• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Sejarah Peradaban Islam Arab Pra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Sejarah Peradaban Islam Arab Pra"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB l

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Masa sebelum kedatangan Islam dikenal dengan zaman jahiliyah. Dalam Islam, periode jahiliyah dianggap sebagai suatu kemunduran dalam kehidupan beragama. Pada saat itu masarakat Arab jahiliyah mempunyai kebiasaan-kebiasaan buruk seperti meminum minuman keras, berjudi, dan menyembah berhala.

Ketika nabi Muhammad SAW lahir (570 M). Mekah adalah sebuah kota yang sangat penting dan terkenal di antara kota-kota di negeri Arab, baik karena tradisinya maupun karena letaknya. Kota ini dilalui jalur perdagangan yang ramai menghubungkan Yaman di selatan dan Syiria di utara. Dengan adanya Ka’bah di tengah kota. Mekah menjadi pusat keagamaan Arab. Ka’bah adalah tempat mereka berziarah. Didalamnya terdapat 360 berhala mengelilingi berhala utama, Hubal. Mekah kelihatan makmur dan kuat. Agama dan masyarakat Arab ketika itu mencerminkan realitas kesukuan masyarakat jazirah Arab dengan luas satu juta mil persegi.

Biasanya, dalam membicarakan wilayah geografis yang didiami bangsa Arab sebelum Islam, orang membatasi pembicaraan hanya pada jazirah Arab, padahal bangsa Arab juga mendiami daerah-daerah di sekitar Jazirah. Jazirah Arab memang merupakan kediaman mayoritas bangsa Arab kala itu.

(2)

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana kehidupan bangsa Arab sebelum datangnya Islam?

2. Bagaimana kondisi Bangsa Arab dalam hal letak geografi dan budayanya? 3. Seperti apa sejarah kehidupan dan keberagamaan Bangsa Arab sebelum

Islam?

4. TUJUAN

1. Mengkaji lebih dalam kehidupan bangsa Arab sebelum datangnya Islam. 2. Melihat kondisi Bangsa Arab dalam hal letak geografi dan budayanya. 3. Mengetahui sejarah kehidupan dan keberagamaan Bangsa Arab sebelum

(3)

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENDAHULUAN

Masa sebelum Islam, khususnya kawasan jazirah Arab, disebut masa jahiliyyah.1





















































33. dan hendaklah kamu tetap di rumahmu[1215] dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu[1216] dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait[1217] dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.

[1215] Maksudnya: isteri-isteri Rasul agar tetap di rumah dan ke luar rumah bila ada keperluan yang dibenarkan oleh syara'. perintah ini juga meliputi segenap mukminat.

[1216] Yang dimaksud Jahiliyah yang dahulu ialah Jahiliah kekafiran yang terdapat sebelum Nabi Muhammad s.a.w. dan yang dimaksud Jahiliyah sekarang ialah Jahiliyah kemaksiatan, yang terjadi sesudah datangnya Islam.

[1217] Ahlul bait di sini, Yaitu keluarga rumah tangga Rasulullah s.a.w.

Julukan semacam ini terlahir disebabkan oleh terbelakangnya moral masyarakat Arab khususnya Arab pedalaman (badui) yang hidup menyatu dengan padang pasir dan area tanah yang gersang. Mereka pada umumnya hidup berkabilah dan nomaden. Mereka berada dalam lingkungan miskin pengetahuan.

(4)

Situasi yang penuh dengan kegelapan dan kebodohan tersebut, mengakibatkan mereka sesat jalan, tidak menemukan nilai-nilai kemanusiaan, membunuh anak dengan dalih kemuliaan, memusnahkan kekayaan dengan perjudian, membangkitkan peperangan dengan alasan harga diri dan kepahlawanan. Suasana semacam ini terus berlangsung hingga datang Islam di tengah-tengah mereka.

Bangsa Arab pada umumnya berwatak berani, keras, dan bebas. Mereka telah lama mengenal agama. Nenek moyang mereka pada mulanya memeluk agama Nabi Ibrahim. Akan tetapi, akhirnya ajaran itu pudar. Untuk menampilkan keberadaan Tuhan mereka membuat patung berhala dari batu, yang menurut perasaan mereka patung itu dapat dijadikan sarana untuk berhubungan dengan Tuhan.2

Namun demikian, bukan berarti masyarakat Arab pada waktu itu sama sekali tidak memiliki peradaban. Kebudayaan mereka yang paling menonjol adalahbidang sastra bahasa Arab, khususnya syair Arab. Perekonomian penduduk negeri Mekah umumnya baik karena mereka menguasai jalur darat di seluruh Jazirah Arab.

Bangsa Arab sebelum lahirnya Islam dikenal sebagai bangsa yang sudah memiliki kemajuan ekonomi. Letak geografis yang cukup strategis, terutama kawasan pesisir yang pada waktu itu ramai dilalui kapal-kapal pedagang Eropa yang hendak menuju India, Asia Tenggara, Cina dan sekitarnya, telah membuat kawasan ini lebih maju dari pada kawasan Arab yang lain. Makkah pada waktu itu merupakan kota dagang bertaraf internasional. Hal ini diuntungkan oleh posisinya yang sangat strategis karena terletak di persimpangan jalan penghubung jalur perdagangan dan jaringan bisnis dari Yaman ke Syiria.

Rentetan peristiwa yang melatar belakangi lahirnya Islam merupakan hal yang sangat penting untuk dikaji. Hal demikian karena tidak ada satu pun peristiwa di dunia yang terlepas dari konteks historis dengan peristiwa-peristiwa sebelumnya. Artinya, antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya terdapat hubungan yang erat dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk hubungan Islam

(5)

dengan situasi dan kondisi Arab pra Islam.

B. KONDISI GEOGRAFIS JAZIRAH ARAB

Semenanjung Arab adalah semenanjung yang terletak di sebelah barat daya Asia. Wilayahnya memiliki luas 1.745.900 kilometer persegi.3 Semenanjung ini dinamakan jazirah karena tiga sisinya berbatasan dengan air, yakni di sebelah timur berbatasan dengan teluk Oman dan teluk Persi, di sebelah selatan berbatasan dengan Samudra Hindia dan teluk Aden, di sebelah barat berbatasan dengan laut merah. Hanya di sebelah utara, jazirah ini berbatasan dengan daratan atau padang pasir Irak dan Syiria.4

Gambar 1.1. Peta Jazirah Arab dan Penyebaran Agama Islam

Secara geografis, daratan jazirah Arab didominasi padang pasir yang luas, serta memiliki iklim yang panas dan kering. Hampir lima per enam daerahnya terdiri dari padang pasir dan

3Philip K. Hitti, History of The Arabs, terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi

Slamet Riadi, 2010, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, hal. 16.

(6)

gunung batu.5Luas padang pasir ini diklasifikasikan Ahmad Amin sebagai berikut:

1.Sahara Langit, yakni yang memanjang 140 mil dari utara ke selatan dan 180 mil dari timur ke barat. Sahara ini disebut juga sahara Nufud. Di daerah ini, jarang sekali ditemukan lembah dan mata air. Angin disertai debu telah menjadi ciri khas suasana di tempat ini. Hal itulah yang menyebabkan daerah ini sulit dilalui.

2.Sahara Selatan, yakni yang membentang dan menyambung Sahara Langit ke arah timur sampai selatan Persia. Hampir seluruhnya merupakan dataran keras, tandus, dan pasir bergelombang. Daerah ini juga disebut dengan daerah sepi (al-Rub’ al-Khali).

3.Sahara Harrat, yakni suatu daerah yang terdiri dari tanah liat berbatu hitam. Gugusan batu-batu hitam itu menyebar di seluruh sahara ini.6

Secara garis besar, jazirah Arab dibedakan menjadi dua, yakni daerah pedalaman dan pesisir. Daerah pedalaman jarang sekali mendapatkan hujan, namun sesekali hujan turun dengan lebatnya. Kesempatan demikian biasa dimanfaatkan penduduk nomadik dengan mencari genangan air dan padang rumput demi keberlangsungan hidup mereka. Seperti juga di tempat-tempat lain, di sini pun [Tihama, Hijaz, Najd, dan sepanjang dataran luas yang meliputi negeri-negeri Arab] dasar hidup pengembaraan itu ialah kabilah. Kabilah-kabilah yang selalu pindah dan pengembara itu tidak mengenal suatu peraturan atau tata-cara seperti yang kita kenal. Mereka hanya mengenal kebebasan pribadi, kebebasan keluarga, dan kebebasan kabilah yang penuh.7

5Ibid, 43-44.

6Ahmad Amin, Fajr al-Islam, 1975, Kairo: Maktabah Najdah al-Misriyyah, hal.

1-2.

(7)

Sedangkan daerah pesisir, hujan turun dengan teratur, sehingga para penduduk daerah tersebut relatif padat dan sudah bertempat tinggal tetap. Oleh karena itu, di daerah pesisir ini, jauh sebelum Islam lahir, sudah berkembang kota-kota dan kerajaan-kerajaan penting, seperti kerajaan Himyar, Saba’, Hirah dan Ghassan.8

C. KONDISI SOSIAL DAN BUDAYA BANGSA ARAB

Bangsa Arab mempunyai akar panjang dalam sejarah. Mereka termasuk ras atau rumpun bangsa kaukasoid, sebagaimana ras-ras yang mendiami daerah Mediteranian, Nordic, Alpine dan Indic.9

Bangsa Arab hidup berpindah-pindah (nomad). Demikian ini karena kondisi tanah tempat mereka hidup terdiri dari gurun pasir kering dan minim turun hujan. Perpindahan mereka dari satu tempat ke tempat lain mengikuti tumbuhnya stepa (padang rumput) yang muncul secara sporadis di sekitar oasis atau genangan air setelah turun hujan. Padang rumput diperlukan badui Arab untuk kebutuhan makan binatang ternak seperti kuda, onta dan domba.

Berbeda halnya dengan penduduk Arab perkotaan terutama penduduk pesisir, pertanian, peternakan dan perdangangan, dapat berkembang dengan baik di daerah tersebut. Hal inilah tentunya yang membuat kehidupan masyarakat pesisir lebih makmur daripada masyarakat pedalaman (badui). Dari realitas ini, maka timbullah reaksi antara penduduk kota atau pesisir dengan penduduk Gambar 1.2. Bangsa Arab pedalaman atau badui.

Maret 2014.

8Ahmad Mujahidin, Maret 2003, “Arab Pra Islam; Hubungan Ekonomi dan

Politik dengan Negara-Negara Sekitarnya”, Jurnal Akademika, Volume 12, Nomor 2, hal. 4.

9Ali Mufrrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, 1997, Jakarta: Logos, hal. 5.

(8)

Aksi dan reaksi antara penduduk kota dengan masyarakat gurun dimotivasi oleh desakan kuat untuk memenuhi kebutuhan pribadi. Orang-orang nomad bersikeras mendapatkan sumber-sumber tertentu pada orang-orang kota terhadap apa yang tidak mereka miliki dari lingkungan mereka tinggal. Hal itu dilakukan baik melalui kekerasan (penyerbuan kilat) atau jalan damai (barter). Orang-orang badui nomaden dikenal sebagai perampok darat dan makelar. Gurun pasir, yang merupakan daerah operasi mereka sebagai perampok, memiliki kesamaan karakteristik dengan laut.10

Masyarakat, baik nomadik maupun yang menetap, hidup dalam budaya kesukuan. Organisasi dan identitas sosial berakar pada keanggotaan dalam suatu rentang komunitas yang luas. Kelompok beberapa keluarga membentuk kabilah (clan). Beberapa kelompok kabilah membentuk suku (trible) dan dipimpin oleh Shaikh.11 Keadaan itu menjadikan loyalitas mereka terhadap kabilah di atas

segalanya. Ciri-ciri ini merupakan fenomena universal yang berlaku di setiap tempat dan waktu. Bila sesama kabilah mereka loyal karena masih kerabat sendiri, maka berbeda dengan antar kabilah. Interaksi antar kabilah tidak menganut konsep kesetaraan; yang kuat di atas dan yang lemah di bawah. Ini tercermin, misalnya, dari tatanan rumah di Mekah kala itu. Rumah-rumah Quraysh sebagai suku penguasa dan terhormat paling dekat dengan Ka’bah lalu di belakang mereka menyusul pula rumah-rumah kabilah yang agak kurang penting kedudukannya dan diikuti oleh yang lebih rendah lagi, sampai kepada tempat-tempat tinggal kaum budak dan sebangsa kaum gelandangan. Semua itu bukan berarti mereka tidak mempunyai kebudayaan sama-sekali.12

Para wanita dan laki-laki begitu bebas bergaul, malah untuk berhubungan yang lebih dalam pun tidak ada batasan. Yang lebih parah lagi, wanita bisa bercampur dengan lima orang atau lebih laki-laki sekaligus. Hal itu dinamakan

hubungan poliandri. Perzinahan mewarnai setiap lapisan masyarakat. Semasa itu,

perzinahan tidak dianggap aib yang mengotori keturunan.

10Philip K. Hitti, History of The Arabs, hal. 28.

11Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, 2010, Jakarta: Rajawali Press, hal. 11.

12 http://hitsuke.blogspot.com/2009/05/masa-nabi-muhammad-saw-pada-periode.html, diunduh 24

(9)

Banyak hubungan antara wanita dan laki-laki yang diluar kewajaran, seperti :

1. Pernikahan secara spontan, seorang laki-laki mengajukan lamaran kepada laki-laki lain yang menjadi wali wanita, lalu dia bisa menikahinya setelah menyerahkan mas kawin seketika itu pula.

2. Para laki-laki bisa mendatangi wanita sekehendak hatinya. Yang disebut wanita pelacur.

3. Pernikahan Istibdha’, seorang laki-laki menyuruh istrinya bercampur kepada laki-laki lain hingga mendapat kejelasan bahwa istrinya hamil. Lalu sang suami mengambil istrinya kembali bila menghendaki, karena sang suami menghendaki kelahiran seorang anak yang pintar dan baik.

4. Laki-laki dan wanita bisa saling berhimpun dalam berbagai medan peperangan. Untuk pihak yang menang, bisa menawan wanita dari pihak yang kalah dan menghalalkannya menurut kemauannya.

Banyak lagi hal-hal yang menyangkut hubungan wanita dengan laki-laki yang diluar kewajaran. Diantara kebiasaan yang sudah dikenal akrab pada masa jahiliyah ialah poligami tanpa ada batasan maksimal, berapapun banyaknya istri yang dikehendaki. Bahkan mereka bisa menikahi janda bapaknya, entah karena dicerai atau karena ditinggal mati. Hak perceraian ada ditangan kaum laki-laki tanpa ada batasannya.13

Maka tidak heran, jika peperangan antar suku menjadi ciri khas masyarakat ini. Rendahnya harga wanita seakan-akan menjadi akibat dari keadaan masyarakat yang suka berperang tersebut.

Akibat tradisi peperangan ini, kebudayaan mereka tidak berkembang. Karena itu, bahan-bahan sejarah Arab pra Islam langka didapatkan di dunia Arab dan dalam bahasa Arab. Ahmad Shalabi menyebutkan, sejarah mereka hanya dapat diketahui dari masa kira-kira 150 tahun menjelang lahirnya agama Islam.14

Pengetahuan itu diperoleh melalui syair-syair yang beredar di kalangan para

pe-13http://spistai.blogspot.com/2009/03/sejarah-arab-pra-islam.html, diunduh 24 Maret 2014.

14A. Shalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, buku I, terj. M. Sanusi Latief ,

(10)

rawi syair. Dengan begitulah sejarah dan sifat masyarakat Arab dapat diketahui, yang antara lain bersemangat tinggi dalam mencari nafkah, sabar menghadapi kekerasan alam, dan juga dikenal sebagai masyarakat yang cinta kebebasan.

Dengan kondisi alami yang seperti tidak pernah berubah itu, masyarakat badui pada dasarnya tetap berada dalam fitrahnya. Kemurniannya terjaga, jauh lebih murni dari bangsa-bangsa lain. Dasar-dasar kehidupan mereka mungkin dapat disejajarkan dengan bangsa-bangsa yang masih berada dalam taraf permulaan perkembangan budaya. Bedanya dengan bangsa lain, hampir seluruh penduduk badui adalah penyair.15

Lain halnya dengan penduduk kota yang memiliki kemajuan peradaban, sejarah mereka dapat diketahui lebih jelas. Mereka selalu mengalami perubahan seiring dengan perubahan situasi dan kondisi yang melingkupinya. Mereka telah mampu berkarya seperti membuat alat-alat dari besi, bahkan sampai mendirikan kerajaan-kerajaan. Sampai pada lahirnya Nabi Muhammad, daerah-daerah tersebut masih merupakan kota-kota perniagaan, sebagaimana diketahui bahwa daerah tersebut merupakan jalur perdagangan antara Eropa dan Asia. Sebagaimana masyarakat badui, penduduk daerah ini juga mahir bersyair. Biasanya, syair-syair dibacakan di pasar-pasar, semacam pagelaran pembacaan syair, seperti yang terjadi di pasar ukaz. Bahasa mereka kaya dengan ungkapan, tata bahasa dan kiasan.16

Fakta di atas menunjukkan bahwa pengertian Jahiliah yang tersebar luas di antara kita perlu diluruskan agar tidak terulang kembali salah pengertian. Pengertian yang tepat untuk masa Jahiliah bukanlah masa kebodohan dan kemunduran, tetapi masa yang tidak mengenal agama tauhid yang menyebabkan minimnya moralitas.17

D.KONDISI EKONOMI BANGSA ARAB

Perdagangan merupakan unsur penting dalam

15Gustav Leboun, Hadarat al-‘Arab, Kairo: Matba‘ah ‘Isa al-Babi al-Halabi, hal.

72.

16Badri Yatim, Sejarah Peradaban, hal. 12.

17 http://hitsuke.blogspot.com/2009/05/masa-nabi-muhammad-saw-pada-periode.html, diunduh 24

(11)

perekonomian masyarakat Arab pra Islam. Mereka telah lama mengenal perdagangan bukan saja dengan orang Arab, tetapi juga dengan non-Arab. Kemajuan perdagangan bangsa Arab pra Islam dimungkinkan antara lain karena pertanian yang telah maju. Kemajuan ini ditandai dengan adanya kegiatan ekspor-impor yang mereka lakukan. Para pedagang Arab selatan dan Yaman pada 200 tahun menjelang Islam lahir telah mengadakan transaksi dengan Hindia, Afrika, dan Persia. Komoditas ekspor Arab selatan dan Yaman adalah dupa, kemenyan, kayu gaharu, minyak wangi, kulit binatang, buah kismis, dan anggur. Sedangkan yang mereka impor dari Afrika adalah kayu, logam, budak; dari Hindia adalah gading, sutra, pakaian dan pedang; dari Persia adalah intan.18

Perekonomian orang Arab pra-Islam yang sangat bergantung pada perdagangan daripada peternakan apalagi pertanian. Mereka dikenal sebagai pengembara dan pedagang tangguh. Mereka juga sudah mengetahui jalan-jalan yang bisa dilalui untuk bepergian jauh ke negeri-negeri tetangga.19

Data ini menunjukkan bahwa perdagangan merupakan urat nadi perekonomian yang sangat penting sehingga kebijakan politik yang dilakukan memang dalam rangka mengamankan jalur perdagangan ini.

Faktor-faktor yang mendorong kemajuan perdagangan Arab pra Islam sebagaimana dikemukakan Burhan al-Din Dallu adalah sebagai berikut:

1. Kemajuan produksi lokal serta kemajuan aspek pertanian.

2. Adanya anggapan bahwa pedagang merupakan profesi yang paling bergengsi.

18Syafiq A. Mughni, “Masyarakat Arab Pra Islam”, dalam Ensiklopedi Tematis

Dunia Islam, I, 2002, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, hal. 15.

(12)

3. Terjalinnya suku-suku ke dalam politik dan perjanjian perdagangan lokal maupun regional antara pembesar Hijaz di satu pihak dengan penguasa Syam, Persia dan Ethiopia di pihak lain. kemudian ke tangan Persia pada tahun 257 M.

7. Dibangunnya pasar lokal dan pasar musiman di Hijaz, seperti Ukaz, Majna, Zu al-Majaz, pasar bani Qainuna, Dumat al-Jandal, Yamamah dan pasar Wahat.

8. Terblokadenya lalu lintas perdagangan Byzantium di utara Hijaz dan laut merah.

9. Terisolasinya perdagangan orang Ethiopia di laut merah karena diblokade tentara Yaman pada tahun 575 M.20 Data-data yang dikemukakan Dallu menunjukkan bahwa antara ekonomi dan politik tidak dapat dipisahkan dalam konteks kehidupan masyarakat Arab pra-Islam. Kehidupan politik Byzantium dan Sasaniah turut memberikan sumbangan dalam memajukan proses perdagangan yang berlangsung di Hijaz, karena kedua kerajaan ini sangat berkepentingan terhadap jalur perdagangan ini.

Di lain sisi, Mekkah dimana terdapat ka’bah yang pada waktu itu sebagai pusat kegiatan agama, telah menjadi jalur perdagangan internasional.21 Hal ini diuntungkan oleh posisinya

20Burhan al-Din Dallu, Jazirat al-‘Arab Qabl al-Islam, 1989, Beirut, hal. 129-130.

21Montgomery Watt, Muhammad at Mecca, 1956, Oxford: Oxford University

(13)

yang sangat strategis karena terletak di persimpangan jalan yang menghubungkan jalur perdagangan dan jaringan bisnis dari Yaman ke Syiria, dari Abysinia ke Irak. Pada mulanya Mekkah didirikan sebagai pusat perdagangan lokal di samping juga pusat kegiatan agama. Karena Mekkah merupakan tempat suci, maka para pengunjung merasa terjamin keamanan jiwanya dan mereka harus menghentikan segala permusuhan selama masih berada di daerah tersebut. Untuk menjamin keamanan dalam perjalanan suatu sistem keamanan di bulan-bulan suci, ditetapkan oleh suku-suku yang ada di sekitarnya.22 Keberhasilan sistem ini mengakibatkan berkembangnya perdagangan yang pada gilirannya menyebabkan munculnya tempat-tempat perdagangan baru.

Dengan posisi Mekkah yang sangat strategis sebagai pusat perdagangan bertaraf internasional, komoditas-komoditas yang diperdagangkan tentu saja barang-barang mewah seperti emas, perak, sutra, rempah-rempah, minyak wangi, kemenyan, dan lain-lain. Walaupun kenyataan yang tidak dapat dipungkiri adalah pada mulanya para pedagang Quraish merupakan pedagang eceran, tetapi dalam perkembangan selanjutnya orang-orang Mekkah memperoleh sukses besar, sehingga mereka menjadi pengusaha di berbagai bidang bisnis.23

E. KONDISI POLITIK BANGSA ARAB

Sebagaimana telah disinggung di atas bahwa sebagian besar daerah Arab adalah daerah gersang dan tandus, kecuali daerah Yaman yang terkenal subur. Ditambah lagi dengan kenyataan luasnya daerah di tengah Jazirah Arab, bengisnya alam, sulitnya transportasi, dan merajalelanya badui yang merupakan

22Ahmad Mujahidin, “Arab Pra Islam; Hubungan Ekonomi dan Politik dengan

Negara-Negara Sekitarnya”, Maret 2003, Jurnal Akademika, Volume 12, Nomor 2, hal. 12-13.

(14)

faktor-faktor penghalang bagi terbentuknya sebuah negara kesatuan serta adanya tatanan politik yang benar. Mereka tidak mungkin menetap. Mereka hanya bisa loyal ke kabilahnya. Oleh karena itu, mereka tidak akan tunduk ke sebuah kekuatan politik di luar kabilahnya yang menjadikan mereka tidak mengenal konsep negara.24

Sementara menurut Nicholson, tidak terbentuknya Negara dalam struktur masyarakat Arab pra Islam, disebabkan karena konstitusi kesukuan tidak tertulis. Sehingga pemimpin tidak mempunyai hak memerintah dan menjatuhkan hukuman pada anggotanya.25 Namun dalam bidang perdagangan, peran pemimpin suku

sangat kuat. Hal ini tercermin dalam perjanjian-perjanjian perdagangan yang pernah dibuat antara pemimpin suku di Mekkah dengan penguasa Yaman, Yamamah, Tamim, Ghassaniah, Hirah, Suriah, dan Ethiopia.

Kadang persaingan untuk mendapatkan kursi pemimpin yang memakai sistem keturunan paman kerap membuat mereka bersikap lemah lembut, manis dihadapan orang banyak, seperti bermurah hati, menjamu tamu, menjaga kehormatan, memperlihatkan keberanian, membela diri dari serangan orang lain, hingga tak jarang mereka mencari-cari orang yang siap memberikan sanjungan dan pujian tatkala berada dihadapan orang banyak, terlebih lagi para penyair yang memang menjadi penyambung lidah setiap kabilah pada masa itu, hingga kedudukan para penyair itu sama dengan kedudukan orang-orang yang sedang bersaing mencari simpati.26

Model organisasi politik bangsa Arab lebih didominasi kesukuan (model kabilah). Kepala sukunya disebut Shaikh, yakni seorang pemimpin yang dipilih antara sesama anggota. Shaikh dipilih dari suku yang lebih tua, biasanya dari anggota yang masih memiliki hubungan famili. Fungsi pemerintahan Shaikh ini lebih banyak bersifat penengah (arbitrasi) daripada memberi komando. Shaikh tidak berwenang memaksa, serta tidak dapat membebankan tugas-tugas atau mengenakan hukuman-hukuman. Hak dan kewajiban hanya melekat pada warga

24Abd al-‘Azīz al-Dawrī, Muqaddimah fīTarīkh adr al-Islam, 2007, Beirut: Markaz Dirāsah al-Waḥdah al-‘Arabīyah, hal. 41.

25R.A Nicholson, A Literary History of The Arabs, 1997, Cambridge: Cambridge

University Press, hal. 83.

(15)

suku secara individual, serta tidak mengikat pada warga suku lain.27

F. AGAMA BANGSA ARAB PRA-ISLAM

Faktor alam merupakan satu hal yang dapat mempengaruhi kehidupan beragama pada suatu bangsa. Hal itu dapat dibuktikan oleh penyelidik-penyelidik ilmiah yang menunjukkan bahwa Jazirah Arab dahulunya subur dan makmur. Karena faktor alam itu pula boleh jadi rasa keagamaan telah timbul pada bangsa Arab semenjak lama. Semangat keagamaan yang amat kuat pada bangsa Arab itulah yang menjadi dorongan mereka untuk melawan dan memerangi agama Islam di saat Islam datang. Mereka memerangi agama Islam karena mereka amat kuat berpegang dengan agama mereka yang lama yaitu kepercayaan yang telah mendarah daging pada jiwa mereka. Andaikata mereka acuh tak acuh dengan agama, tentu mereka membiarkan agama Islam berkembang, tetapi kenyataannya tidak demikian. Agama Islam mereka perangi mati-matian sampai mereka kalah.

Sampai saat ini pun bangsa Arab, baik dia seorang ulama atau tidak, terhadap agamanya mereka sangat bersemangat. Agama itu disiarkan serta dibela dengan sekuat tenaganya. Semangat beragama mereka umumnya bersifat kulitnya saja. Adapun ibadah dan praktik-praktik keagamaan sering ditinggalkan oleh Arab Badui. Watak mereka yang amat mencintai hidup bebas dari keterikatan menjadi sebab mereka ingin bebas dari aturan agama. Mereka sudah lama merasa bosan dan kesal terhadap agamanya karena dianggap sebagai pengikat kemerdekaannya sehingga selalu menyelewengkan agama mereka sendiri.28

Penduduk Arab menganut agama yang bermacam-macam. Paganisme, Yahudi, dan Kristen merupakan ragam agama orang Arab pra Islam. Pagan adalah agama mayoritas mereka. Ratusan berhala dengan bermacam-macam bentuk ada di sekitar Ka’bah. Setidaknya ada empat sebutan bagi berhala-hala itu: sanam, wathan, nusub, dan hubal.

Sanam berbentuk manusia dibuat dari logam atau kayu. Wathan juga

27Bernard Lewis, Bangsa Arab dalam Lintasan Sejarah dari Segi Geografi,

Sosial, Budaya dan Peranan Islam, terj. Said Jamhuri, 1994, Jakarta: Ilmu Jaya, hal. 10.

(16)

dibuat dari batu. Nusub adalah batu karang tanpa suatu bentuk tertentu. Hubal berbentuk manusia yang dibuat dari batu akik. Dialah dewa orang Arab yang paling besar dan diletakkan dalam Ka’bah di Mekah. Orang-orang dari semua penjuru jazirah datang berziarah ke tempat itu. Beberapa kabilah melakukan cara-cara ibadahnya sendiri-sendiri.29 Ini membuktikan bahwa paganisme sudah

berumur ribuan tahun. Sejak berabad-abad penyembahan patung berhala tetap tidak terusik, baik pada masa kehadiran permukiman Yahudi maupun upaya-upaya kristenisasi yang muncul di Syiria dan Mesir.30

Agama Yahudi dianut oleh para imigran yang bermukim di Yathrib dan Yaman. Tidak banyak data sejarah tentang pemeluk dan kejadian penting agama ini di Jazirah Arab, kecuali di Yaman. Dzū Nuwās merupakan penguasa Yaman yang condong ke Yahudi. Dia tidak menyukai penyembahan berhala yang telah menimpa bangsanya. Dia meminta penduduk Najran agar masuk agama Yahudi. sehingga kalau mereka menolak, maka akan dibunuh. Namun yang terjadi justru menolak, maka digalilah sebuah parit dan dipasang api di dalamnya. Mereka dimasukkan ke dalam parit itu, serta dibunuh dengan pedang atau dilukai sampai cacat bagi yang selamat dari api tersebut. Korban pembunuhan itu mencapai dua puluh ribu orang. Tragedi berdarah dengan motif fanatisme agama ini diabadikan dalam Quran dalam kisah “orang-orang yang membuat parit” (Ashab al-Ukhdud).31



























4. binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit[1567], 5. yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar,

6. ketika mereka duduk di sekitarnya,

[1567] Yaitu pembesar-pembesar Najran di Yaman.

29Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, terj. Ali Audah, 2011. Jakarta; Litera Antar Nusa, hal.19-20.

30M.M. al-Azamī, Sejarah Teks al-Quran dari Wahyu sampai Kompilasi, 2005. Jakarta: Gema Insani, hal. 23.

31Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, hal. 10-11.Lihat:

(17)

Sedangkan Agama Kristen di jazirah Arab dan sekitarnya sebelum kedatangan Islam tidak ternodai oleh tragedi yang mengerikan semacam itu. Yang tampak hanyalah pertikaian di antara sekte-sekte Kristen. Menurut Muhammad ‘Abid al-Jābirī, al-Quran menggunakan istilah “Nasara” bukan “al-Masihiyah” dan “al-Masihi” bagi pemeluk agama Kristen. Bagi pendeta Kristen resmi (Katolik, Ortodoks, dan Evangelis) istilah “Nasara” adalah sekte sesat, tetapi bagi ulama Islam mereka adalah “Hawariyun”. Para misionaris Kristen menyebarkan doktrinnya dengan bahasa Yunani yang waktu itu madhab-madhab filsafat dan aliran-aliran gnostik dan hermes menyerbu daerah itu. Inilah yang menimbulkan pertentangan antara misionaris dan pemikir Yunani yang memunculkan usaha-usaha mendamaikan antara filsafat Yunani yang bertumpu pada akal dan doktrin Kristen yang bertumpu pada iman. Inilah yang melahirkan sekte-sekte Kristen yang kemudian menyebar ke berbagai penjuru, termasuk jazirah Arab dan sekitarnya.32

Sekte Arius menyebar di bagian selatan jazirah Arab, yaitu dari Suria dan Palestina ke Irak dan Persia. Misionaris sekte ini telah menjelajahi penjuru-penjuru jazirah Arab yang memastikan bahwa dakwah mereka telah sampai di Mekah, baik melalui misionaris atau pedagang Quraish yang berhubungan terus-menerus dengan Syam, Yaman, dan Habashah.33 Tetapi salah satu sekte yang

sejalan dengan tauhid murni agama samawi adalah sekte Ebionestes.34

Salah satu corak beragama yang ada sebelum Islam datang selain tiga agama di atas adalah Hanifiyah, yaitu sekelompok orang yang mencari agama Ibrahim yang murni yang tidak terkontaminasi oleh nafsu penyembahan berhala-berhala, juga tidak menganut agama Yahudi ataupun Kristen, tetapi mengakui keesaan Allah. Mereka berpandangan bahwa agama yang benar di sisi Allah adalah Hanifiyah, sebagai aktualisasi dari millah Ibrahim. Gerakan ini menyebar luas ke berbagai penjuru Jazirah Arab khususnya di tiga wilayah Hijaz, yaitu

32Muhammad Abid Al-Jābirī, Madkhal ila al-Qur`ān al-Karīm, 2007. Beirut: Markaz Dirāsah al-Waḥdah al-‘Arabīyah, hal. 38-46.

(18)

Yathrib, Taif, dan Mekah.35

35Khalil Abdul Karim, Syari’ah: Sejarah, Perkelahian, Pemaknaan, 2003.

(19)

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari paparan diatas, dapat kita simpulkan bahwa:

1. Masa sebelum kedatangan Islam dikenal dengan zaman jahiliyah. Dalam Islam, periode jahiliyah dianggap sebagai suatu kemunduran dalam kehidupan beragama.

2. Sebelum Islam datang, bangsa Arab telah menganut berbagai macam agama, adat istiadat, akhlak dan peraturan-peraturan hidup.

3. Negeri Yaman adalah tempat tumbuh kebudayaan yang amat penting yang pernah berkembang di Jazirah Arab sebelum Islam datang. 4. Perekonomian orang Arab pra-Islam yang sangat bergantung pada

perdagangan daripada peternakan apalagi pertanian.

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an al-Karim.

‘Abd al-‘Azīz al-Dawrī, Muqaddimah fī Tarīkh Ṣadr al-Islam, 2007, Beirut: Markaz Dirāsah al-Wa dah al-‘Arabīyah.ḥ

A. Shalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, buku I, terj. M. Sanusi Latief , 1983, Jakarta: Pustaka Al-Husna.

Ahmad Amin, Fajr al-Islam, 1975, Kairo: Maktabah Najdah al-Misriyyah. Ahmad Mujahidin, “Arab Pra Islam; Hubungan Ekonomi dan Politik dengan Negara-Negara Sekitarnya”, Maret 2003, Jurnal Akademika, Volume 12, Nomor 2.

Ali Mufrrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, 1997, Jakarta: Logos. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, 2010, Jakarta: Rajawali Press. Bernard Lewis, Bangsa Arab dalam Lintasan Sejarah dari Segi Geografi, Sosial, Budaya dan Peranan Islam, terj. Said Jamhuri, 1994, Jakarta: Ilmu Jaya.

Burhan al-Din Dallu, Jazirat al-‘Arab Qabl al-Islam, 1989, Beirut.

Fadil, SJ, Pasang Surut Peradaban Islam dalam Lintas Sejarah, 2008, Malang: UIN Malang Press.

Gustav Leboun, Hadarat al-‘Arab, Kairo: Matba‘ah ‘Isa al-Babi al-Halabi. Khalil Abdul Karim, Syari’ah: Sejarah, Perkelahian, Pemaknaan, 2003. Yogyakarta: LKiS.

M.M. al-A‘zamī, Sejarah Teks al-Quran dari Wahyu sampai Kompilasi, 2005. Jakarta: Gema Insani.

Montgomery Watt, Muhammad at Mecca, 1956, Oxford: Oxford University Press.

Muhammad ‘Abid Al-Jābirī, Madkhal ila al-Qur`ān al-Karīm, 2007. Beirut: Markaz Dirāsah al-Wa dah al-‘Arabīyah.ḥ

(21)

Philip K. Hitti, History of The Arabs, terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riadi, 2010, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.

R.A Nicholson, A Literary History of The Arabs, 1997, Cambridge: Cambridge University Press.

Syafiq A. Mughni, “Masyarakat Arab Pra Islam”, dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, I, 2002, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve.

http://emhasemarangan.blogspot.com/2010/02/rahasia-sukses-dakwah-rasulullah.html, diunduh 24 Maret 2014.

http://hitsuke.blogspot.com/2009/05/masa-nabi-muhammad-saw-pada-periode.html, diunduh 24 Maret 2014.

http://pandidikan.blogspot.com/2011/04/pendidikan-islam-pada-masa-rasulullah.html, diunduh 24 Maret 2014.

http://sejarahperadabanislam77.blogspot.com/2013/05/kehidupan-bangsa-arab-sebelum-datangnya.html, diunduh 24 Maret 2014.

Gambar

Gambar 1.1. Peta Jazirah Arab dan Penyebaran Agama

Referensi

Dokumen terkait

Kepemilikan terkonsentrasi tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan, menunjukkan bahwa proporsi kepemilikan pada dasarnya tidak berdampak terhadap kinerja, akan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tercapainya kualitas audit yang baik dan berkualitas dapat terwujud apabila Aparat Pengawas Internal Pemerintah di Inspektorat

Base on data of the absorption of micro nutrients which is tolerable by plants (Pais dan Jones, 1991) that Fe contained in plant leaves of matoa, coconut, and sago which growing up

 Letakkan sampel pada sieve dengan nilai mesh terkecil (yang paling atas)  Letakkan pada shaker dan ayak selama 10 menit. Gambar 1.1

Aplikasi memo online dan sistem perencanaan Politeknik Batam dapat diintegrasikan dengan memenuhi tiga dari empat aspek integrasi yaitu integrasi aplikasi,

Metodologi yang digunakan dalam paper ini adalah menghitung nilai dari MAE, RMSE dan MAPE terhadap beberapa metode yang dipilih, yaitu metode linier, eksponensial

 Terfokus pada anak, dilakukan dengan konsisten sesuai dengan bakat kemampuan perkembangan, minat dan kebutuhan masing-masing anak..  Memperhatikan keamanan, kenyamanan

Certiication : a systematic process by an accredited body to evaluate whether a given election technology (which may include hardware, software, operation systems,