• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Dasar Produk Bank Syariah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Konsep Dasar Produk Bank Syariah"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bank syariah dalam menjalankan usahanya tidak dapat dipisahkan dari konsep-konsep syariah yang mengatur produk dan operasionalnya. Konsep dasar syariah akan dijadikan pijakan dalam mengembangkan produk bank syariah. Bank islam atau di indonesia disebut bank syariah merupakan lembaga keuangan yang berfungsi memperlancar mekanisme ekonomi disektor riil melalui aktivitas kegiatan usaha (investasi, jual beli, atau lainnya) berdasarkan pesinsip syariah, yaitu aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan nilai-nilai Syariah.

B. Tujuan

1. Untuk mengetahui konsep dasar operasionalisasi sistem syariah.

2. Untuk mengetahui prinsip-prinsip dasar operasionalisasi bank syariah.

(2)

BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Operasioanlisasi Sistem Syariah

Kerangka kegiatan Muamalat secara garis besar dapat jauh, dengan tegas Al-Qur`an surat Al-Isra (17) ayat 27 melarang terjadinya perbuatan tabdzir, “Sesungguhnya orang-orang yang melakukan itu adalah saudara-saudaranya syaitan”.

Doktrin Al-Qur`an ini secara ekonomi dapat diartikan mendorong terpupuknya surplus konsumen dalam bentuk simpanan, untuk dihimpun, kemudian dipergunakan dalam membiayai investasi, baik untuk perdagangan (trade), produk (manufacture), dan jasa (service).

(3)

Dari gambar diatas terlihat jelas bahwa keberadaan lembaga keuangan dalam Islam adalah vital karena kegiatan bisnis dan roda ekonomi tidak akan berjalan tanpanya.1

B. Prinsip-Prinsip Dasar Operasional Bank Syariah

Hasil dari musyawarah (ijma’ internasional) para ahli ekonomi Muslim beserta para ahli fiqih di Mekah pada tahun 1973, dapat disimpulkan bahwa konsep dasar hubungan ekonomi Islam ternyata dapat diterapkan dalam operasional lembaga keuangan bank maupun lembaga keuangan bukan bank. Penerapan atas dasar konsep tersebut terwujud dengan munculnya lembaga keuangan Islam di persada nusantara ini.

Sepuluh tahun sejak diundangkannya pada Lembaran Negara, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Bagi Hasil, yang direvisi dengan UU No. 10 tahun 1998, bank syariah dan lembaga keuangan non-bank secara kuantitatif tumbuh dengan pesat. Pertumbuhan yang pesat secara kuantitatif tanpa diikuti dengan peningkatan kualitas ternyata telah menimbulkan dampak negatif yang tidak kecil. Disana-sini ada saja keluhan tentang pelayanan yang tidak memuaskan dari lembaga keuangan syariah, bahkan sudah mulai banyak Bank Perkreditan Rakyat Syariah yang menghadapi kesulitan.

Menghadapi kenyataan ini ada sebagian umat Islam yang mulai goyah keyakinannya akan kebenaran konsep lembaga keuangan syariah. Namun ternyata masih banyak umat Islam yeng tetap percaya bahwa kesulitan-kesulitan yang dihadapi lembaga keuangan syariah bukanlah kesalahan konsep, tetapi semata-mata kurang istiqomah pada awalnya sehingga menimbulkan salah urus dikemudian hari.

Bank syariah dengan sistem bagi hasil dirancang untuk terbinanya kebersamaan dalam menanggung resikousaha dan

1 .Zainudin Ali, Hukum Perbankan Syariah, (Jakarta:Sinar Grafika, 2008), Hal 20

KEGIATAN

(4)

berbagi hasil usaha antara: pemilik dana (shahibul mal) yang menyimpan uangnya di lembaga, lembaga selaku pengelola dana (mudharib), dan masyarakat yang membutuhkan dana yang bisa berstatus peminjam dana atau pengelola usaha.

Pada sisi pengerahan dana masyarakat, shahibul mal berhak atas bagi hasil dari usaha lembaga keuangan sesuai dengan porsi yang telah disepakati bersama. Bagi hasil yang diterima oleh shahibul mal akan naik turun secara wajar sesuai dengan keberhasilan usaha lembaga keuangan dalam mengelola dana yang dipercayakan padanya, tidak ada biaya yang perlu digeserkan karena bagi hasil bukan konsep biaya.

Bank syariah selaku mudharib harus dapat meneglola dana yang dipercayakan kepadanya dengan hati-hati dan memperoleh penghasilan dana yang maksimal. Dalam mengelola dana ini, Bank Syariah sebenarnya ada 4 jenis pendapatan, yaitu pendapatan bagi hasil, margin keuntungan, imbalan jasa pelayanan, sewa tempat penyimpanan harta (khusus pada bank yang telah memenuhi syarat), dan biaya administrasi. Pada pendapatan bagi hasil, besar kecilnya pendapatan tergantung kepada piihan yang tepat dari jenis usaha yang dibiayai. Memberikan porsi bagi hasil yang lebih besar kepada mudharib akan memotivasi mudharib untuk lebih giat berusaha, demikian pula sebaliknya. Oleh karena itu, porsi 50:50 dipandang cukup adil. Lain halnya dengan pendapatan mark-up, pilihan terletak pada apakah ingin sekaligus untung besar per transaksi tetapi menjadi mahal dan tidak lakuatau keuntungan per transaksi kecil tetapi dengan volume yang besar karena murah dan laku keras. Pendapatan Bank Islam dapat dioptimalkan dengan mengambil kebijakan keuntungan kecil per transaksi untuk memperbanyak jumlah transaksi yang dibiayai.2

Pada penyaluran dana ke masyarakat, sebagian besar pembiayaan Bank Syariah disalurkan dalam bentuk barang/jasa yang dibelikan Bank Syariah untuk nasabahnya. Dengan demikian, pembiayaan hanya diberikan apabila barang/jasanya telah ada terlebih dahuli. Dengan metode ada barang dulu, baru ada uang maka masyarakat dipacu untuk memproduksi barang/jasa atau mengadakan barang/jasa. Selanjutnya barang yang dibelikan/diadakan menjadi jaminan (collateral) utang.

(5)

Secara garis besar, hubungan ekonomi berdasarkan syariah Islam tersebut ditentukan oleh hubungan aqad yang terdiri dari lima konsep dasar Aqad. Bersumber dari kelima konsep dasar inilah dapat ditemukan produk-produk lembaga keuangan bank syariah dan lembaga keuangan bukan bank syariah untuk dioperasionalkan. kelima konsep tersebut adalah: (1) sistem simpanan, (2) bagi hasil, (3) margin keuntungan, (4) sewa, (5) jasa (fee).

(1) Prinsip Simpanan Murni (al-Wadi’ah)

Prinsip simpanan murni merupakan fasilitas yang diberikan oleh Bank Syariah untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang kelebihan dana untuk menyimpan dananya dalam bentuk al-Wadi’ah. Fasilitas al-Wadi’ah biasa diberikan untuk tujuan investasi guna mendapatkan keuntungan seperti halnya giro dan tabungan. Dalam dunia perbankan konvensional al-Wadi’ah identik dengan giro.

(2) Bagi Hasil (Syirkah)

Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana. Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara bank dengan penyimpanan dana, maupun antara bank dengan nasabah penerima dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah mudharabah dan musyarakah. Lebih jauh prinsip mudharabah dapat digunakan sebagai dasar baik untuk produk pendanaan (tabungan dan deposito) maupun pembiayaan, sedangkan musyarakah lebih banyak untuk pembiayaan atau penyertaan.

(3) Prinsip Jual Beli (at-Tijarah)

Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapakan tata cara jual beli, dimana bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sabagai agen bank melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan (margin). Implikasinya dapat berupa: Mudharabah, Salam, dan Istishna’.

(4) Prinsip Sewa (al-Ijarah)

(6)

perbankan, bank dapat membeli dahulu equipment yang dibutuhkan nasabah kemudian menyewakan dalam waktu dan hanya yang telah disepakati kepada nasabah. 2) Bai al takjiri atau ijarah al muntahiya bit tamlik merupakan penggabungan sewa dengan beli, dimana si penyewa mempunyai hak untuk memiliki barang pada akhir masa sewa (finansial lease).

(5) Prinsip Jasa (al-Ajr walumullah)

Prinsip ini meliputi seluruh layanan non-pembiayaan yang diberikan bank. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini antara lain Bank Garansi, Kliring, Inkaso, Jasa, Transfer, dll. Secara syariah prinsip ini didasarkan pada konsep al ajr wal umullah.3

C. Produk Operasional Bank Syariah di Indonesia

Secara garis besar produk operasional bank syariah dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Produk Pengumpulan Dana Bank Syariah

Pelayanan jasa simpanan/ tabungan berupa simpanan/ tabungan yang diselenggarakan adalah bentuk simpanan/tabungan yang terikat dan tidak terikat atas jangka waktu dan syarat-syarat tertentu dalam penyertaan dan penarikannya. Berkaitan dengan itu, jenis simpanan/ tabungan yang dikumpulkan oleh bank syariah adalah sangat beragam sesuai dengan kebutuhan dan kemudahan yang dimiliki simpanan tersebut.

Adapun akad yang mendasari berlakunya simpanan, tabungan dan deposito di bank syariah adalah: akad kepada penyimoan dana dapat diberikan bonus sesuai dengan jumlah dana yang ikut berperan di dalam pembentukan laba bagi bank syariah.

(7)

Simpanan/ tabungan yang berakad wadiah terbagi menjadi 2:

1) Wadi’ah amanah, titipan dana zakat, infaq, dan shadaqah.

2) Wadi’ah Yadhomanah, titipan ini akan mendapatkan bonus dari bank syariah, jika bank syariah mengalami keuntungan.

b) Simpanan/ tabungan Mudharabah, adalah simpanan/ tabungan pemilik dana yang penyetorannya dan penarikannya dapat dilakukan sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya. Pada simpanan mudharabah tidak diberikan bunga sebagai pembentukan laba bagi bank syariah tetapi diberikan bagi hasil. Variasi jenis simpan yang berakad mudharabah dapat dikembangkan kedalam berbagai variasi simpanan.

c) Deposito Mudharabah, adalah simpanan masyarakat di bank syariah yang pengambilannya sesuai waktu yang telah ditetapkan oleh bank syariah. Variasi deposito mudharabah ini diklasifikasikan ke dalam deposito: 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan.

2. Produk Penyaluran Dana

Bank syariah bukan sekedar lembaga keuangan yang bersifat sosial. Namun bank syariah juga lembaga bisnis dalam rangka memperbaiki perekonomian umat. Sejalan dengan itu, maka dana yang dikumpulkan dari masyarakat harus disalurkan dalam bentuk pinjman kepada masyrakat yang membutuhkan.

Pinjaman dana kepada masyarakat disebut juga pembiayaan. Pembiayaan adalah suatu fasilitas yang diberikan bank syariah kepada masyarakat yang membutuhkan untuk mengeluarkan dana yang telah dikunpulkan oleh bank syariah dari masyarakat yang telah surplus dana.

(8)

dikembangkan oleh bank syariah, yang sementara ini baru mengembangkan pembiayaan berakad:

a) Akad syirkah (pernyataandan bagi hasil) b) Akad tijarah (jual beli)

c) Akad ijarah (sewa menyewa)

Dari ketiga akad dasar ini, dikembangkan sesuai dengan kebutuhan yang dikehendaki oleh bank syariah dan nasabah. Diantara pembiayaan yang sudah umum, dikembangkan oleh bank syariah maupun lembaga keuangan Islami lainnya adalah:

1) Pembiyaan Bai’u Bithaman Ajil (BBA), pembiayaan berakad jual beli, adalah suatu perjanjian pembiayaan yang disepakati antara bank syariah dan nasabah, dimana bank syariah menyediakan dananya untuk sebuah investasi dan atau pembelian barang modal dan usaha anggotnya yang kemudian proses pembayarannya diakukan secara mencicil atau angsuran. Jumlah kewajiban yang harus dibayarkan peminjam adalah jumlah atas harga barang modal dan mark-up yang disepakati. (untuk di Indonesia produk ini tidak lagi dikembangkan di bank syariah)

2) Pembiayaan murabahah (MBA), pembiayaan berakad jual beli. Pembiayaan mudharabah pada dasarnya merupakan kesepakatan antara bank syariah sebagai pemebri modal dan nasabah (debitur) sebagi penjamin. Prinsip yang digunakan adalah sama seperti pembiyaan bai’u bithaman ajil, hanya saja proses pengembaliannya dibayarkan pada saat jatuh tempo pengembaliannya.

3) Pembiayaan mudhrabah (MDA). Pembiayaan dengan akad syirkah, adalah suatu perjanjian pembiayaan antara bank syariah dan nasabah dimana bank syariah menyediakan dana untuk penyediaan modal kerja, sedangkan peminjam berupaya mengelola dana tersebut untuk pengembangan usahanya. Jenis usaha yang dimungkinkan untuk diberikan pembiayaan adalah usaha-usaha kecil seperti pertanian, industri rumah tangga, dan perdagangan.

(9)

Bank syariah

ada resiko dan keuntungan ditanggung bersama secara berimbang dengan versi penyertaan.

5) Pembiayaan ijarah muntahia bittamlik (IMBT), pembiayaan dengan akad sewa, adalah pembiayaan yang diberikan kepada nasabah untuk menyewa suatu aset yang pada akhir masa sewa bank memeberikan izin kepada penyewa untuk memiliki (membeli) asset tersebut.

6) Pembiayaan Al-Qordhul Hasan (pembiayaan dengan akad ibadah), adalah perjanjian pembiayaan antara bank syariah.4

3. Akad Pelengkapikut:

Akad pelengkap di kembangkan sebagai akad pelayanan jasa. Akad ini dioperasionalkan dengan pola sebagai berikut:

1) Alih utang piutang (al hiwalah), transaksi pengalihan utang piutang. Dalam praktik perbankan fasilitas hiwalah lazimnya digunakan untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya. Bank mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan piutang.

Mekasisme operasional al Hiwalah dapat dihambarkan pada gambar di bawah ini.

4.Muhammad, Teknik Perhitungan Bagi Hasil Dan Profit Margin Pada Bank Syariah,

(Yogyakarta: UII Press Yogyakarta Tahun 2004), Hal 9

3 . bayar 2. invoice

4 . tagih

(10)

2) Gadai (Rahn), untuk memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan. Barang yang digadaikan wajib memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Milik nasabah sendiri.

b. Jelas ukuran, sifat dan ukurannya ditentukan berdasarkan nilai rill pasar

c. Dapat dikuasai namun tidak boleh dimanfaatkan oleh bank.

3) Al Qarhh, pinjaman kebaikan. Al Qardh digunakan untuk membantu keuangan nasabah secara cepat dan berjangka pendek. Produk ini digunakan untuk membantu usaha kecil dan keperluan sosial. Dana ini diperoleh dari dana zakat, infaq, dan sodaqoh.

Pembeli

1. Suplai barang

NASABA H

Bank Syariah Perjanjian

(11)

4) Wakalah, nasabah memberi kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu seperti transfer dan sebagainya.

5) Kafalah, Bank garansi digunakan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat mempersyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai rahn. Bank dapat pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadi’ah. Bank dapat ganti biaya atas jasa yang diberikan.5

Mekanisme operasional al Kafalah dapat dilihat melalui skema sebagai berikut:

5. Ibid.,Hal 105

PROYEK

Keuntungan

keahlia h

Modal 100%

jamina n

kewajib an Bank

(penanggung)

(12)

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Kerangka kegiatan Muamalat secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu: politik, sosial, dan ekonomi. Dari ekonomi dapat diambil tiga turunan lagi, yaitu: konsumsi, simpanan, dan investasi. Berbeda dengan sistem lainnya, Islam mengajarkan pola konsumsi yang moderat (tengah-tengah), tidak berlebihan tidak juga keterlaluan.

(13)

simpanan, (2) bagi hasil, (3) margin keuntungan, (4) sewa, (5) jasa (fee).

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Yamit (2011:123) proses produksi pada hakekatnya adalah proses pengubahan (transformasi) dari bahan atau komponen (input) menjadi produk lain yang mempunyai

Penelitian ini ditujukan untuk: (i) mengetahui perkembangan urbanisasi dan implikasinya terhadap alih fungsi lahan pertanian terutama lahan sawah dan alokasi

Penelitian dengan metode kualitatif ini mengobservasi waktu yang digunakan oleh pasien rawat jalan BPJS selama berada di rumah sakit Hermina Depok dengan menggunakan penerapan

Metode pengumpulan data penelitian ini menggunakan metode simak karena cara yang digunakan untuk memperoleh data dilakukan dengan menyimak setiap kata serapan

Jenis penelitian yang dilakukan adalah deskriptif dengan teknik observatif yang bertujuan mendeskripsikan adanya protozoa ektoparasit yang ditemukan pada udang Vaname di

Kulit Bagian Atas Berkembang Menjadi Massa Berbentuk Jamur Otak Memperspsikan Nyeri Peningkatan Nyeri Perdarahan Vasodilatasi Peningkatan Permeabilitas Pembuluh darah

Hasil wawancara dengan Ibu Hidayatur Rohmah (ahli waris H.. didapat sebelumnya telah diwakafkan untuk kepentingan mushola. Dalam pembagian tanah tersebut karena dirasa

Fenomena permasalahan yang menarik sehubungan dengan kehidupan masyarakat sekitar aliran kali pasar sentral kelurahan Limba U 1 perkembangan adalah adanya