menjadi lima kelompok :
a. Anaerob obligat yang tumbuh hanya dalam keadaan tekanan oksigen sangat rendah dan oksigen bersifat toksik.
b. Anaerob aerotoleran yang tidak mati dengan adanya paparan oksigen. c. Anaerob fakultatif, dapat tumbuh dalam keadaan aerob dan anaerob. d. Aerob obligat, membutuhakan oksigen untuk pertumbuhannya.
e. Mikroaerofilik yang tumbuh baik pada tekanan oksigen rendah, tekanan tinggi dapat menghambat pertumbuhannya (Staf Pengajar FKUI, 1995). 2.4. Pemeriksaan Angka Bakteri Udara
Pengambilan sampel udara untuk menentukan kandungan bakteri memerlukan peralatan khusus. Banyak terdapat peralatan dengan bermacam-macam jenisnya dengan kelebihan dan kekurangannya.
Secara umum peralatan tersebut dapat di bagi menjadi dua kelompok, yaitu padat dan cair (Solid Impingement Device dan Liquid Impingement Device). Pada Solid Impingement Device, bakteri dikumpulkan pada permukaan media agar
padat, baik secara langsung atau tidak langsung melalui penyaringan. Pada
Liquid Impingement Device, sampel udara dalam bentuk spray dapat dialirkan langsung dalam suatu media cair. Campuran cairan tersebut selanjutnya disebarkan pada plate.
Beberapa alat dan teknik yang digunakan untuk analisa bakteri udara antra lain :
2.4.1. Setling Plate : Teknik ini dilakukan dengan memaparkan cawan petri yang berisi suatu media agar yang dibuka sehingga permukaan agar terpapar
ke udara untuk beberapa menit. Setelah cawan petri di inkubasi akan tampak pertumbuhan sejumlah koloni. Masing-masing koloni menunjukan satu bakteri yang jatuh pada permukaan agar.
Teknik pengambilan seperti ini agak kasar dan umumnya digunakan lebih ke arah evaluasi kualitatif, hanya partikel-partikel tertentu saja yang akan jatuh di atas cawan pada waktu tertentu dan udara yang diperlukan untuk sampel tidak diketahui volumenya, tetapi untuk tujuan mengisolasi bakteri udara teknik ini dapat dipakai. Dengan pengulangan settle plate ini pada periode waktu tertentu dapat digunakan untuk memperoleh suatu dugaan adanya kontaminan udara dan gambaran tentang jenis bakteri yang di bawa debu pada suatu daerah.
2.4.2.Membran Filter : Prinsip kerja instrumen membran filter pada dasarnya mirip dengan prinsip kerja alat pengambil air. Udara disaring melalui suatu saringan khusus yang diletakkan pada bagian alat penyaring dan partikel-partikel akan tertahan di atas saringan. Saringan selanjutnya diletakan pada suatu piringan yang terbuat dari kertas penyerap yang penuh dengan media pertumbuhan yang sesuai dan kemudian di inkubasikan. Bakteri yang terdapat pada saringan tersebut dapat langsung diuji secara mikroskopis.
2.4.3. Bubling :Metode dilakukan dengan cara mengalirkan sejunlah udara yang terukur melalui media cair seperti isotonic saline, kemudian campuran tersebut dituangkan ke dalam cawan petri.
2.4.4. Sand Filtration : Metode ini dilakukan dengan cara mengalirkan udara yang terukur jumlahnya melalui suatu lapisan pasir steril dalam tabung gelas kecil. Pasir tersebut kemudian dicampur dalam saline isotonic steril, kemudian dikocok dan campuran supernatan tersebut dituangkan pada cawan petri.Metode ini mempunyai keuntungan, yaitu konstruksinya sederhana dan mudah dibawa. Pasir harus diseleksi untuk mendapatkan ukuran yang tepat dan sterilisasi dilakukan secara hati-hati untuk menghindari perlekatan. Faktor lain yang diperhatikan adalah bahwa hanya bakteri yang bertahan hidup saja yang terdeteksi pada selang mulai pengambilan sampel sampai pembiakan pada cawan petri dapat diobservasi. 2.4.5. Well’s Air Centrifuge : Pada metode ini bakteri diendapkan pada
media perbenihan. Sentrifuge menyebakan seejumlah udara yang telah terukur volumenya mengalir melalui alat Well’s Air Centrifuge dan mengumpulkan bakteri pada media yang tepat dalam botol steril. Botol-botol steril tersebut di inkubasikan, koloni yang tumbuh dihitung dan diamati tanpa perlu memindahkan ke cawan petri.
2.4.6. Atomisasi : Metode ini digunakan untuk menghasilkan suatu lapisan cair sekeliling partikel pada masing-masing bakteri. Kabut yang mengandung bakteri diabsorpsi dalam suatu tempat yang berisi campuran kaldu (broth) dan minyak zaitun (olive oil) steril. Campuran tersebut kemudian dibiakan pada cawan petri.
2.4.7. Sieve dan Slit Sampler : Sampler tipe Sieve sampler dioperasikan dengan mengalirkan udara yang terukur volumenya pada suatu tutup logam
berlubang-lubang yang di bawahnya terdapat cawan petri berisi media agar. Partikel-partikel yang terkandung dalam udara akan tersemprot ke atas permukaan agar. Cawan petri tersebut kemudian di inkubasikan untuk memberi kesempatan koloni tumbuh. Pemakaian Slit sampler prinsipnya sama seperti Sieve sampler, yaitu menyemprotkan partikel pada permukaan agar, tetapi pada Slit sampler lebihteliti. Pada pelaksanaannya, udara dialirkan dengan kecepatan tinggi melalui suatu celah sempit di atas cawan petri berisi media agar. Cawan petri diputar dengan kecepatan tetap di bawah slit kira-kira seukuran jari-jari cawan petri. Pemutaran cawan petri di bawah slit selama penyemprotan sampel menyebabkan hampir seluruh organisme berada di atas permukaan. Kecepatan rotasi diatur sesuai kecepatan populasi organisme.
2.4.8. Bio-test RCS Air Sampler : Pemakaian alat Bio-test Air Sampler, prnisip pengoperasiannya dengan mengalirkan udara yang terukur volumenya (40 liter) pada suatu kipas dan di dalam pelindung kipas sudah terpasang media agar strip dengan posisi permukaan agar strip mengarah ke kipas. Alat akan berhenti secara otomatis sesuai dengan setting waktu yang dikehendaki, setelah itu agar strip dilepasdari tempatnya dan di inkubasikan dalam inkubator (Bryan A.H., 1982).
2.5. Persyaratan Sanitasi Ruang Kelas
Mengacu pada Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri : suhu 18 – 280C, kelembaban 40 – 60 %, angka bakteri kurang
Faktor faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kuman : a. Nutrien b. Suhu c. Kelambaban d. Pencahayaan e. Kebutuhan oksigen f. pH Ruang kelas Ber-AC
Ruang kelas tidak Ber-AC
Angka bakteri udara Keanekaragaman
spesies bakteri
Infeksi
Sakit dari 700 CFU/ m2, bebas bakteri patogen dan untuk pencahayaan mengacu pada SNI 03-6197-2000 Standar Nasional Indonesia ICS 91.160.01 tentang konservasi energi pada sistem pencahayaan, bahwa tingkat pencahayaan untuk ruang kelas minimal 250 lux.
2.6. Kerangka Teori
Gambar 1. Kerangka teori
Keanekaragaman Spesies Bakteri Dan Perbedaan Angka Bakteri Udara Dalam Ruang Kelas Di SMK Theresiana Semarang
2.7. Kerangka Konsep
Variabel bebas Variabel terikat
Gambar 2. Kerangka konsep
Keanakaragaman Spesies Bakteri Dan Perbedaan Angka Bakteri Udara Dalam Ruang Kelas Di SMK Theresiana Semarang
Keterangan : * dikendalikan 2.8. Hipotesa :
Sesuai dengan tujuan dan kerangka konsep yang telah diuraikan di atas maka hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan angka bakteri udara dalam ruang kelas ber-AC dan tidak ber-AC di SMK Theresiana Program Keahlian Analis Kesehatan Semaranng.
Ruang Kelas Ber-AC Ruang Kelas Tidak Ber-AC
Angka Bakteri Udara
Keanekaragaman spesies bakteri Suhu Kelembaban Pencahayaan Kepadatan hunian* Volume ruangan Sistem ventilasi Kebersihan ruangan