• Tidak ada hasil yang ditemukan

BUDAYA POLITIK DAN PELANGGARAN HAM (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BUDAYA POLITIK DAN PELANGGARAN HAM (1)"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BUDAYA POLITIK DAN PELANGGARAN HAM

Oleh Pertampilan S. Brahmana

1. Pendahuluan

Masih segar dalam ingatan kita. Begitu selesai diumumkan Senin (7/5/2007) perombakan kabinet tahap kedua oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, lebih kurang seminggu kemudian meledak sengketa tanah di Meruya antara PT. Portanigra dengan masyarakat setempat. Portanigra mengklaim tanah seluas 44 hektare yang telah sudah dihuni 5300 kepala keluarga, dan mayoritas keluarga tersebut sudah memiliki sertifikat tanah di Meruya ini. Mereka yang tinggal di lokasi lahan yang diklaim oleh Portanigra menjadi resah.

Berselang beberapa hari kemudian (22/5/2007), pemerintah mencanangkan reformasi agraria yaitu menyiapkan tanah untuk rakyat miskin seluas lebih dari 9,25 juta hektare tanah pelaksanaan program reformasi agraria (land reform). Pekerjaan ini bukanlah mudah, Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso menilai program pembagian tanah untuk warga miskin di Jakarta sulit diterapkan karena keterbatasan lahan serta sebagian besar lahan telah resmi menjadi hak milik (Antara 26/05/207). Bagaimana di daerah lain, apakah rencana ini berjalan mulus atau tidak, belum jelas, tetapi tiba-tiba pecah bentrokan antara TNI AL dengan warga di Pasuruan Jawa Timur. Akibat lima warga tewas tertembak, beberapa warga menderita luka-luka. Awal perseteruan berpangkal pada perebutan lahan seluas 40 hektar. TNI AL kemudian membangun gedung markas komando dan tempat latihan perang di wilayah sengekta ini. Oleh masyarakat diklaim tanah tersebut adalah miliknya.

Keduanya, sengketa tahan di Meruya dan bentrokan antara TNI AL dengan warga di Pasuruan Jawa Timur, yang mengakibatkan empat warga tewas tertembak serta beberapa warga menderita luka-luka dalam perseteruan perebutan lahan ini benar-benar telah terjadi pelanggaran HAM yaitu antara lain hak untuk hidup, hak untuk mengembangkan diri, hak atas rasa aman dan hak atas kesejahteraan.

(2)

baik dari satu pihak dapat saja dipahami berbeda oleh pihak yang berseberangan.

Pertanyaan yang muncul adalah mengapa kasus ini meledak setelah terjadi perombakan kabinet tahap kedua? Mengapa tidak diledakkan sebelum terjadi perombakan kabinet? Apakah ada unsur kesengajaan, mengingat kasus ini sudah ada sebelum terjadi perombakan kabinet tahap kedua. Yang jelas kasus ini (dua kasus sengketa lahan dan satu kasus aliran dana DKP) secara tidak langsung di duga dapat mengarah kepada pendekonstrusian citra yang ingin dibangun oleh SBY-Kalla melalui perombakan kabinet.

Pertanyaan berikutnya adakah negara yang benar-benar murni menegakkan HAM di dunia ini, tidak ada terjadi pelanggaran HAM? Kalau ada negara yang mana? Jawabannya yang jelas tidak ada, tidak ada negara yang benar-benar murni dapat menegakkan HAM kepada semua warga negaranya, semua negara yang ada di dunia ini berpotensi melanggar HAM. Pelanggaran itu disebabkan adanya budaya politik yang saling berbeda dan bertolak belakang di dalam negara tersebut.

Maka sebenarnya apapun budaya politik yang dianut suatu negara, negara itu tetap berpotensi melanggar HAM. Sebab kalau pelanggaran yang dilakukan oleh pihak lain dibiarkan atas nama penghormatan akan HAM, artinya kalau tindak justru melanggar HAM si pelaku, kacaulah negara tersebut. Pembuat onar dalam masyarakat di dalam suatu negara, kalau tidak ditindak, justru keonarannya akan semakin menjadi-jadi. Kalau ditindak pasti melanggar HAM sebab yang namanya tindakan, pencegahan, hukuman, di dalamnya sudah berisi perampasan atas HAMnya.

Amerika yang selalu dipuja-puja sebagai raja demokrasi, juga tidak terlepas dari pelanggaran HAM. HAM yang dilanggar boleh saja tidak sama dengan negara-negara di Afrika yang membungkamkan warganya melalui penjara dan penghilangan nyawa. Sementara di Amerika pemenjaraan atau pembunuhan lawan-lawan politik tidak ada tetapi dalam bidang lain misalnya terjadinya diskriminasi antara kulit putih terhadap kulit hitam adalah bentuk lain dari pelanggaran HAM tersebut.

2. Pengertian Budaya Politik

(3)

kebudayaan politik suatu bangsa terutama nampaknya terpusat terhadap legitimasi peraturan-peraturan dan lembaga politik serta prosedur. Kemudian Dennis Kavanagh, kebudayaan politik adalah sebagai pernyataan untuk menyatakan lingkungan perasaan dan sikap dimana sistem politik itu berlangsung. Adapun obyek-obyek politik mencakup bagian dari sistem politik, seperti badan eksekutif, legislatif, dan yudikatif, partai-partai politik, dan kelompok-kelompok organisasi, pandangan-pandangan individual sendiri sebagai pelaku-pelaku politik dan pandangannya terhadap warga masyarakat lain.

Robert Dahl, mendefinisikan kebudayaan politik adalah satu faktor yang menjelaskan pola-pola yang berbeda mengenai pertentangan politik. Adapun unsur budaya yang penting:

1 Orientasi masalah-masalah, apakah mereka pragmatik atau rasionalistis. Orientasi ini biasanya ditentukan/diarahkan oleh faktor-faktor eperti tradisi, kenangan sejarah, motif, agama, perasaan, dan simbol-simbol. Adapun komponen orientasi ini Cognitif (pengetahuan dan kesadaran tentang sistem politik), afektif, kecenderungan emosi terhadap sistem itu, dan evaluasi (pertimbangan terhadap sistem). 2 Orientasi terhadap aksi bersama, apakah mereka bersifat kerjasama

atau tidak (kooperatif atau non kooperatif).

3 Orientasi terhadap sistem politik, apakah mereka setia atau tidak. 4 Orientasi terhadap orang lain, apakah mereka bisa dipercaya atau

tidak.

Menurut Pye, indikator-indikator kebudayaan politik suatu bangsa mencakup faktor-faktor seperti wawasan politik, bagaimana hubungan antara tujuan dan cara standar untuk penilaian aksi politik serta nilai-nilai yang menonjol bagi aksi politik.

(4)

masalah politik dan peristiwa politik terbawa pula ke dalam pembentukan struktur dan proses kegiatan politik masyarakat maupun pemerintah(an), karena sistem politik itu sendiri adalah interrelasi antara manusia yang menyangkut soal kekuasaan, aturan dan wewenang (Kantaprawira, 1999:26).

Jadi kebudayaan politik tidak lain adalah bagian dari kebudayaan suatu masyarakat. Dalam kedudukannya sebagai satu subkultur, kebudayaan politik dipengaruhi oleh budaya secara umum.

Lalu bagaimana dengan budaya politik Indonesia? Menurut Afan Gaffar (Gaffar, 2004:106-118) budaya politik Indonesia yang dominan adalah yang berasal dari etnis Jawa, kecenderungan kepada patronage dan kecenderungan neo-patrimonialistik. Rusadi Kantaprawira, memberikan gambaran sementara tentang budaya politik Indonesia adalah sebagai berikut (Kantaprawira, 1999:37-39):

1 Konfigurasi subkultur di Indonesia masih beraneka ragam. Keaneka ragaman subkultur ini ditanggulangi berkat usaha pembangunan bangsa (nation building) dan pembangunan karakter (character

building).

2 Budaya politik Indonesia bersifat parokial-kaula di satu pihak dan budaya politik partisipan dilain pihak; di satu segi massa masih ketinggalan dalam menggunakan hak dan dalam memikul tanggungjawab politiknya - yang mungkin disebabkan oleh isolasi

dari kebudayaan luar, pengaruh penjajahan, feodalisme, bapakisme, ikatan primordial - sedang di lain pihak kaum elitnya

sungguh-sungguh merupakan merupakan partisipan yang aktif – yang kira-kira disebabkan oleh pengaruh pendidikan moderen – kadang-kadang bersifat sekuler dalam arti relatif dapat membedakan faktor-faktor penyebab disintegrasi seperti agama, kesukuan dan lainnya, dengan kata lain kebudayaan politik Indonesia merupakan “mixed political culture” yang diwarnai dengan besarnya pengaruh kebudayaan politik parokial-kaula.

3 Sifat ikatan primordial yang masih berurat berakar yang dikenal melalui indikatornya berupa sentimen kedaerahan, kesukuan, keagamaan, perbedaan pendekatan terhadap keagamaan tertentu; puritanisme dan nonpuritanisme dan lain-lain. Di samping itu, salah satu petunjuk masih kukuhnya ikatan tersebut dapat dilihat dari pola budaya politik yang tercermin dalam struktur vertikal masyarakat di mana usaha gerakan kaum elit langsung mengeksploitasi dan menyentuh substruktur sosial dan subkultur untuk tujuan perekrutan dukungan.

4 Kecenderungan budaya politik Indonesia yang masih mengkukuhi sikap paternalisme dan sifat patrimonial; sebagai indikatornya dapat disebutkan antara lain bapakisme, sikap asal bapak senang. Di Indonesia, budaya politik tipe parokial kaula lebih mempunyai keselarasan untuk tumbuh dengan persepsi masyarakat terhadap obyek politik yang menyandarkan atau menundukkan diri pada proses output dari penguasa.

(5)

Varibel-variebel tersebut di atas terjali satu sama lain, berinteraksi, bersilangan, kadang-kadang berkoinsidensi yang bentuk potret sementaranya bergantung pada variabel tertentu yang relatif paling dominan. Akibat budaya politik seperti ini, dampak yang menonjol selama orde baru adalah kolusi, korupsi dan nepotisme. Pengangkatan seseorang pada jabatannya cenderung bukan berdasarkan prestasi tetapi pada kolusi atau nepotisme, peraturan tentang pengangkatan ada tetapi tidak ditaati.

Bentuk-bentuk mempolitisasi agama ini dapat dilakukan dengan dua cara pertama dengan menggunakan dari ayat-ayat tertentu dari agama yang dapat membenarkan tindakan yang dilakukan dan dua dengan mengerahkan massa turun ke jalan, apakah itu dalam bentuk demonstrasi atau pawai dijalanan istilah lainnya “tekanan dari jalanan”.

3. Pengertian HAM

Manusia Menurut Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia, dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama.

Di dalam pengertian dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama rinci HAM menurut dokumen Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah

No Uraian

1 Semua manusia mempunyai hak yang sama.

2 Setiap orang berhak atas semua hak dan kekebesan tanpa perkecualian seperti misalnya bangsa, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik, asal usul kebangsaan, kelahiran.

3 Setiap orang berhak atas penghidupan, kemerdekaan dan keselamatan seseorang.

4 Tidak boleh ada perbudakan. 5 Tidak boleh ada penganiayaan.

6 Setiap orang berhak atas pengakuan sebagai manusia pribadi. 7 Semua orang berhak atas perlindungan hukum yang sama. 8 Setiap orang berhak atas pengadilan yang efektif.

9 Tidak boleh ada penangkapan, penahanan atau pembuangan sewenang-wenang

Khusus untuk Indonesia, di dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 39/1999 tentang HAM; dijelaskan

No Uraian

1 Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum dan Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia;

(6)

3 Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada perbedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan, atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan, atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya dan aspek kehidupan lainnya,

4 Penyiksaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmani, maupun rohani, pada seseorang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari seseorang atau dari orang ketiga, dengan menghukumnya atas suatu perbuatan yang telah dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh seseorang atau orang ketiga, atau untuk suatu alasan yang didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi, apabila rasa sakit atau penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas hasutan dari, dengan persetujuan, atau sepengetahuan siapapun dan atau pejabat politik.

Maka yang dimaksud ke dalam HAM adalah:

No Uraian

1 Hak untuk hidup 2 Hak untuk berjodoh

3 Hak untuk mengembangkan diri 4 Hak untuk memperoleh keadilan 5 Hak atas kebebasan pribadi. 6 Hak atas rasa aman

7 Hak atas kesejahteraan

8 Hak turut serta dalam pemerintahan. 9 Hak Wanita.

10 Hak Anak.

Perbedaan yang mendasar antara isi dokumen PBB dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tersebut, isi dokumen PBB lebih mengedepankan masalah hak manusia, tidak menjelaskan kewajiban manusia di Negara di mana manusia itu berada. Dokumen HAM Indonesia menjelaskan kewajiban manusia Indonesia, selain mempunyai hak yang disebut Hak-Hak Asasi Manusia (HAM), juga ada kewajiban manusia Indonesia. Di dalam dokumen HAM versi Indonesia, pelaksanaan HAM itu, antara hak dan kewajiban harus berjalan secara harmonis, tidak dibenarkan hanya menuntut haknya, kalau ini terjadi sama dengan memeras, tidak dibenarkan melaksanakan kewajibannya saja, kalau ini terjadi sama dengan perbudakan.

Adapun kewajiban manusia menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999, adalah sebagai berikut:

No Uraian

1 Wajib patuh pada peraturan perundang-undangan, hukum tidak tertulis dan hukum internasional mengenai HAM yang diterima negara Indonesia.

(7)

3 Wajib menghormati HAM orang lain, moral, etika.

Akibat tidak jelasnya kewajiban dalam dokumen HAM PBB tersebut, isi dokumen PBB itu kerapkali berubah menjadi alat provokasi oleh kalangan tertentu, terhadap negaranya sendiri. Ketika hak-hak atau kepentingan kalangan tertentu terganggu di negaranya, mereka menggunakan dokumen PBB untuk mengekspresikan, membenarkan dan sekaligus untuk mempertahankan hak-hak atau kepentingannya. Namun ketika dituntut kewajibannya, tanggungjawabnya, mereka pura-pura tidak tahu.

4. Budaya Politik Orde Baru

Orde Baru, sebagai salah satu babakan dalam sejarah Indonesia, dituding banyak melakukan pelanggaran HAM. Pelanggaran HAM yang dilakukan mulai kasus G30S/PKI sampai kepada kasus kerusuhan Mei 1998.

Orde baru adalah salah satu babakan sejarah dalam sejarah Negara Indonesia. Orde baru dimulai tahun 1966 dan berakhir 21 Mei 1998. Tokoh sentral orde ini adalah Soeharto, presiden republik Indonesia yang kedua.

Pada pidato amanat kenegaraan Soeharto yang pertama tanggal 16 Agustus 1967 Orde Baru diartikan tidak lain adalah tatanan seluruh perikehidupan rakyat, bangsa dan negara yang diletakkan kembali kepada pelaksanaan kemurnian Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Landasan penting Orde baru terdiri dari landasan ideologi, yaitu Pancasila, landasan ketatanegaraan yaitu Undang-undang dasar 1945 dan landasan sikap mental yaitu kemurniaan pengabdian kepada kepentingan rakyat banyak ... yang dibersihkan dari segala bentuk penyelewengan, atau pun penunggangan untuk kepentingan yang lain dari kepentingan rakyat (Soeharto, 1985:4-7).

Menurut Amir Mahmud (Mahmud, 1986: 136-137) orde baru pada hakekatnya adalah sikap dan tekad mental dan itikad baik yang mendalam untuk mengabdi kepada rakyat dan kepentingan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sejalan dengan hakekat tersebut maka orde baru adalah:

No Uraian

1 Satu orde yang merupakan tatanan seluruh kehidupan rakyat, bangsa dan negara yang diletakkan kembali kepada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

2 Merupakan koreksi total atas penyelewengan yang terjadi pada masa-masa sebelumnya.

(8)

menyentuh hampir seluruh segi kehidupan bangsa kita.

4 Perubahan sikap mental yang mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi atau golongan dan yang memerlukan sikap dan pola bekerja yang berorientasi pada program. Karena itu urgensi yang implisit dalam perjuangan Orde Baru ialah menyusun kembali kekuatan bangsa dan menentukan cara-cara yang tepat untuk menumbuhkan stabilitas nasional jangka panjang, untuk mempercepat proses pembangunan bangsa berdasarkan Pancasila dan Undang-undang dasar 1945.

Program orde baru adalah melaksanakan pembangunan, untuk membangun diperlukan keamanan. Dalam bahasa Susetiawan (1999:13), prinsip utama pelaksanaan pembangunan di Indonesia menekankan kepada terciptanya stabilitas politik guna mendukung pertumbuhan ekonomomi. Alasannya adalah (1) pemikiran yang didukung oleh pengalaman historis yakni kegagalan pemikiran rezim orde lama yang tidak mampu mengangkat perkembangan ekonomi bangsa Indonesia, (2) situasi sosial dan politik yang penuh dengan konflik dan perbedaan pada jaman orde lama dianggap tidak mendukung perkembangan ekonomi negara, (3) alasan legitimasi budaya bahwa konflik dan perbedaan diharamkan oleh nilai budaya bangsa karena tidak mendukung kehidupan yang harmonis. Kelemahan prinsip utama di atas adalah situasi tidak mungkin tanpa konflik. Akibatnya stabilitas bukan untuk kepentingan politik tetapi alat bagi kelompok yang berkuasa. Maka Orde baru bukan memanajemen konflik (managed conflict), tetapi mengelola adu domba (managed devide et impera) (Susetiawan, 1999:17,21).

Inilah yang menyebabkan selama 32 tahun masa kepemimpinan Presiden Soeharto, Presiden Soeharto membangun negara Indonesia dengan sistem politik yang “keras”, oleh kalangan pemerhati dikatakan sistem otoriter dan represif (Subekti, 1998:11).

Pandangan yang mengatakan orde baru mengelola adu domba masih perlu diperdebatkan. Andai memang orde baru mengelola adu domba, begitu lengser orde baru, pasti disebahagian besar Negara Indonesia ini terjadi konflik horizontal, seperti yang terjadi di Kalimantan antara Dayak dengan Madura, di Maluku, dan di Poso, yang terjadi adalah konflik vertikal, seperti di Aceh, dan Papua, dan wacana Riau merdeka. Konflik-konflik ini sebahagian besar bersumber dari ketidakpuasan wilayah tersebut atas kebijaksanaan pemerintah pusat dalam mengelola pembangunan. Kalau pun ada nuansa konflik horizontal di wilayah ini, itu pun bersumber dari imbasan atas ketidakpuasan terhadap pemerintah pusat, bukan karena perbenturan masyarakat akibat orde baru “mengelola adu domba“ masyarakat dalam membangun kekuasaannya.

(9)

konflik ini untuk tujuan-tujuan tertentu. Tujuan-tujuan tertentu ini bukan untuk membubarkan NKRI tetapi sebagai alat komunikasi (bahasa) politik dengan penguasa baru agar perilakunya di masa lalu tidak diganggu gugat.

Selain konflik horizontal dan vertikal di atas, ada juga konflik yang bersifat ideologis yaitu ingin menganggantikan ideologi negara (Pancasila) dengan idelolgi agama. Pengelola konflik ini bukanlah dari pihak yang berkuasa.

Maka budaya politik Orde Baru, secara gagasan adalah pemusatan kekuasaan yang besar di tangan penguasa negara, dalam hal ini Presiden Soeharto. Pemusatan kekuasaan ini, tentu ada sebabnya.

Penjabaran dari gagasan pemusatan kekuasaan di atas adalah dengan diterbitkannya berbagai peraturan perundangan, keppres dan Inpres dan aturan produk hukum lainnya sebagai aturan main bersama.

4.1 Jabaran Budaya Politik Orde Baru

4.1.1 Menerbitkan Keppres

Orde Baru banyak menerbitkan Keppres dengan berbagai tujuan dan kepentingan positip di dalam berbagai bidang, mulai dari bidang ekonomi, kesejahteraan rakyat sampai kepada bidang keamanan.

Penerbitan Keppres di dalam bidang keamanan jelas bertujuan untuk “menyaring” orang-orang yang diragukan kesetiaannya kepada Negara menurut pandangan penguasa. Mereka yang tersandung aturan dalam Keppres tersebut selain hak-haknya dikebiri juga mereka kurang dipercayai oleh pemerintah yang berkuasa.

Sejumlah keppres dalam bidang keamanan misalnya adalah sebagai berikut:

Sejumlah Keppres Dikeluarkan Selama Orde Baru Atas Nama Ketertiban, Keamanan, dan Kewibawaan Hukum.

Tanggal Nomor Subyek

Keppres No 300/1968

Terkenal dengan istilah skrining

03-03-1969 Keppres No 19/1969

(10)

G-30S/PKI (Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia), serta kegiatan-kegiatan ekstrem dan subversi lainnya. Kopkamtib juga ditugaskan untuk ikut mengamankan kewibawaan pemerintah beserta alat-alatnya, dari pusat sampai dengan daerah, demi kelangsungan hidup Pancasila dan UUD 1945. Kopkamtib di daerah-daerah dilaksanakan oleh Pelaksana Khusus (Laksus), dan berkembang cepat menjadi lembaga yang menakutkan. Semula Kopkamtib berkonsentrasi pada tugas-tugas menyelesaikan persoalan yang berhubungan dengan sisa-sisa persoalan PKI. Akan tetapi, dalam waktu yang terasa berjalan begitu cepat, Kopkamtib bergerak dengan kewenangan sangat besar. Sejak awal tahun 1970-an, Kopkamtib mulai menangkap dan menjebloskan orang ke dalam penjara semata-mata karena dicurigai berpotensi mengganggu ketertiban dan keamanan, tanpa bukti jelas. Orang ditangkap dan ditahan tanpa proses pengadilan

04-04-1973 Keppres No 13 tahun 1973

Mengatur pelaksanaan dan pengawasan tugas Kopkamtib. Pengawasan atas Pelaksanaan Tugas Komando Operasi Pengawasan Keamanan dan Ketertiban, menugaskan Menhankam/ Pangab untuk atas nama presiden melakukan pengawasan sehari-hari terhadap pelaksanaan tugas Kopkamtib. Tuntutan pembubaran Kopkamtib dan Asisten Pribadi (Aspri) presiden, termasuk salah satu tuntutan Peristiwa Malari 15 Januari 1974. Namun, Presiden Soeharto tidak banyak terpengaruh, malah melakukan penyempurnaan atas Kopkamtib melalui Keppres No 2/1974, yang dikeluarkan tanggal 29 Januari 1974.

04-02-1974 Keppres No 4/1974

Tentang Dewan Stabilisasi Politik dan Keamanan Nasional. Tugas Dewan ini pada intinya tidak banyak berbeda dengan Kopkamtib.

25-06-1975 Keppres No 28/1975

Tentang Perlakuan terhadap Mereka Yang Terlibat G-30S/PKI Golongan C.

05-09-1977 Keppres No 9/1977

Tentang Operasi Tertib (Opstib) bertugas melakukan penertiban terhadap aparatur negara. Opstib bergerak bebas ke departemen-departemen di lingkungan pemerintah. Pejabat atau petugas yang dicurigai tidak bersih dari PKI atau dicurigai menentang pemerintah, ditertibkan dan dikeluarkan. Aktivitas Opstib maupun Kopkamtib benar-benar membuat banyak orang cemas dan terus dibayangi ketakutan 05-09-1988 Keppres No

29/1988

tentang Badan Koordinasi Bantuan Pemantapan Stabilitas Nasional/Daerah (Bakorstanas/da).

17-04-1990 Keppres No16/1990

(11)

merupakan pengganti Keppres No 300 Tahun 1968 tentang Penertiban dan Pembersihan Personel Aparatur Negara/Pemerintah yang berhubungan dengan G-30S/PKI. Istilah Litsus (Penelitian Khusus) soal bersih lingkungan dari keterpengaruhan komunisme atau PKI. Bukan hanya pejabat negara atau pegawai badan milik negara yang dilitsus, tetapi juga para anggota calon DPR dan MPR dalam Pemilu tahun 1992 dan 1997

Sumber: Kompas, Jumat, 11 Desember 1998

Penerbitan Keppres tersebut tentu ada tujuan positipnya. Keppres No 19/1969, Tentang Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib). Tugas pokoknya disebutkan untuk memulihkan keamanan dan ketertiban dari akibat-akibat peristiwa pemberontakan G-30S/PKI (Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia), serta kegiatan-kegiatan ekstrem dan subversi lainnya. Selain itu Kopkamtib juga ditugaskan untuk ikut mengamankan kewibawaan pemerintah beserta alat-alatnya, dari pusat sampai dengan daerah, demi kelangsungan hidup Pancasila dan UUD 1945. Sisi lain dari tugas Kopkamtib jelas terjadi pelanggaran HAM sebab sejak awal tahun 1970-an, Kopkamtib mulai menangkap dan menjebloskan orang-orang yang dicurigai mampu membuat “onar” ke dalam penjara. Mereka ditangkap dan ditahan tanpa proses pengadilan

Dan memang tidak dipungkiri di balik alasan rasional penerbitan atas Keppres di atas, ada penumpang gelapnya. Ini adalah wajar karena penumpang gelap ini adalah sisi lain dari oposisi binner alasan di balik gagasan tersebut.

4.1.2 Tangan-Tangan Yang Tidak Kelihatan

Tangan-tangan yang tidak kelihatan ini, biasanya terlihat dalam proses demokrasi, ketika suara terbanyak yang menang tetapi tidak terpilih. Sebagai contoh adalah Ismail Suko dari Propinsi Riau. Pada tahun 1985 , dia diposisikan sebagai calon pendamping bersama H Abd Rachman Hamid (Pembantu Gubernur di Tanjung Pinang), dalam pemilihan Gubernur Riau untuk periode 1985-1990, calon yang mereka dampingi adalah H Imam Munandar (Gubernur Riau pada masa itu). Pemerintah pusat ini H Imam Munandar ingin diorbitkan kembali menjadi Gubernur untuk perode kedua.

(12)

Hal yang sama juga pernah terjadi dalam pemilihan Rektor, maupun Dekan di Universitas Sumatera Utara, yang terpilih tidak menjabat. Hal yang sama juga pernah terjadi di IKIP Negeri Medan (Sekarang menjadi Universitas Negeri Medan). Dan juga mungkin terjadi di daerah lain. Budaya politik gaya invisible hand ini sebenarnya menambah lawan-lawan politik dari penguasa yang ada.

4.1.3 Pelarangan Barang Cetak Tertentu

Dalam bidang perbukuan misalnya banyak buku atau barang cetakan yang dilarang beredar. Semuanya dilakukan untuk menjaga kestabilan dan keamanan dalam negeri.

Sepanjang dasa warsa terakhir ini, dari tahun 1987-1996, tak kurang dari 69 judul buku, majalah dan barang cetakan lain telah dihentikan peredarannya oleh pemerintah. Data dari Kejakgung mengungkapkan, sebagian besar buku serta barang cetakan lain yang dilarang peredarannya menyangkut masalah politik dan SARA, dan juga buku yang mempersoalkan pemerintah, seperti Menuntut Janji Orde Baru yang dilarang tahun 1986, Siapa yang Sesungguhnya Melakukan Kudeta Terhadap Pemerintahan Presiden Soekarno (1987), Regulasi Rejim Birokratik Militer-Kasus di Indonesia (1988) dan Bertarung demi Demokrasi (1990). Sedangkan yang dilarang gara-gara berunsur SARA, antara lain Sikap Muslim Terhadap Pancasila (dilarang tahun 1987), Ritual Jahiliah yang Haram (1988), Kasih yang Menyelamatkan (1990), serta Dosa dan Penebusan Menurut Islam dan Kristen (1991). Dasar pelarangan ini adalah Undang-undang Nomor 4/ PNPS/1963 tentang Pengamanan Terhadap Barang Cetakan yang Isinya Dapat Mengganggu Ketertiban Umum tidak mengenal pengecualian dalam hal pelarangan buku. Siapa pun yang menyimpan buku-buku terlarang, tetap dapat dipidana.

Buku/Barang Cetakan yang Dilarang Beredar oleh Kejakgung Sepanjang Tahun 1992-1996.

No. Judul Pengarang Penerbit Tgl.

Pelarangan

1

Cina, Jawa, Madura dalam Konteks Hari Jadi Kota

Surabaya

M Chosni Herlingga

CV Abtariksa

Surabaya 21-03-1992

2 Buletin Progres -

Komite Internasional

Progres

idem

3 Resume Hasil Observasi Peradilan Kasus Aceh

AH Garuda

Nusantara YLBHI idem

4 Sebuah Mocopat

(13)

5 Program Kerja Kristenisasi di

Indonesia 16-01-1993

6 Majalah Al Shaddai Yayasan

Penyebar Kasih idem

7 Aurat Muhammadiyah Pegangan Darul Arqam

Ashaari Muhammad

Penerangan Al

Arqam Malaysia 29-01-1993

8 Berhati-hati Membuah

Tuduhan idem idem idem

9 Mujarrobat Ampuh HM Qori Indah Surabaya idem

10 Menyingkap Sosok Missionaris

Ibrahim Sulaiman Al

Jabhani

Pustaka Mantiq idem

11 Sajian Tuntunan Tuhan pada Jaman Akhir

Haswir/ Suharno

Haswir/

Suharno idem

12 Madame D. Syuga Fujii Hideki Kabushiki Kai-

sha Sukora 08-11-1993

13

Fakta Kota 24-01-1994

14 Presiden Ikut Jadwal Allah

Abuya Syeik Thoha dari Radio Unisi Yogyakarta dan Seminar di

UGM sekitar Maret-April 1994

Permadi 22-03-1995

16 Kalender Bergambar Nabi

Muhammad Saw. Prima Victori Offset idem

17 Brosur Forum Wartawan Indonesia (FOWI)

RSTA Tanah

Abang 28-03-1995

18 Nyanyi Sunyi Seorang Bisu Pramudya

Ananta Toer Lentera 19-04-1995 19 Memoar Oei Tjoe Tat Hasta Mitra 25 -09-1995

20 Bayang-Bayang PKI

Imran Hasibuan-Togi

Simanjuntak

Institut Studi

Arus Informasi 22-04-1996

Sumber: Mizan (22/01/2002)

Maka melalui berbagai produk hukum dan peraturan yang dikeluarkan orde baru di atas nama keamanan, ketertiban, dan penegakan sistem hukum intinya selain untuk mengamankan jalannya pembangunan juga secara tidak langsung untuk mengamankan kekuasaan dari pemerintah yang berkuasa, dan ini melahirkan ideologi perkerabatan, pertemanan dan ideologi uang, menjadi budaya politik yang menonjol selama orde baru, ini melahirkan keresahan dalam masyarakat, karena dalam mendapatkan hak-hak dasar masyarakat, masyarakat mengalami diskriminasi.

(14)

dominan. Akibat budaya politik seperti ini, dampak yang menonjol selama orde baru adalah kolusi, korupsi dan nepotisme. Pengangkatan seseorang pada jabatannya cenderung bukan berdasarkan prestasi tetapi pada kolusi atau nepotisme, peraturan tentang pengangkatan ada tetapi tidak ditaati. Kearifan di balik ini adalah tidak mungkin memberikan jabatan tertentu kepada orang-orang yang tidak dikenal. Pemberian jabatan terhadap orang-orang-orang-orang yang tidak dikenal, dapat membahayakan jalannya pembangunan yang sedang dirintis.

Sedangkan pengendalian yang bersifat invensible hand adalah nepotis dan koncisme. Bagi seseorang yang ingin menduduki semacam jabatan kepala sekolah misalnya, kalau tidak ada cantelan semacam hubungan darah atau pertemanan, terhadap pejabat yang berkuasa di atasnya, harus menyediakan sejumlah uang. Bagi yang mempunyai hubungan darah atau pertemanan dengan di atasnya, tidak perlu menyediakan sejumlah uang. Dalam ideologi perkerabatan termasuk di dalamnya agama, atau se-suku. Ini terlihat dari pejabat menteri selama orde baru cenderung dari etnis tertentu saja. Ini berkait dengan masih kuatnya ikatan primordial, sikap paternalisme dan sifat patrimonial dan lainnya.

Salah satu indikator yang berbau kolusi dan nepotisme ini adalah pengangkatan seseorang dalam jabatan tertentu dengan status PJS (Pejabat Sementara). Walaupun seseorang cakap dalam sesuatu bidang, namun karena tidak mempunyai cantelan dalam bentuk kolusi atau nepotisme, seseorang itu kerapkali tidak di tempatkan di bidang tersebut. Justru dan kerapkali yang ditunjuk adalah orang yang mampu berkolusi atau bernepotisme. Maka masalah PJS ini, kerapkali disalahgunakan untuk kepentingan kolusi atau nepotisme. Jadi di sini ideologi perkerabatan, pertemanan dan ideologi uang menjadi budaya politik yang menonjol, inilah yang terjadi pada massa orde baru, dan juga hingga kini (tahun 2007).

(15)

ada yang mengusiknya. Demikianlah lebih kurangnya budaya politik yang dikembangkan oleh orde baru semasa orde baru dalam pengkariran seorang pegawai. Kondisi ini, di era orde reformasi ini, hal tersebut masih terjadi, hanya orang yang berganti.

4.2 Implikasinya: Salahkah Demikian?

Apa dampak dan implikasi dari penerapan Keppres dan aturan lainnya yang dikeluarkan Orde Baru terhadap kehidupan masyarakat Indonesia selama orde baru? Jawabannya telah terjadi pelanggaran HAM kepada warga negara.

Berdasarkan catatan redaksi sekitar kita, pelanggaran HAM semasa orde baru adalah sebagai berikut:

Data-Data Pelanggaran HAM Semasa Orde Baru

Tahun Kasus

1965 - Penculikan dan pembunuhan terhadap tujuh jendral Angkatan Darat.

- Penangkapan, penahanan dan pembantaian massa pendukung dan mereka yang diduga sebagai pendukung Partai Komunis Indonesia. Aparat keamanan terlibat aktif maupun pasif dalam kejadian ini.

1966 - Penahanan dan pembunuhan tanpa pengadilan terhadap PKI terus berlangsung, banyak yang tidak terurus secara layak di penjara, termasuk mengalami siksaan dan intimidasi di penjara. - Dr Soumokil, mantan pemimpin Republik Maluku Selatan

dieksekusi pada bulan Desember.

- Sekolah- sekolah Cina di Indonesia ditutup pada bulan Desember. 1967 - Koran- koran berbahasa Cina ditutup oleh pemerintah.

- April, gereja- gereja diserang di Aceh, berbarengan dengan demonstrasi anti Cina di Jakarta.

- Kerusuhan anti Kristen di Ujung Pandang.

1969 - Tempat Pemanfaatan Pulau Buru dibuka, ribuan tahanan yang tidak diadili dikirim ke sana.

- Operasi Trisula dilancarkan di Blitar Selatan.

- Tidak menyeluruhnya proses referendum yang diadakan di Irian Barat, sehingga hasil akhir jajak pendapat yang mengatakan ingin bergabung dengan Indonesia belum mewakili suara seluruh rakyat Papua.

- Dikembangkannya peraturan- peraturan yang membatasi dan mengawasi aktivitas politik, partai politik dan organisasi kemasyarakatan. Di sisi lain, Golkar disebut- sebut bukan termasuk partai politik.

1970 - Pelarangan demo mahasiswa.

- Peraturan bahwa Korpri harus loyal kepada Golkar. - Sukarno meninggal dalam ‘tahanan’ Orde Baru. - Larangan penyebaran ajaran Bung Karno. 1971 - Usaha peleburan partai- partai.

- Intimidasi calon pemilih di Pemilu ’71 serta kampanye berat sebelah dari Golkar.

(16)

- Pemerkosaan Sum Kuning, penjual jamu di Yogyakarta oleh pemuda- pemuda yang di duga masih ada hubungan darah dengan Sultan Paku Alam, dimana yang kemudian diadili adalah Sum Kuning sendiri. Akhirnya Sum Kuning dibebaskan.

1972 - Kasus sengketa tanah di Gunung Balak dan Lampung.

1973 - Kerusuhan anti Cina meletus di Bandung.

1974 - Penahanan sejumlah mahasiswa dan masyarakat akibat demo anti Jepang yang meluas di Jakarta yang disertai oleh pembakaran- pembakaran pada peristiwa Malari. Sebelas pendemo terbunuh. - Pembredelan beberapa koran dan majalah, antara lain ‘Indonesia

Raya’ pimpinan Muchtar Lubis.

1975 - Invansi tentara Indonesia ke Timor- Timur.

- Kasus Balibo, terbunuhnya lima wartawan asing secara misterius. 1977 - Tuduhan subversi terhadap Suwito.

- Kasus tanah Siria- ria.

- Kasus Wasdri, seorang pengangkat barang di pasar, membawakan barang milik seorang hakim perempuan. Namun ia ditahan polisi karena meminta tambahan atas bayaran yang kurang dari si hakim. - Kasus subversi komando Jihad.

1978 - Pelarangan penggunaan karakter- karakter huruf Cina di setiap barang/ media cetak di Indonesia.

- Pembungkaman gerakan mahasiswa yang menuntut koreksi atas berjalannya pemerintahan, beberapa mahasiswa ditahan, antara lain Heri Ahmadi.

- Pembredelan tujuh suratkabar, antara lain Kompas, yang memberitakan peritiwa di atas.

1980 - Kerusuhan anti Cina di Solo selama tiga hari. Kekerasan menyebar ke Semarang, Pekalongan dan Kudus.

- Penekanan terhadap para penandatangan Petisi 50. Bisnis dan kehidupan mereka dipersulit, dilarang ke luar negeri.

1981 - Kasus Woyla, pembajakan pesawat garuda Indonesia oleh muslim radikal di Bangkok. Tujuh orang terbunuh dalam peristiwa ini. 1982 - Kasus Tanah Rawa Bilal.

- Kasus Tanah Borobudur. Pengembangan obyek wisata Borobudur di Jawa Tengah memerlukan pembebasan tanah di sekitarnya. Namun penduduk tidak mendapat ganti rugi yang memadai. - Majalah Tempo dibredel selama dua bulan karena memberitakan

insiden terbunuhnya tujuh orang pada peristiwa kampanye pemilu di Jakarta. Kampanye massa Golkar diserang oleh massa PPP, dimana militer turun tangan sehingga jatuh korban jiwa tadi.

1983 - Orang- orang sipil bertato yang diduga penjahat kambuhan ditemukan tertembak secara misterius di muka umum.

- Pelanggaran gencatan senjata di Tim- tim oleh ABRI. 1984 - Berlanjutnya Pembunuhan Misterius di Indonesia.

- Peristiwa pembantaian di Tanjung Priuk terjadi. - Tuduhan subversi terhadap Dharsono.

- Pengeboman beberapa gereja di Jawa Timur

1985 - Pengadilan terhadap aktivis- aktivis islam terjadi di berbagai tempat di pulau Jawa.

1986 - Pembunuhan terhadap peragawati Dietje di Kalibata. Pembunuhan diduga dilakukan oleh mereka yang memiliki akses senjata api dan berbau konspirasi kalangan elit.

- Pengusiran, perampasan dan pemusnahan Becak dari Jakarta. - Kasus subversi terhadap Sanusi.

(17)

- Kasus tanah Cimacan, pembuatan lapangan golf. - Kasus tanah Kemayoran.

- Kasus tanah Lampung, 100 orang tewas oleh ABRI. Peritiwa ini dikenal dengan dengan peristiwa Talang sari.

- Bentrokan antara aktivis islam dan aparat di Bima.

- Badan Sensor Nasional dibentuk terhadap publikasi dan penerbitan buku. Anggotanya terdiri beberapa dari unsur intelijen dan ABRI. 1991 - Pembantaian di pemakaman Santa Cruz, Dili terjadi oleh ABRI

terhadap pemuda-pemuda Timor yang mengikuti prosesi pemakaman rekannya. 200 orang meninggal.

1992 - Keluar Keppres tentang Monopoli perdagangan cengkeh oleh perusahaan-nya Tommy Suharto.

- Penangkapan Xanana Gusmao.

1993 - Pembunuhan terhadap seorang aktifis buruh perempuan, Marsinah. Tanggal 8 Mei 1993

1994 - Tempo, Editor dan Detik dibredel, diduga sehubungan dengan pemberita-an kapal perang bekas oleh Habibie.

1995 - Kasus Tanah Koja. - Kerusuhan di Flores.

1996 - Kerusuhan anti Kristen diTasikmalaya. Peristiwa ini dikenal dengan Kerusuhan Tasikmalaya. Peristiwa ini terjadi pada 26 Desember 19962. Kasus tanah Balongan.

- Sengketa antara penduduk setempat dengan pabrik kertas Muara Enim mengenai pencemaran lingkungan.

- Sengketa tanah Manis Mata.

- Kasus waduk Nipah di madura, dimana korban jatuh karena ditembak aparat ketika mereka memprotes penggusuran tanah mereka.

- Kasus penahanan dengan tuduhan subversi terhadap Sri Bintang Pamung-kas berkaitan dengan demo di Dresden terhadap pak Harto yang berkun-jung di sana.

- Kerusuhan Situbondo, puluhan Gereja dibakar.

- Penyerangan dan pembunuhan terhadap pendukung PDI pro Megawati pada tanggal 27 Juli.

- Kerusuhan Sambas – Sangualedo. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 30 Desember 1996.

1997 - Kasus tanah Kemayoran.

- Kasus pembantaian mereka yang diduga pelaku Dukun Santet di Jawa Timur.

1998 - Kerusuhan Mei di beberapa kota meletus, aparat keamanan bersikap pasif dan membiarkan. Ribuan jiwa meninggal, puluhan perempuan diperkosa dan harta benda hilang. Tanggal 13 – 15 Mei 1998.

- Pembunuhan terhadap beberapa mahasiswa Trisakti di jakarta, dua hari sebelum kerusuhan Mei.3. Pembunuhan terhadap beberapa mahasiswa dalam demonstrasi menentang Sidang Istimewa 1998. Peristiwa ini terjadi pada 13 – 14 November 1998 dan dikenal sebagai tragedi Semanggi I.

1999 - Pembantaian terhadap Tengku Bantaqiyah dan muridnya di Aceh. Peritiwa ini terjadi 24 Juli 1999. Pembumi hangusan kota Dili, Timor Timur oleh Militer indonesia dan Milisi pro integrasi. Peristiwa ini terjadi pada 24 Agustus 1999.

(18)

Semanggi II.

- Penyerangan terhadap Rumah Sakit Jakarta oleh pihak keamanan. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 21 Oktober 1999.

Sumbe: http://www.sekitarkita.com/data/tabel_kml.htm (30/12/2003)

Sedangkan dalam catatan KontraS, kasus-kasus pelanggaran HAM berat adalah sebagai berikut:

DATA PELANGGARAN HAM DI INDONESIA VERSI KONTRAS

Kasus Pelanggaran HAM Masa Lalu yang Belum Tersentuh Proses Hukum

1.500.000 Korban sebagian besar merupakan anggota PKI, atau ormas yang dianggap berafiliasi dengannya seperti SOBSI, BTI,

Gerwani, PR, Lekra, dll. Sebagian besar dilakukan di luar

proses hukum yang sah 2 Penembakkan

misterius “Petrus”

1982-1985

1.678 Korban sebagian besar merupakan tokoh kriminal, residivis, atau mantan kriminal. Operasi militer ini bersifat illegal

dan dilakukan tanpa identitas institusi yang jelas

Ratusan ribu Dimulai dari agresi militer TNI (Operasi Seroja) terhadap pemerintahan Fretilin yang sah di

Timor Timur. Sejak itu TimTim selalu menjadi daerah operasi militer rutin yang rawan terhadap

tindak kekerasan aparat RI. 4 Kasus-kasus di

Aceh pra DOM

1976-1989

Ribuan Semenjak dideklarasikannya GAM oleh Hasan Di Tiro, Aceh

selalu menjadi daerah operasi militer dengan intensitas

Ribuan Operasi militer intensif dilakukan oleh TNI untuk menghadapi OPM. Sebagian lagi berkaitan dengan masalah penguasaan sumber daya alam, antara

perusahaan tambang

1998 puluhan Adanya pembantaian terhadap tokoh masyarakat yang dituduh

dukun santet. 7 Kasus

Marsinah

1995 1 Pelaku utamanya tidak tersentuh, sementara orang lain

(19)

bidang perburuhan.

Insiden ini terjadi karena keinginan PT London Sumatera untuk melakukan perluasan area

perkebunan mereka, namun masyarakat menolak upaya

tersebut.

Kasus Pelanggaran HAM Yang Macet Di Komnas HAM Dan Jaksa Agung

No Kasus Th Jumlah Korban

Konteks Penyelesaian Keterangan

1 Talangsari Lampung

1989 803 Represi terhadap sekelompok

(20)

pada 2002 Tidak ada

Kasus Pelanggaran HAM Yang Dibawa Ke Pengadilan

No Nama Kasus Tahun Jumlah Korban

(21)

1 Timor Timur Leste dan RI sedang melakukan warga sipil, tidak ada pejabat militer yang dihukum, tidak menyentuh pelaku utama, dan tidak ada reparasi bagi korban.

1998 685 Penembakkan aparat terhadap

(22)

atas mahasiswa

Konteks Penyelesaian Keterangan

(23)

2007 sosial

Semua pelanggaran HAM tersebut jelas disebabkan akibat dari budaya politik yang berseberangan dengan budaya politik yang dianut oleh orde baru sebagai pemerintah yang berkuasa pada masanya.

Semua yang tersebut di atas adalah pelanggaran hak asasi manusia yang terbuka. Beberapa kasus pelanggaran hak asasi manusia yang terbuka seperti yang tersebut pada tabel di atas, memang masih dapat diperdebatkan, apakah layak dikategorikan pelanggaran hak asasi manusia atau tidak. Kasus di atas adalah pelanggaran hak asasi manusia dengan pelaku tertuduh adalah negara (negara menzalimin warganya), namun penyebab pelanggaran hak asasi manusia tersebut yang pelakunya bukan aparat negara belum termasuk di dalamnya seperti warga negara menzalimin negaranya (baca pemerintahnya) sendiri, dengan mengorbankan orang lain. Antara pelaku aparat negara dengan yang bukan aparat negara mempunyai hubungan sebab akibat.

(24)

Tanpa memihak kepada yang satu dengan yang lainnya, salahkah metode pengendalian sosial di atas?, bergantung dari sisi mana kita melihatnya. Kalau dilihat dari sisi kemajemukan jelas salah karena kurang mencerminkan kebinekaan bangsa. Sedangkan dari sisi pengamanan kekuasaan, bisa menjadi benar, sebab tidak mungkin diberikan kekuasaan kepada orang-orang yang tidak dikenal baik walaupun akhirnya menimbulkan kesan kolusi, koncoisme dan nepotisme.

Sebagai contoh ketika seseorang menjabat Presiden, tentulah orang-orang yang dikenalnya yang ditunjuk menjadi lapisan keduanya yaitu para menteri. Sang Presiden jelas tidak mungkin menunjuk orang yang tidak dikenalnya dengan baik, sebab dapat saja akhirnya menjadi brutus dalam Kabinet yang dibentuknya, rekrutmen seperti ini sudah dapat dikategorikan koncoisme atau nepotisme. Hal yang lebih kurang sama juga dilakukan oleh para menteri. Para menteri mengangkat lapisan keduanya atau orang kepercayaannya untuk menduduki jabatan-jabatan strategis, rekrutmen seperti ini sudah dapat dikategorikan koncoisme atau nepotisme. Demikian juga dengan jabatan-jabatan lain seperti Gubernur, Walikota dan Bupati, atau jabatan-jabatan legislatif. Akibatnya mereka ini kemudian menjadi satu jaringan, dalam bentuk jaringan yang kuat dan jaringan yang tidak kuat. “Pembentukan” jaringan seperti ini akhirnya membuat jaringan lain (di luar jaringan tersebut) mengadakan perlawanan dengan caranya sendiri. Apalagi kemudian dalam jaringan yang berkuasa, ada orang-orang kepercayaan tersebut tidak cakap dalam jabatan yang dipercayakan kepadanya. Pihak lawan-lawan politiknya pasti bereaksi sebaliknya.

Demikianlah koncoisme dan nepotisme menjadi budaya politik di Indonesia. Ini jelas tidak salah walaupun implikasinya negatif bagi kestabilan politik pemerintahan.

Dampak dari budaya politik di atas, akhirnya melahirkan kesan seperti yang ditulis Subadio Sastrosatomo dalam bukunya yang judul Renungan Gunung Luwum Politik Doso Muko Rezim Orde baru, Rapuh dan Sengsarakan Rakyat, mengatakan Soeharto membangun orde baru tidak berdasarkan kebenaran tapi berlandaskan kepalsuan-kepalsuan yang dipaksakan (Sastrosatomo, 1998:ii). Sistem politik orde baru ini memiliki sepuluh wajah (Sastrosatomo, 1998:3-4) yaitu:

No Uraian

1 Kedaulatan rakyat dirampas.

2 Pancasila dijadikan tameng kekuasaan 3 Hukum dikangkangi

4 Parpol dan serikat buruh dipasung 5 Parlemen dikebiri

(25)

7 Ekonomi berwajah Nepotisme-korupsi-kolusi 8 Pendidikan dijinakkan

9 Kebudayaan diseragamkan

10 Nilai-nilai kemanusiaan diinjak-injak

Pandangan Subadio Sastrosatomo, ini adalah pelaku pelanggaran HAM dari perspektif negara dengan pelakunya adalah aparat pemerintah. Tudingan dan antipati seperti ini, tidak sepenuhnya benar dan positip bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Kalau dikatakan kedaulatan rakyat dirampas, kedaulatan rakyat yang mana? Kalau dikatakan Pancasila dijadikan tameng kekuasaan, tameng yang bagaimana?, kalau dikatakan hukum dikangkangi, apa memang 100% benar!, parpol dan serikat buruh dipasung, parlemen dikebiri, pers dimandulkan, ekonomi berawajah nepotisme-korupsi-kolusi, pendidikan dijinakkan dan kebudayaan diseragamkan serta nilai-nilai kemanusiaan diinjak-injak, tuduhan yang tidak sepenuhnya dapat dibenar. Memang ada sisi negatif, tetapi pula ada sisi positip dari kebijaksanaan di atas. Sedangkan pelaku pelanggaran HAM dari perspektif masyarakat dengan pelakunya adalah kelompok masyarakat

Kedua pelanggaran HAM yang dilakukan oleh dua kelompok tersebut berakibat sebab akibat. Dari pemerintah, pemerintah mengharapkan kepada masyarakat itu melaksanakan kewajibannya dan tanggungjawabnya sebagai warga negara, jangan hanya menuntut haknya. Sedangkan dari perspektif masyarakat dengan pelakunya adalah kelompok masyarakat pada umumnya menuntut hak-nya, kewajibannya dan tanggungjawabnya cenderung diabaikan.

Kedua kelompok dengan kedua pilihan ini, bila direalisasikan di lapangan cenderung saling bentrok. Untuk mengiring kelompok masyarakat agar mau bertanggungjawab kepada perilakunya, menggunakan cara-cara yang represif yang berlandaskan undang-undang yang berlaku di Negara Indonesia, sedangkan yang menjadi korban dari tindakan represif aparat negara ini, mempergunakan pengertian HAM yang dikeluarkan oleh PBB yaitu tidak wajib melaksanakan kewajiban dan tanggungjawab.

5. Penutup

(26)

menganggap dirinya cakap dalam menduduki sesuatu jabatan tidak mendapat peran, sementara orang yang ditunjuk menduduki sesuatu jabatan dianggap kurang cakap oleh lawan-lawannya. Lalu muncul reaksi dari yang dikritik, terjadilah pelanggaran HAM.

Maka budaya politik apapun yang dianut suatu Negara, tidak mungkin terlepas dari pelanggaran HAM. Melalui pernyataan seperti saya menyadarkan kita bahwa tidak akan pernah ada HAM dapat benar-benar tegak secara murni di dunia ini. Jangankan budaya politik produk manusia, “budaya politik” produk Tuhan (seperti yang tertulis di dalam kitab suci) juga berpotensi melanggar HAM. Malah ini yang lebih absurd, pelanggaran dilakukan atas nama Tuhan, sementara Tuhan sendiri tidak pernah memberikan mandatnya secara hitam putih kepada si pelaksana pelanggar HAM tersebut untuk mewakili diri Tuhan di dunia ini. Mandat hanya diterima berdasarkan tafsir sepihak. Semua orang bebas menafsirkan secara sepihak.

Respon atas penzaliman warga negara terhadap negaranya, saat ini tidak seproaktif pada masa orde baru. Pada masa orde baru, bila ada hal-hal yang bersifat bertentangan dengan budaya politik yang dikembangkan, aparat keamanan pro aktif mengendalikannya. Akibatnya sangat mudah terjadi pelanggaran HAM. Namun di era reformasi ini, tidak seperti itu. Boleh-boleh saja berteriak, demo asal melapor kepada aparat keamanan, asal tidak merusak secara fisik, tidak akan ditangkap. Mau demo teriak merdeka, mau demo teriak macam-macam, selagi demo tersebut istilahnya berjalan damai, tidak terjadi perusakan atas fasilitas umum atau pribadi, aparat keamanan hanya akan mengawalnya saja.

Seperti di Papua saat ini misalnya, ada kelompok masyarakat yang merasa dirinya bagian dari kelompok intelektual karena masih kuliah, merasakan hawa kekerasan, Intimidasi, teror, terhadap mereka dan katanya masyarakat papua pada umumnya. Kondisi Ini sebaiknya dipahami berdasarkan sebab akibat, jangan hanya akibat saja. Dan bila sekelompok masyarakat di Papua masih terus bergejolak ke arah “budaya politik gayanya sendiri”, pasti did masa depan masih akan terjadi pelanggaran HAM. Bila ini terjadi, kemungkinan kemudian bersentimentil diri, telah terjadi kembali pelanggaran HAM di Papua. Kemudian kirim surat ke pemerintah Australia, ke pemerintah Amerika, ke Sekjen PBB, ke Komnasham, ke pemerintah Belanda dan sebagainya, negara atau lembaga yang dianggap mampu mencegah pelanggaran HAM. Inilah pekerjaan yang membuang-buang enerji. Negara yang dituju juga tidak terlepas dari kasus pelanggaran HAM di negaranya sendiri.

(27)

Anonim. Tuntutan Masyarakat Adat: "Tak Akui Kami, Selamat Tinggal Indonesia!".

http://www.bubu.com/kampus/mei99/fokus0.htm (1/03/2004) Gaffar, Afan. 2004. Politik Indonesia. Transisi Menuju Demokrasi.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kantaprawira, Rusadi. 1999. Sistem Politik Indonesia. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Kompas. 1998. Kilas Balik: Atas Nama Stabilitas.11 Desember Mahmud, Amir. 1986. Pembangunan Politik dalam Negeri

Indonesia. Jakarta: Penerbit Gramedia. Nurhayati, Rachmah dan Umar Sholahudin.

http://www.surabayapost.co.id/article.php?id=6267&page=1 Sastrosatomo, Subadio. 1998. Renungan Gunung Luwum Politik

Doso Muko Rezim Orde baru, Rapuh dan Sengsarakan Rakyat

Sekitar Kita. Data-Data Pelanggaran HAM Semasa Orde Baru http://www.sekitarkita.com/data/tabel_kml.htm (30/12/2003) Soeharto. 1985. Amanat Kenegaraan I, 1967-1971. Jakarta: Inti

Idayu Perss.

`Subekti, Valina Singka. 1998. Wacana Reformasi Politik: Rekonstruksi dari Diskusi Publik; dalam Mengubur Sistem Politik Orde Baru. Jakarta: Penerbit Pustaka Mizan dan Laboratorium Ilmu Politik FISIP UI.

Susetiawan.1997. Kritik Sosial Dalam Wacana Pembangunan. Yogyakarta: UII Press.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia

Kontras. http://www.kontras.org

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari Kerja Praktek ini adalah penulis dapat mengetahui bagaimana tahapan dari pembuatan lampu LED filamen dan bahan yang digunakan sampai dengan mesin

Menurut Yuliani, dkk (2005) yang meneliti efektifitas lilin penolak lalat dengan bahan aktif limbah penyulingan minyak nilam, diperoleh hasil bahwa kombinasi bahan aktif

Dari hasil data komparatif dan pembahasan yang telah dijabarkan dapat ditarik kesimpulan bahwa pada penelitian kali ini, terdapat perbedaan preeklampsia berat yang

Maka judul penelitian ini adalah : Membangun Jiwa Kewirausahaan Melalui Pelatihan Magang Kewirausahaan Di Kalangan Mahasiswa (Sebuah Model Pelatihan Kewirausahaan

Berdasarkan pandangan diatas maka kompetensi personil yang dimiliki oleh aparatur Sekertariat Daerah dalam melaksanakan suatu pekerjaan belum secara efektif dan efisien. Dengan

Perlakuan fermentasi nyata dapat meningkatkan nilai nutrisi dari campuran bungkil inti sawit (80%) dengan dedak padi (20%) dalam hal peningkatan daya cerna protein kasar

Murābaḥah bil wakalah yaitu akad jual beli dimana penjual harus menyebutkan harga awal barang dan keuntungan yang akan diambil oleh penjual dan dalam pengadaan

Materuna Nyoman menjadi penting untuk didalami mengingat bentuk tradisi kebudayaan ini merupakan bagian dari proses pendidikan pembentukan karakter yang dilalui