1
Persaingan bisnis di era globalisasi saat ini menjadi sangat ketat. Berbagai cara dilakukan oleh perusahaan untuk meluncurkan berbagai produk baru yang seakan-akan tidak pernah berhenti dengan produknya yang sangat beragam. Salah satu masalah utama perusahaan dalam menyusun strategi produknya adalah pemberian merek (Rahmadhany, 2011).
Merek memang bukan sekedar nama, istilah, tanda, simbol atau kombinasinya. Lebih dari itu, merek adalah janji perusahaan untuk secara konsisten memberikan features, benefits dan services kepada para pelanggan. Dan janji inilah yang membuat masyarakat mengenal merek tersebut, lebih daripada merek yang lain. Dalam dunia industri, istilah merek menjadi salah satu kata yang popular dalam kehidupan sehari-hari. Merek sekarang tidak hanya dikaitkan oleh produk tetapi juga dengan berbagai strategi yang dilakukan oleh perusahaan (Knapp, 2002).
Salah satu strategi perusahaan yang digunakan adalah dengan perluasan merek dimana perusahaan mengembangkan produk baru yang berbeda kategorinya namun menggunakan nama merek yang sama dengan nama merek produk sebelumnya (Kotler, 2002). Suatu produk dengan merek yang telah dikenal sebelumnya tidak lagi hanya dilihat fungsi produknya semata, namun juga dilihat dari nilai emosional keseluruhan (Mortimer, 2002).
Strategi ini dinilai akan lebih efektif dan lebih efisien karena memanfaatkan image merek produk sebelumnya atau memanfaatkan brand recognition (nama merek yang sudah dikenal luas), sehingga konsumen tidak asing dengan produk yang ditawarkan perusahaan (Rangkuti, 2002). Beberapa manfaat strategi perluasan merek (brand extension) yang pertama adalah mengurangi persepsi risiko ditolaknya produk tersebut oleh pelanggan. Selain itu, perluasan merek dapat meningkatkan efisiensi dalam biaya distribusi dan promosi (Aaker dan Keller, 1990).
Merek erat kaitannya dengan keputusan konsumen dalam hal pembelian produk. Oleh karena itu, perusahaan menyadari merek sebagai aset perusahaan yang paling bernilai karena disatu sisi dimana ketika perusahaan tidak dapat lagi memproduksi produk mereka di dalam negeri, merek mereka akan tetap memperoleh kesetiaan pelanggan. Hal ini terjadi karena seiring dengan bertambahnya jumlah produk di pasaran, konsumen lebih bergantung pada merek yang mereka ketahui dan percayai dan bergantung pada perusahaan yang memproduksi merek-merek tersebut (Egolf, 2005).
Banyak perusahaan di Indonesia yang sudah menerapkan strategi perluasan merek, salah satunya adalah PT. Mahakam Beta Farma yang bergerak pada bidang obat-obatan produksi dalam negeri yang bersifat terapeutis maupun antiseptis. Salah satu produknya yang terkenal adalah merek Betadine. Keberhasilan produk ini erat kaitannya dengan sambutan masyarakat yang baik dengan adanya obat antiseptik yang terpercaya dan terbukti secara klinis mampu membasmi berbagai jenis kuman dalam waktu singkat. Betadine semakin
terpercaya dengan digunakanannya obat ini oleh NASA dalam perjalanan luar angkasa (Mahakam Beta Farma, 2014).
Dengan keberhasilan merek Betadine ini mendorong perusahaan tersebut untuk mengembangkan produknya dengan mengandalkan kesuksesan merek Betadine. Kini PT. Mahakam Beta Farma mengembangkan produknya dengan meluncurkan Betadine Antiseptic Solution, Betadine Feminine Hygiene Solution untuk kewanitaan, Betadine Skin Cleanser, Betadine Ointment (Betadine salep), Betadine Gargle (obat kumur) dan Betadine Shampoo yang semua ini masih mempunyai kesamaan fungsi produk sebagai antiseptik (Mahakam Beta Farma, 2014).
Betadine Feminine Hygiene Solution merupakan produk paling baru dari perluasan merek Betadine yang mengandung bahan aktif povidone 10% yang mempunyai fungsi untuk menjaga kebersihan kewanitaan dan mencegah bau, gatal-gatal, keputihan serta masalah yang berhubungan dengan kewanitaan lain yang disebabkan oleh kuman dan jamur. Produk ini cukup memiliki perbedaan yang lumayan jauh dari produk asal yaitu Betadine, karena Betadine sendiri telah tertanam di benak konsumen sebagai obat penyembuh luka (Mahakam Beta Farma, 2014).
Perusahaan yang meluncurkan produk baru hasil perluasan merek, produk tersebut akan membawa asosiasi yang baru, asosiasi tersebut akan berasimilasi dengan asosiasi yang sudah ada. Asosiasi baru yang sejalan dengan asosiasi yang sudah ada tidak akan terjadi pergeseran brand image bahkan dapat menguatkan brand image yang sudah ada, namun jika asosiasi baru tersebut berbeda dengan
asosiasi yang sudah ada maka akan terjadi pergeseran brand image (Martinez dkk, 2009). Penelitian Aaker dan Keller (1990) dan replikasinya Bottomley dan Doyle (1996), serta Barrett dkk (1999) menemukan bahwa perceived risk berpengaruh secara signifikan pada sikap konsumen terhadap produk perluasan merek.
Berkaitan dengan latar belakang diatas, peneliti ingin mengetahui aspek-aspek yang berkaitan dengan merek, yaitu untuk mengetahui pengaruh perluasan merek terhadap sikap konsumen pada produk perluasan merek Betadine. Mengingat, merek yang terkenal dan sukses dimata konsumen merupakan asset penting bagi perusahaan dalam mengembangkan bisnisnya. Karena merek yang sudah dipercaya konsumen bisa menguasai pasar bisnis.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah reputasi merek Betadine berpengaruh terhadap sikap konsumen pada produk perluasan merek Betadine Feminine Hygiene Solution?
2. Apakah similarity merek Betadine berpengaruh terhadap sikap konsumen pada produk perluasan merek Betadine Feminine Hygiene Solution?
3. Apakah perceived risk merek Betadine berpengaruh terhadap sikap konsumen pada produk perluasan merek Betadine Feminine Hygiene Solution?
4. Apakah innovativeness merek Betadine berpengaruh terhadap sikap konsumen pada produk perluasan merek Betadine Feminine Hygiene Solution?
5. Apakah reputasi, similarity, innovativeness, dan perceived risk berpengaruh secara simultan terhadap sikap konsumen pada produk perluasan merek?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengidentifikasi pengaruh reputasi merek Betadine terhadap sikap konsumen pada produk perluasan merek Betadine Feminine Hygiene Solution.
2. Mengidentifikasi perngaruh similarity merek Betadine terhadap sikap konsumen pada produk perluasan merek Betadine Feminine Hygiene Solution. 3. Mengidentifikasi pengaruh innovativeness merek Betadine terhadap sikap konsumen pada produk perluasan merek Betadine Feminine Hygiene Solution. 4. Mengidentifikasi pengaruh perceived risk merek Betadine pada sikap
konsumen terhadap perluasan merek Betadine Feminine Hygiene Solution. 5. Mengidentifikasi pengaruh reputasi, similarity, innovativeness, dan perceived
risk secara simultan terhadap sikap konsumen pada produk perluasan merek Betadine Feminine Hygiene Solution.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Akademisi
Sebagai sarana aplikasi pembelajaran dan pengembangan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang pemasaran, dan sebagai acuan bagi studi ilmiah tentang bagaimana menganalisis pengaruh perluasan merek induk terhadap sikap konsumen pada produk perluasan merek Betadine.
2. Bagi Perusahaan
Sebagai masukan dan tambahan informasi bagi perusahaan mengenai pengaruh perluasan merek Betadine terhadap sikap konsumen pada produk perluasan merek Betadine Feminine Hygiene Solution.
E. Tinjauan Pustaka
1. Definisi Merek
Menurut American Marketing Association merek adalah nama, istilah tanda, simbol rancangan, atau kombinasi yang dapat mengidentifikasikan barang atau jasa dari seorang atau sekelompok penjual agar dapat membedakan produk tersebut dari produk pesaing (Kotler, 2002). Merek memberi sejumlah keuntungan pada produsen maupun konsumen. Simamora (2002) menyebutkan dengan adanya merek, masyarakat mendapat jaminan tentang mutu suatu produk yaitu dengan memperoleh informasi yang berkaitan dengan merek tersebut.
Merek merupakan bagian dari suatu produk yang penting bagi produsen maupun konsumen. Dalam merek tersebut terdapat logo perusahaan dan nama dagang yang mudah diingat oleh konsumen. Melalui merek yang dikenalnya, konsumen dapat melakukan penilaian secara personal terhadap suatu produk dengan merek tertentu (Sampurno, 2009). Merek memiliki values yang mengandung makna kepercayaan konsumen terhadap merek tersebut dan konsumen menemukan secara intutif ketertarikan yang mempengaruhi keputusan pembelian (Sampurno, 2009). Values dapat dikategorikan sebagai berikut: 1.) Nilai fungsional: “what the does for me”; 2.) Nilai ekspresif: “what a says about me”; 3.) Nilai sentral: “what the and I share at a fundamental level” (Blackett dan Robins, 2011).
Merek adalah nama dan atau simbol yang bersifat membedakan (seperti sebuah logo, cap atau kemasan) dengan maksud mengidentifikasi barang dan
jasa dari seorang penjual atau sebuah kelompok penjual tertentu. Dengan demikian suatu merek membedakannya dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh pesaing. (Aaker dalam Rangkuti, 2002).
Menurut Kotler (2002) merek adalah suatu simbol yang kompleks yang menjelaskan 6 tingkatan pengertian yaitu:
a. Merek sebagai atribut
Merek memberi ingatan atau mengingatkan pada atribut-atribut tertentu dari suatu produk.
b. Merek sebagai manfaat
Dimana merek lebih dari serangkaian atribut, pelanggan tidak membeli atribut tetapi merek memberi manfaat. Atribut perlu diterjemahkan menjadi manfaat fungsional dan emosional. Manfaat fungsional biasanya berkaitan dengan fungsi-fungsi yang dilakukan sebuah produk. Manfaat emosional diperoleh pelanggan berupa stimulasi terhadap emosi dan perasaannya.
c. Merek sebagai nilai
Nilai merek menyatakan sesuatu tentang nilai produk, nilai produsen atau pemegang merek, dan nilai pelanggan. Merek yang memiliki nilai tinggi akan dihargai oleh konsumen sebagai merek yang berkelas sehingga dapat mencerminkan siapa pengguna merek tersebut.
d. Merek sebagai budaya
Merek dianggap sebagai budaya karena merek bisa mewakili budaya tertentu.
e. Merek sebagai kepribadian
Merek juga mencerminkan kepribadian tertentu, yaitu kepribadian bagi para penggunanya. Jadi diharapkan dengan menggunakan merek, kepribadian si pengguna akan tercermin bersamaan dengan merek yang digunakan.
f. Merek sebagai pemakai
Merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk tersebut.
Tjiptono (2002) menyatakan bahwa merek digunakan untuk beberapa tujuan antara lain:
a. Sebagai identitas yang bermanfaat dalam diferensiasi atau membedakan suatu perusahaan dengan produk pesaingnya. Ini akan memudahkan konsumen untuk mengenalinya saat berbelanja dan saat melakukan pembelian ulang
b. Alat promosi, sebagai daya tarik produk c. Untuk mengendalikan pasar
d. Untuk membina citra dengan memberikan keyakinan, jaminan kualitas serta prestise tertentu kepada konsumen
Manfaat merek bagi konsumen menurut Keller (2006) adalah sebagai berikut:
a. Jika sudah mengenal merek tertentu memudahkan konsumen untuk mengenali mutu dan mengambil keputusan dalam pembelian produk. b. Memberikan efisiensi untuk search cost for product baik internal (seberapa lama konsumen harus berfikir) dan eksternal (seberapa lama konsumen harus menccari di sekitar)
Dengan adanya merek tertentu, konsumen dapat mengaitkan status dan prestige-nya.
2. Loyalitas Konsumen terhadap Merek
Loyalitas merek adalah pilihan yang dilakukan konsumen untuk membeli merek tertentu dibandingkan merek yang lain dalam satu kategori produk (Giddens, 2002). Loyalitas merek sebagai preferensi konsumen secara konsisten untuk melakukan pembelian pada merek yang sama pada produk yang spesifik atau kategori pelayanan tertentu. Walaupun demikian, loyalitas konsumen berbeda dengan perilaku pembelian berulang (repeat purchasing behavior). Perilaku pembelian berulang adalah tindakan pembelian berulang pada suatu produk atau merek yang lebih dipengaruhi oleh faktor kebiasaan (Schiffman dkk, 2004).
Loyalitas merek adalah kelekatan konsumen pada nilai yang tinggi dari suatu merek, dengan kelekatan yang dibangun ini maka konsumen akan menolak segala strategi yang dilakukan oleh competitor merek. Konsumen akan memberikan loyalitas dan kepercayaannya pada merek selama merek
tersebut sesuai dengan harapan yang dimiliki oleh konsumen, bertindak dalam cara-cara tertentu dan menawarkan nilai-nilai tertentu (Aaker, 1996).
Loyalitas pada merek ini timbul karena konsumen mempersepsikan merek tersebut menghasilkan produk yang memiliki sejumlah manfaat dan kualitas dengan harga yang sesuai. Loyalitas merek juga menjadi indikasi adanya kekuatan merek, karena tanpa loyalitas merek tidak akan tercipta kekuatan merek. Hal ini dapat dilihat pada merek-merek yang menjadi pemimpin di pasaran, dapat dipastikan bahwa merek tersebut memiliki pelanggan yang loyal pada merek tersebut (Giddens, 2002).
Loyalitas merek (Brand Loyalty) merupakan ukuran dari kesetiaan konsumen terhadap suatu merek, yaitu inti dari brand equity yang menjadi gagasan sentral dalam pemasaran, karena hal ini merupakan satu ukuran keterkaitan seorang pelanggan pada sebuah merek. Loyalitas memiliki tingkatan sebagaimana dapat dilihat pada piramida loyalitas berikut ini (Rangkuti, 2004):
Gambar 1. Piramida tingkatan loyalitas
Commited
Menyukai merek Pembeli yang puas dengan
biaya peralihan
Pembeli yang puas/bersifat kebiasaan, tidak ada masalah untuk beralih berpindah-pindah, peka terhadap perubahan
Berdasarkan piramida loyalitas di atas, dapat dijelaskan bahwa:
a. Tingkat loyalitas yang paling dasar adalah pembeli tidak loyal atau sama sekali tidak tertarik pada merek-merek apapun yang ditawarkan. Dengan demikian, merek memainkan peran yang kecil dalam keputusan pembelian. Pada umumnya, jenis konsumen seperti ini suka berpindah-pindah merek atau disebut tipe konsumen switcher atau price buyer (konsumen lebih memperhatikan harga di dalam melakukan pembelian)
b. Tingkat kedua adalah para pembeli merasa puas dengan produk yang digunakan, atau minimal ia tidak mengalami kekecewaan. Pada dasarnya, tidak terdapat dimensi setidakpuasan yang cukup memadai untuk mendorong suatu perubahan, terutama apabila pergantian ke merek lain memerlukan suat tambahan biaya. Para pembeli tipe ini dapat disebut pembeli tipe kebiasaan (habitual buyer).
c. Tingkat ketiga berisi orang-orang yang puas, namun mereka memikul biaya peralihan, baik dalam waktu, uanga tau risiko sehubungan dengan upaya untuk melakukan pergantian ke merek lain. Kelompok ini biasanya disebut dengan konsumen loyal yang merasakan adanya suatu pengorbanan apabila ia melakukan penggantian ke merek lain. Para pembeli tipe ini disebut satisfied nuyer.
d. Tingkat keempat adalah konsumen benar-benar menyukai merek tersebut. Pilihan konsumen terhadap suatu merek dilandasi pada suatu asosiasi, seperti simbol. Rangkaian pengalaman dalam menggunakannya, atau kesan kualitas yang tinggi. Para pembeli pada tingkat ini disebut sahabat merek, karena terdapat perasaan emosional dalam menyukai merek.
e. Tingkat teratas adalah para pelanggan yang setia. Mereka mempunyai suatu kebanggaan dalam menemukan atau menjadi pengguna satu merek. Merek tersbeut sangat penting bagi mereka baik dari segi fungsinya, maupun sebagai ekspresi mengenai siapa mereka sebenarnya.
Loyalitas konsumen terhadap suatu produk atau merek sangat penting bagi kelangsungan bisnis perusahaan. Dengan sikap konsumen yang loyal pada suatu merek, maka konsumen tersebut akan setia kepada merek tersebut sehingga perusahaan akan sedikit kemungkinannya dalam hal kehilangan konsumen.
3. Strategi Merek
Menurut Kotler (2002) ada lima pilihan strategi merek yang dapat digunakan oleh perusahaan, yaitu:
a. Perluasan lini (line extension)
Perluasan lini ini dilakukan jika perusahaan memperkenalkan unit produk tambahan dalam kategori produk yang sama dengan merek yang sama. Strategi ini dilakukan apabila perusahaan memiliki
kapasitas produksi atau perusahaan ingin memenuhi selera konsumenyang terus meningkat terhadap tampilan baru.
b. Perluasan merek (brand extension)
Yaitu suatu strategi yang dilakukan perusahaan untuk meluncurkan suatu produk dalam kategori baru dengan menggunakan merek yang sudah ada. Strategi perluasan merek sifatnya menguntungkan karena disatu sisi, merek yang digunakan akan lebih cepat dihargai karena telah dikenal. Hal ini memudahkan perusahaan untuk memasuki pasar dengan kategori produk baru.
c. Multi-merek (multi brands)
Multi merek adalah suatu strategi perusahaan untuk memperkenalkan merek tambahan dalam kategori produk yang sama. Tujuan dari strategi ini adalah untuk mencoba membentuk kesan, dan daya tarik yang lain kepada konsumen sehingga tercipta lebih banyak pilihan. d. Merek baru (new brands)
Merek baru yaitu strategi perusahaan meluncurkan produk dalam suatu kategori baru, tetapi perusahaan tidak mungkin menggunakan merek yang sudah ada lalu menggunakan merek baru. Strategi ini digunakan apabila perusahaan tidak memiliki satu pun merek yang sesuai dengan produk baru yang akan dikeluarkan atau dapat juga akibat citra dari merek yang ada tidak dapat mendukung produk baru tersebut. Perusahaan harus siap dengan segala konsekuensi pemilihan strategi ini karena peluncuran merek baru bukanlah hal
yang mudah mengingat biaya yang dikeluarkan cukup besar terutama untuk promosinya.
Sedangkan menurut Reichfield (Gommans dkk, 2001) keuntungan yang diperoleh oleh suatu merek yang memiliki pelanggan yang loyal adalah :
a. Dapat mempertahankan harga secara optimal
b. Memiliki posisi tawar menawar yang kuat dalam saluran distribusi c. Mengurangi biaya penjualan
d. Memiliki penghalang yang kuat terhadap terhadap produk-produk baru yang memiliki potensi yang besar untuk masuk dalam kategori produk atau layanan yang dimiliki oleh merek tersebut
e. Keuntungan sinergis yang diperoleh dari brand extension yang berhubungan dengan kategori produk atau pelayanan dari merek tersebut.
4. Strategi Perluasan Merek
Perluasan merek (brand extension) didefinisikan oleh Kotler (2002) sebagai penggunaan merek yang sudah ada pada produk baru dimana produk tersebut memiliki kategori yang berbeda dengan merek yang digunakannya. Sedangkan Anand Halve mengatakan bahwa perluasan merek adalah peluncuran suatu produk baru yang memiliki kategori yang berbeda dengan produk yang sudah ada dan produk yang baru tersebut menggunakan nama produk yang sudah ada.
Perluasan merek secara umum diklasifikasikan menjadi dua kategori umum (Keller, 2002), yaitu:
a. Line Extension merupakan strategi perluasan merek untuk mentargetkan segmen pasar baru di dalam kategori produk yang telah ada sebelumnya. Line extension biasanya menawarkan rasa baru, variasi dari bahan tambahan yang baru dan bisa juga menawarkan ukuran produk yang berbeda.
b. Category Extension merupakan strategi perluasan merek untuk mentargetkan segmen pasar baru dengan membuat kategori produk baru yang berbeda dari kategori produk yang telah ada sebelumnya.
Menurut Aaker (1996), adapun hasil yang mungkin terjadi ketika perusahaan menerapkan strategi perluasan merek:
a. Hasil yang baik (good)
Kondisi ini tercipta saat merek perluasan dapat diterima dan disukai oleh konsumen.
b. Hasil yang tidak baik (bad)
Kondisi ini terjadi saat merek perluasan tidak mendapatkan nilai tambah dari merek induk.
c. Hasil yang buruk (ugly)
Kondisi ini terjadi ketika nama merek induk mengalami penipisan image oleh merek perluasannya, akan semakin buruk jika
perusahaan kehilangan kesempatan dalam mengembangkan produk baru.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perluasan merek menurut Hem dkk (2001) antara lain:
a. Reputasi
Reputasi dianggap sebagai hasil yang diperoleh dari kualitas produk, kegiatan pemasaran yang dilakukan perusahaan, penerimaan merek dipasaran, pengalaman konsumen mengenai kepuasan yang dirasakan konsumen dari merek induk, dan informasi yang diketahui mengenai merek tersebut (Gronhaug dkk, 2002). Reputasi yang positif dapat meningkatkan ktertarikan konsumen, lebih mudah untuk masuk pada pasar yang baru, dan lebih mudah menarik konsumen baru. Reputasi merujuk pada persepsi konsumen terhadap kualitas yang terhubung pada merek induk. Dalam kata lain, reputasi merupakan hasil yang diperoleh dari kualitas suatu produk dan pengalaman konsumen dalam menggunakan merek induk. Saat perusahaan meluncurkan produk baru dengan perluasan merek, maka hal yang menjadi latar belakang konsumen untuk menilai kualitas poruk perluasan merek tersebut adalah dengan melihat reputasi merek induknya. Reputasi erat kaitannya dengan keyakinan dan kepercayaan konsumen terhadap keberhasilan perusahaan.
b. Similarity
Similarity (kesamaan) adalah tingkatan dimana konsumen menganggap bahwa produk hasil perluasan memiliki persamaan dengan merek asalnya. Beberapa studi menunjukkan bahwa semakin besar persamaan antara produk perluasan merek dengan merek asalnya maka akan semakin besar pula pengaruh yang diterima oleh konsumen baik positif maupun negatif dari produk hasil perluasan. Bahkan ada pula penelitian yang menyebutkan bahwa konsumen akan membangun sikap yang positif terhadap produk hasil perluasan bila konsumen tersebut menganggap bahwa produk tersebut memiliki kesamaaan dengan merek asalnya.
c. Perceived risk
Perceived risk merupakan penilaian konsumen terhdap ketidaknyamanan terhadap kerugian dan hasil yang akan diterima karena membuat kesalahan dalam pembelian dan menggunakan suatu produk. Perceived risk juga didefinisikan sebagai ketidakpastian yang dihadapi konsumen ketika mereka tidak bisa meramalkan konsekuensi dari sebuah keputusan pembelian.
d. Innovativeness
Innovativeness disini dapat diartikan sebagai ciri kepribadian konsumen yang berhubungan dengan daya penerimaannya terhadap ide-ide baru dan kesediaannya untuk mencoba produk atau merek baru. Konsumen yang memiliki sifat innovativeness
suka untuk melakukan lebih banyak evaluasi pada perluasan merek. Perusahaan perlu untuk menarik banyak konsumen yang memiliki sifat suka mencoba pada hal-hal baru atau mempunyai sifat innovativeness supaya strategi perluasan merek bisa berjalan dengan efisien. Kunci sukses dari perluasan merek ditentukan oleh konsistensi produk perluasan merek dengan merek induk.
5. Profil Perusahaan PT. Mahakam Beta Farma
Gambar 2. PT. Mahakam Beta Farma
(Gambar diadopsi dari Anonim 2014)
PT Mahakam Beta Farma berdiri pada tahun 1980. Perusahaan ini mulai berfungsi dengan memproduksi obat-obatan di bawah lisensi industri obat raksasa Mundipharma AG - Switzerland, juga beberapa perusahaan lain yang menjadi penyalur dan produsen obat-obatan Mundipharma seperti NAPP dari Inggris dan Purdue Frederick dari Amerika Serikat (Mahakam Beta Farma, 2014).
Saat ini PT Mahakam Beta Farma adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang obat-obatan produksi dalam negeri, yang bersifat terapeutis dan antiseptis.Salah satu produknya yang terkenal adalah Betadine.Sambutan
masyarakat terhadap usaha ini sungguh menggembirakan, sehingga pada tahun 1986 pabrik yang ada diperluas dengan gedung baru bertingkat tiga. Direncanakan akan pindah ke kawasan industri Pulo Gadung dengan gedung 4 lantai seluas 7.000 m2. Kelancaran pemasaran serta distribusi yang ditangani PT Daya Muda Agung menjanjikan masa depan yang begitu gemilang bagi PT Mahakam Beta Farma (Mahakam Beta Farma, 2014).
PT. Mahakam Beta Farma mempunyai visi menjadi perusahaan publik yang berskala internasional dengan manajemen yang berfokus pada profesionalisme. Sedangkan misi dari perusahaan ini adalah mengembangkan bisnis di bidang antiseptik dan farmasi melalui pengembangan produk yang saat ini telah mempunyai merek yang kuat (Mahakam Beta Farma, 2014).
6. Profil Produk
i) BetadineAntiseptic Solution
Gambar 3. Betadine Antiseptic Solution
Betadine antiseptic solution merupakan antiseptik yang tersedia bebas untuk mengobati luka. Betadine adalah suatu zat kimia yang mengandung bahan aktif Povidon-Iodine yang mempunyai sifat antiseptik (membunuh kuman) baik bakteri gram positif maupun negatif. Betadine digunakan untuk pengobatan pertama dan mencegah timbulnya infeksi pada luka-luka seperti: lecet, terkelupas, tergores, dan terpotong. Selain itu, Betadine juga digunakan untuk mempersiapkan kulit sebelum operasi, karena merupakan mikrobisida topikal kuat berspektrum luas yang mengandung 10% povidon-iodin. Betadine Antiseptic Solution terdapat dalam kemasan 5 ml, 15 ml, 30 ml, dan 60 ml.
ii) BetadineFeminine Hygiene Solution
Gambar 4. Betadine Feminine Hygiene Solution
(Gambar diapdosi dari Anonim 2014)
Betadine Feminine Hygiene Solution mengandung bahan aktif povidone 10% yang mempunyai fungsi untuk menjaga kebersihan kewanitaan dan mencegah bau, gatal-gatal, keputihan serta masalah yang berhubungan dengan kewanitaan lain yang disebabkan oleh kuman dan jamur. Cara pemakaiannya adalah dengan menuangkan BetadineFeminine Hygiene Solution ke dalam tutup botol sampai penuh (8 ml) kemudian
dicampurkan dengan air sebanyak ½ gayung, setelah tercampur rata, dibasuh pada bagian luar kewanitaan. Akan tetapi, Betadine Feminine Hygiene Solution ini tidak dianjurkan pada wanita hamil atau menyusui serta pada wanita yang menginginkan kehamilan kecuali dengan pengawasan dokter.
F. Landasan Teori
Perluasan merek erat kaitannya dengan strategi pertumbuhan perusahaan. Strategi ini memudahkan perusahaan untuk memasuki pasar dengan kategori produk baru, dan umumnya strategi perluasan merek ini lebih cepat dihargai karena telah dikenal sehingga kehadirannya dengan cepat diterima oleh konsumen. (Rahmadhany, 2012).
Penerimaan produk baru hasil perluasan merek (brand extension) dipengaruhi oleh beberapa faktor. Hem dkk (2001) mengemukakan bahwa kesuksesan perluasan merek dalam sektor industri dipengaruhi oleh reputasi, similarity, perceived risk, dan innovativeness dan reputasi merek induk merupakan faktor penting yang mempengaruhi perlasan merek. Pada penelitian yang dilakukan oleh Rokhman dkk (2010) pada produk kefamasian menyatakan bahwa perluasan merek berpengaruh terhadap brand image suatu produk, dimana brand image akhir dipengaruhi secara signifikan oleh sikap konsumen terhadap perluasan merek dan initial brand image aau ang disebut dengan reptuasi merk induk. Dalam penelitiannya, Rokhman dkk (2010) juga menyatakan bahwa innovativeness bisa sebagai moderator dalam mempengaruhi sikap konsumen terhadap perluasan merek.
Peneliti lain, Rahmadhany (2012) pada produk Pepsodent moutwash menemukan bahwa dimensi similarity, brand reputation, perceived risk, innovativeness dapat mempengaruhi produk perluasan merek secara signifikan. Tetapi, dimensi yang paling berpengaruh pada minat beli konsumen adalah dimensi innovativeness yang berkaitan dengan perluasan yang dilakukan suatu produk sesuai dengan responden yang ingin mencoba produk baru.
G. Hipotesis
Hipotesis merupakan dugaan sementara atas permasalahan dalam penelitian dan memerlukan penelitian untuk menguji kebenaran dugaan tersebut. Hipotetis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah:
1. H1 : Reputasi berpengaruh signifikan terhadap sikap konsumen pada produk perluasan merek
2. H2 : Similarity berpengaruh signifikan terhadap sikap konsumen pada produk perluasan merek
3. H3 : Innovativeness berpengaruh signifikan terhadap sikap konsumen pada produk perluasan merek
4. H4 : Perceived risk berpengaruh signifikan terhadap sikap konsumen pada produk perluasan merek
5. H5 : Reputasi, Similarity, Innovativeness, Perceived risk berpengaruh signifikan terhadap sikap konsumen pada produk perluasan merek.