• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sungai Ular Di Kabupaten Deli Serdang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sungai Ular Di Kabupaten Deli Serdang"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

i

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI SUNGAI ULAR DI KABUPATEN

DELI SERDANG

TESIS

Oleh

IMAN SUROTO

037004017/PSL

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008

(2)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI SUNGAI ULAR DI KABUPATEN

DELI SERDANG

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains

dalam Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

IMAN SUROTO

037004017/PSL

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

iii

Judul Tesis : ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

SUNGAI ULAR DI KABUPATEN DELI SERDANG

Nama : Iman Suroto

Nomor Pokok : 037004017

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL)

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE) Ketua

(Dr. Ir. Zahari Zen, M.Sc) (Dr. Retno Widhiastuti, M.S)

Anggota Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. Dr. Alvi Syahrin, S.H., M.S) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc)

Tanggal Lulus : 14 Januari 2008

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 14 Januari 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE

(5)

v

ABSTRAK

Dalam menghadapi ketidakseimbangan antara ketersediaan air yang cenderung menurun dan kebutuhan air yang semakin meningkat, maka

sumberdaya air wajib dikelola dengan memperhatikan fungsi sosial, lingkungan hidup dan ekonomi secara selaras. Ketersediaan sumberdaya air yang cenderung menurun tersebut juga dialami beberapa sungai sepanjang Daerah Aliran Sungai di Sumatera Utara. Tuntutan kemampuannya dalam menunjang sistem kehidupan masyarakat atas memanfaatkan sumberdaya air demikian besarnya baik bagian hulu maupun hilir. Kecenderungan menurunnya potensi (debit) air sungai di atas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor anrtara lain irigasi (pertanian), industri, domestik dan penambangan bahan galian C pada Daerah Aliran Sungai tersebut, khususnya Sungai Ular di Kabupaten Deli Serdang sebagai obyek penelitian.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ketersediaan air Sungai Ular sebagai sumberdaya alam dapat mendukung kegiatan pertanian, industri, domestik dan penambahan bahan galian C, serta faktor-faktor yang

mempengaruhi Sungai Ular di Kabupaten Deli Serdang.

Lokasi penelitian yang dilakukan ini adalah Sungai Ular di Kabupaten Deli Serdang dengan alasan di sekitar Sungai Ular terdapat sekitar 18.500 hektar persawahan masyarakat serta dilengkapi pintu masuk air (free intake) yang mendistribusikan air untuk kepentingan air pertanian, domestik, perkantoran dan industri serta penambangan galian C. Sungai Ular berjarak ± 30 km dari kota Medan.

Variabel penelitian adalah luas lahan, debit air Sungai Ular, penambangan galian C, aktivitas masyarakat, pertanian, industri di sekitar Sungai Ular

Kabupaten Deli Serdang; Analisa data yang digunakan adalah analisis deskriptif dengan bantuan tabulasi frekwensi, serta analisis statistik Rank Spearmen serta pengujian uji t.

Hasil penelitian, potensi Sungai Ular masih mampu untuk mendukung kegiatan pertanian seperti ketersediaan air untuk irigasi, pelaku ekonomi seperti hasil pertanian, industri seperti pengambilan air bahan baku Perusahan Daerah Air Minum untuk air minum, penambangan bahan galian C berupa pasir, kerikil, koral dan batu mangga. Faktor-faktor yang mempengaruhi potensi Sungai Ular khususnya debit air adalah penggunaan air untuk pertanian (irigasi) serta penambangan bahan galian C. Hal ini dtunjukkan dari hasil analisis statistik serta dibuktikan oleh pengujian, uji t hitung > dari tabel. Sedangkan penggunaan air untuk kepentingan industri, penggunaan air untuk masyarakat dan untuk kegiatan perkotaan adalah tidak berpengaruh/ domestik, hal ini ditunjukkan dari besarnya harga t hitung < tabel.

(6)

Kata Kunci : Sungai Ular, Irigasi, Galian C

ABSTRACT

In face to inbalance between the continously reduced supply of water and the increased demand of water, the water resources should be treated by considering social, environmental, and economical functions harmonically. The reduced supply of water also involved some rivers across the Riverflow throughout North Sumatra. The demand of capability to support the life system of society in using the water resources is so significant either downstream or upstream. The trend in reduced debit of the river water can be influenced by some factors such as irrigation (agriculture), industry, domestic and C-piled mine in the Riverflow, especially at the Ular River of Deli Serdang Regency as the object of research.

The present research intends to know whether the supply of water of the Ular River as a natural resources can support any agricultural, industrial, domestic and C-piled mine and the factors influencing on the Ular River of Deli Serdang Regency.

The equilibrium between the requirement and the availability of water should be maintained by making an integrated planning and treatment. The existence of the Ular River is now heavily depending on the activity of the community in the periphery. In general, the water debit of the Ular River in 1989 reached 66 m3/sec, and reduced to be 44 m3/sec. It reduced again in 2001 and 2004 to be 40m3/sec. The reduction of the water debit resulted in destruction to paddy production due to dryness of some regions around the River.

The research location involved the Ular River of Deli Serdang Regency for the reason that there was approximately 18.500 hectares of wetland of the community along with the free intake distributing water for agriculture, domestic, office, industry, and dig-C mine. The Ular River was located in distance of approx 30 Kms away from Medan Municipality.

The variables of the present research included land area, water debit of the Ular River, dig-C mine, activity of the local community, agriculture, industry in the periphery of the Ular River of Deli Serdang Regency. The data was analyzed using a descriptive approach by means of frequency tabulation, Rank Spearman statistic analysis and t-test.

(7)

vii

Whereas the allocation of water for industry, community, and urban activity showed that there was no domestic effect as indicated by the t count < t-table.

Keywords : Ular River, Irrigation, Dig-C Mine.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmatNya sehingga tesis ini selesai dengan baik.

Tesis yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sungai Ular Di Kabupaten Deli Serdang” ini, membahas potensi sungai Ular yang memerlukan pengelolaan secara terpadu mengingat pemanfaatan/ konsumsinya yang semakin meningkat, baik untuk pertanian, industri, dan perkotaan, maupun adanya

penambangan galian C disekitar sungai Ular tersebut. Hal ini ditunjukkan oleh potensi (debit) airnya yang dari tahun ketahun cenderung mengalami penurunan, sehingga diperlukan peran aktif Pemerintah Daerah, masyarakat dan pelaku ekonomi/ industri yang memanfaatkan air sungai Ular tersebut dengan memperhatikan kelangsungan ekosistem dan kelestarian fungsi lingkungan hidupnya secara berkelanjutan. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca, instansi pemerintah, serta masyarakat luas secara umum.

Secara tulus ikhlas penulis menyampaikan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam studi di SPS USU dan dalam menyelesaikan tesis ini serta bermohon kepada Allah SWT diberikan imbalan dan berkat yang berlipat ganda atas bantuan yang telah diberikan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. dr. H Chairuddin P. Lubis, DTM & H. Sp.AK, Rektor Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa. B. MSc, Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan yang memberikan kemudahan dalam proses pendidikan di SPS-USU ini.

(8)

3. Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS. Selaku Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana USU Medan.

4. Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc selaku Sekretaris Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana USU Medan.

5. Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE ,selaku ketua pembimbing tesis yang telah berjerih payah dan tanpa bosan memberikan bimbingan kepada saya. 6. Dr. Ir. Zahari Zein. MSc dan Dr. Retno Widhiastuti, MS, selaku anggota

pembimbing tesis yang telah berjerih payah dan tanpa bosan memberikan bimbingan kepada saya sehingga banyak ilmu yang tidak saya peroleh dalam kelas, tetapi diberikan saat proses penulisan tesis ini.

Akhirnya kepada seluruh pihak yang telah banyak membantu, yang tidak tercantumkan dalam tulisan ini, semoga kebaikan yang telah diberikan mendapat imbalan yang berlipat ganda dari Tuhan Yang Maha Esa.

.

Medan, Januari 2008

Iman Suroto

(9)

ix

RIWAYAT HIDUP

Iman Suroto lahir di Prabumulih pada tanggal 10 Agustus 1957. Pendidikan formal ditempuh penulis dimulai pada Pendidikan Dasar lulus tahun 1970, Sekolah Menengah Pertama Tj Karang lulus tahun 1973, Sekolah Menengah Atas Negeri II Tj Karang lulus tahun 1976, menyelesaikan pendidikan Sarjana Hukum di Kediri – Jawa Timur dan telah lulus Magister (S2) Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

Alamat rumah di Jl. Palem VI Blok L6 No.2F Perumahan Palem Kencana Medan-Binjai Km.12. Saat ini penulis bekerja sebagai Karyawan PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk (PT. TELKOM) Divisi Fixed Wireless Network Area Operasi Medan dengan alamat Gedung Bank SUMUT Lt-9, Jl. Imam Bonjol No.18 Medan.

Medan, Januari 2008 Penulis

IMAN SUROTO

(10)
(11)

xi

4.4.1 Irigasi ... 42

4.4.2 Domestik ... 47

4.4.3 Industri ... 50

4.4.4 Debit Perkotaan ... 53

4.5 Pengaruh Kegiatan Pembangunan terhadap Sungai Ular .. 55

4.5.1 Distribusi Air Sungai Ular ... 55

4.5.2 Penambangan Galian C ... 59

4.6 Pengujian Faktor-faktor ... 65

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 71

5.1 Kesimpulan ... 71

5.2 Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 73

(12)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1. Jenis-jenis Material dan Volume Galian C ... 20

2. Data Anak Sungai Ular ... 28

3. Kecamatan yang Dilalui Sungai Ular ... 29

4. Station Meteorologi, Suhu, Kecepatan Angin dan Curah Hujan 30

5. Luas Catchment Area Berdasarkan Jenis Peruntukan ... 32

6. Station Pencatat Elevasi Muka Air Sungai ... 35

7. Rata-rata Debit Air Sungai Ular Tahun 2001 ... 36

8. Rata-rata Debit Air Sungai Ular Tahun 2002 ... 37

9. Rata-rata Debit Air Sungai Ular Tahun 2003 ... 38

10. Rata-rata Debit Air Sungai Ular Tahun 2004 ... 39

11. Rata-rata Debit Air Sungai Ular Tahun 2005 ... 40

12. Jumlah Kebutuhan Air Untuk Irigasi menurut Daerah Irigasi .. 43

13. Penggunaan Air Untuk Irigasi Tahun 2003 (M3/det) ... 44

14. Jumlah Penduduk Berdasarkan Bulan Tahun 2005 ... 48

15. Kebutuhan Air Untuk Domestik Tahun 2005 ... 49

16. Kebutuhan Air Bersih Berdasarkan Klasifikasi Kota ... 49

17. Kebutuhan Air Untuk Industri Tahun 2003 ... 50

(13)

xiii

19. Penggunaan Air Perkotaan Tahun 2004 ... 54

20. Ketersediaan Debit Sungai Ular ... 57

21. Volume dan Jumlah Truk yang Membawa Galian C …………. 59

22. Volume Galian C Dikeruk Berdasarkan Jenisnya ... 60

23. Volume Penambangan Galian C Sungai Ular ... 62

24. Besar Galian C Sungai Ular ... 63

25. Rekapitulasi Debit Air Sungai Ular, Peruntukan Air dan Penambangan Galian C ... 65

26. Hubungan Penggunaan Air Pertanian dengan Sungai Ular ... 65

27. Hubungan Penambangan Bahan Galian C dengan Sungai Ular 66

28. Hubungan Penggunaan Air Industri dengan Sungai Ular ... 68

29. Hubungan Penggunaan Air Untuk Masyarakat dengan Sungai Ular ... 69

30. Hubungan Penggunaan Air Untuk Perkotaan dengan Sungai Ular ... 70

(14)

DAFTAR GAMBAR

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman 1. Peta Daerah Aliran Sungai (DAS) Ular ... 76 2. Foto-foto Penelitian ... 77 3. Perhitungan Statistik Uji ”t” ... 80

(16)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kebutuhan sumberdaya air pada saat ini semakin meningkat dan kompleks peruntukannya. Keadaan tersebut disebabkan adanya peningkatan jumlah kebutuhan, sementara sumberdaya air terbatas jumlahnya. Walaupun sumberdaya air bersifat dapat diperbaharui namun kondisi empirik menunjukkan status wilayah sungai yang semakin lama mengalami kerusakan. Peningkatan kebutuhan air yang disebabkan oleh peningkatan penduduk, taraf hidup, perubahan gaya hidup, dan kemudahan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan hidup yang mengalami peningkatan secara drastis. Hal ini menambah semakin kompleksnya permasalahan pengelolaan sumberdaya air yang keseluruhannya dilaksanakan untuk mencapai pembangunan.

Kebutuhan akan air mengalami peningkatan sejalan dengan

perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakat yang membutuhkan air baku

untuk rumah tangga (Domestik), perkotaan (Municiple) dan Industri disingkat

DMI, terlebih lagi kebutuhan akan air irigasi untuk dapat meningkatkan

pendapatan para petani pemakai air (Husein, 1992). Berkembangnya kegiatan

manusia serta untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mengakibatkan banyak

terjadi perubahan lingkungan, yang memicu ketersediaan air semakin

berkurang, sementara kebutuhan air semakin meningkat, namun sumberdaya

(17)

xvii

Keseimbangan antara kebutuhan air dengan ketersediaan air harus dijaga

dengan menyelenggarakan perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan yang

terpadu. Pengelolaan sumberdaya air harus diarahkan untuk mewujudkan

sinergi dan keterpaduan yang harmonis antar wilayah, antar waktu, antar

keperluan, antar sektor, antar pemerintahan dan antar generasi, dengan

memperhatikan fungsi sosial, lingkungan hidup dan ekonomi yang selaras

(Mardjono, 1991).

Provinsi Sumatera Utara memiliki luas daratan sebesar 71.680,68 km2, sebagian besar berada di daratan Pulau Sumatera, dan sebagian kecil berada di Pulau Nias, Pulau-pulau Batu serta beberapa pulau kecil, baik di bagian Barat maupun bagian Timur pantai Pulau Sumatera. Berdasarkan kondisi letak dan kondisi alam, Sumatera Utara dibagi dalam 3 (tiga) kelompok wilayah yaitu Pantai Barat, Dataran Tinggi dan Pantai Timur. Keadaan ini menyebabkan daerah ini memiliki potensi kekayaan sumberdaya, berupa keadaan alam, flora, fauna yang berlainan dan suku dengan seni, tradisi, dan budaya dengan corak ragam yang berbeda (Provinsi Sumatera Utara dalam Angka, 2006).

Salah satu sumberdaya alam yang banyak dikelola pemerintah daerah

adalah sumberdaya air yang berasal dari badan air Sungai Ular yang mengairi

areal persawahan seluas 18.500 Ha persawahan, terdiri dari 5.310 Ha di

Kabupaten Deli Serdang dan 13.190 Ha di Kabupaten Serdang Bedagai

(Syahrianto, 2003).

(18)

Krisis air Sungai Ular khususnya di Kabupaten Deli Serdang berdasarkan pengamatan dan analisis pemahaman petani yang tergabung dalam Paguyuban Petani Deli Serdang (PPDS), adalah karena adanya penggundulan hutan, baik secara legal maupun ilegal dalam waktu yang cukup lama (Kompas, 2003).

Daerah Aliran Sungai (DAS) Ular di Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu DAS yang digolongkan kepada DAS Prioritas-I dengan besar debit yang berfluktuatif setiap tahunnya. Tahun 1989 debit air Sungai Ular mencapai 66 m3/det, debit ini semakin menurun sehingga tahun 1994 debitnya menjadi 40 m3/det dan tahun 1998 bahkan hanya 39 m3/det. Demikian halnya besarnya potensi galian C yang mencapai 230.667 m3/det namun volume yang ditambang hingga mencapai 348.607 m3/det. Keadaan ini menuntut rehabilitasi fungsi DAS Ular dan perlu segera dilakukan perbaikan mengingat kerusakan ekosistem yang semakain kritis. Kerusakan tersebut meliputi melebarnya badan Sungai Ular akibat penambangan galian C, pengambilan air dari badan air oleh industri, pengalih fungsian lahan, serta penurunan permukaan air sungai. Kondisi tersebut pada gilirannya akan berpengaruh terhadap kondisi DAS itu sendiri, maupun terhadap kehidupan masyarakat yang bermukim di lingkungan DAS tersebut (Dinas PU Provinsi Sumatera Utara, 2004).

(19)

xix

mengalami kekeringan. Penurunan debit tidak disertai penurunan penggunaan air, bahkan kondisi empirik di lapangan penggunaan air justru semakin meningkat baik untuk pertanian maupun industri, bahkan direncanakan pemenuhan air untuk bandar udara Kuala Namu yang berasal dari badan air Sungai Ular dengan debit 1 m3/det.

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Ular selama ini dilaksanakan oleh masing-masing kabupaten yang dilintasinya tanpa koordinasi yang efektip. Pengelolaan Sungai Ular pada saat sekarang memerlukan adanya suatu penanganan khusus antar bidang Pemerintah Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Serdang Bedagai terutama untuk kebutuhan irigasi seluas 18.500 Ha, apakah dapat terairi semuanya, selain untuk industri, domestik dan perkotaan yang semakin berkembang. Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian “Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Sungai Ular di Kabupaten Deli Serdang”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang tersebut, maka permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini :

1. Apakah Sungai Ular sebagai potensi sumberdaya alam dapat mendukung kegiatan pertanian, industri, perkotaan, masyarakat dan kegiatan pertambangan bahan galian C di sekitar badan sungai .

2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi Sungai Ular di Kabupaten Deli Serdang.

(20)

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan :

1. Untuk mengetahui Sungai Ular sebagai potensi sumberdaya alam dapat mendukung kegiatan pertanian, industri, perkotaan, masyarakat dan kegiatan pertambangan bahan galian C di sekitar badan sungai.

2. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi Sungai Ular di Kabupaten Deli Serdang.

1.4. Hipotesis

1. Sungai Ular sebagai sumberdaya alam dapat mendukung kegiatan pertanian, industri, perkotaan, masyarakat dan pertambangan bahan galian C di sekitar badan sungai.

2. Faktor alih fungsi lahan, pertanian, penambangan galian C, industri dan masyarakat sangat berpengaruh terhadap Sungai Ular.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi kepada pemerintah Kabupaten Deli Serdang dan pihak terkait pada pengelolaan Sungai Ular sebagai sumberdaya alam untuk memenuhi kepentingan pertanian, industri, masyarakat, perkotaan dan pertambangan bahan galian C di sekitar badan sungai.

2. Sebagai bahan masukan bagi peneliti yang akan datang tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap Sungai Ular.

(21)

xxi

Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup mengamanatkan bahwa pengelolaan sumberdaya alam menjadi tanggung jawab bersama, antara pemerintah, masyarakat serta dunia usaha, sebagai salah satu sumberdaya alam yang mempengaruhi lingkungan disekitarnya.

Keberadaan Sungai Ular sangat dipengaruhi pemerintah daerah yang mengelola, masyarakat dan industri sebagai pengguna air dari Sungai Ular, pengusaha penambang, serta jumlah bahan galian C (bahan sumber daya alam) yang ditambang. Pengelolaannya diharapkan akan dapat meningkatkan konservasi sumberdaya alam, pendapatan masyarakat dan industri serta peningkatan pemberdayaan masyarakat.

Kerangka berpikir dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut:

UU No. 23/1997

(22)

Gambar 1. Bagan Kerangka Berpikir

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pembangunan Lingkungan Hidup

Undang-undang Republik Indonesia No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, memuat bahwa ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas dan produktivitas lingkungan hidup. Kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi, dapat diartikan bahwa pengelolaan hendaknya dilakukan secara holistik, baik untuk kepentingan masyarakat (nilai manfaat) maupun kepentingan kelestarian lingkungan itu sendiri.

(23)

xxiii

Berbicara tentang lingkungan berarti kita berbicara juga tentang lingkungan hidup. Lingkungan hidup merupakan keterpaduan secara holistik, evolusioner dan interaksi antara ekosistem yang bermoral alam dengan sosiosistem yang bermoral manusia. Dalam upaya melestarikan lingkungan hidup dibutuhkan pengorbanan yang besar, dimana kebutuhan pembangunan akan sumberdaya tidak dapat ditinjau secara sepotong-sepotong, kedua hal tersebut lingkungan hidup dan pembangunan harus dikelola bersamaan (Murtopo, 1997).

Pembangunan dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai suatu

proses, perbuatan, cara membangun. Misalnya dalam pembangunan sosial adalah

keadaan hidup yang harus dipandang dari sudut kualitas yang dilihat dari pemikiran menyeluruh dan dari sudut kuantitas yang dapat diukur dan diamati (Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, 2005).

Menurut Budiman (1995), secara umum kata pembangunan diartikan sebagai usaha untuk memajukan kehidupan masyarakat dan warganya. Seringkali, kemajuan yang dimaksud terutama adalah kemajuan material, maka pembangunan seringkali diartikan sebagai kemajuan yang dicapai oleh sebuah masyarakat dibidang ekonomi.

Secara ekologi, pembangunan adalah suatu gangguan, karena pembangunan secara sadar ditujukan untuk mengubah keseimbangan lingkungan. Keseimbangan lingkungan itu kita ganggu dan kita bawa ke suatu keseimbangan baru yang kita anggap lebih baik dan kita ingini. Oleh karena itu pelaksanaan pembangunan akan selalu berbenturan dengan keseimbangan lingkungan, sehingga dalam membangun,

(24)

kita tidak dapat melestarikan lingkungan atau melestarikan keseimbangan lingkungan. Dengan demikian yang akan kita lestarikan bukan lingkungan itu atau bukan keseimbangan lingkungan, melainkan kemampuan lingkungan untuk mendukung pembangunan dan lingkungan hidup yang lebih tinggi (Soemarwoto, 1997).

Manusia merupakan bagian dari lingkungan hidupnya, karena kelangsungan hidup manusia tergantung dari keutuhan lingkungan hidupnya. Lingkungan hidup tidak dipandang semata-mata sebagai sumberdaya yang harus dieksploitasi, melainkan terutama sebagai tempat hidup yang mensyaratkan adanya keselarasan, keserasian dan keseimbangan antara manusia dengan lingkungan hidupnya. Wawasan tentang pembangunan juga telah mengalami perubahan dan pengembangan. Semula, pembangunan seakan-akan diarahkan pada tujuan ekonomi semata, yaitu peningkatan pendapatan. Sedangkan kini telah disadari bahwa pembangunan harus diarahkan ke tujuan yang lebih luas lagi yaitu pada peningkatan kualitas hidup. Kualitas hidup yang ingin di capai tidak tergantung pada tingkat pendapatan tetapi pada kualitas lingkungan hidup, sehingga arah dari pembangunan adalah pembangunan yang berkelanjutan (Murtopo, 1997).

2.2. Daerah Aliran Sungai (DAS) Ular

(25)

xxv

berfungsi untuk menyimpan sebahagian besar air larian, sedangkan pada musim kering DAS akan mengeluarkan air tersebut sesuai dengan fluktuasi debit air sungainya.

Daerah Aliran Sungai berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Menurut Dinas Pengairan Provinsi Sumatera Utara (2003), Wilayah Sungai (WS) adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumberdaya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2000 km2.

Daerah Aliran Sungai dapat dipandang sebagai suatu milik bersama dalam arti bahwa kesejahteraan (welfare) semua pihak saling tergantung atas jasa yang diberikan oleh suatu DAS. Jasa DAS yang utama adalah fungsi hidro-orologis dan fungsi ekologi (Mardjono, 1991).

Wilayah daratan biasa disebut Daerah Tangkapan Air (DTA) atau

Catchmen Area merupakan ekosistem dengan unsur utamanya terdiri atas

sumberdaya alam (tanah, air dan vegetasi) dan sumberdaya manusia sebagai pemanfaatan sumberdaya alam (Pasandaran, 1991).

(26)

Dinas Pengairan Provinsi Sumatera Utara (2003) menyatakan bahwa

komponen ekosistem saling berinteraksi satu sama lain, maka terganggunya salah satu komponen ekosistem tersebut akan mempengaruhi komponen ekosistem yang lain. Contoh kondisi tersebut adalah terjadinya peristiwa banjir di daerah DAS bagian hilir pada musim hujan karena kerusakan lingkungan pada daerah hulu akibat penebangan hutan, cara bercocok tanam yang tidak mengikuti kaidah konservasi tanah atau adanya aktivitas pembukaan lahan.

Fungsi hidrologi DAS dalam memberikan lapangan simpanan air (water

yield) yang tinggi dan cukup merata sepanjang tahun, menjamin produktivitas

DAS agar lentur terhadap goncangan perubahan yang terjadi (resilent) serta tetap menjamin terlaksananya pemerataan pada petani (Arsyad, 1985).

2.3. Manajemen Lingkungan

(27)

xxvii

keuntungan. Manfaat yang paling penting dari manajemen lingkungan adalah perlindungan terhadap lingkungan (Hadiwardjo,1997).

Beberapa prinsip dan unsur-unsur dalam sistem manajemen lingkungan merupakan rangkaian dari kebijakan lingkungan, perencanaan, penerapan, evaluasi, tinjauan manajemen (penyempurnaan) dan peningkatan berkelanjutan. Sistem manajemen lingkungan Standar Internasional sebagai berikut :

Peningkatan Berkelanjutan

Kebijakan Lingkungan

Perencanaan

Penerapan dan Operasi Pemeriksaan dan

Tindakan Koreksi Tinjauan Manajemen

(28)

Sumber : Pramudya, 2001

Gambar 2. Model Sistem Manajemen Lingkungan Standard Internasional

Pelaksanaan dari model sistem manajemen lingkungan dijabarkan oleh Pramudya (2001) dalam beberapa prinsip sebagai berikut :

a. Prinsip 1-Komitmen dan kebijakan

Organisasi sebaiknya menentukan kebijakan lingkungan dan menjamin komitmennya terhadap sistem manajemen lingkungan.

b. Prinsip 2-Perencanaan

Organisasi sebaiknya merumuskan perencanaan untuk memenuhi kebijakan lingkungan.

c. Prinsip 3-Penerapan

Untuk efektifitas penerapan, organisasi seharusnya mengembangkan kemampuannya dan untuk mendukung mekanisme yang diperlukan untuk mencapai kebijakan, sasaran, dan target lingkungan.

d. Prinsip 4-Pemeriksaan dan evaluasi

Organisasi sebaiknya memeriksa, memantau, dan mengevaluasi kinerja lingkungan.

(29)

xxix

Penerapan sistem manajemen lingkungan akan membawa perubahan budaya dan kecintaan terhadap pelestarian lingkungan di dalam perusahaan. Hal ini merupakan harapan yang cukup realistis, karena standar ini mensyaratkan peningkatan kepedulian, pendidikan, pelatihan dan kesadaran dari semua karyawan sehingga mereka mengerti dan tanggap terhadap konsekuensi pekerjaannya (Hadiwardjo,1997).

Pemberlakuan menyeluruh dari sistem manajemen lingkungan pada suatu perusahaan menurut Hadiwardjo (1997) akan membawa manfaat antara lain :

a. Peranan sistem manajemen lingkungan.

Perlindungan lingkungan dan kepentingan perdagangan ada dua hal yang saling memiliki keterkaitan: (1) Didasari komitmen murni untuk melestarikan lingkungan. (2) Didasari oleh permintaan konsumen. Keterkaitan ini perlu kita cermati karena pengaruhnya/dampaknya tidak dapat dianggap ringan mengingat hal itu dapat mempengaruhi sistem perdagangan melalui mekanisme pasar.

b. Penerapan sistem manajemen lingkungan.

Memungkinkan manusia, tumbuhan dan binatang tetap ada dan hidup dengan sebaik-baiknya. Demikian halnya perusahaan yang bersaing tanpa ISO 14001, akan dapat kehilangan peluang untuk berusaha dan bersaing dalam pasar bebas di dalam era globalisasi. Kesesuaian antara prinsip ISO 14.000 dengan peraturan perundang-undangan akan dapat mendorong pengusaha menjalankan usahanya dengan lebih baik, karena ada tekanan dari masyarakat yang peduli lingkungan, publisitas negatif, pengaruh sampingan lainnya, di samping keharusan untuk mematuhi undang-undang.

(30)

Pelaksanaan sistem manajemen lingkungan hendaknya memperhitungkan biaya dan waktu untuk melakukan analisis dan tersedianya data yang dapat dipercaya. Perusahaan dapat juga memperhitungkan derajat dari pengendalian praktis yang mungkin mereka miliki pada aspek lingkungan. Perusahaan hendaknya menentukan apa aspek lingkungan mereka, dengan memperhitungkan masukan dan keluaran yang berkaitan dngan kegiatan, produk dan/atau jasa yang sekarang dan yang lalu (Pramudya, 2001).

Perusahaan yang belum menerapkan sistem manajemen lingkungan pada awalnya menetapkan keadaan yang sekarang sehubungan dengan pelestarian lingkungan. Tujuannya untuk mempertimbangkan semua aspek lingkungan pada perusahaan sebagai dasar menetapkan sistem manajemen lingkungannya. Perusahaan yang mengoperasikan sistem manajemen lingkungan tidak perlu melakukan tinjauan seperti awalnya (Pramudya, 2001).

Tinjauan dalam pelestarian atau penerapan manajemen lingkungan umumnya mencakup empat bidang kunci :

(1) Persyaratan undang-undang dan peraturan; (2) Identifikasi aspek lingkungan yang penting;

(3) Pemeriksaan semua praktek dan prosedur manajemen lingkungan; (4) Evaluasi umpan balik dari kejadian-kejadian yang lalu (Pramudya, 2001).

Jika digali lebih mendalam sistem manajemen lingkungan yang terdapat pada ISO 14001 dan 14004 ialah bagian

dari sistem manajemen keseluruhan meliputi struktur organisasi, kegiatan perencanaan, tanggung jawab, praktek, prosedur

dan sumber daya untuk mengembangkan, menerapkan, mengkaji dan mempertahankan kebijakan lingkungan

(31)

xxxi

Menurut Pramudya (2001), Manajemen pengelolaan lingkungan minimal memiliki 5 (lima) langkah yang dilakukan secara berkelanjutan antara lain:

(1) pengembangan dan komitmen stakeholder.

(2) perencanaan, adanya rencana kerja serta program manajemen lingkungan yang disesuaikan dengan perundangan yang berlaku.

(3) penerapan dan operasi. alokasi sumberdaya, struktur penanggung jawab, kesadaran, pelatihan, komunikasi, dokumentasi sistem manajemen lingkungan. (4) evaluasi berkala, pemantauan, audit sistem manajemen lingkungan.

(5) pengkajian sistem manajemen lingkungan.

Hakekat pokok pengelolaan lingkungan hidup oleh manusia adalah bagaimana manusia melakukan upaya agar kualitas hidup manusia makin meningkat, sementara kualitas lingkungan hidup membaik (Suryani, 1987).

Pengelolaan yang mengabaikan manajemen lingkungan secara terpadu, yaitu pengelolaan yang hanya

mementingkan kepentingan sesaat seperti penambangan bahan galian C yang tidak terkendali, penggunaan air yang tanpa

perencanaan, serta penebangan hutan yang terjadi dihulu, akan mengakibatkan kerugian-kerugian lingkungan serta

menurunnya daya dukung lingkungan yang pada akhirnya menimbulkan krisis sumberdaya alam.

Menurut Pramudya (2001) dalam penerapannya sistem manajemen lingkungan mengenal lima prinsip antara lain:

1. Prinsip pertama: pengembangan dan komitmen terhadap kebijakan lingkungan. 2. Prinsip kedua: perencanaan, aspek lingkungan dan dampak lingkungan terkait,

persyaratan perundang-undangan dan perusahaan, tujuan dan sasaran. rencana kerja serta program manajemen lingkungan.

(32)

3. Prinsip ketiga: penerapan dan operasi. alokasi sumber daya, struktur penanggung jawab, kesadaran, pelatihan, komunikasi, dokumentasi sistem manajemen lingkungan, pengendalian operasional program manajemen yang spesifik, kesiapan dan respons terhadap keadaan darurat.

4. Prinsip keempat: evaluasi berkala, pemantauan, tindakan koreksi dan pencegahan, rekaman, audit sistem manajemen lingkungan.

5 Prinsip kelima: pengkajian sistem manajemen lingkungan.

Kelima prinsip tersebut harus dilaksanakan secara bersamaan dan

berkelanjutan, hal ini diharapkan untuk menjamin terlaksananya program

perencanaan dengan pelaksanaannya.

2.4. Bahan Galian C

Pengelolaan bahan galian C sangat berhubungan erat dengan penyelamatan sumberdaya alam disekitarnya. Pengerukan bahan-bahan galian C seperti pasir, kerikil maupun batu alam memberikan andil yang besar bagi kelestarian

lingkungan, demikian halnya perambahan hutan di hulu sungai juga memberikan andil terhadap besar kecilnya debit air sungai (Kesumah, 2005).

(33)

xxxiii

menghantam pelabuhan Muara Sabak di hilir Sungai Batanghari yang

direncanakan menjadi pusat ekonomi, terutama bagi Propinsi Jambi ke kawasan segitiga pertumbuhan ekonomi: Singapura-Batam-Johor, daerah kerja sama Indonesia – Malaysia - Singapura Growth Triangle (IMS-GT), Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT).

Menurut Sukandarrumidi (1999), bahan galian adalah bahan yang dijumpai di dalam perut bumi baik berupa unsur kimia, mineral, biji ataupun segala macam batuan, di dalam pengertian ini termasuk bahan galian yang berbentuk padat seperti emas, perak, batu gamping, lempung, berbentuk cair seperti minyak bumi dan yodium, maupun berbentuk gas seperti gas alam.

Lebih lanjut Sukandarrumidi (1999), menyatakan bahwa sistem dan cara penambangan bahan galian, tidak seluruhnya harus dengan cara penggalian/ pengerukan, namun juga dapat dilakukan dengan cara disemprot dengan air, disedot dengan pipa ataupun dipompa. Berdasarkan cara pengambilannya, seluruh bahan-bahan tersebut diartikan sebagai bahan-bahan tambang.

Penggolongan bahan galian diatur dalam Undang-undang Pertambangan Republik Indonesia N0 37 Tahun 1960 juncto Undang-undang Pokok Pertambangan Republik Indonesia No 11 Tahun 1967 pasal 3, yang menyebutkan penggolongan bahan galian sebagai berikut :

(1) Bahan galian golongan A (bahan galian strategis) adalah bahan galian yang mempunyai peranan penting untuk kelangsungan kehidupan negara misalnya :

(34)

minyak bumi, gas alam, batubara, timah putih, besi, nikel. Bahan galian jenis ini dikuasai oleh negara.

(2) Bahan galian golongan B (bahan galian vital) adalah bahan galian yang mempunyai peranan penting untuk kelangsungan kegiatan perekonomian negara dan dikuasai oleh negara dengan menyertakan rakyat misalnya: emas, perak, intan, timah hitam, belerang, air raksa. Bahan galian ini dapat diusahakan oleh badan usaha milik negara ataupun bersama-sama dengan rakyat.

(3) Bahan galian golongan C (tidak termasuk strategis dan vital) adalah bahan galian yang dapat diusahakan oleh rakyat ataupun badan usaha milik rakyat, misalnya batu gamping, marmer, batu sabak, pasir, kerikil, pasir urug.

Bendungan yang sejak dasawarsa enam puluhan banyak dibangun di beberapa sungai besar di Indonesia, di daerah tengah sungai ini sering terbentuk galian C, sehingga terjadi pendangkalan waduk dan sungai, atau sebaliknya jika galian C yang ada secara konstan diambil akan berakibat semakin dalamnya sungai dan waduk yang akhirnya akan menurunkan permukaan sungai dan waduk (Rahim, 1989).

(35)

xxxv

Hasil pengukuran tim hidrologi Inggris tahun 1980, menunjukkan bahwa galian C tahun 1973 sampai tahun 1999 mencapai 6,2 juta m3/tahun. Dengan demikian umur efektif bendungan tidak akan lebih dari tiga puluh tahun (Utomo, 1989).

Bahan galian C yang ada di sepanjang Sungai Ular yang ditambang masyarakat secara illegal juga membawa dampak tersendiri. Berdasarkan pengukuran Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang tahun 2005 bahwa penambahan bahan galian C tersebut terdiri dari beberapa jenis seperti tabel 1 berikut :

Tabel 1. Jenis-jenis Material dan Volume Galian C

No Galian C Volume (m3) Truk (Unit) Keterangan

Sumber : Dinas PU Deli Serdang, 2005

Volume penambangan bahan galian C di sepanjang Sungai Ular jenis dan volumenya ternyata setiap saat adalah

berbeda-beda, keadaan ini disebabkan penambangan tersebut umumnya adalah penambangan tradisional, sehingga

besarnya penambangan sangat tergantung dengan besarnya permintaan pasar, serta tidak dibutuhkannya stok pemasaran

atau tumpukan bahan galian C di lokasi penambangan.

Rencana dilaksanakannya penambangan secara lebih jelas diuraikan dalam Surat Keputusan Direktorat Jenderal

Pertambangan Umum No 07/DU Tahun 1978 tentang Pencegahan dan penanggulangan terhadap Gangguan dan

Pencemaran sebagai akibat Penambangan Terbuka, disebutkan: sebelum melakukan penambangan pengusaha diwajibkan

mengajukan rencana reklamasi bersama-sama dengan rencana pembangunannya, yang antara lain berisi:

(a) penggunaan tanah sebelum adanya penambangan.

(b) penggunaan tanah yang diusulkan sesudah reklamasi.

(c) cara pemeliharaan dan pengamanan tanah pucuk.

(d) penggunaan air dan pengamanannya.

(36)

(e) jadwal pengerjaan dan penyelesaian tiap tahap reklamasi.

(f) perkiraan biaya reklamasi.

(g) area daerah kehutanan, pertanian, perikanan dan permukiman yang akan terganggu.

(h) kemungkinan-kemungkinan gangguan terhadap daerah lain atau pihak lain.

Pengusaha harus mengusahakan pengisian kembali dan perataan bekas penambangan. Apabila keadaan alam tidak

mengizinkan atau tidak memungkinkan, harus diajukan alternatif lainnya. Untuk menjaga kelongsoran yang akan

mengganggu keseimbangan tata lingkungan hidup, maka kemiringan tebing harus diusahakan sedemikian rupa sesuai

dengan kondisi daerah yang bersangkutan. Pengusaha harus melaksanakan penanaman kembali pada semua daerah bekas

tambang terbuka, apabila keadaan tanah tidak memungkinkan, harus diajukan alternatif lain, dan apabila proses penanaman

masih memerlukan waktu, kecuali daerah untuk menampung air, maka pada tahap pertama tanah harus ditanami

rumput-rumputan atau tanaman kecil lainnya sebagai penutup (Kesumah, 2005).

2.5. Penelitian Terdahulu

Penelitian sebelumnya yang telah dilaksanakan adalah sebagai berikut:

Johan (2004) tentang Kajian Sistem Manajemen Operasional dan Pemeliharaan Sungai Ular, menyimpulkan bahwa kegiatan operasional dan pemeliharaan sungai pada dasarnya mempunyai dua tujuan yaitu: pertama bagaimana potensi yang dimiliki oleh sumberdaya sungai bisa dimanfaatkan secara optimal dan kedua, bagaimana kelestarian sumberdaya tersebut bisa dijaga sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.

(37)

xxxvii

Sungai Ular, hal ini sesuai dengan besar debit yang dibutuhkan untuk areal persawahan. Pemakaian air untuk industri memberikan pengaruh yang signifikan terhadap debit total air Sungai Ular, hal ini ditunjukkan besarnya debit yang dibutuhkan kegiatan industri yang mencapai 0,9008 m3/det. Kebutuhan air untuk domestik memberikan pengaruh terhadap debit total air Sungai Ular, hal ini ditunjukkan besarnya debit yang dibutuhkan kegiatan domestik yang mencapai 0,293 m3/det serta terdapatnya kecenderungan kenaikan kebutuhan air tersebut sesuai dengan perkembangan jumlah penduduk.

Kesumah (2005) tentang Pengaruh Kegiatan Penambangan Galian C Terhadap Bangunan pengambilan bebas,

yang berfungsi sebagai pintu masuk air ke dalam areal persawahan masyarakat, menyimpulkan bahwa penambangan galian

C pada tepi dan badan sungai di sepanjang Sungai Ular memberikan pengaruh antara lain: penurunan elevasi / permukaan

sungai dari 0,87 m UP tahun 1999 menjadi 0,61 UP pada tahun 2005, dengan penurunan rata-rata 0,0433 UP m/tahun, serta

bertambah lebar badan sungai dari rata-rata 42 meter tahun 1999 menjadi rata-rata 68 meter pada tahun 2005. Penurunan

tinggi permukaan air sehingga air tidak dapat mencapai permukaan bangunan pengambilan bebas dan akhirnya

pengambilan bebas tidak dapat difungsikan sebagai pintu masuk air kesaluran irigasi. Pasir adalah jenis bahan galian C

yang paling banyak ditambang dari alur Sungai Ular dibandingkan dengan bahan galian C lainnya yaitu dengan rata-rata

340.704 m3/tahun.

(38)
(39)

xxxix

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu

Lokasi penelitian dilakukan pada DAS Ular di Kabupaten Deliserdang dengan alasan bahwa di sekitar DAS Ular terdapat sekitar 18.500 hektar persawahan masyarakat yang dilengkapi pintu masuk air (pengambilan bebas) yang mendistribusikan air untuk pertanian, domestik, perkantoran industri serta penambangan galian C. DAS Ular berjarak ± 30 km dari kota Medan, dengan waktu penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Agustus – Oktober 2007.

3.2 Jenis Dan Sumber Data

Penelitian ini mengunakan data primer (seperti jumlah air sungai yang dipergunakan, jumlah galian C yang ditambang) dari masyarakat sekitar dan pengusaha di lokasi penelitian. Data sekunder (seperti perundang-undangan, debit air sungai pertahun) tentang pemanfaatan air Sungai Ular untuk irigasi, domestik, industri, perkotaan yang bersumber dari Dinas dan Instansi yang terkait.

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Data sekunder yang dihimpun dari instansi terkait seperti :

(40)

(1) Dinas Pengairan Propinsi Sumatera Utara / Balai PSDA Belawan-Belumai-Ular, (2) Dinas Pekerjaan Umum Provinsi/ Kabupaten / Kota,

(3) Kantor Statistik Provinsi / Kabupaten / Kota, (4) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, (5) Badan Meteorologi dan Geofisika,

(6) Penelitian terdahulu dan instansi lainnya.

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan metode survey dan untuk memperoleh data dengan menggunakan cara :

1. Wawancara adalah tanya jawab lisan untuk memperoleh keterangan, pendapat, aspirasi, persepsi, yang dilakukan kepada responden dengan panduan kuesioner. 2. Observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap

gejala-gejala yang diteliti.

3.4 Populasi Dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini ada 3 (tiga) kelompok. Pertama, populasi masyarakat atau pengguna air di sekitar lokasi. Kedua, pemerintah Kabupaten Deli Serdang ketiga, pengelola penambangan galian C.

Pengambilan sampel ditentukan secara acak sederhana (simple random

sampling) yaitu masyarakat yang berada di lapangan, dengan pertimbangan

masyarakat, pengusaha dan pemerintah yang berada di lokasi bersifat heterogen.

3.5. Variabel Penelitian

(41)

xli 1. Luas Lahan.

2. Neraca/ Debit Penggunaan Air. 3. Penambangan Galian C.

4. Aktifitas Masyarakat (Pengguna air). 5. Pertanian.

6. Industri di sekitar Sungai Ular.

3.6. Analisis Data

Untuk menjawab hipotesis 1 : (Bagaimanakah potensi Sungai Ular sebagai sumberdaya alam untuk kepentingan pertanian, pelaku ekonomi, industri,

pertambangan dan kepentingan masyarakat di sekitar badan sungai) dilakukan dengan metode analisis deskriptif yang dilengkapi dengan analisis tabulasi

Untuk menjawab hipotesis 2 : (Faktor-faktor apakah yang berpengaruh terhadap kondisi Sungai Ular) dilakukan dengan metode analisis statistik menggunakan Rank Spearmen dengan persamaan sebagai berikut :

Persamaan Rank Spearmen :

6∑ di2

rs = 1 -

n (n2 – 1)

rs = koefisien rank Spearmen

(42)

di = 2 pengamatan berpasangan

n = total sampel

Persamaan uji statistik dibantu program komputer statistik SPSS 12.00.

Pengujian hasil statistik dilakukan dengan menggunakan Uji “t “ Uji “t” dengan dk = n -2 (Siegel, 1994 ) dengan rumus:

n - 2 t = rs

1 – rs2 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Sungai Ular

Sungai Ular pada bahagian hulu berada pada dua kabupaten, yaitu Kabupaten Simalungun dan Kabupaten Karo,

sedangkan hilirnya berada di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai (Batas administrasi

kedua kabupaten). Sungai Ular secara teknis merupakan bagian dari Satuan Wilayah Sungai (SWS) Belawan/Belumai/Ular

(SWS. 01.10). Bermuara di Selat Malaka di Pulau Sumatera. Secara geografis Sungai Ular berada sekitar 30 km dari pusat

Kota Medan arah ke Timur berada pada 03o23’ Lintang Utara dan 98o55’ Bujur Timur. Panjang keseluruhan Sungai Ular

adalah sekitar 31,65 km, dengan luas Daerah Aliran Sungai (DAS) sekitar 1133,43 km2. Debit maksimum Sungai Ular

mencapai 57,53 m3/det dan debit minimum 22,42 m3/det (Dinas Pengairan Provinsi Sumatera Utara, 2004).

Keberadaan Sungai Ular secara umum menjadi sumber utama penyediaan air untuk pertanian, keperluan industri

(perusahaan), domestik (rumah tangga) dan perkotaan (perkantoran, sosial, sekolah) di sekitar Kabupaten Deli Serdang dan

Kabupaten Serdang Bedagai (Lampiran 1). Penduduk yang bermukim di sekitar Satuan Wilayah Sungai (SWS) Ular pada

Tahun 2004 tercatat sebanyak 349.930 jiwa yang tersebar di 150 desa/kelurahan dengan luas areal 35.310 Ha (Dinas

Pengairan Provinsi Sumatera Utara, 2004). Memiliki dua cabang sungai yaitu Sungai Karai dan Sungai Buaya dan

beberapa anak cabang sungai. Letak Sungai Ular yang mengalir antara Kota Lubuk Pakam dan Kota Perbaungan

menjadikan Sungai Ular sebagai sumber air utama untuk kedua kota tersebut, sesuai Tabel 2 berikut :

Tabel 2. Data Anak Sungai Ular

(43)

xliii

Sumber: Dinas Pengairan Sumatera Utara, 2003

Masyarakat yang menjadi penghuni Kota Lubuk Pakam Kabupaten Deliserdang dan Kota Perbaungan Kabupaten

Serdang Bedagai sangat tergantung dengan besarnya debit Sungai Ular, yang disebabkan adanya kepentingan air sungai

untuk beberapa peruntukan antara lain irigasi pertanian masyarakat, air bersih, industri, tambak perikanan, domestik,

komersial (bahan baku air minum). Kebutuhan akan air Sungai Ular juga semakin meningkat seiring dengan lamanya

waktu serta besarnya perkembangan kegiatan perekonomian, sehingga kebutuhan akan air tersebut juga meningkat

pemanfaatannya, sedangkan kondisi daerah aliran sungai cenderung semakin menurun fungsinya sehingga mengakibatkan

kualitas dan kuantitas air semakin menurun. Untuk menjaga dan mempertahankan kelestarian sumberdaya air dan

mencukupi kebutuhan air baik sekarang maupun masa mendatang, maka perlu ditata sistem pemanfaatannya. Keberadaan

Sungai Ular secara langsung sangat mempengaruhi tingkat sosial ekonomi masyarakat pada daerah yang dialirinya,

sehingga naik turunnya debit dan permukaan Sungai Ular akan sangat berarti bagi kawasan tersebut. Secara administratif,

Sungai Ular berada pada 8 (delapan) kecamatan yang berada pada kiri dan kanan sungai tersebut. Kecamatan yang berada

tepat pada aliran Sungai Ular seperti tertera pada Tabel 3 berikut :

Tabel 3. Kecamatan yang Dilalui Sungai Ular

No

Kecamatan Jumlah Desa Keterangan

1 Beringin 12 Deli Serdang

(44)

2 Pagar Merbau 33 Deli Serdang

Sumber : BPS Dalam Angka, 2004

Berdasarkan Tabel 3 diperoleh bahwa Sungai Ular mempengaruhi ketersediaan sumber air untuk 8 kecamatan

yang terdiri dari 205 desa. Desa terbanyak (38 desa) berada pada Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang dan terkecil

masing-masing 12 buah desa, berada pada Kecamatan Beringin dan Kecamatan Pantai Labuh Kabupaten Deli Serdang.

Pemantauan perkembangan dan pola alir Sungai Ular harus dilakukan secara konsisten serta dengan keberkalaan waktu

yang sependek mungkin, maka untuk keperluan tersebut dan akurasi data air Sungai Ular dibangun beberapa stasiun

meteorologi di beberapa tempat sebagai lokasi pengumpul data perkembangan sungai tersebut. Untuk mendapatkan data

lingkungan, terdapat dua puluh satu (21) stasiun meteorologi yang dikelola Jawatan Meteorologi sesuai Tabel 4 berikut :

Tabel 4. Station Meteorologi, Rata-rata Suhu, Kecepatan Angin dan Curah Hujan

(45)

xlv

Sumber : Dinas Pengairan Provinsi Sumatera Utara, 2003

Sesuai dengan data pada Tabel 4 diketahui bahwa suhu udara maksimum adalah sebesar 29oC, dengan kecepatan angin

maksimum sebesar 0,95 m/det dengan curah hujan maksimum rata-rata 199 mm. Suhu udara tertinggi (29oC) terdapat pada

stasiun Negeri Dolok dan Stasiun Saribu Dolok. Pengukuran suhu terendah (26oC) tercatat pada stasiun Siporkas dan stasiun

Tiga Jugar. Berdasarkan data yang diperoleh dari setiap stasiun Meterologi dapat disimpulkan bahwa suhu atau temperatur

pada lokasi penelitian berkisar antara 260C hingga 290C.

Besarnya curah hujan dilokasi penelitian berkisar 195 mm sampai dengan 199 mm dan kecepatan angin dilokasi penelitian 0.90 m/dt hingga 0.95 m/dt, bila dirata-ratakan berkisar 0,93 m/dt.

4.2. Lahan

Secara umum kerakteristik Sungai Ular dari hulu ke hilir adalah terdiri dari 3 (tiga) jenis areal yaitu : areal yang

berfungsi sebagai golongan hutan, golongan semi hutan, dan golongan terbuka, keberadaan masing-masing areal tersebut

dengan luas yang berbeda-beda.

Pada hulu sungai secara umum masih memiliki daerah aliran sungai yang termasuk golongan hutan yaitu berada

pada kiri-kanan badan air sungai, areal tersebut merupakan lahan yang masih ditumbuhi pepohonan tahunan yang tinggi,

serta mampu menahan air dan mampu mempertahankan kontur tanah sehingga tidak longsor menutupi badan sungai. Jika

diteliti lebih lanjut areal-areal yang berfungsi sebagai hutan ini masih ada karena faktor kondisi topografi areal tersebut

yang sedemikian curam. Areal yang masih menjadi golongan hutan secara teknis sangat sulit dialih fungsikan menjadi

lahan persawahan dan pertanian karena memiliki kemiringan di atas 45o (Lampiran 2-4).

Kemiringan areal yang sedemikian besar sangat menyulitkan masyarakat petani untuk mengalih fungsikannya

menjadi areal persawahan, perladangan dan perkebunan. Walaupun areal dengan kemiringan > 45o tidak dapat dijadikan

(46)

sebagai lahan persawahan dan pertanian, areal yang demikian pada sebahagian lokasi telah berubah fungsi menjadi Tempat

Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang berasal dari kota-kota kecamatan di sekitar areal tersebut. Pada areal tersebut

tertimbun sampah yang telah bertahun-tahun berada di areal tersebut.

Secara keseluruhan luas Catchment Area Sungai Ular adalah 1.133,43 km2 yang terdiri dari 3 jenis peruntukan

seperti tertera pada Tabel 5 berikut :

Tabel 5. Luas Catchment Area Berdasarkan Jenis Peruntukan

No Peruntukan Luas Persen

1 Hutan 113,343 - 170,015 km2 10 – 15 %

2 Semi Hutan 453,372 – 566,715 km2 40 – 50 %

3 Areal Terbuka 566,715 – 680,058 km2 50 – 60 %

Sumber : Dinas Pengairan Provinsi Sumatera Utara, 2003

Luasan daerah aliran sungai yang termasuk golongan hutan ini diperkirakan hanya tinggal sekitar 10% -15% dari

keseluruhan DAS Ular, luasan areal jenis golongan hutan ini cenderung berkurang setiap waktu. Hal ini diakibatkan

besarnya kegiatan alih fungsi lahan menjadi areal perkebunan, perladangan dan pertanian masyarakat, serta banyaknya

areal yang menjadi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah sehingga sebahagian besar tanaman/pepohonan menjadi

rusak dan mati.

Pengalihan fungsi lahan yang semula adalah termasuk areal golongan hutan dirubah menjadi areal perkebunan

masyarakat, berkembangnya perkebunan secara langsung akan mengundang bertumbuh kembangnya

permukiman-permukiman dari masyarakat. Keadaan ini memberikan sumbangan yang besar terhadap kerusakan Daerah Aliran Sungai

(DAS) Ular.

Berkembangnya permukiman-permukiman masyarakat menjadi kendala besar bagi lancarnya aliran air Sungai

Ular. Hal ini disebabkan karena Sungai Ular juga harus menanggung beban limbah domestik yang dibuang masyarakat

secara langsung ke badan sungai. Demikian halnya masih seringnya campur tangan masyarakat untuk membendung

pinggiran sungai dengan harapan lahannya semakin besar, keadaan ini mengakibatkan lebarnya sungai juga semakin

mengecil.

Berbeda halnya di daerah tengah dan hilir yang dominan menjadi areal terbuka, areal ini dipenuhi dengan aktivitas

penambang bahan galian C yang banyak menggali pinggiran Sungai Ular, kegiatan pengerukan tersebut berakibat

melebarnya permukaan dan semakin dalamnya alur sungai tersebut. Besarnya luasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Ular

yang berfungsi sebagai hutan untuk tempat simpanan air sudah sangat tidak layak lagi, sehingga pengaturan keberadaan

air tanah tidak berfungsi dengan baik. Pada musim penghujan air akan secara cepat mengalir kehilir sehingga dapat

(47)

xlvii

menyebabkan daerah disekitarnya menjadi kekurangan air yang pada akhirnya akan menyebabkan permukaan air Sungai

Ular menurun.

Daerah Aliran Sungai (DAS) Ular yang termasuk pada golongan semi hutan secara umum sangat tergantung dari

campur tangan manusia disekitarnya. Daerah ini memiliki kecenderungan membesar lagi karena adanya kegiatan pengalih

fungsian lahan. Golongan areal demikian secara umum terdiri dari areal perkebunan tanaman keras, daerah yang telah

terlantar di atas 5 tahun yang dikelola masyarakat menjadi lahan perkebunan.

Daerah Aliran Sungai (DAS) Ular lainnya adalah areal yang digolongkan sebagai areal terbuka. Areal terbuka

banyak yang ditanami dengan tumbuhan jangka pendek atau tanaman-tanaman musiman, areal terbuka ini ditemukan di

sepanjang aliran sungai sekitar berjarak 1 sampai dengan 10 meter dari tepi badan sungai. Areal ini semakin hari semakin

melebar yang diakibatkan adanya upaya masyarakat mengalih fungsikan lahan golongan hutan dan semi hutan yang

terlantar menjadi lahan terbuka, untuk ditanami tanaman jangka pendek khususnya tanaman ubi kayu, ubi jalar, jagung,

kacang tanah, kacang hijau, cabai merah dan cabai rawit tepat di tepi sungai (Lampiran 2-1 dan Lampiran 2-2)

Disepanjang Sungai Ular terdapat persawahan masyarakat yang dilengkapi irigasi setengah teknis dan irigasi

teknis. Persawahan tersebut terdapat pada pertengahan hingga daerah hilir sungai serta tanaman sayur-sayuran. Pada

daerah hulu dan areal yang telah terlantar selama > 5 tahun dan areal gersang keseluruhan diperkirakan sekitar 50% - 60%,

yang secara umum ditumbuhi tanaman liar jenis perdu dan pada beberapa tempat menjadi tempat tumpukan sampah

(Lampiran 2-2).

Kegiatan lainnya yang semakin menurunkan debit/permukaan Sungai Ular adalah pengambilan galian C.

Peningkatan penggalian bahan galian C di tepi Sungai Ular akan menurunkan tinggi permukaan Sungai Ular, yang semakin

memperparah dan mempersulit masuknya air ke bangunan pengambilan bebas air (bangunan tempat masuknya air dari

badan sungai ke saluran irigasi pertanian), yang pada akhirnya persawahan masyarakat akan kekurangan air dan

kekeringan. Dalam mengkontrol tingginya permukaan Sungai Ular telah dibangun 7 (tujuh) Station Pencatat Elevasi muka

air sungai. Ketujuh stasiun pencatat tersebut sesuai Tabel 6 berikut :

Tabel 6. Station Pencatat Elevasi Muka Air Sungai

No Stasiun Pencatat Keterangan

1 Denai Lama

2 Perbaungan

3 Ular Bridge

4 Serbajadi Pengambilan bebas (Free Intake) Pulau Tagor

5 Bandar Tiga

6 Jembatan Paku

(48)

7 Siujan-ujan

Sumber : Bagpro PSA Hidrologi Sumut Dinas Pengairan Provinsi Sumatera Utara 2003, Publikasi Data Debit Sungai

Ketujuh stasiun pencatat tersebut ini akan memberikan informasi tentang naik-turunnya permukaan Sungai Ular untuk mengetahui kecenderungan dari keberadaan air Sungai Ular. Keadaan ini akan sangat membantu dalam pengelolaan banjir serta kekeringan di daerah sekitarnya. Manfaat lainnya dari stasiun pencatat ini adalah untuk mengukur besarnya debit Sungai Ular. Ketujuh stasiun pencatat dikelola bagian Pengembangan Sumber Air, Hidrologi Dinas Pengairan Provinsi Sumetera Utara.

4.3. Debit Sungai Ular

Keberadaan Sungai Ular sebagai sumber utama air bagi masyarakat disekitarnya sangat tegantung dari besar kecilnya debit air sungai tersebut, kekurangan debit akan menyebabkan kekeringan, kurangnya air irigasi sehingga hasil panenan masyarakat menurun, berkurangnya air untuk perikanan darat, bahkan pada beberapa tempat akan menyulitkan transportasi air berupa getek. Peningkatan debit air Sungai Ular dapat menyebabkan banjir (Lampiran 2-6 dan Lampiran 2-7).

Besarnya debit air Sungai Ular yang digunakan selama tahun 2001 menurut pengukuran Pos Duga Air Otomatis (AWLR) Pulau Tagor pada Tabel 7 berikut :

Tabel 7. Rata-rata Debit Air Sungai Ular Tahun 2001

No Bulan Debit (m3/det) Keterangan m3/det pada bulan Desember

(49)

xlix

Sumber : Dinas PU Pengairan Provinsi Sumatera Utara, 2001

Debit air Sungai Ular dari setiap bulan kebulan selalu mengalami perubahan, bervariasi menurut keadaan daerah aliran sungai, curah hujan dan evaporasi lahan. Sesuai dengan debit air Sungai Ular yang diukur oleh Dinas Pekerjaan Umum (PU), debit air Sungai Ular selama tahun 2001 berfluktuasi antara 34,77m3/det pada bulan Agustus sampai dengan sekitar 59,22 m3/det pada bulan Desember. Besarnya range debit air sungai ini masih mampu mendukung kegiatan pertanian (padi persawahan dan padi daratan), perkebunan (umumnya perkebunan cokelat dan kelapa sawit) dan perikanan pada Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Serdang Bedagai.

Selama tahun 2002 debit air Sungai Ular mengalami perubahan dibandingkan dengan debit tahun 2001. Hasil pengukuran pos duga air otomatis (AWLR) yang berada di daerah Pulau Tagor diperoleh debit air seperti pada Tabel 8 berikut :

Tabel 8. Rata-rata Debit Air Sungai Ular Tahun 2002

No Bulan Debit (m3/det) Keterangan

Debit maximum 52,64 m3/det pada bulan Oktober

Debit minimum 37,84 m3/det pada bulan Juli

Debit rata-rata : 40,16 m3/det

(50)

8 Agustus 37,96

9 September 48,97

10 Oktober 52,64

11 Nopember 51,38

12 Desember 45,40

Sumber : Dinas Pengairan Provinsi Sumatera Utara, 2002

Sesuai dengan hasil pengukuran Dinas PU Sumut, debit air Sungai Ular selama tahun 2002 bervariasi berkisar antara 37,84 m3/det pada bulan juli sampai dengan sekitar 52,64 m3/det pada bulan Oktober, keadaan ini masih sangat mendukung kegiatan pertanian pada Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Serdang Bedagai. Jika dianalisis lebih lanjut terdapat perbedaan kerakteristik antara debit air tahun 2001 dengan debit air pada tahun 2002. Debit air maksimum pada tahun 2001 terjadi pada bulan Desember dengan debit sebesar 59,22 m3/det sedangkan tahun 2002 terjadi pada bulan Oktober dengan besar debit 52,64 m3/det, keadaan ini menunjukkan adanya peningkatan besar debit air sungai. Debit minimum Sungai Ular pada tahun 2001 terjadi pada bulan Agustus dengan debit sebesar 34,77 m3/det, sedangkan pada tahun 2002 debit minimum terjadi pada bulan Juli dengan besar debit 37,84 m3/det, jika dianalisis maka debit minimum meningkat sebesar 3,07 m3/det. Demikian halnya debit rata-rata pada tahun 2001 sebesar 43,93 m3/det, dan menurun besarnya pada tahun 2002 sebesar 40,16 m3/det, keadaan ini menunjukkan bahwa debit rata-rata menurun sebesar 3,77 m3/det, maka dapat disimpulkan bahwa debit air Sungai Ular mengalami penurunan dari tahun 2001 ke tahun 2002.

(51)

li

Tabel 9. Rata-rata Debit Air Sungai Ular Tahun 2003

No Bulan Debit (m3/det) Keterangan m3/det, bulan Desember

Debit minimum sebesar 37,27 m3/de bulanJuni

Debit rata-rata : 43,83 m3/det

Sumber : Dinas Pengairan Provinsi Sumatera Utara, 2003

Sesuai dengan hasil pengukuran Dinas PU Sumut, debit air Sungai Ular selama tahun 2003 bervariasi berkisar antara 37,27 m3/det pada bulan Juni sampai dengan sekitar 55,42 m3/det pada bulan Desember, keadaan ini masih sangat mendukung kegiatan pertanian pada Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Serdang Bedagai.

Debit maximum air Sungai Ular terjadi pada bulan Desember dengan besar debit 55,42 m3/det. Debit minimum air Sungai Ular terjadi pada bulan Juni dengan besar debit 37,27 m3/det. Debit rata-rata : 43,83 m3/det

Debit air Sungai Ular sesuai pengukuran otomatis oleh Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Sumatera Utara di Pulo Tagor Tahun 2004 seperti Tabel 10 berikut :

Tabel 10. Rata-rata Debit Air Sungai Ular Tahun 2004

No Bulan Debit (m3/det) Keterangan

(52)

6 Juni 24,95

Sumber : Dinas Pengairan Provinsi Sumatera Utara, 2004

Debit air Sungai Ular berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan Dinas Pengairan Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2004 mengalami perubahan. Hal ini terbukti dari pengukuran debit maximum yang terjadi pada September sebesar 57,53 m3/det meningkat jika dibandingkan debit maximum tahun 2003, namun yang menghawatirkan adalah debit minimum yang terjadi pada bulan Agustus hanya sebesar 22,42 m3/det menurun dibandingkan tahun 2003. Debit air Sungai Ular berdasarkan pengukuran Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Sumatera Utara yang dilakukan secara otomatis di Pulo Tagor tahun 2005 seperti Tabel 11 berikut :

Tabel 11. Rata-rata Debit Air Sungai Ular Tahun 2005

No Bulan Debit (m3/det) Keterangan Debit rata-rata; 39,31 m3/det

(53)

liii

Debit air Sungai Ular berdasarkan hasil pengukuran pada tahun 2005 mengalami perubahan. Hal dapat dilihat dari hasil pengukuran debit, debit maximum Sungai Ular yang terjadi pada Nopember sebesar 53,69 m3/det menurun jika dibandingkan rata-rata debit maximum pada tahun 2004, namun untuk debit minimum yang terjadi pada bulan Agustus tahun 2005 sebesar 28,58 m3/det meningkat dibandingkan bulan Agustus tahun 2004. Keadaan debit air Sungai Ular pada tahun 2005 masih dapat dianggap stabil jika dibandingkan dengan keadaan debit air Sungai Ular pada tahun 2004.

Kecilnya debit air Sungai Ular tahun 2004 (minimum hanya sekitar 22,42 m3/det) sangat menghawatirkan, karena kecilnya debit ini mengakibatkan banyak sawah yang mengalami kekeringan karena kekurangan air dan secara langsung akan mengakibatkan berkurangnya produksi pertanian masyarakat. Akibat langsung dari kekurangan debit air Sungai Ular ditunjukkan dari hasil produksi pertanian yang menurun sebesar sekitar 20%. Pada tahun 2003 hasil pertanian masyarakat mencapai 5 ton/hektar, namun setelah terjadi penurunan debit air hasil produksi pada tahun 2004 menurun menjadi 4 ton/hektar.

Debit rata-rata tahunan Sungai Ular menunjukkan kecenderungan berkurang. Hal tersebut ditunjukkan dari besar debit rata-rata tahun 2003 yang besarnya 43,83 m3/det, menurun menjadi sebesar 39,58 m3/det tahun 2004 dan kembali menurun menjadi sebesar 39,31 m3/det tahun 2005.

Perubahan lainnya adalah perubahan terjadinya bulan debit maximum, tahun 2003 bulan debit maximum terjadi pada bulan Desember serta bulan debit minimum

(54)

terjadi pada bulan Juni, sedangkan tahun 2004 bulan debit maximum terjadi bulan September dan bulan debit minimum terjadi bulan Agustus, tahun 2005 bulan maximum terjadi pada bulan Nopember dan bulan debit minimum bulan Agustus. Sesuai dengan data-data tersebut dapat disimpulkan bahwa bulan terjadinya besar debit maximum terjadi secara tidak beraturan setiap tahunnya, sedangkan bulan debit minimum tahun 2004 dan tahun 2005 sama-sama terjadi pada bulan Agustus. Hal tersebut akan dapat mempengaruhi kegiatan musim tanam

4.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kondisi Sungai Ular

4.4.1 Irigasi

Sungai Ular merupakan sumber utama air untuk kebutuhan air pada daerah irigasi Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai. Disamping itu Sungai Ular juga digunakan untuk berbagai jenis kegiatan masyarakat, seperti untuk sumber air baku yang diolah menjadi air minum (Air Bersih PDAM), kebutuhan air untuk industri, dan kebutuhan lainnya.

(55)

lv

keberlanjutan sungai tersebut, serta memburuknya pengelolaan akan berakibat langsung pada merosotnya kemampuan sungai untuk menerima tekanan tersebut. Demikian halnya pengelolaan air Sungai Ular sangat terkait dengan penggunaan air yang dilakukan masyarakat disekitarnya. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Pasandaran (1991) bahwa untuk menjaga dan mempertahankan kelestarian sumberdaya air yang ada serta dapat mencukupi kebutuhan air baik sekarang maupun masa depan, maka diperlukan pengelolaan yang lebih komprehensif dengan melibatkan seluruh steakholders.

Berdasarkan standar Direktorat Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia, pemakaian air pada kegiatan air untuk pertanian adalah 1,2 liter/ha/det. Kebutuhan besar debit air seluruhnya untuk irigasi guna mengairi areal persawahan seluas 18.500 hektar adalah sebesar 22,20 m3/det. Berdasarkan perhitungan tersebut maka daerah terbesar yang membutuhkan air irigasi adalah daerah irigasi Perbaungan, dengan besar debit sebanyak 7,104 m3/det. Daerah yang paling kecil menyerap air adalah daerah irigasi Timbang Deli dengan debit hanya sebesar 0,624 m3/det untuk mengairi areal persawahan seluas 520 hektar.

Besarnya kebutuhan air untuk mengairi seluruh areal persawahan di daerah penelitian adalah seperti tertera pada Tabel 12 berikut :

Tabel 12. Jumlah Kebutuhan Air Untuk Irigasi menurut Daerah Irigasi No Daerah Irigasi Luas

(Ha)

Perhitungan Kebutuhan air (m3/det)

1 Pulau Gambar 990 990 x 1,2 lit/ha/det 1,188

(56)

2 Swadaya / Buluh 4.020 4.020 x 1,2 lit/ha/det 4,824 Sumber : Dinas Pengairan Provinsi Sumatera Utara, 2004

Kebutuhan air irigasi pada setiap daerah irigasi tersebut di atas, selalu menjadi masalah ketika debit air Sungai Ular mengecil, sehingga pada beberapa daerah masih dijumpai lahan-lahan yang tidak mendapatkan air, sehingga lahan persawahan tersebut dialihkan menjadi lahan penanaman tanaman semusim seperti kacang hijau, kacang tanah, jagung, serta jenis sayur-sayuran lainnya.

Kebutuhan air yang berasal dari Sungai Ular untuk mengairi areal persawahan berdasarkan pengukuran yang dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Sumatera Utara pada pintu masuk air irigasi (pengambilan bebas) pada tahun 2003 diperoleh data seperti tertera pada Tabel 13 sebagai berikut :

Tabel 13. Penggunaan Air Untuk Irigasi Tahun 2003 (m3/det)

(57)

lvii

Sumber : Dinas Pengairan Provinsi Sumatera Utara, 2004

Pengukuran ini pada umumnya hanya dapat dilakukan hingga tahun 2003, karena setelahnya akibat penurunan permukaan Sungai Ular, hal ini berakibat

pengambilan bebas tidak dapat berfungsi lagi (bangunan free intake lebih tinggi

dibandingkan dengan permukaan sungai), keadaan ini secara otomatis menyebabkan tidak terdeteksinya data debit air yang masuk ke saluran irigasi (Lampiran 2-5).

Berdasarkan data pada Tabel 13 di atas, penggunaan air untuk kebutuhan irigasi pada setiap areal irigasi yang diairi tidaklah sama, debit air yang dibutuhkan lahan persawahan di daerah irigasi Perbaungan, memerlukan debit rata-rata pertahun sebesar 7,01 m3/det, berbeda dengan daerah persawahan di daerah irigasi Singosari yang hanya memerlukan debit air sungai sebesar 0,98 m3/det.

Kebutuhan debit air rata-rata perbulan untuk setiap areal persawahan juga berbeda-beda, keperluan air untuk seluruh areal persawahan pada bulan Oktober besarnya debit adalah sebesar 20,94 m3/det, berbeda dengan keperluan air pada bulan Desember besarnya debit adalah sebesar 20,42 m3/det.

Besar kecilnya debit air yang dibutuhkan daerah irigasi di Kabupaten Deli Serdang Dan Kabupaten Serdang Bedagai sangat dipengaruhi dengan musim tanam dan musim panen pada daerah irigasi pertanian tersebut. Bulan Oktober daerah-daerah irigasi tersebut merupakan waktu musim tanam, keadaan musim tanam mengakibatkan kebutuhan debit air irigasi akan lebih besar, karena air sungai tersebut dialirkan melalui irigasi untuk melunakkan tanah pertanian, sehingga lahan pertanian tersebut dapat di olah untuk disiapkan menjadi lahan penanaman padi.

(58)

Pada bulan Desember kebutuhan air sangat berbeda dengan bulan Oktober, hal ini disebabkan pada bulan Desember adalah bulan untuk persiapan panen. Proses panen tidak memerlukan air seperti masa menanam, bahkan pada masa panen lebih menghendaki keringnya lahan-lahan persawahan agar proses panen padi tidak terhambat dengan tingginya air persawahan. Keringnya lahan persawahan akan mempermudah petani dan buruh tani untuk memanen dan mengolah hasil panen menjadi butir-butir padi yang akan dibawa ke lumbung padi sebagai tempat penampungan.

Besarnya debit rata-rata air yang berasal dari badan air Sungai Ular dalam setahun adalah sebesar 20,57 m3/det. Debit rata-rata air yang dibutuhkan tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan debit rencana keperluan air untuk irigasi yang sebesar 22,20 m3/det. Keadaan ini disebabkan pada beberapa areal persawahan yang tidak ditanami padi melainkan dikosongkan karena beberapa faktor seperti lokasi persemaian bibit padi, istirahat lahan, alih fungsi menjadi tanaman sayur-sayuran.

Gambar

Grafik Ketersediaan Debit Air Sungai Ular .............................           57
Tabel  1.  Jenis-jenis Material dan Volume Galian C Volume (m3) 945
Tabel 2.  Data Anak Sungai Ular
Tabel 3.  Kecamatan yang Dilalui Sungai Ular
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani jamur tiram di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang.. Data yang

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pembelian ulang produk pada depot Lia Water di Perumahan Kuis Indah, Batang Kuis

Kondisi Perairan dan Struktur Komunitas Makrozoobentos di Sungai Belumai Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara.. Keanekaragaman Fauna Ikan di Perairan Mangrove

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor – faktor yang mempengaruhi kurangnya minat masyarakat muslim menabung di bank syariah di Kabupaten Deli Serdang

penelitian ini data yang dianalisi adalah data sekunder tentang jumlah kelahiran. pada tahun 2011 di kabupaten Deli Serdang dan penulis membatasi

Judul Tugas Akhir : Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil produksi. padi di

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) DI KABUPATEN DELI SERDANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALISIS JALUR LAPORAN TUGAS AKHIR MUHAMMAD RIDWAN 152407108

faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani jamur tiram di Kota Medan dan. Kabupaten Deli Serdang, melihat tanaman jamur tiram merupakan tanaman