• Tidak ada hasil yang ditemukan

DETERMINAN RISIKO PEMBIAYAAN (Studi Kasus: pada Bank Umum Syariah di Indonesia)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DETERMINAN RISIKO PEMBIAYAAN (Studi Kasus: pada Bank Umum Syariah di Indonesia)"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

Mella Katrina Sari1*

1Mahasiswa Program Pasca Sarjana Magister Manajemen Universitas Sebelas Maret, Surakarta-Indonesia

Abstract

The purpose of this study was to provide empirical evidence that there is an influence Financing Expansion, Financing Quality, Financing to Deposite Ratio and Return On Assets of the Financing Risk on Islamic Banks in Indonesia. In this study using purposive sampling method, to obtain a sample of three Islamic banks: Bank Syariah Mandiri, Bank Muamalat Indonesia, and Bank Mega Syariah Indonesia. The analytical method used is using panel data regression analysis model. The analysis technique used is the Panel Unit Roots (PRUTS), specification models test using Fixed Effect Model, classical assumption test (Homosedastik, autocorrelation, and Prais Winsten Regression), hypothesis testing with sigifikansi rate of 5%. The results showed that: Financing Expansion and Return On Assets have a significant negative effect on the risk of financing, Financing Quality and Financing to Deposite Ratio have a positive and significant effect on the risk financing.

Keywords: Financing Risk, Financing Expansion, Financing Quality, Financing to Deposite Ratio, Return On Assets, Data Panel.

*

Corresponding Author :

Email : someone@gmail.com Affiliation : Faculty, University

(2)

A.Latar Belakang

Pada umumnya negara berkembang, sumber pembiayaan usaha masih didominasi oleh penyaluran kredit perbankan salah satunya di Indonesia yang diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi. Perbankan dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi, pemberian kredit merupakan aktivitas bank dalam menghasilkan keuntungan, tetapi risiko yang terbesar dalam bank juga bersumber dari pemberian kredit. Risiko kredit terus menjadi sumber utama masalah di lembaga perbankan di seluruh dunia termasuk di Indonesia.1 Oleh karena itu pemberian kredit harus dikawal dengan

manajemen risiko yang ketat. Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 13/3/PBI/2011 “salah satu risiko yang menjadi sumber penilaian kesehatan suatu bank bersumber dari pembiayaan/kredit yang dimana suatu bank harus mempunyai nilai kredit macet harus dibawah 5%”. Angka ini menunjukkan berapa persen kredit yang bermasalah dari keseluruhan kredit yang mereka kucurkan ke masyarakat.

Menurut Suwarsi (2006), Hassan (1992, 1993), Hassan et. al. (1994), Shrives dan Dahl (1992), serta Angbazo et. al (1998), tingginya pembiayaan yang bermasalah akan menuntut bank untuk menyediakan alokasi dana lain sebagai cadangan menutup kerugian tersebut sehingga bank dapat mengurangi risiko pembiayaan berikutnya, sedangkan pada Bank Umum Syariah sendiri kredit bermasalah diproksikan dengan rasio Non Performing Financing (NPF) yang menunjukkan tingkat kolektibilitas dari dana yang telah disalurkan. Semakin tinggi tingkat Non Performing Financing (NPF), maka kinerja bank semakin buruk dan risiko pembiayaan yang dialami bank umum syariah semakin mengkhawatirkan. Oleh karena itu, apabila pembiayaan bermasalah meningkat, maka risiko terjadinya penurunan profitabilitas semakin besar, sedangkan apabila profitabilitas menurun, kemampuan bank dalam melakukan ekspansi pembiayaan berkurang dan laju pembiayaan menjadi turun. Risiko pembiayaan yang diterima bank merupakan salah satu risiko utama usaha bank yang diakibatkan dari tidak dilunasinya kembali pinjaman yang diberikan atau investasi yang sedang dilakukan oleh pihak bank. 2

Tabel 1

Pembiayaan Non Lancar Pada Bank Umum Syariah Periode 2005-2014 (Dalam Miliar Rupiah)

Kategori Tahun

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

1 Basel Commite (2000)

2 Muhammad (2005), Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP

(3)

Diraguk

an 73 236 267 224 582 332 297 535 739 1734

Macet 155 383 543 759 865 1052 1216 1753 2735 4465

(4)

Sebagaimana yang ditunjukkan pada Tabel 1 dapat diketahui bahwa Pembiayaan Non Lancar pada Bank Umum Syariah yang terbagi dalam 3 (tiga) kategori yaitu Kurang Lancar, Diragukan, dan Macet cenderung mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Dari ketiga penggolongan pembiayaan non lancar tersebut, pembiayaan dalam kategori Macet menempati urutan pertama dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 9,47% dari periode 2005 hingga 2014, sedangkan pada urutan kedua dan ketiga yaitu pembiayaan Kurang Lancar dan Diragukan dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 6,45% dan 3,64%. Dilihat dari kondisi tersebut Bank Umum Syariah harus dapat meminimalisir terjadinya pembiayaan yang Macet, karena peningkatan pembiayaan bermasalah tinggi dapat mempengaruhi kebijakan bank dalam penyaluran pembiayaan sehingga bank harus lebih berhati-hati dalam menjalankan fungsinya tersebut. Dengan kata lain risiko pembiayaan yaitu risiko yang disebabkan oleh ketidakmampuan bank dalam memperoleh kembali cicilan pokok atau bunga pinjaman yang telah diberikannya atau investasi yang dilakukannya.3

Untuk mengantisipasi meningkatnya risiko pembiayaan, manajemen bank umum syariah perlu mengukur beberapa faktor mikro ekonomi perbankan yang bersumber pada kegiatan kinerja operasional bank syariah. Menurut Misman (2012), risiko pembiayaan (financing risk) dipengaruhi oleh variabel mikro ekonomi atau Bank Spesific Variable (BSV) perbankan. Penelitian tersebut didukung oleh Berger dan De Young (1997), Angbazo (1997), Ahmad dan Ahmad (2004), Ahmad dan Ariff (2007), Jimenez dan Saurina (2004), Cebenoyan dan Strahan (2004) yang juga menunjukkan bahwa Bank Specific Variable (BSV) atau variabel kondisi mikro ekonomi memiliki hubungan yang signifikan terhadap risiko pembiayaan yang dialami oleh Bank. Oleh karena itu, penelitian ini difokuskan pada pengukuran mikro ekonomi bank syariah yang diukur dengan Financing Expansion, Financing Quality, Financing to Deposite Ratio, dan Return On Assets.

Financing Expansion merupakan rasio kinerja perbankan yang diukur dari total kredit perbankan terhadap total aktiva yang dimiliki oleh bank dimana ekspansi pembiayaan (financing expansion) merupakan variabel yang penting dalam operasional perusahaan. Apabila proporsi total kredit lebih tinggi dari total asset maka akan berpotensi meningkatkan risiko kredit pada bank, sehingga menurut Misman ekspansi pembiayaan (financing expansion) memiliki hubungan negatif dan signifikan terhadap risiko pembiayaan.4

Namun, penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hassan yang menunjukkan bahwa variabel yang mempengaruhi adanya risiko pembiayaan antara lain yaitu credit realated, tingkat suku bunga, dan operasional bisnis. Credit realated antara lain spesialisasi kredit, dan ekspansi kredit. Dalam penelitian tersebut menunjukkan bahwa ekspansi kredit (credit expansion) memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap risiko pembiayaan. Penelitian Hassan tersebut didukung oleh Ekanayake dan Azeez (2015), Ahmad dan Nor (2015), Sinkey dan Greenwalt (1991), serta Das dan Gosh (2007) yang menunjukkan bahwa ekspansi kredit memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap Non Performing Loan (NPL).5

3 Mulyono (1999), Analisis Laporan Keuangan untuk Perbankan, Cetakan Keenam, (Jakarta:

Djambatan)

4 Faridah Najuna Misman (2012), Financing Structures, Bank Spesific Variables, and Credit

Risk: Malaysian Islamic Banks, Journal of Business and Policy Research, Vol. 7, No. 1, Pp. 102-114.

5 Hassan (1993), Capital Market Tests of Risk Exposure of Loan Sales. Quarterly Journal of

(5)

Selain ekspansi pembiayaan (financing expansion) sebagai determinan dari risiko pembiayaan, Financing Quality merupakan bagian dari rasio kinerja operasional perbankan dengan mengukur menggunakan penyisihan kerugian kredit (loan loss provision) terhadap total aktiva. Menurut Misman untuk mengukur seberapa besarnya risiko pembiayaan yang dihadapi oleh bank digunakan rasio berupa Financing Quality ditinjau dari kualitas aset yang dimiliki oleh bank syariah, sehingga dalam penelitian Misman, Eng dan Nabar (2007), Ahmed, Takeda, dan Thomas (1999) menunjukkan bahwa financing quality memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap risiko pembiayaan. Hasil penelitian tersebut didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Angbazo (1997) yang menunjukkan bahwa kualitas aset telah diidentifikasi sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi risiko kredit komersial bank sebagai proporsi pinjaman dalam bentuk aset bank, dimana ketika bank membuat pencadangan lebih tinggi untuk kehilangan maka hal ini menunjukkan bahwa pinjaman atau model pembiayaan berasal dari kualitas yang rendah, sehingga mampu mengarah pada peningkatan risiko pembiayaan.

Selain rasio financing expansion dan financing quality, pada penelitian ini menambahkan rasio perbankan yang dilihat dari likuiditas dan profitabilitas yang diproksikan dengan Financing to Deposite Ratio (FDR) dan Return On Assets (ROA). Kondisi likuiditas bank syariah juga dapat menentukan besarnya risiko pembiayaan yang dilihat dari rasio Financing to Deposite Ratio (FDR). Karena jika kondisi bank syariah lebih likuid maka cenderung bank syariah lebih fleksibel dalam menyalurkan pembiayaan meskipun tingkat kemacetan sedang meningkat. Biasanya bank syariah lebih giat menangani pembiayaan bermasalah jika kondisi likuiditas sedang kurang baik. Dalam dunia perbankan syariah likuiditas diukur dengan Financing to Deposit Ratio (FDR) sedangkan pada perbankan konvensional yaitu Loan to Deposit Ratio (LDR).6 Hasil penelitian Ahmad dan Ariff (2007) serta Adisaputra (2012)

menunjukkan bahwa Loan to Deposit Ratio (LDR) berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembiayaan bermasalah yang juga akan meningkatkan Financing Risk. Meskipun penelitiannya dilakukan pada bank konvensional namun menunjukkan bahwa kredit macet berada pada saat likuiditas yang sedang baik. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Firmansyah (2014), Adisaputra (2012), dan Ahmad dan Ariff (2007), penelitian yang dilakukan Suwarna, dkk (2014) pada Lembaga Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia menunjukkan bahwa Loan to Deposite Ratio (LDR) memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap Financing Risk. Penelitian yang bertolak belakang dengan penelitian Firmansyah (2014), Suwarna, dkk (2014), Adisaputra (2012), dan Ahmad dan Ariff (2007) dilakukan oleh Poetry dan Sanrego (2011), serta Faiz (2010) yang menunjukkan bahwa Loan to Deposite Ratio (LDR) berpengaruh negatif terhadap Financing Risk.

Profitibalitas yang diproksikan dengan Return On Assets (ROA) merupakan rasio dalam mengukur efisiensi dan efektifitas perusahaan dalam menghasilkan laba dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Menurut Bank Indonesia, tingkat kesehatan suatu bank dapat mencerminkan keberlanjutan kinerja keuangan suatu bank, sehingga Bank Indonesia lebih mementingkan penilaian besarnya laba berdasarkan Return On Assets (ROA) yang dananya sebagian besar berasal dari dana simpanan masyarakat.7Hal ini menunjukkan

semakin besar Retun On Assets (ROA) yang diterima oleh bank dari kegiatan operasional, maka semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut. Kegiatan

6 Imam Firmansyah (2014), Determinant of Non Performing Loan: The Case of Islamic Bank

in Indonesia, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Vol. 17, No. 2, Pp. 241-258.

(6)

operasional bank yang paling utama ialah dari penyaluran kredit, maka dengan perolehan Return On Assets (ROA) yang tinggi diharapkan bahwa risiko pembiayaan yang akan diterima oleh bank semakin rendah. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Godlewski (2004), Messai dan Jouini (2013), Azeem dan Amara (2014), Ekanayake dan Azeez (2015) menunjukkan bahwa Return On Assets (ROA) memiliki hubungan negatif dan signifikan terhadap risiko pembiayaan. Sedangkan penelitian yang bertolak belakang dengan Godlewski (2004), Messai dan Jouini (2013), Azeem dan Amara (2014), Ekanayake dan Azeez (2015) yaitu penelitian yang dilakukan oleh Al-Smadi dan Ahmad (2009) yang menunjukkan bahwa Return On Assets (ROA) memiliki hubungan posiitif dan signifikan terhadap Financing Risk.

II. KAJIAN PUSTAKA

A.Risiko Pembiayaan

Fungsi dan kegiatan bank syariah adalah menghimpun dana dan menyalurkan dana dalam termologi bank syariah yang disebut dengan istilah pembiayaan, sebagaimana yang disebutkan dalam Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 pasal 19 ayat 1 perubahan dari Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan (pasal 1) disebutkan bahwa “pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atas kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil”.

Pembiayaan secara luas berarti financing atau pembelanjaan, yaitu pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun dijalankan orang lain. Dalam arti sempit, pembiayaan dipakai untuk mendifinisikan pendanaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan seperti Bank Syariah kepada nasabah .8

Pembiayaan merupakan pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri atau lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan. Dalam kaitannya dengan pembiayaan pada perbankan Islam atau istilah teknisnya disebut sebagai aktiva produktif.9Pembiayaan secara

arti luas berarti financing atau pembelanjaan, yaitu pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun dijalankan oleh orang lain. Dalam arti sempit, pembiayaan dipakai untuk mendefinisikan pendanaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan, seperti bank syariah kepada nasabah. Dalam kondisi ini arti pembiayaan menjadi sempit dan pasif.10

Sumber risiko kredit antara lain: (1) lending risk yaitu risiko akibat debitur atau nasabah tidak mampu melunasi fasilitas yang telah disediakan oleh bank, baik fasilitas kredit lagsung maupun tidak langsung (cash loan maupun non cash loan); (2) Counterparty risk yaitu risiko yang timbul karena pasangan usaha (counterparty) tidak dapat melunasi kewajibannya kepada bank, baik sebelum maupun pada tanggal kesepakatan; (3) Issuer risk yang timbul

8 Akhyar Adnan (2005), Analisis Hubungan Simpanan, Modal Sendiri, NPL, Prosentase Bagi

Hasil dan Markup Keuntungan Terhadap Pembiayaan Pada Perbankan Syariah Studi Kasus Pada Bank Muamalat Indonesia (BMI), Sinergi, Edisi Khusus: On Finance, Hal. 35-52.

9 Zainul Arifin (2009), Dasar - Dasar Manajemen Bank Syariah, (Jakarta: Azkia Publisher). 10 Muhammad (2005), Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP AMP

(7)

karena penerbit suatu surat berharga tidak dapat melunasi sejumlah nilai surat berharga yang dimiliki bank. 11

Risiko pembiayaan merupakan risiko yang berhubungan dengan perubahan yang tidak diharapkan atas kualitas pembiayaan yang telah disalurkan kepada debitur. Pengukuran risiko pembiayaan bertujuan untuk mengestimasi besarnya probabilitas suatu perusahaan mengalami gagal bayar pada saat kewajiban jatuh tempo (default probability) atau untuk mengestimasi seberapa jauh jarak antara nilai asset perusahaan dengan titik gagal bayar (distance to default) atau untuk mengestimasi tingkat pengembalian hutang jika debitur mengalami gagal bayar (recovery rate).12 Risiko kredit (pembiayaan) juga dapat bersumber dari

berbagai aktivitas fungsional bank seperti perkreditan (penyediaan dana), treasury, dan investasi serta pembiayaan maupun perdagangan. 13 Maksud dari pengenalan adanya

kemungkinan timbulnya risiko kredit adalah untuk mengetahui lebih dini bahaya yang mungkin terjadi dan mengetahui upaya-upaya yang harus dilakukan dan dipersiapkan oleh manajemen untuk terlindungi dari risiko tersebut, untuk mengetahui faktor-faktor produksi yang paling rentan terhadap risiko, mengetahui kebijaksanaan-kebijaksanaan perkreditan yang diambil manajemen untuk mengantisipasi akibat negatif dari risiko tersebut, di dalam perencanaan kredit diarahkan memilih bidang-bidang usaha yang memiliki tingkat risiko yang rendah dan sebagai alat penetapan suku bunga kredit, dimana unsur risiko tersebut merupakan komponen biaya yang harus ditambahkan kepada perhitungan suku bunga kredit. 14

Dalam penelitian ini risiko pembiayaan yang diproksikan dengan rasio Non Performing Financing (NPF) memiliki bobot maksimal 5%. Non Performing Financing (NPF) dalam bank syariah dan Non Performing Loan (NPL) pada bank konvensional merupakan perbandingan antara jumlah kredit yang diberikan dengan tingkat kolektibilitas terhadap total kredit yang diberikan bank. Kredit bermasalah adalah kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet. Semakin besar tingkat Non Performing Financing/Non Performing Loan menunjukkan bahwa bank tidak profesional dalam mengelola kreditnya, dan resiko bank cukup tinggi searah dengan rasio Non Performing Loan (NPL). 15

B.Financing Expansion

Financing expansion merupakan salah satu indikator yang banyak digunakan untuk mengukur kinerja fundamental perusahaan, dimana Financing Expansion (FE) merupakan rasio dari total pembiayaan terhadap total assets yang dimiliki oleh bank. Financing expansion berhubungan dengan risiko kredit dikarenakan berhubungan langsung dengan pembayaran kewajiban perusahaan yang jatuh tempo, bukan laba atau asset secara keseluruhan. Di Indonesia Financing Expansion (FE) dikenal sebagai Loan to Asset Ratio (LAR) sebagai proksi dari Manajemen Aset Perusahaan (AMC). Gagal bayar bukan hanya disebabkan oleh adanya perubahan yang kecil pada pendapatan, leverage, atau informasi neraca lainnya, tetapi

11 Imam Ghozali (2007), Manajemen Risiko Perbankan Pendekatan Kuantitatif Value of Risk

(VAR), (Semarang: Penerbit Universitas Diponegoro).

12 Harjum Muharam (2010), Model Risiko Kredit: Pendekatan dan Faktor – Faktor yang

Mempengaruhinya, Credit Risk Determinants: An Overview.

13 Henny Sjafitri (2011), Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Kredit Dalam Dunia

Perbankan, Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol. 2, No. 2.

14 Teguh Pudjo Muljono (1999), Aplikasi Manajemen Audit dalam Industri Perbankan,

(Yogyakarta: BPFE).

15 Slamet Riyadi (2006), Banking Assets and Liability Management, (Jakarta: Lembaga

(8)

lebih dikarenakan adanya tren negatif dan perubahan yang tidak diharapkan pada financing expansion.16Financing expansion bisa diturunkan salah satunya dalam bentuk arus kas

perusahaan. Selanjutnya mereka menyatakan bahwa nilai perusahaan bukan ditentukan oleh laporan akuntansi, tetapi timbul dari ekspektasi dari arus kas yang akan diterima oleh perusahaan pada waktu yang akan datang. Jika arus kas meningkat maka nilai perusahaan juga akan meningkat dan akan menurunkan risiko kredit, sebaliknya jika arus kas turun maka nilai perusahaan juga akan turun dan akan meningkatkan risiko kredit.17Pendapat

yang sama juga diungkapkan oleh Benos dan Papanastasopoulos (2005), dan Liao dan Chen (2005).

C. Financing Quality

Financing Quality (FQ) merupakan rasio dari penyisihan kerugian pinjaman (loan loss provisions) terhadap total asset. Ketika bank membuat pencadangan lebih tinggi untuk kehilangan, ini menunjukkan bahwa pinjaman atau model pembiayaan adalah dari kualitas rendah, yang mengarah ke peningkatan tingkat risiko kredit.18Kualitas pembiayaan telah

diidentifikasi sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi risiko kredit komersial bank. Ketika biaya penghimpunan dana (deposit funding costs) meningkat, bank akan mengurangi proses penyaringan peminjam (screening borrowers) karena keuntungan marginal dari penyaringan (screening) menurun. Akibatnya, masalah kualitas pembiayaan (asset) menjadi menurun. Selanjutnya, kenaikan deposit funding costs dapat meningkatkan probabilitas kegagalan bank karena kualitas aset tersebut berkurang. Deposit funding costs dapat meningkatkan kualitas aset bank karena deposit funding costs (terutama jika berbasis risiko), akan mempengaruhi pembuatan keputusan bank dengan memberikan insentif bagi bank untuk menghindari pengambilan risiko yang berlebihan (excessive risk-taking) dan menghargai kualitas aset secara obyektif. 19

D.Financing to Deposite Ratio

Loan to Deposite Ratio” adalah rasio perbandingan antara kredit yang diberikan terhadap volume dana yang diterima atau dana pihak ketiga (Giro, Tabungan, Deposito, dan kewajiban jangka pendek lainnya).” Loan to Deposite Ratio (LDR) merupakan rasio keuangan perusahaan perbankan yang digunakan untuk mengukur perbandingan antara kredit yang diberikan pada masyarakat dengan dana yang diterima bank seperti giro, tabungan, deposito dan kewajiban jangka pendek lainnya.20

Penilaian terhadap nilai Financing to Deposite Ratio (FDR) pada bank syariah atau Loan to Deposite Ratio (LDR) pada bank konvensional yang meningkat dapat menaikan Non Performing Financing (NPF) pada bank syariah dan Non Performing Loan (NPL) pada bank konvensional. Penelitian yang dilakukan oleh Misra dan Dhal (2010) menunjukkan bahwa semakin tinggi rasio Loan to Deposite Ratio (LDR) akan menunjukan ketidaklikuidan suatu

16 Collin Dufresne,Goldstein S, Martin S (2001), The Determinants of Credit Spread Changes,

Journal of Finance, Vol. 56, Pp. 2177-2208.

17 Velez Pareja, Tham (2009), Market Value Calculation and The Solution of Circularity

Between Value and The Weighted Average Cost of Capital. Revista De Admistrac Ao Mackenzie, Vol. 10, No. 6, Pp. 101-131.

18 Faridah Najuna Misman (2012), Financing Structures, Bank Spesific Variables, and Credit

Risk: Malaysian Islamic Banks, Journal of Business and Policy Research, Vol. 7, No. 1, Pp. 102-114.

19 L. Angbazo (1997), Commercial Bank Net Interest Margins, Default Risk, Interest Rate Risk,

and Off Balance Sheet Banking, Journal of Banking and Finance, Vol. 21, Pp. 55-87.

(9)

bank yang dapat diukur dari nilai Non Performing Loan (NPL) yang tinggi. Loan Deposite Ratio (LDR) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Non Performing Loan (NPL). Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi rasio Loan Deposite Ratio (LDR) maka akan menyebabkan meningkatnya rasio Non Performing Loan (NPL) yang terjadi pada bank, sebaliknya semakin rendah rasio Loan Deposite Ratio (LDR) akan menyebabkan menurunnya rasio Non Performing Loan (NPL). 21 Loan Deposite Ratio (LDR) secara penuh

akan meningkat dan risiko terjadinya Non Performing Loan (NPL) pada bank tersebut juga akan semakin tinggi. Apabila semakin tinggi Loan Deposite Ratio (LDR) sebuah bank, maka semakin tinggi pula peluang munculnya Non Performing Loan (NPL). Hal ini disebabkan karena apabila bank memiliki Loan Deposite Ratio (LDR) yang tinggi, maka bank akan mempunyai risiko tidak tertagihnya pinjaman yang tinggi yang nantinya akan mengakibatkan terjadinya kredit bermasalah dan bank akan mengalami kerugian. Hasil penelitian yang mendukung temuan empirik dari Kurniasari (2007) menunjukkan bahwa Loan Deposite Ratio (LDR) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Non Performing Loan (NPL), sementara penelitian yang dilakukan oleh Wimboh (2004) menununjukkan bahwa Loan Deposite Ratio (LDR) berpengaruh tidak signifikan terhadap Non Performing Loan (NPL).22

E.Return On Assets (ROA)

Return On Assets (ROA) yang digunakan sebagai proksi dari profitablitas pada penelitian ini menggunakan rasio dari Laba sebelum pajak terhadap Total Aset yang dimiliki oleh Bank Umum Syariah. Semakin besar nilai Return On Assets (ROA) suatu bank maka semakin besar juga tingkat laba yang dicapai bank tersebut.Artinya bank memperoleh laba yang berasal dari bunga atas kredit yang disalurkan. Laba yang diperoleh tersebut mengindikasikan bahwa nilai Non Performing Loan (NPL) semakin rendah. 23 Laba adalah

pendapatan bersih atau kinerja hasil pasti yang menunjukkan efek bersih kebijakan dari kegiatan bank dalam satu tahun anggaran.Tujuan utama perbankan tentu saja berorientasi pada laba. Laba yang tinggi membuat bank mendapat kepercayaan dari masyarakat yang memungkinkan bank untuk menghimpun modal yang lebih banyak sehingga bank memperoleh kesempatan menyalurkan kredit lebih luas. Semakin besar nilai ROA suatu bank maka semakin besar juga tingkat laba yang dicapai bank tersebut. Artinya bank memperoleh laba yang berasal dari bunga atas kredit yang disalurkan. Laba yang diperoleh tersebut mengindikasikan bahwa nilai NPL semakin rendah.24

III.METODE PENELITIAN

A.Desain Penelitian

Penelitian ini dapat diklasifikasikan menjadi dalam penelitian explanatory, yaitu penelitian dengan tipe menilai hubungan sebab akibat antara variabel yang diteliti (causal

21 K. I Suwarna, W. I. Suwendra, dan S. K. Astrini (2010), Pengaruh CAR, LDR, dan Bank

Size Terhadap NPL Pada Lembaga Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, e -journal Bisma Universitas Ganesha Jurusan Manajemen, Vol. 2. Pp. 1-8.

22 Lukman Dendawijaya (2005), Manajemen Perbankan, (Jakarta: Ghalia Indonesia).

23 Aditya Pramudhita (2013), Pengaruh Ukuran Bank, Manajemen Aset Perusahaan,

Kapitalisasi Pasar, dan Profitabilias terhadap Kredit Bermasalah pada Bank yang terdaftar di BEI, Artikel Ilmiah, (Malang: Universitas Brawijaya).

24 Oktaviani (2012), Pengaruh DPK, ROA, CAR, NPL, dan Jumlah SBI Terhada Penyaluran

Kredit Perbankan (Studi Pada Bank Umum Go Public di Indonesia Periode 2008-2011), Tesis, (Semarang: Universitas Diponegoro).

(10)

relationship). 25Dari sisi tujuan penelitian, penelitian ini merupakan penelitian analitis atau

sering disebut juga sebagai explanatory research karena tidak hanya bertujuan menjelaskan berbagai variabel namun juga menganalisis dan mengukur hubungan-hubungan antar variabel tersebut. Penelitian ini digolongkan pula sebagai penelitian kuantitatif jika dilihat dari sisi proses penelitian karena mengumpulkan dan menganalisis data numerik serta menggunakan berbagai uji statistik.

Unit analisis penelitian ini adalah bank umum syariah di Indonesia selama periode 2006-2014. Horison waktu penelitian ini adalah gabungan antara time series dan cross sectional (pooling data). 26 Berkaitan dengan data penelitian, maka data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah data sekunder berupa data tentang Financing Risk (FR), Financing Expansion (FE), Financing Quality (FQ), Financing to Deposite Ratio (FDR), Return On Assets (ROA).

B.Metode Pengumpulan Data

Populasi dalam penelitian ini adalah 11 (sebelas) bank umum syariah di Indonesia. Mengingat jumlah populasi dalam penelitian ini sangat banyak dan publikasi data secara keseluruhan yang tidak tersedia, maka dalam penelitian ini analisis data dilakukan dengan pendekatan sampel sebagai unit analisis. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini digunakan metode purpossive sampling yaitu metode pengambilan sampel dengan kriteria-kriteria tertentu, sehingga didapakan sampel sebanyak 3 (tiga) bank yaitu: Bank Syariah Mandiri (BSM), Bank Muamalat Indonesia (BMI), dan Bank Mega Syariah Indonesia (BSMI).

C.Definisi Operasional Variabel Dependen (Y) dan Independen (X)

Variabel dependen (variabel terikat) merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas, dalam penelitian ini variabel dependen adalah Financing Risk. Risiko kredit (risiko pembiayaan) adalah risiko dimana nilai portofolio akan berubah karena tak terduga perubahan dalam kualitas kredit emiten atau mitra dagang. 27

Variabel independen (variabel bebas) merupakan variabel yang mempengaruhi variabel dependen, dalam penelitian ini adalah mikro ekonomi (Financing Expansion, Financing Quality, Financing to Deposite Ratio, Return On Assets).

D.Metode Analisis Data

Model yang digunakan dalam menganalisis data adalah analisis regresi data panel. Regresi data panel adalah regresi yang menggabungkan data time series dengan data cross section. Alasan umum penggunaan pooling data atau data panel adalah bahwa data panel yang merupakan gabungan 2 (dua) data time series dan cross section mampu menyediakan data yang lebih banyak sehingga akan menghasilkan degree of freedom yang lebih besar. Kedua, menggabungkan informasi dari data time series dan cross section dapat mengatasi masalah yang timbul ketika ada masalah penghilangan variabel.28

Jika setiap data unit cross section sama dengan jumlah observasi time series, maka panel data disebut balanced panel. Model ini kemudian akan diestimasi dengan menggunakan

25 Umar Sekaran (2003), Research Methods For Business a Skill Building Approach, (New

York: Wiley).

26Ibid.

27 Mc. Neil, et al (2005), Quantitative Risk Management, Concept, Techniques and Tools, (New

Jersey: Princenton University Press).

28 H. Budi Baltagi (2005), Econometric Analysis of Panel Data, 3ed Edition, (New York: NY

(11)

analisis panel data. Menurut Baltagi (2005), Maddala (1993) serta Pindyck dan Rubinfeld, (1998), model data panel dapat diestimasi melalui 3 (tiga) pendekatan yaitu: Common Effect Model / Pooled Least Square (PLS), Fixed Effect Model (FEM) / Least Square Dummy Variabel (LSDV), Random Effect Model (REM) / Error Component Model (ECM).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A.Deskripsi Data Penelitian

Statistik deskriptif merupakan metode yang digunakan untuk menganalisis dan menyajikan data kuantitatif yang jumlahnya relatif besar dengan tujuan untuk memberikan gambaran atau deskripsi suatu data agar dapat dimengerti dengan mudah. Hasil statistik deskriptif untuk variabel independen yaitu Financing Ekspansion (FE), Financing Quality (FQ), Financing to Deposite Ratio (FDR), dan Return On Assets (ROA) serta variabel dependen yaitu Financing Risk (FR). Data yang diteliti merupakan data panel, yaitu gabungan antara data time series dan cross section. Data runtut waktu mencakup periode bulanan tahun 2006 hingga 2014. Cakupan studi adalah industri perbankan syariah yang terdaftar dalam Otoritas Jasa Keuangan. Berdasarkan hasil pengolahan data dengan program STATA 12 sebagaimana ditunjukan pada Tabel 2.

Tabel 2

Statistik Deskriptif Variabel Penelitian

Variable Mean Std. Dev. Min Max Observations

Financing Risk (FR) overall 0.1606963 0.309388 0.00001 1.77924 N = 324 between 0.1732648 0.0295233 0.3571106 n = 3 within 0.2750367 -0.1913344 1.582826 T = 108 Financing Ekspansio n (FE) overall 0.2285711 0.1481715 0.00347 0.48464 N = 324 between 0.1680749 0.0475013 0.3795996 n = 3 within 0.0553508 0.1338487 0.5302598 T = 108 Financing Quality (FQ) overall 0.0094074 0.008747 0.00013 0.04712 N = 324 between 0.0035257 0.0057433 0.0127761 n = 3 within 0.0082582 -0.0023887 0.0437513 T = 108 Financing to Deposite Ratio (FDR) overall 2.215793 1.82816 0.0168 7.96493 N = 324 between 1.994913 0.3785282 4.337763 n = 3 within 0.8251294 -0.0842392 9.802195 T = 108 Return On Assets (ROA) overall 0.0104785 0.0082615 0.00007 0.06148 N = 324 between 0.0023655 0.0089929 0.0132063 n = 3 within 0.0080319 -0.0026578 0.0627223 T = 108

(12)

Tabel 3

Hasil Estimasi Panel Unit Root Test’s (PURTs) dengan bermacam Spesifikasi Pengujian

MADDALA-WU TESTS

Variab el

Inverse

chi-squared Inverse normal Inverse logit

Modified inv. chi-squared p-

stat value p- stat z- value t- stat p- value p- pm- stat value

p-FR 14.0264 0.0292 1.9740 - 0.0242 -2.0724 0.0260 2.3170 0.0103

FE 90.1802 0.0000 6.9766 - 0.0000 14.6692 - 0.0000 24.3007 0.0000

FQ 42.0837 0.0000 5.3202 - 0.0000 -6.8883 0.0000 10.4165 0.0000

FDR 101.9346 0.0000 8.4333 - 0.0003 16.6932 - 0.0008 27.6939 0.0000

ROA 91.0573 0.0000 8.3197 - 0.0000 14.9123 - 0.0000 24.5539 0.0000

Berdasarkan pengujian spesifikasi utama studi ini yang ditampilkan dalam tabel hasilnya memberikan gambaran yang beragam. Spesifikasi pengujian M-W Test menunjukkan dukungannya pada stasionaritas dari variabel FR, FE, FQ, FDR dan ROA, yang artinya bahwa data stasioner. Dengan demikian hasil pengujian Panel Unit Root Test’s (PURTs) dengan semua spesifikasi pengujian memberikan hasil bahwa tidak terdapat unit root (data stasioner) dalam seluruh variabel penelitian. Oleh karena itu berdasarkan data pengamatan dalam studi ini, pengujian panel data dilakukan dengan pengujian data panel statis (static panel data).

Tabel 4

Hasil Pengujian Breusch-Pagan LM Test

Dari hasil perhitungan Uji Breusch-Pagan LM test menunjukkan bahwa nilai probabilitas Chi-square adalah signifikan dengan nilai p-value sebesar 0,0886 (p > 0,05) sehingga dengan demikian H0 diterima, yang artinya bahwa model adalah homosedastic.

Tabel 5

Hasil Perhituangan Uji Wooldridge Test (Uji WT)

Based on 108 complete observations over panel units

Breusch-Pagan LM test of independence: chi2(3) = 6.526, Pr = 0.0886 __e3 -0.0562 -0.2154 1.0000

__e2 0.1043 1.0000 __e1 1.0000

__e1 __e2 __e3 Correlation matrix of residuals:

(13)

Uji Woldridge Test ini didasarkan pada distribusi Chi-square. Dari hasil perhitungan Uji Woldridge Test menunjukkan bahwa nilai Chi-square tidak signifikan (p-value 0,0254 lebih kecil dari 0,05), sehingga dengan demikian H0 ditolak dan H1 diterima, maka

mengindikasikan bahwa model memiliki permasalahan autokorelasi. Untuk mengatasi masalah ini digunakan Prais-Winsten Regression, correlated panels corrected standard errors (PCEs).

Tabel 6

Hasil Perhitungan Uji Prais-Winsten Regression

Uji

Prais- Whinsten

Regression, correlated

panels corrected

standard errors (PCEs) ini didasarkan pada distribusi rho. Dari hasil perhitungan Uji Prais-Whinsten Regression, correlated panels corrected standard errors (PCEs) menunjukkan bahwa nilai rho signifikan (rho sebesar 0,67078 lebih besar dari 0,05) sehingga dengan demikian H0

diterima dan H1 ditolak, maka mengindikasikan bahwa model bebas dari masalah

autokorelasi.

Tabel 7

Hasil Pengujian Chow Test

F test that all u_i=0: F (2, 317) = 7.50 Prob > F = 0.0007

Dari hasil perhitungan uji chow menunjukkan bahwa nilai F-test signifikan (p-value 0,0007 lebih kecil dari 5 persen) sehingga dengan demikian H0 ditolak dan H1 diterima,

yang artinya bahwa model mengikuti Fixed Effect Model.

Tabel 8

Hasil Perhituangan Uji Lagrange Multiple (LM Test)

Prob > F = 0.0254 F( 1, 2) = 37.804 H0: no first-order autocorrelation

Wooldridge test for autocorrelation in panel data

rho .67078 _cons .3275821 .0485074 6.75 0.000 .2325095 .4226548 ROA -2.011655 1.025422 -1.96 0.050 -4.021445 -.0018653 FDR .0237555 .0115352 2.06 0.039 .0011469 .046364 FQ 8.134196 1.244677 6.54 0.000 5.694673 10.57372 FE -1.184718 .1844935 -6.42 0.000 -1.546319 -.8231173 FR Coef. Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval] Panel-corrected

Estimated coefficients = 5 Prob > chi2 = 0.0000 Estimated autocorrelations = 1 Wald chi2(4) = 90.39 Estimated covariances = 6 R-squared = 0.2984 max = 108 Autocorrelation: common AR(1) avg = 108 Panels: correlated (balanced) Obs per group: min = 108 Time variable: tahun Number of groups = 3 Group variable: bank Number of obs = 324 Prais-Winsten regression, correlated panels corrected standard errors (PCSEs) . xtpcse FR FE FQ FDR ROA, correlation(ar1)

Prob > F = 0.0254 F( 1, 2) = 37.804 H0: no first-order autocorrelation

Wooldridge test for autocorrelation in panel data . xtserial FR FE FQ FDR ROA

(14)

Uji Lagrange Multiple (LM Test) ini didasarkan pada distribusi Chi-square. Dari hasil perhitungan Uji Lagrange Multiple (LM Test) menunjukkan bahwa nilai Chi-square signifikan (p-value 1,0000 lebih besar dari 5 persen) sehigga dengan; demikian H0 diterima dan H1

ditolak, yang artinya bahwa lebih tepat dibandingkan dengan metode Random Effect.

Tabel 9

Hasil Pengujian Hausman Test

Dari hasil perhitungan Uji Hausman menunjukkan bahwa nilai Chi-square signifikan (p-value 0,0043 lebih kecil dari 5 persen) sehigga dengan demikian H0 ditolak dan H1

diterima, yang artinya bahwa model Fixed Effect Model lebih tepat dibandingkan dengan metode Random Effect Model.

Tabel 10

Hasil Estimasi dengan Model Fixed Effect

Prob > chibar2 = 1.0000 chibar2(01) = 0.00 Test: Var(u) = 0 u 0 0 e .0479315 .2189326 FR .0957209 .309388 Var sd = sqrt(Var) Estimated results:

FR[bank,t] = Xb + u[bank] + e[bank,t]

Breusch and Pagan Lagrangian multiplier test for random effects

(V_b-V_B is not positive definite) Prob>chi2 = 0.0043

= 15.22

chi2(4) = (b-B)'[(V_b-V_B)^(-1)](b-B) Test: Ho: difference in coefficients not systematic

B = inconsistent under Ha, efficient under Ho; obtained from xtreg b = consistent under Ho and Ha; obtained from xtreg ROA -8.386187 -8.732214 .3460264 . FDR .0366324 .0615467 -.0249142 .0101502 FQ 16.01888 15.65065 .3682263 . FE -2.108556 -1.6282 -.4803552 .1991088 fixed random Difference S.E. (b) (B) (b-B) sqrt(diag(V_b-V_B)) Coefficients

(15)

Dari hasil perhitungan estimasi persamaan regresi model Fixed Effect Model cross-section weight signifikan (p-value 0,0007 lebih kecil dari 0,05) sehigga dengan demikian H0

diterima dan H1 ditolak, yang artinya bahwa model Fixed Effect Model lebih tepat

menggunakan model cross-section weight dibandingkan dengan model cross-section seemingly unrelated regression (cross-sectionSUR).

B. Hasil Pengujian Hipotesis 1. Hasil Pengujian Model Regresi

Dengan nilai F hitung sebesar 48,19 dengan tingkat signifikansi 0,0000 (p < 0,05), sedangkan F tabel untuk model regresi data panel diatas adalah 2,3999 (F hitung lebih besar dari nilai F tabel) dan probabilitas yang lebih kecil dari 0,05 ini menunjukkan variabel independen Financing Ekspansion, Fianancing Quality, Financing to Deposite Ratio dan Return On Assets secara bersama-sama (simultan) berpengaruh signifikan terhadap Financing Risk.

Dari pengujian model regresi pada Tabel 4.9 juga diperoleh hasil bahwa R2 sebesar

0,4563 atau sebesar 45,63 persen dari variasi Financing Risk (FR) masing-masing indsutri Bank Umum Syariah di Indonesia dapat dijelaskan oleh variasi Financing Expansion (FE), Financing Quality (FQ), Financing to Deposite Ratio (FDR), Return On Assets (ROA) masing-masing bank, sementara sisanya sebesar 54,37 persen dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model. Sementara nilai Standard Error Regression menunjukkan nilai yang kecil sebesar 0,3269, makin kecil standard error sampai mendekati angka nol menunjukkan bahwa model layak digunakan dengan memenuhi asumsi BLUE (best, linier, unbiased, estimator).

2. Hasil Pengujian Signifikansi Parameter Individual (t-test)

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Financing Ekspansion (FE) secara parsial terhadap Financing Risk (FR) nilai t hitung sebesar -7,65, Financing Quality (FQ) menghasilkan nilai t hitung sebesar 10,40, Financing to Deposite Ratio (FDR) menghasilkan nilai t hitung sebesar 1,98, Return On Assets (ROA) menghasilkan nilai t hitung sebesar 5,31. Sedang untuk nilai t table untuk masing-masing variabel adalah 1,9674.

C.Analisis dan Pembahasan

Hasil pengujian hipotesis pertama menunjukkan bahwa variabel Financing Ekspansion berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap Financing Risk (FR) dengan

F test that all u_i=0: F(2, 317) = 7.50 Prob > F = 0.0007 rho .32692257 (fraction of variance due to u_i)

sigma_e .21893259 sigma_u .15258096 _cons .4986599 .0552415 9.03 0.000 .3899736 .6073462 ROA -8.386187 1.580327 -5.31 0.000 -11.49544 -5.276932 FDR .0366324 .0185085 1.98 0.049 .0002175 .0730474 FQ 16.01888 1.539598 10.40 0.000 12.98976 19.048 FE -2.108556 .2756827 -7.65 0.000 -2.650955 -1.566157 FR Coef. Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] corr(u_i, Xb) = -0.8239 Prob > F = 0.0000 F(4,317) = 48.19 overall = 0.4563 max = 108 between = 0.9704 avg = 108.0 R-sq: within = 0.3781 Obs per group: min = 108 Group variable: bank Number of groups = 3 Fixed-effects (within) regression Number of obs = 324 . xtreg FR FE FQ FDR ROA, fe

(16)

tingkat signifikan 5 persen. Dengan demikian hipotesis pada penelitian ini yang menyatakan bahwa Financing Ekspansion berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap Financing Risk (FR) tidak dapat diterima. Artinya ketika Financing Expansion mengalami peningkatan, maka Financing Risk mengalami penurunan atau apabila Financing Expansion yang memiliki koefisien sebesar 2,10 persen, maka dapat dikatakan bahwa setiap 1 persen peningkatan Financing Expansion mampu menurunkan Financing Risk sebesar 2,10 persen. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Misman (2012) serta Ahmad dan Nor (2015) yang menemukan adanya pengaruh Financing Expansion negatif dan signifikan terhadap Financing Risk.

Hal ini tidak sesuai dengan teori bahwa pertumbuhan pembiayaan yang cepat atau jumlah pembiayaan yang besar memungkinkan adanya penurunan pada kualitas kredit yang berdampak pada meningkatnya risiko pembiayaan. Pertumbuhan pembiayaan yang pesat terjadi pada saat booming ekonomi dan booming pinjaman tersebut telah diidentifikasi sebagai faktor penting yang meningkatkan risiko kredit (Caprio dan Klingebiel, 1996). Asumsi seperti inilah yang terjadi, yang kemudian menyebabkan ekspansi pembiayaan tidak mempengaruhi meningkatnya risiko kredit.

Dengan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa apabila semakin tinggi Financing Expansion, maka risiko pembiayaan semakin rendah sehingga hal ini menunjukkan bahwa manjemen bank syariah dalam melakukan ekspansi pembiayaan sudah mampu mengendalikan besarnya risiko pembiayaan yang akan dialami bank syariah dalam proses penyaluran pembiayaannya sesuai dengan PBI Nomor 13/23/PBI/2011 tentang penerapan manajemen risiko bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah, dan pada pasal 8 Undang-Undang Perbankan, sebelum bank memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yaitu dengan penilaian watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari nasabah debitur yang kemudian dikenal dengan prinsip 5 C (Character, Capital Capacity, Collateral, dan Condition of Economy) dan 7P (Personality, Party, Purpouse, Prospect, Payment, Profitability, dan Protection), selain 5C dan 7P ada satu faktor yang digunakan oleh pihak bank syariah yaitu constraint atau hambatan-hambatan. Analisa terhadap hambatan-hambatan terhadap usaha nasabah pemohon hanya terlihat secara tidak langsung dalam analisa-analisa yang biasa diterapkan oleh pihak manajemen.

Menurut Bank Indonesia, sebelum melakukan ekspansi pembiayaan, proses mitigasi risiko diperlukan karena mitigasi risiko tersebut bertujuan memberikan suatu solusi dalam rangka mengurangi risiko yang timbul, sehingga dapat dilakukan antisipasi dengan lebih baik. Oleh karena itu bank wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan Dewan Pengawas Syariah (DPS). Dalam proses mitigasi risiko pembiayaan mencakup (1) adanya kebijakan dan pedoman pembiayaan yang diterapkan dengan benar dan tertib, (2) kebijakan limit (wewenang) memutus pembiayaan sesuai dengan sistem kewenangan yang ditetapkan oleh Direksi melalui Komite Pembiayaan, (3) Proses review pembiayaan dilakukan oleh Divisi Manajamen Risiko Bagian Review Manajemen Risiko Pembiayaan dan Investasi, (4) pada level portofolio, dilakukan monitoring konsentrasi risiko pembiayaan antara lain konsentrasi pada sektor industri tertentu, jenis agunan, skim pembiayaan, dan implementasi internal rating system, (5) kebijakan limit selain dilakukan pada masing-masing nasabah secara individu, juga dilakukan pada transaksi, mata uang, volume transaksi, posisi teruka, kerugian, intra hari, pihak terkait, dan industri/perusahaan (one obliger concept) atau sektor ekonomi dan wilayah sesuai BPMK (Batas Maksimum Pemberian Kredit) (Ramadiyah, 2014).

(17)

Hasil pengujian hipotesis kedua menunjukkan bahwa variabel Financing Quality berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap Financing Risk (FR) dengan tingkat signifikan 5 persen. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa Financing Quality berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap Financing Risk (FR) pada penelitian ini dapat diterima. Artinya, ketika variabel Financing Quality mengalami peningkatan, maka Financing Risk juga mengalami peningkatan atau apabila Financing Quality yang memiliki koefisien sebesar 16,02 persen, maka dapat dikatakan bahwa setiap 1 persen peningkatan Financing Quality mampu meningkatkan Financing Risk sebesar 16,02 persen. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Misman (2012), Angbazo (1997), Ahmed, Takeda dan Tomas (1999), dan Eng dan Nabar (2007) yang menemukan adanya pengaruh signifikan Financing Quality tehadap Financing Risk (FR).

Pengelolaan risiko kredit yang efisien akan mendukung fakta bahwa pembiayaan bermasalah (NPF) yang rendah dihubungkan dengan tingkat risiko dan bagi hasil deposit yang lebih rendah. Namun, hal ini juga menyiratkan bahwa dalam jangka panjang, secara relatif tingkat bagi hasil penghimpunan dana yang tinggi akan meningkatkan jumlah DPK dalam rangka untuk mendanai pinjaman yang secara relatif berisiko tinggi dan konsekuensinya meningkatkan kemungkinan terjadinya pembiayaan bermasalah (rasio NPF yang tinggi). Jumlah NPF yang cukup dianggap sebagai indikator pengelolaan credit risk, dan menunjukkan bahwa NPF yang rendah merepresentasikan pengelolaan risiko kredit yang efektif (Brewer et al., 2006).

Selanjutnya, ketika biaya penghimpunan dana (deposit funding costs) meningkat, bank akan mengurangi proses penyaringan peminjam (screening borrowers) karena keuntungan marginal dari penyaringan (screening) menurun. Akibatnya, masalah kualitas aset menjadi menurun. Selanjutnya, kenaikan deposit funding costs dapat meningkatkan probabilitas kegagalan bank karena kualitas aset tersebut berkurang. Deposit funding costs dapat meningkatkan kualitas aset bank karena deposit funding costs (terutama jika berbasis risiko), akan mempengaruhi pembuatan keputusan bank dengan memberikan insentif bagi bank untuk menghindari pengambilan risiko yang berlebihan (excessive risk-taking) dan menghargai kualitas aset secara obyektif. Dengan meningkatnya kualitas aset yang dirasakan, bank mengirim sinyal positif pada pasar mengenai kualias kredit dan cenderung menurunkan risiko (Chan, et al., 1986).

Selain itu, bank juga dapat meningkatkan kualitas aset melalui aktifitas off-balance-sheet yang berisiko yang mengakibatkan non-performing financing (NPF) yang tinggi. Hutang yang berisiko cenderung mengindikasikan bahwa bank yang beroperasi dengan portofolio pembiayaan yang berisiko harus meningkatkan aktifitas penilaian kualitas aset untuk mengkompensasi potensi kerugian (James, 1989).

Hasil pengujian hipotesis ketiga menunjukkan bahwa variabel Financing to Deposite Ratio berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap Financing Risk dengan tingkat signifikan 5 persen. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa Financing to Deposite Ratio berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap Financing Risk pada penelitian ini dapat diterima. Artinya, ketika Financing to Deposite Ratio mengalami peningkatan, maka Financing Risk juga mengalami peningkatan atau apabila Financing to Deposite Ratio yang memiliki koefisien sebesar 0,036 persen, maka dapat dikatakan bahwa setiap 1 persen peningkatan Financing to Deposite Ratio mampu meningkatkan Financing Risk sebesar 0,036 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi rasio Financing to Deposite Ratio, maka akan menyebabkan meningkatnya rasio Non Performing Loan yang akan meningkatkan pula

(18)

adanya Financing Risk yang terjadi pada bank, sebaliknya semakin rendah rasio Financing to Deposite Ratio akan menyebabkan menurunnya Financing Risk.

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang diungkapkan oleh Dendawijaya (2005) yang mengatakan bahwa Financing to Deposite Ratio secara penuh akan meningkat pula risiko pembiayaan. Jadi, semakin tinggi Financing to Deposite Ratio sebuah bank, maka semakin tinggi pula peluang munculnya Non Performing Loan. Hal ini disebabkan karena apabila bank memiliki Financing to Deposite Ratio yang tinggi, maka bank akan mempunyai risiko tidak tertagihnya pinjaman yang tinggi yang nantinya akan mengakibatkan terjadinya kredit bermasalah dan tingkat risiko pembiayaan juga akan meningkat, sehingga bank akan mengalami kerugian. Hasil penelitian ini sesuai dengan Suwarna, dkk (2014), Firmansyah (2014), Adisaputra (2012) serta Ahmad dan Ariff (2007) yang menunjukkan bahwa Financing to Deposite Ratio berhubungan positif dan signifikan terhadap Financing Risk dan bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Poetry dan Sanrego (2011) serta Faiz (2010) yang menunjukkan bahwa Financing to Deposite Ratio dan Financing Risk memiliki hubungan yang negatif dan signifikan.

Hasil pengujian hipotesis keempat menunjukkan bahwa variabel Return On Assets berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap Financing Risk (FR) dengan tingkat signifikan 5 persen. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa Return On Assets berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap Financing Risk (FR) pada penelitian ini dapat diterima. Artinya, ketika Return On Assets mengalami peningkatan, maka Financing Risk mengalami penurunan atau apabila Return On Assets yang memiliki koefisien sebesar 8,38 persen, maka dapat dikatakan bahwa setiap 1 persen peningkatan Return On Assets mampu menurunkan Financing Risk sebesar 8,38 persen. Pengukuran Return On Assets dilihat dari Net Income yang dihasilkan oleh perusahaan terhadap Total Assets yang dimiliki oleh perusahaan. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Ekanayake dan Azeez (2015), Azeem dan Amara (2014), Messai dan Jouini (2013), Inoguchi (2012), dan Godlewski (2004), yang mampu membuktikan adanya pengaruh Return On Assets terhadap Financing Risk dengan arah pengaruh negatif. Penelitian yang menunjukkan hasil berbeda dilakukan oleh Al-Smadi dan Ahmad (2009) yang menunjukkan adanya hubungan positif antara variabel Return On Assets dengan Financing Risk.

Menurut Messai dan Jouini (2013) pada faktanya, sebuah bank dengan profitabilitas yang tinggi memiliki sedikit insentif untuk menghasilkan pendapatan dan karena itu kurang dibatasi untuk terlibat dalam kegiatan yang berisiko seperti pemberian pinjaman berisiko. Sebaliknya, bank yang tidak efisien wajib memberikan pertimbangan kredit dan kemudian akan mencapai tingkat risiko pembiayaan yang tinggi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Return On Assets berpengaruh negatif dan signifikan terhadap risiko pembiayaan yang mungkin disebabkan karena Return On Assets merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur efisiensi dan efektifitas bank umum syariah, dimana tujuan utama perbankan tentu saja berorientasi pada laba. Di dalam menghasilkan laba, perusahaan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya dengan menghimpun modal yang lebih banyak sehingga bank memperoleh kesempatan menyalurkan pembiayaan lebih luas (Oktaviani, 2012). Dalam memperoleh Laba yang tinggi tentunya bank harus mampu menekan jumlah kredit bermasalah yang mampu memicu munculnya risiko pembiayaan, oleh karena itu bank harus menerapkan manajemen risiko pembiyaan (kredit) yang lebih tepat dengan menerapkan pinsip kehati-hatian dalam melakukan proses penyaluran pembiayaan, sehingga apabila pada saat Return On Assets meningkat risiko pembiayaan juga tidak ikut meningkat karena penyaluran pembiayaan

(19)

yang terlalu besar dikucurkan oleh bank, namun tidak diimbangi dengan manajemen risiko yang tepat.

V.Penutup A.Kesimpulan

Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa variabel Financing Expansion, Financing Quality, Financing to Deposite Ratio, dan Return On Assets berpengaruh signifikan terhadap risiko pembiayaan pada Bank Umum Syariah di Indonesia. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa bank syariah harus menyeimbangkan struktur pendanaannya, ketika memberikan pembiayaan kepada nasabah.

Secara praktis, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel yang mempengaruhi risiko pembiayaan (Financing Risk) yang dapat dijadikan sebagai dasar bagi manajemen dalam menentukan strategi operasional manajemen yang sebaiknya digunakan.

B.Implikasi Manajerial

Berdasarkan pada Hasil Penelitian, maka hal-hal yang direkomendasi ke pihak manajemen Bank Umum Syariah dalam bentuk implikasi secara teoritis dan praktis, sebagai berikut:

1. Untuk Implikasi Teoritis, penelitian ini menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara Financing Expansion, Financing Quality, Financing to Deposite Ratio, dan Return On Assets terhadap Risiko Pembiayaan sehingga sesuai dengan teori sebelumnya. Oleh karena itu penilitian ini diharapkan mampu menjelaskan penilaian risiko pembiayaan pada bank umum syariah dan studi ini diharapkan memberikan pemahaman kepada pihak-pihak yang terkait dengan konsep-konsep yang telah diuji yang dapat digunakan sebagai bahan diskusi yang selanjutnya akan dapat dikembangkan dan diuji lagi pada konteks yang berbeda dengan penelitian sebelumya.

2. Selain implikasi teoritis, berikut ini aspek kemanfaatan studi yang diharapkan bermanfaat untuk perusahaan dalam implikasi praktis. Model yang dikembangkan dalam penelitian ini bertujuan untuk:

a. Mengetahui determinan yang mempengaruhi adanya risiko pembiayaan sehingga bank mampu menerapkan adanya manajemen risiko dalam proses penyeleksian nasabah pembiayaan dapat merugikan bank syariah seperti gagal bayar (counter part) terhadap nasabah pembiayaan (calon debitur), sehingga dapat diminimalisir adanya pembiayaan yang bermasalah (kredit macet) yang dapat menimbulkan terjadinya high financing risk.

b. Bank syariah perlu mengadakan peninjauan risiko operasional yang melibatkan toleransi bank untuk risiko operasional dan pendekatannya untuk mengidentifikasi, menilai, memantau, mengawasi, dan mengurangi risiko pembiayaan.

C.Saran

Berdasarkan hasil dan analisis serta kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dikemukakan saran penelitian lanjutan sebagai berikut:

1. Untuk meminimalisir terjadinya kerugian bank, manajemen bank syariah hendaknya menerapkan manajemen risiko yang tepat agar mampu meminimalisir terjadinya risiko pembiayaan akibat nilai Non Performing Financing (NPF) yang tinggi terutama saat akan melakukan ekspansi pembiayaan, karena fungsi utama bank syariah ialah sebagai lembaga intermediasi maka penerapan manajemen risiko yang tepat sangat berpengaruh pada kinerja operasional bank.

(20)

2. Manajemen bank syariah sebaiknya harus mampu menjaga kualitas pembiayaan yang disalurkan agar tidak sampai masuk dalam kategori Kurang Lancar, Diragukan, dan Macet dengan menerapkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran pembiayaan,

3. Manajemen Bank Syariah hendaknya mampu memanage likuiditas perbankan dengan sebaik mungkin, serta meningkatkan efisiensi perusahaan dengan menekan tingkat risiko pembiayaan sehingga mampu menghasilkan profitabilitas yang tinggi.

Oleh karena itu diharapkan dengan penelitian selanjutnya dapat mengembangkan variabel mikro ekonomi lain yang dapat mempengarungi risiko pembiayaan (Financing Risk) yang menggambarkan adanya jumlah penyaluran pembiayaan yang bermasalah (NPF) pada bank umum syariah. Diharapkan pada penelitian selanjutnya juga memasukkan faktor jarak waktu penyesuaian keseimbangan (lag) agar perusahaan/lembaga yang bergerak disektor keuangan terutama bank umum syariah dan pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan yang terkait dengan risiko pembiayaan agar dapat meminimalisir adanya pembiayaan (kredit) yang bermasalah.

D.Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan yang mungkin mempengaruhi hasil penelitian, yaitu:

1. Periode waktu penelitian ini hanya meliputi periode pasca terjadinya krisis akibat issue subprime mortgage yang berkembang di masyarakat pada tahun 2001-2005 sehingga menyebabkan terjadinya perubahan pada tingkat penyaluran pembiayaan yaitu pada tahun 2006-2014, dengan demikian kurang bisa melihat perbedaan tingkat Financing Risk pada saat sebelum krisis, setelah krisis ataupun pada saat terjadinya krisis. Sehingga ketika terjadi shock perekonomian (krisis moneter) pada kondisi mendatang mampu melihat kekuatan hubungan dalam mempengaruhi tingkat Financing Risk dalam rangka perumusan kebijakan yang lebih persisten.

2. Dalam penelitian ini tidak dimasukkannya faktor jarak waktu penyesuaian keseimbangan (lag). Dalam keadaan ketidaksempurnaan informasi para perumus kebijakan sering mengambil reaksi yang terlalu berkelebihan (over reaction) terhadap permasalahan yang timbul dari ketidakpastian masalah adanya jarak waktu. Kebijakan ekonomi biasanya memiliki outside lag yang panjang, pengaruhnya datang lambat dan bisa menyebar beberapa tahun ke depan. Di lain pihak kebijakan ekonomi mempunyai outside lag lebih pendek karena langsung mempengaruhi pengeluaran masyarakat.

E.Rekomendasi Penelitian

Berdasarkan temuan-temuan dalam penelitian dengan ini penulis kemukakan rekomendasi yang dianggap relevan.

1. Kepada Manajemen Perusahaan

a. Manajemen bank syariah harus menerapkan adanya manajemen risikodalam proses penyeleksian nasabah pembiayaan dapat merugikanbank syariah seperti gagal bayar (counter part) terhadap nasabah pembiayaan (calon debitur), sehingga dapat diminimalisir adanya pembiayaan yang bermasalah (kredit macet) yang dapat menimbulkan terjadinya high financing risk.

b. Manajemen bank syariah perlu mengadakan peninjauan risiko operasional yang melibatkan toleransi bank untuk risiko operasional dan pendekatannya untuk mengidentifikasi, menilai, memantau, mengawasi, dan mengurangi risiko pembiayaan.

(21)

a. Penelitian ini hanya menggunakan periode setelah terjadinya krisis issue subprime mortgage pada tahun 2001-2005, sehingga disarankan pada peneliti berikutnya perlu dilengkapi dengan periode penelitian sebelum terjadinya krisis issue subprime mortgage, dan diharapkan penelitian berikutnya menggunakan faktor jarak waktu penyesuaian keseimbangan (lag).

b. Penelitian selanjutnya diharapkan memasukkan variabel moderasi untuk menjembatani hasil penelitian ini yang menunjukkan hubungan negatif dan signifikan antara variabel Financing Expansion dengan risiko pembiayaan yang bertolak belakang dengan teori yang menyatakan bahwa Financing Expansion berhubungan positif terhadap risiko pembiayaan.

DAFTAR PUSTAKA

Adisaputra, I. 2012. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi.Non Performing Loan pada PT. Bank Mandiri, Tbk. Artikel Ilmiah. Makassar: Universitas Hasanudin. Adnan, Akhyar. 2005. Analisis Hubungan Simpanan, Modal Sendiri, NPL, Prosentase bagi

Hasil dan Markup Keuntungan Terhadap Pembiayaan Pada Perbankan Syariah Studi Kasus Pada Bank Muamalat Indonesia (BMI). Sinergi. Edisi Khusus on Finance. Hal. 35-52.

Ahmad, N. H; and Ariff, M 2007. Multi-Country Study of Bank Credit Risk Determinants.

The International Journal of Banking and Finance. Vol. 5. No. 1. Pp.

135-152.

Ahmed, A. S; Takeda, C; and Thomas, S. 1999. Bank Loan Loss Provisions: A Rexamination of Capital Management, Earning Management and Signalling Effects. Journal of Accounting and Economics. Vol. 28. Pp. 1-25.

Ahmad, N. H; and Ahmad, S. N. 2004. Key Factors Influencing Credit Risk of Islamic bank: a Malaysian Case. Journal of Muamalat and Islamic Finance Research.

Vol. 1. No. 1. Pp. 65-80.

Ahmad, N. H; and Nor, M. A. 2015. Impaired Financing Determinants of Islamic Banks in Malaysia. Information Manajement and Business Review. Vol. 7. No. 3. Pp. 17-25.

Al-Smadi, M. O; and N. H. Ahmad. 2009. Factors Affecting Banks Credit Risk: Evidence from Jordan. Malaysia: Collage of Business, University Utara Malaysia. Angbazo, L. 1997. Commercial Bank Net Interest Margins, Default Risk, Interest Rate Risk, and Off-Balance Sheet Banking. Journal of Banking & Finance. Vol. 21. Pp. 55-87.

Arifin, Zainul. 2009. Dasar – Dasar Manajemen Bank Syariah. Jakarta: Azkia Publisher. Azeem, A; and Amara, K. 2014. Impact of Profitability On Quantum of Non Performing Loans. International Journal of Multidisciplinary Consortium. Vol. 1. No. 1. Pp. 1-14.

Baltagi, Budi, H. 2005. Econometric Analysis of Panel Data, 3nd ed. New York: NY

John Wiley & Sons.

Basel Committee on Banking Supervision. 2000. Principles for The Management of

Credit Risk. Risk Management of the Basel Committee on Banking Supervision.

Benos, A; and Papanastasopoulos. 2005. Extending The Merton Model: A Hybrid Approach To Assessing Credit Quality. Working Paper. University of Piraeus. Berger, A. N; and DeYoung, R. 1997. Problem Loans and Cost Efficiency in Commercial

(22)

Brewer, E; Jackson, W. E; and Mondschean, T.S. 2006. Risk, Regulation, and S & L Diversification Into Nontraditional Assets. Journal of Banking and Finance. Vol. 20. Pp. 723-744.

Caprio, Gerard; and Daniela Klingebiel. 1996. Bank Insolvencies: Cross-Country

Experience. Policy Research Working Paper. No.1620. Washington, D.C.: World Bank.

Cebenoyan, A. S; and Strahan, P. E. 2004. Risk Management, Capital Structure and Lending at Banks. Journal of Banking and Finance. Vol. 28. No. 1. Pp. 19-43. Chan, H.L.W; and J. Unsworth. 1989. Simple Model for Piezoelectric Ceramic Polymer 1-3 Composites used in Ultrasonic Transducer Applications. IEEE Transactions on Ultrasonics Ferroelectrics & Frequency Control. Vol. 36. Pp. 434-441. Collin-Dufresne, P; R. Goldstein; and S. Martin. 2001. The Determinants of Credit Spread

Changes. Journal of Finance. Vol. 56. Pp. 2177-2208.

Dendawijaya, Lukman. 2005. Manajemen Perbankan. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Ekanayake, E. M. N. N; and Azeez, A. A. 2015. Determinants of Non-Performing Loans In Licensed Commercial Banks: Evidence From Sri Lanka. Asian Economic and

Financial Review. Vol. 5. No. 6. Pp. 868-882. ISSN: 2305-2147.

Eng, L. L; and Nabar, S. 2007. Loan Loss Provisions By Banks In Hong Kong, Malaysia And Singapore. Journal of International Financial Management & Accounting. Vol. 18. Pp. 18-38.

Faiz, Ihda, A. 2010. Ketahanan Kredit Perbankan Syariah terhadap Krisis Keuangan Global. Jurnal Ekonomi Islam La Riba. Vol. 4. No. 2. Pp. 217-237.

Firmansyah, Irman. 2014. Determinant of Non Performing Loan: The Case of Islamic Bank in Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Vol. 17. No. 2. Pp. 241-258.

Ghozali, Imam. 2007. Manajemen Risiko Perbankan Pendekatan Kuantitatif Value

of Risk (VaR). Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Godlewski, C. J. 2004. Bank Capital and Credit Risk Taking in Emerging Market Economies. Journal of Banking Regulation. Vol. 6. No. 2. Pp. 128-145.

Hassan, M. K. 1992. An Empirical Analysis of Bank Standby Letter of Credit Risk. Review

of Financial Economics. Vol. 2. No. 1. Pp. 31.

---. 1993. Capital Market Tests of Risk Exposure of Loan Sales. Quarterly Journal of Economics. Vol. 32. No. 1. Pp. 27.

---; Karels, G. V; and Peterson, M. O. 1994. Deposite Insurance, Market Discipline, and Sheet Banking Risk of Large U. S. Commercial Banks. Journal of Banking and Finance. Vol. 18. Pp. 575-593.

Inoguchi, M. 2012. Non Performing Loans and Public Asset Management Companies in Malaysia and Thailand. Asia Pasific Eonomic Paper. No. 398.

James B, Thomson. 1989. An Analysis of Bank Failures: 1984 to 1989. Working Paper. No. 8916.

Jiménez, G; and Saurina, J. 2004. Collateral, Type of Lender and Relationship Banking as Determinants of Credit Risk. Journal of Banking and Finance. Vol. 28. No. 9. Pp. 2191-2212.

Kurniasari. 2007. Analisis Pengaruh Efisiensi dan Penyaluran Kredit Terhadap Kredit Bermasalah pada Bank Umum Swasta Nasional Devisa di Indonesia (Rasio BOPO, LDR, dan NPL). Tesis. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha. \

(23)

Liao, Hsien-hsing; and Tsung-kang Chen. 2005. A Multi-Periode Corporate Credit

Model-An Intrinsic Valuation Approach. Available from

www.defaultrisk.com/pp_model_84.htm. (Accessed: June 26, 2005).

Maddala, G. S. 1993. Limited-Dependent and Qualitative Variable in Econometrics. New York: Perss Syndicate of The University of Cambridge.

McNeil; Alexander J et. al. 2005. Quantitative Risk Management, Concept,

Techniques and Tools. Princenton and Oxford, New Jersey: Princenton

University Press.

Messai, A. S; and Jouini, F. 2013. Micro and Macro Determinantas of Non Performing Loans. International Journal of Economics and Financial Issues. Vol. 3. No. 4. Pp. 852-860. ISSN: 2146-4138.

Misman, Najuna, Faridah. 2012. Financing Structures, Bank Spesific Variables, and Credit Risk: Malaysian Islamic Banks. Journal of Business and Policy Research. Vol. 7. No. 1. Pp.102-114.

Misra, B. M; and S. Dhal. 2010. Pro-Cyclical Management of Banks Non Performing Loans by The Indian Public Sector Banks. A Research Publication of Bank for

International Settlement. Available from

http:www.bis.org/repofficepubl/appsearch201003.08.pdf (Accessed: October 15, 2010).

Muhammad. 2005. Manajemen Pembiayaan Bank Syariah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.

Muharam, Harjum. 2010. Model Risiko Kredit: Pendekatan Dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya. Credit Risk Determinants: An Overview.

Muljono, Pudjo, Teguh. 1999. Aplikasi Management Audit dalam Industri

Perbankan. Yogyakarta: BPFE.

Mulyono, T, P. 1999. Analisa Laporan Keuangan untuk Perbankan Cetakan

keenanam. Jakarta: Djambatan.

Oktaviani. 2012. Pengaruh DPK, ROA, CAR, NPL, dan Jumlah SBI Terhadap Penyaluran Kredit Perbankan (Studi Pada Bank Umum Go Public di Indonesia Periode 2008-2011). Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro.

Pareja, Velez, I; and Tham, J. 2009. Market Value Calculation And The Solution Of Circularity Between Value and the Weighted Average Cost of Capital. Revista

De Admistrac Ao Mackenzie. Vol. 10. No. 6. Pp. 101-131. ISSN: 1678-6971.

Peraturan Bank Indonesia Nomor: 5/08/PBI/2003 tentang Risiko Perbankan.

Peraturan Bank Indonesia Nomor: 8/21/PBI/2006 tentang Penilaian Kualitas Pembiayaan Bank Umum.

Peraturan Bank Indonesia Nomor: 13/23/PBI/2011 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.

Pindyck, R.S; and D.I. Rubinfeld. 1991. Econometric Models and Economic Forecasts 3rd.ed. Singapore: McGraw-Hill International Edition.

Poetry, D. Z; dan Sanrego, D. Y. 2011. Pengaruh Variabel Makro dan Mikro Terhadap NPL Perbankan Konvensional dan NPF Perbankan Syariah. Tazkia Islamic

Finance and Business Review. Vol. 6. No. 2. Pp. 79-104.

Pramudita, Aditya. 2013. Pengaruh Ukuran Bank, Manajemen Aset Perusahaan, Kapitalisasi Pasar dan Profitabilitas terhadap Kredit Bermasalah pada Bank yang terdaftar di BEI. Artikel Ilmiah. Malang: Universitas Brawijaya.

Referensi

Dokumen terkait

The result based on statistical analysis shows that the administration of propolis does not have effect on histological changes of kidney in male mice both on the

peneliti untuk melaksanakan penelitian; b) kemampuan tingkat penguasaan metode penelitian yang sesuai dengan bidang keilmuan, objek penelitian serta tingkat

Terdapat 4 bentuk upaya kesehatan yang menjadi standar terpenuhinya pemenuhan kesehatan bagi Narapidana, yaitu upaya kesehatan promotif, upaya kesehatan preventif, upaya kesehatan

Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam akad ijarah adalah sebagai berikut :.. 2) Mu’ajir adalah pemilik sah dari barang sewa, walinya atau orang yang menerima wasiat

Pertama , mengumpulkan teks pokok; teks pokok yang dimaksud adalah karya-karya utama Nurcholish Madjid yang terkait langsung dengan tema pembaruan islam dalam hal

Berdasarkan penjelasan dan fenomena tersebut, penulis memilih judul penelitian yang akan dilakukan adalah Pengaruh Operation Cash Flow, Earning Per Share, Return

Melalui hasil penelitian dengan kerangka teori analisis wacana kritis S.Jäger dan F.Maier pada film “Cinta Tapi Beda” ditemukan bahwa peran laki-laki dalam menghadapi

4) Mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri. Dengan mengulang kembali ucapan klien, perawat memberikan umpan balik sehingga klien mengetahui bahwa