• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBUATAN MODEL TIGA DIMENSI (3D) HASIL INTEGRASI DATA LiDAR DAN DATA SURVEI HIDROGRAFI Studi Kasus Pelabuhan Jayapura

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBUATAN MODEL TIGA DIMENSI (3D) HASIL INTEGRASI DATA LiDAR DAN DATA SURVEI HIDROGRAFI Studi Kasus Pelabuhan Jayapura"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUATAN MODEL TIGA DIMENSI (3D)

HASIL INTEGRASI DATA LiDAR DAN DATA SURVEI HIDROGRAFI

Studi Kasus Pelabuhan Jayapura

(Three Dimension Modelling Integration LiDAR Data and Hydrographic Data Survei

Case Study at Jayapura Port)

Sandi Aditya, Andri Daniel Parapat, Wahyudi Nugraha

Pusat Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai Badan Informasi Geospasial Jalan Raya Jakarta-Bogor KM 46 Cibinong 16911 Jawa Barat, Indonesia

E-mail: sandi.aditya@big.go.id

ABSTRAK

Visualisasi informasi geospasial tiga dimensi (3D) untuk penyajian data batimetri yang diperoleh dari hasil survei hidrografi terhitung jarang dilakukan. Hal ini dikarenakan kegiatan survei yang dilakukan pada Pusat Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai (PPKLP) Badan Informasi Geospasial (BIG) pada saat dahulu masih dilakukan pada skala menengah (1:50.000 dan 1:25.000). Seiring dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan data pada skala yang lebih besar (1:10.000) terutama untuk mendukung program nasional tol laut di daerah pelabuhan-pelabuhan, maka PPKLP sudah mulai menerapkan metode dan peralatan survei yang lebih baik. Kualitas data hasil survei akan semakin terlihat pada skala besar dan dengan divisualisasikan pada bentuk 3D. Pada penelitian ini, penulis membentuk Digital Elevation Model

(DEM) laut hasil survei hidrografi kemudian menggabungkan dengan DEM darat dari data LiDAR dalam satu referensi tinggi EGM 2008. Hasil penggabungan kedua DEM divisualisasikan dalam bentuk 3D yang dapat memerlihatkan DEM yang kontinu dari darat ke laut serta penggambaran posisi garis pantai pada saat pasang tertinggi, rata-rata, dan surut terendah.

Kata kunci: 3 Dimensi, DEM, Batimetri, LiDAR

ABSTRACT

Visualization of three dimensional (3D) geospatial information for the presentation of bathymetric data obtained from the hydrographic survey is rarely done. This is because survei activities conducted at the Center of Marine and Coastal Mapping (PPKLP) Geospatial Information Agency (BIG) in the past were done on a medium scale (1:50,000 and 1:25,000). Along with technological developments and data needs on a larger scale (1:10,000) especially to support national marine toll programs in port areas, the PPKLP has begun to apply more qualified survei methods and equipment. The quality of survei data will be more visible on a large scale and visualized in 3D. In this study, the authors form the marine Digital Elevation Model (DEM) of the hydrographic survei results then combine with ground DEM from LiDAR data in one high reference EGM 2008. The results of merging two DEMs are visualized in 3D which can show a continuous DEM from land to sea as well as coastline depiction at the highest water level, mean sea level, and lowest water level.

Keywords: 3 Dimension, DEM, Bathymetry, LiDAR

PENDAHULUAN

Sejak perkembangan teknologi di bidang survei dan pemetaan semakin berkembang, kebutuhan akan data survei pemetaan semakin tinggi dan menuntut tersedianya informasi geospasial yang lebih teliti dan visualisasi yang hanya sebatas dua dimensi (2D) akan berkembang ke arah tiga dimensi (3D). Hal ini menuntut Badan Informasi Geospasial (BIG) sebagai penyedia informasi geospasial menurut Undang-Undang No. 4 Tahun 2011 Tentang Informasi Geospasial (UUIG) untuk dapat menyediakan informasi geospasial teliti dan mengikuti perkembangan teknologi dalam akuisisi maupun penyajian dalam skala yang besar.

(2)

memetakan wilayah darat dilaksanakan oleh Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim (PPRT) BIG dengan luaran Peta Rupabumi Indonesia (RBI) sampai skala terbesar 1:1000. Peta LLN, LPI, dan RBI harus memiliki referensi horizontal dan vertikal dengan ketelitian tinggi yang disediakan oleh Pusat Jaring Kontrol Geodesi dan Geodinamika (PJKGG) BIG.

PPKLP sudah mulai mengerjakan pemetaan dengan skala 1:10.000 di beberapa lokasi pelabuhan untuk mendukung program tol laut yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo. Survei hidrografi dengan spesifikasi orde spesial IHO SP44 5th edition digunakan dalam pemetaan

laut skala besar ini dengan referensi vertikal Chart Datum (CD) dari nilai Lowest Astronomical Tide

(LAT). Hidrografi adalah cabang ilmu yang berkepentingan dengan pengukuran dan deskripsi sifat serta bentuk dasar perairan dan dinamika badan air. Data mengenai fenomena dasar perairan dan dinamika badan air diperoleh melalui pengukuran yang kegiatannya disebut sebagai survei hidrografi (Poerbandono dan Djunarsjah, 2005).

PPRT sendiri sudah melakukan pemetaan wilayah darat dalam skala besar baik itu 1:10.000, 1:5.000, dan 1:1.000 dengan menggunakan data Light Detection and Ranging (LiDAR) dan foto udara sebagai data dasar. Referensi vertikal yang digunakan adalah Earth Geoid Model (EGM) 2008. LiDAR adalah sebuah teknologi deteksi jarak jauh menggunakan properti cahaya yang ditransmisikan untuk mengetahui jarak dan informasi dari target yang dituju. Metode untuk menentukan jarak suatu objek adalah dengan menghitung selang waktu antara transmisi pulsa dan deteksi sinyal yang direfleksikan (NOAA, 2012).

Penelitian kali ini dimaksudkan untuk mencoba menyajikan data titik kedalaman hasil survei hidrografi menggunakan multibeam echosounder pada pemetaan laut skala 1:10.000 dan data titik tinggi dari data LiDAR skala 1:5.000 di daerah Pelabuhan Jayapura dalam bentuk model 3D. Data yang digabungkan dibuat dalam bentuk Digital Elevation Model (DEM) dengan membuat kedua data berada dalam satu referensi vertikal yang sama.

DEM adalah teknik penyimpanan data tentang topografi suatu terrain. Suatu DEM merupakan penyajian koordinat (X, Y, H) dari titik-titik secara digital, yang mewakili bentuk topografi suatu

terrain (Dipokusumo dkk, 1983). DEM sudah lama dikenal dan diaplikasikan di berbagai belahan dunia, baik untuk penelitian, pendidikan, maupun dunia komersial. Penelitian dan publikasi tentang DEM dapat dijumpai pada banyak literatur, misalnya di dalam O’Callaghan and Mark (1984), Jenson and Domingue (1988), Fairfield and Leymarie (1991), Costa-Cabral and Burges (1994), Garbrecht and Martz (1997), Quinn et. al., (1991), dan Tarboton (1997).

Model 3D yang terbentuk merupakan langkah awal dalam kegiatan unifikasi referensi vertikal dengan DEM yang kontinu dari darat ke laut yang dapat digunakan untuk berbagai macam kebutuhan, salah satunya adalah penentuan garis pantai. Garis pantai menurut UUIG adalah garis pertemuan antara daratan dengan lautan yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Garis pantai ini terbagi menjadi tiga, yaitu garis pantai pasang tertinggi, muka air laut rata-rata, dan surut terendah. Pembuatan model 3D ini selain membuat kenampakan topografi dari wilayah laut dan daratan ikut juga disertakan bangunan-bangunan yang ada di daerah Kota Jayapura dalam level of detail 1 ilustrasi seperti ditunjukkan dalam Gambar 1.

Sumber:The concept of level of detail in 3D city models Gist Report No. 62 Gambar 1. Jenis-jenis level of detail dalam 3D city model

(3)

METODE

Data yang digunakan untuk melakukan pembuatan model 3D ini, antara lain:

1.Titik kedalaman yang diperoleh dari survei hidrografi yang sudah dikoreksi terhadap nilai pasang surut yang memiliki referensi vertikal pada CD dengan nilai LAT;

2.Titik tinggi yang berasal dari data LiDAR yang direferensikan terhadap EGM 2008; 3.Data imagery yang diperoleh dari SAS Planet

4.Unsur bangunan dan transportasi yang didapatkan dari Peta RBI skala 1:5.000. Diagram alir dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram alir penelitian

Data titik kedalaman memiliki referensi vertikal pada bidang CD dengan nilai LAT sedangkan referensi vertikal yang digunakan pada data titik tinggi dan layer bangungan serta transportasi memiliki referensi vertikal EGM 2008. Dalam penyatuan dua data yang berbeda tersebut diperlukan suatu penghubung, dan yang menjadi penghubung adalah data Model Pasut yang didapatkan dari PJKGG BIG. Hal ini dikarenakan referensi vertikal pada bidang LAT yang didapatkan dari pengolahan data pasut survei hidrografi pada data titik kedalaman tidak memiliki korelasi dengan EGM 2008. Sedangkan untuk Model Pasut PJKGG menggunakan referensi vertikal EGM 2008. Untuk perbandingan data antara data pasut dari survei hidrografi dan model pasut yang dihasilkan dari PJKGG dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbandingan nilai koefisien pasut dari survei hidrografi dan PJKGG Unsur Pasut Pasut Survei Hidrografi Model Pasut PJKGG

LAT 0 0.42

MSL 0.86 1.25

HAT 1.48 1.94

Z0 0.86 0.83

Tunggang Pasut 1.48 1.52

Untuk menyatukan data darat dan laut yang pertama harus dilakukan adalah melihat perbedaan Z0 dan Tunggang Pasut antara Pasut dari hasil survei hidrografi dan Model Pasut PJKGG. Dari Tabel 1 di atas terlihat bahwa perbedaan antara Z0 dan Tunggang Pasut antara Pasut PKLP dan Model pasut PJKGG hanya sekitar 5 cm sehingga dapat dikatakan data pasut hasil survei hidrografi dan Model Pasut PJKGG tidak memiliki perbedaan yang signifikan, sehingga untuk kebutuhan visualisasi data Model Pasut PJKGG bisa digunakan langsung. Oleh karena itu, bisa dilihat bahwa nilai LAT dari pengolahan pasut survei hidrografi lebih tinggi 0,42 meter dari EGM

(4)

2008 dan LAT dianggap sama, sehingga semua data yang digunakan dalam pemodelan ini menggunakan EGM 2008 sebagai referensi vertikal. Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini adalah ArcGIS 10.4.1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pekerjaan yang dilakukan PPKLP selama ini disajikan dalam bentuk 2D dengan luaran Peta LLN (Lingkungan Laut Nasional) atau Peta LPI (Lingkungan Pantai Indonesia) seperti yang dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Peta LPI Skala 1:10.000 wilayah Jayapura

Gambar 4. DEM darat (kiri) dan DEM laut (kanan)

Data titik kedalaman dan titik tinggi dibuat dalam bentuk DEM menggunakan perangkat lunak ArcMap dalam ArcGIS dan didapatkan DEM yang dapat dilihat pada Gambar 4. Karena data titik kedalaman dan titik tinggi sudah dalam bentuk DEM dan sudah dalam referensi vertikal yang

(5)

sama, pemodelan 3D sudah dapat dilakukan pada perangkat lunak ArcScene dalam ArcGIS. Data yang dimasukkan ke dalam perangkat lunak ArcScene adalah DEM laut, DEM darat, data imagery,

layer bangunan dan transportasi yang memiliki nilai ketinggian. Semua data diproses, dimodelkan, dan divisualisasikan dalam bentuk 3D. Hasil visualisasi 3D dapat dilihat pada Gambar 5.

Dari hasil visualisasi terlihat bahwa garis pantai surut terendah, muka laut rata-rata, dan pasang tertinggi dapat terlihat dengan jelas. Hal ini dikarenakan data yang digunakan merupakan data skala besar. Visualisasi peristiwa pasang surutnya muka air laut juga bisa jelas terlihat dengan batas garis pantai yang terbentuk. Bentuk bangunan dengan LoD 1 dapat dimunculkan, sehingga dapat terlihat area-area di mana bangunan berdiri di wilayah penelitian. Bangunan juga terlihat muncul di pesisir pantai. Visualisasi bangunan ini dapat dilihat pada Gambar 6.

(6)

Visualisasi 3D dari pemodelan ini kemudian dibandingkan dengan visualisasi 3D pada Google Earth. Hasilnya tidak memiliki perbedaan jauh dan dapat terlihat model 3D hasil pemodelan lebih terlihat nyata sesuai kenampakan asli (Gambar 6).

Gambar 7. Perbandingan visualisasi 3D dari pemodelan dengan 3D dari Google Earth

KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa pembuatan model hasil integrasi data darat dan laut sudah dapat dilakukan, akan tetapi dalam penyatuan referensi vertikal masih dilakukan secara sederhana dan banyak faktor yang diabaikan dalam menyatukan referensi. Pada penelitian ini, penulis masih menganggap daerah laut memiliki nilai selisih EGM dan LAT yang sama padahal seharusnya nilai perbedaan antara EGM dan LAT di masing-masing titik itu dapat berbeda.

UCAPAN

TERIMA KASIH

Terima kasih kepada semua rekan-rekan Pusat Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai, Pusat Pemetaan Rupa Bumi dan Toponim dan Pusat Pemetaan Jaring Kontrol dan Dinamika atas data-data yang dapat digunakan untuk melakukan penelitian ini, serta kepada bapak Dr. Ibnu Sofian untuk model LAT di Indonesia yang digunakan untuk menyatukan referensi vertikal antara daratan dan lautan serta seluruh pihak yang mendukung dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Biljecki, F (2013). The concept pf level of detail in 3D city models Gist Report No. 62. Delft

Furqon, Husnul. (2008). Ekstraksi DEM dari Data ALOS PRISM. Skripsi Program Studi Teknik Geodesi dan Geomatika Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Indarto dan Debby Rio Prasetyo. (2014). Pembuatan Digital Elevation Model Resolusi 10m dari Peta RBI dan Survei GPS dengan Algoritma ANUDEM. Jurnal Keteknikan Pertanian Vol. 28, No. 1, April 2014.

International Hydrographic Organization. 2008. IHO Standards for Hydrographic Surveis 5th Edition, Special

(7)

Jenson, S. K. dan Domingue, J. O. (1988). Extracting topographic structurefrom digital elevation data for geographic information systemanalysis, Photogramm. Eng. Rem. S., 54(11), 1593–1600

Kelompok Keahlian Hidrografi. (2004). Program Penelitian, Pendidikan, dan Pemberdayaan Masyarakat 2005-2010. Naskah Akademik. Departemen Teknik Geodesi, Institut Teknologi Bandung. Bandung.

(NOAA) National Oceaanic and Atmospheric Administration, Coastal Service Centre. (2012). Lidar 101: An Introduction to Lidar Technology, Data, and Applications. Charleston SC (US): NOAA Coastal Service Centre.

O’ Callaghan, J. F. dan Mark, D. M. (1984). The Extraction of Drainage Networks from Digital Elevation Data,

Computer Vision, Graphics,and Image Processing, 28, 223–344

Poerbandono dan Djunarsjah. (2005). Survei Hidrografi. Reksa Aditama. Bandung.

RI (Republik Indonesia). (2012). Undang-Undang No. 11 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial. Lembaran Negara RI Tahun 2011, No. 2249. Sekretariat Negara. Jakarta.

(8)

Gambar

Diagram alir dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 3. Peta LPI Skala 1:10.000 wilayah Jayapura
Gambar 5. Visualisasi 3D wilayah Pelabuhan Jayapura
Gambar 7. Perbandingan visualisasi 3D dari pemodelan dengan 3D dari Google Earth

Referensi

Dokumen terkait

adanya kekhawatiran terjadinya kelaparan yang disebabkan tidak seimbangnya tingkat pertumbuhan penduduk yang cepat dengan tingkat pertumbuhan pertanian yang

pembelajaran Learning Cycle 7E dengan pendekatan ilmiah (scientific approach) yang dapat meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar matematika siswa adalah

(75) Maka Aku bersumpah dengan tempat

Secara  bahasa  ilmu  akhlak  merupakan  segala  macam  ilmu  yang  ada  kaitannya  dengan  akhlak.  Artinya,  dalam  pengertian  ini  dapat  kita  pahami  bahwa 

Selain itu, diketahui bahwa calon suksesor pada perusahaan Pendopo 45 Hotel & Resto ini tidak memiliki background atau pengalaman di bidang perhotelan yang

dan Penetapan Kadar Sampel Menggunakan Spektrofotometer Hasil dari karakterisasi menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis pada buah semangka dan jambu biji merah

Akhirnya, keinginan Bung Karno untuk membuat sebuah poster perjuangan terlaksana, dengan gambar oleh Affandi, ide/gagasan oleh Sudjojono, semboyan poster dari Chairil Anwar dan

)intu  Romijn  adalah alat ukur ambang lebar yang bisa digerakkan untuk  mengatur dan mengukur debit di dalam jaringan saluran irigasi. -gar dapat  bergerak,