• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggantian Benda Wakaf Menurut Kompilasi Hukum Islam (Khi) Dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penggantian Benda Wakaf Menurut Kompilasi Hukum Islam (Khi) Dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Chapter III V"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PENGGANTIAN BENDA WAKAF DENGAN BERDASARKAN KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI) DAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG AKAF

A. Faktor-Faktor Penggantian Benda Wakaf Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI)

Dalam Pasal 225 Kompilasi Hukum Islam (KHI) dikatakan bahwa pada dasarnya benda yang telah diwakafkan tidak dapat dilakukan perubahan atau penggunaan lain dari pada yang dimaksud dalam ikrar wakaf, namun karena adanya alasan tertentu. Perubahan benda wakaf dalam pasal 225 Ayat (2) Kompilasi Hukum Islam (KHI) menyatakan penyimpangan terhadap benda yang telah diwakafkan dilakukan perubahan atau penggunaan lain hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari kepala Kantor Urusan Agama kecamatan berdasarkan saran dari majelis ulama kecamatan dan Camat, dengan alasan :

a. Karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti diikrarkan oleh wakif, dan b. Karena kepentingan umum.

Perubahan terhadap harta benda yang diwakafkan dapat dilakukan menurut Hukum Islam dengan jalanisthisan, yaitu suatu cara menentukan hukum dengan jalan menyimpang dari ketentuan yang sudah ada demi keadilan dan kepentingan sosial yang menghendaki.62

Persoalan penggantian benda wakaf telah berlaku sejak lama dan dari penggantian ini muncul sisi negatif dan positifnya. Disebutkan di dalamtarikhbahwa

(2)

seseorang bernama Jamaluddin, salah seorang penguasa Mesir pada Dinasti Mamalik, apabila mendapatkan benda wakaf produktif dan dia ingin mengambilnya, dia mesti mendatangkan dua saksi yang menyatakan bahwa tempat itu (benda wakaf) dalam keadaan mudarat sehingga perlu dilakukan penggantian dengan benda wakaf yang lain. Berdasarkan hal itu, hakim memutuskan untuk melakukan penggantian dan demikianlah, cara ini ditempuh apabila bermaksud melakukan penggantian. Peristiwa ini, sesungguhnya memiliki implikasi yang luas terhadap berbagai pemikiran ulama fikih. Oleh karena itu, Abu Zahrah menegaskan, ada tiga hal yang harus dipenuhi dalam proses penggantian.63

1. Hakim harus memeriksa dan menyelidiki sendiri jika memungkinkan terhadap benda wakaf dan benda yang diajukan sebagai penggantinya.

2. Hendaknya menunjuk dua saksi yang berpengalaman, adil, dan dapat dipercaya dalam penyelidikan tersebut. Apabila telah ditetapkan kelayakanya, dibolehkan adanya penggantian.

3. Setelah dilakukan penggantian, hendaknya ditulis dalam buku khusus, dan didengar kesaksianya, serta disebutkan bahwa tidak ada sesuatu yang dapat menghambat atau menghalangi prosesnya sebagai proses penggantian telah sempurna untuk kemasalahatan.64

63

Siah Khosyi’ah,Op. Cit, hal. 140.

(3)

Ulama fikih sepakat mengatakan bahwa apabila salah satu rukun atau syarat wakaf tidak terpenuhi, maka wakafnya batal. Ulama Mazhab Maliki mengemukakan pendapat yang rinci tentang wakaf. Menurut mereka, wakaf bisa batal apabila:

a. Orang yang berwakaf wafat sebelum harta wakaf diserahterimakan, kecuali apabila ahli warisnya meneruskan wakaf tersebut.

b. Rumah yang diwakafkan tetap ditempati wakif, sekalipun hanya satu tahun, atau wakif mengambil hasil harta yang diwakafkannya, maka wakaf tersebut batal.

c. Wakaf untuk hal-hal yang bersifat maksiat, seperti wakaf untuk gereja, atau wakaf untuk membeli senata guna memerangi umat Islam.

d. Wakaf itu dituukan kepada wakif dan mitranya sehingga harta wakaf itu tetap saja dimiliki wakif.

e. Bila dalam akad wakaf itu disyaratkan bahwa pengelola wakaf wakif sendiri; f. Seluruh harta yang diawakafkan terbelit utang;

g. Wakif tidak melepaskan harta yang diwakafkan itu kepada yang berhak menerima.

h. Yang member wakaf adalah orang kafir, terutama jika benda wakafnya berupa masjid.65

Permasalahan yang timbul adalah harta yang telah diwakafkan boleh digantikan dengan yang lain. Tentu arti menggantikan berbeda dengan menjual. Adapun mengganti apa yang dinadzarkan dan diwakafkan dengan yang lebih baik

65

(4)

darinya, seperti dalam penggantian benda wakaf, maka yang demikian ini ada dua macam:

Pertama : Penggantian karena kebutuhan, misalnya benda sudah tidak berfungsi, maka ia dijual dan harganya dipergunakan untuk membeli apa yang dapat menggantikanya. Seperti kuda yang diwakafkan untuk perang, bila tidak mungkin lagi dimanfaatkan didalam peperangan, maka ia dijual dan harganya dipergunakan untuk membeli apa yang dapat menggantikanya. Seperti masjid yang diwakafkan misalnya, bila tempat disekitarnya rusak, maka ia dipindahkan ketempat lain atau dijual dan harganya dipergunakan untuk membeli apa yang dapat menggantikanya. Apabila tidak mungkin lagi memanfaatkan wakaf menurut maksud pewakaf, maka ia dijual dan harganya dipergunakan untuk membeli apa yang dapat menggantikanya. Bila masjid rusak dan tidak mungkin lagi diramaikan, maka tanahnya dijual dan harganya dipergunakan untuk membeli apa yang dapat menggantikanya. Ini semuanya diperbolehkan, karena bila yang pokok (asal) tidak dapat untuk mencapai maksud, maka digantikan oleh yang lainya.66

Kedua : Penggantian karena kepentingan dan masalahat (kemanfaatan orang banyak) yang lebih kuat. Misalnya ada masjid yang sudah tidak layak guna bagi kaum muslimin setempat, maka boleh dijual dan uangnya digunakan untuk

66

(5)

membangun masjid yang baru, sehingga kaum muslimin dapat menggunakan dan memakmurkanya dengan maksimal.67

1. Ulama Mazhab Hanafi, menyatakan apabila yang di wakafkan itu dalam bentuk masjid, dan masjid itu telah roboh, tidak ada yang membangun kembali, sementara masyarakat telah membangun masjid baru atau lainya, maka masjid wakaf tersebut tetap dibiarkan sebagaimana adanya sampai hari kiamat tidak di kembalikan kepada orang yang membangunnya, dan tidak pula kepada ahli warisnya. Dalam hal penggantian harta wakaf, ulama Mazhab Hanafi mengemukakan tiga bentuk, yaitu:68

a. Apabila wakif mensyaratkan bahwa ia akan mengganti harta wakaf itu dengan tanah, maka penggantian itu boleh.

b. Apabila wakif tidak mensyaratkan apa pun dan harta wakaf itu tidak bisa lagi dimanfaatkan dan tidak ada lagi hasilnya, maka penggantian wakaf itu pun boleh apabila mendapat izin dari penguasa.

c. Apabila penggantian tidak disyaratkan wakif dan penggantian itu pada dasarnya memberi manfaat, dan wakif akan menggantinya dengan yang lebih baik, menurut pendapat yang sahih dalam Mazhab Hanafi, penggantian itu tidak sah.

2. Ulama Mazhab Maliki membedakan jenis harta wakaf dalam kaitanya dengan penjualan harta tersebut, yaitu:

67

Departemen Agama, Fikih Wakaf, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, 2007), hal. 81-82.

68

(6)

(a) Apabila harta wakaf berwujud masjid, maka tidak boleh dijual.

(b) Apabila harta wakaf itu berbentuk harta tidak bergerak, maka tidak boleh diganti dengan jenis yang sama, tetapi boleh dijual dengan syarat dibelikan lagi sesuai dengan kebutuhan untuk memperluas masjid atau jalan umum. (c) Dalam bentuk benda lain dan hewan, apabila manfaatnya tidak ada lagi

boleh dijual dan hasil penjualanya dibelikan barang atau hewan sejenis.69 3. Ulama Mazhab Syafi’i dalam penjualan harta wakaf adalah apabila harta wakaf

itu berupa masjid, maka tidak boleh dijual dan tidak boleh di kembalikan kepada wakif atau siapa pun, walaupun masjid itu telah rusak dan tidak dapat digunakan untuk shalat. Alasanya, kata mereka karena harta penguasa boleh membangun masjid lain, jika pihak penguasa menganggap hal itu yang terbaik. Jika tidak, maka kekayaan masjid itu menjadi amanah di tangan Pemerintah. Apabila masjid itu rusak dan dikahawatirkan akan runtuh, maka pihak penguasa harus memperbaikinya. Apabila harta wakaf itu berupa hewan atau buah-buahan, dan diduga keras pemanfaatanya akan hilang, maka boleh dijual dan hasilnya diberikan kepada kerabat wakif yang miskin. Apabila tidak ada kerabat wakif yang miskin, maka diberikan untuk fakir miskin lainnya atau untuk kemasalahatan umat Islam setempat.70

4. Ulama Mazhab Hanbali tentang penjualan harta wakaf adalah sebagai berikut:

69 Ibid.

(7)

a. Apabila manfaat harta wakaf telah hilang, seperti rumah telah hancur dan perkebunan sudah menjadi hutan atau masjid tidak dipergunakan lagi oleh warga setempat, atau masjid itu telah sempit dan tidak mampu lagi menampung jemaah setempat, sedangkan biaya untuk memperbaiki dan memperluas masjid itu tidak ada, maka harta wakaf itu boleh dijual.

b. Apabila harta wakaf telah dijual, maka hasil penjualanya boleh dibelikan apa saja (benda wakaf lain, sejenis atau tidak sejenis), asalkan harta yang dibeli itu bermanfaat bagi kepentingan umum, karena prinsip dasar dalam wakaf adalah pemanfaatan harta tersebut seoptimal mungkin bagi kepentingan umum. c. Apabila manfaat harta wakaf sebagian masih bisa dimanfaatkan sekalipun

sedekit, maka harta itu tidak boleh dijual. Tetapi, dalam keadaan darurat boleh dijual demi memelihara tujuan wakaf itu sendiri.

d. Apabila harta wakaf berupa hewan, tetapi sudah tidak bisa dimanfaatkan lagi lalu dijual dan hasil penjualanya tidak mencukupi untuk membeli hewan lain yang sama jenis dan kualitasnya, maka boleh dibelikan hewan lain yang tidak sejenis dan tidak sekualitas, sesuai dengan uang yang ada, sehingga masih bisa dimanfaatkan penerima wakaf.71

Tidak boleh memindahkan masjid dan menukarnya dengan yang lain, dan tidak boleh juga menjual pekarangan masjid, kecuali apabila masjid dan perkarangan masjid itu tidak bermanfaat lagi.

(8)

Sering banyak kasus bahwa seorang menjual benda wakaf dan memperoleh sejumlah uang, tetapi dia tidak tahu bahwa uang itu harus digunakan untuk membeli benda lain sebagai pengganti benda wakaf. Oleh karena itu, Ibnu Najam di dalam kitab Al-Bahr mensyaratkan supaya penggantian benda wakaf dalam bentuk benda tak bergerak (akar), bukan dengan sejumlah uang dirham atau dinar sehingga benda wakaf tidak akan hilang dan batil.

Membuka lebar-lebar peluang penggantian dalam berbagai keadaan, menjadi sebab hilangnya benda-benda wakaf. Sebab penggantian itu bukan hanya sebuah kebaikan dan bukan sebuah kejelekan. Akan tetapi, penggantian akan merusak benda wakaf jika salah satu diantara keduanya rusak. Sungguh, kejelekan itu telah menghapus semuanya pada masa lalu sehingga perkara penggantian telah merusak benda wakaf.72

Ulama Hanafi lebih banyak memberi kelonggaran dalam menukar atau menjual harta wakaf selain masjid. Menurut mereka, pergantian harta wakaf itu mungkin terjadi dalam tiga hal, yaitu:

1. Wakaf dalam ikrar menyatakan bahwa dia menunjuk dirinya atau orang atau badan lain untuk mempertukarkan atau menjual harta wakaf seandainya diperlukan kemudian hari, seperti seorang wakif menyatakan dalam shighat wakaf nya, “Saya mewakafkan tanah saya ini, seandainya diperlukan kemudian hari saya berhak menjualnya dan membelikan kepada yang lain dengan harga yang sama nilainya dengan hasil penjualan. Atau saya menggantinya dengan

(9)

yang lain yang sama nilai dan harganya”. Dalam hal ini wakaf adalah sah dan syaratnyapun adalah sah.

2. Wakif tidak menyatakan hak untuk menjual atau menukar harta wakaf, dalam shighatwakafnya dahulu, dan tidak memberikan hak itu kepada orang atau badan yang lain. Kemudian hari ternyata harta wakaf itu tidak dapat diambil manfaatnya atau hasilnya lagi, seperti robohnya bangunan wakaf, tanah menjadi gersang tidak lagi menghasilkan yang sepadan dengan biaya pengolahannya. Penggantian atau penjualan hal yang seperti ini dibolehkan dengan keputusan baik.

3. Harta wakaf telah memberi manfaat atau mendatangkan hasil yang melebihi biaya pengolahanya, tetapi ada kesempatannya untuk menukar dengan yang lebih baik dengan harga dan nilai yang sama dengan harta wakaf itu. Dalam hal ini Abu Yusuf membolehkan menukarnya karena tidak mengurangi tujuan wakaf.73

Jika wakaf rusak, sementara tidak ada sesuatu yang digunakan untuk memperbaikinya, juga tidak mungkin disewakan atau diperbaiki, dan yang tersisa hanyalah reruntuhannya seperti batu bata dan kayu maka sah untuk dijual berdasarkan perintah penguasa, hasil penjualan dibelikan pengganti wakaf. Jika tidak mungkin dibeli maka dikembalikan kepada ahli waris orang yang wakaf jika mereka ada. Jika tidak ada maka diberikan kepada orang-orang fakir.

73

(10)

Penjualan benda wakaf adalah dengan izin hakim dan hasil penjualan diberikan kepada sebagian masjid berdasarkan pendapat Abu Yusuf dalam riwayat keduanya, atau dikembalikan kepada ahli waris, orang-orang fakir, berdasarkan pendapat Muhammad SAW, pendapat ini merupakan perpaduan yang bagus. Pendapat Abu Yusuf diamalkan jika memungkinkan, jika tidak maka pendapat Muhammad adalah kebolehan penjualan reruntuhan itu dan memberikan hasil penjualanya untuk masjid lain atau penampungan lain sebab tujuan dari orang wakaf adalah orang-orang bisa memanfaatkanya.74

Para ahli fiqih terdahulu telah mengenal wakaf uang. Sebagian di antara mereka ada yang memperbolehkan, dan sebagian lagi ada yang melarangnya. Inti permasalahanya adalah kemungkinan penggunaanya merusak barangnya atau tidak. Sebagian ahli fiqih memperbolehkan wakaf uang apabila dipergunakan untuk hiasan berdasarkan dalil qiyas bahwa penyewaan uang untuk tujuan ini diperbolehkan, sekalipun hal ini masih diperdebatkan. Sebagaian ada yang membolehkannya untuk tujuan dipinjamkan. Sebagian yang lain juga memperbolehkan untuk diinvestasikan dalam usaha bagi untung (mudharabah), kemudian keuntunganya disalurkan sesuai dengan tujuan wakaf.75

74Wahbah Az-Zuhaili, Fikih Islam Wa Adillatuhu, (Jakarta :Gema Insani, 2007). hal.

324-325.

(11)

B. Faktor-Faktor Penggantian Benda Wakaf Dalam Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

Pengelolaan agar pengembangan harta benda wakaf terjaga maka yang harus dilakukan oleh nazhir sesuai dengan Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 Tentang Wakaf yang termuat didalam Pasal 44 yaitu:

1. Dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, nazhir dilarang melakukan perubahan peruntukan harta benda wakaf kecuali atas dasar izin tertulis dari Badan Wakaf Indonesia.

2. Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan apabila harta benda wakaf ternyata tidak dapat dipergunakan sesuai dengan peruntukan yang dinyatakan dalam ikrar wakaf.

Sebab dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf harta benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang yaitu:

a. Dijadikan jaminan. b. Disita.

c. Dihibahkan. d. Dijual. e. Diwariskan. f. Ditukar. Atau

g. Dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainya.76

(12)

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 40 huruf f dikecualikan apabila harta benda wakaf yang telah diwakafkan digunakan untuk kepentingingan umum sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR), berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan syari’ah. Pada pasal 41 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf dinyatakan:

1. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin tertulis dari Menteri atas persetujuan Badan Wakaf Indonesia.

2. Harta benda wakaf yang sudah diubah statusnya karena ketentuan pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat 1 (satu), wajib ditukar dengan harta benda yang manfaat dan nilai tukar sekurang-kurangnya sama dengan harta benda wakaf semula.

3. Ketentuan mengenai perubahan status harta benda wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Dari ketentuan yang tercantum mulai pasal 40 dan 41 diatas, kehati-hatian dalam tukar-menukar barang wakaf dan masih menekankan upaya menjaga keabadian barang wakaf selama keadaannya masih normal-normal saja. Akan tetapi disisi lain juga sudah membuka pintu Istibdal meskipun tidaktasahul (mempermudah masalah).77

(13)

Hal ini lebih jelas lagi dengan melihat aturan yang terdapat pada Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006. Dalam BAB VI , Pasal 49 dinyatakan :

1. Perubahan status harta benda wakaf dengan bentuk penukaran dilarang kecuali dengan izin tertulis dari Menteri berdasarkan pertimbangan BWI. 2. Izin tertulis dari Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya

dapat diberikan dengan pertimbangan sebagai berikut :

a) Perubahan harta benda wakaf tersebut digunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan dan tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah.

b) Harta benda wakaf tidak dapat dipergunakan sesuai dengan ikrar wakaf, atau pertukaran dilakukan untuk keperluan keagamaan secara langsung dan mendesak.

3. Selain dari pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), izin pertukaran harta benda wakaf hanya dapat diberikan jika :

a. Harta benda penukar memiliki sertifikat atau bukti kepemilikan sah sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan.

(14)

4. Nilai dan manfaat harta benda penukar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b ditetapkan oleh Bupati/Walikota berdasarkan rekomendas tim penilai yang anggotanya terdiri dari unsur :

a. Pemerintah daerah Kabupaten/Kota b. Kantor pertanahan Kabupaten/Kota

c. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten/Kota d. Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota e. Nazhir tanah wakaf yang bersangkutan

Pasal 50 dan 51 PP Nomor 42 tersebut, selanjutnya di dinyatakan: Pasal 50: Nilai dan manfaat harta benda penukar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (3) huruf b dihitung sebagai berikut :

a. Harta benda penukar memiliki Nilai Jual Obyek Pajak (NOJP) sekurang-kurangya sama dengan NPJP harta benda wakaf.

b. Harta benda penukar berada di wilayah yang strategis dan mudah untuk dikembangkan.

Pasal 51 menyebutkan bahwa harta benda wakaf yang akan diubah statusnya dapat dilakukan sebagai berikut :

(15)

b. Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan meneruskan permohonan tersebut kepada Kantor Departemen Kementerian Agama Kabupaten/Kota, Kepala Kantor Departemen Kementerian Agama Kabupaten/Kota setelah menerima permohonan tersebut membentuk tim dengan susunan dan maksud seperti dalam pasal 49 ayat 4 dan selanjutnya Bupati/Walikota setempat membuat Surat Keputusan.

c. Kepala Kantor Departemen Kementerian Agama kabupaten / kota meneruskan permohonan tersebut dengan dilampiri hasil penelitian dari tim kepada Kantor Wilayah Departemen Kementerian Agama propinsi dan selanjutnya meneruskan permohonan tersebut kepada Menteri.

d. Setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari Menteri, maka tukar ganti dapat dilaksanakan dan hasilnya harus dilaporkan oleh Nazhir ke kantor pertanahan dan / atau lembaga terkait untuk pendaftaran lebih lanjut .78

Perlunya rekonstruksi konsep fiqh wakaf, didasarkan salah satunya pada pengelolaan wakaf di Indonesia yang sangat memprihatinkan. Karena faktor ketidak profesionalan dalam penanganan harta benda wakaf, banyak yayasan pendidikan yang berasal dari harta benda wakaf terlantar. dan tidak berkembang atau bahkan gulung tikar. Yayasan semacam ini, di Indonesia jumlahnya sangat banyak. Inilah salah satu ide dasar munculnya istilah wakaf produktif. Kesadaran masyarakat untuk mengamalkan tingkat religiusitasnya dengan cara wakaf memang cukup tinggi.

(16)

Namun sayangnya, banyak aset wakaf yang tingkat pendayagunaannya terbatas, dan tidak sedikit yang tidak berkembang sama sekali. Penyebabnya adalah umat Islam pada umumnya mewakafkan tanah, namun kurang memikirkan biaya operasional sekolah, sehingga yang harus dilakukan adalah pengembangan wakaf produktif untuk mengatasi hal tersebut. Pilihan menganut manajemen moderen menjadi niscaya dan harus dilakukan serta kelaziman bahwa harta benda wakaf adalah hanya harta benda tak bergerak harus segera diubah bahwa harta benda wakaf bergerak juga bisa diwakafkan dan potensial untuk dikembangkan. Keterikatan dengan pemahaman yang diyakini dan kualitas nadzir yang tidak futuristik dalam mengelola aset wakaf menyebabkan potensi harta wakaf tidak berkembang semestinya. Pengembangan dan pengelolaan fungsi aset wakaf secara produktif merupakan upaya menghidupkan kembali harta wakaf yang statis atau cenderung mati. Pengembangan wakaf ini juga bisa ditopang dengan dikembangkannya konsep wakaf tunai.79

Pada umumnya tanah yang diwakafkan umat Islam di Indonesia hanyalah cukup untuk membangun masjid atau mushallah, tapi sulit untuk dikembangkan. Memang ada beberapa tanah wakaf yang cukup luas, tetapi nazhir tidak profesional. Di Indonesia masih sedikit orang yang mewakafkan harta selain tanah (benda tidak bergerak), padahal dalam fiqih, harta yang boleh diwakafkan sangat beragam termasuk surat berharga dan uang.

79Sururudin, Pemeliharaan Dan Pengamanan Harta Benda Wakaf, http:// sururudin.

(17)

Dalam pengelolaan harta wakaf produktif, pihak yang paling berperan berhasil tidaknya dalam pemanfaatan harta wakaf adalah nazhir wakaf, yaitu seseorang atau sekelompok orang dan badan hukum yang diserahi tugas oleh wakif, untuk mengelola wakaf. Walaupun dalam kitab-kitab fiqih ulama tidak mencantumkan nazhir wakaf sebagi salah satu rukun wakaf, karena wakaf merupakan pemberian yang bersifat sunnah (tabaru). Namun demikian setelah memperhatikan tujuan wakaf yang ingin melestarikan manfaat dari hasil harta wakaf, maka keberadaan nazhir sangat dibutuhkan, bahkan menempati pada peran sentral. Sebab dipundak nazhirlah tanggung jawab dan memelihara, menjaga, mengembangkan wakaf dan menyalurkan hasil atau manfaat dari wakaf kepada sasaran wakaf.80

Diberbagai negara yang wakafnya dapat berkembang dan berfungsi untuk memberdayakan ekonomi umat, wakaf dikelola oleh nazhir yang profesional. Di Indonesia masih sedikit nazhir yang profesional, bahkan ada beberapa nazhir yang kurang memahami hukum wakaf, termasuk kurang memahami hak dan kewajibannya.

Dengan demikian, wakaf yang diharapkan dapat memberi kesejahteraan pada umat, tetapi sebaliknya justru biaya pengelolaannya terus-menerus tergantung pada zakat, infaq dan shadaqah dari masyarakat, di samping itu, dalam berbagai kasus ada sebagian nazhir yang kurang memegang amanah, seperti melakukan penyimpangan dalam pengelolaan, kurang melindungi harta wakaf, dan kecurangan-kecurangan lain,

80

(18)

sehingga memungkinkan wakaf tersebut berpindah tangan. Untuk mengatasi masalah ini, hendaknya calon wakif sebelum berwakaf memperhatikan lebih dahulu apa yang diperlukan masyarakat, dan dalam memilih nazhir sebaiknya mempertimbangkan kompetensinya.81

Dalam hal pengelolaan harta benda wakaf sebagaimana dimaksudkan oleh undang-undang wakaf, yakni agar dapat berkembang dan dapat dimanfaatkan secara maksimal bagi kesejahteraan sosial, maka yang paling memegang peranan sangat penting dan strategis ialah nazhir. Walaupun dalam referensi fiqih klasik, peranan nazhir tidak begitu dianggap penting, bahkan tidak termasuk salah satu rukun wakaf, namun melihat tujuan dan kecenderungan pengembangan serta pemberdayaan wakaf yang diintensifkan saat ini, sudah saatnya nazhir ini mendapatkan perhatian khusus dan lebih, bahkan sudah pada saatnya dimasukkan ke dalam salah satu rukun wakaf.

Karena itu rekrutmennya tidak menjadi hak wakif semata, atau hanya sekedar saran dan pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) kecamatan dan Camat saja, tetapi lebih dari itu harus ada campur tangan Badan Wakaf Indonesia (BWI). Hal ini dimaksudkan agar nazhir benar-benar orang yang berkualitas dan mempunyai kualifikasi khusus yang dipersyaratkan oleh Badan Wakaf Indonesia (BWI).

Sementara ini persyaratan nadzir sebagimana yang terdapat dalam Pasal 54 undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, ialah meliputi :

a. Warga Negara Indonesia

81Suhairi blog Stain Jurai Siwo Metro, Wakaf Uang Dalam Mewujudkan Ekonomi Umat,

(19)

b. Beragama Islam

c. Dewasa

d. Amanah

e. Mampu secara jasmani dan rohani

f. Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum. (psl. 10 ayat 1).82

Berdasarkan Pasal 40 Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang harta benda wakaf yaitu, suatu harta benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang :

a. Dijadikan jaminan b. Disita

c. Dihibahkan d. Dijual

Apabila harta benda wakaf yang telah diwakafkan akan dilakukan tukar seperti hal yang diatur dalam pasal 40 butir f, dapat dilakukan apa bila untuk kepentingan umum sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR), berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan syari’ah dan telah memperoleh izin tertulis dari Menteri atas persetujuan Badan Wakaf Indonesia (BWI).

Harta benda yang sudah diubah statusnya, wajib ditukar dengan harta benda yang manfaatnya dan nilai tukar sekurang-kurangnya sama dengan harta benda wakaf semula. Setiap perubahan atau ditukar harta benda wakaf peruntukanya maka nazhir 82 Muhibbin,Pengelolaan Dan Pemberdayaan Wakaf Produktif di Indonesia, http:// www.

(20)

wajib mendaftarkan kembali kepada instansi yang berwenang atas harta benda wakaf yang ditukar atau diubah peruntukanya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.83

Prospek perkembangan wakaf yang diinginkan di masa mendatang, antara lain dapat diproyeksikan dari substansi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf tersebut. Ada beberapa substansi penting yang perlu diperhatikan bagi berbagai pihak yang perduli dengan permasalahan perwakafan dalam undang-undang wakaf antara lain adalah dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf ini terlihat jelas arah perwakafan di Indonesia bukan hanya untuk kepentingan ibadah saja, tetapi juga untuk memberdayakan masyarakat dengan pengelolaan wakaf secara ekonomis dan produktif dalam rangka meningkatkan kesejahteraan ummat.84

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Pasal 2 terkait dengan pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilaksanakan berdasarkan asas :

a. kemanusiaan. a. keadilan. b. kemanfaatan c. Kepastian d. Keterbukaan e. Kesepakatan

83Elsi Kartika Sari,Loc. Cit.

(21)

f. Keikutsertaan g. Kesejahteraan h. Keberlanjutan i. keselarasan.85

Wakaf tunai yang bisa diterbitkan dengan Serifikat Wakaf Tunai dapat dilakukan dengan maksud untuk memenuhi target investasi, sedikitnya yaitu:

1. Kemanfaatan bagi kesejahteraan pribadi (dunia akhirat), semua manusia akan kembali kehariban illahi, karena itu tidaklah berlebihan kalau kita merenungkan sejenak, bahwa pada saat dilahirkan kita dalam keadaan miskin dan pada saat meninggal kita pun akan dalam keadaan miskin. Tidak dapat disangkal lagi bahwa setelah meninggal, semuanya akan berakhir kecuali tiga hal, yaitu ilmu yang bermanfaat, anak saleh, dan amal jariah. Wakaf tunai termasuk salah satu amal ariyah yang terus mengalir pahalanya. Wakaf tunai sebagai sedekah ariyah memainkan peranan penting bagi seseorang untuk mencapai kesejahteraan dunia dan akhirat.

2. Kemanfaatan bagi kesejahteraan keluarga (dunia dan akhirat), Sertifikat Wakaf Tunai menerangkan peluang bagi kita untuk dapat mewujudkan tanggung jawab kepada orang tua, istri, anak–anak dan anggota keluarga lainnya. Sertifikat Wakaf Tunai dapat juga dibeli untuk menjamin perbaikan kualitas hidup generasi penerus

(22)

melalui pelaksanaan program pendidikan, pernikahan dan lain-lain. Sebab bank akan tetap bertanggung jawab untuk mengelola keuntungan dari Sertifikat Wakaf Tunai itu. Karena dengan cara pengelolaan program seperti itu, maka wakaf tunai dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan generasi mendatang.

3. Pembangunan sosial Sertifikat Wakaf Tunai juga menawarkan peluang yang unik untuk membantu masyarakat. Dengan adanya keuntungan dari wakaf tunai, seseorang dapat membantu bantuan yang berharga bagi pendirian ataupun operasionalisasi lembaga-lembaga pendidikan termasuk masjid, madrasah, rumah sakit, sekolah, kursus, akademi, dan universitas. Pembelian sertifikat ini dapat membantu terlaksananya proyek-proyek pendidikan, riset, keagamaan, kesejahteraan sosial, pengobatan dan perawatan kesehatan untuk orang miskin dan untuk penghapusan kemiskinan.

4. Membangun masyarakat sejahtera dana yang terhimpun dari wakaf tunai akan diinvestasikan dan hasilnya dapat memberikan jaminan sosial kepada simiskin dan keamanan bagi sikaya. Akhirnya, wakaf tunai akan menjadi wahana bagi terciptanya kepedulian dan kasih sayang antara sikaya dan si miskin, sehingga membantu terciptanya hubungan yang harmonis dan kerjasama yang baik. Tidak berlebihan kiranya kita mengharapkan bahwa melalui Sertifikat Wakaf Tunai akan memperoleh manfaat yang banyak di bidang ekonomi dan sosial bagi masyarakat secara keseluruhan.86

(23)

Perluasan benda yang diwakafkan sebelum Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf, pengaturan wakaf hanya menyangkut perwakafan benda tak bergerak yang lebih banyak dipergunakan untuk kepentingan konsumtif, seperti masjid, madrasah, kuburan, yayasan yatim piatu, pesantren, sekolah dan sebagainya.

Namun saat ini sedang berkembang dan sudah dipraktekkan oleh sebagaian lembaga Islam terhadap wacana wakaf benda bergerak, seperti uang (cash waqaf), saham atau surat-surat berharga lainnya seperti yang diatur dalam Undang-undang wakaf. Tentu saja ini merupakan terobosan yang cukup signifikan dalam dunia perwakafan, karena wakaf seperti uang, saham atau surat berharga lainya merupakan variabel penting dalam pengembangan ekonomi.

Pembaharuan paham wakaf tersebut bukan untuk dibelanjakan secara konsumtif seperti kekhawatiran sebagai orang hingga habis yang berarti menyalahi konsep dasar wakaf itu sendiri, namun bagaimana agar uang, saham atau surat berharga lainnya yang dimiliki oleh seseorang atau lembaga (badan hukum) dapat dimanfaatkan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat banyak.

Aspek kemanfaatan dzat (benda yang diwakafkan) menjadi esensi dari jenis benda wakaf ini, bukan aspek dzat benda wakaf itu sendiri. Sehingga dengan diaturnya benda wakaf bergerak seperti diatur dalam undang-undang wakaf seperti uang, saham atau surat berharga lainya diharapkan bisa menggerakan seluruh potensi wakaf untuk kesejahteraan masyarakat luas.87

(24)

Terkait dengan penggantian benda wakaf dengan uang maka berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Pasal 28 sampai dengan Pasal 31 yang mana Undang-Undang ini mengatur tentang wakaf benda bergerak berupa uang. Ketentuannya bahwa wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui Lembaga Keuangan Syari‘ah yang ditunjuk oleh Menteri. Penjelasan Pasal 28 Undang-Undang ini menerangkan bahwa yang dimaksud dengan Lembaga Keuangan Syari‘ah adalah badan hukum Indonesia yang bergerak di bidang keuangan syari‘ah.

Hal ini dapat dilaksanakan oleh wakif dengan pernyataaan kehendak wakif yang dilakukan secara tertulis dan diterbitkan dalam bentuk sertifikat wakaf uang. Selanjutnya lembaga keuangan syari‘ah menerbitkan sertifikat tersebut dan menyampaikannya kepada wakif dan nazhir sebagai bukti penyerahan harta benda wakaf. Kemudian lembaga keuangan syari‘ah, atas nama nazhir mendaftarkan harta benda wakaf berupa uang ini kepada Menteri selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterbitkannya Sertifikat Wakaf Uang.

(25)

berharga, (3) wakaf uang termasuk jawaz (boleh), (4) wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar‘iy, (5) nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan atau diwariskan.88

88

(26)

BAB IV

AKIBAT HUKUM PENGGANTIAN BENDA WAKAF MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI) DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41

TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

A. Akibat Hukum Penggantian Benda Wakaf Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) Dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

1. Keabsahan Wakaf Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004

Pada masa sebelum lahirnya Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf jarang harta atau tanah wakaf didaftarkan menurut peraturan yang berlaku akibatnya sewaktu terjadi persengketaan tentang setatus tanah wakaf tersebut atau tanah wakaf itu di gusur dengan tujuan pembangunan, maka pihak kenaziran sulit membuktikan bahwa tanah wakaf yang digusur itu benar-benar tanah wakaf.89

Maka agar dapat meminimalisir dampak negatif terhadap benda wakaf tata cara pendaftaran wakaf menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) tersebut terdapat pada Pasal 223 yaitu:

1. Pihak yang hendak mewakafkan dapat menyatakan ikrar wakaf dihadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar wakaf untuk melaksanakan ikrar wakaf.

2. Isi dan bentuk ikrar wakaf ditetapkan oleh Menteri Agama.

3. Pelaksanaan ikrar, demikian pula pembuatan akta ikrar wakaf, dianggagap sah jika dihadiri dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya oleh dua orang saksi.

(27)

4. Dalam melaksanakan ikrar seperti dimaksut ayat 1 (satu) pihak yang mewakafkan diharuskan menyerahkan kepada Pejabat yang tersebut dalam Pasal 215 ayat 6 (enam), surat-surat sebagai berikut:

a. Tanda bukti kepemilikan harta benda.

b. Jika benda yang diwakafkan berupa benda tidak bergerak, maka harus disertai surat keterangan dari kepala desa yang diperkuat oleh camat setempat yang menerangkan kepemilikan benda tidak bergerak yang dimaksud.

c. Surat atau dokumen tertulis yang merupakan kelengkapan dari benda tidak bergerak yang bersangkutan.

Bentuk perwakafan tata cara di Indonesia berdasarkan Kompolasi Hukum Islam (KHI) di atas adalah untuk menertipkan pelaksanaanya. Pertama sekali dalam melaksanakan tata cara perwakafan adalah seseorang atau badan hukum yang hendak mewakafkan tanahnya (sebagai calon wakif) datang sendiri kepada Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) untuk melaksanakan kehendaknya jika calon wakif itu tidak bisa datang sendiri karna sakit atau sudah tua atau alasan lain yang dapat diterima, ia dapat membuat ikrar wakaf secara tertulis dngan persetujuan Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) dihadapan dua orang saksi, kemudian ikrar wakaf itu dibacakan pada nazhir wakaf dihadapan PPAIW.

(28)

atau belum. Kemudian PPAIW meneliti saksi-saksi dan mensahkan susunan nazhir (Pasal 223 ayat 4).90

Kelanjutan dari pasal 223 Kompilasi Hukum Islam (KHI) setelah Akta Ikrar Wakaf dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 223 ayat (3) dan (4) maka Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan atas nama Nazhir yang bersangkutan diharuskan mengajukan permohonan kepada Camat untuk mendaftarkan perwakafan benda yang bersangkutan guna menjaga keutuhan dan kelestariannya.

Ketentuan Peralihan yang tertuang didalam Pasal 228 Kompilasi Hukum Islam (KHI) perwakafan benda demikian pula pengurusanya yang terjadi sebelum dikeluarkanya ketentuan ini, harus dilaporkan dan didaftarkan kepada Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat untuk disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan ini.91

Tata Cara Pendaftaran Benda Wakaf Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) 1) Perorangan atau badan hukum yang akan mewakafkan benda miliknya (sebagai

calon wakif) datang sendiri di hadapan PPAIW untuk melaksanakan ikrar wakaf. Apabila calon wakif tidak dapat datang ke hadapan PPAIW karena suatu sebab, seperti sakit, uzhur, dan lain-lainya dapat membuat sebab, seperti sakit, uzhur, dan lain-lainnya dapat membuat Ikrar Wakaf secara tertulis dengan persetuuan kepada Kandepag Kabupaten letak tanah yang diketahui oleh dua orang saksi. Ikrar Wakaf tersebut dibacakan kepada nazhir di hadapan PPAIW dengan dua orang saksi.

90Yulia Damayanti,Op.Cit, hal. 65-66.

(29)

2) Calon wakif sebelum mengikarkan terlebih dahulu menyerahkan kepada PPAIW surat-surat berikut ini:

a. Sertifikat tanah milik atau bukti pemilikan lainnya seperti surat girik, petuk, ketitir dan sebagainya.

b. Surat keterangan Kepala Desa, diperkuat Camat setempat mengenai kebenaran pemilik tanah dan tidak dalam sengketa.

c. Surat keterangan pendaftaran tanah.

d. Izin Bupati atau Walikota c.q Subdit Agraria setempat ini terutama dalam rangka tata kota.

Pendaftaran Benda Wakaf Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI), setelah adanya Akta Ikrar Wakaf, maka Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan atas nama nazhir mengajukan pendaftaran persetifikatan benda tersebut guna menjaga kelestariannya.92

Praktik wakaf yang terjadi dalam kehidupan masyarakat belum sepenuhnya berjalan tertib dan efisien sehingga dalam berbagai kasus harta benda wakaf tidak terpelihara sebagaimana mestinya, terlantar atau beralih ke tangan pihak ketiga dengan cara melawan hukum. Keadaan demikian, hanya karena kelalaian atau ketidak mampuan nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf.

Akan tetapi, hal ini juga karena sikap masyarakat yang kurang peduli atau belum memahami status harta benda wakaf yang seharusnya dilindungi demi kesejateraan umum sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukan wakaf.

(30)

Berdasarkan pertimbangan di atas dan untuk memenuhi kebutuhan hukum dalam rangka pembangunan hukum nasional, perlu dibentuk undang-undang tentang wakaf.

Pada dasarnya, ketentuan mengenai perwakafan berdasarkan syariah dan peraturan perundang-undangan dicantumkan kembali dalam undang-undang ini. Selain itu, terdapat pula berbagai pokok pengaturan yang baru antara lain sebagai berikut:

1. Untuk menciptakan tertib hukum dan administrasi wakaf guna melindungi harta benda wakaf. Undang-undang ini menegaskan bahwa perbuatan hukum wakaf waib dicatat dan di tuangkan dalam akta ikrar wakaf dan didaftarkan serta diumumkan yang pelaksanaanya dilakukan sesuai dengan tata cara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai wakaf dan harus dilaksanakan. Undang-undang ini tidak memisahkan antara wakaf ahli yang pengelolaan dan pemanfaatan harta benda wakaf terbatas untuk kaum kerabat (ahli waris) dengan wakaf khairi yang dimaksudkan untuk kepentingan masyarakat umum sesuai dengan tujuan dan fungsi wakaf.93

2. Ruang lingkup wakaf yang selama ini dipahami secara umum cenderung terbatas pada wakaf benda tidak bergerak, seperti tanah dan bangunan. Menurut undang-undang ini, wakif dapat mewakafkan sebagaian kekayaanya berupa harta benda brgerak baik berwujud maupun tidak berwujud yaitu uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak kekayaan intelektual, hak sewa, dan benda bergerak lainya. Dalam hal benda bergerak brupa uang, wakif dapat mewakafkan melalui

(31)

Lembaga Keuangan syariaah, yang dimaksud dengan Lembaga Keuangan Syariaah adalah badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bergerak dibidang keuangan syariah, badan hukum di bidang perbankan syariah. Dimungkinkanya wakaf benda bergerak berupa uang melalui Lembaga Keungan Syariah, dimaksudkan agar memudahkan wakif untuk mewakafkan uang miliknya.

3. Peruntukan harta benda wakaf tidak semata-mata untuk kepentingan sarana ibadah dan sosial, tetapi juga diarahkan untuk memajukan kesejateraan umum dengan cara mewujudkan potensi dan manfaat ekonomi harta benda wakaf. Hal itu memungkinkan pengelolaan harta benda wakaf dapat memasuki wilayah kegiatan ekonomi dalam arti luas, sepanjang pengelolaan tersebut sesuai dengan prinsip manajemen dan ekonomi syariah.

4. Untuk mengamankan harta benda wakaf dari campur tangan pihak ketiga yang merugikan kepentingan wakaf, perlu meningkatkan kemampuan perofesional nazhir.

(32)

pertimbangan kepada pemerintah dalam penyususnan kebijakan dibidang perwakafan.94

Dibentuknya tata cara perwakafan di Indonesia melalui Kompilasi Hukum Islam (KHI) di atas, adalah untuk menertibkan pelaksanaanya. Pertama sekali dalam melaksanakan tata cara perwakafan adalah seseorang atau badan hukum yang hendak mewakafkan tanahnya (sebagai calon wakif datang sendiri kepada Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) untuk melaksanakan kehendaknya. Jika calon wakif itu tidak dapat senderi karena sakit atau sudah tua atau alasan lain yang dapat diterima, ia dapat membuat ikrar wakif secara tertulis dengan persetujuan Kepala Kantor Urusan Agama dihadapan dua orang saksi, kemudian ikrar wakaf itu dibacakan pada nazhir wakaf dihadapan PPAIW pada waktu menghadap Pejabat Pembuat Akta ikrar wakaf wakif harus memenuhi surat-surat harta yang akan diwakafkan. Langkah selanutnya, surat-surat itu akan diperiksa lebih dahulu oleh PPAIW meneliti saksi-saksi dan mensahkan susunan nazhir.(Pasal 223 ayat 4).95

Sedangkan tata cara pendaftaran harta benda wakaf menurut undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf tersebut yaitu:

1. Pendaftaran harta benda wakaf tidak bergerak berupa tanah dilaksanakan berdasarkan Akta Ikrar Wakaf (AIW) atau Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf (APAIW).

94Ibid.

95 Yulia Damayanti, Pendaftaran dan Penggantian Harta Wakaf Ditinau dari Hukum Islam

(33)

2. Selain persaratan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 (satu) dilampirkan persyaratan sebagai berikut:

a. Sertipikat hak atas tanah atau sertipikat atas satuan rumah susun yang bersangkutan atau tanda bukti kepemilikan tanah lainya.

b. Surat pernyataan dari yang bersangkutan bahwa tanahnya tidak dalam sengketa, perkara, sitaan, dan tidak dijaminkan yang diketahui oleh kepala desa atau lurah atu sebutan lain yang setingkat yang diperkuat oleh camat setempat.

c. Izin dari Pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dalam hal tanhnya diperoleh dari instansi pemerintah, pemerintah daerah. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan pemerintah desa atau sebutan lain yang setingkat dengan itu.

d. Ijin dari Pejabat Bidang Pertanahan apabila dalam sertipikat dan keputusan pemberian haknya diperlukan ijin pelepasan atau peralihan.

e. Ijin dari pemegang hak pengelolaan atau hak milik dalam hal hak guna bangun atau hak pakai yang diwakafkan diatas hak pengelolaan atu hak milik.

(34)

1. Pendaftaran sertifikat tanah wakaf dilakukan berdasarkan AIW atau APIW dengan tata cara sebagai berikut:

a. Terhadap tanah yang sudah bersetatus hak milik didaftarkan menadi tanah wakaf atas nama nazhir;

b. Terhadap tanah hak milik yang diwakafkan hanya sebagian dari luas keseluruhan harus dilakukan pemecahan sertifikat hak milik terlebih dahulu, kemudian didaftarkan menadi tanah wakaf atas nama Nazhir; c. Terhadap tanah yang belum bersetatus hak milik yang berasal dari tanah

milik adat langsung didaftarkan menadi tanah wakaf atas nama nazhir; d. Terhadap hak guna bangunan, hak guna usaha atau hak pakai di atas tanah

Negara sebagai mana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b yang telah mendapat persetuuan pelepasan hak dari pejabat yang berwenang di bidang pertanahan didaftarkan menadi tanah wakaf atas nama nazhir;

e. Terhadap tanah Negara yang di atasnya berdiri bangunan masid;

f. Pejabat yang berwenang dibidang pertanahan Kabupaten/Kota setempat mencatat perwakafan tanah yang bersangkutan pada buku tanah dan sertipikatnya.

2. Ketentuan lebih lanut mengenai tata cara pendaftaran wakaf tanah diatur dalam Peraturan Menteri setelah mendapat saran dan pertimbangan dari pejabat yang berwenang di bidang pertanahan.96

(35)

Tata cara pembuatan akta ikrar wakaf benda tidak bergerak dapat dilakukan sebagai berikut:97

1. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

2. PPAIW meneliti kelengkapan persyaratan administrasi perwakafan dan keadaan fisik benda wakaf;

3. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf b terpenuhi, maka pelaksanaan ikrar wakaf dan pembuatan akta ikrar wakaf dianggap sah apabila dilakukan dalam Majelis Ikrar Wakaf.

4. Akta Ikrar wakaf yang telah ditandatangani oleh wakif, nazhir, 2 (dua) orang saksi, dan atauMaukuf alaihdisahkan oleh PPAIW’

5. Salinan Akta Ikrar Wakaf disampaikan kepada: a) Wakif;

b) Nazhir; c) Maukuf alaih

d) Kantor Pertanahan Kabupaten atau Kota dalam hal benda wakaf berupa tanah; dan

e) Instansi berwenang lainya dalam hal benda wakaf berupa benda tidak bergerak selain tanah atau benda bergerak selain uang.

Tata Cara Pembuatan Akta Pengganti Ikrar Wakaf dapat dilakukan sebagai berikut:

(36)

1. Tata cara pembuatan Akta Penggantian Akta Ikrar Wakaf dilaksanakan berdasarkan permohonan masyarakat atau aksi yang mengetahui keberadaan benda wakaf.

2. Pemohon masyarakat atau 2 (dua) orang saksi yang mengetahui dan mendengar perbuatan wakaf harus dikuatkan dengan adanya petunuk (karinah) tentang keberadaan benda wakaf.

3. Apabila tidak ada orang yang memohon pembuatan Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf, maka kepala desa tempat benda wakaf tersebut berada wajib meminta pembuatan akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf tersebut kepada PPAIW setempat. 4. Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf atas nama nazhir waib menyampaikan Akta

Pengganti Akta Ikrar Wakaf beserta dokumen pelengkap lainya kepada kepala kantor pertanahan Kabupaten atau Kota setempat dalam rangka pendaftaran wakaf tanah yang bersangkutan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak penanda tanganan Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf.

Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) dapat adalah sebagai berikut:

1. PPAIW harta benda wakaf tidak bergerak berupa tanah adalah Kepala KUA dan atau pejabat yang menyelenggarakan urusan wakaf.

(37)

3. PPAIW harta benda wakaf bergerak berupa uang adalah Pejabat Lembaga Keuangan Syariah paling rendah setingkat Kepala Seksi LKS yang ditunjuk oleh Menteri.

4. Ketentuan tersebut tidak menutup kesempatan bagi wakif untuk membuat Akta Ikrar Wakaf di hadapan Notaris.

5. Persyaratan Notaris sebagai Pembuat Akta Ikrar Wakaf ditetapkan oleh Menteri.

2. Peruntukan Benda Wakaf Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004

Peruntukan harta benda wakaf dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) belum diatur secara khusus dan sedangkan peruntukan harta benda wakaf dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang wakaf termuat didalam Pasal 22 yaitu untuk:

a. Sarana dan kegiatan ibadah;

b. Sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan;

c. Bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, bea siswa; d. Kemajuan dan peningkatan ekonomi umat; dan/atau

e. Kemauan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan syari’ah dan peraturan perundang-undangan.

(38)

1. Penetapan peruntukan harta benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf dilakukan oleh Wakif pada pelaksanaan ikrar wakaf.

2. Dalam hal Wakif tidak menetapkan peruntukan harta benda wakaf, Nazhir dapat menetapkan peruntukan harta benda wakaf yang dilakukan sesuai dengan tujuan dan fungsi wakaf.98

B. Penyelesaian Sengketa Wakaf

1. Pengawasan Dan Bimbingan Perwakafan

Pengawasan didalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) termuat didalam Pasal 227 yaitu:

Pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan tanggung jawab nazhir dilakukan bersama-sama oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan, Majelis Ulama kecamatan dan Pengadilan Agama yang mewilayahinya.99

Untuk meningkatkan kualitas nazhir tersebut, maka pembinaan terhadap mereka perlu segera dilakukan. Untuk itu di dalam Undang-Undang 41 Tahun 2004 tentang Wakaf diamanatkan perlunya dibentuk Badan Wakaf Indonesia (BWI). Dalam Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang Tentang Wakaf disebutkan bahwa dalam rangka memajukan dan mengembangkan perwakafan Nasional, perlu dibentuk Badan Wakaf Indonesia (BWI). Badan Wakaf Indonesia (BWI) tersebut berkedudukan di Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dapat membentuk perwakilan di

98

Departemen Agama,Peraturan Perundangan Perwakafan,Op. Cit. 12-13.

(39)

Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota sesuai dengan kebutuhan (Pasal 48). Dalam Pasal 51 ayat (1) disebutkan bahwa Badan Wakaf Indonesia (BWI) terdiri atas Badan Pelaksana dan Dewan Pertimbangan. Keanggotaan Badan Wakaf Indonesia (BWI), diangkat untuk masa jabatan selama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.

Dalam Pasal 57 ayat (1) disebutkan bahwa untuk pertama kali pengangkatan keanggotaan Badan Wakaf Indonesia (BWI), diusulkan kepada Presiden oleh Menteri (Menteri Agama). Alhamdulillah, setelah melalui proses yang cukup panjang, pada akhirnya Menteri Agama Republik Indonesia telah berhasil memilih calon anggota Badan Wakaf Indonesia (BWI), untuk diusulkan kepada Presiden. Pada tanggal 13 Juli 2007, Keputusan Presiden Republik Indonesia tentang pengangkatan anggota Badan Wakaf Indonesia tersebut ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudoyono. Dengan demikian, pengelolaan dan pengembangan dana wakaf harus melibatkan proses manajemen resiko yang ketat dan profesional di dalam tubuh BWI sendiri, sebelum mengaplikasikan teknik manajemen resiko kepada perwakilan Badan Wakaf Indonesia (BWI) di daerah maupun nazhir-nazhir di seluruh Indonesia. Menjadi kewajiban Badan Wakaf Indonesia (BWI) untuk memastikan bahwa pengelolaan dan pengembangan dana wakaf telah melalui proses manajemen yang baik.

(40)

Pemerintah maupun Swasta, Organisasi Masyarakat, para ahli, Perguruan Tinggi, Badan Internasional dan lain-lain.100

Dengan demikian, cukup jelas bahwa nazhir menempati posisi yang sangat sentral dalam pola pengelolaan harta wakaf. Ditinjau dari segi tugas nazhir, dimana dia berkewajiban untuk menjaga dan mengembangkan, dan melestarikan manfaat dari harta yang diwakafkan bagi orang-orang yang berhak menerimanya, jelas bahwa fungsi dan tidak berfungsinya suatu wakaf tergantung dari pada peran nazhir. Meskipun demikian nazhir tidak mempunyai kekuasaan mutlak terhadap harta yang diamanatkan kepadanya.

Para ulama sepakat bahwa kekuasaan nazhir wakaf hanya terbatas pada pengelolaan wakaf untuk dimanfaatkan sesuai dengan tujuan wakaf yang dikehendaki oleh wakif. Dari sinilah masalahnya, sebagai nazhir harus memiliki kemampuan yang baik secara syari’at islam maupun kemampuan manajemen moderen sehingga mampu melaksanakan tugas dan kewajibanya dalam mengelola wakaf dengan maksimal dan optimal sesuai harapan para wakif secara khusus dan kaum muslimin secara umum. Sehingga pengalaman-pengalaman pengelolaan harta wakaf yang tidak produktif seperti yang lalu tidak terulang kembali.101

Pelaksanaan pengawasan, tugas nazhir dan tanggung jawab nazhir dilakukan secara bersama-sama oleh kepala KUA, MUI dan Pengadilan Agama setempat. Pengawasan dan bimbingan perwakafan tanah milik agar benar-benar dapat 100Aida Isti Nabila ddk, Lembaga Pengelolaan Zakat,Internet, http://hendrakholid.net/blog/,

(diakses tanggal, 20 Mei 2012).

(41)

difungsikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dilakukan oleh instansi-instansi Departemen Agama Propinsi dan Departemen Agama Pusat.102

Selanjudnya mengenai pengawasan benda wakaf, ditentukan dalam Pasal 227 Kompilasi Hukum Islam, bahwa pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan tanggung jawab nadzir dilakukan secara bersama-sama oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan, Majelis Ulama Kecamatan dan Pengadilan Agama yang mewilayahinya. Ini berarti pengawasan terhadap benda wakaf tidak hanya dilakukan oleh pihak eksekutif saja, tetapi bersama-sama antara pihak eksekutif dan yudikatif.103

Penerimaan wakaf berdasarkan literatur sejarah dilakukan oleh institusi Baitul Mal. Baitul Mal merupakan institusi dominan dalam sebuah pemerintahan Islam ketika itu. Baitul Mal lah yang berperan secara konkrit menjalankan program-program pembangunan melalui devisi-devisi kerja yang ada dalam lembaga ini, disamping tugas utamanya sebagai bendahara Negara(treasury house).

Dengan karakteristiknya yang khas, wakaf memerlukan manajemen tersendiri dalam lembaga Baitul Mal. Baitul Mal harus menjaga eksistensinya harta wakaf dan keselarasanya dengan niat wakaf dari wakif. Sehingga dalam konteks perekonomian kontemporer yang tidak (belum) menjadikan Baitul Mal sebagai institusi negara, diperlukan modifikasi institusi dalam pengelolaan wakaf.104

102Ibid.

103Rachmadi Usman,Hukum Perwakafan Di Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009). hal. 71.

104

(42)

Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang pelaksanaan undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf terdiri atas 11(sebelas) bab, 61 pasal yang meliputi, ketentuan umum, nazhir, jenis harta benda wakaf, akta ikrar wakaf dan pejabat pembuat akta ikrar wakaf, tata cara pendaftaran dan pengumuman harta benda wakaf, pengelolaan dan pengembangan, penukaran harta benda wakaf, bantuan pembiayaan badan wakaf Indonesia, pembinaan dan pengawasan, sanksi administratif, ketentuan peralihan, ketentuan penutup.

Lahirnya Peraturan Pemerintah tersebut merupakan pelaksanaan dari ketentuan pasal-pasal dalam undang-undang wakaf yang tertuang dalam 8 (delapan) Pasal, yaitu Pasal 14, Pasal 21, Pasal 31, Pasal 39, Pasal 41, Pasal 46, Pasal 66, dan Pasal 68. Secara umum, Peraturan Pemerintah tersebut menurut beberapa substansi sebagai berikut: Jenis, mekanisme pendaftaran, profil, prosudur pemberhentian, pertanggung jawaban, dan masa bhakti nazhir, baik perseorangan, badan hukum maupun organisasi. Untuk jabatan nazhir ditentukan selama 5 (lima) tahun, dan jika dianggap perlu dapat diangkat kembali. Masa bhakti nazhir dimaksudkan agar pengelolaan wakaf dapat dimanaj dengan baik, dan untuk menghindari terjadinya stagnasi kepengurusan.105

Pengawasan dan pembinaan wakaf dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf telah memuat berbagai aturan formal yang menadi landasan dalam pengembangan wakaf poroduktif di Indonesia, disamping itu juga telah ditetapkan suatu badan yang menjadi naungan semua lembaga kenazhiran yang ada di

(43)

tanah air. Lembaga wakaf yang beroperasi secara nasional ini disebut dengan Badan Wakaf Indonesia (BWI) dan merupakan lembaga independen yang dibentuk oleh pemerintah untuk memaukan dan mengembangkan perwakafan Nasional.

Badan wakaf Indonesi ini berkedudukan di ibu kota Negara dan dapat di bentuk perwakilan di Provinsi dan Kabupaten atau Kota sesuai dengan kebutuhan. Badan Wakaf Indonesia (BWI) ini beranggota paling sedikit 20 orang dan paling banyak 30 orang yang berasal dari masyarakat. Keanggotaan Badan Wakaf Indonesia untuk tingkat nasional diangkat dan diberhentikan oleh Peresiden untuk masa abatan selama tiga tahun.

Tugas utama Badan Wakaf Nasional (BWN) tersebut adalah memberdayakan wakaf, baik wakaf benda tidak bergerak maupun benda bergerak yang ada di Indonesia sehingga dapat memberdayakan ekonomi umat. Disamping itu, tugas Badan Wakaf Indonesia (BWI), ini adalah melakukan pembinaan terhadap nazhir dalam mengelola harta benda dan pengembangan harta benda wakaf, melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf, memberhentikan dan memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam menyusun kebijakan dibidang perwakafan.106

2. Upaya Hukum Penyelesaian Sengketa Wakaf

Dalam Pasal 226 Kompilasi Hukum Islam dijelaskan penyelesaian perselisihan sepanjang yang menyangkut persoalan benda wakaf dan nazhir yang

(44)

diajukan ke Pengadilan Agama setempat, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, yang termasuk yurisdiksi Pengadilan Agama, yaitu:

1. Masalah sah atau tidaknya perbuatan perwakafan itu menurut peraturan pemerintah yaitu tentang wakaf, wakif, nazhir, ikrar dan saksi-saksi.

2. Masalah-masalah yang menyangkut wakaf berdasarkan syari’at Islam, alat bukti administrasi tanah wakaf.

Penyelenggara ketentuan-ketentuan dalam peraturan pemerintah sebagaimana dimaksud pada Pasal 14 Kompilasi Hukum Islam pengelolaan dan pemanfaatan hasil wakaf.

Setiap perbuatan yang dilakukan seseorang ataupun badan hukum akan menimbulkan suatu akibat yang baik maupun yang buruk, terutama dalam hal ini mengenai wakaf, didalam wakaf setiap perbuatan wakaf salah satu contohnya penggantian benda wakaf menimbulkan akibat atau dampak dari dua segi yang baik maupun yang buruk. Dari segi baik biasanya jarang menimbulkan suatu perselisihan, umumnya yang sering menimbulkan perselisihan atau adanya suatu sengketa dari segi yang buruk. Hal ini dikarenakan dalam pelaksanaanya tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku saat ini. Menurut Pasal 226 Kompilasi Hukum Islam (KHI) menyatakan bahwa penyelesaian perselisihan sepanjang yang menyangkut persoalan benda wakaf dan nazhir diajukan kepada Pengadilan Agama setempat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.107

107

(45)

Sekurang-kurangnya ada tiga hal yang dapat dicatat dari Impres No. 1/1991 dan keputusan Menteri Agama No. 154/1991, yakn :

1. Pemerintah menyebar luaskan KHI tidak lain dari kewajiban masyarakat Islam. 2. Rumusan hukum dalam KHI berupa mengakhiri persepsi ganda dari keberlakuan

hukum Islam yang ditunjuk oleh pasal 2 Ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, segi hukum formal di dalam UU No. 7/1989 sebagai hukum yang diberlakukan secara sempurna.

3. Menunjukan secara tegas wilayah berlaku pada instansi pemerintah dan masyarakat yang memerlukanya.

Dilihat dari tata hukum nasional, Kompilasi Hukum Islam (KHI) dihadapkan pada dua pandangan. Pertama, sebagai hukum tidak tertulis seperti ditunjukkan oleh penggunaan instrumen hukum berupa Inpres, yang tidak termasuk dalam rangkaian tata urutan perundangan yang menadi sumber hukum tertulis. Kedua, sumber yang ditunjukkan di atas menunjukkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) berisi hukum dan peraturan yang pada gilirannya diterangkan menjadi lawan dengan potensi kekuatan polotik. Kehadiran Kompilasi Hukum Islam (KHI) cenderung menjadi alternatif yang berpengaruh kuat pada seleksi pengambilan sumber normatifnya. Sumber utama yang dipilih untuk penyusunan Kompilasi Hukum Islam (KHI), yakni :

(46)

2. Produk yudisial pengadilan dalam lingkungan pengadilan agama, mengantisipasi tuntutan di tengah hubungan konflik hukum Islam dan hukum adat.

3. Produk eksplanasi fungsionalisasi ajaran Islam melalui kajian hukum yang dilakukan institusi agama Islam negeri dengan pokok bahasan sesuai dengan distribusinya.108

Berdasarkan metodologi yang ada pada Kompilasi Hukum Islam (KHI), telah meracik kembali produk man made law dengan butir-butir normatif yang dimaksud oleh hukum yang ideal dan pada dasarnya menunjukkan kepedulian yang transedental di samping pemenuhan tuntutan horizontal bagi interaksi umat Islam. Lahirnya rumusan hukum seperti yang terlihat dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), harus dipandang sebagai sebuah wajah kulminasi organisme hukum Islam di bidangnya. Hukum dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), tampaknya dapat digambarkan melalui adanya koherensi antara sistem hukum Anglo Amerika atau Inggris dan sistem kontonental dalam tata hukum Indonesia.109

Pada Pasal 229 KHI menyatakan bahwa hakim dalam menyelesaikan perkara-perkara yang diajukan kepadanya, waib memperhatikan dengan sungguh-sungguh nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, sehingga putusanya sesuai dengan rasa keadilan.110

Penyelesaiaan perselisihan benda wakaf menjadi kewenangan Pengadilan Agama setempat. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 226 Kompolasi Hukum Islam,

108Siah Khosyi’ah,Op. Cit., hal. 197. 109Ibid.

(47)

bahwa penyelesaian perselisihan sepanjang yang menyangkut persoalan benda wakaf dan nadzir diajukan kepada Pengadilan Agama setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.111

Penyelesaian Sengketa dan Pidana didalam Pasal 62 ayat (1) UU Wakaf No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf disebutkan bahwa penyelesaian sengketa perwakafan ditempuh melalui musyawarah untuk mencapai mufakat. Namun apabila penyelesaian sengketa tidak berhasil, sengketa dapat diselesaikan melalui mediasi, arbitase, atau pengadilan.

Penyelesaian perselisihan yang menyangkut persoalan kasus-kasus harta benda wakaf dan nazhir itu berada, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian, jelaslah masalah-masalah lainnya yang secara nyata menyangkut Hukum Perdata, sedangkan yang terkait dengan perbuatan hukum pidana diselesaikan melalui hukum acara dalam Pengadilan Negeri.

Selain masalah penyelesaian sengketa, Undang-Undang Wakaf juga mengatur ketentuan pidana umum terhadap penyimpangan terhadap benda wakaf dan pengelolaanya sebagai berikut:

a. Bagi yang dengan sengaja menjaminkan, menghibahkan, menjual, mewariskan, mengalihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya tanpa izin di pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000.- (lima ratus juta rupiah).

(48)

b. Bagi yang dengan sengaja mengubah peruntukan harta benda wakaf tanpa izin di pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp. 400.000.000.- (empat ratus juta rupiah).

c. Bagi yang dengan sengaja menggunakan atau mengambil fasilitas atas hasil pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf melebihi jumlah yang ditentukan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp. 300.000.000.- (tiga ratus juta rupiah).

Ketentuan pidana merupakan suatu keharusan dalam sebuah peraturan perundangan yang mengatur tentang suatu persoalan di Negara kita. Dalam sebuah UU harus mencantumkan ketentuan Khusus mengenai sanksi pidana sebagai penguat dan aminan agar supaya peraturan dimaksud dilakukan sebagaimana mestinya. Namun untuk memaksimalkan peran Peradilan Agama, nampaknya perlu difungsikan sebagai Peradilan Syari’ah bagi setiap warga Negara pemeluk agama Islam dalam kaca mata pemahaman yang komperhensif.

(49)

Dengan adanya ketentuan tersebut, maka pelaksanaan perwakafan (khususnya tanah) sudah ditentukan secara pasti, dimana penyimpangan terhadap ketentuan itu sudah dapat dituntut sebagai tindak pidana. Berbeda dengan ketentuan pidana dalam berbagai peraturan pidana lainnya yang selalu membedakan antara kejahatan dengan pelanggaran, maka tindak pidana mengenai perwakafan tanah milik tidak ditentukan apakah termasuk kejahatan atau pelanggaran.112

Sedangkan penyelesaian sengketa didalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf termuat di Pasal 62 yaitu :

i. Penyelesaian sengketa perwakafan ditempuh melalui musyawarah untuk mencapai mufakat.

ii. Apabila penyelesaian sengketa sebagai mana dimaksud pada ayat (1) tidak berhasil, sengketa dapat diselesaikan melalui mediasi, arbitrase, atau pengadilan.113

Penyelesaian perselisihan wakaf tanah milik termasuk yurisdiksi Pengadilan Agama, yaitu sepanjang masalah sah atu tidaknya perbuatan mewakafkan tanah milik sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 dan masalah-masalah lainya yang menyangkut wakaf berdasarkan syari’at Islam. Dengan demikian, berarti masalah-masalah lainya yang secara nyata menyangkut hukum perdata dan hukum pidana diselesaikan melalui hukum acara dalam Pengadilan Negeri.

112Ibid.

(50)

Sebelum dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977, penyelesaian sengketa perwakafan menjadi opetensi Pengadilan Umum dan bukan Kopetensi Pengadilan Agama. Dapat dilihat dalam Putusan Mahkama Agung Nomor 163/K/Sip/1963 tertanggal 22 Mei 1963 yang menganggap soal wakaf yang berasal dari Hukum Islam, di Indonesia sudah dapat dianggap meresap dalam Hukum Adat. Kemudian Putusan Mahkama Agung Nomor 152/K/Sip/1963 tertanggal 26 November 1963 merumuskan pengertian wakaf sebagai perbuatan hukum dengan mana suatu barang atau barang-barang telah dikeluarkanya atau diambil dari kemanfaatan atau kegunaanya dalam lalulintas masyarakat semula, guna kepentiangan seorang atau orang-orang tertentu atau guna maksud atau tujuan yang telah ditentukan, barang-barang yang berada di tangan si mati.114

Dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977, maka menurut ketentuan dalam Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977, penyelesaian perselisihan sepanjang yang menyangkut peroalan perwakafan tanah, disalirkan melalui Pengadilan Agama setempat sesuai dengan ketentuan dengan Perundang-Undangan yang berlaku. Menurut ketentuan dalam Pasal 17 Tahun 1978, bahwa Pengadilan Agama yang mewilayahi tanah wakaf berkewajiban memeriksa dan menyelesaikan perkara tentang perwakafan tanah menurut sari’at Islam, yang antara lain mengenai :

a. Wakaf, wakif, nazhir, ikrar dan saksi.

(51)

c. Pengelolaan dan pemanfaatan hasil wakaf.

Dalam melaksanakan penyelesaian perselisihan wakaf tanah milik tersebut, Pengadilan Agama tetap berpedoman pada tata cara penyelesaian perkara yang berlaku pada Pengadilan Agama. Pada umumnya perwakafan tanah terjadi di daerah-daerah tingkat Kecamatan. Untuk memudahkan pengawasan diperlukan adanya administrasi yang tertib, baik ditingkat Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi dan Pusat. Selain itu, cara pengawasan perwakafan tanah milik tersebut dilakukan oleh unit-unit organisasi dari Departemen Agama secara hierarkhis.115

(52)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan yang di kemukakan pada bab-bab terdahulu, maka dapat disimpulkan:

(53)

prinsip-prinsip penggantian benda wakaf menurut undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf secara umum mengandung prinsip-prinsip pengganti benda wakaf yang sama. Perbedaanya hanya terletak pada prosedur perubahan benda wakaf.

2. Faktor yang menyebabkan terjadinya penggantian benda wakaf, berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, di antaranya adalah ; Pertama, karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti diikrarkan oleh si pewakaf. Kedua, karena adanya kepentingan umum, hasil penggatian harta atau benda wakaf harus dimanfaatkan untuk tujuan wakaf seperti yang diikrarkan oleh yang bewakaf.

3. Akibat hukum terhadap penggantian benda wakaf dapat dilihat dari 2 (dua) aspek.

Pertama, aspek keabsahan dari perubahan benda wakaf. Baik Kompilasi Hukum Islam (KHI) maupun Undang-Undang nomor 41 tahun 2004 menyatakan bahwa perubahan benda wakaf sah adalah sepanjang tidak merubah peruntukannya. Kedua, harta benda wakaf yang diganti wajib ditukar dengan harta benda yang manfaat dan nilai tukar sekurang-kurangnya sama dengan harta benda wakaf semula, seperti yang diatur dalam ketentuan pasal 41 ayat (3) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf.

B. Saran

(54)

1. Diharapkan kepada pemerintah, Departemen Agama, masyarakat, nazhir maupun lembaga-lembaga terkait, hendaknya dalam mengatasi permasalahan-permasalahan terkait dengan penggantian benda wakaf mengacu kepada prinsip-prinsip Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 yang telah ada demi kemaslahatan masyarakat umum.

2. Benda Wakaf merupakan amanah yang di ikrarkan oleh seorang wakif yang memiliki tujuan untuk kemaslahatan ummat atau kepentingan umum dan demi memperoleh ridho dari Allah SWT, maka hendaknya lembaga wakaf yang mengatur permasalahan mengenai wakaf diharapkan mendaftarkan harta wakaf agar tidak menjadi permasalahan dikemudian hari, bila diwakafkan benda tidak bergerak seperti tanah diharapkan kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) membebaskan biaya pendaftaran tanah wakaf tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

Produksi arang terpadu dengan hasil cuka kayu dari limbah kayu dengan menggunakan tungku drum ganda yang dilengkapi alat pengkondensasi asap berkisar 6,00 - 15,00 kg.. Rendemen

Materi IPA yang diajarkan kepada siswa adalah contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari, sehingga pada proses pembelajaran semua materi dikaitkan dengan kehidupan

Yang dimaksud dengan dataran alluvial kepesisiran (coastal alluvial plain) adalah bentanglahan dataran yang terbentuk sebagai akibat dari perkembangan pantai yang telah lanjut

Persentase penguasaan atau ketuntasan siswa terhadap materi pembelajaran yang telah diajarkan sebesar 60% pada siklus I dan 85% pada siklus II untuk mata

Pasal 1 Angka 1 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1176/MenKes/PER/VIII/2010 Tentang Notifikasi Kosmetik, yang dimaksud dengan “kosmetik adalah

Hal tersebut disebabkan oleh ketidakseimbangan asupan zat gizi sehingga dapat mengakibatkan ketidaksempurnaan pertumbuhan tubuh baik fisik maupun mental (Chinue,

Dalam hasil uji parsial (uji-T) diketahui dapat disimpulkan bahwa secara parsial pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan konsumen pada DriverBDG diketahui

Metode yang digunakan dalam memecahkan masalah Kelompok Kreasi Mangrove Lestari yaitu dengan sosialisasi proses pengolahan tepung buah mangrove yang sesuai