• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Hukum Adat Dalam penyelengaraan si

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Peran Hukum Adat Dalam penyelengaraan si"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1. Pendahuluan

1.1 Latar belakang

Pada awalnya istilah masyarakat hukum adat diperkenalkan oleh van Vollenhoven untuk menunjukkan warga pribumi (native) atau suku asli Indonesia. Hal ini berkaitan dengan keluarnya kebijakan politik Pemerintah Belanda didasarkan pada Pasal 131 IS (Indische Staatregeling) 1939, maka warga negara Indonesia ketika itu dibedakan ke dalam warga pribumi (Irlander), Eropa dan Timur Asing. Pengakuan atas perbedaan warga negara tersebut membawa konsekuensi timbulnya keanekaragaman hukum (Pluralstic legal systems). Hukum Adat adalah “ hukum yang tidak bersumber pada peraturan-peraturan yang dibuat oleh Pemerintah Hindia Belanda dahulu atau alat-alat kekuasaan lainnya yang menjadi sendinya dan diadakan sendiri oleh kekuasaan Belanda dahulu”1. Sebagai salah satu unsur dari kesatuan masyarakat, maka hukum adat merupakan cabang hukum mandiri (an independent branch of law) yang tidak dapat dipisahkan dari struktur masyarakat.

Melalui Pasal 18B ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945 ) yang berbunyi “Negara mengakui dan monghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara kesatuan republik Indonesia yang di atur dalam undang undang”, sehinga adat dan kesatuan masyarakat adat memiliki posisi yang istimewa dalam penyelenggaraan Negara khususnya pada satuan terkecil yaitu desa. Hal ini dikarenakan Desa sebagai penyelenggara pemerintahan yang langsung berhubungan dengan masyarakat. Salah satu daerah yang masih banyak memiliki satu kesatuan desa adat yang masih memegang teguh hukum adat terdapat di wilayah provinsi Bali, dimana satu kesatuan hukum adat dirasa masih sangat kental dalam kehidupan masyarakat khususnya dalam berjalanya pemerintahan desa.

(2)

Menginjak massa kemerdekaan Indonesia ke-70 tahun , dirasa perlu untuk kembali membuat sebuat refleksi dalam bidang kajian hukum adat kita, terutama mengenai peranan hukum adat dan system kelembagaan desa khususnya di wilayah pulau bali yang masih kental penerapan hukum adatnya, maka penulis membuat kajian kepustakaan tentang Peran Hukum Adat Dalam Sistem Pemerintahan Desa Adat Bali.

Pulau Bali sebagai salah satu kepulauan di Indonesia mewarisi kebudayaan yang luhur dan diteruskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Demikian juga aturan adatnya tetap terpelihara dan berkembang dengan suburnya di kalangan para warga masyarakat di Bali. Kata “adat” yang dalam istilah di Bali dipakai kata-kata “dresta, sima dan cara” terpelihara di kalangan rakyat dan dirasakan sebagai hal yang diperlukan adanya. Ketaatan terhadap adapt di Bali dapat terlihat jelas dalam kehidupan desa, banjar, subak, dan lain-lain bentuk organisasi kemasyarakatan adat. Setiap orang mentaati adat itu dan kepada pelanggarnya diberikan sanksi adat yang diberikan oleh warga masyarakat itu sendiri.

Hal ini membawa tegaknya adat sebagai salah satu alat dalam tegaknya ketertiban hidup bermasyarakat.2 Pengertian desa di Bali mengandung dua

arti, yaitu desa administrasi dan desa adat (desa pakraman). Desa administrasi mengurusi urusan pemerintahan, sedangkan desa adat atau desa pakraman mengurusi masalah keagamaan dan dalam bidang adat istiadat. Organisasi kemasyarakatan yang disebut desa adat mempunyai peraturanperaturan yang mengikat para anggotanya di mana aturan-aturan tersebut merupakan batas-batas wewenang dan kewajiban yang disebut “awig-awig”. Awig-awig ini merupakan aturan pokok yang mengatur pergaulan warganya sehingga tercipta suasana aman, damai dan rukun,. Pelanggaran terhadap awig-awig tersebut, disediakan sanksi yang biasanya berupa “denda”.

1.2 Rumusan masalah

(3)

- Apa saja jenis desa yang ada di bali ?

- Seperti apa kelembagaan desa berdasar hukum adat di bali ? - Apa Dasar hukum masih berlakunya hukum adat dalam

pengelolaan desa di bali ?

2. Pembahasan

2.1 Apa saja jenis desa yang ada di Bali

Di Bali, pada jaman kolonial, bahkan jauh sejak jaman raja-raja, ada dua macam desa yaitu desa dinas dan desa adat. Ini merupakan keunikan yang tidak dimiliki di daerah lain di nusantara. Secara historis sebenarnya wilyah Bali habis terbagi dengan desa adat (desa pakraman), yaitu desa yang khusus mengurus persoalan adat ,budaya, dan agama. Disisi lain ada desa dinas yaitu desa yang pada zaman colonial dan zaman raja-raja adalah disebut Keperbekelan yang fungsinya adalah untuk mengurus upeti dari rakyat pada pemerintah colonial/ raja. Perkekelan ini adalah cikal bakal dari desa dinas.

Dalam koridor penyelenggaraan Pemeritahan Daerah, desa pada dasarnya merupakan unsur pemerinahan paling bawah yang langsung berhadapan dengan rakyat. Sehingga secara realita dapat kita rasakan bawasannya pelaksanaan pembangunan maupun perkembangan tradisi dan adat budaya khususnya di desa akan langsung menyentuh dan dirasakan faedah maupun hasilnya oleh rakyat. Di tengah-tengah kehidupan masyarakat Bali, diakui adanya Desa Pakraman merupakan kesatuan masyarakat hukum adat yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun temurun dalam ikatan kahyangan tiga, mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri.

(4)

penyelenggaraan pemerintahan, Desa Pakraman dapat menetapkan aturan-aturan yang dibuat sendiri yang disebut awig-awig. Penyusunan awig-awig

desa bersumber dari falsafah Tri Hita karana, yaitu adanya keharmonisan hubungan antara manusia dengan dengan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan antara manusia dengan sesama manusia, dan hubungan antara manusia dengan alam. Adapun konsep Tri Hita Karana sebagai berikut:

a. Parahyangan (Hubungan manusia dengan Tuhan) Parahyangan

merupakan konsep pertama dari filosofi Tri Hita Karana, Parahyangan berarti hubungan manusia dengan tuhan, dalam ajaran Parahyangan manusia diajarkan akan keseimbangan antara rasa puji syukur kepada Ida Sanghyang Widhi Wasa (Tuhan) karena telah memberikan segala karunianya kepada manusia, dan dalam ajaran ini manusia dituntun agar memenunaikan kewajibannya sebagai mahluk ciptannya sebagai timbal balik atas kenikmatan yang diberikannya3

b. Pawongan (Hubungan manusia dengan manusia) Pawongan adalah konsep kedua dari filosofi Tri Hita Karana, dalam ajaran pawongan manusia diajak unuk bersikap harmonis antara manusia satu dengan manusia lainnya. Bagi penganut agama Hindu terdapat keyakinan bahwa semua manusia memiliki harkat dan martabat yang sama dan perbedaan antar manusia terletak pada karmanya. Ajaran Karma Yoga menekankan bahwa hanya dengan bekerja (karma) manusia dapat mencapai tujuan dan hakekat hidup.

c. Palemahan (Hubungan manusia dengan alam) Palemahan adalah konsep ketiga dari filosofi Tri Hita Karana, dalam konsep Palemahan diajarkan untuk menghargaialam sebagai sumber dimana semua mahluk hidup mendapat penghidupan. Desa pakraman sebagai suatu organisasi yang berperan untuk mensejahterakan masyarakat tentunya tak lepas juga dari pengaruh alam sebagai sumber penghidupannya. Fungsi alam yang sangat penting sebagai sumber penghidupan manusia tersebut sangat berpengaruh terhadap pembentukan sikap dan prilaku manusia dalam kehidupannya baik secara individual maupun organisasi, sehingga sebagai manusia harus selalu dijaga kelestariannya.

(5)

Di Bali, selain berlaku sistem pemerintahan Desa Pakraman, ada juga pemerintahan Desa Dinas. Kedua jenis desa tersebut mempunyai fungsi dan tugas yang berbeda. Desa Pakraman mengatur urusan adat dan agama, sedangkan Desa Dinas mengatur urusan administrasi yang berhubungan dengan pelaksanaan pemerintah desa dibawah kecamatan. Dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, Desa Pakraman dan Desa Dinas dapat berjalan secara harmonis

Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diganti dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal 3 ayat (1) disebutkan bahwa peraturan daerah wajib mengakui dan menghormati hak, asal-usul, dan adat istiadat desa. Yang dimaksud dengan desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di daerah Kabupaten. Dengan demikian, peraturan perundang-undangan secara formal mengakui keberadaan Desa Pakraman, sebagai kesatuan masyarakat hukum yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia4

2.2 kelembagaan desa berdasar hukum adat di bali

Dalam rangka kita ingin memahami peran dari hukum adat dalam system kepemerintahn desa di bali maka selayaknya kita mengetahui dua hal penting yaitu tentang sumber sumber berlakunya hukum adat masyarakat bali dan bagaimana struktur desa adat di bali itu sendiri

2.2.1 Sumber Hukum Adat Bali

Hukum adat di Bali bersumber pada awig-awig bersumber pada weda yang mengajarkan “Tri Hita Karana‟ ( tiga Hubungan yang harus dijaga ) yaitu:

(1) Parahyangan yaitu hubungan dengan Tuhan,

(6)

(2) Pawongan yaitu hubungan dengan sesame manusia

(3) Palemahan yaitu hubungan dengan lingkungan alam sekelilingnya, dan „Tri Karya Parisuda dasar susila yang memeritahkan agar perpikir‟

(manacika), berbicara (wacika), dan berbuat (kayika) yang baik-baik karena pada prinsipnya semua orang akan menjalani karmanya masing-masing.

Hukum adat di Bali diadopsi dalam system pemerintahan desa secara langsung melalui Desa Pakraman, dan pengaplikasiannya keseluruh system pemerintahan di Bali melalui Majelis Alit Pakraman (tingkat kecamatan), Majelis Midel Pakraman ( tingkat kabupaten/ kota), dan Majelis Agung Pakraman (ditingkat pemerintahan provinsi). Hukum adat Bali tujuan utamanya adalah gotong royong atau kesejajaran. Untuk kesejajaran maka yang di jadikan tolok ukur permasalahan adalah yang paling rendah. Adanya „megibung adalah makan bersama di pure untuk menrcerminkan kehidupan‟

gotong royong. Ini semua ada di Desa Pakraman, sebagai desa yang mencerminkan keaslian masyarakat Bali tempo dulu.5

Desa adat/ desa pakraman landasan normanya terutama mengacu pada awigawig (aturan adat Bali). Orang yang paling bertanggung jawab dalam system pemerintahan di desa adat/ desa pakraman adalah Juru Bedese (kepala desa adat/pakraman), di tingkat kecamatan ada lembaga yang mewadahi Bedese adalah Majelis Desa Pakraman Alit, di tingkat kabupaten/ kota ada Majelis Desa Pakraman Midel, sedangkan untuk di tingkat provinsi ada Majelis Desa Pakraman Agung. Eksistensi hukum adat diaplikasikan pembuatan aturan desa dan juga perda kabupaten/ kota, juga perda provinsi lewat Bedese (Kepala Desa Pakraman), Majelis Pakraman Alit, Majelis Pakraman Midel, dan Majelis Pakraman Agung. Sehingga tentunya nilai-nilai Hukum Adat ini menjadi menyeluruh untuk di Bali

Disetiap desa pakraman mempunyai awig-awig (Aturan Adat Bali), dan warga desa adat sangat menghargai aturan prararem (adat istiadat) dan awig-awig (hukum adat)dan, bahkan ada kecenerungan bahwa mereka lebih takut sanksi adat disbanding terhadap sangsi hukum Negara. Karena begitu patuhnya adat mereka, maka ada kecenderungan bahwa keluarga besar

(7)

mengikat warga Bali dimanapun ia berada. Awig-awig di desa pakraman yang satu bisa berbeda dengan awig-awig di desa lain, dikernakan atas kesepakatan warga maka awig-awig dapat dirubah, walaupun untuk perubahan bukan suatu hal yang mudah. Masyarakat desa pakraman sangat menghargai awig-awig dan untuk kesakralannya maka awig-awig yang asli mereka taroh di pure. Awig-awig diantaranya mengatur perihal urusan keluarga, seperti urusan kasta, urusan sentana rajeg (untuk kelanjutan penerus yang tidak selalu laki-laki). Mengatur juga tentang tata ruang atau penggunaan lahan, ada yang disebut tanah ayahan desa (untuk rumah), ada pekarangan desa (tanah tegalan yang dimiliki desa) utamanya untuk mempasilitasi kepentingan adapt, mengatur pula tentang tempat-tempat yang disucikan seperti gunung, laut, muara.

Desa Adat dengan Banjar-Banjarnya adalah lembaga masyarakat umat Hindu yang sepenuhnya berdasarkan keagamaan. Secara nyata dasar keagamaan itu dapat dilihat pada Kahyangan Tiga dan upacara-upacara agama yang berlangsung di Desa Adat seperi upacara Tawur Kesanga,

Usabha Desa dan lain-lain. Agama Hindu menjiwai dan meresapi segala kegiatan Krama Desa

2.2.2 Struktur Desa Adat Bali

Dengan apa yang telah di sebutkan sebelumnya bahwa struktur desa di bali salah satunya adalah desa pakraman atau desa adat, dimana dalam memahami kehadiran hukum adat kita harus mengetahui struktur dan system kerja desa adat pakraman ini dimana struktur pemerintahan Desa Adat/ Desa Pakraman adalah sebagai berikut:

(8)

b. Petajeuh / Pangliman (Wakil Ketua Desa Adat/ Wakil Ketua Desa Pakraman).

c. Penyarikan (sebagai sekretaris desa dari Desa Adat/ Desa Pakraman);

d. Petangen / Juru Raksa (sebagai bendahara ada Desa Adat/ Desa Pakraman);

e. Upa desa (juru damai dalam penyelesaian sengketa bila ada warga masyarakat adat yang tidak puas dan menuntut hak adatnya).

Adapun lembaga tempat penyelesaian sengketa disebut Kerta Desa. sekarang ini sengketa adat ada kalanya di bawa para pihak ke Pengadilan Negeri tetapi pihak Pengadilan Negeri biasanya kebingungan untuk memproses dan memutusnya. Dalam pengertian bahwa „Upa Desa lebih‟

kompeten dan professional dalam hal penyelesaian sengketa perkara adat warga desa.

f. Pacalang (sebagai keamanan pada Desa Adat/ Desa Pakraman), tupoksinya menjaga keamanan masyarakat desa khususnya pada upacara adat danhari-hari raya keagamaan. Desa Adat/ Desa Pakraman antara lain: Desa Pakraman Padang Sambian, Padang Sambian Rajeg, ada Padang sambian Kulon, dan yang merupakan percontohan/ cagar budaya adalah Desa Pakraman Panglipuran.

(9)

Subak juga berdasar atas filosofi Tri Hita Karana, yang mengupayakan keharmonisan hubungan antara manusia, Tuhan, dan alam semesta.

Pengertian Subak dapat dilihat segi fisik dan segi sosial. Secara fisik, Subak adalah hamparan persawahan dengan segenap fasilitas irigasinya, sedangkan secara social Subak adalah organisasi petani pemakai air yang otonom. Anggota suatu Subak dapat berasal dari berbagai desa, dan seorang petani dapat menjadi anggota pada beberapa Subak. Secara umum anggota Subak (Krama Subak) dapat dibedakan atas tiga kelompok, yaitu anggota aktif (Krama Pengayah), anggota pasif (Krama Pengampel) dan anggota khusus (Krama Leluputan) yang dibebaskan dari kewajiban Subak karena memangku jabatan tertentu6.

Sebagai suatu organisasi, Subak mempunyai unsur pimpinan yang disebut dengan Prajuru. Pada Subak yang kecil, struktur organisasinya sangat sederhana, hanya terdiri dari seorang ketua Subak yang disebut

Kelihan Subak atau Pekaseh, dan anggota Subak. Sedangkan pada Subak-subak yang lebih besar, prajuru Subak-subak umumnya terdiri atas :

- Pekaseh (Ketua Subak), - Petajuh (Wakil Pekaseh), - Penyarikan (Sekretaris),

- Petengan atau Juru Raksa (Bendahara),

- Juru arah atau Kasinoman (Pembawa informasi), dan - Saya (Pembantui khusus).

2.2.3 Tugas Dan Wewenang Desa Pakraman

Tugas dan wewenang desa pakraman diatur dalam Pasal 5 dan Pasal 6 Perda Propinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001. Pasal 5 Perda Nomor 3 Tahun 2001 Menentukan desa pakraman mempunyai tugas sebagai berikut:

 Membuat awig-awig;

 Mengatur krama desa;

 Mengatur pengelolaan harta kekayaan desa;

(10)

 Bersama-sama pemerintah melaksanakan pembangunandi segala bidang terutama di bidang keagamaan, kebudayaan, dan kemasyarakatan.

 Membina dan mengembangkan nilai-nilai budaya Bali dalam rangka memperkaya, melestarikan, dan mengembangkan kebudayaan nasional pada umumnya dan kebudayaan daerah pada khususnya, berdasarkan “porosporos”, “sagilik-saguluk”, “salunglung-sabayantaka” (musyawarah-mufkat);

 Mengayomo krama desa.

Pasal 6 Perda Nomor 3 Tahun 2001, menentukan desa pakraman mempunyai wewenang sebagai berikut:

 Menyelesaikan sengketa adat dan agama dalam lingkungan wilayahnya dengan awig-awig dan adat kebiasaan setempat;

 Turut serta menentukan keputusan dalam pelaksanaan pembangunan yang ada di wilayahnya terutama yang berkaitan dengan Tri Hita Karana;

 Melakukan perbuatan hukum di dalam dan di luar desa pakraman.

2.3 Dasar hukum masih berlakunya hukum adat dalam pengelolaan desa di Bali

(11)

Hal ini berararti desa-desa yang dahulu sudah ada sebelum masuknya penjajah harus diakui dan dihormati oleh negara. Mereka merupakan organisasi komunitas lokal yang mempunyai batas-batas wilayah, dihuni oleh sejumlah penduduk, dan mempunyai adatistiadat untuk mengelola dirinya sendiri (selfgoverning community). Sebutan Desa sebagai kesatuan masyarakat hukum baru dikenal pada masa kolonial Belanda. Desa pada umumnya mempunyai pemerintahan sendiri yang dikelola secara otonom tanpa ikatan hirarkhis-struktural dengan struktur yang lebih tinggi. Di masyarakat7

Guna menjalankan amanat Pasal 18B UUD NRI Tahun 1945, diberlakukan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda). Melalui UU Pemda ini, Desa Tidak termasuk dalam skema desentralisasi teritorial. UU Pemda Tidak mengenal otonomi Desa, melainkan hanya mengenal otonomi daerah.2 Pengaturan tentang Desa dimuat dalamn Bab XI Pasal 200 sampai Pasal 216 UU Pemda dan Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 tentang Pedoman Umum Pengaturan MengenainDesa (PP No. 72/2005). 3 Menurut UU Pemda, Desa adalah kesatuannmasyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihorma� dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selanjutnya, ada empat urusan pemerintahan desa menurut Pasal 206 UU Pemda, yaitu:

- Urusan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul Desa;

- Urusan yang menjadi kewenangan kabupaten/ kota yang diserahkan pengaturannya kepada Desa;

- Tugas pembantuan dari Pemerintah, provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota;

- Urusan lainnya yang oleh peraturan perundang-perundangan diserahkan kepada Desa.

(12)

Selanjutnya Dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, hukum adat dapat terlihat dari produk hukumnya. Beberapa produk hukum yang mengakomodir dan melegalkan hukum adat dalam penyelenggaraan pemerintahan desa di Bali, antara lain:

A) Undang undang nomer 6 tahun 2014 tentang desa Pasal 97

B) Peraturan Daerah Propinsi Bali No. 6 Tahun 1986 tentang Kedudukan, Fungsi, dan Peranan Desa Adat sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat dalam Propinsi Daerah Tingkat I Bali (Perda Desa Adat);

C) Peraturan Daerah Propinsi Bali No. 3 Tahun 2001 tentang Desa Pakraman;

D) Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 1 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Tahun 2005-20258

Perda Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001 tentang Desa Pakraman. Pasal 1 angka 4 dari Perda Desa Pakraman menyebutkan bahwa:

“Desa Pakraman adalah Kesatuan Masyarakat Hukum Adat di Propinsi Bali yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun temurun dalam ikatan kahyangan tiga atau kahyangan desa yang mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri”.

Selanjutnya jika kita buat korelasikan dengan undang undang nomer 6 tahun 2014 tentang desa maka pengaturan tentang desa adat akan di temukan dalam pasal Pasal 97 dimana berbunyi:

“Pasal 97

(13)

(1) Penetapan Desa Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 memenuhi syarat:

a. kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya secara nyata masih hidup, baik yang

bersifat teritorial, genealogis, maupun yang bersifat fungsional;

b. kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya dipandang sesuai dengan

perkembangan masyarakat; dan

c. kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sesuai dengan prinsip Negara

Kesatuan Republik Indonesia.

(2) Kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya yang masih hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus memiliki wilayah dan paling kurang memenuhi salah satu atau gabungan unsur adanya:

a. masyarakat yang warganya memiliki perasaan bersama dalam kelompok; b. pranata pemerintahan adat;

c. harta kekayaan dan/atau benda adat; dan/atau d. perangkat norma hukum adat.”

Dari bunyi pasal ini maka kembali memperkuat posisis hukum adat khusnya dalam penyelenggaraan pemerintahan desa yang masih mempergunakan system kelembagaan adat.

Selanjutnya sebagaimana ditentukan dalam perda provinsi Bali Nomor 06 Tahun 1986 , tentang “Kedudukan , fungsi dan peranan desa Adat sebagai kesatuan masyarakat hukum adat daerah provinsi tingkat I Bali “. Pasal 5 Perda nomor 06 tahun 1986 , menentukan :

“desa Adat di provinsi Daerah tingkat I Bali , merupakan kesatuan masyarakat hukum adat yang bersifat sosial keagamaan dan sosial kemasyarakatan “

(14)

terutama di bidang keagamaan, kebudayaan, dan kemasyarakatan. Melaksanakan hukum adat dan adat istiadat dalam desa Adatnya. Memberikan kedudukan hukum menurut hukum adat terhadap hal-hal yang berhubungan dengan kepentingan hubungan sosial keperdataan dan keagamaan. Membina dan mengembangkan nilai-nilai adat Bali dalam rangka memperkaya, melestarikan dan mengembangkan kebudayaan nasional pada umumnya dan kebudayaan Bali pada khususnya berdasarkan poros-poros salunglung sebayantaka/musyawarah untuk mufakat Menjaga, memelihara dan memanfaatkan kekayaan desa adat untukkesejahteraan desa adat.

Hal ini menunjukkan bahwa Desa Pakraman adalah Desa sebagai wahana aktifitas umat Hindu di Daerah ini. Desa adat / desa pakraman utamanya adalah mengurus urusan ada / keagamaan, karenanya pada urusan desa adat/ desa pakraman sangat menonjol perihal kearipan lokalnya. Masyarakat adat di Bali demikian kuat karena terikat fungsi sosial keagamaan Sebagai kelanjutan dari Desa Pakraman, dan tindak lanjut dari Perda Bali tersebut, maka didirikan Majelis Agung Desa Pakraman untuk di tingkat Propinsi, dan Majelis Madya Desa Pakraman di Tingkat Kabupaten dan Kota, dan di tingkat Kecamatan ada Majelis Alit Desa Pakraman

3. kesimpulan

(15)

koperasi pegawai (Pawongan) dan persyaratan sebagai calon Kepala Desa yang ditetukan oleh peraturan perundang-undangan dan harus memperhatikan nilai-nilai social budaya setempat.

Hadirnya Desa Pakraman juga merupakan bukti nyata penghormatan

dan penerapan adat dalam sistem pemerintahan desa di Bali. Adanya dua

desa di Bali yaitu desa pakraman dan desa dinas, bukanlah berarti ada dikotomi desa dalam sistem pemerintahan desa di Bali melainkan saling

melengkapi. Desa pakraman mengurusi bidang keagamaan dan adat,

sedangkan desa dinas mengurusi bidang administrasi pemerintahan. Dengan

demikian, eksistensi Desa Pakraman bukan sebagai wujud superioritas adat

dalam pemerintahan desa diBali.

Daftar Pustaka

Adharinali, 2012, “Eksistensi hukum adat dalam penyelengaraan

pemerintahan desa”, jurnal rechvinding volume 1 nomer 3 , Jakarta,

Dharmayuda, 2001, Desa Adat Kesatuan Masyarakat Hukum Adat di Bali,.,Denpasar: Upada Sastra.

Dherana, Tjokorde Raka, 1975, Pokok-Pokok Organisasi Kemasyarakatan Adat di Bali. Denpasar, Fakultas Hukum & Pengetahuan Masyarakat Universitas Udayana

Naskah Akademis Rancangan Undang-Undang tentang Desa (Jakarta: Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa – Departemen Dalam Negeri, 2007)

(16)

Toha, Suherma, 2011, Penelitian Hukum, Eksistensi hukum adat dalam pelaksanaan pemerintahan desa , Jakarta , Badan pembinaan hukum nasional

Widana , I Gusti Ketut, 2002, Mengenal Budaya Hindu di Bali, Denpasar , PT. BP Denpasar.

Wingnjodipuro, Surojo, 1983 Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, Jakarta,

Referensi

Dokumen terkait

Metode yang digunakan dalam akuisisi data yaitu metode seismik refraksi dengan interpretasi data menggunakan Metode Hagiwara untuk menentukan kedalaman suatu lapisan tanah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan judul: “Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan

memperlihatkan bahwa hasil uji t-test paired pada kelompok eksperimen didapatkan nilai t -15.106 dengan signifikansi (p) 0,000 sehingga dapat disimpulkan bahwa

Catatan atas Laporan Keuangan Konsolidasian Interim (Unaudited) Tahun yang berakhir pada tanggal-tanggal 30 Juni 2007 dan 2006 (Dinyatakan dalam ribuan Rupiah, kecuali dinyatakan

NO PROGRAM AKUN URAIAN PAGU

Bila a menyatakan rasio momen dibagi geser M/V, berdasarkan nilai rasio a/d atau (M/Vd). Kekuatan geser beton dengan atau tanpa tulangan adalah sama, yaitu merupakan nilai

Pemberian dosis pupuk NPK 6 g dan konsentrasi air kelapa 50% menunjukkan pengaruh yang lebih baik pada parameter tinggi bibit kakao, luas daun dan berat kering

a) Mengetahui seperti apakah profil pasien geriatri yang mengalami penurunan laju filtrasi glomerolus berdasarkan formula MDRD di Rumah.. Sakit Kabupaten Bantul periode