• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan Beras di Kabupaten Deli Serdang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan Beras di Kabupaten Deli Serdang"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN BERAS DI KABUPATEN

DELI SERDANG

TESIS

Oleh

SILVIANA YANIDAH SAGALA 097003062/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012

S

E K

O L A H

P A

S C

A S A R JA N

(2)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN BERAS DI KABUPATEN

DELI SERDANG

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pengembangan Wilayah dan Perdesaan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

SILVIANA YANIDAH SAGALA 097003062/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN BERAS DI KABUPATEN DELI SERDANG

Nama Mahasiswa : Silviana Yanidah Sagala Nomor Pokok : 097003062

Program Studi : Perencanaan Pengembangan Wilayah dan Perdesaan

Menyetujui Komisi pembimbing

(Dr. Tavi Supriana, MS) (Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE

Ketua Anggota

)

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE)(Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 20 Januari 2012

PANITIA PENGUJI TESIS Ketua : Dr. Tavi Supriana, MS Anggota : 1. Kasyful Mahalli, SE, MSi

2. Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE 3. Dr. H.B. Tarmizi, SU

(5)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN BERAS DI KABUPATEN DELI SERDANG

ABSTRAK

Beras telah menjadi komoditas strategis dalam kehidupan bernegara di Indonesia. Selain sebagai sumber pangan pokok, beras juga menjadi sumber penghasilan bagi petani dan kebutuhan hidup sehari-hari bagi jutaan penduduk. Beras juga bisa dijadikan sebagai komoditas politik karena keberadaannya tidak dapat digantikan oleh komoditas lain dan harus dalam jumlah yang memadai. Meskipun pemerintah telah mengupayakan diversifikasi pangan, namun sampai saat ini belum mampu mengubah preferensi penduduk terhadap bahan pangan beras. Oleh karena itu, ketersediaan beras harus selalu terjaga, berkelanjutan, bahkan harus ditingkatkan. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apa yang mempengaruhi luas areal panen padi di Kabupaten Deli Serdang, faktor-faktor apa yang mempengaruhi konsumsi beras di Kabupaten Deli Serdang, dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi harga eceran beras di Kabupaten Deli Serdang. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi luas areal panen padi, konsumsi beras, serta harga eceran beras di Kabupaten Deli Serdang.

Penelitian ini menggunakan data sekunder runtun waktu (time series) tahun 2004-2010. Data yang dikumpulkan adalah data per semester. Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif dan analisis kuantitatif.

Berdasarkan hasil penelitian, bahwa variabel luas areal irigasi dan harga pupuk urea berpengaruh positif, sedangkan harga gabah di tingkat petani dan curah hujan daerah setempat berpengaruh negatif. Secara parsial, hanya variable luas areal irigasi yang berpengaruh signifikan terhadap luas areal panen di Kabupaten Deli Serdang. Pada persamaan konsumsi beras, variabel pendapatan perkapita dan harga beras berpengaruh positif terhadap konsumsi beras. Secara parsial, harga beras dan pendapatan perkapita berpengaruh signifikan terhadap konsumsi beras di Kabupaten Deli Serdang. Pada persamaan harga eceran beras, variabel jumlah konsumsi beras dan lag harga eceran beras berpengaruh positif sedangkan lag jumlah produksi beras berpengaruh negatif. Hanya variabel konsumsi beras yang berpengaruh nyata, sedangkan yang lainnya tidak berpengaruh nyata.

(6)

ANALYSIS FACTORS THAT INFLUENCE AVAILABILITY OF RICE AT DISTRICT OF DELI SERDANG

ABSTRACT

Rice is a strategic commodity in the life state in Indonesia. Beside a source of main food, rice is also a source of income for farmers and the daily needs for millions people. Rice can also be a political commodity because its existence can not be replaced by another commodity and must be in adequate amounts. Although the government has sought diversification of food, but not been able to turn the population preferences against rice food. Therefore, the availability of rice should be maintained always, sustained, and even be enhanced. The formulation of the problem in this study is what factors affect the rice crop area at district of Deli Serdang, what factors that influence the consumption of rice at district of Deli Serdang, and what factors influence the retail prices of rice at district of Deli Serdang. The research objective was to analyze the factors that affect the rice crop acreage, consumption of rice, as well as the retail price of rice in the district of Deli Serdang

This study used secondary data time series of 2004-2010. The data collected semi annual. Data analysis by descriptive analysis and quantitative analysis. Based on this research, that the area of irrigation and the urea fertilizer prices variables has a positive effect, while the price of grain at the farm level and rainfall negatively affect. Partially, only the area of irrigation variables which significantly influence the crop acreage in the district of Deli Serdang. On the rice consumption equation, the rices prices and the income per capita had a positive effect on rice consumption. And partially, the price of rice and the income per capita had a significant effect on rice consumption at district of Deli Serdang. In the rice retail price equation, the amount of rice consumption and the lagged retail price of rice had a positive effect while the lag negatively affect the amount of rice production. Only the consumption of rice that had significantly effect, while others are not significantly effect.

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih atas kasih dan cinta yang tidak terbatas, atas berkat yang dilimpahkan dan menuntun setiap langkahku setiap hari, sehingga penulisan tesis ini dapat rampung seluruhnya. Tesis ini disusun guna melengkapi persyaratan dalam rangka mengakhiri masa pendidikan Sekolah Pascasarjana dan untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Pada penulisan tesis ini, penulis memilih judul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan Beras di Kabupaten Deli Serdang”.

Penulis menyadari, bahwa dalam penyusunan tesis ini penulis banyak memperoleh bantuan, bimbingan, petunjuk, nasehat dan dukungan dari berbagai pihak, maka dari itu penulis menghaturkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc, (CTM) Sp.A (K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. lir.rer.reg. Sirojuzilam, SE selaku Ketua Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Universitas Sumatera Utara. 4. Ibu Dr. Tavi Supriana, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah

membantu memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

(8)

6. Bapak Dr. Tarmizi, BU, dan Dr. Rujiman, MA selaku dosen pembanding yang telah banyak memberikan masukkan dan pengarahan demi kesempurnaan tesis ini.

7. Seluruh Staf Pengajar dan Staf Administrasi Program Studi PWD PPS-USU yang telah banyak membantu proses administrasi dan kelancaran kegiatan akademis selama mengikuti perkuliahan.

8. Rekan-rekan mahasiswa PWD angkatan 2009 yang telah memberikan semangat dan dukungan dalam penyelesaian tesis ini.

9. Ibu Kepala Badan Ketahanan Pangan Deli Serdang yang memberikan izin belajar dan seluruh staf Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Deli yang memberikan semangat dan dukungandalam penyelesaian tesis ini.

10. Orang tua Saya Drs. Janiasal Sagala/Rosminar Situmorang serta Mertua saya R. Sitorus/N. Sihombing dan seluruh keluarga yang telah sabar dan memberikan do’anya selama penulis menjalani masa pendidikan Strata 2 (S-2) ini.

11. Suami tercinta Tumpal Sitorus, SH yang setia memberikan dukungan selama perkuliahan dan anak-anakku tersayang Abang Alvedro Rafael Sitorus dan Kakak Grace Pretty Margaretha Sitorus yang dengan ikhlas kurangnya perhatian Mama selama Kuliah.

12. Adek Lamhot H. Sagala, SH / dr. R. Evlin M Simanjuntak, dan tesis ini kupersembahkan sebagai wujud kasih sayang kami buat Adekku ASTETYS NOVALIN SAGALA (Alm).

(9)

Penulis menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna, namun semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan kepada penulis khususnya

Medan, Januari 2012

Penulis

(10)

RIWAYAT HIDUP

Silviana Yanidah Sagala, lahir di Medan pada tanggal 12 Mei 1979, anak Pertama dari Tiga bersaudara pasangan Drs. Janiasal Sagala dan Ibunda Rosminar Situmorang.

Menempuh pendidikan Sekolah Dasar di Sekolah Dasar (SD) Katolik Santa Maria Tarutung, tamat dan lulus tahun 1991. Melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri Onan Hasang Kec. Pahae Julu, tamat dan lulus tahun 1994. Selanjutnya melanjutkan pendidikan ke SMU RK. Serdang Murni Lubuk Pakam, tamat dan lulus tahun 1997. Kemudian melanjutkan pendidikan di Fakultas Pertanian Universitas HKBP Nommensen Medan, tamat dan lulus pada tahun 2002. Tahun 2009 melanjutkan studi Strata Dua (S-2) di Universitas Sumatera Utara pada Program Studi P Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD).

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Teori Produksi dan Konsumsi ... 8

2.2. Peran Beras dalam Ketahanan Pangan ... 12

2.3. Kebijakan Beras ... 17

2.4. Konsumsi dan Ketersediaan Beras... ... 18

2.5. Pengembangan Wilayah... ... 23

2.6. Penelitian Terdahulu ... .... 25

2.7. Kerangka Pemikiran ... 27

2.8. Hipotesis Penelitian ... 29

BAB III METODE PENELITIAN ... 31

3.1. Metode Penentuan Wilayah ... 31

(12)

3.3. Metode Analisis Data ... 32

3.3.1. Analisis Deskriptif ... 32

3.3.2. Analisis Kuantitatif ... 32

3.4. Definisi Operasional... 35

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 37

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 37

4.1.1. Profil Kabupaten Deli Serdang ... 37

4.1.2. Geografis dan Topografi ... 40

4.1.3. Demografi ... 42

4.1.4. Kondisi Ekonomi Kabupaten Deli Serdang ... 43

4.2. Produksi Beras di Kabupaten Deli Serdang ... 45

4.3. Konsumsi Beras di Kabupaten Deli Serdang ... 47

4.4. Hasil Analisis dan Pembahasan ... 49

4.4.1. Luas Areal Panen Padi ... 49

4.4.2. Konsumsi Beras ... 51

4.4.3. Harga Eceran Beras ... 53

4.5. Uji Asumsi Klasik ... 55

4.5.1. Luas Areal Panen Padi ... 56

4.5.2. Konsumsi Beras ... 58

4.5.1. Harga Beras Eceran ... 59

4.6. Keterkaitan Ketersediaan Beras dengan Pengembangan Wilayah Kabupaten Deli Serdang ... 61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

5.1. Kesimpulan ... 63

5.2. Saran ... 64

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1. Luas Tanam dan Produksi Padi di Kabupaten Deli Serdang ... 5

4.1. Luas Wilayah Kabupaten Deli Serdang Berdasarkan Kecamatan ... 39

4.2. Jumlah Penduduk Kabupaten Deli Serdang Tahun 2010 ... 43

4.3. PDRB Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009-2010 ... 45

4.4. Luas Panen dan Produksi Padi di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2004 – 2010 ... 46

4.5. Produksi Padi dan Beras di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2004 – 2010 ... 47

4.6. Konsumsi Beras di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2004 – 2010 ... 48

4.7. CorrelationTest ... 56

4.8. Uji Glejser ... 57

4.9. CorrelationTest ... 58

4.10. Uji Glejser ... 59

4.11. CorrelationTest ... 60

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul

Halaman 2.1. Model Alokasi Output Dari Petani Subsisten untuk Konsumsi

Rumah Tangga dan Dijual Konsumsi RT ... 16

4.1. Hasil Analisis Jarque-Bera Luas Areal Panen Padi ... 56

4.2. Hasil Analisis Jarque-Bera Konsumsi Beras ... 58

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul

Halaman 1. Produktivitas Padi, Luas Panen dan Produksi Padi di Kabupaten

Deli Serdang, 2004-2010 ……….. 68

2. Harga Gabah, Luas Panen, Upah Tenaga Kerja dan Penggunaan

Pupuk Urea ……… 69

3. Produksi Padi, Faktor Konversi dan Produksi Beras ………. 70

4. Luas Areal Panen Padi Sawah dan Variabel yang Mempengaruhi … 71

5. Konsumsi Beras dan Variabel yang Mempengaruhi ………. 72

(16)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN BERAS DI KABUPATEN DELI SERDANG

ABSTRAK

Beras telah menjadi komoditas strategis dalam kehidupan bernegara di Indonesia. Selain sebagai sumber pangan pokok, beras juga menjadi sumber penghasilan bagi petani dan kebutuhan hidup sehari-hari bagi jutaan penduduk. Beras juga bisa dijadikan sebagai komoditas politik karena keberadaannya tidak dapat digantikan oleh komoditas lain dan harus dalam jumlah yang memadai. Meskipun pemerintah telah mengupayakan diversifikasi pangan, namun sampai saat ini belum mampu mengubah preferensi penduduk terhadap bahan pangan beras. Oleh karena itu, ketersediaan beras harus selalu terjaga, berkelanjutan, bahkan harus ditingkatkan. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apa yang mempengaruhi luas areal panen padi di Kabupaten Deli Serdang, faktor-faktor apa yang mempengaruhi konsumsi beras di Kabupaten Deli Serdang, dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi harga eceran beras di Kabupaten Deli Serdang. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi luas areal panen padi, konsumsi beras, serta harga eceran beras di Kabupaten Deli Serdang.

Penelitian ini menggunakan data sekunder runtun waktu (time series) tahun 2004-2010. Data yang dikumpulkan adalah data per semester. Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif dan analisis kuantitatif.

Berdasarkan hasil penelitian, bahwa variabel luas areal irigasi dan harga pupuk urea berpengaruh positif, sedangkan harga gabah di tingkat petani dan curah hujan daerah setempat berpengaruh negatif. Secara parsial, hanya variable luas areal irigasi yang berpengaruh signifikan terhadap luas areal panen di Kabupaten Deli Serdang. Pada persamaan konsumsi beras, variabel pendapatan perkapita dan harga beras berpengaruh positif terhadap konsumsi beras. Secara parsial, harga beras dan pendapatan perkapita berpengaruh signifikan terhadap konsumsi beras di Kabupaten Deli Serdang. Pada persamaan harga eceran beras, variabel jumlah konsumsi beras dan lag harga eceran beras berpengaruh positif sedangkan lag jumlah produksi beras berpengaruh negatif. Hanya variabel konsumsi beras yang berpengaruh nyata, sedangkan yang lainnya tidak berpengaruh nyata.

(17)

ANALYSIS FACTORS THAT INFLUENCE AVAILABILITY OF RICE AT DISTRICT OF DELI SERDANG

ABSTRACT

Rice is a strategic commodity in the life state in Indonesia. Beside a source of main food, rice is also a source of income for farmers and the daily needs for millions people. Rice can also be a political commodity because its existence can not be replaced by another commodity and must be in adequate amounts. Although the government has sought diversification of food, but not been able to turn the population preferences against rice food. Therefore, the availability of rice should be maintained always, sustained, and even be enhanced. The formulation of the problem in this study is what factors affect the rice crop area at district of Deli Serdang, what factors that influence the consumption of rice at district of Deli Serdang, and what factors influence the retail prices of rice at district of Deli Serdang. The research objective was to analyze the factors that affect the rice crop acreage, consumption of rice, as well as the retail price of rice in the district of Deli Serdang

This study used secondary data time series of 2004-2010. The data collected semi annual. Data analysis by descriptive analysis and quantitative analysis. Based on this research, that the area of irrigation and the urea fertilizer prices variables has a positive effect, while the price of grain at the farm level and rainfall negatively affect. Partially, only the area of irrigation variables which significantly influence the crop acreage in the district of Deli Serdang. On the rice consumption equation, the rices prices and the income per capita had a positive effect on rice consumption. And partially, the price of rice and the income per capita had a significant effect on rice consumption at district of Deli Serdang. In the rice retail price equation, the amount of rice consumption and the lagged retail price of rice had a positive effect while the lag negatively affect the amount of rice production. Only the consumption of rice that had significantly effect, while others are not significantly effect.

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

Indonesia yang memberikan energi dan zat gizi yang tinggi. Beras sebagai komoditas

pangan pokok dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat. Bahkan preferensi

masyarakat terhadap beras semakin besar. Berdasarkan data Susenas 1990-1999,

tingkat partisipasi konsumsi beras di setiap provinsi maupun tingkatan pendapatan

mencapai sekitar 97-100 %. Ini artinya hanya sekitar 3 % rumah tangga yang tidak

mengkonsumsi beras sebagai pangan pokok terutama pangan pokok tunggal. Tingkat

partisipasi konsumsi beras yang lebih kecil 90 % hanya ditemukan di pedesaan

Papua. Sebagai gambaran, tingkat konsumsi beras rata-rata di kota tahun 1999 adalah

96,0 kg per kapita /tahun dan didesa adalah 111,8 kg per kapita/tahun (Suharno,

2005).

Beras telah menjadi komoditas strategis dalam kehidupan bernegara di

Indonesia. Selain sebagai sumber pangan pokok, beras juga menjadi sumber

penghasilan bagi petani dan kebutuhan hidup sehari-hari bagi jutaan penduduk. Beras

juga bisa dijadikan sebagai komoditas politik karena keberadaannya tidak dapat

digantikan oleh komoditas lain dan harus dalam jumlah yang memadai. Meskipun

(19)

mampu mengubah preferensi penduduk terhadap bahan pangan beras. Oleh karena

itu, ketersediaan beras harus selalu terjaga, berkelanjutan, bahkan harus ditingkatkan.

Dalam hal produksi beras, hingga saat ini Pulau Jawa masih memegang

peranan penting, meskipun beberapa daerah seperti Sumatera, Sulawesi dan

Kalimantan merupakan daerah produksi beras. Namun tingkat produksi yang

dihasilkan oleh daerah-daerah tersebut tidak seperti yang dihasilkan oleh Pulau Jawa.

Sehingga produksi beras nasional semakin menurun dan Indonesia menjadi negara

pengimpor beras terbesar (Amang dan Sawit, 1999).

Pembangunan pertanian dalam upaya peningkatan produksi beras terasa

semakin berat dan kompleks karena selain dihadapkan pada masalah internal yang

klasik juga dihadapkan dengan berbagai macam isu global dan perubahan lingkungan

yang semakin buruk. Tingginya permintaan pangan, terutama beras dan peningkatan

jumlah penduduk juga menjadi masalah dalam pencapaiannya. Oleh karena itu,

gerakan peningkatan produksi beras nasional melalui perubahan teknologi dan adanya

inovasi harus didukung oleh semua daerah di seluruh Indonesia.

Cadangan pangan terutama beras merupakan komponen yang sangat penting

dalam penyediaan pangan, karena dapat difungsikan sebagai stabilitor pasokan

pangan pada saat produksi atau pasokan tidak mencukupi. Informasi mengenai stok

beras ini sangat penting untuk mengetahui situasi katahanan pangan, baik di tingkat

rumah tangga, kabupaten, wilayah maupun nasional. Informasi stok beras pemerintah

(20)

(pada saat ini Bulog). Namun demikian, informasi mengenai stok gabah/beras di

masyarakat lebih sulit diperoleh dan data stok ini tidak tersedia secara rutin. Di sisi

lain data stok ini sangat dibutuhkan dalam penentuan kebijakan sektor pertanian

karena menyangkut ketersediaan pangan di suatu wilayah.

Konsumsi merupakan faktor yang sangat penting dalam menghitung

kebutuhan pangan di suatu wilayah baik tingkat kabupaten, provinsi, maupun

nasional. Data konsumsi beras per kapita sampai saat ini diduga terlalu rendah,

sehingga membuat persoalan pada saat menghitung kebutuhan beras. Untuk itu perlu

dilakukan penelitian konsumsi di rumah tangga produsen dan konsumen. Data

produksi selama ini telah dikumpulkan oleh BPS dan Departemen Pertanian. Untuk

menghitung ketersedian beras di suatu wilayah diperlukan data produksi dan

perdagangan (impor dan ekspor). Untuk menghitung kebutuhan diperlukan data

konsumsi. Selisih antara ketersediaan dan kebutuhan merupakan stok (Pudjadi dan

Harisno, 2007). Informasi ketersediaan dan kebutuhan yang dihitung dari konsumsi

dan stok beras sangat diperlukan oleh para pengambil kebijakan apakah harus

melakukan impor atau tidak, apakah harus mendatangkan beras dari wilayah lain atau

tidak, apakah cadangan beras mencukupi dan harga terjangkau. Untuk bisa menjawab

permasalahan tersebut maka diperlukan survei stok dan konsumsi gabah/beras di

suatu wilayah.

Otonomi daerah merupakan ruang bagi setiap daerah untuk melakukan

perubahan dan inovasi dalam mendukung upaya membangun ketahanan pangan yang

(21)

dengan peningkatan produksi dan diversifikasi. Jika setiap daerah telah

mengupayakan program pencapaian swasembada pangan dalam konteks lokal, maka

selanjutnya akan bermuara pada pencapaian swasembada pangan di tingkat nasional.

Provinsi Sumatera Utara merupakan daerah yang memiliki potensi pertanian

cukup besar dan sebagai lumbung pangan di wilayah Sumatera Bagian Barat. Hal ini

dikarenakan agroklimat, sumberdaya alam dan budaya serta masyarakatnya sebagian

besar bekerja di sektor pertanian khususnya tanaman pangan. Disamping letak

geografisnya yang sangat strategis, Provinsi Sumatera Utara menjadi salah satu

potensi lokasi pemasaran produk-produk hasil pertanian.

Ketahanan pangan bagi Provinsi Sumatera Utara masih menjadi masalah

penting. Provinsi Sumatera Utara sejak tahun 1980-an menjadi daerah swasembada

pangan. Status swasembada pangan tersebut sulit dipertahankan karena terjadi

penurunan produksi. Beberapa penyebab yang memunculkan lemahnya ketahanan

pangan ini dimulai dari adanya kekeliruan dalam pengelolaan lahan-lahan pertanian

hingga pada kurangnya ketersediaan berbagai sarana produksi yang ada. Masalah

pengelolaan lahan pertanian adalah masalah yang relatif sukar untuk ditangani. Hal

ini karena lahan merupakan faktor produksi yang bersifat terbatas, yang tidak

memiliki potensi untuk mendukung produksi pertanian apabila tidak dikelola oleh

manusia. Selain itu lahan pertanian juga bukan lagi menjadi faktor penting dalam

berproduksi, mengingat lahan pertanian semakin lama semakin berkurang luasannya

(22)

Salah satu daerah sentra beras di Provinsi Sumatera Utara adalah Kabupaten

Deli Serdang, dengan luas dan produksi padi yang terus meningkat setiap tahun,

sebagaimana disajikan pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Luas Tanam dan Produksi Padi di Kabupaten Deli Serdang

Tahun Luas Tanam (Ha) Produksi (ton)

2005 73,161 358,887

2006 76,888 383,531

2007 78,381 392,709

2008 75,900 381,955

2009 85,409 389,596

2010 86,495 441,895

Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang, 2011

Tabel 1.1 menunjukkan bahwa peningkatan luas lahan secara linier

meningkatkan produksi padi. Namun demikian ditingkat usahatani, produksi padi

juga ditentukan oleh potensi produksi atau produktivitas varietas padi yang ditanam.

Sebagai kebutuhan pokok, kebutuhan beras akan semakin meningkat dengan

peningkatan jumlah penduduk. Oleh karena itu, pertumbuhan penduduk juga

merupakan salah satu faktor yang akan mempengaruhi ketersediaan beras di satu

daerah. Kabupaten Deli Serdang sebagai salah satu sentra produksi beras di Sumatera

Utara, akan berimplikasi terhadap pemenuhan kebutuhan beras di Sumatera Utara,

oleh karena itu pertambahan penduduk di Sumatera Utara juga akan mempengaruhi

(23)

Sebagai salah satu daerah yang memiliki jumlah penduduk yang besar dengan

makanan pokok mayoritas beras, maka swasembada, kemandirian dan ketahanan

pangan (beras) merupakan salah satu hal yang krusial dan menjadi suatu keharusan

dalam perwujudannya karena merupakan kunci stabilitas ekonomi daerah dan negara

Indonesia umumnya.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka yang menjadi

permasalahan penelitian ini adalah:

1. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi luas areal panen padi di Kabupaten Deli

Serdang?

2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi konsumsi beras di Kabupaten Deli

Serdang?

3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi harga eceran beras di Kabupaten Deli

Serdang?

4. Bagaimana keterkaitan ketersediaan beras dengan pengembangan wilayah di

Kabupaten Deli Serdang?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah penelitian di atas, maka

yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi luas areal panen padi di

(24)

2. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi beras di

Kabupaten Deli Serdang.

3. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga eceran beras di

Kabupaten Deli Serdang.

4. Untuk mengetahui keterkaitan ketersediaan beras dengan pengembangan wilayah

di Kabupaten Deli Serdang.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang dalam

upaya meningkatkan ketersediaan beras di Kabupaten Deli Serdang.

2. Sebagai metode alternatif dalam pengambilan keputusan strategis bagi birokrat

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Produksi dan Konsumsi

Produksi adalah tindakan dalam membuat komoditi, baik berupa barang

maupun jasa (Lipsey, 1993). Sedangkan menurut Putong (2003), produksi atau proses

memproduksi adalah menambah kegunaan (nilai guna) suatu barang. Suatu proses

produksi membutuhkan faktor-faktor produksi, yaitu alat dan sarana untuk melakukan

proses produksi. Proses produksi juga melibatkan suatu hubungan yang erat antara

faktor-faktor produksi yang digunakan dengan produk yang dihasilkan. Dalam

pertanian, proses produksi sangat kompleks dan terus-menerus berubah seiring

dengan kemajuan teknologi.

Menurut Salvatore (2001), fungsi produksi merupakan hubungan matematis

antara input dan output. Fungsi produksi selain menggambarkan hubungan erat antara

input dan output juga menggambarkan tingkat di mana sumberdaya diubah menjadi

produk. Sedangkan menurut Putong (2003) fungsi produksi adalah hubungan teknis

bahwa produksi hanya bisa dilakukan dengan menggunakan faktor produksi. Bila

faktor produksi tidak ada, maka produksi juga tidak ada.

Sukirno (2009) menyatakan bahwa fungsi produksi adalah hubungan diantara

faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang diciptakannya. Faktor–faktor

(26)

dalam teori ekonomi, di dalam menganalisis mengenai produksi selalu dimisalkan

bahwa tiga faktor produksi (tanah, modal dan keahlian kewirausahaan) adalah tetap

jumlahnya. Hanya tenaga kerja yang dipandang sebagai faktor produksi yang

berubah-ubah jumlahnya. Dengan demikian dalam menggambarkan hubungan

diantara faktor produksi yang digunakan dan tingkat produksi yang dicapai, yang

digambarkan adalah hubungan diantara jumlah tenaga kerja yang digunakan dan

jumlah produksi yang dicapai. Fungsi produksi dapat dinyatakan sebagai berikut

(Sukirno, 2009):

Q = f ( K, L, R, T )

Di mana K adalah jumlah stok modal, L adalah jumlah tenaga kerja dan ini

meliputi berbagai jenis tenaga kerja dan kemampuan kewirausahaan, R adalah

kekayaan alam, dan T adalah tingkat teknologi yang digunakan. Sedangkan Q adalah

jumlah produksi yang dihasilkan.

Di dalam ilmu ekonomi dikenal dengan adanya fungsi produksi yang

menunjukkan adanya hubungan antara hasil produksi fisik (output) dengan

faktor-faktor produksi (input). Faktor produksi adalah semua pengorbanan yang diberikan

pada produk agar produk tersebut mampu menghasilkan dengan baik (Soekartawi,

2002). Dalam bentuk matematika sederhana fungsi tersebut dituliskan sebagai

berikut:

Y = f (X1,X2,X3...Xn

di mana : Y = hasil produksi fisik )

(27)

Di dalam produksi pertanian, faktor produksi memang menentukan besar

kecilnya produksi yang akan diperoleh. Untuk menghasilkan produksi (output) yang

optimal maka penggunaan faktor produksi tersebut dapat digabungkan. Dalam

berbagai literatur menunjukkan bahwa faktor produksi lahan, modal untuk membeli

bibit, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja dan aspek manajemen adalah faktor produksi

terpenting diantara faktor produksi yang lain (Soekartawi, 2002), seperti tingkat

pendidikan, tingkat pendapatan, tingkat keterampilan dan lain-lain.

Produksi pertanian tidak terlepas dari pengaruh kondisi alam setempat yang

merupakan salah satu faktor pendukung produksi. Selain keadaan tanah yang cocok

untuk kondisi tanaman tertentu, iklim juga sangat menentukan apakah suatu komoditi

pertanian cocok untuk dikembangkan di daerah tersebut. Seperti halnya tanaman

pertanian padi. Hanya pada kondisi tanah dan iklim tertentu dapat tumbuh dan

berproduksi dengan baik.

Keadaan tanah dapat diatasi dengan penggunaan pupuk. Oleh karena itu salah

satu faktor produksi padi adalah harga pupuk, selain dari harga output padi sendiri.

Iklim yang mendukung dengan curah hujan yang tinggi sangat mempengaruhi

pertumbuhan padi, karena tanaman padi terkait dengan ketersediaan air. Jika curah

hujan tinggi, maka ketersediaan air juga akan meningkat. Akan tetapi perlu adanya

faktor pendukung lain diantara dibangunnya sarana dan prasarana pertanian seperti

irigasi agar kondisi air tetap terjaga dengan baik. Selain itu juga perlu adanya

perluasan areal sawah yang terintensifikasi yaitu dengan adanya program-program

(28)

(Bimas), Intensifikasi Massal (Inmas), Intensifikasi Khusus (Insus), (ii)

ekstensifikasi; seperti program percetakan sawah baru, perluasan areal pertanian di

luar Pulau Jawa, (iii) diversifikasi; seperti usaha campuran antara tanaman yang satu

dengan tanaman yang lainnya (tumpang sari, tumpang gilir dan sebagainya), dan (iv)

rehabilitasi; yaitu meningkatkan produksi dengan cara merehabilitasi faktor

pendukung yang menentukan produksi (Soekartawi, 2002).

Sedangkan konsumsi adalah kegiatan menghabiskan atau menggunakan

barang untuk keperluan tertentu. Adanya kegiatan konsumsi dalam jumlah besar

maka terbentuklah permintaan. Teori ekonomi menyatakan bahwa permintaan suatu

jenis barang sangat tergantung pada harga barang tersebut, yang dihubungkan dengan

tingkat pendapatan, selera, harga barang substitusi dan sebagainya. Bagi orang yang

berpendapatan rendah, elastisitas terhadap barang kebutuhan pokok atau primer lebih

tinggi daripada terhadap barang-barang mewah. Sebaliknya, bagi orang yang

berpendapatan tinggi elastisitasnya lebih besar terhadap barang mewah daripada

barang kebutuhan pokok.

Kebutuhan terhadap bahan pangan merupakan salah satu diantara

barang-barang primer. Bagi penduduk Indonesia, beras merupakan bahan makanan yang

lebih superior daripada bahan pangan lainnya seperti jagung, ubi, sagu dan lainnya.

Sehingga bagi masyarakat yang berpendapatan rendah akan berupaya semaksimal

mungkin untuk memenuhi kebutuhan pangan pokoknya, terutama pangan beras. Oleh

karena itu, konsumsi pangan sangat terkait erat dengan tingkat kesejahteraan

(29)

dan protein yang dikonsumsi penduduk semakin meningkat, sampai akhirnya

melewati standar kecukupan konsumsi per kapita sehari. Kecukupan gizi yang

dianjurkan per kapita per hari adalah penyediaan energy 2.500 kalori dan protein 55

gram.

Permintaan terhadap beras sendiri secara umum dibagi kedalam permintaan

untuk tujuan pangan dan non pangan (Benu, 1996). Permintaan beras untuk tujuan

pangan adalah untuk benih, makanan, pakan, dan industri. Secara keseluruhan di

Indonesia permintaan beras untuk tujuan pangan menempati posisi yang lebih besar

daripada untuk tujuan nonpangan. Salah satu faktor yang langsung mempengaruhi

permintaan terhadap beras adalah jumlah penduduk.

Menurut Mangahas (dalam Benu, 1996), bahwa terdapat kenyataan di mana

jumlah penduduk merupakan determinan utama dari kenaikan dalam permintaan

produk pertanian. Sehingga jika suatu wilayah dengan kebutuhan pangan pokoknya

adalah beras, maka peningkatan jumlah penduduk akan semakin meningkatkan

permintaan terhadap beras.

2.2. Peran Beras dalam Ketahanan Pangan

Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, karena itu

pemenuhan atas pangan menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam

mewujudkan sumberdaya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan

pembangunan nasional. Pembangunan pangan dan gizi perlu diposisikan sebagai

(30)

Ketahanan pangan dianggap sebagai pilar pembangunan, sekaligus merupakan

salah satu faktor penentu tingkat kesejahteraan. Pengertian ketahanan pangan adalah

kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga yang tercermin dari

tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan

terjangkau seperti tercantum dalam UU No. 7/1999 tentang Pangan. Ketahanan

pangan mensyaratkan terwujudnya secara simultan dan setiap saat seperti

ketersediaan pangan yang cukup dan meratadi seluruh wilayah, sekaligus kemampuan

setiap rumah tangga untuk mengkonsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu, dan

bergizi seimbang.

Beras merupakan komoditas pangan yang dijadikan makan pokok bagi bangsa

Asia, khususnya Indonesia, Thailand, Malaysia, Vietnam, Jepang dan Myanmar.

Beras adalah hasil olahan dari produk pertanian yang berasal dari padi. Menurut

Khimaidi (1997) makanan pokok adalah makanan yang dalam sehari-hari, mengambil

porsi terbesar dalam hidangan dan merupakan sumber energi terbesar. Sedangkan

pangan pokok utama adalah pangan yang dikonsumsi oleh sebagian besar penduduk

serta dalam situasi normal tidak dapat diganti oleh jenis komoditas lain.

Menurut Suryana dan Mardianto (2001), beras mempunyai peran yang

strategis dalam memantapkan ketahanan pangan, ketahanan ekonomi dan ketahanan

atau stabilitas politik nasional. Beras memiliki karakteristik menarik antara lain: (1)

90% produksi dan konsumsi beras dilakukan di Asia; (2) pasar beras dunia sangat

rendah, yaitu hanya 4-5% dari total produksi, berbeda dengan komoditi tanaman

(31)

20%, 15%, dan 30% dari total produksi; (3) harga beras sangat tidak stabil dibanding

dengan produk lainnya; (4) 80% perdagangan beras dunia dikuasai oleh enam negara,

yaitu Thailand, Amerika Serikat, Vietnam, Pakistan, Cina dan Myanmar; (5) struktur

pasar oligopolistik; (6) Indonesia merupakan negara net importir sejak tahun1998;

dan (7) sebagian besar negara di Asia, umumnya beras diperlakukan sebagai wage

goods dan political goods. Oleh karena itu, peran beras dalam pemenuhan kebutuhan

pangan sangat besar.

Darwanto (2005) menggambarkan bahwa ketahanan pangan sangat tergantung

dari ketersediaan stok beras yang bisa disediakan secara nasional. Beras dapat

digolongkan menjadi komoditas subsisten karena produk yang dihasilkan (Q)

digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga produsen atau petani (C)

dan selebihnya untuk dijual ke pasar (M). Secara matematik alokasi tersebut dapat

diformulasikan sebagai:

Q = C + M ……….. (2.1)

Untuk alokasi tersebut dapat dijelaskan pada Gambar 2.1 dengan sumbu datar

(OF) menggambarkan jumlah produk komoditas subsisten (beras) dan sumbu tegak

(OCnr) menggambarkan konsumsi barang atau produk lain yang tidak diproduksi

oleh rumahtangga petani. Panjang sumbu datar OF menggambarkan total produk (Q)

dengan alokasi untuk konsumsi rumahtangga (C) dan untuk dijual ke pasar (M).

Dengan anggapan bahwa produksi beras mempunyai kontribusi yang relatif

besar terhadap pendapatan rumah tangga maka untuk produk sebesar Q0 tersebut

(32)

M0 untuk dijual ke pasar untuk memaksimalkan utility atau kesejahteraan anggota

rumahtangga (U0). Teori klasik menyatakan bahwa jumlah hasil yang dijual ke pasar

oleh rumahtangga petani akan tergantung pada tingkat harga produk, yaitu semakin

tinggi harga produk maka akan semakin besar jumlah produk yang dijual. Namun,

untuk produk komoditas subsisten ini pertimbangan harga produk tersebut bukan

satu-satunya pertimbangan petani untuk memutuskan besaran jumlah barang yang

dijual kepasar tetapi masih akan mempertimbangkan pula harga barang kebutuhan

lain yang tidak diproduksi oleh rumahtangga petani tersebut, dengan kata lain dapat

disebutkan bahwa besaran jumlah hasil yang dijual ke pasar tersebut akan tergantung

pada besarnya kebutuhan uang tunai untuk membeli produk barang atau jasa yang

tidak dihasilkan oleh rumahtangga petani tersebut. Untuk gambaran tersebut maka

dapat dikemukakan pertimbangan harga tersebut dicerminkan oleh perbandingan

harga yaitu Pi= Pr/ Pnr

Semakin tinggi harga beras relatif terhadap harga barang lain maka semakin

sedikit jumlah produk yang dijual ke pasar karena mampu untuk membeli barang lain

dengan hanya menjual beras sejumlah itu. Sebaliknya semakin rendah harga beras

relatif terhadap barang lain maka petani akan menjual semakin banyak beras agar

mampu membeli barang lain yang dibutuhkan rumahtangganya. Dengan demikian

jika harga beras relatif lebih rendah dari harga barang lain maka kemampuan

rumahtangga petani untuk membeli barang lain menurun yang berarti pula menurun dengan r = rice dan nr = barang lain atau sebagai koefisien

(33)

tingkat kesejahteraannya. Namun, ditinjau dari ketersediaan beras di pasar akan

meningkat karena petani menjual lebih banyak berasnya ke pasar.

[image:33.612.121.519.172.474.2]

Sumber: Toquero, et.aldalam Darwanto (2005)

Gambar 2.1. Model Alokasi Output Dari Petani Subsisten untuk Konsumsi Rumah Tangga dan Dijual Konsumsi RT

Produksi dalam negeri dapat saja diestimasi dengan menggunakan fungsi

produksi secara langsung, di mana total produksi merupakan fungsi dari luas panen,

harga komoditas yang bersangkutan, harga komoditas pesaing, harga masukan, dan

teknologi (Adnyana, 2001). Namun, Gemil (1978) dalam Afrianto (2010)

mengemukakan bahwa fungsi areal panen dan fungsi produktivitas adalah dua fungsi

(34)

2.3. Kebijakan Beras

Kebijakan dapat digunakan sebagai suatu peraturan yang telah dirumuskan

dan disetujui untuk dilaksanakan guna mempengaruhi suatu keadaan yang terjadi

pada masyarakat umum. Menurut Sanim dalam Situmorang (2005) kebijakan adalah

campur tangan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mempengaruhi secara sektoral

(magnitude) dari suatu aktivitas yang dilakukan masyarakat. Secara umum kebijakan

ekonomi dapat dibedakan kedalam dua kategori yaitu kebijakan pada tingkat makro

dan tingkat mikro.

Kebijakan pada tingkat makro meliputi kebijakan fiskal dan moneter yang

diarahkan untuk menciptakan kondisi kondusif untuk menumbuhkembangkan

produksi pangan, kelancaran distribusi dan meningkatkan akses dan kemampuan

masyarakat untuk memperoleh pangan yang cukup sesuai kebutuhannya. Sedangkan

pada tingkat mikro, diarahkan untuk mewujudkan produktivitas usaha, efisiensi,

pemerataan pendapatan, dan peningkatan daya saing (Sudaryanto, Rahman dan Bahri,

2000).

Kebijakan nasional pemerintah yang paling menonjol pada pemasaran beras di

Indonesia dimulai sejak tahun 1968/69 adalah kebijakan harga, stabilitas harga dalam

negeri dan perdagangan (Darmanto dalam Suryana dan Mardianto, 2001). Sebagai

instrumen kebijakan harga adalah penetapan harga dasar dengan tujuan meningkatkan

produksi beras dan pendapatan petani melalui pemberian jaminan harga yang wajar

(35)

perlindungan kepada konsumen. Agar pelaksanaan tersebut berjalan efektif,

pemerintah menunjang dengan sistem pengelolaan stok beras nasional melalui Badan

Urusan Logistik (Bulog) di tingkat nasional dan Depot Logistik (Dolog) untuk tingkat

propinsi.

Namun menurut Bahri dalam Suryana dan Mardianto (2001) penetapan

kebijakan harga dasar gabah memiliki keterbatasan pada kemampuan anggaran

pemerintah dan hanya membuat kredibilitas pemerintah semakin menurun. Karena

perubahan secara drastis mungkin akan membuat gejolak, maka diperlukan kebijakan

transisi dalam bentuk kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Melalui

kebijakan ini pemerintah melakukan pembelian (pada masa panen raya) dengan

jumlah yang ditentukan pada tingkat harga pasar.

Kebijakan ini tidak distortif karena sifatnya hanya menambah permintaan

sehingga pada tingkat harga pasar, petani telah memperoleh keuntungan yang

memadai. Selain kebijakan di atas, beberapa kebijakan beras nasional lainnya adalah

kebijakan produksi yang bertujuan untuk mencukupi kebutuhan beras dalam negeri

melalui intensifikasi dan ekstensifikasi, kebijakan impor bertujuan untuk menekan

dan mengurangi tingkat ketergantungan impor beras Indonesia yang

diimplementasikan melalui dua instrumen pokok yaitu hambatan tarif dan non tarif

(quota tarif), dan kebijakan distribusi yang diperlukan untuk menjaga ketahan pangan

setiap daerah.

(36)

Cadangan pangan terutama beras merupakan komponen yang sangat penting

dalam penyediaan pangan, karena dapat difungsikan sebagai stabilitor pasokan

pangan pada saat produksi atau pasokan tidak mencukupi. Informasi mengenai stok

beras ini sangat penting untuk mengetahui situasi katahanan pangan, baik di tingkat

rumah tangga, kabupaten, wilayah maupun nasional. Informasi stok beras pemerintah

relatif lebih mudah diperoleh karena penyelenggaranya adalah instansi pemerintah

(pada saat ini Bulog). Namun demikian, informasi mengenai stok gabah/beras di

masyarakat lebih sulit diperoleh dan data stok ini tidak tersedia secara rutin (Pudjadi

dan Harisno, 2007).

Di sisi lain data stok ini sangat dibutuhkan dalam penentuan kebijakan sektor

pertanian karena menyangkut ketersediaan pangan di suatu wilayah. Konsumsi

merupakan faktor yang sangat penting dalam menghitung kebutuhan pangan di suatu

wilayah baik tingkat kabupaten, provinsi, maupun nasional. Data konsumsi beras per

kapita sampai saat ini diduga terlalu rendah, sehingga membuat persoalan pada saat

menghitung kebutuhan beras. Untuk itu perlu dilakukan penelitian konsumsi di

rumah tangga produsen dan konsumen (Brien, 2003).

Data produksi selama ini telah dikumpulkan oleh BPS dan Departemen

Pertanian. Untuk menghitung ketersedian beras di suatu wilayah diperlukan data

produksi dan perdagangan (impor dan ekspor). Untuk menghitung kebutuhan

diperlukan data konsumsi. Selisih antara ketersediaan dan kebutuhan merupakan stok.

Besarnya stok perlu diuji sehingga perlu survei stok yang selanjutnya diolah menjadi

(37)

Informasi ketersediaan dan kebutuhan yang dihitung dari konsumsi dan stok

beras sangat diperlukan oleh para pengambil kebijakan apakah harus melakukan

impor atau tidak, apakah harus mendatangkan beras dari wilayah lain atau tidak,

apakah cadangan beras mencukupi dan harga terjangkau. Untuk bisa menjawab

permasalahan tersebut maka diperlukan survei stok dan konsumsi gabah/beras di

suatu wilayah. Konsumsi beras per kapita berdasarkan Susenas 2005 adalah sebesar

1.844 kg/kapita/minggu atau 0.2634 kg/kapita/hari atau 95.888 kg/kapita/tahun. Nilai

tersebut hanya konsumsi rumah tangga, belum termasuk konsumsi di luar rumah

tangga. Konsumsi di luar rumah tangga berupa makanan yang dibeli dari luar dan

tidak diolah di rumah. Perhitungan kebutuhan beras membutuhkan data konsumsi

langsung yaitu konsumsi di rumah ketepatan perhitungan kebutuhan beras perlu

dilakukan penelitian konsumsi beras rumah tangga maupun konsumsi makanan jadi

berbahan baku beras di luar rumah tangga. Jika angka konsumsi makanan yang dibeli

di luar rumah tangga dapat diduga besarnya, maka angka tersebut dapat menjadi

perbandingan dengan konsumsi rumah tangga atau berapa persen konsumsi makanan

jadi di luar rumah tangga dibandingkan dengan konsumsi rumah tangga (Pudjadi dan

Harisno, 2007).

Stok adalah sejumlah bahan makanan yang disimpan/dikuasai oleh

pemerintah atau swasta seperti yang ada di pabrik, gudang, depo, lumbung

petani/rumah tangga dan pasar/pedagang, yang dimaksud sebagai cadangan dan akan

digunakan apabila sewaktu-waktu diperlukan (Brien, 2003).

(38)

Secara matematis, ketersediaan beras secara nasional adalah produksi dalam

negeri ditambah ekspor netto (impor dikurangi ekspor) ditambah stok periode

sebelumnya. Jika lingkupnya wilayah maka ketersediaan beras adalah produksi

wilayah tersebut ditambah distribusi masuk dikurangi keluar dan ditambah stok

periode sebelumnya. Beras yang tersedia ini digunakan untuk kebutuhan dalam

negeri yang terdiri dari konsumsi penduduk, bibit, industry pengolahan dan

sebagainya. Sedangkan sisanya merupakan stok yang berada di pemerintah dan

masyarakat (Brien, 2003).

b. Rumahtangga petani (produsen)

Rumah tangga petani (produsen) adalah rumah tangga di mana salah satu atau

lebih anggota rumah tangganya mengusahakan tanaman padi dan melakukan

panen, sehingga mempunyai kontribusi terhadap produksi padi (BPS dan BBKP,

2004).

c. Rumahtangga petani (konsumen)

Rumah tangga petani (konsumen) adalah rumah tangga di mana tidak ada salah

satu atau lebih anggota rumah tangganya yang mengusahakan tanaman padi dan

melakukan panen, sehingga tidak mempunyai kontribusi terhadap produksi padi

dan menggunakan beras sebagai bahan makan utama (Brien, 2003).

d. Stok gabah/beras di rumahtangga

Stok gabah/beras di rumahtangga adalah banyaknya gabah/beras yang disimpan di

rumah tangga baik untuk keperluan cadangan maupun untuk konsumsi sehari-hari

(39)

e. Konsumsi

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, konsumsi adalah pemakaian

barang-barang hasil industri (bahan pakaian, makanan, dsb) atau barang-barang-barang-barang yang

langsung memenuhi keperluan hidup kita. Sedangkan dalam penelitian ini, batasan

konsumsi adalah sejumlah bahan makanan (beras) yang dimasak oleh rumah

tangga maupun konsumsi dalam bentuk lain seperti tepung beras, dan sebagainya

(Pudjadi dan Harisno, 2007). Pada kegiatan ini khusus mencari data beras

(termasuk beras dalam bentuk lain) yang dikonsumsi/dimasak oleh suatu rumah

tangga pada satuan waktu tertentu seperti hari, minggu ataupun bulan.

Suplai gabah/beras rumah tanga petani produsen berasal dari panen terakhir,

sisa stok pada panen sebelumnya dan berasal dari pembelian. Suplai gabah/beras

selanjutnya dijual baik dalam bentuk gabah atau beras, digunakan dan disimpan

sebagai stok. Penggunaan gabah/beras meliputi penggunaan untuk konsumsi rumah

tangga, penggunaan benih, pakan dan penggunaan sosial/sumbangan, hajatan, zakat

dan lain-lain. Di samping itu anggota rumah tangga bisa juga mengkonsumsi

makanan jadi berbahan baku bukan beras di rumah tangga seperti di warung makan,

restoran dan lain-lain. Untuk menduga besarnya konsumsi secara keseluruhan perlu

ditelusuri baik konsumsi rumah tangga dalam bentuk beras yang dimakan maupun

makanan jadi berbahan baku beras.

Suplai beras rumah tangga konsumen berasal dari pembelian beras terakhir,

sisa stok dari pembelian sebelumnya atau berasal dari pembelian beras dari pihak

(40)

Penggunaan secara umum dibagi menjadi untuk pakan ternak, untuk keperluan sosial

(sumbangan, zakat, dan lain–lain), untuk konsumsi beras rumah tangga sebagai beras

dimasak menjadi nasi dan sebagian beras dijadikan tepung, untuk bahan baku kue dan

lain–lain. Anggota rumah tangga konsumen mungkin saja masih mengkonsumsi

makanan jadi di warung makan/restoran. Makanan jadi yang disurvei adalah makanan

jadi berbahan baku beras seperti nasi goreng, nasi uduk, nasi soto, lontong, ketupat

dan lain-lain.

Secara umum konsumsi beras dalam rumah tangga dibagi menjadi dua yaitu:

(1) Penggunaan atau pemakaian di dalam rumahtangga dan (2) Makan atau

penggunaan makanan yang diperoleh dari luar rumahtangga (makan di luar rumah

tangga). Sedangkan penggunaan atau pemakaian beras dalam rumah tangga bisa

dikelompokkan dalam empat kelompok, yaitu: (a) penggunaan/pemakaian beras

untuk konsumsi (dimasak menjadi nasi & konsumsi bentuk lain, (b) penggunaan

gabah untuk benih (c) penggunaan untuk pakan (dalam bentuk gabah atau beras), (d)

penggunaan untuk sosial (Pudjadi dan Harisno, 2007).

Pola konsumsi beras di Indonesia secara perlahan tapi pasti mengalami

perubahan sejalan dengan makin meningkatnya pendapatan, pendidikan dan

mudahnya akses informasi. Konsumen beras saat ini semakin mementingkan mutu

dan melihat beras tidak hanya sebagai komoditas melainkan sebagai suatu produk

dengan kriteria tertentu. Hal ini terjadi khususnya pada konsumen yang memiliki

(41)

dijumpai di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, dan kota

lainnya (Sutrisno, 2007).

2.5. Pengembangan Wilayah

Pada hakekatnya pengembangan (development) merupakan upaya untuk

memberi nilai tambah dari apa yang dimiliki untuk meningkatkan kualitas hidup.

Menurut Zen (1999) pengembangan lebih merupakan motivasi dan pengetahuan

daripada masalah kekayaan. Tetapi bukan berarti bahwa kekayaan itu tidak relevan.

Pengembangan juga merupakan produk belajar, bukan hasil produksi; belajar

memanfaatkan kemampuan yang dimiliki bersandar pada lingkungan sekitar untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada dasarnya proses pengembangan itu juga

merupakan proses belajar (learning process). Hasil yang diperoleh dari proses

tersebut, yaitu kualitas hidup meningkat, akan dipengaruhi oleh instrumen yang

digunakan (Alkadri dan Suhandojo, 2001).

Mengacu pada filosofi dasar tersebut maka pengembangan wilayah

merupakan upaya memberdayakan stake holders (masyarakat, pemerintah,

pengusaha) di suatu wilayah, terutama dalam memanfaatkan sumberdaya alam dan

lingkungan di wilayah tersebut dengan instrument yang dimiliki atau dikuasai, yaitu

teknologi. Dengan lebih tegas Zen (1999) menyebutkan bahwa pengembangan

wilayah merupakan upaya mengawinkan secara harmonis sumberdaya alam, manusia

(42)

Tujuan utama dari pengembangan wilayah adalah menyerasikan berbagai

kegiatan pembangunan sektor dan wilayah, sehingga pemanfaatan ruang dan sumber

daya yang ada di dalamnya dapat optimal mendukung kegiatan kehidupan masyarakat

sesuai dengan tujuan dan sasaran pembangunan wilayah yang diharapkan. Optimal

berarti dapat dicapai tingkat kemakmuran yang sesuai dan selaras dengan aspek sosial

budaya dan dalam alam lingkungan yang berkelanjutan (Ambardi dan Prihawantoro,

2002).

Konsep pengembangan wilayah dimaksudkan untuk memperkecil

kesenjangan pertumbuhan dan kesenjangan kesejahteraan antar wilayah (Susilo,

2002). Dalam kaitannya dengan ketersediaan beras di Kabupaten Deli Serdang, maka

yang menjadi indikator pengembangan wilayah dalam penelitian ini adalah

ketersediaan beras di Kabupaten Deli Serdang untuk mendukung kegiatan kehidupan

masyarakat dalam hal ini konsumsi beras di Sumatera Utara.

2.6. Penelitian Terdahulu

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sunani (2009) mengenai analisis

faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan konsumsi beras di Kabupaten Siak,

Riau dengan menggunakan metode kuantitatif. Kesimpulan hasil penelitiannya bahwa

persamaan luas areal panen padi Kabupaten Deli Serdang dipengaruhi oleh harga riil

gabah di tingkat petani, harga riil pupuk urea, curah hujan dan luas areal irigasi pada

taraf nyata α = 0,10. Persamaan produktivitas padi dipengaruhi oleh luas areal panen,

(43)

= 0,20. Persamaan konsumsi beras di Kabupaten Deli Serdang hanya dipengaruhi

oleh jumlah penduduk pada taraf nyata α = 0,05. Harga riil eceran beras di Kabupaten

Deli Serdang dipengaruhi lag harga eceran beras dan berpengaruh nyata pada taraf α

= 0,10. Sedangkan dari hasil analisis simulasi menunjukkan kebijakan yang paling

layak disarankan di Kabupaten Deli Serdang yang sesuai dengan tujuan program

pencapaian target pemenuhan beras dari kemampuan produksi Kabupaten Deli

Serdang adalah kebijakan kenaikan harga gabah di tingkat petani yang

dikombinasikan dengan peningkatan luas areal irigasi.

Nur (2009) melakukan penelitian mengenai tingkat pengaruh berbagai faktor

terhadap produksi padi sawah di Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka Sulawesi

Tenggara dengan menggunakan regesi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja, luas lahan garapan serta harga gabah

secara simultan berpengaruh sangat nyata dengan arah positif terhadap produksi padi

sawah. Secara parsial, benih, pupuk, pestisida, luas lahan garapan serta harga gabah

menunjukkan pengaruh nyata dengan arah positif terhadap produksi, sedangkan

tenaga kerja tidak berpengaruh nyata.

Hasyim (2007) melakukan penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang

mempengaruhi ketersediaan beras di Sumatera Utara dengan menggunakan metode

OLS. Kesimpulan hasil penelitiannya bahwa keseluruhan variable bebas yaitu luas

panen, harga beras, harga jagung dan ketersediaan beras tahun sebelumnya

memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap ketersediaan beras. Secara parsial

(44)

terhadap ketersediaan beras, sedangkan variabel harga jagung dan ketersediaan beras

tahun sebelumnya berpengaruh tidak nyata terhadap ketersediaan beras.

Malian, Mardianto dan Ariani (2004) melakukan penelitian untuk

menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, konsumsi dan harga beras

serta inflasi bahan makanan. Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor determinan

yang terindentifikasi memberikan pengaruh adalah (1) produksi padi dipengaruhi oleh

luas panen padi tahun sebelumnya, impor beras, harga pupuk urea, nilai tukar riil dan

harga beras di pasar domestik; (2) Konsumsi beras dipengaruhi oleh jumlah

penduduk, harga beras dipasar domestic, impor beras tahun sebelumnya, harga jagung

pipilan di pasar domestik, dan nilai tukar riil; (3) Harga beras di pasar domestik

dipengaruhi oleh nilai tukar riil, harga jagung pipilan di pasar domestic dan harga

dasar gabah; dan (4) Indeks harga kelompok bahan makanan dipengaruhi oleh harga

beras di pasar domestik, nilai tukar riil, excess demand beras, harga dasar gabah,

harga beras dunis dan total produksi padi.

Penelitian terdahulu tersebut merupakan acuan dalam menentukan variabel

dalam penelitian ini, di mana sebagian variabel dalam penelitian ini sama dengan

penelitian terdahulu, yaitu variabel luas areal panen padi, konsumsi beras dan harga

eceran beras. Terdapat perbedaan variabel yang mempengaruhi luas areal panen padi

dalam penelitian ini, yaitu luas areal irigasi, harga riil gabah, harga riil pupuk urea

dan curan hujan. Variabel yang mempengaruhi konsumsi beras yaitu harga riil beras

(45)

lag produksi beras, dan lag harga riil eceran beras. Perbedaan lain dengan penelitian

sebelumnya adalah dalam hal waktu dan tempat penelitian.

2.7. Kerangka Pemikiran

Produksi padi di Kabupaten Deli Serdang yang dihasilkan selama ini telah

mampu memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat di Kabupaten Deli Serdang.

Bahkan Kabupaten Deli Serdang menjadi penghasil beras terbesar di Sumatera Utara

dan menyuplai beras untuk kebutuhan masyarakat Sumatera Utara. Namun demikian,

seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, maka kebutuhan akan beras sebagai

kebutuhan pokok juga akan semakin meningkat. Oleh karena itu dibutuhkan

ketersediaan beras dalam jumlah tertentu sehingga dapat memenuhi kebutuhan

masyarakat.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi ketersediaan beras pada suatu

wilayah, yang pertama adalah luas tanam padi, produktivitas varietas padi yang

ditanam, jumlah penduduk, dan selanjutnya konsumsi. Luas tanam dan produktivitas

secara langsung akan berpengaruh terhadap jumlah beras yang diproduksi di suatu

daerah. Selanjutnya jumlah penduduk dan konsumsi akan mempengaruhi permintaan

beras di suatu wilayah, sehingga kesemuanya faktor tersebut akan mempengaruhi

ketersediaan beras di sunatu daerah.

Kabupaten Deli Serdang sebagai salah satu sentra produksi padi di Sumatera

Utara, memberikan kontribusi terhadap ketersediaan beras di Sumatera Utara. Oleh

(46)

terhadap pengembangan wilayah Kabupaten Deli Serdang, yang dapat dilihat dari

peningkatan produksi dan kontribusi terhadap ketersediaan beras di Sumatera Utara.

Secara ringkas, kerangka berpikir dalam penelitian ini digambarkan sebagai

berikut:

KEBUTUHAN BERAS

KETERSEDIAAN BERAS

• Rendemen Harga

PRODUKSI BERAS

KONSUMSI BERAS

• Produksi padi

Produktivitas Luas Panen Padi

• Luas areal irigasi • Harga gabah

Pendapatan Perkapita

(47)

Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran

2.8. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Luas areal irigasi, harga riil gabah, harga riil pupuk urea, dan curah hujan

berpengaruh terhadap luas areal panen di Kabupaten Deli Serdang.

2. Harga beras dan pendapatan perkapita berpengaruh terhadap konsumsi beras di

Kabupaten Deli Serdang.

3. Konsumsi beras, harga beras periode sebelumnya dan produksi beras periode

(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penentuan Wilayah

Penelitian dilakukan di Kabupaten Deli Serdang, dengan alasan karena

Kabupaten Deli Serdang merupakan sentra produksi beras di Provinsi Sumatera

Utara. Kabupaten Deli Serdang juga merupakan daerah swasembada beras.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder runtun waktu (time series)

bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Dinas Pertanian Kabupaten Deli

Serdang dan sumber-sumber lainnya yaitu jurnal-jurnal dan hasil penelitian.

Data yang dibutuhkan untuk menjadi bahan penelitian ini adalah:

1. Luas tanam dan produksi padi sawah, luas area irigasi di Kabupaten Deli Serdang

tahun 2004-2010 per semester.

2. Jumlah penduduk di Kabupaten Deli Serdang tahun 2004-2010 per semester.

3. Harga gabah, harga beras, dan harga pupuk urea di Kabupaten Deli Serdang tahun

2004-2010 per semester.

4. PDRB Kabupaten Deli Serdang tahun 2004-2010 per semester.

5. Curah hujan di Kabupaten Deli Serdang tahun 2004-2010 per semester.

Pemilihan melakukan analisis pada periode tahun 2004-2010 dengan alasan

(49)

3.3. Metode Analisis Data 3.3.1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk memberikan

penjelasan terhadap perkembangan produksi dan ketersediaan beras di Kabupaten

Deli Serdang. Selain itu, analisis deskriptif juga akan memberikan penjelasan dan

penjabaran hasil analisis kuantitatif yang telah diolah komputer untuk melihat

seberapa besar pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat.

3.3.2. Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif digunakan untuk menghitung seberapa besar faktor-faktor

yang mempengaruhi ketersediaan beras di Kabupaten Deli Serdang. Ketersediaan

beras dan konsumsi merupakan dua hal yang tidak dapat berdiri sendiri. Keduanya

memiliki hubungan dua arah yang saling berkaitan. Ketersediaan beras dipengaruhi

oleh luas areal panen padi dan konsumsi dan konsumsi juga dipengaruhi oleh

ketersediaan beras.

Dari pemahaman bahwa konsumsi sangat terkaitan dengan produksi, maka

formulasi model komoditi perberasan di Kabupaten Deli Serdang akan dibahas

berdasarkan aspek produksi dan konsumsi beras.

a. Produksi Beras

Produksi beras merupakan perkalian antara faktor konversi atau tingkat rendemen

pengolahan padi menjadi beras (k) dan produksi padi pada tahun tersebut. Dengan

demikian produksi beras Kabupaten Deli Serdang dirumuskan sebagai berikut:

(50)

Keterangan:

QBt

k : Faktor konversi atau Rendemen (untuk Kabupaten Deli Serdang = 0.65) : Produksi beras tahun ke t (ton)

QPt

b. Luas Areal Panen Padi

: Produksi padi tahun ke t (ton)

Luas areal panen padi ditetapkan sebagai fungsi dari: (1) harga riil gabah di

tingkat petani, (2) luas areal irigasi, (3) harga riil pupuk urea, dan (4) curah hujan.

Harga riil gabah di tingkat petani, curah hujan dan luas areal irigasi diduga

berpengaruh positif terhadap luas areal panen. Jika harga gabah di tingkat petani

semakin tinggi maka petani akan meningkatkan daerah garapannya sehingga luas

areal panen meningkat, begitu juga dengan curah hujan dan luas areal irigasi.

Semakin tinggi curah hujan, areal irigasi dan luas areal panen tahun lalu maka

areal panen padi akan semakin luas. Sedangkan harga pupuk urea dan harga

jagung diduga berpengaruh negative terhadap luas areal panen. Pupuk urea

merupakan input bagi produksi padi, jika harga input meningkat, maka petani

akan mengurangi jumlah penggunaan pupuk sehingga luas areal panen padi akan

semakin berkurang. Hubungan ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

LAPt = f (LAI,HG, HPU, CH)

Disebabkan rentang persebaran data yang cukup besar, maka untuk kebutuhan

analisis, data terlebih dahulu ditransformasi logaritma. Sehingga diperoleh model

(51)

LLAPt = b0 + b1LLAI + b2LHG + b3LHPU+ b4

Keterangan:

LCH + ε

LLAPt

LLAI

: log luas areal panen padi tahun ke t (ha) t

LHG

: log luas areal irigasi tahun ke t (Ha) t

LHPU

: log harga riil gabah di tingkat petani tahun ke t (Rp/kg) t

LCH

: log harga riil pupuk urea tahun ke t (Rp/kg) t

b

: log curah hujan tahun ke t (mm/th)

0

b

: Intersep

i

ε : error

: Koefisien regresi (i = 1,2,3,4)

c. Konsumsi Beras

Konsumsi beras di Kabupaten Deli Serdang diduga dipengaruhi oleh harga riil

beras, dan pendapatan perkapita. Variabel pendapatan perkapita diduga

berpengaruh positif terhadap konsumsi beras. Semakin tinggi pendapatan

perkapita, maka konsumsi beras akan semakin meningkat. Sedangkan variabel

harga beras diduga berpengaruh negatif terhadap konsumsi beras. Jika harga beras

tinggi, maka konsumsi beras akan berkurang. Fungsi konsumsi beras dapat

dirumuskan sebagai berikut:

KBt

Berdasarkan fungsi tersebut, maka persamaan jumlah konsumsi beras di

Kabupaten Deli Serdang dapat dirumuskan sebagai berikut: = f (HB, PDPT)

(52)

Keterangan:

LKBt

LHB

: Log konsumsi beras di Kabupaten Deli Serdang tahun ke t (ton) t

LPDPT

: Log harga riil beras tahun ke t (Rp/kg) t

ε : error

: Log pendapatan perkapita tahun ke t (Rp juta/th)

d. Harga Eceran Beras

Harga riil eceran beras dipengaruhi oleh konsumsi beras, produksi beras satu

tahun sebelumnya (lag produksi beras) dan harga eceran beras satu tahun

sebelumnya (lag harga eceran beras). Variabel konsumsi beras dan harga beras

tahun lalu diduga berpengaruh posotif terhadap harga besar. Semakin tinggi

konsumsi beras dan harga eceran beras tahun lalu maka harga eceran beras akan

semakin tinggi. Sedangkan variabel produksi beras tahun sebelumnya

berpengaruh negatif terhadap harga beras.Artinya jika produksi beras meningkat

maka harga beras akan turun. Hubungan tersebut dirumuskan dalam bentuk

fungsi sebagai berikut:

HBt

Berdasarkan fungsi tersebut, maka persamaan harga eceran beras di Kabupaten

Deli Serdang dapat dirumuskan sebagai berikut = f (KB, LQB, LHB)

(53)

Keterangan:

LHBt

LKB

: Log harga riil eceran beras tahun ke t (Rp/Kg) t

LLQB

: Log jumlah konsumsi beras tahun ke t (Kg) t

LHB

: Lag log produksi beras tahun ke t (ton) t

ε : error

: Lag log harga riil eceran beras tahun t (Rp/Kg)

3.4. Definisi Operasional

Untuk memudahkan pemahaman terhadap istilah dari variabel yang

digunakan pada penelitian ini, maka berikut ini dijelaskan perihal batasan operasional

sebagai berikut:

1. Ketersediaan beras adalah jumlah produksi beras yang dihasilkan dikurangi

dengan jumlah konsumsi beras di Kabupaten Deli Serdang (ton).

2. Luas tanam padi adalah satuan luas sawah yang ditanami padi dalam satu tahun

(ha).

3. Produktivitas padi adalah produksi padi yang diperoleh untuk setiap hektar luas

lahan sawah. Produksi padi yang dianalisis dalam penelitian ini adalah padi sawah

(ton/ha).

4. Konsumsi beras adalah jumlah beras yang dikonsumsi masyarakat di suatu daerah

(ton/tahun).

5. Harga riil beras adalah harga beras yang dibayar oleh masyarakat untuk membeli

sejumlah tertentu beras (Rp/kg).

(54)

memperoleh pupuk urea (Rp/kg).

7. Pengembangan wilayah adalah suatu upaya untuk memperkecil kesenjangan

pertumbuhan dan kesenjangan kesejahteraan antar wilayah. Indikator

pengembangan wilayah dalam penelitian ini adalah ketersediaan beras di

Kabupaten Deli Serdang untuk mendukung kegiatan kehidupan masyarakat dalam

(55)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1. Profil Kabupaten Deli Serdang

Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah dari 33 Kabupaten/Kota

di Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten Deli Serdang memiliki keanekaragaman

sumber daya alam yang besar sehingga merupakan daerah yang memiliki peluang

investasi cukup menjanjikan. Dulu wilayah ini disebut Kabupaten Deli dan Serdang,

dan pemerintahannya berpusat di Kota Medan. Dalam sejarahnya, sebelum

kemerdekaan Republik Indonesia, wilayah ini terdiri dari dua pemerintahan yang

berbentuk kerajaan (kesultanan) yaitu Kesultanan Deli berpusat di Kota Medan, dan

Kesultanan Serdang berpusat di Perbaungan.

Kabupaten Deli Serdang mengelilingi tiga “daerah kota madya” yaitu kota

Medan yang menjadi ibukota Provinsi Sumatera Utara, kota Binjai dan kota Tebing

Tinggi di samping berbatasan dengan beberapa Kabupaten yaitu Langkat, Karo, dan

Simalungun, dengan total luas daerah 6.400 km2

Daerah ini, sejak terbentuk sebagai kabupaten sampai dengan tahun tujuh

puluhan mengalami beberapa kali perubahan luas wilayahnya, karena kota Medan,

Tebing Tinggi dan Binjai yang berada didaerah perbatasan pa

Gambar

Tabel 1.1.  Luas Tanam dan Produksi Padi di Kabupaten Deli Serdang
Gambar 2.1.  Model Alokasi Output Dari Petani Subsisten untuk Konsumsi
Tabel 4.1. Luas Wilayah Kabupaten Deli Serdang Berdasarkan Kecamatan
Tabel 4.2. Jumlah Penduduk Kabupaten Deli Serdang Tahun 2010
+7

Referensi

Dokumen terkait

Analisis Pengaruh Stok Beras, Luas Panen, Rata-Rata Produksi, Harga Beras, dan Jumlah Konsumsi Beras terhadap Ketahanan Pangan di Jawa Tengah.. FE-

Deskripsi Statistik Luas Panen, Produktivitas, Harga Beras, Jumlah Konsumsi Beras, dan Ketersediaan Beras di Kabupaten Mandailing Natal..

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor – faktor yang mempengaruhi kurangnya minat masyarakat muslim menabung di bank syariah di Kabupaten Deli Serdang

Predictors: (Constant), Banyak Hujan, Curah Hujan, Luas Panen.. Dependent Variabel:

melakukan penelitian dengan judul yaitu ”ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN PETANI JAGUNG DI KECAMATAN STM HULU KABUPATEN DELI SERDANG ”..

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) DI KABUPATEN DELI SERDANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALISIS JALUR LAPORAN TUGAS AKHIR MUHAMMAD RIDWAN 152407108

Penelitian ini berjudul “Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Ketahanan Pangan Beras di Kabupaten Rembang”. penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh luas

Hasil Regresi Linear Berganda Menggunakan SPSS dengan Variabel Bebas, luas panen padi, harga beras, jumlah penduduk dan konsumsi beras di Sumatera Utara Tahun