ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN BERAS DI KABUPATEN
DELI SERDANG
TESIS
Oleh
SILVIANA YANIDAH SAGALA 097003062/PWD
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2012
S
E K
O L A H
P A
S C
A S A R JA N
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN BERAS DI KABUPATEN
DELI SERDANG
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pengembangan Wilayah dan Perdesaan
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
SILVIANA YANIDAH SAGALA 097003062/PWD
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN BERAS DI KABUPATEN DELI SERDANG
Nama Mahasiswa : Silviana Yanidah Sagala Nomor Pokok : 097003062
Program Studi : Perencanaan Pengembangan Wilayah dan Perdesaan
Menyetujui Komisi pembimbing
(Dr. Tavi Supriana, MS) (Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE
Ketua Anggota
)
Ketua Program Studi Direktur
(Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE)(Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)
Telah diuji pada
Tanggal : 20 Januari 2012
PANITIA PENGUJI TESIS Ketua : Dr. Tavi Supriana, MS Anggota : 1. Kasyful Mahalli, SE, MSi
2. Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE 3. Dr. H.B. Tarmizi, SU
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN BERAS DI KABUPATEN DELI SERDANG
ABSTRAK
Beras telah menjadi komoditas strategis dalam kehidupan bernegara di Indonesia. Selain sebagai sumber pangan pokok, beras juga menjadi sumber penghasilan bagi petani dan kebutuhan hidup sehari-hari bagi jutaan penduduk. Beras juga bisa dijadikan sebagai komoditas politik karena keberadaannya tidak dapat digantikan oleh komoditas lain dan harus dalam jumlah yang memadai. Meskipun pemerintah telah mengupayakan diversifikasi pangan, namun sampai saat ini belum mampu mengubah preferensi penduduk terhadap bahan pangan beras. Oleh karena itu, ketersediaan beras harus selalu terjaga, berkelanjutan, bahkan harus ditingkatkan. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apa yang mempengaruhi luas areal panen padi di Kabupaten Deli Serdang, faktor-faktor apa yang mempengaruhi konsumsi beras di Kabupaten Deli Serdang, dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi harga eceran beras di Kabupaten Deli Serdang. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi luas areal panen padi, konsumsi beras, serta harga eceran beras di Kabupaten Deli Serdang.
Penelitian ini menggunakan data sekunder runtun waktu (time series) tahun 2004-2010. Data yang dikumpulkan adalah data per semester. Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif dan analisis kuantitatif.
Berdasarkan hasil penelitian, bahwa variabel luas areal irigasi dan harga pupuk urea berpengaruh positif, sedangkan harga gabah di tingkat petani dan curah hujan daerah setempat berpengaruh negatif. Secara parsial, hanya variable luas areal irigasi yang berpengaruh signifikan terhadap luas areal panen di Kabupaten Deli Serdang. Pada persamaan konsumsi beras, variabel pendapatan perkapita dan harga beras berpengaruh positif terhadap konsumsi beras. Secara parsial, harga beras dan pendapatan perkapita berpengaruh signifikan terhadap konsumsi beras di Kabupaten Deli Serdang. Pada persamaan harga eceran beras, variabel jumlah konsumsi beras dan lag harga eceran beras berpengaruh positif sedangkan lag jumlah produksi beras berpengaruh negatif. Hanya variabel konsumsi beras yang berpengaruh nyata, sedangkan yang lainnya tidak berpengaruh nyata.
ANALYSIS FACTORS THAT INFLUENCE AVAILABILITY OF RICE AT DISTRICT OF DELI SERDANG
ABSTRACT
Rice is a strategic commodity in the life state in Indonesia. Beside a source of main food, rice is also a source of income for farmers and the daily needs for millions people. Rice can also be a political commodity because its existence can not be replaced by another commodity and must be in adequate amounts. Although the government has sought diversification of food, but not been able to turn the population preferences against rice food. Therefore, the availability of rice should be maintained always, sustained, and even be enhanced. The formulation of the problem in this study is what factors affect the rice crop area at district of Deli Serdang, what factors that influence the consumption of rice at district of Deli Serdang, and what factors influence the retail prices of rice at district of Deli Serdang. The research objective was to analyze the factors that affect the rice crop acreage, consumption of rice, as well as the retail price of rice in the district of Deli Serdang
This study used secondary data time series of 2004-2010. The data collected semi annual. Data analysis by descriptive analysis and quantitative analysis. Based on this research, that the area of irrigation and the urea fertilizer prices variables has a positive effect, while the price of grain at the farm level and rainfall negatively affect. Partially, only the area of irrigation variables which significantly influence the crop acreage in the district of Deli Serdang. On the rice consumption equation, the rices prices and the income per capita had a positive effect on rice consumption. And partially, the price of rice and the income per capita had a significant effect on rice consumption at district of Deli Serdang. In the rice retail price equation, the amount of rice consumption and the lagged retail price of rice had a positive effect while the lag negatively affect the amount of rice production. Only the consumption of rice that had significantly effect, while others are not significantly effect.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih atas kasih dan cinta yang tidak terbatas, atas berkat yang dilimpahkan dan menuntun setiap langkahku setiap hari, sehingga penulisan tesis ini dapat rampung seluruhnya. Tesis ini disusun guna melengkapi persyaratan dalam rangka mengakhiri masa pendidikan Sekolah Pascasarjana dan untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Pada penulisan tesis ini, penulis memilih judul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan Beras di Kabupaten Deli Serdang”.
Penulis menyadari, bahwa dalam penyusunan tesis ini penulis banyak memperoleh bantuan, bimbingan, petunjuk, nasehat dan dukungan dari berbagai pihak, maka dari itu penulis menghaturkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc, (CTM) Sp.A (K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. lir.rer.reg. Sirojuzilam, SE selaku Ketua Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Universitas Sumatera Utara. 4. Ibu Dr. Tavi Supriana, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah
membantu memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
6. Bapak Dr. Tarmizi, BU, dan Dr. Rujiman, MA selaku dosen pembanding yang telah banyak memberikan masukkan dan pengarahan demi kesempurnaan tesis ini.
7. Seluruh Staf Pengajar dan Staf Administrasi Program Studi PWD PPS-USU yang telah banyak membantu proses administrasi dan kelancaran kegiatan akademis selama mengikuti perkuliahan.
8. Rekan-rekan mahasiswa PWD angkatan 2009 yang telah memberikan semangat dan dukungan dalam penyelesaian tesis ini.
9. Ibu Kepala Badan Ketahanan Pangan Deli Serdang yang memberikan izin belajar dan seluruh staf Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Deli yang memberikan semangat dan dukungandalam penyelesaian tesis ini.
10. Orang tua Saya Drs. Janiasal Sagala/Rosminar Situmorang serta Mertua saya R. Sitorus/N. Sihombing dan seluruh keluarga yang telah sabar dan memberikan do’anya selama penulis menjalani masa pendidikan Strata 2 (S-2) ini.
11. Suami tercinta Tumpal Sitorus, SH yang setia memberikan dukungan selama perkuliahan dan anak-anakku tersayang Abang Alvedro Rafael Sitorus dan Kakak Grace Pretty Margaretha Sitorus yang dengan ikhlas kurangnya perhatian Mama selama Kuliah.
12. Adek Lamhot H. Sagala, SH / dr. R. Evlin M Simanjuntak, dan tesis ini kupersembahkan sebagai wujud kasih sayang kami buat Adekku ASTETYS NOVALIN SAGALA (Alm).
Penulis menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna, namun semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan kepada penulis khususnya
Medan, Januari 2012
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Silviana Yanidah Sagala, lahir di Medan pada tanggal 12 Mei 1979, anak Pertama dari Tiga bersaudara pasangan Drs. Janiasal Sagala dan Ibunda Rosminar Situmorang.
Menempuh pendidikan Sekolah Dasar di Sekolah Dasar (SD) Katolik Santa Maria Tarutung, tamat dan lulus tahun 1991. Melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri Onan Hasang Kec. Pahae Julu, tamat dan lulus tahun 1994. Selanjutnya melanjutkan pendidikan ke SMU RK. Serdang Murni Lubuk Pakam, tamat dan lulus tahun 1997. Kemudian melanjutkan pendidikan di Fakultas Pertanian Universitas HKBP Nommensen Medan, tamat dan lulus pada tahun 2002. Tahun 2009 melanjutkan studi Strata Dua (S-2) di Universitas Sumatera Utara pada Program Studi P Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD).
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 6
1.3. Tujuan Penelitian ... 6
1.4. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1. Teori Produksi dan Konsumsi ... 8
2.2. Peran Beras dalam Ketahanan Pangan ... 12
2.3. Kebijakan Beras ... 17
2.4. Konsumsi dan Ketersediaan Beras... ... 18
2.5. Pengembangan Wilayah... ... 23
2.6. Penelitian Terdahulu ... .... 25
2.7. Kerangka Pemikiran ... 27
2.8. Hipotesis Penelitian ... 29
BAB III METODE PENELITIAN ... 31
3.1. Metode Penentuan Wilayah ... 31
3.3. Metode Analisis Data ... 32
3.3.1. Analisis Deskriptif ... 32
3.3.2. Analisis Kuantitatif ... 32
3.4. Definisi Operasional... 35
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 37
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 37
4.1.1. Profil Kabupaten Deli Serdang ... 37
4.1.2. Geografis dan Topografi ... 40
4.1.3. Demografi ... 42
4.1.4. Kondisi Ekonomi Kabupaten Deli Serdang ... 43
4.2. Produksi Beras di Kabupaten Deli Serdang ... 45
4.3. Konsumsi Beras di Kabupaten Deli Serdang ... 47
4.4. Hasil Analisis dan Pembahasan ... 49
4.4.1. Luas Areal Panen Padi ... 49
4.4.2. Konsumsi Beras ... 51
4.4.3. Harga Eceran Beras ... 53
4.5. Uji Asumsi Klasik ... 55
4.5.1. Luas Areal Panen Padi ... 56
4.5.2. Konsumsi Beras ... 58
4.5.1. Harga Beras Eceran ... 59
4.6. Keterkaitan Ketersediaan Beras dengan Pengembangan Wilayah Kabupaten Deli Serdang ... 61
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 63
5.1. Kesimpulan ... 63
5.2. Saran ... 64
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1.1. Luas Tanam dan Produksi Padi di Kabupaten Deli Serdang ... 5
4.1. Luas Wilayah Kabupaten Deli Serdang Berdasarkan Kecamatan ... 39
4.2. Jumlah Penduduk Kabupaten Deli Serdang Tahun 2010 ... 43
4.3. PDRB Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009-2010 ... 45
4.4. Luas Panen dan Produksi Padi di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2004 – 2010 ... 46
4.5. Produksi Padi dan Beras di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2004 – 2010 ... 47
4.6. Konsumsi Beras di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2004 – 2010 ... 48
4.7. CorrelationTest ... 56
4.8. Uji Glejser ... 57
4.9. CorrelationTest ... 58
4.10. Uji Glejser ... 59
4.11. CorrelationTest ... 60
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul
Halaman 2.1. Model Alokasi Output Dari Petani Subsisten untuk Konsumsi
Rumah Tangga dan Dijual Konsumsi RT ... 16
4.1. Hasil Analisis Jarque-Bera Luas Areal Panen Padi ... 56
4.2. Hasil Analisis Jarque-Bera Konsumsi Beras ... 58
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul
Halaman 1. Produktivitas Padi, Luas Panen dan Produksi Padi di Kabupaten
Deli Serdang, 2004-2010 ……….. 68
2. Harga Gabah, Luas Panen, Upah Tenaga Kerja dan Penggunaan
Pupuk Urea ……… 69
3. Produksi Padi, Faktor Konversi dan Produksi Beras ………. 70
4. Luas Areal Panen Padi Sawah dan Variabel yang Mempengaruhi … 71
5. Konsumsi Beras dan Variabel yang Mempengaruhi ………. 72
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN BERAS DI KABUPATEN DELI SERDANG
ABSTRAK
Beras telah menjadi komoditas strategis dalam kehidupan bernegara di Indonesia. Selain sebagai sumber pangan pokok, beras juga menjadi sumber penghasilan bagi petani dan kebutuhan hidup sehari-hari bagi jutaan penduduk. Beras juga bisa dijadikan sebagai komoditas politik karena keberadaannya tidak dapat digantikan oleh komoditas lain dan harus dalam jumlah yang memadai. Meskipun pemerintah telah mengupayakan diversifikasi pangan, namun sampai saat ini belum mampu mengubah preferensi penduduk terhadap bahan pangan beras. Oleh karena itu, ketersediaan beras harus selalu terjaga, berkelanjutan, bahkan harus ditingkatkan. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apa yang mempengaruhi luas areal panen padi di Kabupaten Deli Serdang, faktor-faktor apa yang mempengaruhi konsumsi beras di Kabupaten Deli Serdang, dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi harga eceran beras di Kabupaten Deli Serdang. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi luas areal panen padi, konsumsi beras, serta harga eceran beras di Kabupaten Deli Serdang.
Penelitian ini menggunakan data sekunder runtun waktu (time series) tahun 2004-2010. Data yang dikumpulkan adalah data per semester. Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif dan analisis kuantitatif.
Berdasarkan hasil penelitian, bahwa variabel luas areal irigasi dan harga pupuk urea berpengaruh positif, sedangkan harga gabah di tingkat petani dan curah hujan daerah setempat berpengaruh negatif. Secara parsial, hanya variable luas areal irigasi yang berpengaruh signifikan terhadap luas areal panen di Kabupaten Deli Serdang. Pada persamaan konsumsi beras, variabel pendapatan perkapita dan harga beras berpengaruh positif terhadap konsumsi beras. Secara parsial, harga beras dan pendapatan perkapita berpengaruh signifikan terhadap konsumsi beras di Kabupaten Deli Serdang. Pada persamaan harga eceran beras, variabel jumlah konsumsi beras dan lag harga eceran beras berpengaruh positif sedangkan lag jumlah produksi beras berpengaruh negatif. Hanya variabel konsumsi beras yang berpengaruh nyata, sedangkan yang lainnya tidak berpengaruh nyata.
ANALYSIS FACTORS THAT INFLUENCE AVAILABILITY OF RICE AT DISTRICT OF DELI SERDANG
ABSTRACT
Rice is a strategic commodity in the life state in Indonesia. Beside a source of main food, rice is also a source of income for farmers and the daily needs for millions people. Rice can also be a political commodity because its existence can not be replaced by another commodity and must be in adequate amounts. Although the government has sought diversification of food, but not been able to turn the population preferences against rice food. Therefore, the availability of rice should be maintained always, sustained, and even be enhanced. The formulation of the problem in this study is what factors affect the rice crop area at district of Deli Serdang, what factors that influence the consumption of rice at district of Deli Serdang, and what factors influence the retail prices of rice at district of Deli Serdang. The research objective was to analyze the factors that affect the rice crop acreage, consumption of rice, as well as the retail price of rice in the district of Deli Serdang
This study used secondary data time series of 2004-2010. The data collected semi annual. Data analysis by descriptive analysis and quantitative analysis. Based on this research, that the area of irrigation and the urea fertilizer prices variables has a positive effect, while the price of grain at the farm level and rainfall negatively affect. Partially, only the area of irrigation variables which significantly influence the crop acreage in the district of Deli Serdang. On the rice consumption equation, the rices prices and the income per capita had a positive effect on rice consumption. And partially, the price of rice and the income per capita had a significant effect on rice consumption at district of Deli Serdang. In the rice retail price equation, the amount of rice consumption and the lagged retail price of rice had a positive effect while the lag negatively affect the amount of rice production. Only the consumption of rice that had significantly effect, while others are not significantly effect.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk
Indonesia yang memberikan energi dan zat gizi yang tinggi. Beras sebagai komoditas
pangan pokok dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat. Bahkan preferensi
masyarakat terhadap beras semakin besar. Berdasarkan data Susenas 1990-1999,
tingkat partisipasi konsumsi beras di setiap provinsi maupun tingkatan pendapatan
mencapai sekitar 97-100 %. Ini artinya hanya sekitar 3 % rumah tangga yang tidak
mengkonsumsi beras sebagai pangan pokok terutama pangan pokok tunggal. Tingkat
partisipasi konsumsi beras yang lebih kecil 90 % hanya ditemukan di pedesaan
Papua. Sebagai gambaran, tingkat konsumsi beras rata-rata di kota tahun 1999 adalah
96,0 kg per kapita /tahun dan didesa adalah 111,8 kg per kapita/tahun (Suharno,
2005).
Beras telah menjadi komoditas strategis dalam kehidupan bernegara di
Indonesia. Selain sebagai sumber pangan pokok, beras juga menjadi sumber
penghasilan bagi petani dan kebutuhan hidup sehari-hari bagi jutaan penduduk. Beras
juga bisa dijadikan sebagai komoditas politik karena keberadaannya tidak dapat
digantikan oleh komoditas lain dan harus dalam jumlah yang memadai. Meskipun
mampu mengubah preferensi penduduk terhadap bahan pangan beras. Oleh karena
itu, ketersediaan beras harus selalu terjaga, berkelanjutan, bahkan harus ditingkatkan.
Dalam hal produksi beras, hingga saat ini Pulau Jawa masih memegang
peranan penting, meskipun beberapa daerah seperti Sumatera, Sulawesi dan
Kalimantan merupakan daerah produksi beras. Namun tingkat produksi yang
dihasilkan oleh daerah-daerah tersebut tidak seperti yang dihasilkan oleh Pulau Jawa.
Sehingga produksi beras nasional semakin menurun dan Indonesia menjadi negara
pengimpor beras terbesar (Amang dan Sawit, 1999).
Pembangunan pertanian dalam upaya peningkatan produksi beras terasa
semakin berat dan kompleks karena selain dihadapkan pada masalah internal yang
klasik juga dihadapkan dengan berbagai macam isu global dan perubahan lingkungan
yang semakin buruk. Tingginya permintaan pangan, terutama beras dan peningkatan
jumlah penduduk juga menjadi masalah dalam pencapaiannya. Oleh karena itu,
gerakan peningkatan produksi beras nasional melalui perubahan teknologi dan adanya
inovasi harus didukung oleh semua daerah di seluruh Indonesia.
Cadangan pangan terutama beras merupakan komponen yang sangat penting
dalam penyediaan pangan, karena dapat difungsikan sebagai stabilitor pasokan
pangan pada saat produksi atau pasokan tidak mencukupi. Informasi mengenai stok
beras ini sangat penting untuk mengetahui situasi katahanan pangan, baik di tingkat
rumah tangga, kabupaten, wilayah maupun nasional. Informasi stok beras pemerintah
(pada saat ini Bulog). Namun demikian, informasi mengenai stok gabah/beras di
masyarakat lebih sulit diperoleh dan data stok ini tidak tersedia secara rutin. Di sisi
lain data stok ini sangat dibutuhkan dalam penentuan kebijakan sektor pertanian
karena menyangkut ketersediaan pangan di suatu wilayah.
Konsumsi merupakan faktor yang sangat penting dalam menghitung
kebutuhan pangan di suatu wilayah baik tingkat kabupaten, provinsi, maupun
nasional. Data konsumsi beras per kapita sampai saat ini diduga terlalu rendah,
sehingga membuat persoalan pada saat menghitung kebutuhan beras. Untuk itu perlu
dilakukan penelitian konsumsi di rumah tangga produsen dan konsumen. Data
produksi selama ini telah dikumpulkan oleh BPS dan Departemen Pertanian. Untuk
menghitung ketersedian beras di suatu wilayah diperlukan data produksi dan
perdagangan (impor dan ekspor). Untuk menghitung kebutuhan diperlukan data
konsumsi. Selisih antara ketersediaan dan kebutuhan merupakan stok (Pudjadi dan
Harisno, 2007). Informasi ketersediaan dan kebutuhan yang dihitung dari konsumsi
dan stok beras sangat diperlukan oleh para pengambil kebijakan apakah harus
melakukan impor atau tidak, apakah harus mendatangkan beras dari wilayah lain atau
tidak, apakah cadangan beras mencukupi dan harga terjangkau. Untuk bisa menjawab
permasalahan tersebut maka diperlukan survei stok dan konsumsi gabah/beras di
suatu wilayah.
Otonomi daerah merupakan ruang bagi setiap daerah untuk melakukan
perubahan dan inovasi dalam mendukung upaya membangun ketahanan pangan yang
dengan peningkatan produksi dan diversifikasi. Jika setiap daerah telah
mengupayakan program pencapaian swasembada pangan dalam konteks lokal, maka
selanjutnya akan bermuara pada pencapaian swasembada pangan di tingkat nasional.
Provinsi Sumatera Utara merupakan daerah yang memiliki potensi pertanian
cukup besar dan sebagai lumbung pangan di wilayah Sumatera Bagian Barat. Hal ini
dikarenakan agroklimat, sumberdaya alam dan budaya serta masyarakatnya sebagian
besar bekerja di sektor pertanian khususnya tanaman pangan. Disamping letak
geografisnya yang sangat strategis, Provinsi Sumatera Utara menjadi salah satu
potensi lokasi pemasaran produk-produk hasil pertanian.
Ketahanan pangan bagi Provinsi Sumatera Utara masih menjadi masalah
penting. Provinsi Sumatera Utara sejak tahun 1980-an menjadi daerah swasembada
pangan. Status swasembada pangan tersebut sulit dipertahankan karena terjadi
penurunan produksi. Beberapa penyebab yang memunculkan lemahnya ketahanan
pangan ini dimulai dari adanya kekeliruan dalam pengelolaan lahan-lahan pertanian
hingga pada kurangnya ketersediaan berbagai sarana produksi yang ada. Masalah
pengelolaan lahan pertanian adalah masalah yang relatif sukar untuk ditangani. Hal
ini karena lahan merupakan faktor produksi yang bersifat terbatas, yang tidak
memiliki potensi untuk mendukung produksi pertanian apabila tidak dikelola oleh
manusia. Selain itu lahan pertanian juga bukan lagi menjadi faktor penting dalam
berproduksi, mengingat lahan pertanian semakin lama semakin berkurang luasannya
Salah satu daerah sentra beras di Provinsi Sumatera Utara adalah Kabupaten
Deli Serdang, dengan luas dan produksi padi yang terus meningkat setiap tahun,
sebagaimana disajikan pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1. Luas Tanam dan Produksi Padi di Kabupaten Deli Serdang
Tahun Luas Tanam (Ha) Produksi (ton)
2005 73,161 358,887
2006 76,888 383,531
2007 78,381 392,709
2008 75,900 381,955
2009 85,409 389,596
2010 86,495 441,895
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang, 2011
Tabel 1.1 menunjukkan bahwa peningkatan luas lahan secara linier
meningkatkan produksi padi. Namun demikian ditingkat usahatani, produksi padi
juga ditentukan oleh potensi produksi atau produktivitas varietas padi yang ditanam.
Sebagai kebutuhan pokok, kebutuhan beras akan semakin meningkat dengan
peningkatan jumlah penduduk. Oleh karena itu, pertumbuhan penduduk juga
merupakan salah satu faktor yang akan mempengaruhi ketersediaan beras di satu
daerah. Kabupaten Deli Serdang sebagai salah satu sentra produksi beras di Sumatera
Utara, akan berimplikasi terhadap pemenuhan kebutuhan beras di Sumatera Utara,
oleh karena itu pertambahan penduduk di Sumatera Utara juga akan mempengaruhi
Sebagai salah satu daerah yang memiliki jumlah penduduk yang besar dengan
makanan pokok mayoritas beras, maka swasembada, kemandirian dan ketahanan
pangan (beras) merupakan salah satu hal yang krusial dan menjadi suatu keharusan
dalam perwujudannya karena merupakan kunci stabilitas ekonomi daerah dan negara
Indonesia umumnya.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka yang menjadi
permasalahan penelitian ini adalah:
1. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi luas areal panen padi di Kabupaten Deli
Serdang?
2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi konsumsi beras di Kabupaten Deli
Serdang?
3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi harga eceran beras di Kabupaten Deli
Serdang?
4. Bagaimana keterkaitan ketersediaan beras dengan pengembangan wilayah di
Kabupaten Deli Serdang?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah penelitian di atas, maka
yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi luas areal panen padi di
2. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi beras di
Kabupaten Deli Serdang.
3. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga eceran beras di
Kabupaten Deli Serdang.
4. Untuk mengetahui keterkaitan ketersediaan beras dengan pengembangan wilayah
di Kabupaten Deli Serdang.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang dalam
upaya meningkatkan ketersediaan beras di Kabupaten Deli Serdang.
2. Sebagai metode alternatif dalam pengambilan keputusan strategis bagi birokrat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori Produksi dan Konsumsi
Produksi adalah tindakan dalam membuat komoditi, baik berupa barang
maupun jasa (Lipsey, 1993). Sedangkan menurut Putong (2003), produksi atau proses
memproduksi adalah menambah kegunaan (nilai guna) suatu barang. Suatu proses
produksi membutuhkan faktor-faktor produksi, yaitu alat dan sarana untuk melakukan
proses produksi. Proses produksi juga melibatkan suatu hubungan yang erat antara
faktor-faktor produksi yang digunakan dengan produk yang dihasilkan. Dalam
pertanian, proses produksi sangat kompleks dan terus-menerus berubah seiring
dengan kemajuan teknologi.
Menurut Salvatore (2001), fungsi produksi merupakan hubungan matematis
antara input dan output. Fungsi produksi selain menggambarkan hubungan erat antara
input dan output juga menggambarkan tingkat di mana sumberdaya diubah menjadi
produk. Sedangkan menurut Putong (2003) fungsi produksi adalah hubungan teknis
bahwa produksi hanya bisa dilakukan dengan menggunakan faktor produksi. Bila
faktor produksi tidak ada, maka produksi juga tidak ada.
Sukirno (2009) menyatakan bahwa fungsi produksi adalah hubungan diantara
faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang diciptakannya. Faktor–faktor
dalam teori ekonomi, di dalam menganalisis mengenai produksi selalu dimisalkan
bahwa tiga faktor produksi (tanah, modal dan keahlian kewirausahaan) adalah tetap
jumlahnya. Hanya tenaga kerja yang dipandang sebagai faktor produksi yang
berubah-ubah jumlahnya. Dengan demikian dalam menggambarkan hubungan
diantara faktor produksi yang digunakan dan tingkat produksi yang dicapai, yang
digambarkan adalah hubungan diantara jumlah tenaga kerja yang digunakan dan
jumlah produksi yang dicapai. Fungsi produksi dapat dinyatakan sebagai berikut
(Sukirno, 2009):
Q = f ( K, L, R, T )
Di mana K adalah jumlah stok modal, L adalah jumlah tenaga kerja dan ini
meliputi berbagai jenis tenaga kerja dan kemampuan kewirausahaan, R adalah
kekayaan alam, dan T adalah tingkat teknologi yang digunakan. Sedangkan Q adalah
jumlah produksi yang dihasilkan.
Di dalam ilmu ekonomi dikenal dengan adanya fungsi produksi yang
menunjukkan adanya hubungan antara hasil produksi fisik (output) dengan
faktor-faktor produksi (input). Faktor produksi adalah semua pengorbanan yang diberikan
pada produk agar produk tersebut mampu menghasilkan dengan baik (Soekartawi,
2002). Dalam bentuk matematika sederhana fungsi tersebut dituliskan sebagai
berikut:
Y = f (X1,X2,X3...Xn
di mana : Y = hasil produksi fisik )
Di dalam produksi pertanian, faktor produksi memang menentukan besar
kecilnya produksi yang akan diperoleh. Untuk menghasilkan produksi (output) yang
optimal maka penggunaan faktor produksi tersebut dapat digabungkan. Dalam
berbagai literatur menunjukkan bahwa faktor produksi lahan, modal untuk membeli
bibit, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja dan aspek manajemen adalah faktor produksi
terpenting diantara faktor produksi yang lain (Soekartawi, 2002), seperti tingkat
pendidikan, tingkat pendapatan, tingkat keterampilan dan lain-lain.
Produksi pertanian tidak terlepas dari pengaruh kondisi alam setempat yang
merupakan salah satu faktor pendukung produksi. Selain keadaan tanah yang cocok
untuk kondisi tanaman tertentu, iklim juga sangat menentukan apakah suatu komoditi
pertanian cocok untuk dikembangkan di daerah tersebut. Seperti halnya tanaman
pertanian padi. Hanya pada kondisi tanah dan iklim tertentu dapat tumbuh dan
berproduksi dengan baik.
Keadaan tanah dapat diatasi dengan penggunaan pupuk. Oleh karena itu salah
satu faktor produksi padi adalah harga pupuk, selain dari harga output padi sendiri.
Iklim yang mendukung dengan curah hujan yang tinggi sangat mempengaruhi
pertumbuhan padi, karena tanaman padi terkait dengan ketersediaan air. Jika curah
hujan tinggi, maka ketersediaan air juga akan meningkat. Akan tetapi perlu adanya
faktor pendukung lain diantara dibangunnya sarana dan prasarana pertanian seperti
irigasi agar kondisi air tetap terjaga dengan baik. Selain itu juga perlu adanya
perluasan areal sawah yang terintensifikasi yaitu dengan adanya program-program
(Bimas), Intensifikasi Massal (Inmas), Intensifikasi Khusus (Insus), (ii)
ekstensifikasi; seperti program percetakan sawah baru, perluasan areal pertanian di
luar Pulau Jawa, (iii) diversifikasi; seperti usaha campuran antara tanaman yang satu
dengan tanaman yang lainnya (tumpang sari, tumpang gilir dan sebagainya), dan (iv)
rehabilitasi; yaitu meningkatkan produksi dengan cara merehabilitasi faktor
pendukung yang menentukan produksi (Soekartawi, 2002).
Sedangkan konsumsi adalah kegiatan menghabiskan atau menggunakan
barang untuk keperluan tertentu. Adanya kegiatan konsumsi dalam jumlah besar
maka terbentuklah permintaan. Teori ekonomi menyatakan bahwa permintaan suatu
jenis barang sangat tergantung pada harga barang tersebut, yang dihubungkan dengan
tingkat pendapatan, selera, harga barang substitusi dan sebagainya. Bagi orang yang
berpendapatan rendah, elastisitas terhadap barang kebutuhan pokok atau primer lebih
tinggi daripada terhadap barang-barang mewah. Sebaliknya, bagi orang yang
berpendapatan tinggi elastisitasnya lebih besar terhadap barang mewah daripada
barang kebutuhan pokok.
Kebutuhan terhadap bahan pangan merupakan salah satu diantara
barang-barang primer. Bagi penduduk Indonesia, beras merupakan bahan makanan yang
lebih superior daripada bahan pangan lainnya seperti jagung, ubi, sagu dan lainnya.
Sehingga bagi masyarakat yang berpendapatan rendah akan berupaya semaksimal
mungkin untuk memenuhi kebutuhan pangan pokoknya, terutama pangan beras. Oleh
karena itu, konsumsi pangan sangat terkait erat dengan tingkat kesejahteraan
dan protein yang dikonsumsi penduduk semakin meningkat, sampai akhirnya
melewati standar kecukupan konsumsi per kapita sehari. Kecukupan gizi yang
dianjurkan per kapita per hari adalah penyediaan energy 2.500 kalori dan protein 55
gram.
Permintaan terhadap beras sendiri secara umum dibagi kedalam permintaan
untuk tujuan pangan dan non pangan (Benu, 1996). Permintaan beras untuk tujuan
pangan adalah untuk benih, makanan, pakan, dan industri. Secara keseluruhan di
Indonesia permintaan beras untuk tujuan pangan menempati posisi yang lebih besar
daripada untuk tujuan nonpangan. Salah satu faktor yang langsung mempengaruhi
permintaan terhadap beras adalah jumlah penduduk.
Menurut Mangahas (dalam Benu, 1996), bahwa terdapat kenyataan di mana
jumlah penduduk merupakan determinan utama dari kenaikan dalam permintaan
produk pertanian. Sehingga jika suatu wilayah dengan kebutuhan pangan pokoknya
adalah beras, maka peningkatan jumlah penduduk akan semakin meningkatkan
permintaan terhadap beras.
2.2. Peran Beras dalam Ketahanan Pangan
Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, karena itu
pemenuhan atas pangan menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam
mewujudkan sumberdaya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan
pembangunan nasional. Pembangunan pangan dan gizi perlu diposisikan sebagai
Ketahanan pangan dianggap sebagai pilar pembangunan, sekaligus merupakan
salah satu faktor penentu tingkat kesejahteraan. Pengertian ketahanan pangan adalah
kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga yang tercermin dari
tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan
terjangkau seperti tercantum dalam UU No. 7/1999 tentang Pangan. Ketahanan
pangan mensyaratkan terwujudnya secara simultan dan setiap saat seperti
ketersediaan pangan yang cukup dan meratadi seluruh wilayah, sekaligus kemampuan
setiap rumah tangga untuk mengkonsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu, dan
bergizi seimbang.
Beras merupakan komoditas pangan yang dijadikan makan pokok bagi bangsa
Asia, khususnya Indonesia, Thailand, Malaysia, Vietnam, Jepang dan Myanmar.
Beras adalah hasil olahan dari produk pertanian yang berasal dari padi. Menurut
Khimaidi (1997) makanan pokok adalah makanan yang dalam sehari-hari, mengambil
porsi terbesar dalam hidangan dan merupakan sumber energi terbesar. Sedangkan
pangan pokok utama adalah pangan yang dikonsumsi oleh sebagian besar penduduk
serta dalam situasi normal tidak dapat diganti oleh jenis komoditas lain.
Menurut Suryana dan Mardianto (2001), beras mempunyai peran yang
strategis dalam memantapkan ketahanan pangan, ketahanan ekonomi dan ketahanan
atau stabilitas politik nasional. Beras memiliki karakteristik menarik antara lain: (1)
90% produksi dan konsumsi beras dilakukan di Asia; (2) pasar beras dunia sangat
rendah, yaitu hanya 4-5% dari total produksi, berbeda dengan komoditi tanaman
20%, 15%, dan 30% dari total produksi; (3) harga beras sangat tidak stabil dibanding
dengan produk lainnya; (4) 80% perdagangan beras dunia dikuasai oleh enam negara,
yaitu Thailand, Amerika Serikat, Vietnam, Pakistan, Cina dan Myanmar; (5) struktur
pasar oligopolistik; (6) Indonesia merupakan negara net importir sejak tahun1998;
dan (7) sebagian besar negara di Asia, umumnya beras diperlakukan sebagai wage
goods dan political goods. Oleh karena itu, peran beras dalam pemenuhan kebutuhan
pangan sangat besar.
Darwanto (2005) menggambarkan bahwa ketahanan pangan sangat tergantung
dari ketersediaan stok beras yang bisa disediakan secara nasional. Beras dapat
digolongkan menjadi komoditas subsisten karena produk yang dihasilkan (Q)
digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga produsen atau petani (C)
dan selebihnya untuk dijual ke pasar (M). Secara matematik alokasi tersebut dapat
diformulasikan sebagai:
Q = C + M ……….. (2.1)
Untuk alokasi tersebut dapat dijelaskan pada Gambar 2.1 dengan sumbu datar
(OF) menggambarkan jumlah produk komoditas subsisten (beras) dan sumbu tegak
(OCnr) menggambarkan konsumsi barang atau produk lain yang tidak diproduksi
oleh rumahtangga petani. Panjang sumbu datar OF menggambarkan total produk (Q)
dengan alokasi untuk konsumsi rumahtangga (C) dan untuk dijual ke pasar (M).
Dengan anggapan bahwa produksi beras mempunyai kontribusi yang relatif
besar terhadap pendapatan rumah tangga maka untuk produk sebesar Q0 tersebut
M0 untuk dijual ke pasar untuk memaksimalkan utility atau kesejahteraan anggota
rumahtangga (U0). Teori klasik menyatakan bahwa jumlah hasil yang dijual ke pasar
oleh rumahtangga petani akan tergantung pada tingkat harga produk, yaitu semakin
tinggi harga produk maka akan semakin besar jumlah produk yang dijual. Namun,
untuk produk komoditas subsisten ini pertimbangan harga produk tersebut bukan
satu-satunya pertimbangan petani untuk memutuskan besaran jumlah barang yang
dijual kepasar tetapi masih akan mempertimbangkan pula harga barang kebutuhan
lain yang tidak diproduksi oleh rumahtangga petani tersebut, dengan kata lain dapat
disebutkan bahwa besaran jumlah hasil yang dijual ke pasar tersebut akan tergantung
pada besarnya kebutuhan uang tunai untuk membeli produk barang atau jasa yang
tidak dihasilkan oleh rumahtangga petani tersebut. Untuk gambaran tersebut maka
dapat dikemukakan pertimbangan harga tersebut dicerminkan oleh perbandingan
harga yaitu Pi= Pr/ Pnr
Semakin tinggi harga beras relatif terhadap harga barang lain maka semakin
sedikit jumlah produk yang dijual ke pasar karena mampu untuk membeli barang lain
dengan hanya menjual beras sejumlah itu. Sebaliknya semakin rendah harga beras
relatif terhadap barang lain maka petani akan menjual semakin banyak beras agar
mampu membeli barang lain yang dibutuhkan rumahtangganya. Dengan demikian
jika harga beras relatif lebih rendah dari harga barang lain maka kemampuan
rumahtangga petani untuk membeli barang lain menurun yang berarti pula menurun dengan r = rice dan nr = barang lain atau sebagai koefisien
tingkat kesejahteraannya. Namun, ditinjau dari ketersediaan beras di pasar akan
meningkat karena petani menjual lebih banyak berasnya ke pasar.
[image:33.612.121.519.172.474.2]Sumber: Toquero, et.aldalam Darwanto (2005)
Gambar 2.1. Model Alokasi Output Dari Petani Subsisten untuk Konsumsi Rumah Tangga dan Dijual Konsumsi RT
Produksi dalam negeri dapat saja diestimasi dengan menggunakan fungsi
produksi secara langsung, di mana total produksi merupakan fungsi dari luas panen,
harga komoditas yang bersangkutan, harga komoditas pesaing, harga masukan, dan
teknologi (Adnyana, 2001). Namun, Gemil (1978) dalam Afrianto (2010)
mengemukakan bahwa fungsi areal panen dan fungsi produktivitas adalah dua fungsi
2.3. Kebijakan Beras
Kebijakan dapat digunakan sebagai suatu peraturan yang telah dirumuskan
dan disetujui untuk dilaksanakan guna mempengaruhi suatu keadaan yang terjadi
pada masyarakat umum. Menurut Sanim dalam Situmorang (2005) kebijakan adalah
campur tangan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mempengaruhi secara sektoral
(magnitude) dari suatu aktivitas yang dilakukan masyarakat. Secara umum kebijakan
ekonomi dapat dibedakan kedalam dua kategori yaitu kebijakan pada tingkat makro
dan tingkat mikro.
Kebijakan pada tingkat makro meliputi kebijakan fiskal dan moneter yang
diarahkan untuk menciptakan kondisi kondusif untuk menumbuhkembangkan
produksi pangan, kelancaran distribusi dan meningkatkan akses dan kemampuan
masyarakat untuk memperoleh pangan yang cukup sesuai kebutuhannya. Sedangkan
pada tingkat mikro, diarahkan untuk mewujudkan produktivitas usaha, efisiensi,
pemerataan pendapatan, dan peningkatan daya saing (Sudaryanto, Rahman dan Bahri,
2000).
Kebijakan nasional pemerintah yang paling menonjol pada pemasaran beras di
Indonesia dimulai sejak tahun 1968/69 adalah kebijakan harga, stabilitas harga dalam
negeri dan perdagangan (Darmanto dalam Suryana dan Mardianto, 2001). Sebagai
instrumen kebijakan harga adalah penetapan harga dasar dengan tujuan meningkatkan
produksi beras dan pendapatan petani melalui pemberian jaminan harga yang wajar
perlindungan kepada konsumen. Agar pelaksanaan tersebut berjalan efektif,
pemerintah menunjang dengan sistem pengelolaan stok beras nasional melalui Badan
Urusan Logistik (Bulog) di tingkat nasional dan Depot Logistik (Dolog) untuk tingkat
propinsi.
Namun menurut Bahri dalam Suryana dan Mardianto (2001) penetapan
kebijakan harga dasar gabah memiliki keterbatasan pada kemampuan anggaran
pemerintah dan hanya membuat kredibilitas pemerintah semakin menurun. Karena
perubahan secara drastis mungkin akan membuat gejolak, maka diperlukan kebijakan
transisi dalam bentuk kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Melalui
kebijakan ini pemerintah melakukan pembelian (pada masa panen raya) dengan
jumlah yang ditentukan pada tingkat harga pasar.
Kebijakan ini tidak distortif karena sifatnya hanya menambah permintaan
sehingga pada tingkat harga pasar, petani telah memperoleh keuntungan yang
memadai. Selain kebijakan di atas, beberapa kebijakan beras nasional lainnya adalah
kebijakan produksi yang bertujuan untuk mencukupi kebutuhan beras dalam negeri
melalui intensifikasi dan ekstensifikasi, kebijakan impor bertujuan untuk menekan
dan mengurangi tingkat ketergantungan impor beras Indonesia yang
diimplementasikan melalui dua instrumen pokok yaitu hambatan tarif dan non tarif
(quota tarif), dan kebijakan distribusi yang diperlukan untuk menjaga ketahan pangan
setiap daerah.
Cadangan pangan terutama beras merupakan komponen yang sangat penting
dalam penyediaan pangan, karena dapat difungsikan sebagai stabilitor pasokan
pangan pada saat produksi atau pasokan tidak mencukupi. Informasi mengenai stok
beras ini sangat penting untuk mengetahui situasi katahanan pangan, baik di tingkat
rumah tangga, kabupaten, wilayah maupun nasional. Informasi stok beras pemerintah
relatif lebih mudah diperoleh karena penyelenggaranya adalah instansi pemerintah
(pada saat ini Bulog). Namun demikian, informasi mengenai stok gabah/beras di
masyarakat lebih sulit diperoleh dan data stok ini tidak tersedia secara rutin (Pudjadi
dan Harisno, 2007).
Di sisi lain data stok ini sangat dibutuhkan dalam penentuan kebijakan sektor
pertanian karena menyangkut ketersediaan pangan di suatu wilayah. Konsumsi
merupakan faktor yang sangat penting dalam menghitung kebutuhan pangan di suatu
wilayah baik tingkat kabupaten, provinsi, maupun nasional. Data konsumsi beras per
kapita sampai saat ini diduga terlalu rendah, sehingga membuat persoalan pada saat
menghitung kebutuhan beras. Untuk itu perlu dilakukan penelitian konsumsi di
rumah tangga produsen dan konsumen (Brien, 2003).
Data produksi selama ini telah dikumpulkan oleh BPS dan Departemen
Pertanian. Untuk menghitung ketersedian beras di suatu wilayah diperlukan data
produksi dan perdagangan (impor dan ekspor). Untuk menghitung kebutuhan
diperlukan data konsumsi. Selisih antara ketersediaan dan kebutuhan merupakan stok.
Besarnya stok perlu diuji sehingga perlu survei stok yang selanjutnya diolah menjadi
Informasi ketersediaan dan kebutuhan yang dihitung dari konsumsi dan stok
beras sangat diperlukan oleh para pengambil kebijakan apakah harus melakukan
impor atau tidak, apakah harus mendatangkan beras dari wilayah lain atau tidak,
apakah cadangan beras mencukupi dan harga terjangkau. Untuk bisa menjawab
permasalahan tersebut maka diperlukan survei stok dan konsumsi gabah/beras di
suatu wilayah. Konsumsi beras per kapita berdasarkan Susenas 2005 adalah sebesar
1.844 kg/kapita/minggu atau 0.2634 kg/kapita/hari atau 95.888 kg/kapita/tahun. Nilai
tersebut hanya konsumsi rumah tangga, belum termasuk konsumsi di luar rumah
tangga. Konsumsi di luar rumah tangga berupa makanan yang dibeli dari luar dan
tidak diolah di rumah. Perhitungan kebutuhan beras membutuhkan data konsumsi
langsung yaitu konsumsi di rumah ketepatan perhitungan kebutuhan beras perlu
dilakukan penelitian konsumsi beras rumah tangga maupun konsumsi makanan jadi
berbahan baku beras di luar rumah tangga. Jika angka konsumsi makanan yang dibeli
di luar rumah tangga dapat diduga besarnya, maka angka tersebut dapat menjadi
perbandingan dengan konsumsi rumah tangga atau berapa persen konsumsi makanan
jadi di luar rumah tangga dibandingkan dengan konsumsi rumah tangga (Pudjadi dan
Harisno, 2007).
Stok adalah sejumlah bahan makanan yang disimpan/dikuasai oleh
pemerintah atau swasta seperti yang ada di pabrik, gudang, depo, lumbung
petani/rumah tangga dan pasar/pedagang, yang dimaksud sebagai cadangan dan akan
digunakan apabila sewaktu-waktu diperlukan (Brien, 2003).
Secara matematis, ketersediaan beras secara nasional adalah produksi dalam
negeri ditambah ekspor netto (impor dikurangi ekspor) ditambah stok periode
sebelumnya. Jika lingkupnya wilayah maka ketersediaan beras adalah produksi
wilayah tersebut ditambah distribusi masuk dikurangi keluar dan ditambah stok
periode sebelumnya. Beras yang tersedia ini digunakan untuk kebutuhan dalam
negeri yang terdiri dari konsumsi penduduk, bibit, industry pengolahan dan
sebagainya. Sedangkan sisanya merupakan stok yang berada di pemerintah dan
masyarakat (Brien, 2003).
b. Rumahtangga petani (produsen)
Rumah tangga petani (produsen) adalah rumah tangga di mana salah satu atau
lebih anggota rumah tangganya mengusahakan tanaman padi dan melakukan
panen, sehingga mempunyai kontribusi terhadap produksi padi (BPS dan BBKP,
2004).
c. Rumahtangga petani (konsumen)
Rumah tangga petani (konsumen) adalah rumah tangga di mana tidak ada salah
satu atau lebih anggota rumah tangganya yang mengusahakan tanaman padi dan
melakukan panen, sehingga tidak mempunyai kontribusi terhadap produksi padi
dan menggunakan beras sebagai bahan makan utama (Brien, 2003).
d. Stok gabah/beras di rumahtangga
Stok gabah/beras di rumahtangga adalah banyaknya gabah/beras yang disimpan di
rumah tangga baik untuk keperluan cadangan maupun untuk konsumsi sehari-hari
e. Konsumsi
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, konsumsi adalah pemakaian
barang-barang hasil industri (bahan pakaian, makanan, dsb) atau barang-barang-barang-barang yang
langsung memenuhi keperluan hidup kita. Sedangkan dalam penelitian ini, batasan
konsumsi adalah sejumlah bahan makanan (beras) yang dimasak oleh rumah
tangga maupun konsumsi dalam bentuk lain seperti tepung beras, dan sebagainya
(Pudjadi dan Harisno, 2007). Pada kegiatan ini khusus mencari data beras
(termasuk beras dalam bentuk lain) yang dikonsumsi/dimasak oleh suatu rumah
tangga pada satuan waktu tertentu seperti hari, minggu ataupun bulan.
Suplai gabah/beras rumah tanga petani produsen berasal dari panen terakhir,
sisa stok pada panen sebelumnya dan berasal dari pembelian. Suplai gabah/beras
selanjutnya dijual baik dalam bentuk gabah atau beras, digunakan dan disimpan
sebagai stok. Penggunaan gabah/beras meliputi penggunaan untuk konsumsi rumah
tangga, penggunaan benih, pakan dan penggunaan sosial/sumbangan, hajatan, zakat
dan lain-lain. Di samping itu anggota rumah tangga bisa juga mengkonsumsi
makanan jadi berbahan baku bukan beras di rumah tangga seperti di warung makan,
restoran dan lain-lain. Untuk menduga besarnya konsumsi secara keseluruhan perlu
ditelusuri baik konsumsi rumah tangga dalam bentuk beras yang dimakan maupun
makanan jadi berbahan baku beras.
Suplai beras rumah tangga konsumen berasal dari pembelian beras terakhir,
sisa stok dari pembelian sebelumnya atau berasal dari pembelian beras dari pihak
Penggunaan secara umum dibagi menjadi untuk pakan ternak, untuk keperluan sosial
(sumbangan, zakat, dan lain–lain), untuk konsumsi beras rumah tangga sebagai beras
dimasak menjadi nasi dan sebagian beras dijadikan tepung, untuk bahan baku kue dan
lain–lain. Anggota rumah tangga konsumen mungkin saja masih mengkonsumsi
makanan jadi di warung makan/restoran. Makanan jadi yang disurvei adalah makanan
jadi berbahan baku beras seperti nasi goreng, nasi uduk, nasi soto, lontong, ketupat
dan lain-lain.
Secara umum konsumsi beras dalam rumah tangga dibagi menjadi dua yaitu:
(1) Penggunaan atau pemakaian di dalam rumahtangga dan (2) Makan atau
penggunaan makanan yang diperoleh dari luar rumahtangga (makan di luar rumah
tangga). Sedangkan penggunaan atau pemakaian beras dalam rumah tangga bisa
dikelompokkan dalam empat kelompok, yaitu: (a) penggunaan/pemakaian beras
untuk konsumsi (dimasak menjadi nasi & konsumsi bentuk lain, (b) penggunaan
gabah untuk benih (c) penggunaan untuk pakan (dalam bentuk gabah atau beras), (d)
penggunaan untuk sosial (Pudjadi dan Harisno, 2007).
Pola konsumsi beras di Indonesia secara perlahan tapi pasti mengalami
perubahan sejalan dengan makin meningkatnya pendapatan, pendidikan dan
mudahnya akses informasi. Konsumen beras saat ini semakin mementingkan mutu
dan melihat beras tidak hanya sebagai komoditas melainkan sebagai suatu produk
dengan kriteria tertentu. Hal ini terjadi khususnya pada konsumen yang memiliki
dijumpai di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, dan kota
lainnya (Sutrisno, 2007).
2.5. Pengembangan Wilayah
Pada hakekatnya pengembangan (development) merupakan upaya untuk
memberi nilai tambah dari apa yang dimiliki untuk meningkatkan kualitas hidup.
Menurut Zen (1999) pengembangan lebih merupakan motivasi dan pengetahuan
daripada masalah kekayaan. Tetapi bukan berarti bahwa kekayaan itu tidak relevan.
Pengembangan juga merupakan produk belajar, bukan hasil produksi; belajar
memanfaatkan kemampuan yang dimiliki bersandar pada lingkungan sekitar untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada dasarnya proses pengembangan itu juga
merupakan proses belajar (learning process). Hasil yang diperoleh dari proses
tersebut, yaitu kualitas hidup meningkat, akan dipengaruhi oleh instrumen yang
digunakan (Alkadri dan Suhandojo, 2001).
Mengacu pada filosofi dasar tersebut maka pengembangan wilayah
merupakan upaya memberdayakan stake holders (masyarakat, pemerintah,
pengusaha) di suatu wilayah, terutama dalam memanfaatkan sumberdaya alam dan
lingkungan di wilayah tersebut dengan instrument yang dimiliki atau dikuasai, yaitu
teknologi. Dengan lebih tegas Zen (1999) menyebutkan bahwa pengembangan
wilayah merupakan upaya mengawinkan secara harmonis sumberdaya alam, manusia
Tujuan utama dari pengembangan wilayah adalah menyerasikan berbagai
kegiatan pembangunan sektor dan wilayah, sehingga pemanfaatan ruang dan sumber
daya yang ada di dalamnya dapat optimal mendukung kegiatan kehidupan masyarakat
sesuai dengan tujuan dan sasaran pembangunan wilayah yang diharapkan. Optimal
berarti dapat dicapai tingkat kemakmuran yang sesuai dan selaras dengan aspek sosial
budaya dan dalam alam lingkungan yang berkelanjutan (Ambardi dan Prihawantoro,
2002).
Konsep pengembangan wilayah dimaksudkan untuk memperkecil
kesenjangan pertumbuhan dan kesenjangan kesejahteraan antar wilayah (Susilo,
2002). Dalam kaitannya dengan ketersediaan beras di Kabupaten Deli Serdang, maka
yang menjadi indikator pengembangan wilayah dalam penelitian ini adalah
ketersediaan beras di Kabupaten Deli Serdang untuk mendukung kegiatan kehidupan
masyarakat dalam hal ini konsumsi beras di Sumatera Utara.
2.6. Penelitian Terdahulu
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sunani (2009) mengenai analisis
faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan konsumsi beras di Kabupaten Siak,
Riau dengan menggunakan metode kuantitatif. Kesimpulan hasil penelitiannya bahwa
persamaan luas areal panen padi Kabupaten Deli Serdang dipengaruhi oleh harga riil
gabah di tingkat petani, harga riil pupuk urea, curah hujan dan luas areal irigasi pada
taraf nyata α = 0,10. Persamaan produktivitas padi dipengaruhi oleh luas areal panen,
= 0,20. Persamaan konsumsi beras di Kabupaten Deli Serdang hanya dipengaruhi
oleh jumlah penduduk pada taraf nyata α = 0,05. Harga riil eceran beras di Kabupaten
Deli Serdang dipengaruhi lag harga eceran beras dan berpengaruh nyata pada taraf α
= 0,10. Sedangkan dari hasil analisis simulasi menunjukkan kebijakan yang paling
layak disarankan di Kabupaten Deli Serdang yang sesuai dengan tujuan program
pencapaian target pemenuhan beras dari kemampuan produksi Kabupaten Deli
Serdang adalah kebijakan kenaikan harga gabah di tingkat petani yang
dikombinasikan dengan peningkatan luas areal irigasi.
Nur (2009) melakukan penelitian mengenai tingkat pengaruh berbagai faktor
terhadap produksi padi sawah di Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka Sulawesi
Tenggara dengan menggunakan regesi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja, luas lahan garapan serta harga gabah
secara simultan berpengaruh sangat nyata dengan arah positif terhadap produksi padi
sawah. Secara parsial, benih, pupuk, pestisida, luas lahan garapan serta harga gabah
menunjukkan pengaruh nyata dengan arah positif terhadap produksi, sedangkan
tenaga kerja tidak berpengaruh nyata.
Hasyim (2007) melakukan penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi ketersediaan beras di Sumatera Utara dengan menggunakan metode
OLS. Kesimpulan hasil penelitiannya bahwa keseluruhan variable bebas yaitu luas
panen, harga beras, harga jagung dan ketersediaan beras tahun sebelumnya
memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap ketersediaan beras. Secara parsial
terhadap ketersediaan beras, sedangkan variabel harga jagung dan ketersediaan beras
tahun sebelumnya berpengaruh tidak nyata terhadap ketersediaan beras.
Malian, Mardianto dan Ariani (2004) melakukan penelitian untuk
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, konsumsi dan harga beras
serta inflasi bahan makanan. Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor determinan
yang terindentifikasi memberikan pengaruh adalah (1) produksi padi dipengaruhi oleh
luas panen padi tahun sebelumnya, impor beras, harga pupuk urea, nilai tukar riil dan
harga beras di pasar domestik; (2) Konsumsi beras dipengaruhi oleh jumlah
penduduk, harga beras dipasar domestic, impor beras tahun sebelumnya, harga jagung
pipilan di pasar domestik, dan nilai tukar riil; (3) Harga beras di pasar domestik
dipengaruhi oleh nilai tukar riil, harga jagung pipilan di pasar domestic dan harga
dasar gabah; dan (4) Indeks harga kelompok bahan makanan dipengaruhi oleh harga
beras di pasar domestik, nilai tukar riil, excess demand beras, harga dasar gabah,
harga beras dunis dan total produksi padi.
Penelitian terdahulu tersebut merupakan acuan dalam menentukan variabel
dalam penelitian ini, di mana sebagian variabel dalam penelitian ini sama dengan
penelitian terdahulu, yaitu variabel luas areal panen padi, konsumsi beras dan harga
eceran beras. Terdapat perbedaan variabel yang mempengaruhi luas areal panen padi
dalam penelitian ini, yaitu luas areal irigasi, harga riil gabah, harga riil pupuk urea
dan curan hujan. Variabel yang mempengaruhi konsumsi beras yaitu harga riil beras
lag produksi beras, dan lag harga riil eceran beras. Perbedaan lain dengan penelitian
sebelumnya adalah dalam hal waktu dan tempat penelitian.
2.7. Kerangka Pemikiran
Produksi padi di Kabupaten Deli Serdang yang dihasilkan selama ini telah
mampu memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat di Kabupaten Deli Serdang.
Bahkan Kabupaten Deli Serdang menjadi penghasil beras terbesar di Sumatera Utara
dan menyuplai beras untuk kebutuhan masyarakat Sumatera Utara. Namun demikian,
seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, maka kebutuhan akan beras sebagai
kebutuhan pokok juga akan semakin meningkat. Oleh karena itu dibutuhkan
ketersediaan beras dalam jumlah tertentu sehingga dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi ketersediaan beras pada suatu
wilayah, yang pertama adalah luas tanam padi, produktivitas varietas padi yang
ditanam, jumlah penduduk, dan selanjutnya konsumsi. Luas tanam dan produktivitas
secara langsung akan berpengaruh terhadap jumlah beras yang diproduksi di suatu
daerah. Selanjutnya jumlah penduduk dan konsumsi akan mempengaruhi permintaan
beras di suatu wilayah, sehingga kesemuanya faktor tersebut akan mempengaruhi
ketersediaan beras di sunatu daerah.
Kabupaten Deli Serdang sebagai salah satu sentra produksi padi di Sumatera
Utara, memberikan kontribusi terhadap ketersediaan beras di Sumatera Utara. Oleh
terhadap pengembangan wilayah Kabupaten Deli Serdang, yang dapat dilihat dari
peningkatan produksi dan kontribusi terhadap ketersediaan beras di Sumatera Utara.
Secara ringkas, kerangka berpikir dalam penelitian ini digambarkan sebagai
berikut:
KEBUTUHAN BERAS
KETERSEDIAAN BERAS
• Rendemen Harga
PRODUKSI BERAS
KONSUMSI BERAS
• Produksi padi
Produktivitas Luas Panen Padi
• Luas areal irigasi • Harga gabah
Pendapatan Perkapita
Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran
2.8. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Luas areal irigasi, harga riil gabah, harga riil pupuk urea, dan curah hujan
berpengaruh terhadap luas areal panen di Kabupaten Deli Serdang.
2. Harga beras dan pendapatan perkapita berpengaruh terhadap konsumsi beras di
Kabupaten Deli Serdang.
3. Konsumsi beras, harga beras periode sebelumnya dan produksi beras periode
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penentuan Wilayah
Penelitian dilakukan di Kabupaten Deli Serdang, dengan alasan karena
Kabupaten Deli Serdang merupakan sentra produksi beras di Provinsi Sumatera
Utara. Kabupaten Deli Serdang juga merupakan daerah swasembada beras.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder runtun waktu (time series)
bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Dinas Pertanian Kabupaten Deli
Serdang dan sumber-sumber lainnya yaitu jurnal-jurnal dan hasil penelitian.
Data yang dibutuhkan untuk menjadi bahan penelitian ini adalah:
1. Luas tanam dan produksi padi sawah, luas area irigasi di Kabupaten Deli Serdang
tahun 2004-2010 per semester.
2. Jumlah penduduk di Kabupaten Deli Serdang tahun 2004-2010 per semester.
3. Harga gabah, harga beras, dan harga pupuk urea di Kabupaten Deli Serdang tahun
2004-2010 per semester.
4. PDRB Kabupaten Deli Serdang tahun 2004-2010 per semester.
5. Curah hujan di Kabupaten Deli Serdang tahun 2004-2010 per semester.
Pemilihan melakukan analisis pada periode tahun 2004-2010 dengan alasan
3.3. Metode Analisis Data 3.3.1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk memberikan
penjelasan terhadap perkembangan produksi dan ketersediaan beras di Kabupaten
Deli Serdang. Selain itu, analisis deskriptif juga akan memberikan penjelasan dan
penjabaran hasil analisis kuantitatif yang telah diolah komputer untuk melihat
seberapa besar pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat.
3.3.2. Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif digunakan untuk menghitung seberapa besar faktor-faktor
yang mempengaruhi ketersediaan beras di Kabupaten Deli Serdang. Ketersediaan
beras dan konsumsi merupakan dua hal yang tidak dapat berdiri sendiri. Keduanya
memiliki hubungan dua arah yang saling berkaitan. Ketersediaan beras dipengaruhi
oleh luas areal panen padi dan konsumsi dan konsumsi juga dipengaruhi oleh
ketersediaan beras.
Dari pemahaman bahwa konsumsi sangat terkaitan dengan produksi, maka
formulasi model komoditi perberasan di Kabupaten Deli Serdang akan dibahas
berdasarkan aspek produksi dan konsumsi beras.
a. Produksi Beras
Produksi beras merupakan perkalian antara faktor konversi atau tingkat rendemen
pengolahan padi menjadi beras (k) dan produksi padi pada tahun tersebut. Dengan
demikian produksi beras Kabupaten Deli Serdang dirumuskan sebagai berikut:
Keterangan:
QBt
k : Faktor konversi atau Rendemen (untuk Kabupaten Deli Serdang = 0.65) : Produksi beras tahun ke t (ton)
QPt
b. Luas Areal Panen Padi
: Produksi padi tahun ke t (ton)
Luas areal panen padi ditetapkan sebagai fungsi dari: (1) harga riil gabah di
tingkat petani, (2) luas areal irigasi, (3) harga riil pupuk urea, dan (4) curah hujan.
Harga riil gabah di tingkat petani, curah hujan dan luas areal irigasi diduga
berpengaruh positif terhadap luas areal panen. Jika harga gabah di tingkat petani
semakin tinggi maka petani akan meningkatkan daerah garapannya sehingga luas
areal panen meningkat, begitu juga dengan curah hujan dan luas areal irigasi.
Semakin tinggi curah hujan, areal irigasi dan luas areal panen tahun lalu maka
areal panen padi akan semakin luas. Sedangkan harga pupuk urea dan harga
jagung diduga berpengaruh negative terhadap luas areal panen. Pupuk urea
merupakan input bagi produksi padi, jika harga input meningkat, maka petani
akan mengurangi jumlah penggunaan pupuk sehingga luas areal panen padi akan
semakin berkurang. Hubungan ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
LAPt = f (LAI,HG, HPU, CH)
Disebabkan rentang persebaran data yang cukup besar, maka untuk kebutuhan
analisis, data terlebih dahulu ditransformasi logaritma. Sehingga diperoleh model
LLAPt = b0 + b1LLAI + b2LHG + b3LHPU+ b4
Keterangan:
LCH + ε
LLAPt
LLAI
: log luas areal panen padi tahun ke t (ha) t
LHG
: log luas areal irigasi tahun ke t (Ha) t
LHPU
: log harga riil gabah di tingkat petani tahun ke t (Rp/kg) t
LCH
: log harga riil pupuk urea tahun ke t (Rp/kg) t
b
: log curah hujan tahun ke t (mm/th)
0
b
: Intersep
i
ε : error
: Koefisien regresi (i = 1,2,3,4)
c. Konsumsi Beras
Konsumsi beras di Kabupaten Deli Serdang diduga dipengaruhi oleh harga riil
beras, dan pendapatan perkapita. Variabel pendapatan perkapita diduga
berpengaruh positif terhadap konsumsi beras. Semakin tinggi pendapatan
perkapita, maka konsumsi beras akan semakin meningkat. Sedangkan variabel
harga beras diduga berpengaruh negatif terhadap konsumsi beras. Jika harga beras
tinggi, maka konsumsi beras akan berkurang. Fungsi konsumsi beras dapat
dirumuskan sebagai berikut:
KBt
Berdasarkan fungsi tersebut, maka persamaan jumlah konsumsi beras di
Kabupaten Deli Serdang dapat dirumuskan sebagai berikut: = f (HB, PDPT)
Keterangan:
LKBt
LHB
: Log konsumsi beras di Kabupaten Deli Serdang tahun ke t (ton) t
LPDPT
: Log harga riil beras tahun ke t (Rp/kg) t
ε : error
: Log pendapatan perkapita tahun ke t (Rp juta/th)
d. Harga Eceran Beras
Harga riil eceran beras dipengaruhi oleh konsumsi beras, produksi beras satu
tahun sebelumnya (lag produksi beras) dan harga eceran beras satu tahun
sebelumnya (lag harga eceran beras). Variabel konsumsi beras dan harga beras
tahun lalu diduga berpengaruh posotif terhadap harga besar. Semakin tinggi
konsumsi beras dan harga eceran beras tahun lalu maka harga eceran beras akan
semakin tinggi. Sedangkan variabel produksi beras tahun sebelumnya
berpengaruh negatif terhadap harga beras.Artinya jika produksi beras meningkat
maka harga beras akan turun. Hubungan tersebut dirumuskan dalam bentuk
fungsi sebagai berikut:
HBt
Berdasarkan fungsi tersebut, maka persamaan harga eceran beras di Kabupaten
Deli Serdang dapat dirumuskan sebagai berikut = f (KB, LQB, LHB)
Keterangan:
LHBt
LKB
: Log harga riil eceran beras tahun ke t (Rp/Kg) t
LLQB
: Log jumlah konsumsi beras tahun ke t (Kg) t
LHB
: Lag log produksi beras tahun ke t (ton) t
ε : error
: Lag log harga riil eceran beras tahun t (Rp/Kg)
3.4. Definisi Operasional
Untuk memudahkan pemahaman terhadap istilah dari variabel yang
digunakan pada penelitian ini, maka berikut ini dijelaskan perihal batasan operasional
sebagai berikut:
1. Ketersediaan beras adalah jumlah produksi beras yang dihasilkan dikurangi
dengan jumlah konsumsi beras di Kabupaten Deli Serdang (ton).
2. Luas tanam padi adalah satuan luas sawah yang ditanami padi dalam satu tahun
(ha).
3. Produktivitas padi adalah produksi padi yang diperoleh untuk setiap hektar luas
lahan sawah. Produksi padi yang dianalisis dalam penelitian ini adalah padi sawah
(ton/ha).
4. Konsumsi beras adalah jumlah beras yang dikonsumsi masyarakat di suatu daerah
(ton/tahun).
5. Harga riil beras adalah harga beras yang dibayar oleh masyarakat untuk membeli
sejumlah tertentu beras (Rp/kg).
memperoleh pupuk urea (Rp/kg).
7. Pengembangan wilayah adalah suatu upaya untuk memperkecil kesenjangan
pertumbuhan dan kesenjangan kesejahteraan antar wilayah. Indikator
pengembangan wilayah dalam penelitian ini adalah ketersediaan beras di
Kabupaten Deli Serdang untuk mendukung kegiatan kehidupan masyarakat dalam
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1. Profil Kabupaten Deli Serdang
Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah dari 33 Kabupaten/Kota
di Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten Deli Serdang memiliki keanekaragaman
sumber daya alam yang besar sehingga merupakan daerah yang memiliki peluang
investasi cukup menjanjikan. Dulu wilayah ini disebut Kabupaten Deli dan Serdang,
dan pemerintahannya berpusat di Kota Medan. Dalam sejarahnya, sebelum
kemerdekaan Republik Indonesia, wilayah ini terdiri dari dua pemerintahan yang
berbentuk kerajaan (kesultanan) yaitu Kesultanan Deli berpusat di Kota Medan, dan
Kesultanan Serdang berpusat di Perbaungan.
Kabupaten Deli Serdang mengelilingi tiga “daerah kota madya” yaitu kota
Medan yang menjadi ibukota Provinsi Sumatera Utara, kota Binjai dan kota Tebing
Tinggi di samping berbatasan dengan beberapa Kabupaten yaitu Langkat, Karo, dan
Simalungun, dengan total luas daerah 6.400 km2
Daerah ini, sejak terbentuk sebagai kabupaten sampai dengan tahun tujuh
puluhan mengalami beberapa kali perubahan luas wilayahnya, karena kota Medan,
Tebing Tinggi dan Binjai yang berada didaerah perbatasan pa