• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga

Telinga dibagi menjadi tiga bagian besar yaitu telinga luar, telinga tengah atau cavum tympani, dan telinga dalam atau labyrinth (Tortora, 2009; Snell,

2006).

Gambar 2.1: Struktur telinga (Martini et. al., 2012) 1. Telinga luar

Telinga luar terdiri atas auricula (pinna) dan meatus acusticus

externus.

2. Telinga tengah (cavum tympani)

Telinga tengah merupakan ruang berisi udara dalam pars petrosa ossis temporalis yang dilapisi oleh membran mukosa.

(2)

3. Telinga Dalam (Labyrinthus)

Telinga dalam terdiri atas labyrinthus osseus, yang tersusun dari

sejumlah rongga di dalam tulang dan labyrinthus membranaceus yang

tersusun dari saccus dan ductus membranosa di dalam labyrinthus osseus.

a. Labyrinthus osseus

Terdiri dari tiga bagian yaitu vestibulum, canalis semicirculares dan cochlea. Ketiganya merupakan rongga-rongga yang berisi cairan perilympha, yang di dalamnya terdapat labirynthus membranaceus.

Vestibulum merupakan bagian tengah labyrinthus osseus, terletak posterior terhadap cochlea dan anterior terhadap canalis semicirculares.

Canalis semicirculares terbagi mendjadi tiga, yaitu canalis semisirculares superior, posterior, dan lateral. Setiap canalis memiliki pelebaran diujungnya yang disebut dengan ampula.

Cochlea berbentuk seperti rumah siput, dan bermuara pada bagian anterior vestibulum.

b. Labyrinthus Membranaceus

Terletak didalam labyrinthus ossesus, dan berisi endolympha yang dikelilingi perilympha. Labyrinthus membranaceus terdiri atas sacculus dan utriculus yang terdapat di dalam vestibulum ossesus. Tiga duktus semicircularis, yang terletak didalam canalis semicircularis osseus, dan ductus cochlearis yang terletak di dalam cochlea (Snell, 2006).

(3)

Gambar 2.2: Telinga Dalam (Tortora, 2009). 2.2 Fisiologi Pendengaran

Mendengar merupakan persepsi neural dari energi suara. Mendengar memiliki dua aspek yaitu identifikasi suara dan lokalisasi suara.

2.2.1 Fungsi Telinga Luar

Telinga luar yang terdiri dari auricula (pinna), external auditory meatus (meatus acusticus externus), dan membran tympani.

Pinna akan mengumpulkan gelombang suara dan menghubungkanya dengan meatus acusticus externus. Pinna juga berfungsi untuk mengetahui penentuan arah suara yang berasal dari depan atau dari belakang.

Meatus acusticus externus dilindungi oleh rambut-rambut halus dan terdapat modifikasi kelenjar keringat yang memproduksi serumen atau lilin (earwax). Secara bersama-sama rambut dan serumen akan mencegah

masuknya partikel-partikel mengganggu seperti debu agar tidak sampai ke membrana tympani dan telinga dalam (Sherwood, 2010).

(4)

2.2.2 Transmisi Suara

Sebagai respon terhadap perubahan tekanan yang dihasilkan oleh gelombang suara di permukaan luarnya, membran timpani bergerak keluar masuk. Membran timpani berfungsi sebagai resonator yang menghasilkan ulang getaran dari sumber suara dan akan berhenti bergetas hampir segera setelah suara berhenti. Gerakan membran timpani disalurkan ke manubrium malleus (Ganong, 2008).

Ujung tangkai malleus melekat dibagian tengah membran timpani, dan tempat perlekatan ini akan konstan tertarik oleh muskulus tensor tympani, yang menyebabkan membran tympani tetap tegang. Keadaan ini menyebabkan getaran pada setiap bagian membran timpani akan dikirim ke tulang-tulang pendengaran, hal ini tidak dapat terjdai jika membran tersebut longgar.

Malleus terikat pada incus oleh ligamen yang kecil sehingga ketika malleus bergerak incus juga ikut bergerak. Ujung yang berlawanan dari incus akan berartikulasi dengan batang stapes, dan bidang depan dari stapes terletak berhadapan dengan membran labyrith cochlea pada muara fenestra ovalis (Guyton, 2008).

2.2.3 Transmisi Suara Melalui Tulang Pendengaran

Malleus bergoyang yang kemudian menyalurkan getararan manubrium ke incus, incus bergerak sedemikian rupa sehingga getaran diteruskan ke bagian kepala stapes. Pergerakan kepala stapes menyebabkan lempeng kakinya bergerak maju mundur seperti pintu berengsel di tepi posterior fenestra ovalis. Dengan demikian, tulang-tulang pendengaran berfungsi sebagai pengungkit (Ganong, 2008).

Sistem pengungkit tersebut mengurangi jarak antar tulang dan meningkatkan tenaga 1,3 kali lebih kuat. Luas permukaan membran timpani (55 milimeter persegi) yang jauh lebih besar dari luas lempeng kaki stapes (3,2 milimeter persegi) menyebabkan penekanan total yang

(5)

lebih kuat yang diberikan pada cairan koklea (Guyton, 2008; Ganong, 2008).

2.2.4 Anatomi dan fungsi koklea

Koklea adalah sistem tuba yang melingkar-lingkar yang teridiri dari tiga tuba yang saling bersisian yaitu skala vestibuli, skala media, dan skala timpani. Skala vestibuli dan skala media dipisahkan satu sama lain oleh membran reissner yang disebut juga membran vestibular. Diantara skala timpani dan skala media dipisahkan oleh membran basilar.

Gambar 2.3: Koklea (Guyton, 2008).

Pada permukaan membran basilar tersebut terletak organ corti, yang mengandung serangkaian sel yang sensitif secara elektromagnetik, yaitu sel-sel rambut. Sel-sel ini merupakan organ reseptif terakhir yang membangkitkan impuls saraf sebagai respon terhadap getaran suara (Guyton, 2008).

(6)

Gambar 2.4: Potongan satu lingkaran koklea (Guyton, 2008).

Skala vestibuli dan skala timpani mengandung perilymph dan berhubungan satu sama lain di apeks koklea melalui lubang kecil yang disebut helikotrema (Ganong, 2008). Skala media atau disebut juga duktus koklearis mengandung cairan yang berbeda yaitu endolymph (Sherwood, 2010).

Perilymph merupakan cairan dengan komposisi ion yang serupa dengan komposisi cairan ekstrasel di tempat lain tetapi kandungan proteinya sangat rendah. Sedangkan endolymph memiliki komposisi kalium yang lebih tinggi dan natrium yang rendah (Junqueira & Carneiro, 2007).

2.2.5 Transmisi Gelombang suara di koklea

Ketika kaki stapes menekan fenestra ovalis, getaran suara memasuki skala vestibuli. Bidang stapes akan menyebabkan perylimph pada skala vestibuli bergetar hingga sampai helikotrema lalu kemudian menuju fenestra rotundum. Fenestra ovale dan fenestra rotundum ikut

(7)

bergerak ke dalam dan ke luar sesuai dengan arah getaran suara (Guyton, 2008; Sherwood, 2010).

Tujuan utama dari gelombang suara yang masuk ke fenestra ovale adalah untuk menggerakan membran basilar pada skala media (Guyton, 2008). Gelombang tekanan pada skala vestibuli akan di transfer ke skala media melalu membran reissner yang tipis dan kemudian akan ditranfer ke membran basiler pada skala media dan kemudian akan di transfer ke skala timpani yang akan menyebabkan foramen rotundum bergerak masuk dan keluar. Transmisi dari tekanan ke membran basiler akan membuat membran basilar bergerak ke atas dan ke bawah, atau bergetar secara sinkron dengan tekanan suara (Sherwood, 2010).

2.2.6 Fungsi Organ Corti

Organ corti merupakan organ reseptor yang membangkitkan impuls saraf sebagai respon terhadap getaran membran basilar. Reseptor pada organ corti merupakan tipe sel saraf yang khusus yang disebut dengan sel rambut yang terdiri dari sel rambut interna dan sel rambut eksterna.

Rambut-rambut ini tertanam pada permukaan lapisan gel dari membran tektorial. Bagian dasar dan samping sel rambut bersinaps dengan jaringan ujung saraf koklearis. Serabut saraf yang dirangsang oleh sel rambut akan menuju ganglion spiralis corti, yang terletak pada modiolus koklea. Neuron ganglion spiralis akan mengirimkan akson ke dalam nervus koklearis dan kemudian kedalam sistem saraf pusat pada tingkat medula spinalis bagian atas (Guyton, 2008).

(8)

Gambar 2.5: Organ Corti(Guyton, 2008).

2.2.7 Fungsi sel rambut dalam dan luar

Fungsi sel rambut dalam lebih banyak berperan dalam mekanisme pendengaran. Sekitar 90% saraf auditorik dihantarkan melalui sel-sel rambut bagian dalam (Guyton, 2008). Rambut dalam menransfer getaran suara menjadi impuls elektrik yang akan disampaikan ke kortex serebri.

Stereocillia dari rambut-rambut tesusun mulai dari tinggi ke rendah dan diikat oleh filamen penghubung yang merupakan CAMs (Cell Adhesion Mollecule). Ketika membrana basiler bergerak ke atas, stereocillia akan bergerak ke arah yang paling tinggi dan akan menarik filamen penghubung. Kemudian, akan terjadi pembukaan kanal kation. Kalium-kalium yang berasal dari endolymph akan masuk dan akan terjadi depolarisasi.

Ketika membrana basilaris bergerak ke bawah maka akan terjadi hal yang sebaliknya. Kanal ion akan tertutup dan terjadi hiperpolarisasi. Gerakan membrana basiler yang bergerak ke atas dan ke bawah secara sinkron akan menyebabkan terjadinya depolarisasi dan hiperpolarisasi secara bergantian yang akan menyebabkan terangsangnya ujung-ujung saraf koklea yang bersinaps di sel-sel rambut (Sherwood, 2010; Guyton, 2008).

(9)

Rambut luar akan secara aktif dan cepat mengubah panjangnya sebagai respon pada membran potensial, yang dikenal dengan

elektromotility. Rambut luar akan memendek ketika depolarisasi dan akan

memanjang ketika hiperpolarisasi. Dengan demikian, rambut luar akan meningkatkan respon rambut dalam dan membuatnya lebih sensitif (Sherwood, 2010).

2.2.8 Jaras Persarafan pendengaran

Gambar 2.6 dibawah ini menggambarkan jaras pendengaran utama. Jaras ini menunjukan bahwa nervus cochlearis (cochlear nerve) memasuki

Gambar 2.6: Jaras persarafan pendengaran (Kennedy, 2010)

nukleus koklearis dorsalis dan ventralis berjalan terus hingga nukleus olivarius superior yang selanjutkan akan berakhir di korteks auditorik pada girus superior lobus temporalis (Guyton, 2008; Kennedy, 2010).

2.2.9 Menentukan kekerasan suara

(10)

a. Ketika suara semakin keras, amplitudo getaran membran basilar dan sel-sel rambut juga meningkat, sehingga sel-sel rambut mengeksitasi ujung saraf dengan lebih cepat.

b. Ketika amplitudo getaran meningkat, semakin banyak sel-sel rambut yang terangsang sehingga terjadi transmisi melalui banyak serabut saraf.

c. Sel-sel rambut luar tidak terangsang secara bermakna sampai getaran membran basiler mencapai intensitas yang tinggi, dan perangsangan ini tam,paknya mengabarkan pada sistem saraf bahwa suara tersebut sangat keras (Guyton, 2008).

2.3 Tinitus

2.3.1 Definisi Tinitus

Tinitus merupakan persepsi suara yang berasa dari kepala atau telinga tanpa adanya sumber suara dari luar dan dapat mengganggu kegiatan sehari-hari, dalam pekerjaan dan tidur (Xu, et. al., 2011).

2.3.2 Klasifikasi dan Etiologi

Tinitus dapat diklasifikasikan menjadi:

a. Tinitus Subjektif dimana bunyi hanya didengar oleh penderita (Kennedy, 2010).

Tinitus subjektif bersifat nonvibratorik, disebabkan oleh proses iritatif atau perubahan degeneratif traktus auditorius mulai dari sel-sel rambut getar koklea sampai pusat saraf pendengar (Bashiruddin & Sosialisman, 2007).

Tinitus subjektif dapat disebabkan oleh gangguan dari telinga, neurologis, infeksi, dan akibat obat-obatan. Penyebab lainya adalah

Noise induce hearing loss, presbyscusis, otosklerosis, otitis, serumen

yang keras, Meniere’s disease, dan sudden sensori neural hearing loss.

Penyebab neurologis termasuk akibat dari trauma kepala, whiplash,

sklerosis multipel, vestibular schwannoma, dan tumor cerebellopontine angle. Penyebab tinitus karena penyakit infeksi seperti otitis media,

(11)

subjektif adalah antibiotik golongan aminoglikosida, salisilat, anti inflamasi non steroid, loop diuretics, dan obat-obatkan kemoterapi

(Chan, 2010).

b. Tinnitus Objektif dimana bunyi terdengar pada penderita dan pemeriksa (Kennedy, 2010).

Jenis ini bersifat vibratorik, berasal dari transmisi vibrasi sistem muskuler atau kardiovaskuler di sekitar telinga. Umumnya disebabkan oleh kelainan vaskular, sehingga tinnitusnya berdenyut mengikuti denyut jantung. Tinnitus berdenyut ini dapat dijumpai pada pasien dengan malformasi ateriovena, tumor glomus jugular dan aneurisma. Tinnitus objektif juga dapat dijumpai sebagai suara klik (clicking sound) yang berhubungan dengan penyakit sendi temporomandibular

dan karena kontraksi spontan dari otot telinga tengah atau myoclonus palatal. Tuba eustachius paten juga dapat menyebabkan timbulnya tinnitus akibat hantaran udara dari nasofaring ke telinga tengah (Bashiruddin & Sosialisman, 2007).

2.3.3 Prevalensi

Prevalensi tinitus telah diestimasi pada basis data dalam studi epidemiologi yang dilaksanakan di beberapa negara yang berbeda (Sindhusake, et al., 2003; Henry, Dennis, schechter, 2005). Prevalensi tinnitus pada orang dewasa adalah sekitar 10-15%. Prevalensi data tinnitus spesifik umur pada orang dewasa (Henry, Dennis, Schechter, 2005).

(12)

Tabel 2.1: Penyebab dan Tipe tinitus

S u

mber: Lockwood, Salvi, Bruckard, 2002

Tipe Penyebab

Subjektif

Otologik Noise-induced hearing loss, presbikusis, otosklerosis, otitis, serumen yang keras, tuli mendadak, Meniere’s disease, dan penyebab kehilangan pendengaran yang lain.

Neural Cedera kepala, whiplash, multiple sclerosis, vestibular schwannoma (acoustic neuroma) dan tumor cerebellopontine angle.

Infeksi otitis media, meningitis, sifilis dan infeksi lain yang berhubungan dengan pendengaran

Obat antibiotik golongan aminoglikosida, salisilat, anti inflamasi non steroid, loop diuretics, dan obat-obatkan

kemoterapi Objektif

Pulsasi Carotid stenosis, arteriovenous malformations, anomali vaskular lain, tumor vascular, penyakit katup jantung (biasanya stenosis aorta), and kondisi-kondisi yang menyebabkan aliran darah turbulen.

Muskular Mioklonus Palatal, spasme stapedius atau otot tensor timpani, patulous eustachian tube.

(13)

Masing-masing studi menunjukan peningkatan prevalensi pada orang tua. Pada orang tua didapati peningkatan prevalensi menjadi 29.6−30.3% (Sindhusake, Mitchell, Newall, 2003; Xu, Bu, Xing, et al., 2006).

Dari hasil penelitian pada penderita tinitus diperkirakan usia rata-rata 40 sampai 70 tahun. Kira-kira hanya 1% yang dijumpai pada penderita yang berusia kurang dari 45 tahun. Pada usia 70 tahun terdapat sekitar 25% sampai 30% risiko tinitus (Pray & Pray, 2005).

2.3.4 Teori-teori Mekanisme Tinitus 2.3.4.1 Model Neural

Tinitus merupakan simptom fungsional yang melibatkan seluruh aspek sistem mulai dari transduksi suara di dalam telinga sampai dengan area somatosensori pada korteks.

Model ini menekankan pada pentingnya sinkronisasi sinaps pada sel rambut oleh influks Ca++, kejadian patologis pada proses transduksi, kebocoran kalium pada bagian apeks dari sel rambut dan juga berbagai kerusakan pada sel rambut, sistem eferen auditorius dan saraf auditorius (Holgers, 2003).

2.3.4.2Model for tinnitus suffering

Model ini berdasarkan hipotesis Jastreboff dan Hazel (1993) yang menyatakan tinitus dapat dipertimbangkan sebagai bentuk dari respon yang terkondisi. Model ini fokus pada jaringan aktivitas neural pada sistem auditori, sistem limbik dan sistem saraf simpatis dan parasimpatis.

Tinitus diperkirakan berasal dari perifer, dan seluruh level dari jaras auditori mulai dari koklea, sub korteks dan korteks auditori merupakan bagian yang penting dari pembuatan persepsi tinitus (Holgers, 2003).

2.3.5 Dampak Psikososial Tinitus

Tinitus lebih dari hanya sekedar bunyi berdenging dan biasanya diikuti dengan simptom-simptom tertekan yang tidak dapat dijelaskan hanya dengan faktor-faktor otologis. Perasaan tertekan ini berhubungan

(14)

dengan faktor psikologis dari pada faktor audiologis. Banyak problem akibat tinitus yang didasarkan oleh faktor psikososial.

Reaksi yang terjadi dapat berupa rasa tertekan, frustasi, marah, penurunan konsentrasi dan gangguan tidur, yang akhirnya masuk kedalam kondisi ansietas yang konstan, perhatian langsung terhadap tinitus dan membangun ‘lingkaran kemarahan’ ketika tinitus meningkat secara langsung mengakibatkan ansietas (Holmes & Padgham, 2009).

2.4 Bising

Bising dapat didefinisikan sebagai suara yang merusak yang memiliki efek samping terhadap kesehatan individu. Bising yang level suara yang tinggi dapat menyebabkan gangguan pendengaran, dan juga dapat menyebabkan anxietas, depresi, dan meningkatkan angka kecelakaan (Mrena, et al., 2007).

Suara diukur dengan desibel (db). Pada skala desibel, peningkatan 10 berarti surata tersebut 10 kali lebih intens dan lebih kuat. Percakapan sehari-hari adalah sebesar 60db, suara lemari es yang menyala sekitar 45db, suara kemacetan di jalan raya dapat mencapai 85 db, sedangkan suara motor, kembang api berkisar antara 120-150 db (NIDCD, 2008)

Berdasarkan National Institute on Deafness and Other Communication Disorders (2008), pemaparan yang lama dan berulang-ulang dengan kekuatan suara sekitar 85db dapat menyebabkan gangguan pendengaran.

2.5 Mekanisme Bising Menyebabkan Tinitus

Bising dapat menyebabkan tinitus dikarenakan tinitus merupakan efek sekunder dari NIHL (Noise Induce Hearing Loss). Bising menyebabkan kerusakan pada rambut luar koklea dan dapat mengubah poin operasi dari rambut dalam. Pemaparan bising dapat menyebabkan kerusakan pada rambut dalam dan membran basilar sehingga terjadi tubrukan dari membran tektorial secara langsung dengan stereocillia dari rambut dalam sehingga menyebabkan depolarisasi. Pemaparan bising juga dapat mningkatkan konsentrasi kalsium

(15)

pada rambut luar dan dapat menyebabkan tinitus dengan meningkatkan pengeluaran neurotransmitter.

Perubahan fungsi atau plastisitas neural juga memainkan peran penting dalam terjadinya tinnitus. Hal ini juga dapat terjadi karena pengurangan input sehingga terjadi disinhibisi dari nukleus koklearis dan dapat meningkatkan sistem auditori sentral dengan tanda hipersensitivitas (Rubak, et al., 2008) 2.6 Tinnitus Handicap Inventory (THI)

Tinnitus handicap inventory merupakan tes yang digunakan untuk

menentukan derajat stres yang dialami pasien tinitus (Keate B, 2011).

THI memperhitungkan evaluasi hubungan antara tinitus dan manifestasi stres, frustasi, iritasi, gangguan, depresi, ansietas, ketidaknyamanan dan kesulitan bersosialisasi dengan keluarga dan teman. Dari aspek fungsional THI mengenali gangguan tinitus dengan kegiatan yang berhubungan dengan konsentrasi, ketajaman pendengaran, perhatian, tidur, kegiatan sosial dan harian, membaca, disamping sensasi melelahkan yang dapat memperburuk tinitus dengan stress. THI juga digunakan sebagai evaluasi pra terapi dan pascaterapi (Ferreira et al., 2005).

2.7 Geografi dan Demografi Kota Medan 2.7.1 Geografi Kota Medan

Batas kota Medan secara administratif adalah sebagai berikut: 1. Utara : Selat Malaka

2. Selatan : Kabupaten Deli Serdang 3. Barat : Kabupaten Deli Serdang 4. Timur : Kabupaten Deli Serdang

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 tahun 1992 tentang Pembentukan Beberapa Kecamatan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan, kota Medan dibagi atas 21 kecamatan yang mencakup 151 kelurahan.

(16)

1. Medan Tuntungan 2. Medan Johor 3. Medan Amplas 4. Medan Denai 5. Medan Area 6. Medan Kota 7. Medan Maimun 8. Medan Polonia 9. Medan Baru 10. Medan Selayang 11. Medan Sunggal 12. Medan Helvetia 13. Medan Petisah 14. Medan Barat 15. Medan Timur 16. Medan Perjuangan 17. Medan Tembung 18. Medan Deli 19. Medan Labuhan 20. Medan Marelan 21. Medan Belawan

2.7.2 Demografi Kota Medan.

Secara demografi kota Medan sedang mengalami transisi, yaitu dari tingkat kelahiran dan kematian tinggi menuju ke tingkat kelahiran dan kematian rendah. Faktor-faktor yang memengaruhi perubahan ini adalah perubahan pola pikir masyarakat yang semakin maju dan perubahan sosial ekonomi merupakan faktor-faktor utama. Faktor-faktor lain yang memengaruhi perubahan tersebut antara lain perbaikan gizi dan kesehatan masyarakat.

(17)

Berikut ini adalah tabel jumlah penduduk dan kepadatan penduduk di kota Medan dari tahun 2005-2009 (Pemkomedan, 2013).

Tabel 2.2: Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kota Medan (2005-2009)

Sumber: Pemkomedan, 2013

Tahun Jumlah Penduduk Luas Wilayah (KM²)

Kepadatan Penduduk (Jiwa/KM²) [1] [2] [3] [4] 2005 2.036.185 265,10 7.681 2006 2.067.288 265,10 7.798 2007 2.083.156 265,10 7.858 2008 2.102.105 265,10 7.929,5 2009 2.121.053 265,10 8.001

Gambar

Gambar 2.1: Struktur telinga (Martini et. al., 2012)  1.  Telinga luar
Gambar 2.2: Telinga Dalam (Tortora, 2009).
Gambar 2.3: Koklea (Guyton, 2008).
Gambar 2.4: Potongan satu lingkaran koklea (Guyton, 2008).
+5

Referensi

Dokumen terkait

Penilaian atas pelaksanaan pekerjaan yang dilaksanakan karyawan atau sering disebut sebagai penilaian kinerja atau penilaian prestasi kerja juga mutlak dilakukan untuk melihat

Paling lambat 2 (dua) Hari Kerja setelah pelaksanaan PMTHMETD, Perseroan wajib memberitahukan kepada OJK serta masyarakat melalui 1 (satu) surat kabar harian

Sedangkan hadis mudalas adalah apabila seorang periwayat meriwayatkan (hadits) dari seorang guru yang pernah ia temui dan ia dengar darinya, (tetapi hadits yang ia

Ditanya: (a) Jarak mendatar objek terhadap dasar laut dibawah towfish, (b) panjang objek dilapangan, (c) lebar objek dilapangan, dan (d) tinggi objek Dijawab:.. (a) Jarak

Hasil perhitungan dengan menggunakan bantuan program SPSS Versi 22, maka dapat diketahui hasil Koefisien Determinasi atau R square (r2) adalah 0,635 yang

Namun sanksi pemecatan yang diberikan terhadap Notaris yang melakukan pelanggaran dan perbuatan melawan hukum bukanlah berupa pemecatan dari jabatan Notaris melainkan

KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR. Kepala Bidang Formasi dan

Waluyo, Eko (2013) telah membuat penelitian pendahuluan tentang sistem pemantauan ketinggian air dengan tampilan pada situs jejaring sosial twitter sebagai peringatan